Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

APLIKASI TEKNOLOGI NUKLIR


MATERI :
Beta Thickness Gauging

Disusun Oleh :
Nama : Puji Astuti
NIM : 011200319
Jurusan : Teknokimia Nuklir
Kelompok : 1
Rekan Kerja : 1. Ahmad Roisus Syifa’
2. Gyan Prameswara
Asisten : Maria Christina P

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR


BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2015
A. Tujuan
1. Mengetahui prinsip kerja beta thickness gauging
2. Mengukur ketebalan sampel dengan radiasi beta

B. Dasar Teori
Nuclear gauge adalah sistem peralatan (terdiri atas sumber radiasi dan detektor
radiasi) yang memanfaatkan sifat-sifat unik radiasi pengion untuk pengontrolan proses
dan kualitas produk. Perlu diketahui bahwa data yang diperoleh dari detektor akan
diteruskan ke sistem komputasi yang terkoneksi secara integral dengan sistem kontrol.
Penerapan teknik nuklir dalam proses kontrol mempunyai beberapa kelebihan
dibanding dengan teknik lainnya, antara lain :
- sumber radioaktif dapat dipilih sesuai dengan sifat bahan yang diukur
- tidak merusak, tidak ada kontak, dan tidak meninggalkan bekas pada bahan
- pengukuran cepat dan dapat dipercaya
- sesuai untuk bahan kimia yang berbahaya atau bahan yang bertemperatur
ekstrim.
Teknik Gauging adalah teknik pengukuran dengan menggunakan radioisotop dan
teknik pengukuran ini ada beberapa macam, yaitu thickness gauging, level gauging, dan
density gauging. Cara kerja teknik pengukuran ini berdasarkan :
a. Cara Back Scaterring.
Cara Back Scaterring atau hamburan balik banyak digunakan dalam industry
karena dapat di singkat. Cara pakai seara luas di berbagai bidang kegiatan dan
hasilnya dapat diperoleh dalam waktu singkat. Cara hamburan balik ini, sering
juga disebut dengan uji tak merusak, karena radiasi yang datang tidak bereaksi
dengan bahan yang diamati, tetapi hanya sekedar memanfaatkan pantulan radiasi
atau hamburan balik dari radiasi yang mengenai bahan.
Cara hamburan balik yang pada umunya digunakan adalah sesuai dengan
sumber radiasi yang digunakan yaitu:
1. Cara hamburan balik radiasi neutron.
2. Cara hamburan balik radiasi fluorescensi sinar-X ( XRF).
3. Cara hamburan balik radiasi sinar-X dan radiasi Gamma.
4. Cara hamburan balik radiasi Beta.
Analisis bahan dengan cara tak merusak yang banyak dijumpai dalam bidang
industry dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu singkat adalah teknik
fluorescensi sinar-X( XRF), karena peralatannya mudah dibawa ke lapangan dan
hasilnya segera diketahui.
b. Cara Transmisi.
Teknik pengukuran dengan cara transmisi adalah dengan memanfaatkan sifat
atenuasi atau peneyerapan zarah radiasi oleh suatu bahan. Perbedaan intensitas
radiasi sebelum melewati suatu bahan dan sesudah melewati suatu bahan
digunakan untuk “mengukur” bahan tersebut.
Perbandingan intensitas pancaran yang datang dan intensitas yang masih
diteruskan, tergantung pada tebal bahan, Jenis bahan dan energi radiasi gamma.
Secara matematis hubungan tersebut dinyatakan dengan
− μ⋅x
I =I 0⋅e
dengan
I0 = Intensitas paparan radiasi yang datang (mR/jam)
I = Intensitas paparan radiasi yang diteruskan (mR/jam)
 = Koefisienn serap linier bahan pada energi tertentu (mm-1)
x = Tebal bahan (mm)
Bila intensitas pancaran radiasi gamma tersebut digambarkan terhadap tebal bahan,
maka akan sesuai dengan gambar 1
Tebal paro (HVT) merupakan tebal bahan yang dapat menyerap sebagian
intensitas paparan radiasi yang datang sehingga intensitas paparan radiasi yang
diteruskan tinggal setengah intensitas mula-mula.

I 1
=e−μ⋅HVT =
I0 2
ln ( 12 )=−μ⋅HVT
0, 693
HVT=
μ

Gambar 1
Kurva Intensitas Radiasi vs Tebal Bahan

Nilai HVT dapat ditentukan secara matematis dengan persamaan 3 di atas atau
dapat juga ditentukan secara eksperimen dengan melakukan beberapa pengukuran
dan menggambarkan kurva peluruhan intensitas paparan radiasi sebagaiman
gambar diatas.
Nilai HVT sangat bermanfaat untuk keperluan praktis di lapangan, yaitu untuk
menentukan tebal suatu bahan yang diperlukan sebagai penahan radiasi

()
n
I 1
=
I0 2
dengan
n = banyaknya HVT penyusun tebal penahan radiasi
= x/HVT

Beta Thickness Gauging

Beta thickness gauging terdiri dari dua komponen dasar yaitu sumber radiasi,
dan detektor radiasi. Web yang akan diukur ditempatkan antara sumber dan
detektor. Selain itu, beberapa jenis komputer yang digunakan untuk memproses
informasi dari detektor, dan mengubahnya menjadi pengukuran.

Partikel beta tidak lebih electron yang bergerak cepat, yang dipancarkan dari
isotop radioaktif tertentu, yang disebut sumber. Elektron ini dipancarkan ketika
atom mengalami peluruhan.
Ketika mereka menumbuk materi, beberapa partikel akan melewati, sementara
yang lain akan berhenti. Tebal (atau lebih padat) materi, semakin banyak partikel
akan dihentikan. Dengan mengukur rasio jumlah partikel yang melewati materi ke
nomor tanpa bahan, ketebalan (atau berat) bahan dapat ditentukan.

Untuk membuat pengukuran yang akurat, penting bahwa materi tidak begitu
berat sehingga menghentikan semua (atau terlalu banyak) dari partikel beta. Hal ini
juga penting bahwa menghentikan sejumlah partikel beta . Jika terlalu ringan,
sehingga sedikit dari partikel beta akan dihentikan sehingga akan sulit untuk
mengukur jumlah yang berhenti. Dengan kata lain, hanya sejumlah kecil partikel
beta akan dihentikan.

Kesempatan bahwa partikel beta akan membuatnya melalui materi tergantung pada
seberapa berat bahan tersebut, dan pada kecepatan partikel beta. Sebuah partikel
bergerak lebih cepat memiliki kesempatan yang lebih baik melalui materi. Sumber
yang berbeda menghasilkan partikel beta dengan kecepatan yang berbeda. Jadi,
dengan memilih sumber yang menghasilkan partikel beta dari kecepatan yang
benar, kita bisa mencocokkan kecepatan yang dengan berat bahan kami mencoba
untuk mengukur. Inilah sebabnya mengapa beberapa sumber yang berbeda yang
digunakan dalam mengukur.

Ada tiga sumber beta yang umum digunakan:

1.Promethium (Pm147)
Ini adalah sumber energi beta termurah umum digunakan, sangat cocok untuk
pengukuran hingga sekitar 275 g / m2.

2.Krypton (Kr85)
Ini adalah sumber energi beat media. Sangat cocok untuk pengukuran di kisaran
150 sampai 1500 gram / m2.

3.Strontium (SR90)
Ini adalah sumber beta energi tertinggi yang umum digunakan. Sangat cocok untuk
pengukuran di kisaran 1.000-8.000 g / m2.

C. Alat dan Bahan


a. Sumber Beta Sr-90
b. Lembaran aluminium foil dengan beberapa ketebalan
c. Gunting
d. Jangka sorong
e. Detektor GM
D. Langkah Kerja
a. Tegangan kerja detector GM diatur pada HV 760
b. Background dicacah selama 100 detik
c. Sumber Sr-90 dicacah tanpa menggunakan penghalang selama 100 detik sebagai
intensitas awal (Io)
d. Sumber Sr-90 dicacah dengan menyisipkan aluminium foil antara sumber dan
detector
e. Pencacahan dilakukan kembali dengan ketebalan aluminium foil yang berbeda
untuk menentukan tebal paro ( HVL) aluminium foil
f. Sumber Sr-90 dicacah dengan mengganti aluminium foil dengan sampel yang
akan diukur ketebalannya
E. Data Percobaan

Sumber Sr-90
0,1 µ
Aktivitas Sumber Ci Nov-11
HV 760
t 100 s
Al.
Bahan Foil

87
Background 77
69

10533
Io 10572
10429

Penentuan HVL
No Tebal(mm) cacah
1 0.05 10229 10216 10116
2 0.1 10003 9943 10050
3 0.2 9901 9898 9642
4 0.25 9292 9415 9513
5 0.3 9454 9406 9289
6 0.35 9333 9135 9168
7 0.4 8985 8974 9029
8 0.75 8839 8913 9060

sample 1 10009 9957 10158


sample 2 9774 9763 9761
F. Pengolahan Data
a. Penentuan HVL
Tebal(mm cacah
No cacah netto
) rata-rata
10109.3
1 0.05 10229 10216 10116 10187 3
9998.66
2 0.1 10003 9943 10050 7 9921
9813.66
3 0.2 9901 9898 9642 7 9736
9406.66
4 0.25 9292 9415 9513 7 9329
9305.33
5 0.3 9454 9406 9289 9383 3
9134.33
6 0.35 9333 9135 9168 9212 3
8918.33
7 0.4 8985 8974 9029 8996 3
8937.33 8859.66
8 0.75 8839 8913 9060 3 7

Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara tebal bahan dengan cacah netto

grafik hubungan tebal bahan VS


cacah netto
11000

10500

10000 f(x) = 10128.9418182306 exp( − 0.232000205192176 x )


cacah neto

9500

9000

8500
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
tebal bahan(mm)

Tebal paro ( HVL) dihitung dengan menggunakan persamaan

I =I 0⋅e− μ⋅x
I −μ⋅HVL 1
=e =
I0 2

0 ,693
HVL=
μ
Dari grafik diperoleh persamaan
y = 10129e-0.232x
sehingga nilai HVL
0 ,693
HVL=
μ
0 , 693
HVL=
0 , 232
HVL= 2,97 mm

b. Penetuan tebal sampel


Tebal sampel dihitung dengan menggunakan
− μ⋅x
I =I 0⋅e
I
Ln( ¿=¿-µx
Io

1. Sampel 1
Io = 10511
I = 10041
I
Ln( ¿=¿-µx
Io
I
ln ⁡(
)
Io
x=
−µ

10041
ln ⁡( )
10511
x=
−0,232/mm

x=0,230 mm

2. Sampel 2
Io = 10511
I = 9766
I
Ln( ¿=¿-µx
Io
I
ln ⁡(
)
Io
x=
−µ

9766
ln ⁡( )
10511
x=
−0,232/mm

x=0,352 mm

c. Penentuan Efisiensi Alat Cacah.


Sumber Radiasi : Sr-90

A0 : 0.1µCi

= 0,
= 3670 dps

t0 : November 2011
t praktek : 9 Juni 2015
t = t praktek - t0
= 9 Juni 2015 – November 2011
= 1319 hari

t½ : 28,9 tahun
= 28,9 tahun x 365 hari/th
= 10548, 5 hari
= ~ 10549hari
HV : 760 Volt

Lama pencacahan : 100 detik


0,693
λ=
10549hari
λ = 6,56 x 10-5/hari

 A standar =
¿ 3670 dps × e(−6,56 ×10−5 ×1319)

= 3638,382 dps

Jumlah cacahan per detik


Pencacahan Jumlah cacahan
(dps)
1 10511 105,11

N standar netto = -
= 105,11 – 0,776
= 104,3367 dps

 Efisiensi

Ƞ=
104 , 3367
X 100 %
Ƞ = 3638 ,382
= 2,86%
G. Pembahasan
Beta Thickness gauging adalah teknik pengukuran ketebalan bahan dengan
memanfaatkan radiasi beta. Bahan yang digunakan adalah aluminium foil. Pada
praktikum ini dilakukan pengukuran ketebalan aluminium foil dengan menggunakan
radiasi beta yang berasal dari Stronsium-90.
Pengukuran ketebalan kali menggunakan sumber radiasi beta. Jika menggunakan
radiasi alpha maka kemungkinan kecil radiasi akan menembus aluminium foil.
Sedangkan jika menggunakan radiasi gamma, aluminium foil akan sangat transparan
terhadap radiasi gamma karena daya tembus radiasi yang sangat tinggi.
Dalam pengukuran ketebalan suatu sampel, dilakukan pengukuran tebal paro dari
aluminium foil terlebih dahulu. Maka selanjutnya dapat ditentukan ketebalan sampel
aluminium foil. Penentuan tebal paro(HVL) adalah dengan membuat grafik hubungan
antara tebal bahan dengan cacahan netto dari radiasi beta yang dicacah dengan
menggunakan pencacah GM. Dalam menetukan HVL, pencacahan dilakukan dengan
menggunakan aluminium dengan tebal yang berbeda. Dengan membuat deret tebal
aluminium foil maka dapat dibuat grafik antara tebal dan cacahan. Dari persamaan yang
diperoleh dari grafik, maka HVL dapat dihitung dengan menggunakan persamaan

− μ⋅x
I =I 0⋅e
0 ,693
HVL=
μ

Dari grafik diperoleh persamaan y = 10129e-0.232x . µ adalah koefisien atenuasi dari


aluminium foil yaitu 0,232. Setelah diketahui nilai koefisien atenuasi aluminium foil,
sehingga HVL dari aluminium foil adalah 2,97 mm.
Dengan menggunakan teknik thickness gauging juga dapat menghitung atau
menetukan ketebalan bahan yang belum diketahui. Dengan cara yang sama, ketebalan
bahan yang tidak diketahui dihhitunng dengan menggunakan persamaan

− μ⋅x
I =I 0⋅e
I
Ln( ¿=¿-µx
Io

Dengan koefisien atenuasi yang sama dan perbandingan intensitas radiasi atau
cacahan yang diperoleh tanpa menggunakan bahan (Io) dan cacahn setelah menggunakan
bahan(I) maka ketebalan sampel aluminium foil dapat dihitung. Dari perhitungan
diperoleh tebal untuk sampel 1 adaalah 0,230 mm dan sampel yang kedua adalah 0,352
mm. Dari hasil praktikum diperoleh efisiensi detector adalah 2,86 %.
H. Kesimpulan
a. Teknik thickness gauging adalah teknik menentukan ketebalan aluminium dengan
menggunakan sifat tranmisi radiasi beta.
b. Tebal Paro (HVL) dari aluminium foil adalah 2,97 mm.
c. Tebal sampel 1 adalah 0,230 mm.
d. Tebal sampel 2 adalah 0,352 mm.
e. Effisiensi detector GM adalah 2,86 %
I. Daftar Pustaka
http://yi2ncokiyute.blogspot.com/2013/12/radio-isotop-dalam-bidang-industri.html
http://www.atigauge.com/beta.html
https://renideswantikimia.wordpress.com/kimia-kelas-xii-3/semester-i/3-kimia-unsur/5-
unsur-radioaktif/

Yogyakarta, 20 Juni 2015

Asisten Praktikan

Maria Christina P Puji Astuti

Anda mungkin juga menyukai