Dengan demikian, ilmu falak atau ilmu hisab dapat menumbuhkan keyakinan dalam
melakukan ibadah, sehingga ibadahnya lebih khusyu’. Nabi SAW
bersabda : “Sesungguhnya sebaik-baik hamba Allah adalah mereka yang selalu
memperhatikan matahari dan bulan untuk mengiungat Allah” (HR. Thabrani)
2). Masalah tata ordinat:
khatulistiwa,lintang,bujur,deklinasi,azimuth,dan meridian?
a.Khatulistiwa adalah garis khayal yang membagi Bumi ke belahan bumi utara dan
belahan bumi selatan. Panjangnya sekitar 24,901.5 mil (40.075 kilometer).
b. Garis lintang adalah garis virtual atau garis imajiner yang mengelilingi bumi dari
barat ke timur dan digunakan untuk menentukan posisi bumi relatif terhadap garis
khatulistiwa.
Garis ini digunakan untuk menentukan posisi di bumi sehubungan dengan ekuator (utara
atau selatan).
c. Garis bujur merupakan garis khayal yang ditarik dari kutub utara kearah kutub selatan
maupun sebaliknya. Garis bujur akan membagi bumi menjadi dua bagian yaitu belahan
bumi timur dan belahan bumi bagian barat.
َرا ُمHالح َ ِلHةُ َِأل ْهHَ ِج ُد قِ ْبلH َِأل ْه ِل ال َم ْس ِج ِد َوال َم ْس ُْت قِ ْبلَة
َ َو َر ِامHالح ُ البَي: قال رسول هللا:عن ابن عباس رضى هللا عنهما قال
ُأ
َاربِهَا ِم ْن َّمتِى َأل َأل ُ َ
ِ ض فِى َم َش
ِ ارقِهَا َو َمغ ِ ْ ِ ْه ِل ا ر قِ ْبلة
Artinya : “Baitullah adalah kiblat bagi orang-orang di masjidil haram. Masjidil haram
adalah kiblat bagi orang-orang penduduk tanah haram (Makah), dan tanah haram
adalah kiblat bagi semua umatku di bumi, baik di barat ataupun di timur”. (HR. Al-
Baihaqi dari Abu Hurairah).
Adapun uraian tentang hadits ini bahwa dalam segi isnadnya hadits ini adalah dla’if.
[14] Sebagaimana dijelaskan oleh Musthofa Ali Yakup Istilah kiblat, dan kata
kerjanya istaqbala yang mempunyai arti berdiri di depan kiblat, nampaknya berasal dari
nama angin Timur, yaitu kabul. Istilah ini sesuai dengan situasi dimana seseorang yang
sedang berdiri dengan angin Utara (al-Shamal) berada di sebelah kirinya (Shamal) dan
Yaman berada di sebelah kanannya (yamin) (King, 1991: 181). Dengan demikian
pengertian kiblat secara umum adalah arah dari suatu tempat ke Ka’bah di Mekkah.
Ka’bah[15] sendiri memiliki beberapa nama lain, di antaranya yaitu:
Ka’bah. Dinamakan dengan Ka’bah karena beberapa sebab yaitu (a) karena bentuknya
yang persegi empat di mana pada umumnya orang Arab menyebut setiap rumah
berbentuk persegi empat dengan Ka’bah, (b) karena ketinggiannya dari tanah, dan (c)
karena bangunannya yang terpisah dari bangunan-bangunan lainnya.
Al-Bait (rumah) (QS. Ali Imran/3: 96). Dalam suatu hadits diriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. pernah ditanya oleh seseorang: ”masjid apakah yang pertama kali
dibangun di muka bumi ini?” Rasulullah menjawab: “Masjidil Haram”. ”Setelah itu
masjid mana lagi?” Rasulullah pun menjawabnya lagi “Masjidil Aqsha”. Kemudian Ali
ibn Abi Thalib r.a menimpalinya: “Tadinya hanya rumah biasa, namun ia merupakan
rumah pertama yang dibangun untuk beribadah kepada ”
Baitullah (Rumah Allah) (QS al-Baqarah: 125). Al-Qurtubi menegaskan bahwa
menisbatkan rumah (Ka’bah) kepada diri-Nya sendiri adalah dalam rangka
mengagungkan dan memuliakan-Nya, yaitu nisbatnya makhluk kepada penciptanya.
Al-Bait al-Haram (QS al-Ma’idah/5: 97 dan 2). Menurut Ibn Jauzi, dinamakan dengan
“Haram” karena adanya larangan berburu dan mencabut pepohonan di dalamnya,
sehingga kesuciannya terjaga. Dan kesuciannya itu meliputi seluruh tanah suci.
Al-Bait al-Atiq (rumah pusaka) (QS. Al-Hajj/22: 29). Dinamakan demikian karena
merupakan rumah pertama di muka bumi yang dibangun untuk menyembah Allah, dan
karena Allah telah menyelamatkannya dari bencana banjir. Bisa juga dimaknai sebagai
rumah yang bebas, karena tidak pernah ada orang yang mengakui memilikinya, kecuali
Allah semata. Sehingga, barangsiapa berniat menghancurkannya, maka Dia sendirilah
yang akan membinasakannya. Selain itu, al-Atiq juga mengandung makna bahwa di
dalamnya Allah membebaskan (yu’tiq) orang-orang dari adzab-Nya.
Kata Ka’bah mempunyai arti sebagai kiblat berdasarkan QS al-Baqarah: 144 (Ghani,
2005: 45-46).[16]
انHلم كHه وسHلى هللا عليHل هللا صHابت عن أنس ان رسHلمه عن ثHاد بن سHدثنا حمHان حHحدثنا أبوبكر ابن شيبة حدثنا عف
ْ ك َش
ِج ِدHط َر ْال َم ْس َ Hَ َو ِّل َوجْ هHَهَا فHةً تَرْ ضHَك قِ ْبل
َ َّ َما ِء فَلَنُ َولِيَنHالس َ ُّ ْدنَ َرى تَقَلHَنزلت “قHدس فHHو بيت المقHلي نحHHيص
َ Hَب َوجْ ه
َّ ك فِي
اHHالوا كمHHْال َح َر ِام” فمر رجل من بني سلمة وهم ركوع في صالة الفجر وقد صلوا ركعة فنادى اال أن القبلة قد حولت فم
)هم نحوالقبلة (رواه مسلم
Artinya : “Menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Syaibah, menceritakan kepada
kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah
SAW (pada suatu hari) sedang mendirikan solat dengan menghadap ke Baitul Maqdis.
Kemudian turunlah ayat Al-Quran: “Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Kemudian seorang lelaki Bani Salamah lewat
(dihadapan sekumpulan orang yang sedang shalat Shubuh) dalam posisi ruku’ dan
sudah mendapat satu rakaat. Lalu ia menyeru, sesungguhnya Kiblat telah berubah. Lalu
mereka berpaling ke arah Kiblat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Adapun uraian dari hadits ini bahwa pada mulanya, kiblat mengarah ke Yerusalem.
Menurut Ibnu Katsir,[17] Rasulullah SAW dan para sahabat salat dengan
menghadap Baitul Maqdis. Namun, Rasulullah lebih suka salat menghadap kiblatnya
Nabi Ibrahim, yaitu Ka’bah. Oleh karena itu beliau sering salat di antara dua sudut
Ka’bah sehingga Ka’bah berada di antara diri beliau dan Baitul Maqdis. Dengan
demikian beliau salat sekaligus menghadap Ka’bah dan Baitul Maqdis.
Setelah hijrah ke Madinah, hal tersebut tidak mungkin lagi. Rasul shalat dengan
menghadap Baitul Maqdis. Ia sering menengadahkan kepalanya ke langit menanti wahyu
turun agar Ka’bah dijadikan kiblat salat. Allah pun mengabulkan keinginan beliau dengan
menurunkan ayat 144 dari Surat al-Baqarah.
ان النبي صلي هللا عليه و سلم لما دخل البيت دعا في نواحه ولم يصل فيه حتى خرج ركع ركعتين في قبل القبلة و قال
هذه القبلة
Artinya :“Bahwa sesungguhnya Nabi saw ketika masuk ke Baitullah beliau berdoa di
sudut-sudutnya, dan tidak shalat di dalamnya sampai beliau keluar. Kemudian setelah
keluar beliau shalat dua rakaat di depan Ka’bah, lalu berkata “inilah kiblat”. (HR.
Muslim dari Usamah bin Zaid).
Kedudukan hadits ini adalah Muttafaq ‘alaih. Adapun uraian dari hadits ini bahwa
menurut khatabi adalah perintah menghadap bangunan ka’bah dengan lafaz “inilah
kiblat”. Sedang menurut nawawi bahwa yang dimaksud dengan ka’bah itu adalah
masjidil haram.
Hadist yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ini (bahwa bangunan Ka.bah adalah
kiblat) diberlakukan bagi orang yang melihat bangunan Ka’bah. Sedangkan Hadis Abu
Hurairah (bahwa arah Ka.bah adalah kiblat), diberlakukan bagi orang yang tidak
melihat Ka.bah. Karenanya, syarat wajib bagi orang yang melihat Ka.bah adalah
menghadap ke bangunan Ka.bah (‘ain al-ka’bah) secara tepat. Adapun syarat wajib bagi
orang yang tidak melihat Ka.bah adalah menghadap ke arah Ka.bah (jihat al-ka’bah),
bukan ke bangunan fisiknya.
ٌب قِ ْبلَة
ِ ق َوا ْل َم ْغ ِر ْ َما بَيْنَ ا ْل َم
ِ ش ِر
Dalam pembahasan dua Hadis terakhir yakni nomor tiga dan empat, bahwa mengamalkan
keduanya lebih utama daripada memberlakukan salah satunya dan mengabaikan yang
lainnya. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah Swt dalam Surah al-Baqarah: 144
“Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya.”
Demikian pula ayat 149 dan ayat 150 pada surah yang sama. al-Syathr sebagaimana
dikatakan para ulama berarti arah. Inilah yang dikatakan oleh Imam al-Nawawi[19],
Imam Ibnu Qudamah[20], Imam Ali bin Abu Talib, Ibn al-Aliyah, Mujahid,
Ikrimah, Sa.id bin Jubair, Qatadah, al-Rabi. bin Anas, dan lain-lain.[21]
Syaikh al-Islam Ibnu Hajar al-Haitami (w.974 H) dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi
Syarh al-Minhaj berkata: “Firman Allah Swt.
Maksud dari “Syathr al-Masjid al-Haram” di sini adalah bangunan Ka.bah. Hal ini
berdasarkan Hadis bahwa Nabi Saw mengerjakan shalat dua rakaat di depan Ka.bah.
Setelah itu beliau bersabda: “Inilah (bangunan Ka.bah) kiblat.” Pembatasan kiblat dengan
kata „inilah. (bangunan Ka.bah) menunjukkan bahwa ayat di atas tidak dapat dipahami
dengan arah Ka.bah. Adapun Hadis:
”Arah antara timur dan barat adalah kiblat,. maka dapat dipahami bahwa hadits ini
berlaku untuk penduduk Madinah dan wilayah sekitarnya.”[23]
Tidak diragukan lagi bahwa orang yang shalat di dalam Masjid Nabawi atau masjid-
masjid yang pernah disinggahi Nabi Saw untuk shalat di dalamnya, wajib mengenai
bangunan Ka.bah dalam berkiblat. Sebab, sebagaimana sudah dijelaskan, bahwa Nabi
Saw tidak mungkin membuat ketetapan yang keliru.
Tampaknya, hanya Syaikh al-Islam Ibnu Hajar al-Haitami saja yang menafsirkan kata
Syathr dengan pengertian bangunan Ka.bah. Beliau, dengan penafsirannya ini, berbeda
dari ulama lainnya sebagaimana sudah disebutkan. Adapun penafsiran beliau bahwa
Masjidil Haram adalah Ka.bah, maka hal ini sesuai dengan penafsiran ulama yang lain.
Karena, makna Masjidil Haram yang tercantum di dalam al-Qur.an dan Hadis berkisar
pada tiga pengertian:
1. Masjidil Haram bermakna bangunan Ka.bah. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt.
Penafsiran Imam al-Haitami bahwa Syathr adalah ‘Ain (benda) sehingga ayat yang
berbunyi: Syathr al-Masjid al-Haram. harus dimaknai dengan ‘Ain al-Ka.bah.
(bangunan Ka.bah), adalah penafsiran yang berbeda dari penafsiran ulama lain.
Adapun argumentasi Imam al-Haitami bahwa Syathr bermakna „Ain, dengan dalil sebuah
Hadis bahwa Nabi Saw saat memasuki Ka.bah kemudian keluar lalu mengerjakan shalat
dua rakaat dengan menghadapnya, kemudian beliau bersabda: “Inilah kiblat,” maka yang
dimaksud dengan Hadis ini adalah bahwa bangunan (‘ain) Ka.bah adalah kiblat bagi
orang yang melihatnya. Demikianlah sebagaimana disebutkan oleh para ulama.[26]
Dengan demikian, pendapat yang kuat dalam hal ini adalah apa yang dikatakan oleh para
ulama bahwa maksud “Syathr al-Masjid al-Haram” adalah Jihat al-Ka.bah (arah Ka.bah),
bukan „Ain al-Ka.bah (bangunan Ka.bah). Hal ini berdasarkan fakta bahwa ayat di atas
merupakan ayat Madaniyah (turun setelah hijrah ke Madinah). Karenanya, yang paling
tepat adalah menafsirkan ayat Madaniyah tersebut dengan Hadis Madani (yang
disabdakan di Madinah), yaitu sabda Nabi Saw, “Arah antara timur dan barat adalah
kiblat.”.
Gambar 2. Cara menentukan arah kiblat dengan metode bayangan matahari (sumber:
rukyatulhilal.org)
Metode bayangan matahari ini sangat bermanfaat untuk kita melakukan pengecekan arah
kiblat rumah, surau, dan mesjid di komplek kita tinggal. Cara sangat sederhana dengan
cara memacang tiang dan arah bayangan daripada tiang tersebut adalah arah kiblat shalat
kita seperti pada gambar 2. Metode ini bukan untuk menyalahkan arah kiblat kita selama
ini namun lebih untuk memastikan bahwa kita menghadap ke arah negara Arab Saudi
waktu shalat dan bukan ke negara lain.
Pergerakan Lempeng
Beberapa tahun lalu pernah ada tulisan yang menyatakan bahwa arah kiblat di Indonesia
berubah karena pergerakan lempeng. Penulis sendiri masih heran dengan penyataan
tersebut, bukannya pergerakan lempeng ini sangat lambat dan bagaimana bisa
mempengaruhi arah kiblat. Lempeng Indo-Australia bergerak dengan kecepatan 4-5
cm/tahun di bagian Sumatra dan 7 cm/tahun di Jawa dan Bali (Simmons et al., 2007).
Pada gambar 1B dapat dilihat juga bahwa jarak dari mesjid 1B ke Ka’bah adalah 6228
Km. Apabila kita anggap mesjid 1B sudah ada sejak 1000 tahun yang lalu (walau
kenyataan cuma beberapa puluh tahun lalu). Apabila pergerakan lempeng Indo-Australia
kita anggap konstan bergerak dan menambrak lempeng Eurasia, maka pergerakan bisa
mengeser mesjid sejauh 50 meter ke utara. Apabila kita gunakan rumus matematika
sederhana maka perubahan 50 meter terhadap 6228 Km maka akan membuat mesjid
tersebut melenceng dari arah kiblat kurang dari 0.001 derjat. Artinya pergerakan lempeng
tidak memiliki pengaruh banyak dengan arah kiblat dan penyataan beberapa mesjid
bergeser arah kiblatnya karena pengerakan lempeng merupakan suatu kesalahan. Apabila
kita melihat kembali ke gambar 1B, arah kiblat melenceng dari mesjid tersebut sebesar 18
derjat, ini bermakna mesjid tersebut arah kiblatnya sudah melenceng ketika pertama kali
dibangun dan bukan karena pergerakan lempeng. Mungkin pelajaran yang bisa diambil
dari penyataan tersebut adalah kita jangan terlalu cepat menyalahkan pergerakan bumi
padahal kesalahan itu terletak pada ketidaktahuan kita terhadap ilmu bumi dan cara
menentukan arah kiblat dengan tepat.
Menghitung Arah Kiblat pada dasarnya hanya membutuhkan dua unsur saja, yaitu
Lintang dan Bujur Makkah serta Lintang dan Bujur Lokasi yang di cari.
1) Garis Lintang
Dihayalkan dipermukaan bumi ini ada sebuah lingkaran besar yang membagi bumi
menjadi dua bagian yaitu utara dan selatan, lingkaran ini kita sebut dengan khatulistiwa
atau equator. Sejajar dengan equator ini kita buat lingkaran-lingkaran yang sampai pada
titik puncak utara dan selatan (Kutub Utara dan Kutub Selatan). Lingkaran-lingkaran
inilah yang kita sebut dengan garis-garis lintang. Seperti gambar di bawah ini
2) Garis Bujur
Kita buat pula lingkaran tegak lurus dari garis equator yang membelah bumi menjadi dua
bagian yaitu Timur dan Barat, lingkaran inilah yang disebut dengan garis bujur Ada satu
garis bujur yang istimewa yang dijadikan patokan ukuran yaitu garis bujur yang meliwati
kota Greenwinch di London Inggris. Bujur yang meliwati kota tersebut bernilai 0º
Lintang dan Bujur inilah yang harus benar-benar difahami tatkala kita akan menghitung
arah Kiblat.
Hasil penelitian terakhir yang dilakukan oleh Departemen Agama (Muhyiddin Khozin)
adalah :
Lintang Mekah (Ka`bah) = 21° 25′ 25″ LU
Bujur Mekah (Ka`bah) = 39° 49′ 39″ BT
Setelah mengetahui elemen apa saja yang digunakan, berikutnya perlu diketahui
bagaimana cara kerja GPS dalam menjalankan fungsinya. Pada dasarnya, cara kerja GPS
sendiri mengandalkan pengukuran jarak atau jangkauan, yaitu antara penerima dengan
satelit.
Dalam hal ini, biasanya satelit akan berputar mengelilingi bumi dalam lintasan orbit.
Kemudian, satelit akan mengirimkan sinyal keberadaan lokasi seseorang atau suatu
tempat yang dapat dilacak melalui GPS.
Di samping itu, segmen kontrol atau stasiun bumi akan memancarkan radar untuk
mengontrol apakah satelit dapat berfungsi dengan baik. Dengan begitu dapat dipahami
bahwa ketiga elemen ini saling mendukung satu sama lain, sehingga cara kerja GPS dapat
berjalan dengan baik oleh setiap penggunanya.
Maka bertasbihlah kepada Allah pada petang hari dan pada pagi hari, (17)
ْ ُض َو َع ِشيًّا َّو ِح ْينَ ت ِ َولَهُ ْال َح ْم ُد فِى السَّمٰ ٰو
َظ ِهرُوْ ن ِ ْت َوااْل َر
dan segala puji bagi-Nya baik di langit, di bumi, pada malam hari dan pada waktu zuhur
(tengah hari) (18)
Di dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii karya Dr. Mustafa
Al-Bagha, Mustafa Al-Khan, dan Ali Asy-Syarbaji dikatakan sebagai berikut.
صالة: } { وحين تصبحون، صالة المغرب والعشاء: } { حين تمسون: أراد بقوله:قال ابن عباس رضي هللا عنهما
. { وحين تظهرون } صالة الظهر، صالة العصر: } ً { وعشيا،الصبح
Ibnu Abbas r.a. (sahabat Rasulullah saw. yang mendapatkan julukan Tarjumanul
Qur’an/penerjemah Al-Qur’an dan ahli tafsir) mengatakan bahwa yang dimaksud firman
Allah swt. (Hiina tumsuuna/pada petang hari) adalah shalat Maghrib dan shalat Isya’,
firman (Hinna tushbihuuna/pada pagi hari) adalah shalat Shubuh, (wa Asyiiyyan/malam
hari) adalah shalat Ashar, dan firman (wa hiina tudhiruun/pada waktu Zuhur) adalah
shalat Dhuhur.
Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.
Riwayat Ibnu Abbas r.a. ini membuktikan bahwa tafsiran beliau sangatlah tepat ketika
menafsiri surah Ar-Rum ayat 30 sebagaimana penjelasan di atas, karena beliau sendiri
menyaksikan Rasulullah saw. bersabda tentang shalat lima waktu yang wajib bagi umat
Islam. Selain itu, Ibnu Abbas r.a. juga meriwayatkan hadis sebagai berikut.
رHHْ
َ الظهُّ صلَّى بِ َي َ َت َم َّرتَي ِْن فِ َأ َّمنِ ْي ِجب ِْر ْي ُل َعلَ ْي ِه ال َّسالَ ُم ِع ْن َد ْالبَ ْي:صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم
َ ِ قَا َل َرسُوْ ُل هللا: ال َ َس ق
ٍ َع ِن ا ْب ِن َعبَّا
رH َ ب ِح ْينَ َأ ْف
َ Hط ِ Hلَّى بِ َي يَ ْعنِى ْال َم ْغHص
َ رH َ هُ َوHَانَ ِظلُّهُ ِم ْثلHH َر ِح ْينَ َكHص ْ لَّى بِ َي ْال َعHص َ ك َو ْ ت ال َّش ْمسُ َو َكان
ِ َت قَ ْد َر ال ِّش َرا ِ َِح ْينَ زَ ال
ُدHَانَ ْالغHاِئ ِم فَلَ َّما َكHالص
َّ َرابُ َعلَىHالش َّ ا ُم َوH ُر َم الطَّ َعHصلَّى بِ َي ْالفَجْ َر ِح ْينَ َح َ ق َو َ صلَّى بِ َي ْال ِع َشا َء ِح ْينَ غ
ُ ََاب ال َّشف َ الصَّاِئ ُم َو
َّ رH
اِئ ُمHالص َ ب ِح ْينَ َأ ْف
َ Hط ِ Hلَّى بِ َي ْال َم ْغHص
َ رH َ ِه َوHانَ ِظلُّهُ ِم ْثلَ ْيHH َر ِح ْينَ َكHص
ْ لَّى بِ َي ْال َعHص َ الظه َْر ِح ْينَ َكانَ ِظلُّهُ ِم ْثلَهُ َو
ُّ صلَّى بِ َي َ
ُ ت اَأل ْنبِيَا ِء ِم ْن قَ ْبلِكَ َو ْال َو ْق
ت ُ يَا ُم َح َّم ُد هَ َذا َو ْق:ال َّ َصلَّى بِ َي ْالفَجْ َر فََأ ْسفَ َر ثُ َّم ْالتَفَتَ ِإل
َ َي فَق ِ ُصلَّى بِ َي ْال ِع َشا َء ِإلَى ثُل
َ ث اللَّ ْي ِل َو َ َو
) (رواه ابوداود.َما بَ ْينَ هَ َذي ِْن ْال َو ْقتَ ْي ِن
Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Saya telah dijadikan imam oleh Jibril di
Baitullah dua kali, maka ia shalat bersama saya; shalat Zuhur ketika tergelincir matahari,
shalat Asar ketika bayang-bayang sesuatu menyamainya, shalat Magrib ketika terbenam
matahari, shalat Isya’ ketika terbenam syafaq (mega merah), dan shalat Subuh ketika
fajar bercahaya. Maka besoknya shalat pulalah ia bersama saya; shalat Zuhur ketika
bayang-bayang sesuatu menyamainya, shalat Asar ketika bayang-bayang sesuatu dua kali
panjangnya, shalat Magrib ketika orang puasa berbuka, shalat Isya’’ ketika sepertiga
malam, dan shalat Subuh ketika menguning cahaya pagi. Lalu Jibril menoleh kepadaku
dan berkata, “Wahai Muhammad, inilah waktu shalat nabi-nabi sebelum engkau, dan
waktu shalat adalah antara dua waktu itu.” (H.R. Abu Daud).
1. Lintang (ϕ)
2. Bujur (λ)
Garis Bujur (λ), menggambarkan lokasi sebuah tempat di timur
atau barat Bumi dari sebuah garis utara-selatan yang disebut Meridian Utama. Garis
Bujur dihitung berdasarkan pengukuran sudut dari 0° di Meridian Utama ke +180° arah
timur dan −180° arah barat. Tidak seperti lintang yang memiliki ekuator sebagai posisi
awal alami, tidak ada posisi awal alami untuk bujur. Oleh karena itu, sebuah garis
meridian harus dipilih. Pada 1884, Konferensi Meridian Internasional mengadopsi
meridian Greenwich sebagai Meridian utama universal atau titik nol bujur.
Karena rotasi bumi yang bergerak dari arah Barat ke Timur maka lokasi di daerah timur
akan mengalami kondisi terbit dan terbenam terlebih dahulu dari lokasi di daerah barat.
Tempat di bumi yang berada pada garis bujur yang berbeda akan memiliki waktu sholat
yang berbeda pula, perbedaan 1° bujur dalam lintang yang sama akan memiliki
perbedaan waktu sholat selama 4 menit
Setiap lokasi pada garis bujur yang sama akan mengalamai waktu transit matahari yang
sama. Sementara waktu terbit dan terbenam matahari tidak selalu sama bergantung posisi
Seperti halnya bumi, yang terbagi dua oleh garis khatulistiwa (ekuator), demikian pula
dengan bola langit. Proyeksi garis Khatulistiwa/ekuator Bumi ke Langit dinamakan
Ekuator Langit, sedangkan garis lintang bumi yang di proyeksikan ke Bola langit
dinamakan Deklinasi.
Deklinasi Matahari (δo) adalah posisi matahari sepanjang lingkaran deklinasi dihitung
dari ekuator langit sampai matahari. Apabila matahari berada di sebelah utara equator
maka deklinasi matahari bertanda positif (+), jika berada di sebelah selatan equator maka
deklinasi matahari bertanda negatif (-). Nilai deklinasi matahari ini antara +0° sampai
+23° 27’ untuk deklinasi utara equator, dan antara -0° sampai -23°27’ untuk deklinasi
selatan equator. Secara berurutan, nilai deklinasi matahari adalah sebagai berikut:
Nilai δo dalam setiap harinya berubah-rubah oleh sebab itulah waktu sholat di suatu
tempat di setiap harinya tidak sama dan akan berulang sebagaimana nilai δo yang
mengalami per-ulangan.
4. Zona Waktu
Zona waktu dunia dibagi menjadi 24 zona waktu yang berbeda sesuai dengan letak
daerah tersebut. Waktu universal yang menjadi pautannya adalah waktu GMT, waktu
yang ada di Greenwich, Inggris. Daerah yang terletak di sebelah timur Greenwich
memiliki Z positif. Misalnya zona waktu Jakarta adalah UT +7 (seringkali disebut GMT
+7), maka Z = 7. Sedangkan di sebelah barat Greenwich memiliki Z negatif. Misalnya,
Los Angeles memiliki Z = -8.
Ketinggian lokasi dari permukaan laut (H) menentukan waktu kapan terbit dan
terbenamnya matahari. Tempat yang berada tinggi di atas permukaan laut akan lebih awal
menyaksikan matahari terbit serta lebih akhir melihat matahari terbenam, dibandingkan
dengan tempat yang lebih rendah.
Untuk menentukan waktu shalat tanggal, bulan dan tahun tentu saja menjadi parameter.
Dari tanggal, bulan dan tahun tersebut selanjutnya dihitung nilai Julian Day (JD). Julian
Day (JD) didefinisikan sebagai banyaknya hari yang telah dilalui sejak hari Senin tanggal
1 Januari tahun 4713 SM (sebelum Masehi) pada pertengahan hari atau pukul 12:00:00
UT (Universal Time) atau GMT
Julian Day Number untuk 3 Januari 4713 SM pukul 12:00:00 UT = 2 dan seterusnya
JDN digunakan khususnya dalam dunia astronomi karena tidak terpengaruh oleh hari,
bulan, serta tahun kabisat. Misalnya, waktu terbit matahari di lokasi “A” pada tanggal 7
Mei 2016 tentu memiliki selisih dengan waktu terbit matahari pada tanggal 7 Mei 2017,
meskipun pada lokasi yang sama serta pada tanggal dan bulan yang sama.
Metode untuk menghitung Julian Day untuk tanggal (D) – bulan (M) – tahun (Y) tertentu
disajikan berikut ini :
Misalnya tahun adalah Y (Y dapat pula negatif, asalkan tidak lebih kecil dari –4712).
Nomor bulan adalah M, dimana M = 1 untuk Januari, M = 2 untuk Februari dan
seterusnya, hingga M = 12 untuk Desember.
Nomor hari/tanggal adalah D. D dapat pula berbentuk pecahan. Namun perlu
diperhatikan bahwa nilai maksimal D harus menyesuaikan dengan bulan M. Sebagai
contoh, jika M = 4 (April), maka D tidak mungkin sama dengan 31.
Jika M > 2, M dan Y tidak berubah. Jika M = 1 atau 2, ganti M menjadi M + 12 dan Y
menjadi Y – 1. Dengan kata lain, bulan Januari dan Februari dapat dianggap sebagai
bulan ke 13 dan ke 14 dari tahun sebelumnya.
Untuk kalendar Gregorian, hitung A = INT(Y/100) dan B = 2 + INT(A/4) – A.
Untuk kalendar Julian, A tidak perlu dihitung, sedangkan B = 0.
Julian Day dirumuskan sebagai JD = 1720994,5 + INT(365,25*Y) +INT(30,6001(M +
1)) + B + D.
Disini, INT adalah lambang di Excel untuk menyatakan integer (bilangan bulat dari suatu
bilangan). Contoh INT(12) = 12. INT(3,57) = 3. Untuk bilangan negatif, INT(–4,7) = –5,
bukan –4. INT(–25,79) = –26. Sementara itu tanda * menyatakan perkalian.
Metode menentukan JD di atas dapat digunakan untuk tahun negatif, tetapi tidak untuk
Julian Day negatif. Karena itu nilai Y tidak boleh lebih kecil daripada –4712.
Jika diperhatikan dengan seksama, ternyata untuk suatu tempat tertentu, waktu terbit,
transit dan terbenam matahari selalu berubah setiap hari. Hal ini terjadi karena orbit
bumi (ekliptika) ellips dan poros bumi tegaknya miring pada bidang tempuhannya
sebesar 66½°. Hukum Johannes Kepler (1571-1630), menyatakan:
1. Bumi mengedari matahari dalam satu orbit yang berbentuk ellips dengan matahari
pada salah satu titik apinya.
2. Bumi itu berjalan mengelilingi matahari dengan ketentuan bahwa dalam waktu
yang sama ditempuh ditempuh jarak yang besarnya sama, artinya kalau jarak
bumi dengan matahari dekat, maka jalannya bumi itu cepat dan bila jaraknya jauh,
maka jalannya bumi itu lambat.
Perbedaan waktu transit matahari setiap hari di suatu lokasi tertentu inilah yang
berhubungan dengan istilah Equation of Time. Untuk menjelaskan pengertian equation of
time, kita ambil matahari pertengahan (matahari fiktif yang bergerak dengan kecepatan
teratur) dan matahari real (yang bergerak dengan kecepatan tidak teratur sesuai hukum
Kepler diatas)
Ketika mean sun (matahari fiktif) ini melewati garis meridean, saat itu disebut mean noon
(waktu tengah hari rata-rata). Sedangkan saat matahari real melewati garis meridean, saat
itu disebut true noon (waktu tengah hari yang sesungguhnya).
Salah satu definisi Equation of Time (EoT) adalah selisih antara true noon dengan mean
noon. Jika true noon lebih awal dari mean noon, EoT bernilai positif. Jika true noon
terjadi setelah mean noon, EoT negatif.
Definisi yang lain adalah perbedaan waktu antara jam matahari dengan jam yang kita
gunakan sehari-hari. Jam Matahari bisa lebih cepat 16 menit 33 detik (sekitar 3
November) dan lebih lambat 14 menit 6 detik (sekitar 12 Februari) dari jam yang kita
gunakan sehari-hari.
Altitude Matahari adalah sudut ketinggian matahari diukur dari ufuk pengamat ke posisi
matahari. Altitude 0° adalah saat pusat matahari tepat di ufuk pengamat dan altitude 90°
adalah saat matahari berada di titik Zenit pengamat (tepat diatas kepala). Berkaitan
dengan waktu shalat, Altitude matahari pada saat Maghrib sebesar -4,5° dan saat Shubuh
sebesar -17,7° (kriteria Institute of Geophysics, University of Tehran).
Altitude pada saat matahari terbenam/ terbit adalah saat seluruh piringan matahari telah
berada di bawah ufuk pengamat dengan nilai Altitude sebesar -0,833°. Nilai Altitude
matahari saat terbenam juga terpengaruh oleh ketinggian tempat pengamat (seperti
keterangan no 5 diatas) dan dapat dihitung menggunakan rumus 0,833° + 0.0347 ×
sqrt(H). dimana sqrt(H) adalah akar pangkat dua dari ketinggian lokasi pengamat
Sudut Waktu Matahari (T) adalah busur sepanjang lingkaran harian matahari dihitung
dari titik kulminasi atas sampai matahari berada. Nilai sudut waktu ini antara +0° sampai
+180°. Nilai 0° ketika matahari berada di titik kulminasi atas atau tepat di meridian
langit, sedangkan nilai +180° ketika matahari berada di titik kulminasi bawah.
Apabila matahari berada di sebelah barat meridian atau di belahan langit sebelah barat
maka sudut waktu bertanda positif (+), sebaliknya jika berada di sebelah timur meridian
atau di belahan langit sebelah timur maka sudut waktu matahari bertanda negative (-).
A. KEHIDUPAN INDIVIDU/PRIBADI
2. Dalam Aqidah
1.1.Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki prinsip hidup dan kesadaran imani
berupa tauhid kepada Allah Subhanahu Wata'ala(23) yang benar, ikhlas, dan penuh
ketundukkan sehingga terpancar sebagai lbad ar-rahman(24) yang menjalani kehidupan
dengan benar-benar menjadi mukmin, muslim, muttaqin, dan muhsin yang paripurna.
2. Dalam Akhlaq
2.1.Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi dalam
mempraktikkan akhlaq mulia (28), sehingga menjadi uswah hasanah(29) yang diteladani
oleh sesama berupa sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
2.2.Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus
senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas (30) dalam wujud amal-amal shalih dan
ihsan, serta menjauhkan diri dari perilaku riya’, sombong, ishraf, fasad, fahsya, dan
kemunkaran.
2.3.Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaq
al-karimah) sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan diri
dari akhlaq yang tercela (akhlaq al-madzmumah) yang membuat dibenci dan dijauhi
sesama.
2.4.Setiap warga Muhammadiyah di mana pun bekerja dan menunaikan tugas maupun
dalam kehidupan sehari-hari harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan korupsi
dan kolusi serta praktik-praktik buruk lainnya yang merugikan hak-hak publik dan
membawa kehancuran dalam kehidupan di dunia ini.
3. Dalam Ibadah
3.1.Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk senantiasa membersihkan jiwa/hati ke
arah terbentuknya pribadi yang mutaqqin dengan beribadah yang tekun dan menjauhkan
diri dari jiwa/nafsu yang buruk(31), sehingga terpancar kepribadian yang shalih(32) yang
menghadirkan kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
3.2.Setiap warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah mahdhah dengan sebaik-baiknya
dan menghidup suburkan amal nawafil (ibadah sunnah) sesuai dengan tuntunan
Rasulullah serta menghiasi diri dengan iman yang kokoh, ilmu yang luas, dan amal shalih
yang tulus sehingga tercermin dalam kepribadian dan tingkah laku yang terpuji.
Kalau ingin mampu memberikan penjelasan maka masih diperlukan kegiatan yang lebih
intens untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih utuh daripada umumnya pengetahuan
yang ada. Untuk itu perlu didukung oleh sejumlah kegiatan berikutnya yang lebih serius
guna mendapatkan intisari pengetahuan tersebut hingga dapat dipedomani untuk
perencanaan, prediksi-prediksi maupun kontrol atas kebenarannya.
Dengan uraian secara deskriptif di atas, maka judul makalah ini dapat didekati agak
menjadi lebih jelas yang menghubungkan antara ajaran agama Islam dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Agama Islam banyak memberikan penegasan mengenai ilmu
pengetahuan baik secara nyata maupun secara tersamar, seperti yang disebut dalam surat
Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya sebagai berikut :
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan."
Maksudnya sebagai berikut : sama-sama dari kelompok yang beriman, maka Allah SWT
akan masih meninggikan derat bagi mereka, ialah mereka yang berilmu pengetahuan.
Orang berilmu pengetahuan berarti menguasai ilmu dan memilki kemampuan untuk
mendapatkan dan menjelaskannya. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan diperlukan
antara lain adanya sarana tertentu, yakni yang disebut “berpikir”. Jelasnya berpikir pada
dasarnya merupakan suatu proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, apabila di dalam Al-Qur’an sering-sering disebut dengan kata-kata
“berpikir” atau “berpikirlah” dan sebagainya. Dalam arti langsung maupun dalam arti
sindiran dapat kita artikan juga sebagai perintah untuk mencari atau menguasai ilmu
pengetahuan.
Dalam Al-qur’an dan Hadist sangat banyak ayat-ayat yang menerangkan hubungan
tentang ajaran Islam dengan ilmu pengetahuan serta pemanfaatannya yang kita sebut
Iptek. Hubungan tersebut dapat berbentuk semacam perintah yang mewajibkan,
menyurum mempelajari, pernyataan-pernyataan, bahkan ada yang berbentuk sindiran.
Kesemuanya itu tidak lain adalah menggambarkan betapa eratnya hubungan antara Islam
dan Iptek sebagai hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Tegasnya
hubungan antara Islam dan Iptek adalah sangat erat dan menyatu.
Dalam pandangan Islam, Iptek juga di gambarkan sebagai cara mengubah suatu sumber
daya menjadi sumberdaya lain yang lebih tinggi nilainya, hal ini tercoverr dalam surat
Ar-Ra’d syat 11, yaitu :
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pada dasarnya Al-Qur’an telah mendorong
manusia untuk berteknologi supaya kehidupan mereka meningkat. Upaya ini harus
merupakan rasa syukur atas keberhasilannya dalam merubah nasibnya. Dengan perkataan
lain, rasa syukur atas keberhasilannya dimanifestasikan dengan mengembangkan terus
keberhasilan itu, sehingga dari waktu kewaktu keberhasilan itu akan selalu maningkat
terus.
Pada masa Nabi sudah ada penemuan-penemuan yang bisa dinamakan dengan Iptek,
sepertihalnya Iptek dalam dunia pertanian. Para sahabat Nabi pernah melalukan
pembuahan buatan (penyilangan atau perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi
menyarankan agar tidak usah melakukannya. Kemudian ternyata buahnya banyak yang
rusak dan setelah itu dilaporkan kepada Nabi, maka Nabi berpesan “ Abirruu antum
a’lamu biumuuri dunyaakum” (lakukanlah pembuahan buatan! Kalian lebih
mengetahui tentang urusan dunia kalian).
Di dalam Al-Qur’an disebutkan juga secara garis besar, tentang teknologi. Yaitu tentang
kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya, tentang penciptaan mahluk
hidup, termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya, dipacu akalnya untuk
menyelidiki segala apa yang ada di sekelilingnya, meskipun Al-Qur’an bukan buku
kosmologi, atau biologi, atau sains pada umumnya, namun Al-Qur’an jauh sekali dalam
membicarakan teknologi.
Dari beragam uraian di atas bahwasanya kita dapat melihat sendiri bagaimana pandangan
Islam terhadap Iptek. Dalam pedoman utamanya (Al-Qur’an), banyak disebutkan sesuatu
hal yang berkaitan dengan Iptek, hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat erat sekali
dengan Iptek. Jadi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini merupakan wujud
dari implikasi Al-Qur’an yang sebenarnya. Banyak seruan-seruan di dalamnya yang
menganjurkan manusia untuk berfikir dan mengembangkan potensinya dalam
pengetahuan. Namun satu hal yang sangat disayangkan, umat muslim sangat rendah
dalam bidang Iptek, sehingga ketinggalan perkembangan dengan orang-orang non
muslim. Semoga dengan ini umat Islam sadar dan mau mengembangkan pengetahuannya
dalam berbagia hal, sehingga menjadi umat yang berkualitas dengan adanya ketakwaan
dan pengetahuan yang ditinggi.
Imu falak
TUGAS KEDUA
TUGAS SATU