Anda di halaman 1dari 33

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Pengambilan Data

Pelaksanaan asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan cairan pada bayi

hiperbilirubinemia dengan fototerapi dilakukan tanggal 27 Februari 2019 – 5

Maret 2019 di RSUD Dr. H. Soewondo Kendal khususnya di Ruang Peristi

(Ruang Melati). RSUD Dr. H. Soewondo Kendal terletak di Jl. Laut No. 21.

Ruang Peristi mempunyai kapasitas tempat tidur sebanyak 25 buah,

fasilitas yang dimiliki Ruang Peristi meliputi satu ruang kepala ruang, satu ruang

perawat, satu ruang jaga dokter, satu dapur yang digunakan untuk membuat susu

bayi, satu ruang untuk penyimpanan obat, ruang linen, tiga buah wastafel, satu

buah kamar mandi.

B. Hasil

Bab ini menyajikan tentang gambaran asuhan keperawatan yang dilakukan

pada By. Ny. S dan By. Ny. N dengan Hiperbilirubinemia di RSUD Dr. H.

Soewondo Kendal, yang dilaksanakan pada tanggal 27 Februari 2019 – 5 Maret

2019 mulai dari tahap pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, rencana

keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi. Prinsip dari pembahasan

ini menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari lima tahap

39
40

yaitu pengkajian, perumusan diagnosa, rencana dan implementasi keperawatan,

serta evaluasi terhadap efektivitas tindakan yang telah dilakukan.

1. Kasus Pertama

a. Pengkajian

1) Biodata Klien

Klien pertama bernama By. Ny. S yang merupakan bayi

berusia lima hari berjenis kelamin perempuan, klien merupakan anak

ke-7 dari tujuh bersaudara, klien lahir pada tanggal 22 Februari 2019.

Klien pertama dirawat di Ruang Peristi dengan hiperbilirubinemia.

Penanggungjawab klien pertama (By. Ny. S) adalah kedua orangtua

bayi yaitu Ny. S dan Tn. M, kedua orangtua klien bekerja sebagai

buruh, pendidikan terakhir ayah klien adalah SD sedangkan

pendidikan terakhir ibu klien adalah SMP, kedua orangtua klien

beragama Islam dan berasal dari suku Jawa. Orangtua klien tinggal di

Cepiring, Kendal.

2) Riwayat Keperawatan

a) Riwayat Keperawatan Sekarang

Klien pertama (By. Ny. S) masuk ruang Peristi RSUD Dr. H.

Soewondo Kendal pada tanggal 22 Februari 2019. Klien

mengalami hiperbilirubinemia dengan hasil pemeriksaan


41

laboratorium bilirubin total 18,2 mg/dl, klien lahir pada tanggal 22

Februari 2019 di ruang VK (Ruang Mawar) RSUD Dr. H.

Soewondo Kendal, klien lahir dari ibu G6P5A0, klien lahir

spontan dengan PEB, klien lahir dengan usia kehamilan 38

minggu, klien lahir dengan berat lahir 3590 gram, panjang badan

48 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 34 cm, RR 48x/menit,

tampak kuning pada sclera mata dan kulit, apgar skor 6-7-8.

b) Riwayat Keperawatan Dahulu

Ny. S mengatakan bahwa selama masa kehamilan trimester

pertama sering merasakan mual. Ny. S mengatakan bahwa

menurut dokter ia mempunyai riwayat decompensatio cordis saat

kehamilannya ini, Ny. S rutin melakukan pemeriksaan, Ny. S rutin

mengkonsumsi obat yang diperolehnya yaitu dopamet, digoxin dan

furosemide. Selama masa kehamilan Ny. S mengalami kenaikan

berat badan sebanyak 16 kg. Memasuki usia kehamilan 38 minggu,

Ny. S mulai merasakan tanda-tanda untuk melahirkan, kemudian

oleh keluarga dibawa ke IGD RSUD Dr. H. Soewondo Kendal.

Riwayat perkembangan klien pertama (By. Ny. S) diantaranya,

refleks berkedip ada, refleks moro ada, refleks pupil baik, refleks

babinski ada, refleks palmar grasp lemah, refleks rooting ada,

refleks sucking (menghisap) lemah. Riwayat imunisasi klien


42

pertama (By. Ny. S) yaitu vit. K, HB 0 dan tetes mata gentamicin

0,3 %.

c) Riwayat Keperawatan Keluarga

Ny. S mengatakan bahwa dari pihak keluarga tidak ada yang

pernah mengalami decompensatio cordis saat hamil, keluarga tidak

ada yang mempunyai penyakit keturunan seperti DM dan

hipertensi, keluarga juga tidak mempunyai riwayat penyakit

menular seperti TB paru dan HIV maupun hepatitis.

3) Pola Fungsional Gordon

Pola persepsi kesehatan/ pola manajemen kesehatan tidak

diperoleh data karena klien masih bayi dan belum bisa menyampaikan

persepsinya mengenai kesehatan.

Pola eliminasi klien pertama (By. Ny. S) yaitu klien sudah

BAB sebanyak satu kali dalam satu hari dengan konsentrasi lembek

berwarna kuning berbau khas dan BAK sebanyak tiga kali dalam

sehari dengan warna urin kuning pekat, jumlah urin 264 cc.

Pola nutrisi dan cairan klien pertama (By. Ny. S), klien minum

susu formula (SGM Ananda 0-6 bulan) ± 20 cc/ 2 jam melalui dot,

refleks (sucking) menghisap kuat, klien pertama (By. Ny. S) menyusu


43

dengan kuat, klien tidak mendapat intake tambahan selain susu

formula, Ny. S mengatakan bahwa dokter menyarankan untuk tidak

memberikan ASI karena saat ini Ny. S sedang mengkonsumsi obat

untuk jantung (digoxin), input cairan yang diperoleh ialah 240 cc. BC

= input – output = input – (urin+IWL) = 240 – 396 = -156 cc.

Pola istirahat / tidur klien pertama (By. Ny. S) yaitu dalam

sehari klien tidur selama ± 21 jam. Pola mobilisasi dan latihan klien

pertama (By. Ny. S), keadaan umum klien baik, ROM klien bebas,

klien tampak letargi, klien akan memberi respon ketika diberikan

rangsangan.

Pola persepsi sensori dan kognitif klien pertama (By. Ny. S),

refleks moro ada, refleks pupil baik, refleks babinski ada, refleks

palmar grasp lemah, refleks rooting ada, refleks sucking (menghisap)

kuat. Pola seksual dan reproduksi klien, klien berjenis kelamin

perempuan, selama diberikan fototerapi klien tidak mengalami

kelainan yang berhubungan dengan alat reproduksinya.

Pola konsep diri klien pertama (By. Ny. S) belum bisa dikaji

karena klien masih berusia lima hari. Pola hubungan dan peran klien

dengan orangtua baik, Ny. S sering mengunjungi klien. Pola

mekanisme koping dan stress klien pertama (By. Ny. S) yaitu klien
44

sering menangis karena klien masih berusia lima hari. Pola keyakinan

dan spiritual klien pertama (By. Ny. S), klien berkeyakinan Islam.

4) Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik pada klien pertama (By. Ny. S) yaitu,

keadaan umum klien baik, nadi terkaji 184x/ menit, RR terkaji

44x/menit, suhu terkaji 36,6ºC, berat badan saat dikaji ialah 3280

gram.

Pemeriksaan kepala, bentuk kepala mesochepal, rambut hitam

dan lebat, ubun-ubun normal (tidak cekung), tidak ada lesi, mata

simetris, konjungtiva merah muda, sclera nampak kuning, hidung

bersih tidak ada polip, mukosa bibir kering, lidah bersih tidak ada

stomatitis, telinga bersih, tidak ada penumpukan serumen dan lesi,

letak telinga simetris, pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

Pada pemeriksaan kulit tidak terdapat sianosis, kulit tampak kuning,

kulit keriput dan banyak yang mengelupas.

Pemeriksaan dada terdiri dari pemeriksaan jantung paru.

Pemeriksaan jantung terkaji sebagai berikut, tidak ada lesi tetapi kulit

dada tampak mengelupas, ictus cordis tidak tampak, teraba ictus cordis

pada intercosta V dan VI midclavicula, terdengar suara pekak di

lapang jantung, terdengar bunyi jantung I dan II, tidak ada suara
45

jantung tambahan. Pemeriksaan paru meliputi, bentuk dada simetris

antara kanan dan kiri, tidak ada lesi tetapi kulit dada tampak

mengelupas, pengembangan dada kanan dan kiri simetris, terdengar

suara sonor pada lapang paru, suara nafas vesikuler.

Pemeriksaan abdomen meliputi, bentuk perut simetris, tidak

ada benjolan, kulit perut tampak mengelupas, tali pusat belum lepas,

terdengan bising usus 5x/ menit, tidak teraba massa, terdengar suara

timpani di lapang abdomen. Pada pemeriksaan genetalia diperoleh,

jenis kelamin perempuan, alat kelamin bersih, pada anus tidak terdapat

kelainan.

Pemeriksaan ekstremitas, ekstremitas klien lengkap, simetris

antara kanan dan kiri, ROM bebas, akral teraba hangat, capillary refill

< 2 detik, tidak ada edema, kulit tampak keriput.

5) Pemeriksaan Penunjang

Pada tanggal 26 Februari 2019 dilakukan pemeriksaan

laboratorium dengan hasil sebagai berikut, bilirubin total 18,2 mg/dl,

bilirubin indirek 16,9 mg/dl, hemoglobin 21,9 gr/dL, hematokrit 65,6

%. Sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28

Februari 2019 adalah hemoglobin 21,7 gr/dL, leukosit 16,4 10^3/uL,

trombosit 480 10^3/uL, hematokrit 66,8 %. Dan untuk hasil


46

pemeriksaan laboratorium pada tanggal 1 Maret 2019 ialah bilirubin

total 9,6 mg/dl, bilirubin direk 0,94 mg/dl, bilirubin indirek 8,67

mg/dl, hemoglobin 21,6 gr/dL, leukosit 15,3 10^3/uL, trombosit 568

10^3/uL, hematokrit 65,5 %.

6) Program Terapi

Program terapi yang diperoleh klien pertama (By. Ny. S)

adalah terapi sinar fluorescent (fototerapi) selama tiga hari. Selama

diberikan terapi sinar, klien diberi perlindungan pada area mata dan

kemaluan guna mencegah terjadinya cedera akibat adanya paparan

sinar yang berlebih. Selain itu, klien juga memperoleh terapi berupa

PO estazor 2x15 mg.

b. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan terhadap klien

pertama (By. Ny. S) pada tanggal 27 Februari 2019, didapatkan data fokus

: refleks menghisap klien baik, klien menyusu dengan kuat, mukosa bibir

kering, kulit dada dan perut tampak kering dan mengelupas, kulit pada

ekstremitas tampak keriput, turgor kulit buruk (> 2 detik), balance cairan -

156 cc. Dari data tersebut dapat dirumuskan diagnosa keperawatan yaitu

kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek samping fototerapi.


47

c. Intervensi

Dari diagnosa keperawatan yang muncul berupa kekurangan

volume cairan berhubungan dengan efek samping fototerapi pada By. Ny.

S, maka penulis merencanakan asuhan keperawatan selama 3x6 jam yang

bertujuan agar tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan kriteria

hasil tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir lembab,

turgor kulit baik.

Rencana tindakan yang diberikan terhadap By. Ny. S yaitu monitor

tanda vital, rasional : mengetahui tanda vital klien (masih dalam rentang

normal atau tidak), monitor adanya tanda-tanda dehidrasi seperti turgor

kulit dan juga membran mukosa bibir, rasional : mengetahui apakah klien

mengalami dehidrasi atau tidak, monitor refleks menghisap bayi, rasional :

mengetahui kemampuan hisap bayi, monitor kekuatan menghisap bayi,

rasional : mengetahui kekuatan menyusu bayi, pemberian minum sesuai

jadwal (setiap 2 jam), rasional : menjamin keadekuatan intake.

d. Implementasi

Implementasi hari pertama dilakukan tanggal 27 Februari 2019.

Setelah melakukan pengkajian terhadap klien pertama (By. Ny. S), penulis

mulai melakukan implementasi terhadap klien, implementasi yang penulis

lakukan meliputi memonitor tanda vital klien, memonitor adanya tanda-


48

tanda dehidrasi, memonitor refleks menghisap klien, memonitor kekuatan

menghisap klien dan memberikan minum setiap dua jam dengan jumlah

20 cc susu formula. Respon klien terhadap implementasi yang diberikan

adalah sebagai berikut, nadi 184x/ menit, RR 44x/menit, suhu 36,6ºC,

berat badan 3280 gram, mukosa bibir tampak kering bahkan ada yang

mengelupas, turgor kulit buruk (> 2 detik), kulit dada dan perut tampak

kering dan mengelupas, refleks menghisap klien baik, klien menyusu

dengan kuat, klien tampak menangis ketika merasa haus. Keseimbangan

cairan pada hari pertama adalah -156 cc.

Implementasi hari kedua terhadap klien pertama (By. Ny. S)

dilakukan pada tanggal 28 Februari 2019, penulis melakukan tindakan

memonitor tanda vital, nadi 140x/ menit, RR 40x/menit, suhu 36,8ºC,

berat badan 3220 gram, memonitor adanya tanda-tanda dehidrasi dengan

diperoleh hasil mukosa bibir klien tampak kering, turgor kulit baik, kulit

dada dan perut tampak kering dan mengelupas. Memonitor refleks

menghisap klien dan kekuatan menyusu klien, refleks menghisap klien

baik, klien tampak menyusu dengan kuat, klien minum susu formula

setiap dua jam sebanyak 20 cc melalui dot. Balance cairan pada hari kedua

adalah -144 cc.

Implementasi hari ketiga klien pertama (By. Ny. S) dilakukan

tanggal 1 Maret 2019, penulis melakukan tindakan memonitor tanda vital,


49

memonitor adanya tanda-tanda dehidrasi, memonitor refleks menghisap

bayi, memonitor kekuatan menghisap bayi, memberikan minum susu

formula setiap dua jam sebanyak 20 cc. Respon klien terhadap tindakan

yang diberikan adalah nadi 140x/ menit, RR 40x/menit, suhu 36,7ºC, berat

badan 3220 gram, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, kulit dada dan

perut tampak kering, refleks menghisap bayi baik, klien menyusu dengan

kuat setiap dua jam sebanyak 20 cc memalui dot. Balance cairan pada hari

ketiga yaitu -112 cc.

e. Evaluasi

Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah diberikan

kepada klien pertama (By. Ny. S) adalah sebagai berikut, tidak diperoleh

data subjektif karena klien masih bayi dan belum bisa menyampaikan apa

yang dirasakannya saat ini, data objektif yang diperoleh meliputi, mukosa

bibir lembab, turgor kulit baik, kulit dada dan perut tampak kering, klien

tampak menyusu dengan kuat sebanyak 20 cc susu formula melalui dot,

balance cairan yaitu -112. Assessment dari data tersebut adalah masalah

kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek samping fototerapi

teratasi sebagian. Planning untuk masalah tersebut adalah

mempertahankan intervensi yaitu mempertahankan pemberian minum

setiap dua jam sekali, monitor adanya tanda-tanda dehidrasi yang meliputi

kelembapan mukosa bibir, turgor kulit dan tekstur kulit klien.


50

2. Kasus Kedua

a. Pengkajian

1) Biodata Klien

Klien kedua bernama By. Ny. N yang merupakan bayi berusia

lima hari berjenis kelamin perempuan, klien lahir pada tanggal 27

Februari 2019. Klien kedua dirawat di Ruang Peristi dengan

hiperbilirubinemia. Penanggungjawab klien kedua (By. Ny. N) adalah

kedua orangtua bayi yaitu Ny. N dan Tn. S, Ayah klien bekerja

sebagai buruh dan Ibu klien tidak bekerja setelah usia kehamilan enam

bulan, pendidikan terakhir kedua orangtua klien adalah SMP, kedua

orangtua klien beragama Islam dan berasal dari suku Jawa. Orangtua

klien tinggal di Mororejo, Kendal.

2) Riwayat Keperawatan

a) Riwayat Keperawatan Sekarang

Klien kedua (By. Ny. N) masuk ruang Peristi (Ruang Melati)

RSUD Dr. H. Soewondo Kendal pada tanggal 27 Februari 2019.

Klien mengalami hiperbilirubinemia dengan hasil pemeriksaan

laboratorium bilirubin total 12,73 mg/dl, klien lahir pada tanggal

27 Februari 2019 secara SC, klien lahir dari ibu G3P2A0, klien

lahir dengan usia kehamilan 38 minggu, klien lahir dengan berat


51

lahir 3180 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala 34 cm,

lingkar dada 33 cm, nadi 160x/ menit, RR 46x/menit, tampak

kuning pada sclera mata dan kulit, apgar skor 8-9-10.

b) Riwayat Keperawatan Dahulu

Ny. N mengatakan bahwa selama masa kehamilan tidak

merasakan keluhan apapun yang berkaitan dengan kehamilannya,

Ny. N mengatakan mengetahui kehamilannya saat sudah berusia

dua bulan, Ny. N rutin memeriksakan kandungannya setelah usia

kandungannya enam bulan. Selama masa kehamilan Ny. N

mengalami kenaikan berat badan sebanyak 13 kg. Memasuki usia

kehamilan 38 minggu, Ny. N merasakan tanda-tanda melahirkan,

kemudian oleh keluarga dibawa ke IGD RSUD Dr. H. Soewondo

Kendal. Riwayat perkembangan klien kedua (By. Ny. N)

diantaranya, refleks berkedip ada, refleks moro ada, refleks pupil

baik, refleks babinski ada, refleks palmar grasp lemah, refleks

rooting ada, refleks sucking (menghisap) lemah. Riwayat

imunisasi klien kedua (By. Ny. N) yaitu vit. K, HB 0 dan tetes

mata gentamicin 0,3 %.


52

c) Riwayat Keperawatan Keluarga

Saat pengkajian keperawatan keluarga diperoleh hasil bahwa

dari pihak keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit keturunan

seperti DM dan hipertensi, keluarga juga tidak mempunyai riwayat

penyakit menular seperti TB paru dan HIV maupun hepatitis.

3) Pola Fungsional Gordon

Pola persepsi kesehatan/ pola manajemen kesehatan klien

kedua tidak diperoleh data karena klien masih bayi dan belum bisa

menyampaikan persepsinya mengenai kesehatan.

Pola eliminasi klien kedua (By. Ny. N) yaitu klien sudah BAB

sebanyak satu kali dalam satu hari dengan konsentrasi lembek

berwarna kuning berbau khas dan BAK sebanyak tiga kali dalam

sehari dengan warna urin kuning keruh, jumlah urin 256 cc.

Pola nutrisi dan cairan klien kedua (By. Ny. N), klien minum

susu formula (SGM Ananda 0-6 bulan) ± 20 cc/ 2 jam melalui dot,

refleks (sucking) menghisap kuat, klien kedua (By. Ny. N) menyusu

dengan kuat, klien tidak mendapat intake tambahan selain susu

formula, Ny. N mengatakan bahwa ASInya tidak keluar karena anak

pertama dan kedua juga tidak diberikan ASI oleh Ny. N, input cairan
53

240 cc. BC = input – output = input – (urin+IWL) = 240 – 384 = -144

cc.

Pola istirahat / tidur klien kedua (By. Ny. N) yaitu dalam sehari

klien tidur selama ± 20 jam. Pola mobilisasi dan latihan klien kedua

(By. Ny. N), keadaan umum klien baik, ROM klien bebas, klien

tampak letargi, akan memberi respon ketika diberikan rangsangan.

Pola persepsi sensori dan kognitif klien kedua (By. Ny. N),

refleks moro ada, refleks pupil baik, refleks babinski ada, refleks

palmar grasp lemah, refleks rooting ada, refleks sucking (menghisap)

kuat. Pola seksual dan reproduksi klien, klien berjenis kelamin

perempuan, selama diberikan fototerapi klien tidak mengalami

kelainan yang berhubungan dengan alat reproduksinya.

Pola konsep diri klien kedua (By. Ny. N) belum bisa dikaji

karena klien masih berusia lima hari. Pola hubungan dan peran klien

dengan orangtua baik, Ny. N sering mengunjungi klien. Pola

mekanisme koping dan stress klien kedua (By. Ny. N) yaitu klien

sering menangis karena klien masih berusia lima hari. Pola keyakinan

dan spiritual klien kedua (By. Ny. N), klien berkeyakinan Islam.
54

4) Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik pada klien kedua (By. Ny. N) yaitu,

keadaan umum klien baik, nadi terkaji 160x/ menit, RR terkaji

46x/menit, suhu terkaji 36,6ᵒC, berat badan saat dikaji ialah 3180

gram.

Pemeriksaan kepala, bentuk kepala mesochepal, rambut hitam

dan lebat, ubun-ubun normal (tidak cekung), tidak ada lesi, mata

simetris, konjungtiva merah muda, sclera nampak kuning, hidung

bersih tidak ada polip, mukosa bibir kering, lidah bersih tidak ada

stomatitis, telinga bersih, tidak ada penumpukan serumen dan lesi,

letak telinga simetris, pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

Pada pemeriksaan kulit tidak terdapat sianosis, kulit tanpak kuning,

kulit keriput dan banyak yang mengelupas terutama pada bagian dada

dan perut, turgor kulit buruk.

Pemeriksaan dada terdiri dari pemeriksaan jantung paru.

Pemeriksaan jantung terkaji sebagai berikut, tidak ada lesi tetapi kulit

dada tampak mengelupas, ictus cordis tidak tampak, teraba ictus cordis

pada intercosta V dan VI midclavicula, terdengar suara pekak di

lapang jantung, terdengar bunyi jantung I dan II, tidak ada suara

jantung tambahan. Pemeriksaan paru meliputi, bentuk dada simetris

antara kanan dan kiri, tidak ada lesi tetapi kulit dada tampak
55

mengelupas, pengembangan dada kanan dan kiri simetris, terdengar

suara sonor pada lapang paru, suara nafas vesikuler.

Pemeriksaan abdomen meliputi, bentuk perut simetris, tidak

ada benjolan, kulit perut tampak mengelupas, tali pusat belum lepas,

terdengan bising usus 5x/ menit, tidak teraba massa, terdengar suara

timpani di lapang abdomen. Pada pemeriksaan genetalia diperoleh,

jenis kelamin perempuan, alat kelamin bersih, pada anus tidak terdapat

kelainan.

Pemeriksaan ekstremitas, ekstremitas klien lengkap, simetris

antara kanan dan kiri, ROM bebas, akral teraba hangat, capillary refill

< 2 detik, tidak ada edema.

5) Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 2 Maret 2019 dilakukan pemeriksaan laboratorium

terhadap klien kedua (By. Ny. N) dengan hasil sebagai berikut,

hemoglobin 17,2 gr/dL, lekosit 10,3 10^3/ uL, trombosit 317 10^3/

uL, hematokrit 51,2 %, bilirubin total 12,73 mg/dl, bilirubin direk 0,46

mg/dl, bilirubin indirek 12,26 mg/dl. Sedangkan hasil pemeriksaan

laboratorium terhadap klien kedua (By. Ny. N) pada tanggal 5 Maret

2019 ialah bilirubin total 9,4 mg/dl, bilirubin direk 0,40 mg/dl,

bilirubin indirek 9,1 mg/dl.


56

6) Program Terapi

Program terapi yang diperoleh klien kedua (By. Ny. N) adalah

terapi sinar fluorescent (fototerapi) selama tiga hari. Selama diberikan

terapi sinar, klien diberi perlindungan pada area mata dan kemaluan

guna mencegah terjadinya cedera akibat adanya paparan sinar yang

berlebih. Selain itu, klien juga memperoleh terapi berupa PO estazor

2x15 mg.

b. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan terhadap klien

kedua (By. Ny. N) pada tanggal 3 Maret 2019 diperoleh data fokus :

refleks menghisap klien kuat, klien menyusu dengan kuat, mukosa bibir

kering, kulit dada dan perut tampak kering dan mengelupas, kulit keriput,

turgor kulit buruk (> 2 detik), balance cairan -144. Dari data tersebut dapat

dirumuskan diagnosa keperawatan : kekurangan volume cairan

berhubungan dengan efek samping fototerapi.

c. Intervensi

Dari diagnosa keperawatan yang muncul berupa kekurangan

volume cairan berhubungan dengan efek samping fototerapi pada By. Ny.

N, maka penulis merencanakan asuhan keperawatan selama 3x6 jam yang

bertujuan agar tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan kriteria


57

hasil tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir lembab,

turgor kulit baik.

Rencana tindakan yang diberikan terhadap By. Ny. N yaitu monitor

tanda vital, rasional : mengetahui tanda vital klien (masih dalam rentang

normal atau tidak), monitor adanya tanda-tanda dehidrasi seperti turgor

kulit dan juga membran mukosa bibir, rasional : mengetahui apakah klien

mengalami dehidrasi atau tidak, monitor refleks menghisap bayi, rasional :

mengetahui kemampuan hisap bayi, monitor kekuatan menghisap bayi,

rasional : mengetahui kekuatan menyusu bayi, pemberian minum sesuai

jadwal (setiap 2 jam), rasional : menjamin keadekuatan intake.

d. Implementasi

Implementasi terhadap klien kedua (By. Ny. N) pada hari pertama

dilakukan tanggal 3 Maret 2019, penulis mulai melakukan implementasi

terhadap klien, implementasi yang penulis lakukan meliputi memonitor

tanda vital klien, memonitor adanya tanda-tanda dehidrasi, memonitor

refleks menghisap klien, memonitor kekuatan menghisap klien dan

memberikan minum susu formula setiap dua jam dengan jumlah 20 cc.

Respon klien terhadap implementasi yang diberikan adalah sebagai

berikut, nadi 160x/ menit, RR 46x/menit, suhu 36,6ºC, berat badan 3180

gram, mukosa bibir tampak kering, turgor kulit buruk (> 2 detik), kulit

dada dan perut tampak kering dan mengelupas, refleks menghisap klien
58

baik, klien menyusu dengan kuat, klien tampak menangis ketika merasa

haus dan popoknya penuh. Balance cairan pada hari pertama adalah -144

cc.

Implementasi hari kedua terhadap klien kedua (By. Ny. N)

dilakukan pada tanggal 4 Maret 2019, penulis melakukan tindakan

memonitor tanda vital, nadi 120x/ menit, RR 36x/menit, suhu 36,3ºC,

berat badan 2870 gram, memonitor adanya tanda-tanda dehidrasi dengan

diperoleh hasil mukosa bibir klien tampak kering, turgor kulit baik, kulit

dada dan perut tampak kering dan mengelupas. Memonitor refleks

menghisap klien dan kekuatan menyusu klien, refleks menghisap klien

baik, klien tampak menyusu dengan kuat, klien minum setiap dua jam

sebanyak 20 cc susu formula melalui dot. Balance cairan pada hari kedua -

108 cc.

Implementasi hari ketiga terhadap klien kedua (By. Ny. N)

dilakukan tanggal 5 Maret 2019, penulis melakukan tindakan memonitor

tanda vital, memonitor adanya tanda-tanda dehidrasi, memonitor refleks

menghisap bayi, memonitor kekuatan menghisap bayi, memberikan

minum setiap dua jam sebanyak 20 cc. Respon klien terhadap tindakan

yang diberikan adalah nadi 108x/ menit, RR 58x/menit, suhu 36,5ºC, berat

badan 2850 gram, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, kulit dada dan

perut tampak kering, refleks menghisap bayi baik, klien menyusu dengan
59

kuat setiap dua jam sebanyak 20 cc susu formula memalui dot. Balance

cairan hari ketiga adalah -79 cc.

e. Evaluasi

Hasil evaluasi dari tindakan keperawatan yang telah diberikan

kepada klien kedua (By. Ny. N) mulai tanggal 3 Maret 2019 hingga

tanggal 5 Maret 2019 adalah sebagai berikut, tidak diperoleh data subjektif

karena klien masih bayi dan belum bisa menyampaikan apa yang

dirasakannya saat ini, data objektif yang diperoleh meliputi, mukosa bibir

lembab, turgor kulit baik, kulit dada dan perut tampak kering, klien

tampak menyusu dengan kuat sebanyak 20 cc susu formula melalui dot,

balance cairan -79 cc. Assessment dari data tersebut adalah masalah

kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek samping fototerapi

teratasi sebagian. Planning untuk masalah tersebut adalah

mempertahankan intervensi yaitu mempertahankan pemberian minum

setiap dua jam sekali, monitor adanya tanda-tanda dehidrasi yang meliputi

kelembapan mukosa bibir, turgor kulit dan tekstur kulit klien.

C. Pembahasan

1. Pengkajian

Dari pengkajian yang telah dilakukan terhadap kedua klien yaitu By.

Ny. S dan By. Ny. N pada tanggal 27 Februari 2019 dan tanggal 3 Maret 2019
60

diperoleh data sebagai berikut, hasil pemeriksaan laboratorium bilirubin total

klien pertama (By. Ny. S) yaitu 18,2 mg/dl, tampak kuning pada sclera mata

dan kulit. Sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium bilirubin total pada klien

kedua (By. Ny. N) yaitu 12,73 mg/dl, tampak kuning pada sclera mata dan

kulit. Pada bayi normal, kulit bayi akan tampak merah muda dan pada hasil

pemeriksaan bilirubin total hasilnya < 1,0 mg/dl. Berdasarkan data pengkajian

tersebut, penulis menyimpulkan bahwa kedua klien (By. Ny. S dan By. Ny.

N) mengalami hiperbilirubinemia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Wulandari dan Erawati (2016), hiperbilirubinemia adalah

keadaan dimana terjadi penimbunan bilirubin dalam tubuh yang ditandai

dengan kulit dan sclera tampak berwarna kuning terang sampai jingga, adanya

peningkatan konsentrasi bilirubin serum lebih dari 5 mg% dan menetap

sesudah 2 minggu pertama.

Dari pengkajian pola istirahat / tidur terhadap kedua klien (By. Ny. S

dan By. Ny. N) diperoleh data bahwa dalam sehari klien tidur selama ± 20-21

jam. Sedangkan pengkajian terhadap pola mobilisasi dan latihan kedua klien

(By. Ny. S dan By. Ny. N) didapatkan data bahwa ROM kedua klien bebas

tetapi klien tampak letargi (lemas). Berdasarkan data tersebut, menurut

CMNRP (2015) dan Widagdo (2012) yang menyatakan bahwa salah satu

tanda atau tanda yang spesifik pada bayi yang mengalami hiperbilirubinemia

adalah letargi (lemah).


61

Pada pola eliminasi didapatkan data hasil pengkajian terhadap kedua

klien (By. Ny. S dan By. Ny. N) bahwa jumlah urin yang diproduksi oleh

kedua klien berbeda yaitu pada klien pertama 264 cc dan pada klien kedua

256 cc. Perbedaan produksi urin ini dipengaruhi oleh berat badan kedua klien,

dimana berat badan klien pertama 3280 gram dan berat badan klien kedua

adalah 3180 gram.

Data yang diperoleh dari pengkajian pola nutrisi dan cairan adalah

sebagai berikut, kedua klien sama-sama memperoleh input cairan sebanyak

240 cc susu formula, sedangkan berat badan kedua klien berdeda yaitu pada

klien pertama 3280 gram dan pada klien 3180 gram. Meskipun perbedaan

berat badan klien tidak terlalu banyak tetapi dari hasil balance cairan yang

diperoleh (balance cairan klien pertama -156 dan klien kedua -144)

menunjukkan bahwa klien pertama akan mengalami kekurangan volume

cairan lebih tinggi dibandingkan dengan klien kedua.

Hasil pengkajian pola nutrisi dan cairan terhadap kedua klien

menunjukkan bahwa kedua klien sama-sama tidak memdapatkan ASI

eksklusif, pada klien pertama ibunya (Ny. S) mengatakan bahwa karena ia

mempunyai riwayat penyakit jantung maka dokter menyarankan untuk tidak

memberikan ASInya kepada klien pertama karena Ny. S sedang

mengkonsumsi obat untuk jantung (digoxin), dimana obat tersebut termasuk

kategori C (studi pada hewan menunjukkan efek samping pada fetus tetapi
62

belum ada studi control pada ibu hamil) dan obat digoxin tersebut akan

memberikan pengaruh ke bayi karena obat digoxin akan diekskresi melalui

ASI (Riordan, 1996). Sedangkan klien kedua tidak diberikan ASI karena

ASInya tidak keluar, Ny. N mengatakan bahwa dari anak pertama sampai

kedua tidak diberikan ASI.

Hasil dari pengkajian riwayat kelahiran, kedua klien (By. Ny. S dan

By. Ny. N) lahir dalam kondisi cukup bulan yaitu 38 minggu. Dimana

menurut Atikah dan Jaya (2015) yang menyatakan bahwa hiperbilirubinemia

juga dapat terjadi pada bayi cukup bulan meskipun pada kondisi bayi lahir

prematur lebih sering terjadi, hal tersebut dikarenakan pada bayi yang lahir

prematur sistem organ hepar belum berkembang sempurna, menurunnya

sistem kerja hepar, pemecahan bilirubin dalam darah gagal dilakukan

sehingga bilirubin akan terus bersirkulasi dalam darah dan menyebabkan

kuning pada tubuh bayi.

Hasil pemeriksaan fisik terhadap kedua klien (By. Ny. S dan By. Ny.

N) ditemukan data sebagai berikut, tampak kuning pada sclera mata dan kulit,

mukosa bibir kering, kulit keriput, kulit pada bagian dada dan perut tampak

kering dan mengelupas. Menurut Potter & Perry (2009), kelembapan kulit

langsung berkaitan dengan hidrasi klien dan kondisi lapisan lemak luar

permukaan kulit. Hidrasi kulit dan membran mukosa membantu

mengungkapkan keseimbangan cairan tubuh. Sedangkan tekstur kulit


63

normalnya halus, lunak dan rata. Tetapi pada bayi yang mendapat fototerapi

tekstur kulitnya dapat menjadi kering dan kasar karena pada terapi sinar

(fototerapi) dapat meningkatkan penguapan cairan pada tubuh. Sehingga bayi

akan beresiko mengalami kurangnya volume cairan. Dan berdasarkan dari

data yang diperoleh dari kedua klien (By. Ny. S dan By. Ny. N) penulis dapat

menyimpulkan bahwa kedua klien mengalami kekurangan volume cairan

tubuh yang diakibatkan oleh terapi sinar (fototerapi) yang dijalaninya.

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengkajian terhadap kedua

klien (By. Ny. S dan By. Ny. N) yang meliputi hasil pemeriksaan

laboratorium bilirubin total yang mencapai angka 18,2 mg/dl dan 12,73 mg/dl,

kulit dan sclera tampak kuning. Dari data tersebut menurut Wulandari dan

Erawati (2016) yang menyatakan bahwa hiperbilirubinemia adalah keadaan

pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin total mencapai lebih dari 10 mg/dl

yang ditandai dengan menguningnya sclera mata dan kulit atau jaringan lain

akibat akumulasi bilirubin dalam darah. Penatalaksaan pada bayi baru lahir

yang mengalami hiperbilirubinemia ialah dengan terapi sinar (fototerapi).

Berdasarkan data fokus yang diperoleh dari kedua klien (By. Ny. S

dan By. Ny. N) yang meliputi mukosa bibir kering, kulit dada dan perut

tampak kering dan mengelupas, kulit keriput dan turgor kulit buruk (> 2

detik). Dari data tersebut kedua klien mengalami kekurangan volume cairan,
64

menurut Herdman (2015) karakteristik yang terjadi pada klien yang

mengalami kekurangan volume cairan adalah kulit kering, kelembapan kulit

menurun, membrane mukosa bibir kering.

Dari semua data yang telah diperoleh selama pengkajian terhadap

kedua klien, penulis dapat menyimpulkan bahwa kedua klien mengalami

kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek samping fototerapi.

Menurut Mendri dan Prayogi (2015) salah satu diagnosa keperawatan yang

akan muncul pada bayi hiperbilirubinemia adalah kekurangan volume cairan

berhubungan dengan efek samping fototerapi.

3. Intervensi

Rencana keperawatan yang ditetapkan terhadap kedua klien (By. Ny. S

dan By. Ny. N) adalah untuk mengatasi diagnosa keperawatan kekurangan

volume cairan berhubungan dengan efek samping fototerapi memiliki tujuan

setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x6 jam masalah kekurangan volume

cairan dapat teratasi dengan kriteria hasil tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi

seperti mukosa bibir lembab, turgor kulit baik.

Rencana tindakan yang diberikan yaitu monitor tanda vital. Tindakan

ini bertujuan untuk mengetahui tanda vital klien (masih dalam rentang normal

atau tidak), untuk melihat apakah selama mendapat terapi sinar terjadi
65

peningkatan suhu atau tidak karena biasanya suhu dapat mempengaruhi

keseimbangan cairan dalam tubuh.

Monitor adanya tanda-tanda dehidrasi seperti turgor kulit dan juga

membran mukosa bibir. Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui apakah

klien mengalami dehidrasi atau tidak, apakah terdapat tanda-tanda dehidrasi

atau tidak seperti membran mukosa bibir kering, turgor kulit buruk dan kulit

kering.

Monitor refleks menghisap bayi. Tindakan ini bertujuan untuk

mengetahui kemampuan hisap bayi, jika refleks menghisap bayi bagus maka

kebutuhan cairan klien akan terpenuhi. Seperti yang dikemukakan oleh

Widagdo (2012) bahwa bayi hiperbilirubinemia akan mengalami gangguan

pemenuhan kebutuhan nutrisi karena refleks menghisap bayi kurang. Jadi

apabila refleks menghisap bayi baik maka keseimbangan cairan dalam

tubuhnya akan terjaga.

Monitor kekuatan menghisap bayi. Tindakan tersebut bertujuan untuk

mengetahui kekuatan menyusu bayi, apabila bayi menyusu dengan kuat maka

keseimbangan cairan dalam tubuh bayi akan terpenuhi. Widagdo (2012)

menyatakan bahwa bayi hiperbilirubinemia akan mengalami gangguan

pemenuhan kebutuhan nutrisi karena biasanya bayi hiperbilirubinemia akan

lebih malas dan letargi, refleks menghisap kurang, dan malas menyusu. Jadi

jika bayi menyusu dengan kuat maka kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi.
66

Pemberian minum sesuai jadwal (setiap 2 jam). Tindakan tersebut

bertujuan unt;uk menjamin keadekuatan intake, apabila intake cairan

terpenuhi maka keseimbangan cairan dalam tubuh bayi akan terpenuhi juga,

terpenuhinya kebutuhan cairan akan mengurangi terjadinya kekurangan

volume cairan karena pada bayi yang mendapat terapi sinar penguapan dalam

tubuh bayi akan meningkat.

4. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan

berdasarkan intervensi yang sudah direncanakan. Implementasi yang penulis

lakukan terhadap kedua klien (By. Ny. S dan By. Ny. N) adalah sebagai

berikut, memonitor tanda vital klien, memonitor adanya tanda-tanda dehidrasi,

memonitor refleks menghisap klien, memonitor kekuatan menghisap klien

dan memberikan minum setiap dua jam dengan jumlah 20 cc.

Tindakan pertama memonitor tanda vital klien, setelah dilakukan

tindakan selama 3x6 jam terhadap kedua klien, tanda vital klien setiap harinya

mengalami perubahan, tetapi perubahan yang terjadi tidak terlalu signifikan.

Tanda vital kedua klien berada dalam rentang normal, klien juga tidak

mengalami peningkatan suhu tubuh. Penulis memonitor suhu tubuh klien

karena bayi yang mendapatkan terapi sinar (fototerapi) yang diberikan selama

tiga hari maka proses pengupan cairan dari tubuhnya lebih tinggi

dibandingkan dengan bayi yang tidak memperoleh terapi sinar. Jika proses
67

penguapan cairan tubuh lebih tinggi maka suhu tubuh akan lebih mudah

mengalami perpindahan melalui proses evaporasi, dan apabila terjadi

peningkatan suhu tubuh, hal tersebut menunjukkan bahwa klien mengalami

adanya tanda-tanda dehidrasi. Tetapi dari hasil implementasi yang telah

dilakukan selama 3x6 jam, respon yang diberikan klien pertama 36,7 ᵒC dan

klien kedua 36,5 ᵒC, dari data tersebut menunjukkan bahwa kedua klien tidak

mengalami peningkatan suhu tubuh yang dapat dijadikan sebagai salah satu

tanda adanya dehidrasi.

Tindakan kedua memonitor adanya tanda-tanda dehidrasi, memonitor

adanya tanda dehidrasi sangat penting dilakukan karena pada bayi yang

mendapatkan terapi sinar maka proses penguapan cairan dari dalam tubuhnya

lebih tinggi. Memonitor adanya tanda dehidrasi bertujuan untuk mengetahui

apakah selama mendapat terapi sinar (fototerapi) selama tiga hari klien

menunjukkan tanda dehidrasi yang berat atau tidak. Seperti yang

dikemukakan oleh Herdman (2015) bahwa kareakteristik klien yang

mengalami kekurangan volume cairan menunjukkan tanda sebagai berikut,

kulit kering, membrane mukosa kering, peningkatan hematokrit, peningkatan

suhu tubuh, turgor kulit buruk (> 2 detik) dan penurunan pengeluaran urin.

Dan setelah dilakukan tindakan 3x6 jam terhadap kedua klien, respon yang

ditunjukan kedua klien adalah sebagai berikut, respon klien pertama (mukosa

bibir lembab, turgor kulit baik, kulit dada dan perut tampak kering), respon
68

klien kedua (mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, kulit dada dan perut

tampak kering). Dari respon yang ditunjukan oleh kedua klien, hal tersebut

menunjukkan bahwa setelah dilakukan tindakan 3x6 jam, sudah tidak

ditemukan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor

kulit buruk.

Tindakan ketiga memonitor refleks menghisap. Memonitor refleks

menghisap bayi ini bisa diketahui dengan cara menyentuhkan puting payudara

atau botol susu pada bagian atas mulut bayi atau dengan cara menyentuhkan

puting payudara, botol susu atau tangan orang tua pada pinggiran mulut bayi.

Menurut Widagdo (2012), bayi dengan hiperbilirubinemia mengalami

gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena biasanya bayi akan lebih

malas, tampak letargi, refleks sucking (menghisap) kurang dan malas

menyusu. Setelah dilakukan tindakan 3x6 jam terhadap kedua klien, refleks

menghisap kedua klien baik, hal tersebut menunjukkan bahwa klien mampu

memenuhi kebutuhan cairan dalamtubuhnya dan teori yang dikemukakan oleh

Widagdo (2012) tidak dijumpai pada kedua klien.

Tindakan keempat memonitor kekuatan menghisap. Widagdo (2012)

menyatakan bahwa bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia akan mengalami

gangguan pemenuhan kebutuhan karena biasanya bayi dengan

hiperbilirubinemia akan lebih malas dan tampak letargi, refleks menghisap

kurang dan malas menyusu sehingga nutrisi yang akan dicerna sedikit. Dan
69

setelah dilakukan tindakan 3x6 jam, respon yang ditunjukkan kedua klien

adalah klien mempunyai kekuatan menghisap yang baik sehingga nutrisi yang

akan dicerna oleh tubuh tercukupi. Dari data tersebut menunjukkan bahwa

teori yang dikemukakan oleh Widagdo (2012) tidak dijumpai pada kedua

klien.

Tindakan kelima memberikan minum setiap dua jam sekali sebanyak

20 cc susu formula, tindakan tersebut bertujuan untuk menjamin keadekuatan

intake. Susu formula yang diberikan kepada kedua klien jumlahnya sama

yaitu 20 cc karena pada hari sebelumnya pemberian susu sebanyak 20 cc tidak

dihabiskan oleh klien. Respon yang diberikan kedua klien setelah dilakukan

tindakan 3x6 jam menunjukkan bahwa klien selalu meminum habis susu

formula yang diberikan oleh perawat. Pemberian minum sesuai jadwal ini

dilakukan untuk mecegah terjadinya dehidrasi pada klien karena klien sedang

menjalani terapi sinar, dimana terapi sinar tersebut meningkatkan proses

penguapan cairan dari dalam tubuh. Sama halnya dengan yang dikemukakan

oleh Wulandari dan Erawati (2016) bahwa salah satu efek samping dari

fototerapi ialah dehidrasi, dimana dehidrasi tersebut terjadi disebabkan oleh

adanya peningkatan kehilangan air yang tidak disadari karena energi foton

yang diabsorbsi.
70

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan yang berkelanjutan untuk mengetahui apakah

intervensi yang telah ditentukan dan implementasi yang telah dilakukan dapat

mengatasi masalah yang terjdai terhadap klien. Setelah dilakukan tindakan

3x6 jam kepada kedua klien (By. Ny. S dan By. Ny. N), evaluasi yang

diperoleh adalah sebagai berikut, hasil evaluasi dari tindakan keperawatan

yang telah diberikan kepada klien pertama (By. Ny. S) mulai tanggal 27

Februari 2019 hinggal tanggal 1 Maret 2019 adalah sebagai berikut, tidak

diperoleh data subjektif karena klien masih bayi dan belum bisa

menyampaikan apa yang dirasakannya saat ini, data objektif yang diperoleh

meliputi, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, kulit dada dan perut tampak

kering, klien tampak menyusu dengan kuat sebanyak 20 cc susu formula

melalui dot, balance cairan -112 cc. Assessment dari data tersebut adalah

masalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek samping

fototerapi teratasi sebagian. Planning untuk masalah tersebut adalah

mempertahankan intervensi yaitu mempertahankan pemberian minum setiap

dua jam sekali, monitor adanya tanda-tanda dehidrasi yang meliputi

kelembapan mukosa bibir, turgor kulit dan tekstur kulit klien.

Sedangkan evaluasi yang diperoleh terhadap klien kedua (By. Ny. N)

mulai tanggal 3 Maret 2019 hinggal tanggal 5 Maret 2019 adalah sebagai

berikut, tidak diperoleh data subjektif karena klien masih bayi dan belum bisa
71

menyampaikan apa yang dirasakannya saat ini, data objektif yang diperoleh

meliputi, mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, kulit dada dan perut tampak

kering, klien tampak menyusu dengan kuat sebanyak 20 cc susu formula

melalui dot, balance cairan -79 cc. Assessment dari data tersebut adalah

masalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan efek samping

fototerapi teratasi sebagian. Planning untuk masalah tersebut adalah

mempertahankan intervensi yaitu mempertahankan pemberian minum setiap

dua jam sekali, monitor adanya tanda-tanda dehidrasi yang meliputi

kelembapan mukosa bibir, turgor kulit dan tekstur kulit klien.

Dapat penulis disimpilkan bahwa masalah kekurangan volume cairan

yang terjadi kepada kedua klien (By. Ny. S dan By. Ny. N) teratasi sebagian,

oleh karena itu planning untuk kedepannya adalah mempertahankan

pemberian minum setiap dua jam sekali, monitor adanya tanda-tanda

dehidrasi yang meliputi kelembapan mukosa bibir, turgor kulit dan tekstur

kulit klien.

Anda mungkin juga menyukai