PEMBAHASAN
a. Assessment errors,
Termasuk kegagalan mengumpulkan data atau informasi tentang pasien secara
adekuat atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan, seperti data
hasil pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang
membutuhkan tindakan segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan
berdampak pada ketidaktepatan diagnosis keperawatan dan lebih lanjut akan
mengakibatkan kesalahan atau ketidaktepatan dalam tindakan. Untuk menghindari
kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara
komprehensif dan cepat.
Selanjutnya, bagaimana ketika terjadi dugaan praktik keperawatan yang dilakukan oleh
seorang perawat yang tidak sesuai dengan standar profesi ataupun standar prosedur
operasional (SPO) yang termasuk sebagai salah satu bentuk malpraktik di bidang
keperawatan. Sebagaiman yang diatur dalam Pasal 58 (1) UU Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan bahwa “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya”.
Dan dalam Pasal 77 UU Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, “Setiap
Penerima Pelayanan Kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian Tenaga
Kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan”.
Pasal 8 (6) Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2017 Tentang Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia, Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
konsil masing-masing tenaga kesehatan mempunyai wewenang:
Pasal 1851: “Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak,
dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang mengakhiri suatu
perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara.”
Pasal 1855: “Setiap perdamaian hanya mengakhiri perselisihan-perselisihan yang
termaktub di dalamnya, baik para pihak merumuskan maksud mereka dalam
perkataan khusus atau umum, maupun maksud itu dapat disimpulkan sebagai akibat
mutlak satu- satunya dari apa yang dituliskan.“
Pasal 1858: “Segala perdamaian mempunyai diantara para pihak suatu kekuatan
seperti suatu hakim dalam tingkat yang penghabisan. Tidak dapat perdamaian itu
dibantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah
satu pihak dirugikan.
Namun, walaupun jika mediasi tersebut merupakan suatu bagaian dari proses
pengadilan, mediasi dapat dilakukan di luar pengadilan (selain dilakukan di
pengadilan), dan harapannya jika adanya titik temu, maka proses pengadilan yang
sudah berjalan dapat dihentikan/tidak dilanjutkan dan diselesaikan dengan perdamaian
atau kesepakatan antar pihak yang bersengketa. Beberapa ketentuan dalam proses
mediasi yang merupakan bagian dari proses pengadilan:
1. Terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi waktu untuk mediasi
maksimal 30 hari, tidak termasuk jangka waktu penyelesaian perkara
sebagaimana ditentukan dalam kebijakan Mahkamah Agung mengenai
penyelesaian perkara di Pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding.
2. Jika Mediasi berhasil mencapai kesepakatan, Para Pihak dengan bantuan mediator
wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dalam Kesepakatan Perdamaian
yang ditandangani oleh para pihak dan mediator.
3. Para Pihak melalui Mediator dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian
kepada Hakim Pemeriksa Perkara agar dikuatkan dalam Akta Perdamaian.
4. Jika Para Pihak tidak menghendaki Kesepakatan Perdamaian dikuatkan dalam
Akta Perdamaian, Kesepakatan Perdamaian wajib memuat pencabutan gugatan.
5. Paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima Kesepakatan Perdamaian yang telah
memenuhi ketentuan, Hakim Pemeriksa Perkara menerbitkan penetapan hari
sidang untuk membacakan Akta Perdamaian.
6. Jika Para Pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan
Para Pihak dalam proses Mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam
proses persidangan perkara.
KASUS???????