Anda di halaman 1dari 39

TUGAS AGAMA ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN 6

NAMA: ANDIKA PUTRA SALDI


NIM:105811118117
KELAS : SIPIL 6-D

JURUSAN TEKNIK SIPIL


PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020

1). Pengertian ilmu falak,tujuan dan manfaat mempelajarinya?

Pengertian ilmu falak


Menurut bahasa (etimologi) falak artinya orbit atau lintasan benda-benda langit, sehingga
ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit
khususnya bumi,bulan dan matahari pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk
diketahui posisi benda langit antara satu dengan yang lainnya, agar dapat diketahui
waktu-waktu di permukaan bumi.
Ilmu ini disebut dengan ilmu falak, karna ilmu ini karena ilmu ini mempelajari lintasan
benda-benda langit. Ilmu ini disebut pula dengan ilmu hisab, karna ilmu ini menggunakan
perhitungan. Ilmu ini disebut pula dengan ilmu rashd, karena ilmu ini memerlukan
pengamatan. Ilmu ini sering pula disebut dengan ilmu miqat, karna ilmu
ini [2]mempelajari tentang batas waktu. Dari istilah di atas, yang popular di masyarakat
adalah ilmu falak dan ilmu hisab.

Tujuan ilmu falak


Tujuan ilmu falak yaiyu:
1.Mengetahui arah kiblat
2.Mengetahui waktu shalat
3.Mengetahui awal bulan kamariah
4.Mengetahui waktu terjadinya Gerhana

Manfa’at Ilmu Falak


Dengan mempelari ilmu falak atau ilmu hisab, kita dapat memastikan ke arah mana kiblat
suatu tempat di permukaan bumi. Kita juga dapat memastikan waktu shalat telah tiba atau
matahari sudah terbenam untuk berbuka puasa. Dengan ilmu ini pula orang yang
melakukan rukyatul hilal dapat mengarahkan pandangannya dengan tepat ke posisi hilal,
bahkan kita juga dapat mengetahui akan terjadinya peristiwa gerhana matahari atau
gerhana bulan berpuluh bahkan beratus tahun yang akan datang.

Dengan demikian, ilmu falak atau ilmu hisab dapat menumbuhkan keyakinan dalam
melakukan ibadah, sehingga ibadahnya lebih khusyu’. Nabi SAW
bersabda :  “Sesungguhnya sebaik-baik hamba Allah adalah mereka yang selalu
memperhatikan matahari dan bulan untuk mengiungat Allah” (HR. Thabrani)
2). Masalah tata ordinat:
khatulistiwa,lintang,bujur,deklinasi,azimuth,dan meridian?

a.Khatulistiwa adalah garis khayal yang membagi Bumi ke belahan bumi utara dan
belahan bumi selatan. Panjangnya sekitar 24,901.5 mil (40.075 kilometer).

b. Garis lintang adalah garis virtual atau garis imajiner yang mengelilingi bumi dari
barat ke timur dan digunakan untuk menentukan posisi bumi relatif terhadap garis
khatulistiwa.

Garis ini digunakan untuk menentukan posisi di bumi sehubungan dengan ekuator (utara
atau selatan).

c. Garis bujur merupakan garis khayal yang ditarik dari kutub utara kearah kutub selatan
maupun sebaliknya. Garis bujur akan membagi bumi menjadi dua bagian yaitu belahan
bumi timur dan belahan bumi bagian barat.

d. Deklinasi (bahasa Inggris: Declination (Dec), dengan simbol δ) adalah


istilah astronomi yang dikaitkan dengan sistem koordinat ekuator. Deklinasi merupakan
salah satu dari dua koordinat bola langit pada sistem koordinat ekuator. Koordinat
lainnya adalah Asensio rekta.
Deklinasi bisa dibandingkan dengan garis lintang, yang diprojeksikan ke bola langit, dan
diukur dalam derajat ke arau utara dari ekuator langit. Oleh karena itu, titik di utara
ekuator mempunyai deklinasi positif, dan titik di selatan mempunyai deklinasi negatif.
e. Azimut adalah sudut putar dari arah Barat hingga Timur. Sebagai referensi sudut nol
dipakai arah mata angin Utara. Tanda (+) berarti arah putar searah jarum jam dari sudut
nol, tanda (-) untuk arah sebaliknya. Sebagai contoh, dari sudut nol ke arah Timur tepat
adalah 90 derajat, dan Barat adalah sudut -90 derajat.

f. meridian adalah sebuah garis khayal pada permukaan bumi, tempat kedudukan titik-


titik dengan bujur yang sama, menghubungkan kutub utara dan kutub selatan. Dengan
demikian setiap titik di permukaan bumi memiliki meridiannya sendiri-sendiri. Sebuah
titik di suatu meridian ditentukan posisinya oleh lintang. Setiap meridian selalu tegak
lurus dengan lingkaran lintang. Tiap-tiap meridian memiliki panjang yang sama, yaitu
setengah dari lingkaran besar bola bumi.

3). pengertian arah kiblat?


Arah Kiblat“ adalah arah atau jarak terdekat yang diukur melalui lingkaran besar pada
permukaan bumi yang melewati kota Makkah (Ka’bah) dengan tempat kota yang diukur.

4). Dalil-dalil arah kiblat (ayat dan hadits)?


Surat Al-Baqarah Ayat 142 :
‫اط‬ٍ ‫ َر‬H‫ص‬ِ ‫ا ُء ِإلَى‬H‫ ِدي َم ْن يَ َش‬Hْ‫ربُ يَه‬H ِ ‫ق َو ْال َم ْغ‬
ُ ‫ ِر‬H‫لْ هَّلِل ِ ْال َم ْش‬Hُ‫اس َما َوالهُ ْم ع َْن قِ ْبلَتِ ِه ُم الَّتِي َكانُوا َعلَ ْيهَا ق‬ ِ َّ‫َسيَقُو ُل ال ُّسفَهَا ُء ِمنَ الن‬
)١٤٢( ‫ُم ْستَقِ ٍيم‬
Terjemah Indonesia
orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: “Apakah yang
memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka
telah berkiblat kepadanya?” Katakanlah: “Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus”.
Surat Al-Baqarah Ayat 144 :
‫وهَ ُك ْم‬HH‫ا ُك ْنتُ ْم فَ َولُّوا ُو ُج‬HH‫ َر ِام َو َح ْيثُ َم‬H‫ ِج ِد ْال َح‬H‫ط َر ْال َم ْس‬ْ H‫ك َش‬ َ ْ‫ك قِ ْبلَةً تَر‬
َ َ‫ضاهَا فَ َولِّ َوجْ ه‬ َ َّ‫ك فِي ال َّس َما ِء فَلَنُ َولِّيَن‬ َ ‫ب َوجْ ِه‬ َ ُّ‫قَ ْد نَ َرى تَقَل‬
ُ ‫هَّللا‬
)١٤٤( َ‫ق ِم ْن َربِّ ِه ْم َو َما ُ بِغَافِ ٍل َع َّما يَ ْع َملون‬ ْ َّ ‫َأ‬
ُّ ‫َاب ليَ ْعل ُمونَ نهُ ال َح‬ َ َ ْ ُ ‫ُأ‬ َّ
َ ‫ط َرهُ وَِإ َّن ال ِذينَ وتوا ال ِكت‬ ْ ‫َش‬
Terjemah Indonesia
sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit[96], Maka sungguh Kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan
Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil)
memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari
Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.

1.Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi:

‫ َرا ُم‬H‫الح‬ َ ‫ ِل‬H‫ةُ َِأل ْه‬Hَ‫ ِج ُد قِ ْبل‬H‫ َِأل ْه ِل ال َم ْس ِج ِد َوال َم ْس‬ ُ‫ْت قِ ْبلَة‬
َ ‫ َو‬ ‫ َر ِام‬H‫الح‬ ُ ‫ البَي‬:  ‫قال رسول هللا‬:‫عن ابن عباس رضى هللا عنهما قال‬
‫ُأ‬
‫َاربِهَا ِم ْن َّمتِى‬ ‫َأل‬ ‫َأل‬ ُ َ
ِ ‫ض فِى َم َش‬
ِ ‫ارقِهَا َو َمغ‬ ِ ْ‫ ِ ْه ِل ا ر‬ ‫قِ ْبلة‬

Artinya : “Baitullah adalah kiblat bagi orang-orang di masjidil haram. Masjidil haram
adalah kiblat bagi orang-orang penduduk tanah haram (Makah), dan tanah haram
adalah kiblat bagi semua umatku di bumi, baik di barat ataupun di timur”. (HR. Al-
Baihaqi dari Abu Hurairah).

Adapun uraian tentang hadits ini bahwa dalam segi isnadnya hadits ini adalah dla’if.
[14] Sebagaimana dijelaskan oleh Musthofa Ali Yakup Istilah kiblat, dan kata
kerjanya istaqbala yang mempunyai arti berdiri di depan kiblat, nampaknya berasal dari
nama angin Timur, yaitu kabul. Istilah ini sesuai dengan situasi dimana seseorang yang
sedang berdiri dengan angin Utara (al-Shamal) berada di sebelah kirinya (Shamal) dan
Yaman berada di sebelah kanannya (yamin) (King, 1991: 181). Dengan demikian
pengertian kiblat secara umum adalah arah dari suatu tempat ke Ka’bah di Mekkah.
Ka’bah[15] sendiri memiliki beberapa nama lain, di antaranya yaitu:

 Ka’bah. Dinamakan dengan Ka’bah karena beberapa sebab yaitu (a) karena bentuknya
yang persegi empat di mana pada umumnya orang Arab menyebut setiap rumah
berbentuk persegi empat dengan Ka’bah, (b) karena ketinggiannya dari tanah, dan (c)
karena bangunannya yang terpisah dari bangunan-bangunan lainnya.
 Al-Bait (rumah) (QS. Ali Imran/3: 96). Dalam suatu hadits diriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. pernah ditanya oleh seseorang: ”masjid apakah yang pertama kali
dibangun di muka bumi ini?” Rasulullah menjawab: “Masjidil Haram”. ”Setelah itu
masjid mana lagi?” Rasulullah pun menjawabnya lagi “Masjidil Aqsha”. Kemudian Ali
ibn Abi Thalib r.a menimpalinya: “Tadinya hanya rumah biasa, namun ia merupakan
rumah pertama yang dibangun untuk beribadah kepada ”
 Baitullah (Rumah Allah) (QS al-Baqarah: 125). Al-Qurtubi menegaskan bahwa
menisbatkan rumah (Ka’bah) kepada diri-Nya sendiri adalah dalam rangka
mengagungkan dan memuliakan-Nya, yaitu nisbatnya makhluk kepada penciptanya.
 Al-Bait al-Haram (QS al-Ma’idah/5: 97 dan 2). Menurut Ibn Jauzi, dinamakan dengan
“Haram” karena adanya larangan berburu dan mencabut pepohonan di dalamnya,
sehingga kesuciannya terjaga. Dan kesuciannya itu meliputi seluruh tanah suci.
 Al-Bait al-Atiq (rumah pusaka) (QS. Al-Hajj/22: 29). Dinamakan demikian karena
merupakan rumah pertama di muka bumi yang dibangun untuk menyembah Allah, dan
karena Allah telah menyelamatkannya dari bencana banjir. Bisa juga dimaknai sebagai
rumah yang bebas, karena tidak pernah ada orang yang mengakui memilikinya, kecuali
Allah semata. Sehingga, barangsiapa berniat menghancurkannya, maka Dia sendirilah
yang akan membinasakannya. Selain itu, al-Atiq juga mengandung makna bahwa di
dalamnya Allah membebaskan (yu’tiq) orang-orang dari adzab-Nya.
 Kata Ka’bah mempunyai arti sebagai kiblat berdasarkan QS al-Baqarah: 144 (Ghani,
2005: 45-46).[16]

Ka’bah, Baitullah, kiblat dan pusat berbagai peribadatan kaum muslimin merupakan


bangunan suci yang terletak di kota Mekkah. Dalam Dictionary of Islam dijelaskan
bahwa Ka’bah (Baitul Makmur) pertama kali dibangun dua ribu tahun sebelum
penciptaan dunia. Nabi Adam AS dianggap sebagai peletak dasar bangunan Ka’bah di
bumi. Setelah Adam AS wafat, bangunan itu diangkat ke langit. Lokasi itu dari masa ke
masa diagungkan dan disucikan oleh umat para nabi (Azhari, 2007: 41). Batu-batu yang
dijadikan bangunan Ka’bah diambil dari lima bukit, yakni: Hira, Thabir, Lebanon,
gunung Olive, dan Jabal al-Ahmar (Gibb, 1991: 195).

2.Hadits dari Anas bin Malik RA:

‫ان‬H‫لم ك‬H‫ه وس‬H‫لى هللا علي‬H‫ل هللا ص‬H‫ابت عن أنس ان رس‬H‫لمه عن ث‬H‫اد بن س‬H‫دثنا حم‬H‫ان ح‬H‫حدثنا أبوبكر ابن شيبة حدثنا عف‬
ْ ‫ك َش‬
‫ ِج ِد‬H‫ط َر ْال َم ْس‬ َ Hَ‫ َو ِّل َوجْ ه‬Hَ‫هَا ف‬H‫ةً تَرْ ض‬Hَ‫ك قِ ْبل‬
َ َّ‫ َما ِء فَلَنُ َولِيَن‬H‫الس‬ َ ُّ‫ ْدنَ َرى تَقَل‬Hَ‫نزلت “ق‬H‫دس ف‬HH‫و بيت المق‬H‫لي نح‬HH‫يص‬
َ Hَ‫ب َوجْ ه‬
َّ ‫ك فِي‬
‫ا‬HH‫الوا كم‬HH‫ْال َح َر ِام” فمر رجل من بني سلمة وهم ركوع في صالة الفجر وقد صلوا ركعة فنادى اال أن القبلة قد حولت فم‬
)‫هم نحوالقبلة (رواه مسلم‬

Artinya :  “Menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Syaibah, menceritakan kepada
kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah
SAW (pada suatu hari) sedang mendirikan solat dengan menghadap ke Baitul Maqdis.
Kemudian turunlah ayat Al-Quran: “Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu
menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu
berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Kemudian seorang lelaki Bani Salamah lewat
(dihadapan sekumpulan orang yang sedang shalat Shubuh) dalam posisi ruku’ dan
sudah mendapat satu rakaat. Lalu ia menyeru, sesungguhnya Kiblat telah berubah. Lalu
mereka berpaling ke arah Kiblat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Adapun uraian dari hadits ini bahwa pada mulanya, kiblat mengarah ke Yerusalem.
Menurut Ibnu Katsir,[17] Rasulullah SAW dan para sahabat salat dengan
menghadap Baitul Maqdis. Namun, Rasulullah lebih suka salat menghadap kiblatnya
Nabi Ibrahim, yaitu Ka’bah. Oleh karena itu beliau sering salat di antara dua sudut
Ka’bah sehingga Ka’bah berada di antara diri beliau dan Baitul Maqdis. Dengan
demikian beliau salat sekaligus menghadap Ka’bah dan Baitul Maqdis.

Setelah hijrah ke Madinah, hal tersebut tidak mungkin lagi. Rasul shalat dengan
menghadap Baitul Maqdis. Ia sering menengadahkan kepalanya ke langit menanti wahyu
turun agar Ka’bah dijadikan kiblat salat. Allah pun mengabulkan keinginan beliau dengan
menurunkan ayat 144 dari Surat al-Baqarah.

3.Hadits Riwayat Imam Muslim:

‫ان النبي صلي هللا عليه و سلم لما دخل البيت دعا في نواحه ولم يصل فيه حتى خرج ركع ركعتين في قبل القبلة و قال‬
‫هذه القبلة‬

Artinya :“Bahwa sesungguhnya Nabi saw ketika masuk ke Baitullah beliau berdoa di
sudut-sudutnya, dan tidak shalat di dalamnya sampai beliau keluar. Kemudian setelah
keluar beliau shalat dua rakaat di depan Ka’bah, lalu berkata “inilah kiblat”. (HR.
Muslim dari Usamah bin Zaid).

Kedudukan hadits ini adalah Muttafaq ‘alaih. Adapun uraian dari hadits ini bahwa
menurut khatabi adalah perintah menghadap bangunan ka’bah dengan lafaz “inilah
kiblat”. Sedang menurut nawawi bahwa yang dimaksud dengan ka’bah itu adalah
masjidil haram.

Hadist yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ini (bahwa bangunan Ka.bah adalah
kiblat) diberlakukan bagi orang yang melihat bangunan Ka’bah. Sedangkan Hadis Abu
Hurairah (bahwa arah Ka.bah adalah kiblat), diberlakukan bagi orang yang tidak
melihat Ka.bah. Karenanya, syarat wajib bagi orang yang melihat Ka.bah adalah
menghadap ke bangunan Ka.bah (‘ain al-ka’bah) secara tepat. Adapun syarat wajib bagi
orang yang tidak melihat Ka.bah adalah menghadap ke arah Ka.bah (jihat al-ka’bah),
bukan ke bangunan fisiknya.

4.Hadits Abu Hurairah.

ٌ‫ب قِ ْبلَة‬
ِ ‫ق َوا ْل َم ْغ ِر‬ ْ ‫َما بَيْنَ ا ْل َم‬
ِ ‫ش ِر‬

“Arah antara timur dan barat adalah kiblat.”


Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi. Hadis ini menunjukkan bahwa arah
selatan mana saja adalah kiblat bagi orang-orang yang berada di sebelah utara Ka.bah.
Sebab, Hadis ini, seperti dikatakan para ulama, adalah untuk warga Madinah dan orang-
orang yang ada di sekitarnya.[18]

Dalam pembahasan dua Hadis terakhir yakni nomor tiga dan empat, bahwa mengamalkan
keduanya lebih utama daripada memberlakukan salah satunya dan mengabaikan yang
lainnya. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah Swt dalam Surah al-Baqarah: 144

“Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya.”

Demikian pula ayat 149 dan ayat 150 pada surah yang sama. al-Syathr sebagaimana
dikatakan para ulama berarti arah. Inilah yang dikatakan oleh Imam al-Nawawi[19],
Imam Ibnu Qudamah[20], Imam Ali bin Abu Talib, Ibn al-Aliyah, Mujahid,
Ikrimah, Sa.id bin Jubair, Qatadah, al-Rabi. bin Anas, dan lain-lain.[21]

Syaikh al-Islam Ibnu Hajar al-Haitami (w.974 H) dalam kitabnya Tuhfah al-Muhtaj bi
Syarh al-Minhaj berkata: “Firman Allah Swt.

“Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram..”[22]

Maksud dari “Syathr al-Masjid al-Haram” di sini adalah bangunan Ka.bah. Hal ini
berdasarkan Hadis bahwa Nabi Saw mengerjakan shalat dua rakaat di depan Ka.bah.
Setelah itu beliau bersabda: “Inilah (bangunan Ka.bah) kiblat.” Pembatasan kiblat dengan
kata „inilah. (bangunan Ka.bah) menunjukkan bahwa ayat di atas tidak dapat dipahami
dengan arah Ka.bah. Adapun Hadis:

”Arah antara timur dan barat adalah kiblat,. maka dapat dipahami bahwa hadits ini
berlaku untuk penduduk Madinah dan wilayah sekitarnya.”[23]

Tidak diragukan lagi bahwa orang yang shalat di dalam Masjid Nabawi atau masjid-
masjid yang pernah disinggahi Nabi Saw untuk shalat di dalamnya, wajib mengenai
bangunan Ka.bah dalam berkiblat. Sebab, sebagaimana sudah dijelaskan, bahwa Nabi
Saw tidak mungkin membuat ketetapan yang keliru.

Tampaknya, hanya Syaikh al-Islam Ibnu Hajar al-Haitami saja yang menafsirkan kata
Syathr dengan pengertian bangunan Ka.bah. Beliau, dengan penafsirannya ini, berbeda
dari ulama lainnya sebagaimana sudah disebutkan. Adapun penafsiran beliau bahwa
Masjidil Haram adalah Ka.bah, maka hal ini sesuai dengan penafsiran ulama yang lain.
Karena, makna Masjidil Haram yang tercantum di dalam al-Qur.an dan Hadis berkisar
pada tiga pengertian:
1. Masjidil Haram bermakna bangunan Ka.bah. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt.

“Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram..”[24]

2. Masjidil Haram bermakna bangunan Ka.bah dan bangunan-bangunan di sekelilingnya.


Hal ini sebagaimana tercantum dalam firman Allah Swt.

“Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari


Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.”[25]

3. Masjidil Haram bermakna Kota Makkah dan wilayah di sekitarnya, sebagaimana


tercantum dalam firman Allah Swt.

“Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati


Masjidil Haram sesudah tahun ini.”

Penafsiran Imam al-Haitami bahwa Syathr adalah ‘Ain (benda) sehingga ayat yang
berbunyi: Syathr al-Masjid al-Haram. harus dimaknai dengan ‘Ain al-Ka.bah.
(bangunan Ka.bah), adalah penafsiran yang berbeda dari penafsiran ulama lain.

Adapun argumentasi Imam al-Haitami bahwa Syathr bermakna „Ain, dengan dalil sebuah
Hadis bahwa Nabi Saw saat memasuki Ka.bah kemudian keluar lalu mengerjakan shalat
dua rakaat dengan menghadapnya, kemudian beliau bersabda: “Inilah kiblat,” maka yang
dimaksud dengan Hadis ini adalah bahwa bangunan (‘ain) Ka.bah adalah kiblat bagi
orang yang melihatnya. Demikianlah sebagaimana disebutkan oleh para ulama.[26]

Dengan demikian, pendapat yang kuat dalam hal ini adalah apa yang dikatakan oleh para
ulama bahwa maksud “Syathr al-Masjid al-Haram” adalah Jihat al-Ka.bah (arah Ka.bah),
bukan „Ain al-Ka.bah (bangunan Ka.bah). Hal ini berdasarkan fakta bahwa ayat di atas
merupakan ayat Madaniyah (turun setelah hijrah ke Madinah). Karenanya, yang paling
tepat adalah menafsirkan ayat Madaniyah tersebut dengan Hadis Madani (yang
disabdakan di Madinah), yaitu sabda Nabi Saw, “Arah antara timur dan barat adalah
kiblat.”.

5). Batas-batas tanah Haram?

Berikut ini batas Tanah Haram saat ini:


1. Arah barat: Jalan Jeddah–Mekah, di Asy-Syumaisi (Hudaibiyah), yang berjarak 22 km
dari Ka`bah.
2. Arah selatan: Di Idha`ah Liben (Idha`ah: tanah; Liben: nama bukit), jalan Yaman–
Mekah dari arah Tihamah; berjarak 12 km dari Ka`bah.
3. Arah timur: Di tepi Lembah `Uranah Barat, berjarak 15 km dari Ka`bah.
4. Arah timur laut: Jalan menuju Ji`ranah, dekat dengan daerah Syara`i Al-Mujahidin,
berjarak 16 km dari Ka`bah.
5. Arah utara: Batasnya adalah Tan`im; berjarak 7 km dari Ka`bah. (Shafiyurahman Al-
Mubarakfuri, Sejarah Mekah, hlm. 167)

6). Metode penentuan arah kiblat?


Dalam mementukan arah kiblat (arah Ka’bah) ada beberapa metode yang sebenarnya bisa
digunakan. Dalam tulisan ini, penulis hanya focus pada metode yang sangat sederhana
dan mudah digunakan untuk menentukan arah kiblat, diantarannya;
1. Metode GPS
Global Positioning System (GPS) merupakan system navigasi yang dikembangkan oleh
militer Amerika. Saat ini terdapat lebih dari 24 satelit GPS berada di angkasa dan
mengelilingi bumi dalam 6 orbital. Masing-masing orbital terdapat 4 satelit GPS sehingga
satelit GPS ini bisa menyangkau segala tempat terbuka (klo dlm ruang, goa, terowongan
tdk bisa ya…….) di bumi tanpa mengenal waktu (siang atau malam). Dengan
menggunakan GPS kita bisa menentukan arah kiblat tapi terlebih dahulu kita harus
mengetahui koordinat Ka’bah. Setelah koordinat Ka’bah maka dengan menggunakan
GPS kita bisa langsung tahu jarak posisi kita ke Ka’bah dan Arah Kiblat tempat kita
berdiri.
2. Metode online Qibla Locator
Website Qibla Locator http://www.qiblalocator.com/ merupakan sebuah website yang
menyediakan layanan mencari arah kiblat. Penggunaanya sangat simpel, kita tinggal
mencari posisi mesjid kita menggunakan perangkat google map kemudian akan ada garis
merah yang menunjukkan arah kiblat. Apabila mesjid kita melenceng dari gari arah garis
merah maka bisa dikatakan arah kiblat mesjid tersebut bergeser. Selain arah kiblat, Qibla
Locator juga memberikan informasi koordinat mesjid kita, direction (azimuth dari utara
magnet) dan jarak mesjid kita ke Ka’bah.
Gambar 1. Hasil pengecekan kiblat menggunakan Qibla Locator
Gambar 1 merupakan hasil pengecekan kiblat menggunakan website
hxxp://www.qiblalocator.com/. Gambar 1A adalah kawasan Mesjid Raya Baiturrahman
Banda Aceh, arah kiblat Mesjid Raya sudah sangat akurat. Gambar 1B adalah kawasan
Mesjid Lingke, arah kiblat mesjid ini bergeser. Penulis rasa pergeseran ini memang
kesalahan waktu awal pembangunan. Mayoritas mesjid di Aceh sudah memiliki arah
kiblat yang benar namun ada sebagian kecil yang arah kiblatnya sedikit melenceng.
3. Metode Kompas Magnet
Ini merupakan metode yang lazim digunakan oleh banyak orang. Namun sebelum
menggunakan metode ini, kita terlebih dahulu harus mengetahui arah azimuth dari utara
bumi. Untuk mendapatkan azimuth ini bisa dilakukan dengan cara mengukur manual di
peta dunia atau mencari di qibla locator (metode no.2). Namun nilai azimuth yang
diberikan adalah nilai azimuth dari utara bumi sedangkan kompas magnet yang kita
gunakan berorientasi ke Utara Medan Magnet. Ada perbedaan kemiringan antara utara
magnet dengan utara bumi yang disebut dengan sudut deklinasi. Nilai sudut deklinasi tiap
daerah beda-beda namun untuk daerah Aceh nilainya sekitar -1 derjat. Ini artinya, apabila
sudut azimuth Mesjid kita dengan Ka’bah 292 derjat N maka ketika menggunakan
kompas harus digunakan nilai 292 derjat – (-1) = 293 derjat N. Untuk daerah lain yang
ingin mengetahui nilai deklinasi bisa memasukkan koordinat daerahnya di
hxxp://wdc.kugi.kyoto-u.ac.jp/igrf/point/index.html. Pada gambar 1, sudah ada informasi
direction (arah/azimuth) dengan nilai 292 derjat N. Namun untuk memperbaiki mesjid
yang salah kiblatnya seperti pada gambar 1B, kita bisa menggunakan kompas magnet
dengan menghadap ke arah 293 derjat N karena sudut deklinasi di Banda Aceh sekitar -1
derjat. Sangat disarankan untuk menggunakan lebih dari satu kompas magnet dalam
menentukan kiblat.
4. Metode Bayangan Matahari
Metode bayangan Matahari merupakan metode lama yang sampai sekarang masih
digunakan karena caranya sangat simpel dan mudah dimengerti. Dalam 1 tahun terdapat
dua waktu dimana matahari tepat berada di atas Ka’bah. Tanggal 28 Mei (atau 27 di
tahun kabisat) pukul 12:18 waktu Mekah dan 16 Juli (atau 15 di tahun kabisat) pukul
12:27. Artinya, semua orang yang bisa melihat matahari pada saat itu dan menghadapkan
wajahnya ke sana telah menghadapkan wajahnya ke arah kiblat. Atau jika kita melihat
bayangan benda yang tegak lurus di atas tanah, maka bayangan tersebut akan membentuk
garis arah kiblat.
Dalam tahun 2012 di Indonesia, waktu kejadian tersebut adalah 27 Mei jam 16:18 WIB
dan 15 Juli jam 16:27 WIB. Jadi, bagi yang ingin mengecek atau melihat benar tidaknya
arah kiblat yang digunakan selama ini silakan keluar pada waktu tersebut dan lihat
matahari (atau bayangannya). Waktu ini tidak hanya berlaku untuk indonesia namun
semua negera yang bisa melihat matahari pada saat matahari berada di atas Ka’bah
(Istiwa Utama).

Gambar 2. Cara menentukan arah kiblat dengan metode bayangan matahari (sumber:
rukyatulhilal.org)
Metode bayangan matahari ini sangat bermanfaat untuk kita melakukan pengecekan arah
kiblat rumah, surau, dan mesjid di komplek kita tinggal. Cara sangat sederhana dengan
cara memacang tiang dan arah bayangan daripada tiang tersebut adalah arah kiblat shalat
kita seperti pada gambar 2. Metode ini bukan untuk menyalahkan arah kiblat kita selama
ini namun lebih untuk memastikan bahwa kita menghadap ke arah negara Arab Saudi
waktu shalat dan bukan ke negara lain.
Pergerakan Lempeng
Beberapa tahun lalu pernah ada tulisan yang menyatakan bahwa arah kiblat di Indonesia
berubah karena pergerakan lempeng. Penulis sendiri masih heran dengan penyataan
tersebut, bukannya pergerakan lempeng ini sangat lambat dan bagaimana bisa
mempengaruhi arah kiblat. Lempeng Indo-Australia bergerak dengan kecepatan 4-5
cm/tahun di bagian Sumatra dan 7 cm/tahun di Jawa dan Bali (Simmons et al., 2007).
Pada gambar 1B dapat dilihat juga bahwa jarak dari mesjid 1B ke Ka’bah adalah 6228
Km. Apabila kita anggap mesjid 1B sudah ada sejak 1000 tahun yang lalu (walau
kenyataan cuma beberapa puluh tahun lalu). Apabila pergerakan lempeng  Indo-Australia
kita anggap konstan bergerak dan menambrak lempeng Eurasia, maka pergerakan bisa
mengeser mesjid sejauh 50 meter ke utara. Apabila kita gunakan rumus matematika
sederhana maka perubahan 50 meter terhadap 6228 Km maka akan membuat mesjid
tersebut melenceng dari arah kiblat kurang dari 0.001 derjat. Artinya pergerakan lempeng
tidak memiliki pengaruh banyak dengan arah kiblat dan penyataan beberapa mesjid
bergeser arah kiblatnya karena pengerakan lempeng merupakan suatu kesalahan. Apabila
kita melihat kembali ke gambar 1B, arah kiblat melenceng dari mesjid tersebut sebesar 18
derjat, ini bermakna mesjid tersebut arah kiblatnya sudah melenceng ketika pertama kali
dibangun dan bukan karena pergerakan lempeng. Mungkin pelajaran yang bisa diambil
dari penyataan tersebut adalah kita jangan terlalu cepat menyalahkan pergerakan bumi
padahal kesalahan itu terletak pada ketidaktahuan kita terhadap ilmu bumi dan cara
menentukan arah kiblat dengan tepat.

7). Perhitungan Arah Kiblat ?

Menghitung Arah Kiblat pada dasarnya hanya membutuhkan dua unsur saja, yaitu
Lintang dan Bujur Makkah serta Lintang dan Bujur Lokasi yang di cari.

1) Garis Lintang
Dihayalkan dipermukaan bumi ini ada sebuah lingkaran besar yang membagi bumi
menjadi dua bagian yaitu utara dan selatan, lingkaran ini kita sebut dengan khatulistiwa
atau equator. Sejajar dengan equator ini kita buat lingkaran-lingkaran yang sampai pada
titik puncak utara dan selatan (Kutub Utara dan Kutub Selatan). Lingkaran-lingkaran
inilah yang kita sebut dengan garis-garis lintang. Seperti gambar di bawah ini

2) Garis Bujur
Kita buat pula lingkaran tegak lurus dari garis equator yang membelah bumi menjadi dua
bagian yaitu Timur dan Barat, lingkaran inilah yang disebut dengan garis bujur Ada satu
garis bujur yang istimewa yang dijadikan patokan ukuran yaitu garis bujur yang meliwati
kota Greenwinch di London Inggris. Bujur yang meliwati kota tersebut bernilai 0º
Lintang dan Bujur inilah yang harus benar-benar difahami tatkala kita akan menghitung
arah Kiblat.

3). Letak Geografis Ka’bah


Yang dimaksud letak geografis Ka’bah di sini adalah berapa derajat jarak Ka’bah dari
khatulistiwa (biasa dikenal dengan istilah Lintang) dan berapa derajat jarak Ka’bah dari
garis membujur yang melewati kota Green¬wich (dikenal dengan istilah bujur).
Untuk mendapatkan data Lintang dan Bujur Ka’bah secara tepat harus diukur dari atas
Ka’bah itu sendiri dengan bantuan peredaran harian benda-benda langit. Pengukuran
semacam ini sampai sekarang masih dipertanyakan orang, apakah pernah dilakukan atau
belum. Memang, untuk kepentingan perhitungan penentuan arah kiblat, data hasil
pengukuran seperti di atas tidak mutlak harus ada, sebab penggunaan data yang diambil
dari buku-buku atlas atau referensi lainnya sudah dianggap memadai. Namun demikian
sebenarnya pengukuran Lintang dan Bujur Ka’bah secara langsung di lokasi untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dan kepastian adalah perlu, mengingat data yang
tercantum dalam buku-buku atlas atau buku lainnya berbeda satu sama lain. Di samping
itu, data yang tercantum pada atlas dan buku-buku lainnya hanya mencantumkan data
kota Makkah, bukan Ka’bah. Belum tentu, yang dijadikan titik pengukuran kota Makkah
adalah Ka’bah, walaupun memang perbedaannya relatif kecil. Di bawah ini adalah data
Lintang dan Bujur Makkah yang terdapat pada buku-buku atlas dan buku lainnya;
1. Atlas PR. Boss 38 ste : 21° 30′ LU, 39° 58′ BT
2. Atlas lain : 21° 30′ LU, 39° 54′ BT
3. Islamic Calender, Times & Qiblat oleh DR. Muhamad Ilyas : 21° 00’ LU, 40° 00’ BT.
4. Arah Qiblat oleh H.S. Djambek : 21° 20′ LU, 40° 14′ BT
Jelas terlihat dari data tersebut di atas bahwa setiap sumber mencantumkan data yang
berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan tersebut sangat besar dan sangat
mempengaruhi dalam penentuan arah kiblat. Oleh karena itu yang lebih baik dalam
melakukan perhitungan arah kiblat adalah tidak menghilangkan satuan menit busur, baik
pada lintang atau pada bujur, apalagi pada hasil perhitungan arah kiblatnya itu sendiri.
Akibatnya sangat besar.
H. Saadoeddin Djambek pada tahun 1972 telah ditugaskan oleh Menteri Agama RI untuk
melakukan penelitian pengembangan Hisab Rukyat dan kehidupan sosial di Tanah Suci
Makkah. Sepulangnya dari melakukan tugas tersebut, beliau kemudian memerintahkan
kepada murid-muridnya (antara lain kepada Drs. Abd. Rachim, Yogyakarta dan kepada
KHB Tangshoban, Sukabumi) untuk merubah data Lintang dan Bujur Ka’bah menjadi
21° 25′ LU. 39° 50′ BT. Sampai sekarang data tersebut dijadikan pegangan oleh
Departemen Agama RI dalam melakukan perhitungan-perhitungan arah kiblat.
Usaha untuk terus mencari posisi yang paling tepat tetap dilakukan yaitu pada tahun 1994
diperoleh dengan alat GPS (Global Positioning System) yang dilakukan oleh Drs. H.
Nabhan Saputra adalah:
Lintang Mekah = 21° 25′ 14.7″ LU
Bujur Mekah = 39° 49′ 40.0″ BT
Sedangkan hasil pelacakan dengan GPS Vista pada tahun 2004, adalah:
Lintang Mekah (Ka`bah) = 21° 25′ 20.94″ LU
Bujur Mekah (Ka`bah) = 39° 49′ 34.26″ BT
Hasil pelacakan dengan menggunakan software Google Earth:
Lintang Mekah (Ka`bah) = 21° 25′ 21.04″ LU
Bujur Mekah (Ka`bah) = 39° 49′ 34.04″ BT

Hasil penelitian terakhir yang dilakukan oleh Departemen Agama (Muhyiddin Khozin)
adalah :
Lintang Mekah (Ka`bah) = 21° 25′ 25″ LU
Bujur Mekah (Ka`bah) = 39° 49′ 39″ BT

4) Letak Geografis Tempat


Sama halnya dengan Ka`bah, letak geografis tempat pengukuran adalah berapa derajat
jarak tempat dari khatulistiwa (biasa dikenal dengan istilah Lintang) dan berapa derajat
jarak tempat/lokasi dari garis membujur yang melewati kota Green¬wich (dikenal dengan
istilah bujur).
Untuk mencari lintang dan bujur tempat dapat dilihat pada data-data lintang dan bujur
yang ada pada atlas. Pengukuran untuk Masjid dan Mushalla diharapkan dilakukan
dengan ekstra hati-hati karena sehubungan akan dipakai untuk berjamaàh, alat pelacakan
lintang dan bujur harus menggunakan alat yang lebih presisi yaitu dengan menggunakan
alat pelacak koordinat geografis yang menggunakan satelit atau yang dikenal dengan
GPS (Global Positioning System), dengan alat ini koordinat suatu tempat akan dihitung
langsung oleh satelit dan akan diinformasikan kepada kita.

8). Cara kerja alat-alat navigasi;kompas, theodolite,dan GPS ?


cara Kerja Kompas
Prinsip kerja kompas adalah adanya gaya tarik menarik antara magnet pada jarum
kompas dengan kutub magnet bumi. Jarum kompas yang terbuat dari magnet
memiliki kutub utara dan selatan dan akan selalu menunjuk arah utara dan selatan.

Cara Menggunakan Kompas Bidik


Berikut ini adalah panduan menggunakan kompas agar mendapat arah yang akurat, yaitu:

1. Letakkan kompas diatas permukaan datar


2. Tunggu jarum jarum kompas tidak bergerak dan menunjukkan arah utara dan
selatan
3. Bidik sasaran dengan menggunakan visir, melalui celah pada kaca pembesar,
setelah itu miringkan kaca pembesar sekitar 50° dengan kaca dial
4. Apabila penglihatan visir diragukan karena kurang jelas terlihat dari kaca
pembesar, luruskan garis pada tutup dial ke arah visir, searah dengan sasaran
bidik agar mudah terlihat melalui kaca pembesar
5. Apabila sasaran bidik 30°, maka bidiklah ke arah 30°. Sebelum menuju sasaran,
tetapkan dahulu titik sasaran sepanjang jalur 30°. Cari benda yang menonjol atau
tinggi diantara benda lain disekitarnya sebagai patokan untuk mencegah
kehilangan jalur
6. Sebelum bergerak menuju sasaran bidik, tetapkan pula Sasaran Balik (Back
Azimuth atau Back Reading) agar kita dapat kembali ke tempat semula apabila
tersesat. Rumus menentukan sasaran balik adalah:
o Apabila sasaran < 180° = ditambah 180°. Contoh: 30° sasaran baliknya
adalah 30° + 180° = 210°
o Apabila sasaran > 180° = dikurang 180°. Contoh: 240° sasaran baliknya
adalah 240° – 180° = 60°

Cara kerja theodolite

1.Putar sekrup pengunci perpanjangan berlawanan arah jarum jam untuk


mengendurkannya. Lalu tarik ke atas perpanjangan tersebut dengan ketinggian
setara dada posisi dada agar mudah dioperasikan. Jangan lupa kencangkan
kembali sekrup pengunci perpanjangan tersebut setelah ditemukan posisi yang
pas.
2.Sebagai penahan posisi theodolit agar tidak mudah goyah, buatlah kaki statif
berbentuk segitiga sama sisi. Kemudian injak pedal kaki statif tersebut agar lebih
kuat. Cobalah atur kembali ketinggian statif supaya posisi tribar plat mendatar
sesuai.
3.Taruh theodolit di atas tribar plat. Setelah itu, kencangkan sekrup pengunci
centering ke theodolit.
4.Setel level nivo kotak agar posisi sumbu kesatu benar-benar tegak dengan
menggerakkan sekrup kiap di ketiga sisi alat ukur tersebut secara beraturan.
5.Setel nivo tabung supaya posisi sumbu kedua benar-benar mendatar dengan
menggerakkan sekrup kiap di ketiga sisi alat ukur tersebut secara beraturan.
6.Atur posisi theodolit dengan mengendurkan kekuatan sekrup pengunci
centering, lalu ubah posisinya berpindah ke kanan atau kiri hingga berada tepat di
tengah-tengah titik ikat (BM) jika dilihat dari centering optic.
7.Periksa kembali kedudukan garis bidik menggunakan bantuan tanda T yang
dibuat di dinding.
8.Cek sekali lagi kebenaran nilai indeks pada sistem skala lingkaran dengan
membaca sudut biasa dan sudut luar biasa untuk mengetahui nilai kesalahan dari
indeks tersebut.
9Untuk tata cara pembacaannya, perhatikan pada rambut ukur akan tampak huruf
E serta beberapa kotak kecil berwarna hitam dan merah. Setiap jarak antara huruf
E mewakili jarak sejauh 5 cm. Sedangkan setiap jarak antara kotak kecil mewakili
jarak sepanjang 1 cm.

Cara Kerja GPS

©2018 Merdeka.com/Iqbal S Nugroho

Setelah mengetahui elemen apa saja yang digunakan, berikutnya perlu diketahui
bagaimana cara kerja GPS dalam menjalankan fungsinya. Pada dasarnya, cara kerja GPS
sendiri mengandalkan pengukuran jarak atau jangkauan, yaitu antara penerima dengan
satelit.

Dalam hal ini, biasanya satelit akan berputar mengelilingi bumi dalam lintasan orbit.
Kemudian, satelit akan mengirimkan sinyal keberadaan lokasi seseorang atau suatu
tempat yang dapat dilacak melalui GPS.

Di samping itu, segmen kontrol atau stasiun bumi akan memancarkan radar untuk
mengontrol apakah satelit dapat berfungsi dengan baik. Dengan begitu dapat dipahami
bahwa ketiga elemen ini saling mendukung satu sama lain, sehingga cara kerja GPS dapat
berjalan dengan baik oleh setiap penggunanya.

9).waktu shalat:ayat dan hadits waktu shalat wajib ?

1. Q.S. Ar-Rum/30: 17-18

َ‫فَ ُسب ْٰحنَ هّٰللا ِ ِح ْينَ تُ ْمسُوْ نَ َو ِح ْينَ تُصْ بِحُوْ ن‬

Maka bertasbihlah kepada Allah pada petang hari dan pada pagi hari, (17)
ْ ُ‫ض َو َع ِشيًّا َّو ِح ْينَ ت‬ ِ ‫َولَهُ ْال َح ْم ُد فِى السَّمٰ ٰو‬
َ‫ظ ِهرُوْ ن‬ ِ ْ‫ت َوااْل َر‬

dan segala puji bagi-Nya baik di langit, di bumi, pada malam hari dan pada waktu zuhur
(tengah hari) (18)

Di dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji Ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii karya Dr. Mustafa
Al-Bagha, Mustafa Al-Khan, dan Ali Asy-Syarbaji dikatakan sebagai berikut.

‫ صالة‬: } ‫ { وحين تصبحون‬،‫ صالة المغرب والعشاء‬: } ‫ { حين تمسون‬:‫ أراد بقوله‬:‫قال ابن عباس رضي هللا عنهما‬
.‫ { وحين تظهرون } صالة الظهر‬،‫ صالة العصر‬: } ً ‫ { وعشيا‬،‫الصبح‬

Ibnu Abbas r.a. (sahabat Rasulullah saw. yang mendapatkan julukan Tarjumanul
Qur’an/penerjemah Al-Qur’an dan ahli tafsir) mengatakan bahwa yang dimaksud firman
Allah swt. (Hiina tumsuuna/pada petang hari) adalah shalat Maghrib dan shalat Isya’,
firman (Hinna tushbihuuna/pada pagi hari) adalah shalat Shubuh, (wa Asyiiyyan/malam
hari) adalah shalat Ashar, dan firman (wa hiina tudhiruun/pada waktu Zuhur) adalah
shalat Dhuhur.

2. Q.S. An-Nisa/4: 103

ْ ‫اِ َّن الص َّٰلوةَ َكان‬


‫َت َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِك ٰتبًا َّموْ قُوْ تًا‬

Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.

3. Hadis riwayat Ibnu Abbas r.a.

َ Hَ‫هُ ِإلَى ْاليَ َم ِن فَق‬H‫ َي هَّللا ُ َع ْن‬H‫ض‬


‫ال ا ْد ُعهُ ْم ِإلَى‬H ِ ‫ا ًذا َر‬HH‫ث ُم َع‬ َ ‫لَّ َم بَ َع‬H‫ ِه َو َس‬H‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬H‫ص‬
َ ‫ي‬َّ ِ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما َأ َّن النَّب‬
ِ ‫س َر‬ ٍ ‫ع َْن ا ْب ِن َعبَّا‬
ِّ‫ل‬HH‫ت فِي ُك‬ ٍ ‫لَ َوا‬H‫ص‬
َ ‫س‬ َ ‫ض َعلَ ْي ِه ْم خَ ْم‬ َ ‫ر‬H َ Hَ‫ ْد ا ْفت‬Hَ‫َأ ْعلِ ْمهُ ْم َأ َّن هَّللا َ ق‬Hَ‫ك ف‬ َ ِ‫َشهَا َد ِة َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هَّللا ُ َوَأنِّي َرسُو ُل هَّللا ِ فَِإ ْن هُ ْم َأطَاعُوا لِ َذل‬
)‫ (رواه البخاري‬..…‫يَوْ ٍم َولَ ْيلَ ٍة‬
Dari Ibnu Abbas r.a. bahwasannya Nabi saw. telah mengutus Muadz r.a. ke Yaman, lalu
beliau bersabda kepadanya “Ajaklah mereka (penduduk Yaman) untuk bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah dan sungguh aku adalah utusan Allah, jika mereka
menaatinya, maka beritahukan mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka
lima shalat dalam sehari semalam…. (HR. Al-Bukhari)

Riwayat Ibnu Abbas r.a. ini membuktikan bahwa tafsiran beliau sangatlah tepat ketika
menafsiri surah Ar-Rum ayat 30 sebagaimana penjelasan di atas, karena beliau sendiri
menyaksikan Rasulullah saw. bersabda tentang shalat lima waktu yang wajib bagi umat
Islam. Selain itu, Ibnu Abbas r.a. juga meriwayatkan hadis sebagai berikut.

‫ر‬HHْ
َ ‫الظه‬ُّ ‫صلَّى بِ َي‬ َ َ‫ت َم َّرتَي ِْن ف‬ِ ‫ َأ َّمنِ ْي ِجب ِْر ْي ُل َعلَ ْي ِه ال َّسالَ ُم ِع ْن َد ْالبَ ْي‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬: ‫ال‬ َ َ‫س ق‬
ٍ ‫َع ِن ا ْب ِن َعبَّا‬
‫ر‬H َ ‫ب ِح ْينَ َأ ْف‬
َ H‫ط‬ ِ H‫لَّى بِ َي يَ ْعنِى ْال َم ْغ‬H‫ص‬
َ ‫ر‬H َ ‫هُ َو‬Hَ‫انَ ِظلُّهُ ِم ْثل‬HH‫ َر ِح ْينَ َك‬H‫ص‬ ْ ‫لَّى بِ َي ْال َع‬H‫ص‬ َ ‫ك َو‬ ْ ‫ت ال َّش ْمسُ َو َكان‬
ِ ‫َت قَ ْد َر ال ِّش َرا‬ ِ َ‫ِح ْينَ زَ ال‬
‫ ُد‬Hَ‫انَ ْالغ‬H‫اِئ ِم فَلَ َّما َك‬H‫الص‬
َّ ‫ َرابُ َعلَى‬H‫الش‬ َّ ‫ا ُم َو‬H‫ ُر َم الطَّ َع‬H‫صلَّى بِ َي ْالفَجْ َر ِح ْينَ َح‬ َ ‫ق َو‬ َ ‫صلَّى بِ َي ْال ِع َشا َء ِح ْينَ غ‬
ُ َ‫َاب ال َّشف‬ َ ‫الصَّاِئ ُم َو‬
َّ ‫ر‬H
‫اِئ ُم‬H‫الص‬ َ ‫ب ِح ْينَ َأ ْف‬
َ H‫ط‬ ِ H‫لَّى بِ َي ْال َم ْغ‬H‫ص‬
َ ‫ر‬H َ ‫ ِه َو‬H‫انَ ِظلُّهُ ِم ْثلَ ْي‬HH‫ َر ِح ْينَ َك‬H‫ص‬
ْ ‫لَّى بِ َي ْال َع‬H‫ص‬ َ ‫الظه َْر ِح ْينَ َكانَ ِظلُّهُ ِم ْثلَهُ َو‬
ُّ ‫صلَّى بِ َي‬ َ
ُ ‫ت اَأل ْنبِيَا ِء ِم ْن قَ ْبلِكَ َو ْال َو ْق‬
‫ت‬ ُ ‫ يَا ُم َح َّم ُد هَ َذا َو ْق‬:‫ال‬ َّ َ‫صلَّى بِ َي ْالفَجْ َر فََأ ْسفَ َر ثُ َّم ْالتَفَتَ ِإل‬
َ َ‫ي فَق‬ ِ ُ‫صلَّى بِ َي ْال ِع َشا َء ِإلَى ثُل‬
َ ‫ث اللَّ ْي ِل َو‬ َ ‫َو‬
)‫ (رواه ابوداود‬.‫َما بَ ْينَ هَ َذي ِْن ْال َو ْقتَ ْي ِن‬

Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Saya telah dijadikan imam oleh Jibril di
Baitullah dua kali, maka ia shalat bersama saya; shalat Zuhur ketika tergelincir matahari,
shalat Asar ketika bayang-bayang sesuatu menyamainya, shalat Magrib ketika terbenam
matahari, shalat Isya’ ketika terbenam syafaq (mega merah), dan shalat Subuh ketika
fajar bercahaya. Maka besoknya shalat pulalah ia bersama saya; shalat Zuhur ketika
bayang-bayang sesuatu menyamainya, shalat Asar ketika bayang-bayang sesuatu dua kali
panjangnya, shalat Magrib ketika orang puasa berbuka, shalat Isya’’ ketika sepertiga
malam, dan shalat Subuh ketika menguning cahaya pagi. Lalu Jibril menoleh kepadaku
dan berkata, “Wahai Muhammad, inilah waktu shalat nabi-nabi sebelum engkau, dan
waktu shalat adalah antara dua waktu itu.” (H.R. Abu Daud).

10). Hadits-hadits waktu yang dilarang shalat ?


Waktu-waktu yang dilarang untuk melaksanakan shalat di dalamnya
‫ن ْب ِن‬Hِ ‫رَّحْ َم‬H‫د ال‬Hِ H‫ق ع َْن َع ْب‬ ٍ H‫ن طَ ْل‬Hِ ‫ َد ْب‬H‫َن يَ ِزي‬Hْ ‫ا ٍء ع‬HHَ‫ن َعط‬Hِ ‫ ع َْن يَ ْعلَى ْب‬Hَ‫ ْعبَة‬H‫ر ع َْن ُش‬Hٌ ‫ َد‬H‫ ُغ ْن‬H‫ َّدثَنَا‬H‫ َح‬Hَ‫ ْيبَة‬H‫ْن َأبِي َش‬Hُ ‫ر ب‬H ِ H‫ َأبُو بَ ْك‬H‫َح َّدثَنَا‬
‫ا َع ٍة َأ َحبُّ ِإلَى هَّللا ِ ِم ْن‬H‫ن َس‬Hْ ‫لْ ِم‬HHَ‫ت ه‬ ُ ‫ل َّ َم فَقُ ْل‬H‫ه َو َس‬Hِ H‫ل َّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬H‫ص‬
َ ِ ‫و َل هَّللا‬H‫ْت َر ُس‬ Hُ ‫ا َل َأتَي‬HHَ‫ةَ ق‬H‫رو ْب ِن َعبَ َس‬H ِ H‫انِ ِّي ع َْن َع ْم‬HH‫ْالبَ ْيلَ َم‬
‫َأ‬
‫ا‬HHَ‫ت َك نَّه‬ ْ ‫ا دَا َم‬HH‫ ْمسُ َو َم‬H‫الش‬ ُ ْ ُ
َّ ‫ َع‬H‫ح ث َّم ا ْنتَ ِه َحت َّى تَطل‬Hُ ‫ص ْب‬ ُ ْ
ُّ ‫ك َحت َّى يَطل َع ال‬ َ َ‫ُأ ْخ َرى قَا َل نَ َع ْم َجوْ فُ الل ْي ِل ا وْ َسط ف‬
َ َ‫ ل‬H‫ص ِّل َما بَ َدا‬ ُ ‫َأْل‬ َّ
َ‫م تُ ْس َج ُر نِصْ ف‬Hَ َّ ‫ش ْمسُ فَِإ َّن َجهَن‬ َّ ‫د َعلَى ِظلِّ ِه ثُ َّم ا ْنتَ ِه َحت َّى ت َِزي َغ ال‬Hُ ‫ك َحت َّى يَقُو َم ْال َع ُمو‬ َ َ‫ص ِّل َما بَدَا ل‬َ ‫ش ثُ َّم‬ Hَ ِ‫َح َجفَةٌ َحتَّى تُبَ ْشب‬
ُ ْ َ َّ ْ َّ
‫ ُع‬H ‫ ْيطا ِن َوتَطل‬H‫رْ ن َْي الش‬HHَ‫ْن ق‬Hَ ‫ ُربُ بَي‬H‫ا تَغ‬HHَ‫ ْمسُ فَِإنه‬H‫ب الش‬ َّ ْ َّ ْ ُ ْ
َ ‫ه َحت ى تَغ ُر‬Hِ َ‫صل َي ال َعصْ َر ث َّم انت‬ ِّ َّ
َ ُ‫ك َحت ى ت‬ َ َ‫ص ِّل َما بَدَا ل‬ َ ‫ار ثُ َّم‬
ِ َ‫النَّه‬
‫ش ْيطَا ِن‬ َّ ‫ْن قَرْ ن َْي ال‬Hَ ‫بَي‬
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah
menceritakan kepada kami Ghundar dari Syu'bah dari Ya'la bin Atha dari Yazid bin
Thalq dari 'Abdurrahman Ibnul Bailamani dari Amru bin Anbasah ia berkata,
"Aku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan bertanya, "Apakah ada satu
waktu yang lebih disukai oleh Allah dari waktu yang lain?" beliau menjawab: "Ya,
pertengahan malam, maka shalatlah semampumu hingga datang waktu subuh, setelah
itu berhentilah (dari mengerjakan shalat) hingga matahari terbit, dan selagi matahari
seperti perisai sampai memancar terang (terik menyengat), kemudian shalatlah
sekehendak kamu sampai tongkat berdiri tegak diatas bayangnya, kemudian berhentilah
sampai matahari bergeser, karena sesungguhnya jahannam di kobarkan pada
perengahan hari. Kemudian shalatlah sekehendak kamu sampai kamu melaksanakan
shalat ashar, kemudian berhentilah sampai matahari terbenam, karena sesungguhnya
matahari terbenam diantara dua tanduk setan dan terbit diantara dua tanduk setan.

11). Posisi Matahari dalam Penentuan Waktu Shalat ?


Dari ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam al-Qur'an maupun Hadits,
sebagaimana yang telah disinggung sedikit di atas dapat dipahami bahwa ketentuan
tersebut berkaitan dengan posisi matahari dalam bola langit. Oleh karena itu, data
astronomis terpenting dalam penentuan awal waktu shalat adalah posisi matahari,
terutama tinggi (irtifa' (h)), atau jarak zenith (al-bu'd as-samit (z)), z = 90 - h.
Fenomena awal fajar (mornig twislight), matahari terbit (sunrise), matahari melintasi
meridian (culmintion), matahari terbenam (sunset), dan akhir senja (evening twilight)
berkaitan dengan jarak zenith matahari.[4] Adapun penjelasan secara rinci ketentuan
waktu-waktu shalat sebagai berikut:
1.      Waktu Dzuhur
Suatu hari Nabi SAW. melakukan shalat dzuhur ketika "matahari tergelincir",
pada kesempatan lain beliau melakukan shalat Dzuhur ketika "bayang-bayang sama
panjang dengan dirinya". Hal ini dalam analisis ahli hisab tidaklah saling bertentangan.
Menurut mereka, konteks Arab Saudi yang berlintang sekitar 20-30 LU
memungkinkan panjang bayang-bayang pada saat tergelincir sama panjangnya dengan
bendanya atau bahkan lebih, yaitu ketika matahari berada jauh di selatan Saudi Arabia,
misalnya saat matahari berdeklinasi -23 LS. Analisis ini juga berlaku terhadap awal
waktu shalat Ashar.[5]
Pada dasarnya, hisab awal waktu shalat senantiasa dihubungkan dengan sudut
waktu matahari. Sementara itu, awal waktu Dzuhur matahari berada pada titik meridian.
Maka pada saat matahari di meridian tentunya mempunyai sudut waktu 0. Dan pada
waktu itu waktu menunjukkan jam 12 menurut matahari hakiki. Pada saat ini waktu
pertengahan belum tentu menunjukkan jam 12, melainkan kadang kurang atau bahkan
lebih dari jam 12 tergantung pada nilai equation or time (e).
Oleh karenanya, waktu pertengahan pada saat matahari di meredian langit
(Meredian Pass) dirumuskan MP = 12- e. Sesaat setelah waktu inilah sebagai permulaan
waktu Dzuhur menurut waktu pertengahan dan waktu ini pula lah sebagai pangkal
hitungan untuk waktu-waktu shalat lainnya.[6]
2.      Waktu Ashar
Barang yang berdiri tegak lurus di permukaan belum tentu memiliki bayangan,
ketika matahari berkulminasi atau berada di meridian. Bayangan itu terjadi manakala
harga lintang tempat dan harga deklinasi matahari itu berbeda.[7]
Panjang bayangan yang terjadi pada saat matahari berkulminasi adalah
sebesar tan ZM, dimana ZM adalah jarak sudut antara zenit dan matahari ketika
berkulminasi sepanjang meridian, yakni ZM = [ - ˳] (jarak antara Zenit dan matahari
adalah sebesar harga muthlak Lintang dikurangi Deklinasi Matahari).[8]
Dalam hadits disebutkan bahwa Nabi SAW. melakukan shalat Ashar pada saat
"panjang bayang-bayang sepanjang dirinya", artinya pada saat matahari berkulminasi atas
membuat bayangan senilai 0 (tidak ada bayangan). Dan juga disebutkan saat "panjang
bayang-bayang dua kali panjang dirinya". Ini terjadi ketika matahari kulminasi atas
membuat bayangan yang panjangnya sama dengan panjang dirinya, sebagaimana
penjelasan di waktu Dzuhur.
Oleh karena itu, kedudukan matahari atau ketinggian matahari pada posisi awal
waktu Ashar ini dihitung dari ufuk sepanjang lingkaran vertikal (h Ashar) dirumuskan:
Cotan has : tan [ - ˳] + 1
[…] = harga muthlak[9]
     = Lintang Tempat
˳    = Deklinasi Matahari.
Z = Zenit
M = Posisi Matahari ketika berkulminasi
M Ashar  = Posisi Matahari pada awal waktu Ashar
AB      = Panjang Tongkat
BC       = Panjang bayangan tongkat ketika berkulminasi
CD      = Panjangnya sama dengan AB
BD      = Panjang bayangan pada waktu awal Ashar
D         = Sudut tingggi matahari
Pada gambar tersebut, AB panjang tongkat yang dirancang di permukaan bumi.
Sedangakan BAZ adalah arah zenith dan CAM adalah arah matahari ketika berkulminasi,
sehingga BC adalah panjang bayangan tongkat ketika matahari berkulminasi yang
panjangnya  tan [ - ˳].
CD panjangnya sama dengan AB yang nilainya 1. Sehingga waktu Ashar dimulai
ketika bayangan tongkat itu sepanjang yakni sepanjang bayangan ketika matahari
berkulminasi ditambah panjang tongkat ybs atau dirumuskan  dengan tan [ - ˳] + 1.
Dengan demikian, ketika matahari pada posisi sedemikian rupa sehingga
bayangan seperti itu, apabila dilihat dari permukaan bumi akan terbentuk suatu sudut
yang diapit oleh arah yang menuju ke ufuk dan arah yang menuju ke matahari, yang
dalam gambar tersebut adalah sudut D dan itulah tinggi matahari ketika awal waktu
Ashar.
3.      Waktu Maghrib
Waktu Maghrib dimulai sejak matahari terbenam sampai tiba waktu isya'.
Dikatakan matahari terbenam apabila -menurut pandangan mata- piringan atas matahari
bersinggungan dengan ufuk.
Perhitungan tentang kedudukan maupun posisi benda-benda langit, termasuk
matahari, pada mulanya adalah perhitungan kedudukan atau posisi titik pusat matahari di
ukur atau dipandang dari titik pusat bumi, sehingga dalam melakukan perhitungan
tentang kedudukan matahari terbenam kiranya perlu memasukkan Horizontal Parallaks
Matahari, Kerendahan Ufuk atau Dip, Refraksi Cahaya dan Semidiameter Matahari.
Hanya saja karena parallax matahari itu terlalu kecil nilainya sekitar 0 0' 8", sehingga
parallax matahari sering diabaikan dalam perhitungan waktu Maghrib.
hmg = - (SD˳ + Refraksi + Dip
Atas dasar itu, kedudukan matahari atau tinggi matahari pada posisi awal waktu
Maghrib dihitung dari ufuk sepanjang lingkaran vertikal (hmg) dengan rumus:

SD           = 0 16' 0"


Refraksi   = 0 34' 30"
Dip           = 0,0293 x √tinggi tempat atau 0 1' 46" x √ tinggi tempat
Perhitungan harga tinggi matahari pada awal waktu Maghrib dengan rumus di atas
sangat dianjurkan apabila untuk awal bulan. Tetapi apabila perhitungan awal waktu shalat
cukup dengan hmg = -1.[10]
4.      Waktu Isya'
Begitu matahari terbenam di ufuk barat, permukaan bumi tidak otomatis langsung
menjadi gelap. Hal ini karena ada partikel-partikel berada di angkasa yang membiaskan
sinar matahari, sehingga walaupun sinar matahari sudah tidak mengenai bumi namun
masih ada bias cahaya dari partikel-partikel itu. Dalam ilmu falak dikenal dengan
"Cahaya Senja" atau "Twilight".
Ketika posisi matahari berada antara 0 sampai 6 di bawah ufuk benda-benda
di lapangan terbuka masih tampak batas-batas bentuknya dan saat itu sebagian bintang-
bintang terang saja yang baru dapat dilihat. Keadaan ini dalam astronomi dikenal dengan
"Civil Twilight". Ketika matahari berada pada posisi -6 sampai -12 di bawah ufuk,
benda-benda di lapangan terbuka sudah samar-samar batas bentuknya, dan pada waktu itu
semua bintang terang sudah tampak. Keadaan ini dikenal dengan " Natical Twilight".
Ketika posisi matahari berada antara -12 samapai -18 di bawah ufuk, bumi
sudah gelap, sehingga benda-benda di lapangan terbuka sudah tidak dapat batas
bentuknya, dan semua bintang, yang bersinar terang maupun bersinar lemah sudah
tampak. Mulai saat itulah para astronom memulai kegiatan penelitian benda-benda langit.
Keadaan ini dikenal dengan "Astronomical Twilight". Oleh karena pada posisi matahari -
18 di bawah ufuk, malam sudah gelap karena telah hilang bias partikel (mega merah)
[11]. Maka ditetapkan bahwa awal waktu isya' apabila tinggi matahari (his) -18.
[12] Dan ketinggian ini dipakai BHR Departemen Agama RI. Sementara itu terdapat ahli
hisab yang menggunakan ketinggian -17 dan ada juga yang menggunakan criteria -
19. Bahkan ada yang -15 dan -16.[13] Tentu saja ketinggian tersebut masih perlu
dikoreksi lagi dengan kerendahan ufuk.[14]
5.      Waktu Imsak
Waktu imsak adalah waktu tertentu sebagai batas akhir makan sahur bagi orang
yang akan melakukan puasa. Sebenarnya ini merupakan langkah kehati-hatian agar orang
tidak melampui batas waktu mulainya fajar. Sementara waktu yang diperlukan untuk
membaca 50 ayat al-Qur'an[15] itu sekitar 8 menit[16], dan 8' = 2. Maka tinggi matahri
pada waktu imsak ditetapkan him = -22.[17]
Dalam prakteknya, waktu imsak dapat pula dilakukan dengan cara waktu subuh
yang sudah diberikan ikhtiyat dikurangi 10 menit.[18] Dan ini yang digunakan
Departemen Agama.[19]
6.      Waktu Subuh
Waktu subuh sama keadaannya waktu isya'. Hanya saja cahaya fajar lebih kuat
dari pada cahaya senja. Dan disini ada beberapa pendapat mengenai posisi matahari.
[20] Tapi yang digunakan Depag RI posisi matahari -20 di bawah ufuk timur. Sehingga
ditetapkan tinggi matahari hsb = -20.
7.      Waktu Terbit
Terbitnya matahari ditandai dengan piringan atas matahari bersinggungan dengan
ufuk timur, sehingga ketentuan yang berlaku untuk waktu Maghrib berlaku pula waktu
matahari terbit. Oleh karena itu, tinggi matahari pada waktu terbit h mg = - (SD˳ + Refraksi
+ Dip. Atau yang sering digunakan cukup dengan data htb = -1.
8.      Waktu Dhuha
Waktu dhuha dimulai ketika matahari setinggi tombak. Dalam ilmu falak
diformulasikan dengan jarak busur sepanjang lingkaran vertical. Dihitung dari ufuk
sampai posisi matahari pada awal waktu dhuha, yaitu hdl = 3 30'.

12). Perhitungan Waktu Shalat ?

Perhitungan waktu sholat di pengaruhi oleh beberapa hal di bawah ini:

1. Lintang (ϕ)

Di dalam geografi, garis lintang (ϕ) adalah sebuah garis khayal


yang digunakan untuk menentukan lokasi di Bumi terhadap garis khatulistiwa (utara atau
selatan). Posisi lintang biasanya dinotasikan dengan simbol huruf Yunani φ. Posisi
lintang merupakan penghitungan sudut dari 0° di khatulistiwa sampai ke +90° di kutub
utara dan -90° di kutub selatan .

2. Bujur (λ)
Garis Bujur (λ), menggambarkan lokasi sebuah tempat di timur
atau barat Bumi dari sebuah garis utara-selatan yang disebut Meridian Utama. Garis
Bujur dihitung berdasarkan pengukuran sudut dari 0° di Meridian Utama ke +180° arah
timur dan −180° arah barat. Tidak seperti lintang yang memiliki ekuator sebagai posisi
awal alami, tidak ada posisi awal alami untuk bujur. Oleh karena itu, sebuah garis
meridian harus dipilih. Pada 1884, Konferensi Meridian Internasional mengadopsi
meridian Greenwich sebagai Meridian utama universal atau titik nol bujur.

Karena rotasi bumi yang bergerak dari arah Barat ke Timur maka lokasi di daerah timur
akan mengalami kondisi terbit dan terbenam terlebih dahulu dari lokasi di daerah barat.
Tempat di bumi yang berada pada garis bujur yang berbeda akan memiliki waktu sholat
yang berbeda pula, perbedaan 1° bujur dalam lintang yang sama akan memiliki
perbedaan waktu sholat selama 4 menit

Setiap lokasi pada garis bujur yang sama akan mengalamai waktu transit matahari yang
sama. Sementara waktu terbit dan terbenam matahari tidak selalu sama bergantung posisi

matahari terhadap khatulistiwa.


Jika matahari berada tepat diatas khatulistiwa maka setiap lokasi pada bujur yang sama
akan mengalami persamaan waktu terbit, transit dan terbenam matahari. Jika matahari
berada di utara khatulistiwa maka lokasi yang berada lebih utara akan mengalami waktu
terbit lebih awal dan terbenam lebih lambat (long days). Sebaliknya jika matahari berada
di selatan khatulistiwa maka lokasi yang berada lebih utara akan mengalami waktu terbit
lebih lambat dan terbenam lebih cepat (short days). Berkaitan dengan hal inilah awal
waktu shalat juga di pengaruhi oleh deklinasi matahari (posisi matahari di utara atau
selatan khatulistiwa).

3. Deklinasi Matahari (δo)

Seperti halnya bumi, yang terbagi dua oleh garis khatulistiwa (ekuator), demikian pula
dengan bola langit. Proyeksi garis Khatulistiwa/ekuator Bumi ke Langit dinamakan
Ekuator Langit, sedangkan garis lintang bumi yang di proyeksikan ke Bola langit
dinamakan Deklinasi.

Deklinasi Matahari (δo) adalah posisi matahari sepanjang lingkaran deklinasi dihitung
dari ekuator langit sampai matahari. Apabila matahari berada di sebelah utara equator
maka deklinasi matahari bertanda positif (+), jika berada di sebelah selatan equator maka
deklinasi matahari bertanda negatif (-). Nilai deklinasi matahari ini antara +0° sampai
+23° 27’ untuk deklinasi utara equator, dan antara -0° sampai -23°27’ untuk deklinasi
selatan equator. Secara berurutan, nilai deklinasi matahari adalah sebagai berikut:

21 Maret = δo berimpit dengan garis equator 0° (diatas khatulistiwa bumi)

28 Mei = δo berimpit dengan lintang ka’bah (φ = 21°25’ LU)

22 Juni = δo terbesar (terjauh dari equator) di sebelah utara (+23°27’)

16 Juli = δo berimpit dengan lintang ka’bah (φ = 21°25’ LU)

23 September = δo berimpit dengan garis equator 0° (diatas khatulistiwa bumi)


22 Desember = δo terbesar (terjauh dari equator) di sebelah selatan (-23°27’)

21 Maret = δo berimpit dengan garis equator 0° (diatas khatulistiwa bumi)

Nilai δo dalam setiap harinya berubah-rubah oleh sebab itulah waktu sholat di suatu
tempat di setiap harinya tidak sama dan akan berulang sebagaimana nilai δo yang
mengalami per-ulangan.

4. Zona Waktu

Zona waktu dunia dibagi menjadi 24 zona waktu yang berbeda sesuai dengan letak
daerah tersebut. Waktu universal yang menjadi pautannya adalah waktu GMT, waktu
yang ada di Greenwich, Inggris. Daerah yang terletak di sebelah timur Greenwich
memiliki Z positif. Misalnya zona waktu Jakarta adalah UT +7 (seringkali disebut GMT
+7), maka Z = 7. Sedangkan di sebelah barat Greenwich memiliki Z negatif. Misalnya,
Los Angeles memiliki Z = -8.

5. Ketinggian Lokasi (H)

Ketinggian lokasi dari permukaan laut (H) menentukan waktu kapan terbit dan
terbenamnya matahari. Tempat yang berada tinggi di atas permukaan laut akan lebih awal
menyaksikan matahari terbit serta lebih akhir melihat matahari terbenam, dibandingkan
dengan tempat yang lebih rendah.

6. Tanggal, Bulan dan Tahun

Untuk menentukan waktu shalat tanggal, bulan dan tahun tentu saja menjadi parameter.
Dari tanggal, bulan dan tahun tersebut selanjutnya dihitung nilai Julian Day (JD). Julian
Day (JD) didefinisikan sebagai banyaknya hari yang telah dilalui sejak hari Senin tanggal
1 Januari tahun 4713 SM (sebelum Masehi) pada pertengahan hari atau pukul 12:00:00
UT (Universal Time) atau GMT

Julian Day Number untuk 1 Januari 4713 SM pukul 12:00:00 UT = 0

Julian Day Number untuk 2 Januari 4713 SM pukul 12:00:00 UT = 1

Julian Day Number untuk 3 Januari 4713 SM pukul 12:00:00 UT = 2 dan seterusnya

JDN digunakan khususnya dalam dunia astronomi karena tidak terpengaruh oleh hari,
bulan, serta tahun kabisat. Misalnya, waktu terbit matahari di lokasi “A” pada tanggal 7
Mei 2016 tentu memiliki selisih dengan waktu terbit matahari pada tanggal 7 Mei 2017,
meskipun pada lokasi yang sama serta pada tanggal dan bulan yang sama.
Metode untuk menghitung Julian Day untuk tanggal (D) – bulan (M) – tahun (Y) tertentu
disajikan berikut ini :

 Misalnya tahun adalah Y (Y dapat pula negatif, asalkan tidak lebih kecil dari –4712).
 Nomor bulan adalah M, dimana M = 1 untuk Januari, M = 2 untuk Februari dan
seterusnya, hingga M = 12 untuk Desember.
 Nomor hari/tanggal adalah D. D dapat pula berbentuk pecahan. Namun perlu
diperhatikan bahwa nilai maksimal D harus menyesuaikan dengan bulan M. Sebagai
contoh, jika M = 4 (April), maka D tidak mungkin sama dengan 31.
 Jika M > 2, M dan Y tidak berubah. Jika M = 1 atau 2, ganti M menjadi M + 12 dan Y
menjadi Y – 1. Dengan kata lain, bulan Januari dan Februari dapat dianggap sebagai
bulan ke 13 dan ke 14 dari tahun sebelumnya.
 Untuk kalendar Gregorian, hitung A = INT(Y/100) dan B = 2 + INT(A/4) – A.
 Untuk kalendar Julian, A tidak perlu dihitung, sedangkan B = 0.
 Julian Day dirumuskan sebagai JD = 1720994,5 + INT(365,25*Y) +INT(30,6001(M +
1)) + B + D.

Disini, INT adalah lambang di Excel untuk menyatakan integer (bilangan bulat dari suatu
bilangan). Contoh INT(12) = 12. INT(3,57) = 3. Untuk bilangan negatif, INT(–4,7) = –5,
bukan –4.   INT(–25,79) = –26. Sementara itu tanda * menyatakan perkalian.

Metode menentukan JD di atas dapat digunakan untuk tahun negatif, tetapi tidak untuk
Julian Day negatif. Karena itu nilai Y tidak boleh lebih kecil daripada –4712.

7. Equation of Time (EoT)

Jika diperhatikan dengan seksama, ternyata untuk suatu tempat tertentu, waktu terbit,
transit dan terbenam matahari selalu berubah setiap hari. Hal ini  terjadi karena orbit
bumi (ekliptika) ellips dan poros bumi tegaknya miring pada bidang tempuhannya
sebesar 66½°. Hukum Johannes Kepler (1571-1630), menyatakan:

1. Bumi mengedari matahari dalam satu orbit yang berbentuk ellips dengan matahari
pada salah satu titik apinya.
2. Bumi itu berjalan mengelilingi matahari dengan ketentuan bahwa dalam waktu
yang sama ditempuh ditempuh jarak yang besarnya sama, artinya kalau jarak
bumi dengan matahari dekat, maka jalannya bumi itu cepat dan bila jaraknya jauh,
maka jalannya bumi itu lambat.

Perbedaan waktu transit matahari setiap hari di suatu lokasi tertentu inilah yang
berhubungan dengan istilah Equation of Time. Untuk menjelaskan pengertian equation of
time, kita ambil matahari pertengahan (matahari fiktif yang bergerak dengan kecepatan
teratur) dan matahari real (yang bergerak dengan kecepatan tidak teratur sesuai hukum
Kepler diatas)
Ketika mean sun (matahari fiktif) ini melewati garis meridean, saat itu disebut mean noon
(waktu tengah hari rata-rata). Sedangkan saat matahari real melewati garis meridean, saat
itu disebut true noon (waktu tengah hari yang sesungguhnya).

Salah satu definisi Equation of Time (EoT) adalah selisih antara true noon dengan mean
noon. Jika true noon lebih awal dari mean noon, EoT bernilai positif. Jika true noon
terjadi setelah mean noon, EoT negatif.

Definisi yang lain adalah perbedaan waktu antara jam matahari dengan jam yang kita
gunakan sehari-hari. Jam Matahari bisa lebih cepat 16 menit 33 detik (sekitar 3
November) dan lebih lambat 14 menit 6 detik (sekitar 12 Februari) dari jam yang kita
gunakan sehari-hari.

8. Altitude Matahari (h)

Altitude Matahari adalah sudut ketinggian matahari diukur dari ufuk pengamat ke posisi
matahari. Altitude 0° adalah saat pusat matahari tepat di ufuk pengamat dan altitude 90°
adalah saat matahari berada di titik Zenit pengamat (tepat diatas kepala). Berkaitan 
dengan waktu shalat, Altitude matahari pada saat Maghrib sebesar -4,5° dan saat Shubuh
sebesar -17,7° (kriteria Institute of Geophysics, University of Tehran).

Altitude pada saat matahari terbenam/ terbit adalah saat seluruh piringan matahari telah
berada di bawah ufuk pengamat dengan nilai Altitude sebesar -0,833°. Nilai Altitude
matahari saat terbenam juga terpengaruh oleh ketinggian tempat pengamat (seperti
keterangan no 5 diatas) dan dapat dihitung menggunakan rumus 0,833° + 0.0347 ×
sqrt(H). dimana sqrt(H) adalah akar pangkat dua dari ketinggian lokasi pengamat

9. Sudut Waktu Matahari/ Hour Angle (T)

Sudut Waktu Matahari (T) adalah busur sepanjang lingkaran harian matahari dihitung
dari titik kulminasi atas sampai matahari berada. Nilai sudut waktu ini antara +0° sampai
+180°. Nilai 0° ketika matahari berada di titik kulminasi atas atau tepat di meridian
langit, sedangkan nilai +180° ketika matahari berada di titik kulminasi bawah.

Apabila matahari berada di sebelah barat meridian atau di belahan langit sebelah barat
maka sudut waktu bertanda positif (+), sebaliknya jika berada di sebelah timur meridian
atau di belahan langit sebelah timur maka sudut waktu matahari bertanda negative (-).

13). pedoman hidup islami warga Muhammadiyah dibidang individu ?

A. KEHIDUPAN INDIVIDU/PRIBADI

2. Dalam Aqidah
1.1.Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki prinsip hidup dan kesadaran imani
berupa tauhid kepada Allah Subhanahu Wata'ala(23) yang benar, ikhlas, dan penuh
ketundukkan sehingga terpancar sebagai lbad ar-rahman(24) yang menjalani kehidupan
dengan benar-benar menjadi mukmin, muslim, muttaqin, dan muhsin yang paripurna.

1.2.Setiap warga Muhammadiyah wajib menjadikan iman(25) dan


tauhid(26) sebagai sumber seluruh kegiatan hidup, tidak boleh mengingkari
keimanan berdasarkan tauhid itu, dan tetap menjauhi serta menolak syirk,
takhayul, bid'ah, dan khurafat yang menodai iman dan tauhid kepada Allah
Subhanahu Wata'ala(27).

2. Dalam Akhlaq
2.1.Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani perilaku Nabi dalam
mempraktikkan akhlaq mulia (28), sehingga menjadi uswah hasanah(29) yang diteladani
oleh sesama berupa sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
2.2.Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal dan kegiatan hidup harus
senantiasa didasarkan kepada niat yang ikhlas (30) dalam wujud amal-amal shalih dan
ihsan, serta menjauhkan diri dari perilaku riya’, sombong, ishraf, fasad, fahsya, dan
kemunkaran.
2.3.Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaq
al-karimah) sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan diri
dari akhlaq yang tercela (akhlaq al-madzmumah) yang membuat dibenci dan dijauhi
sesama.
2.4.Setiap warga Muhammadiyah di mana pun bekerja dan menunaikan tugas maupun
dalam kehidupan sehari-hari harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan korupsi
dan kolusi serta praktik-praktik buruk lainnya yang merugikan hak-hak publik dan
membawa kehancuran dalam kehidupan di dunia ini.

3. Dalam Ibadah
3.1.Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk senantiasa membersihkan jiwa/hati ke
arah terbentuknya pribadi yang mutaqqin dengan beribadah yang tekun dan menjauhkan
diri dari jiwa/nafsu yang buruk(31), sehingga terpancar kepribadian yang shalih(32) yang
menghadirkan kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
3.2.Setiap warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah mahdhah dengan sebaik-baiknya
dan menghidup suburkan amal nawafil (ibadah sunnah) sesuai dengan tuntunan
Rasulullah serta menghiasi diri dengan iman yang kokoh, ilmu yang luas, dan amal shalih
yang tulus sehingga tercermin dalam kepribadian dan tingkah laku yang terpuji.

4. Dalam Mu’amalah Duniawiyah


4.1.Setiap warga Muhammadiyah harus selalu menyadari dirinya sebagai abdi(33) dan
khalifah di muka bumi(34), sehingga memandang dan menyikapi kehidupan dunia secara
aktif dan positif(35) serta tidak menjauhkan diri dari pergumulan kehidupan(36) dengan
landasan iman, Islam, dan ihsan dalam arti berakhlaq karimah(37).
4.2.Setiap warga Muhammadiyah senantiasa berpikir secara burhani, bayani, dan irfani
yang mencerminkan cara berpikir yang Islami yang dapat membuahkan karya-karya
pemikiran maupun amaliah yang mencerminkan keterpaduan antara orientasi
habluminallah dan habluminannas serta maslahat bagi kehidupan umat manusia(38).
4.3.Setiap warga Muhammadiyah harus mempunyai etos kerja Islami, seperti: kerja
keras, disiplin, tidak menyia-nyiakan waktu, berusaha secara maksimal/optimal untuk
mencapai suatu tujuan(39).

14. pedoman hidup islami warga Muhammadiyah dibidang lingkungan


Hidup?
A. KEHIDUPAN LINGKUNGAN HIDUP/BERMASYARAKAT
1. Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin persaudaraan dan kebaikan dengan
sesama seperti dengan tetangga maupun anggota masyarakat lainnya masing-masing
dengan memelihara hak dan kehormatan baik dengan sesama muslim maupun dengan
non-muslim, dalam hubungan ketetanggaan bahkan Islam memberikan perhatian sampai
ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai tetangga yang harus dipelihara hak-haknya.
2. Setiap keluarga dan anggota keluarga Muhammadiyah harus menunjukkan keteladanan
dalam bersikap baik kepada tetangga(50), memelihara kemuliaan dan memuliakan
tetangga(51), bermurah-hati kepada tetangga yang ingin menitipkan barang atau
hartanya(52), menjenguk bila tetangga sakit(53), mengasihi tetangga sebagaimana
mengasihi keluarga/diri sendiri(54), menyatakan ikut bergembira/senang hati bila
tetangga memperoleh kesuksesan, menghibur dan memberikan perhatian yang simpatik
bila tetangga mengalami musibah atau kesusahan, menjenguk/melayat bila ada tetangga
meninggal dan ikut mengurusi sebagaimana hak-hak tetangga yang diperlukan, bersikap
pemaaf dan lemah lembut bila tetangga salah, jangan selidik-menyelidiki keburukan-
keburukan tetangga, membiasakan memberikan sesuatu seperti makanan dan oleh-
oleh kepada tetangga, jangan menyakiti tetangga, bersikap kasih sayang dan lapang dada,
menjauhkan diri dari segala sengketa dan sifat tercela, berkunjung dan saling tolong
menolong, dan melakukan amar ma'ruf nahi munkar dengan cara yang tepat dan
bijaksana.
3. Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga diajarkan untuk bersikap baik
dan adil(55), mereka berhak memperoleh hak-hak dan kehormatan sebagai tetangga(56),
memberi makanan yang halal dan boleh pula menerima makanan dari mereka berupa
makanan yang halal, dan memelihara toleransi sesuai dengan prinsi-prinsip yang
diajarkan Agama Islam.
4. Dalam hubungan-hubungan sosial yang lebih luas setiap anggota Muhammadiyah baik
sebagai individu, keluarga, maupun jama'ah (warga) dan jam'iyah (organisasi) haruslah
menunjukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan atas prinsip menjunjung-tinggi nilai
kehormatan manusia(57), memupuk rasa persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan(58),
mewujudkan kerjasama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin(59),
memupuk jiwa toleransi(60), menghormati kebebasan orang lain(61), menegakkan budi
baik(62), menegakkan amanat dan keadilan(63), perlakuan yang sama(64), menepati
janji(65), menanamkan kasihsayang dan mencegah kerusakan(66), menjadikan
masyarakat menjadi masyarakat yang shalih dan utama(67), bertanggungjawab atas baik
dan buruknya masyarakat dengan melakukan amar ma'ruf dan nahi munkar(68), berusaha
untuk menyatu dan berguna/bermanfaat bagi masyarakat(69), memakmurkan masjid,
menghormati dan mengasihi antara yang tua dan yang muda, tidak merendahkan
sesama(70), tidak berprasangka buruk kepada sesama(71), peduli kepada orang miskin
dan yatim(72), tidak mengambil hak orang lain(73), berlomba dalam kebaikan(74), dan
hubunganhubungan sosial lainnya yang bersifat ishlah menuju terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
5. Melaksanakan gerakan jamaah dan da'wah jamaah sebagai wujud dari melaksanakan
da'wah Islam di tengah-tengah masyarakat untuk perbaikan hidup baik lahir maupun
batin sehingga dapat mencapai cita-cita masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

15. Ilmu pengetahuan dan teknologi pandangan islam ?


1.     Pengertian ilmu pengetahuan
Dalam kehidupan manusia banyak mnedapat pengalaman, dari pengalaman itu
didapatkan sejumlah pengetahuan atau knowledge yang memiliki sifat keajegan tertentu
tanpa kemampuan untuk menjelaskan sebab-sebabnya secara terinci dan rasional.
Pengetahuan demikian banyak macamnya dalam kehidupan ini. Tiap manusia berbeda
jumlah dan macamnya pengalaman yang dimiliki tersebut, tanpa ada kemampuan untuk
menjelaskannya.

Kalau ingin mampu memberikan penjelasan maka masih diperlukan kegiatan yang lebih
intens untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih utuh daripada umumnya pengetahuan
yang ada. Untuk itu perlu didukung oleh sejumlah kegiatan berikutnya yang lebih serius
guna mendapatkan intisari pengetahuan tersebut hingga dapat dipedomani untuk
perencanaan, prediksi-prediksi maupun kontrol atas kebenarannya.

Kombinasi usaha mencari pendekatan rasional dan mengumpulkan fakta-fakta empiris


inilah yang bias disebut dengan pendekatan mendapatkan pengetahuan dengan metode
keilmuan. Melalui metode keilmuan akan didapatka “ilmu” dari sejumlah “pengetahuan”,
yang memiliki cirri-ciri tertentu, sebagai pembeda dengan pengetahuan-pengetahuan
lainnya yang belum teruji. (pengetahuan = knowledge, sedang ilmu = science atau sains).
Jadi ilmu adalah pengetahuan yang memenuhi cirri-ciri tertentu dan disinilah dibakukan
menjadi “ilmu pengetahuan”, yang kedua terminology tersebut digabung menjadi satu
kata. Dapat juga dirumuskan bahwa ilmu ialah sebagai “pengetahuan yang ilmiah”.

Sedangkan teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu dasar untuk memecahkan masalah


guna mencapai suatu tujuan tertentu. Adapun tujuan manusia dalam kehidupan ini dapat
menjadi banyak sekali, yang kesemuanya itu ditentukan oleh niatnya, sebagaimana yang
disebut dengan “semua amal itu tergantung pada niatnya”.
Kedudukan ilmu pengetahuan sendiri sebagai ilmu dasar jelas netral. Setelah digunakan
manusia untuk diterapkan guna mencapai suatau tujuan, barulah dapat dinilai apakah
penerapan itu dapat dibenarkan oleh agama atau tidak.

2.     Pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi

Dengan uraian secara deskriptif di atas, maka judul makalah ini dapat didekati agak
menjadi lebih jelas yang menghubungkan antara ajaran agama Islam dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Agama Islam banyak memberikan penegasan mengenai ilmu
pengetahuan baik secara nyata maupun secara tersamar, seperti yang disebut dalam surat
Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya sebagai berikut :
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan."
Maksudnya sebagai berikut : sama-sama dari kelompok yang beriman, maka Allah SWT
akan masih meninggikan derat bagi mereka, ialah mereka yang berilmu pengetahuan.

Orang berilmu pengetahuan berarti menguasai ilmu dan memilki kemampuan untuk
mendapatkan dan menjelaskannya. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan diperlukan
antara lain adanya sarana tertentu, yakni yang disebut “berpikir”. Jelasnya berpikir pada
dasarnya merupakan suatu proses untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, apabila di dalam Al-Qur’an sering-sering disebut dengan kata-kata
“berpikir” atau “berpikirlah” dan sebagainya. Dalam arti langsung maupun dalam arti
sindiran dapat kita artikan juga sebagai perintah untuk mencari atau menguasai ilmu
pengetahuan.

Dalam Al-qur’an dan Hadist sangat banyak ayat-ayat yang menerangkan hubungan
tentang ajaran Islam dengan ilmu pengetahuan serta pemanfaatannya yang kita sebut
Iptek. Hubungan tersebut dapat berbentuk semacam perintah yang mewajibkan,
menyurum mempelajari, pernyataan-pernyataan, bahkan ada yang berbentuk sindiran.
Kesemuanya itu tidak lain adalah menggambarkan betapa eratnya hubungan antara Islam
dan Iptek sebagai hal yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Tegasnya
hubungan antara Islam dan Iptek adalah sangat erat dan menyatu.

Dalam pandangan Islam, Iptek juga di gambarkan sebagai cara mengubah suatu sumber
daya menjadi sumberdaya lain yang lebih tinggi nilainya, hal ini tercoverr dalam surat
Ar-Ra’d syat 11, yaitu :
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pada dasarnya Al-Qur’an telah mendorong
manusia untuk berteknologi supaya kehidupan mereka meningkat. Upaya ini harus
merupakan rasa syukur atas keberhasilannya dalam merubah nasibnya. Dengan perkataan
lain, rasa syukur atas keberhasilannya dimanifestasikan dengan mengembangkan terus
keberhasilan itu, sehingga dari waktu kewaktu keberhasilan itu akan selalu maningkat
terus.

Pada masa Nabi sudah ada penemuan-penemuan yang bisa dinamakan dengan Iptek,
sepertihalnya Iptek dalam dunia pertanian. Para sahabat Nabi pernah melalukan
pembuahan buatan (penyilangan atau perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi
menyarankan agar tidak usah melakukannya. Kemudian ternyata buahnya banyak yang
rusak dan setelah itu dilaporkan kepada Nabi, maka Nabi berpesan “ Abirruu antum
a’lamu biumuuri dunyaakum” (lakukanlah pembuahan buatan! Kalian lebih
mengetahui tentang urusan dunia kalian).

Di dalam Al-Qur’an disebutkan juga secara garis besar, tentang teknologi. Yaitu tentang
kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya, tentang penciptaan mahluk
hidup, termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya, dipacu akalnya untuk
menyelidiki segala apa yang ada di sekelilingnya, meskipun Al-Qur’an bukan buku
kosmologi, atau biologi, atau sains pada umumnya, namun Al-Qur’an jauh sekali dalam
membicarakan teknologi.

Dari beragam uraian di atas bahwasanya kita dapat melihat sendiri bagaimana pandangan
Islam terhadap Iptek. Dalam pedoman utamanya (Al-Qur’an), banyak disebutkan sesuatu
hal yang berkaitan dengan Iptek, hal ini menunjukkan bahwa Islam sangat erat sekali
dengan Iptek. Jadi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini merupakan wujud
dari implikasi Al-Qur’an yang sebenarnya. Banyak seruan-seruan di dalamnya yang
menganjurkan manusia untuk berfikir dan mengembangkan potensinya dalam
pengetahuan. Namun satu hal yang sangat disayangkan, umat muslim sangat rendah
dalam bidang Iptek, sehingga ketinggalan perkembangan dengan orang-orang non
muslim. Semoga dengan ini umat Islam sadar dan mau mengembangkan pengetahuannya
dalam berbagia hal, sehingga menjadi umat yang berkualitas dengan adanya ketakwaan
dan pengetahuan yang ditinggi.

Nah, dengan demikian dapatlah kita tarik kesimpulan sebagai berikut:


a.    Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) adalah keilmuan yang tinggi yang dimiliki
oleh seseorang dan mampu menjadi alat untuk menyelesaikan masalah.
b.    Pandangan Islam terhadap Iptek adalah Iptek merupakan suatu hal yang tidak bisa
ditinggalkan oleh seseorang, karena sangat pentingnya Iptek, maka hal tersebut sering
disebut dalam Al-Qur’an. dalam arti Islam sangat menganjurkan pengembangan Iptek.
Pengertian ilmu falak
Menurut bahasa (etimologi) falak artinya orbit atau lintasan benda-benda langit, sehingga
ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit
khususnya bumi,bulan dan matahari pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk
diketahui posisi benda langit antara satu dengan yang lainnya, agar dapat diketahui
waktu-waktu di permukaan bumi.

Imu falak
TUGAS KEDUA
TUGAS SATU

Anda mungkin juga menyukai