93
Media Akuakultur Volume 5 Nomor 2 Tahun 2010
Gambar 1. Udang yang terserang penyakit WSSV (kiri) dan serangan IMNV (kanan)
organik yang terdekomposisi mengandung senyawa kandungan oksigen yang cukup (> 4 mg/L), pH 7,3–8,3
karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O2), nitrogen (N) untuk mempertahankan flok karena susunan flok akan
dengan sedikit fosfor (P) menjadi massa lumpur berupa berubah kembali setelah 8 jam. Kebutuhan aerasi besar
biofloks dengan menggunakan bakteri pembentuk floks ini menyebabkan teknik bioflok hanya layak secara
(Flocs Forming Bacteria). ekonomis untuk padat tebar tinggi.
Terbentuknya flok karena adanya bakteri yang mampu BEBERAPA FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM
merombak limbah bahan organik sehingga bakteri BUDIDAYA UDANG VANAME SISTEM BIOFLOK
tersebut berkembang dan masing-masing sel bakteri
1. Konstruksi tambak sebaiknya tambak beton atau
berperan mensekresikan lendir metabolit dan biopolimer
tambak plastik (HDPE) (Gambar 2). Konstruksi tambak
(polisakarida, peptide, dan lipida) atau senyawa
dari tanah pembentukan bioflok kurang optimal
kombinasinya. Secara alami terjadi gaya tarik antar sel
karena pada tambak konstruksi tanah mempunyai
dari sel bakteri dan mikroorganisme serta organik lainnya
kelemahan porositas tinggi sehingga harus menambah
yang membentuk flok yang banyak mengandung protein
air dan bila dipasang kincir air yang cukup banyak
tinggi. Beberapa mikroorganisme berfungsi sebagai
menyebabkan sebagian tanah dasar teraduk dan
bioflocculant antara lain Zooglea ramigera, Paracolobacterium
merusakkan pematang tambak.
aerogenoids, Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Flavobacterium,
Pseudomonas alcaligenes, Sphaerotillus natans, Escherichia 2. Limbah sisa pakan harus cukup tinggi (budidaya udang
intermedia. Keberadaan oksigen dalam pembentukan intensif), karena limbah pakan dapat menyediakan
bioflok mutlak diperlukan agar flok dapat terbentuk karbon dan nitrogen. Rasio (perbandingan unsur
sempurna. Kekurangan oksigen dapat menyebabkan karbon (C) dengan nitrogen (N) atau C/N rasio. Nilai
berkembangnya bakteri dan flok kurang terbentuk ideal C:N rasio untuk bioflok 1:15 sampai 1:20 atau
sempurna. Pada kondisi pH yang rendah dapat minimal 1:12. Secara alami rasio C/N dalam tambak
menghambat terbentuknya bioflok karena akan kurang dari 12 sehingga perlu tambahan unsur karbon
mengurangi kandungan kation divalen dalam air untuk misalnya Molase.
ikatan esterase, untuk itu, pada pH yang rendah 3. Mengurangi pergantian air yang berlebihan karena
diperlukan pemberian dolomit agar pH menjadi netral. dapat mempengaruhi keseimbangan unsur C dan N.
Hasil dekomposisi bahan organik menghasilkan amonia Selain itu, juga membuang bakteri yang sudah tumbuh
yang dapat menyebabkan toksik bagi udang, namun masih dan sebaliknya kemungkinan masuknya bakteri negatif
dapat dimanfaatkan bakteri dalam proses amonifikasi dan (patogen) dari luar.
nitrifikasi sehingga kualitas air dapat lebih baik. 4. Harus ada oksigen yang mencukupi baik untuk
Perkembangan pesat dari bakteri flok akan memungkinkan organisme budidaya juga organisme yang hidup di
terjadinya gumpalan-gumpalan yang dapat dimanfaatkan sekitarnya seperti bakteri, plankton, dan organisme
kembali oleh biota. Namun demikian dibutuhkan lainnya. Kekurangan oksigen dapat berakibat fatal
94
Budidaya udang vaname sistem bioflok (Brata Pantjara)
karena menghasilkan senyawa amonia cukup tinggi pengenceran atau menyaring flok dengan membuang
dan toksik bagi udang sehingga menyebabkan sebagian limbah pada dasar tambak melalui saluran
kematian udang yang dibudidaya. pembuangan yang umumnya ditempatkan di saluran
5. Penempatan kincir air harus tepat dalam proses tengah (Central drain) (Gambar 3). Berdasarkan
pengadukan, dan distribusinya merata sehingga flok volumenya bioflok digolongkan padat bila volume flok
yang terbentuk dapat optimal. Terbentuknya flok dalam air mencapai > 20 mL/L, sedang bila volume
didominasi oleh bakteri heterotrop. Pengadukan air flok mencapai 10–20 mL/L, rendah bila volume flok
dalam tambak melalui kincir air harus stabil dan hindari mencapai 1–10 mL/L dan sangat rendah bila volume flok
terjadinya titik mati pergerakan air karena bakteri mencapai < 1 mL/L.
tidak akan mampu mengubah limbah organik dalam 7. Aplikasi dolomit dapat dilakukan bila terjadai
air menjadi protein bakteri. penurunan pH air dalam tambak dan dosisnya 2–10
6. Kepadatan flok harus dimonitoring sehingga tidak mg/L atau tergantung pada seberapa besar penurunan
terlalu padat, karena bila berlebihan dapat menurunkan pH air. pH air tambak stabil pada pH 7–8 dengan
kualitas flok. Kelebihan flok dapat dikurangi dengan fluktuasi 0,02–0,2.
Gambar 3. Aplikasi molase di tambak dan flok yang terbentuk (kiri) dan volume flok pada tambak intensif (tengah
dan kanan)
95
Media Akuakultur Volume 5 Nomor 2 Tahun 2010
16
Tanpa bioflok 10.400
14
Pertumbuhan (g/ekor)
Dengan bioflok
12
Produksi (kg/ha)
10.000
10
9.600
8
6 9.200
4
8.800
2
0 8.400
37 44 52 59 66 73 80 87 90 95 Tanpa bioflok Aplikasi bioflok
Pengamatan (hari)
Gambar. 4. Pertumbuhan dan produksi udang vaname pada budidaya intensif sistem bioflok di Desa Hanura Kecamatan
Pesawaran Provinsi Lampung
N = 16% N = 4,96% x Ekresi Feed Nitrogen 75% Avnimelech, Y. 1999. Carbon/nitrogen ratio as a control
element in aquaculture systems. Aquaculture, 176:
N = Protein pakan x 16% = 30 x 0,16 = 4,8 N/100 g pakan 227–235.
___________. 2009. Biofloc Technology, A Practical Guide
Ekresi 75% = 75% x 4,8 = 3,6 g N/100 pakan
Book. World Aquaculture Society, 182 pp.
C/N yang diinginkan (C/N 1:12) = 3,6 g x 12 = 43,2 g ____________ and Ritvo, G. 2003. Shrimp and fish pond
Molase (mengandung C = 40%) = 43,2 / 0,40 soils: Processes and Aquaculture. Aquaculture, 220:
=108 mL/100 g pakan 549–567.
96
Budidaya udang vaname sistem bioflok (Brata Pantjara)
Brune, D.E., Schwartz, G., Eversole, A.G., Collier, J.A., & nology: The added value for aquaculture. Aquaculture,
Schwedler, T.E. 2003. Intensification of pond 277: 125–137.
aquaculture and high rate photosynthetic systems. Pantjara, B. 2008. Efektivitas sumber C terhadap
Aquaculture Engineering, 28: 65–86. dekomposisi bahan organik limbah tambak udang
Burford, M.A., Thompson, P.J., McIntosh, R.P., Bauman, intensif. Prosiding Seminar Nasional IV Universitas
R.H., & Pearson, D.C. 2004. The contribution of Hangtuah, Surabaya.
flocculated material to shrimp (Litopenaeus vannamei) Verstraete, W., Schryver, P.D., Defoirdt, T., & Crab, R.
nutrition in a hight-intensity zero-exchange system. 2008. Added value of microbial life in flock. Labora-
Aquaculture, 232: 525–537. tory for Microbial Ecology and Technology, Ghent
De Schryver, P., Crab, R., Defoirdt, T., Boon, N., & Univeristy, Belgium. http://labmet.ugent.be, 43 pp.
Verstraete, W. 2008. The basics of bio-flocss tech-
97