NIM : 07011382126222
PENDAHULUAN
Salah satu bentuk perubahan yang paling nyata adalah lingkungan globalisasi. Globalisasi telah
memasuki era baru yang bernama Revolusi Industri 4.0. Klaus menyatakan bahwa dunia telah
mengalami empat tahapan revolusi, yaitu: 1) Revolusi Industri 1.0 terjadi pada abad ke 18
melalui penemuan mesin uap, sehingga memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal,
2) Revolusi Industri 2.0 terjadi pada abad ke 19-20 melalui penggunaan listrik yang membuat
biaya produksi menjadi murah, 3) Revolusi Industri 3.0 terjadi pada sekitar tahun 1970an
melalui penggunaan komputerisasi, dan 4) Revolusi Industri 4.0 sendiri terjadi pada sekitar
tahun 2010an melalui rekayasa intelegensia dan internet of thing sebagai tulang punggung
Istilah era 4.0 pasti sudah tidak asing lagi bagi kita. Awal mula dari istilah ini adalah terjadinya
revolusi industri di seluruh dunia, yang mana merupakan sebuah revolusi industri keempat.
Dapat dikatakan sebagai sebuah revolusi, karena perubahan yang terjadi memberikan efek besar
kepada ekosistem dunia dan tata cara kehidupan. Revolusi industri 4.0 bahkan diyakini dapat
Revolusi Industri 4.0 secara fundamental mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir,
hidup, dan berhubungan satu dengan yang lain. Era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas
manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang teknologi saja, namun juga bidang
yang lain seperti ekonomi, sosial, politik dan bahkan dalam bidang administrasi khususnya
Era 4.0 Mulai dicetuskan pertama kali oleh sekelompok perwakilan ahli berbagai bidang asal
Jerman, pada tahun 2011 lalu di acara Hannover Trade Fair. Dipaparkan bahwa industri saat ini
telah memasuki inovasi baru, dimana proses produksi mulai berubah pesat. Pemerintah Jerman
menganggap serius gagasan ini dan tidak lama menjadikan gagasan ini sebuah gagasan resmi.
Setelah resminya gagasan ini, pemerintah Jerman bahkan membentuk kelompok khusus untuk
Pada 2015, Angella Markel mengumukakan Jerman sendiri menggelintirkan modal sebesar €200
juta untuk menyokong akademisi, pemerintah, dan pebisnis untuk melakukan penelitian lintas
akademis mengenai Revolusi Industri 4.0. Tidak hanya Jerman yang melakukan penelitian serius
mengenai Revolusi Industri 4.0, namun Amerika Serikat juga menggerakkan Smart
Manufacturing Leadership Coalition (SMLC), sebuah organisasi nirlaba yang terdiri dari
yang memiliki tujuan untuk memajukan cara berpikir di balik Revolusi Industri 4.0.
Pemerintah Indonesia sudah mulai berbenah menanggapi adanyan era 4.0 dalam bidang ekonomi
dan industri dengan meluncurkan roadmap ‘Making Indonesia 4.0’ sebagai strategi untuk
memuluskan langkah Indonesia menjadi salah satu kekuatan baru di Asia pada April 2018 lalu.
Roadmap ini memberikan arah yang jelas bagi pergerakan industri nasional di masa depan,
termasuk fokus pada pengembangan sektor prioritas yang akan menjadi kekuatan Indonesia
publik memiliki problematika yang signifikan di era 4.0 ini seperti yang di ungkapkan oleh Eko
Di era 4.0 saat ini, administrasi publik menghadapi beragam tantangan dan perlu bereformasi.
Tantangan tersebut termasuk lahirnya era digital yang mendorong ekspektasi akan keterbukaan,
kecepatan dan akurasi layanan publik yang diberikan pemerintah. reformasi administrasi publik
berperan penting, stratejik, dan bahkan merupakan prasyarat dalam memperkuat kualitas
Mark Evans menyampaikan, ada 2 tantangan utama yang dihadapi Ilmu Administrasi di era
digital. “Pertama adalah meningkatkan pengalaman kualitas layanan publik berbasis teknologi
dan kedua meningkatkan kemampuan dan kompetensi ilmu administrasi berbasis digital sebagai
Society 5.0 dibuat sebagai solusi dari Revolusi 4.0 yang ditakutkan akan mendegradasi umat
manusia dan karakter manusia. Di era Society 5.0 ini nilai karakter harus dikembangkan, empati
dan toleransi harus dipupuk seiring dengan perkembangan kompetensi yang berfikir kritis,
inovatif, dan kreatif. Society 5.0 bertujuan untuk mengintegrasikan ruang maya dan ruang fisik
menjadi satu sehingga semua hal menjadi mudah dengan dilengkapi artificial intelegent,
Menurut Anggota Parampara Praja Pemda DIY itu, pada Era Society 5.0 pekerjaan dan aktivitas
manusia akan difokuskan pada Human-Centered yang berbasis pada teknologi. Namun, jika
manusia tidak mengikuti perkembangan teknologi dan pengetahuan maka Society 5.0 masih
sama saja dengan era disrupsi yang seperti pisau bermata dua. Pada satu sisi dapat
menghilangkan lapangan kerja yang telah ada, namun juga mampu menciptakan lapangan kerja
baru.
Langkah yang seharusnya dilakukan dalam menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM)
Indonesia selain memperkuat kualitas pendidikan dan kompetensi bagi mahasiswa, campur
tangan dari berbagai pihak sangat diperlukan. Dalam menyiapkan SDM unggul dan bersaing di
era Society 5.0 akan sulit jika hanya mengandalkan lembaga pendidikan saja. Elemen
masyarakat dan pemangku kepentingan harus terlibat didalamnya mulai dari pemerintah pusat
“SDM Indonesia harus meningkatkan kualitasnya dan selalu untuk melakukan inovasi-inovasi
sehingga melahirkan berbagai kreasi yang memberikan kontribusi bagi kemajuan lingkungan dan
masyarakat umumnya. Saat ini inovasi adalah suatu keniscayaan, sehingga sering
dikumandangkan adagium innovate or die,” tegas Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI) periode
2008-2009 itu.
Sementara itu, Prof. Aris menyampaikan, Society 5.0 merupakan A New Humanism yang
menawarkan model baru untuk pemecahan persoalan sosial untuk mencapai Sustainable
Development Goals (SDGs). Era Society 5.0 dan pandemi Covid-19 juga menjadi tantangan bagi
dunia pendidikan untuk bisa bertahan, sehingga dari pemerintah sendiri memunculkan berbagai
Menghadapi society 5.0 dan pandemi Covid-19, lanjut Prof Aris, Dikti juga memberikan
berbagai dukungan kepada dunia pendidikan dengan menyediakan platform untuk pembelajaran
agar mampu menciptakan materi pembelajaran daring secara berkelanjutan. Di samping itu
dukungan dikti juga dengan memanfaatkan Massive Open Online Course/MOOC’s internasional.
Dampak dari revolusi industri 4.0 dan Society 5.0 membuat kesempatan baru untuk Indonesia.
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto, revolusi industri 4.0 justru memberi
kesempatan bagi Indonesia untuk berinovasi. Indonesia berkomitmen untuk membangun industri
manufaktur yang berdaya saing global melalui percepatan industri 4.0, hal ini ditandai dengan
peluncuran Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah peta jalan dan strategi Indonesia memasuki era
Making Indonesia 4.0 dapat memberikan arah yang jelas bagi pergerakan industri nasional di
masa depan, termasuk fokus pada pengembangan lima sektor manufaktur yang akan menjadi
percontohan.
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, A. (2019, February 11). Kolom pakar: Industri 4.0 vs Society 5.0.
Era Revolusi Industri 4.0: Perlu Persiapkan Literasi Data, Teknologi dan Sumber Daya Manusia.
revolusi-industri-4-0-perlu-persiapkan-literasi-data-teknologi-dan-sumber-daya-manusia/
http://www.beritasatu.com/gaya-hidup/232713-8-fakta-ketergantungan-pada-
teknologi.html
Fukuyama, F. 1996. Trust The Social Virtues and the Creation of Prosperity.London: Penguin
Books.
Hamdanunsera. (2018). Industri 4.0: Pengaruh Revolusi Industri Pada Kewirausahaan Demi
Hasibuan, Malayu, S.P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarat: Bumi Aksara.
https://id.wiki-pedia.org/wiki/Inovasi_disruptif
Karnawati, D. (2017). Revolusi industri, 75% jenis pekerjaan akan hilang. Diambil dari
https://ekbis.sindonews.com/read/1183599/34/revolusi-industri-75-jenis-pekerjaan-akan-
hilang-1488169341
Mayasari, D. (2019, January 24). Mengenal Society 5.0, Transformasi Kehidupan yang
SUMBER:https://www.kompasiana.com/nadyarahma/5ce9fbeb3ba7f7658c7d5a23/dampak-
revolusi-industri-4-0-dan-society-5-0-menciptakan-kesempatan-baru-bagi-indonesia?
page=all