2019
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NO 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA
PASAL 72
KETENTUAN PIDANA
SAKSI PELANGGARAN
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu Ciptaan atau memberi izin untuk itu,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 ( satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah),
atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
2. Barangsiapa dengan sengaja menyerahkan, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan
atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah ).
i|
Armansyah Lubis, S.E., M.M, Drs. Hanafi, M.Si, Dr. Rabiyatul Adawiyah Siregar, M.Pd
ISBN: 978-602-599-449-4
Editor : Rahadian Z.
Penerbit CV. Berkah Prima, Padang, 2019
1 (satu) jilid; total halaman 63
Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi
buku ini dalam bentuk apapun. Secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam, atau
dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit
ii |
KATA PENGANTAR
Buku merupakan salah satu sumber belajar yang sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Buku
yang berkualitas akan menjadi jembatan kesuksesan seorang peserta didik. Buku Microteaching dengan
siklus PPEPP (Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian dan Peningkatan) diharapkan dapat
menciptakan proses perkuliahaan microteaching dengan bermutu, serta dapat meningkatkan
keterampilan mengajar peserta didik (mahasiswa calon guru). Berbagai materi tentang keterampilan
mengajar dalam buku ini dapat diikuti secara bertahap karena disusun melalui tahap analisis yaitu
karakteristik mahasiswa, proses perkuliahaan microteaching, dan Rencana Pembelajaran Semester (RPS)
dosen pengampu mata kuliah microteaching. Akhirnya, Penulis menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
semua dan dapat dijadikan sebagai panduan dalam pelaksanaan perkuliahaan microteaching.
Padang sidimpuan,
Penulis,
iii |
DAFTAR ISI
BAB 1 Pendahuluan………………………………………………………………………………………............ 1
A. Pengertian Microteaching…………………………………………………..…………........... 2
B. Tujuan……………………………………………………………………………………………….……. 4
C. Fungsi…………………………………………………………………………………………………...... 4
D. Manfaat…………………………………………………………………………………….………....... 5
BAB 2 Keterampilan Dasar Mengajar……………………………………………………………………….. 7
A. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran…………………….................. 7
B. Keterampilan Menjelaskan……...……………………………………………………………… 8`
C. Keterampilan Bertanya……………………………………………………………………………. 11
D. Keterampilan Memberikan Penguatan……………………………………………………. 13
E. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil…………………………..……. 16
F. Keterampilan Pengelolaan Kelas………………………………………………………….….. 22
G. Keterampilan Mengadakan Variasi………………………………………………………….. 25
BAB 3 Sistem Pengelolaan Microteaching Dengan Siklus PPEPP…………………………………. 30
BAB 4 Teknis Pelaksanaan Pembelajaran Micro Teaching dengan Siklus PPEPP……..… 39
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………………….... 46
Lampiran………………………………………………………………………………………………………..…… 48
iv |
BAB 1 Pendahuluan
Micro teaching merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diikuiti mahasiswa calon guru
sebelum mengikuti program Pelaksanaan Praktek Lapangan (PPL). Sebelum melaksanakan pembelajaran
micro, mahasiswa diharuskan untuk dapat menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
baik sehingga pembelajaran yang di inginkan dapat tercapai. Akan tetapi dalam kenyataannya
mahasiswa masih kesulitan dalam penyusunannya. Banyak mahasiswa belum mengikuti panduan yang
sesuai dengan ketentuan yang ada, karena banyak yang masih mencontek pada sosial media dan
menyalinnya untuk kepentingan tugas dalam penyusunan RPP. Sehingga, hal ini mempengaruhi hasil
dari tujuan pembelajaran.
Dalam praktek micro teaching, mahasiswa sebagai calon guru hendaknya mampu
mengimplementasikan RPP yang mereka buat sehingga apa yang tercantum di dalamnya memang
benar-benar diterapkan bukan hanya tertulis. Oleh karena itu mahasiswa sebagai calon guru harus
mempunyai keterampilan dalam menyusun RPP dan menerapkannya pada praktek micro teaching
melalui media pembelajaran atau media lain. Keterampilan tersebut, dapat mengindikasikan kemahiran
dan kecakapan dalam pembelajaran micro. Selain itu, keterampilan yang harus dikuasi oleh seorang
calon guru adalah keterampilan mengajar.
Pembelajaran micro dapat diartikan sebagai cara latihan keterampilan keguruan atau praktik
mengajar dalam lingkup kecil atau terbatas. Pengajaran micro juga merupakan wahana untuk
membentuk ketrampilan mengajar karena berbagia kekurangan dan kesulitan yang di hadapi oleh
mahasiswa akan terlihat ketika melakukan pelajaran micro. Dalam konteks yang sebenarnya mengajar
mengandung banyak tindakan yang mencangkup ketrampilan-ketrampilan dasar mengajar. Ketrampilan
dasar mengajar yang di perlukan sebagai calon guru tersebut mencakup ketrampilan membuka dan
menutup pelajaran, ketrampilan menjelaskan, ketrampilan bertanya, ketrampilan memberi penguatan,
ketrampilan menggunakan media pmbelajaran ,ketrampilan membimbing diskusi kelompok kecil,
ketrampilan mengelola kelas,ketrampilan mengadakan variasi, ketrampilan mengajar perorangan dan
kelompok kecil. Mengingat kekomplekan perbutan mengajar, calon guru yang belum bisa mengajar akan
mengalami kesulitan untuk secara serempak menerapkan semau komponen dlam perbuatan mengajar
tersebut. Oleh karena itu, dalam langkah penguasaan komponen perbuatan mengajar, calon guru perlu
berlatih secara persial artinya setiap komponen perbuatan mengajar itu perlu dikuasai melalui latihan
secara terpisah-pisah (isolated).
Di dalam UU No.14 Tahun 2005 dan PP No.19 Tahun 2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru
meliputi kopetensi kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial. Kopetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Kompetensi
profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam
1|
Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi Sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik dan masyarakat.
Dengan adanya kompetensi ini diharapkan dapat meningkatkan mutu calon guru nantinya.
Memberikan jaminan mutu pendidikan jauh lebih kompleks dibandingkan dengan penjaminan
mutu yang dilakukan oleh dunia industri. Produk yang dihasilkan oleh dunia industri berupa barang
dapat dengan mudah dilihat sedangkan produk yang dihasilkan oleh sistem pendidikan (sekolah) berupa
jasa bersifat tidak nyata sehingga tidak mudah menentukan mutunya. Menentukan mutu sekolah tidak
cukup melihat mutu lulusannya tetapi lebih kepada bagaimana proses menghasilkan suatu lulusan.
Banyaknya ragam kebutuhan mendorong manajemen untuk mengidentiikasi dan melakukan analisis
kebutuhan pelanggan dan selanjutnya menyusun standar mutu sistem dalam proses produksinya
sehingga dapat dijadikan dasar acuan dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi,
pengendalian dan peningkatan (PPEPP).
Mata kuliah pembelajaran mikro berisi tentang hakikat pembelajaran mikro dan delapan
keterampilan dasar mengajar. Pada perkuliahan ini masing-masing mahasiswa diberikan kesempatan
sebanyak 2 kali untuk tampil praktik mengajar dengan skala kecil. Setelah kegiatan praktik mengajar
setiap mahasiswa diberikan kritik dan saran guna perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
Pembelajaran micro teaching yang diperoleh mahasiswa diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
menguasai delapan keterampilan mengajar, namun tidak sedikit mahasiswa yang kesulitan dalam
menguasai keterampilan dasar mengajar. Sehingga perlu kiranya disusun bahan ajar microteaching yang
dapat berperan sebagai suplemen pembelajaran sarana komunikasi dosen-mahasiswa, untuk
mendukung perkuliahan pembelajaran mikro atau micro teaching. Hal ini sejalan dengan pendapat
Sujadi dan Sugiyarto (2010) yang menyarankan bahwa untuk bisa mendukung pelaksanaan
pembelajaran mikro dengan baik, program studi harus menyediakan berbagai sumber belajar seperti
buku-buku yang digunakan untuk menunjang kurikulum.
A. Pengertian Microteaching
Mahasiswa yang akan menjadi calon guru bukan hanya dituntut untuk hanya membuat siswanya
belajar, melainkan juga dituntut untuk mengajar untuk dirinya sendiri. Mahasiswa dituntut untuk
melatih kemampuan dalam merencanakan kegiatan pembelajaran dalam bentuk Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), melaksanakannya dan memantau perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
siswa. Selama ini proses pembentukan calon guru dalam hal meningkatkan profesionalnya adalah
melalui mata kuliah micro teaching. Pembelajaran mikro merupakan metode pembelajaran atas dasar
performa yangtekni knya dilakukan dengan cara melatihkan komponen-komponen kompetensi
dasarmengajar (teachin g skill) dalam proses pembelajaran yang disederhanakan ditinjau dari aspek
kompetensi mengajar, penguasaan materi, pengelolaan peserta didik, maupun mengelola waktu.
Pembelajaran mikro diarahkan dalam rangka pembentukan kompetensi guru sebagai agen
pembelajaran seperti yang termuat dalam UU Nomor 14 Tahun 2005. Pembelajaran mikro juga
diarahkan untuk pembentukan kompetensi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Pendidikan Nasional, di mana dalam Bab VI pasal 3 dimuat bahwa kompetensi guru
2|
meliputi: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi profesional, dan (4)
kompetensi sosial.
Micro Teaching merupakan sebuah cara yang tepat untuk membangun keterampilan dan
kepercayaan diri, melatih gaya mengajar, dan belajar serta praktek memberikan umpan balik (feed back)
yang konstruktif kepada siswa. Melalui kegiatan Micro Teaching, instruktur dapat meletakkan dirinya di
bawah sebuah ‘mikroskop’ dari suatu kelompok kecil yang mengobservasi dan memberikan komentar
pada penampilan pembelajarannya (Maheswari, 2011). Dapat disimpulkan bahwa Micro Teaching
adalah kegiatan pembelajaran yang didisain dalam berbagai aspek dengan skala kecil yang bertujuan
untuk membangun keterampilan mengajar dan kepercayaan diri calon guru agar siap melaksanakan
praktek mengajar yang sesungguhnya di sekolah.
Pembelajaran micro dapat diartikan sebagai cara latihan keterampilan keguruan atau praktik
mengajar dalam lingkup kecil/terbatas. Micro teaching dilaksanakan secara laboratoris yang berbentuk
simulasi, karena pengalaman belajar merupakan kompetensi yang diperoleh dari kajian pengetahuan,
keterampilan, nilai, sikap maupun kecakapan yang berdampak pada perubahan metode berpikir bahkan
bertindak seorang mahasiswa (Iriaji, 2006). Pelaksanaan pembelajaran mikro memerlukan tempat yang
sengaja dirancang untuk itu yaitu laboratorium micro teaching. didesain dalam rangka membina calon
guru agar menguasai keterampilan kognitif, afektif, psikomotorik, reaktif, dan interaktif. Laboratorium
micro teaching mempunyai beberapa fungsi antara lain:
a. Fungsi Instruksional yaitu menyediakan fasilitas praktik bagi calon guru untuk berlatih dan
memperbaiki atau meningkatkan keterampilan pembelajaran, yang pada hakekatnya
merupakan latihan penerapan pengetahuan, metode dan teknik mengajar, dan atau ilmu
keguruan yang telah dipelajari secara teoritik.
b. Fungsi pembinaan, yaitu menyediakan kemudahan untuk membina keterampilan dan atau
mengembangkan keterampilan-keterampilan khusus tentang teknik-teknik mengajar yang
efektif bagi tenaga kependidikan.
c. Fungsi diagnostik, yaitu menyediakan fasilitas dan kondisi spesifik untuk membimbing
calon guru yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan keterampilan tertentu dalam
d. Supervisi, yaitu bahwa laboratorium micro teaching dapat digunakan untuk meningkatkan
keterampilan mengajar, sehingga pada gilirannya mahasiswa mampu
memberikan bimbingan profesional kepada guru-guru di sekolah.
e. Fungsi eksperimental. Laboratorium micro teaching berfungsi sebagai bahan ujicoba bagi para
pakar pendidikan. Jika seorang ahli yang berdasarkan hasil penelitiannya telah menemukan
suatu model pembelajaran, maka penemuan tersebut dapat diujicobakan di laboratorium micro
3|
teaching. Dengan demikian, hasilnya dapat dievaluasi di mana letak kelemahan atau
kekuatannya, selanjutnya dilakukan perbaikan seperlunya (Tarmedi, 2005: 2-3).
Adapun ciri-ciri dari pembelajaran Micro Teaching adalah: (1) jumlah siswa sebagai subjek
belajar terbatas, yaitu 5 sampai dengan 10 orang, (2) Waktu mengajar terbatas hanya 10 sampai dengan
15 menit, (3) Bahan atau materi yang diajarkan terbatas yang bertujuan agar mahasiswa lebih mudah
menguasai materi, dan (4) Komponen mengajar yang dilatihkan juga terbatas agar calon guru mampu
menguasai komponen-komponen keterampilan dasar mengajar satu persatu secara perlahan-lahan dan
berulang-ulang.
B. Tujuan
Tujuan umum microteaching adalah untuk meningkatkan kemampuan dalam proses
pembelajaran atau kemampuan profesional calon guru dan/atau meningkatkan kemampuan tenaga
kependidikan dalam berbagai keterampilan yang spesifik. Latihan praktek mengajar dalam situasi
laboratoris, maka melalui microteaching, calon guru ataupun guru dapat berlatih berbagai ketrampilan
mengajar dalam keadaan terkontrol untuk meningkatkan kompetensinya. Selanjutnya, Suwarna (2006)
menyatakan bahwa tujuan utama dari mata kuliah Micro Teaching adalah agar mahasiswa memiliki
kompetensi, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan nilai- nilai atau sikap yang direfleksikan dalam
berpikir dan bertindak sebagai calon guru, memiliki pengalaman melakukan pembelajaran, dan memiliki
kesiapan untuk melakukan praktek pembelajaran di sekolah. Sedangkan, Drati (2011) menjelaskan dua
tujuan utama dari Micro Teaching, yaitu (1) agar calon guru menguasai sejumlah keterampilan
mengajar, dan (2) agar calon guru lebih percaya diri dalam melaksanakan pembelajaran.
Adapun tujuan khusus dari pada pelaksanaan pembelajaran Micro Teaching adalah sebagai
berikut: (1) Menyiapkan mahasiswa calon guru agar dapat berlatih melaksanakan kegiatan mengajar
secara sistematis dan terukur. (2) Menyederhanakan situasi pembelajaran dalam skala kecil yang
ditangani secara gradual, sehingga mahasiswa calon guru dapat dilatih secara mendalam pada
komponen-komponen tertentu dari 8 keterampilan dasar mengajar. (3) Melatih melaksanakan
pembelajaran dan observasi kegiatan pembelajaran serta merefleksikannya bersama dalam diskusi kelas
yang dapat digunakan untuk memperbaiki latihan melaksanakan pembelajaran.
C. Fungsi
Berbagai berbagai literatur ditemukan bahwa fungsi micro teaching secara umum untuk
membina calon guru atau tenaga kependidikan melalui keterampilan kognitif, psikomotorik, reaktif dan
interaktif. Dalam perannya micro teaching berfungsi sebagai berikut:
a. Fungsi Intruksional
Pada fungsi ini micro teaching sebagai penyedia fasilitas praktik/latihan bagi calon guru/tenaga
kependidikan untuk berlatih dan/atau memperbaiki dan meningkatkan keterampilan
pembelajaran, yang pada hakikatnya merupakan latihan penerapan pengetahuan metode dan
teknik mengajar dan/atau ilmu keguruan yang telah dipelajari secara teoritik. Hal ini
sebagaimana Hamalik mengatakan bahwa pengajaran mikro berfungsi sebagai praktek
4|
keguruan, baik dalam pre-service maupun in-sevice (Hamalik, 2014). Dengan demikian fungsi
intruksional bagi calon guru sebagai tempat mengasah kompetensi dan keterampilan mengajar.
b. Fungsi Pembinaan
Fungsi micro teaching selanjutnya yaitu sebagai tempat pembinaan dan pembekalan para calon
guru sebelum terjun ke lapangan (pengajaran sebenarnya). Sardiman mengatakan bahwa micro
teaching dijadikan tempat membekali calon guru dengan memperbaiki komponen-komponen
mengajar sebelum terjun ke real class room teaching (Sardiman, 2014). Pendapat ini sudah jelas
bahwa adanya micro teaching bagi mahasiswa calon guru dibina dan diajarkan tata cara
mengajar di kelas. Fungsi dan manfaatnya bila dilihat sangat besar bagi calon guru terutama
dalam meningkatkan kualitas pendidikan dimasa akan datang.
c. Fungsi Integralistik
Sebagai diketahui dalam dunia kependidikan, PPL (Program Pengalaman Lapangan) menjadi
suatu hal utama untuk menguji kualitas. Bukan hanya di sistem pendidikan keguruan saja yang
melaksanakan ini bahkan disetiap lembaga pendidikan tinggi juga menerapkannya, baik teknik,
perbankan, apalagi keguruan. Artinya program micro teaching merupakan bagian integral
Program Pengalaman Lapangan (PPL) serta merupakan mata kuliah prasyarat PPL dan berstatus
sebagai mata kuliah wajib lulus.
d. Fungsi Eksperimen
Keberadaan micro teaching berfungsi sebagai bahan uji coba bagi calon guru pakar di bidang
pembelajaran (Zainal, 2017). Umpamanya seorang guru atau seorang ahli berdasarkan
penelitiannya menemukan suatu model atau suatu metode pembelajaran, maka sebelum
penemuan itu dipraktekkan di lapangan, maka terlebih dahulu diuji-cobakan di dalam micro
teaching ini. Dengan demikian hasilnya dapat dievaluasi di mana letak kelemahannya untuk
segera dilakukan perbaikan-perbaikan.
e. Dari fungsi-fungsi ini, bagi mahasiswa calon guru mengadakan latihan pembelajaran pada
pengajaran mikro ini yang utama adalah performance. Hal inilah yang biasanya dikembangkan
dalam pengajaran mikro. Performance (penampilan, kinerja) adalah penampilan seseorang yang
dihayati oleh orang lain. Kesan pertama terhadap seseorang karena kenampakan alami diri
seseorang (appearance). Selanjutnya dengan melakukan latihan yang berulang–ulang dalam
pengajaran mikro, performa mahasiswa calon guru diharapkan akan menjadi perilaku
(behavior). Jadi dapat dikatakan bahwa fungsi pengajaran mikro merupakan arena melatih
performance.
D. Manfaat
Pengajaran mikro (micro teaching) dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan model praktik
pengajaran tradisional. Melalui pengajaran mikro (micro teaching), keterampilan mengajar yang
5|
potensial dapat diorganisasikan dalam satu penampilan yang utuh. Seseorang yang pratik akan lebih
siap dan terampil untuk mengantisipasi perilaku mengajar yang sebenarnya di kelas. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengajaran mikro (micro Teaching) memberikan pengaruh positif
dalam melatih keterampilan mengajar di kelas. Brown dan ametrong (1975), mencatat hasil riset
tentang manfaat pengajaran mikro (micro teaching) sebagai berikut :
1. Korelasi antara pengajaran mikro (micro teaching) dan praktik keguruan sangat tinggi. Artinya,
calon guru atau dosen yang berpenampilan baik dalam Pengajaran mikro (micro teaching),akan
baik pula dalam praktik mengajar di kelas.
2. Praktikan yang lebih dulu menempuh program pengajaran mikro (micro Teaching) ternyata lebih
baik atau lebih terampil dibandingkan praktikan yang tidak mengikuti pengajaran mikro (micro
teaching).
3. Praktikan yang menempuh pengajaran mikro (micro teaching) menunjukkan prestasi mengajar
yang lebih tinggi.
1. Bagi praktikan yang telah memiliki kemampuan tinggi dalam pengajaran, pengajaran
mikro (micro teaching)kurang bermanfaat.
2. Setelah mengikuti pengajaran mikro (micro teaching), praktikan dapat menciptakan
interaksi dengan siswa secara lebih baik.
3. Penyajian model rekaman mengajar lebih baik daripada model lisan sehingga lebih
signifikan dengan keterampilan mengajar.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikemukakan bahwa praktikan yang memiliki
prestasi tinggi dalam pembelajaran pengajaran Mikro (micro teaching) akan berprestasi pula dalam
praktik mengajar. Oleh karena itu, perbedaan prestasi pengajaran mikro (micro teaching). Diantara
praktikan, akan diikuti pula oleh perbedaan prestasi praktik mengajarnya. Selanjutnya, pembelajaran
mikro yang dilatihkan secara intensif akan memberikan manfaat bagi mahasiswa, terutama dalam hal-
hal sebagai berikut: (1) mahasiswa menjadi peka terhadap fenomena yang terjadi di dalam proses
pembelajaran, (2) mahasiswa menjadi lebih siap untuk melakukan kegiatan praktik pembelajaran di
sekolah/lembaga pendidikan, (3) mahasiswa dapat melakukan refleksi diri atas kompetensinya dalam
mengajar, dan (4) mahasiswa menjadi lebih mengenal dan memahami kompetensi guru sehingga
mereka dapat berpenampilan sebagai guru.
Dilihat dari hakikat pembelajaran mikro seperti telah diuraikan sebelumnya, maka manfaat dari
pembelajaran mikro terutama akan dirasakam oleh pihakpihak sebagai berikut: 1. Manfaat bagi
mahasiswa calon guru (pendidikan pre-service) a. Setiap mahasiswa calon guru dapat melatih bagian
demi bagian dari setiap keterampilan mengajar yang harus dikuasainya secara lebih terkendali dan
terkontrol. b. Setiap mahasiswa calon guru dapat mengetahui tingkat kelebihan maupun kekurangannya
dari setiap jenis keterampilan mengajar yang harus dikuasainya. c. Setiap mahasiswa calon guru dapat
menerima informasi yang lengkap, objektif dan akurat dari proses latihan yang telah dilakukannya
6|
BAB 2 Keterampilan Dasar Mengajar
Melewati pihak observer. D. Setiap mahasiswa calon guru dapat melakukan proses latihan ulang untuk
memperbaiki terhadap kekurangan maupun untuk lebih meningkatkan kemampuan yang telah
dimilikinya. 2. Manfaat bagi para guru (pendidikan in-service) a. Para guru baik secara mandiri maupun
bersama-sama dapat berlatih untuk lebih meningkatkan kemampuan mengajar yang telah dimilikinya. b.
Mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya terkait dengan keterampilan mengajar yang
harus dikuasainya.
Dapat dijadikan sebagai proses uji coba terhadap hal-hal yang baru, seperti dalam penerapan
metode, media, materi baru, atau jenis-jenis keterampilan mengajar lainnya sebelum diterapkan dalam
proses pembelajaran yang sebenanrnya 3. Manfaat bagi supervisor a. Dapat memperoleh data yang
objektif dan komprehensif tingkat kemampuan para calon guru maupun para guru dalam hal
kemampuan mengajar yang harus dikuasai sesuai dengan tuntutan profesinya b. Dapat memberikan
masukan, saran maupun solusi yang akurat, karena didasarkan pada data atau informasi yang lengkap
sesuai hasil pengamatan dari pembinaan melalui pembelajaran mikro yang telah dilakukannya. c.
Sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan yang lebih tepat bagi pengembangan karir setiap
mahasiswa maupun para guru yang menjadi binaannya. d. Sebagai bahan masukan untuik membuat
kebijakan dalam melakukan proses pembinaan terhadap upaya untuk meningkatkan kualitas
penampilan guru (Sukirman, 2012).
Guru adalah kunci untuk membangun peradaban bangsa (Rohmadi, 2012). Oleh karena itu
untuk membangun bangsa diperlukan guru yang professional. Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) merupakan Perguruan tinggi yang menjadi tumpuan untuk mencetak tenaga-
tenaga profesional dalam dunia pendidikan. Keberhasilan LPTK dalam hal ini adalah perguruan tinggi
sangat menentukan mutu calon tenaga pengajar/guru untuk menghasilkan lulusan yang Terampil.
Sehingga, diperlukan kesiapan dalam penyelenggaraan pembelajaran dalam praktek mengajar.
7|
terhadap kegiatan belajar. Mengenai hal ini, guru harus menguasai keterampilan dasar mengajar
terutama keterampilan membuka dan menutup pelajaran.
Membuka dan menutup pelajaran dapat dilakukan terhadap pelajaran, baik yang panjang
ataupun yang pendek, bagian-bagian yang kecil dari bahan keseluruhan atau bagian demi bagian suatu
konsep. Selain itu dapat juga dilakukan terhadap anak didik yang merupakan kelompok kecil, individu
ataupun kelompok besar (Djamarah, 2010). Adapun kriteria guru yang baik saat membuka pelajaran,
seperti: menimbulkan rasa ingin tahu, sikap antusias, memberikan variasi pembelajaran juga membuat
kaitan dengan pembelajaran sebelumnya. Usaha-usaha yang dilakukan guru saat menutup pelajaran,
seperti: kegiatan memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa dan
memberikan gambaran (untuk mengetahui hubungan) antara pengalaman yang telah dikuasai dengan
hal-hal yang baru saja dipelajarinya. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa keterampilan membuka dan menutup pelajaran sangat penting sebagai kunci
keberhasilan guru dalam mencapai tujuan yang diinginkan dan untuk mengetahui tingkat ketercapaian
keberhasilan guru dalam proses pembelajaran (Supriatna, 2015). Keberhasilan calon guru dapat dilihat
dari praktek mengajarnya ketika melaksanakan kegiatan PPL.
Kesulitan mahasiswa PPL selama ini pada saat membuka dan menutup pelajaran karena tidak
memperhatikan gaya mengajarnya, setiap harinya saat membuka pelajaran menggunakan gaya yang
sama, masuk ke kelas, menenangkan siswa sejenak lalu mengisi daftar hadir siswa dan langsung
menjelaskan pelajaran. Hal seperti ini tidak dapat dikatakan sebagai keterampilan membuka pelajaran
yang baik, seharusnya saat masuk ke kelas seorang guru sudah dalam kondisi siap untuk mengajar.
Apabila guru atau calon guru telah siap mengajar maka dalam membuka pelajaran guru atau calon guru
seharusnya memperhatikan gaya mengajarnya sebagaimana pendapat Mudlofir bahwasannya;
keterampilan membuka pelajaran adalah perbuatan guru untuk menciptakan sikap mental dan
menimbulkan perhatian anak didik agar berpusat pada yang akan dipelajari dan keterampilan menutup
pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri pelajaran (Mudlofir, 2012). Sedangkan,
kekurangan yang dialami mahasiswa sebagai calon guru dalam mempraktekkan keterampilan menutup
pelajaran yaitu tidak membuat ringkasan ataupun merangkum inti pelajaran dikarenakan tidak bisa
memperkirakan waktu.
B. Keterampilan Menjelaskan
Secara umum keterampilan menjelaskan (explaining) pada dasarnya berupa brentuk-bentuk
perilaku bersifat mendasar dan khusuis dimiliki guru sebagai modal awal untuk melaksanakan
pembelajaran secara terencana. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis menggunakan
keterampilan-keterampilan mengajar untuk mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Asril
(2011) “Keterampilan memberi penjelasan adalah penyajian informasi secara lisan yang dikelola secara
sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan antara satu dengan yang lainnya”. Sedangkan, Alma
(2010) “keterampilan menjelaskan berhubungan dengan penyampaian suatu pendapat ataupun
pemikiran (dalam hal ini bahan pelajaran) dalam bentuk kata-kata.
Agar lebih memahami bagaimana penggunaan keterampilan menjelaskan berarti perlu ada
suatu komponen-komponen penggunaan keterampilan menjelaskan (explaining) sebagai mana yang
8|
dikemukakan oleh Alma (2010:23) yaitu: a. kejelasan ,b. menggunakan contoh-contoh dan ilustrasi,
c. penekanan, d. menguasai materi, e. umpan balik. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Kejelasan
Kejelasan adalah penyampaian, penyajian suatu informasi yang mudah dipahami oeh siswa
didalam menyampaikan materi pelajaran. Menurut Sabri (2010) menyatakan kejelasan hendaknya
diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa, sehingga siswa mudah
memahami materi. Dari pengertian kejelasan di atas dapat penulis simpulkan bahwa kejelasan dapat
diuraikan dengan kata-kata penyajian suatu informasi yang mudah dipahami oleh siswa. Usman (2011)
“kejelasan adalah penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti oleh siswa, menghindari pengucapan seperti “e”, “aa”,”mm”,kira-kira ,umumnya, biasanya,
sering kali dan istilah-istilah yang tidak dapat dimengerti oleh anak. Sedangkan menurut Asril (2012)
“kejelasan harus relevan dengan tujuan dan latar belakang kemampuan siswa”.
9|
guru cenderung lebih mendominasi pembicaraan dan mempunyai pengaruh langsung misalnya dalam
memberikan fakta, ide ataupun pendapat.
Menurut Sabri (2010) menguasai materi seharusnya guru mampu meningkatkan keefektifan
pembicaraan agar benar-benar merupakan penjelasan yang bermakna bagi siswa karena pada umumnya
pembicaraan lebih didominasi oleh guru daripada siswa, penjelasan yang diberikan oleh guru kadang-
kadang tidak jelas bagi siswa hanya jelas bagi guru sendiri, tidak semua murid dapat menggali sendiri
pengetahuan dari buku atau sumber lainnya. Oleh karena itu, guru perlu membantu menjelaskan hal-hal
tertentu, kurangnya sumber yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh murid dalam belajar. Guru
perlu membantu murid dengan cara memberikan informasi lisan berupa penjelasan yang cocok dengan
materi yang diperlukan.
e. Umpan Balik
Umpan balik adalah memberikan kesempatan untuk siswa bertanya tentang materi yang belum
dipahami. Menurut Alma (2010) menyatakan “umpan balik adalah memberikan kesempatan untuk
murid bertanya”. Sedangkan, Rustaman (2007) “Umpan balik hendaknya memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kalau ada informasi yang masih meragukan”. Rusman
(2010:88) menyatakan “Umpan balik merupakan guru hendaknya memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menunjukkan pemahaman, keraguan, atau ketidakmengertian siswa ketika penjelasan itu
diberikan”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Aspek Keterampilan Menjelaskan
10 |
No Aspek-aspek Keterampilan Kegiatan
Menjelaskan
Guru Siswa
C. Keterampilan Bertanya
Keterampilan bertanya dasar merupakan suatu keterampilan yang dapat mendorong,
membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa, karena dengan mengajukan pertanyaan maka
guru dapat menentukan kualitas jawaban peserta didik. Menurut Uno (2008) mengatakan bahwa
“Mengajukan pertanyaan dengan baik adalah supaya siswa dapat menjawab dengan tepat”. Kemudian
Kunandar (2010) berpendapat bahwa “Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir bersama”. Sedangkan Mulyasa (2009)
mengatakan bahwa “Keterampilan bertanya sangat perlu dikuasai guru untuk menciptakan
pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru
dituntut untuk mengajukan pertanyaan, kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan
kualitas jawaban peserta didik”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan bertanya adalah
keterampilan yang sangat penting untuk dikuasai karena dalam bertanya guru sebenarnya sudah
membimbing siswa dalam belajar sehingga suasana pembelajaran akan lebih bermakna. Adapun yang
akan dibahas oleh penulis dalam penelitian ini adalah : a. Pertanyaan secara jelas dan singkat, b.
Pemberian acuan, c. Memberikan giliran menjawab, dan d. Menyebarkan pertanyaan.
a. Pertanyaan Secara Jelas dan Singkat
Pertanyaan yang diajukan guru harus jelas dan singkat, dalam arti siswa harus dapat memahami
apa yang ditanyakan, dan harus sesuai dengan kemampuan berpikir siswa. Sebagaimana Usman (2011)
mengatakan bahwa “Pertanyaan guru harus diungkapkan secara jelas dan singkat dengan menggunakan
kata-kata yang dapat dipahami oleh siswa sesuai dengan taraf perkembangannya”. Sedangkan menurut
Mulyasa (2009) mengatakan bahwa “Pertanyaan perlu disusun secara jelas dan singkat, serta harus
mempertimbangkan kemampuan berpikir dan pembendaharaan kata yang dikuasai oleh peserta didik.
11 |
Pertanyaan guru harus diungkapkan secara jelas dan singkat akan membantu mempermudah
siswa dalam memahami pertanyaan yang diajukan. Guru dapat membuat pertanyaan dengan struktur
kalimat yang sederhana dan mudah dipahami oleh siswa”. Artinya, pertanyaan harus disusun secara
jelas dan singkat, sehingga siswa memahami pertanyaan yang diajukan, kemudian siswa dapat dengan
mudah menjawab pertanyaan yang diajukan guru.
b. Pemberian Acuan
Pemberian acuan adalah guru memberikan informasi kepada peserta didik sebelum guru
mengajukan pertanyaan kepada peserta didik. Menurut Usman (2011) mengatakan bahwa “Sebelum
memberikan pertanyaan, kadang-kadang guru memberikan acuan yang berupa pertanyaan yang berisi
informasi yang relevan dengan jawaban yang diharapkan oleh siswa”. Kemudian menurut Mulyasa
(2009) mengatakan bahwa “Dalam pembelajaran di kelas, sebelum mengajukan pertanyaan, mungkin
guru perlu memberikan acuan berupa pertanyaan atau penjelasan singkat berisi informasi yang sesuai
dengan jawaban yang diharapkan”. Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa sebelum mengajukan
pertanyaan kepada siswa guru terlebih dahulu memberikan bahan acuan agar siswa dapat menjawab
pertanyaan dengan mudah.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian acuan berarti memberikan
informasi terlebih dahulu kepada peserta didik sebelum mengajukan pertanyaan.
c. Memberikan Giliran Menjawab
Memberikan giliran menjawab adalah setiap siswa memiliki kesempatan untuk menjawab
pertanyaan yang diutarakan oleh guru. Menurut Mulyasa (2009) mengatakan bahwa “Pemberian giliran
menjawab juga untuk menumbuhkan keberanian peserta didik serta untuk menciptakan iklim
pembelajaran yang menyenangkan”. Selanjutnya Usman (2011) mengatakan “Adakalanya satu
pertanyaan perlu dijawab oleh lebih dari seorang siswa karena jawaban siswa benar belum memadai”.
Artinya, satu pertanyaan bisa dijawab oleh beberapa siswa untuk mendapatkan jawaban yang paling
tepat. Pertanyaan yang rumit kadang-kadang tidak mampu dijawab oleh seorang siswa secara lengkap.
Untuk itu guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk melengkapinya”. Dengan
pemindahan giliran siswa akan termotivasi untuk memperhatikan jawaban yang diberikan temannya dan
memungkinkan timbulnya interaksi antar siswa.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pertanyaan yang diajukan diberikan
kepada lebih dari seorang siswa untuk mendapatkan jawaban yang lebih benar.
d. Menyebarkan Pertanyaan
Menyebarkan pertanyaan dimaksudkan agar peserta didik mendapat kesempatan untuk
menunjukkan kemampuannya melalui pertanyaan yang diajukan. Usman (2011:78) berpendapat bahwa
“Untuk melibatkan siswa sebanyak-banyaknya di dalam pelajaran, guru perlu menyebarkan giliran
menjawab pertanyaan secara acak”. Jika memungkinkan dan waktu mencukupi, setiap siswa sebaiknya
mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan guru. Tujuan penyebaran pertanyaan hampir sama
dengan pemindahan giliran yaitu meningkatkan perhatian dan partisipasi siswa. Bedanya, pada
pemindahan giliran pertanyaannya satu tetapi rumit dan dijawab oleh siswa secar bergilir untuk saling
melengkapi, sedangkan pada penyebaran masing-masing siswa menjawab pertanyaan yang berbeda.
Menurut Uno (2008) mengatakan “Penyebaran pertanyaan : Untuk maksud tertentu guru dapat
melemparkan pertanyaan ke seluruh kelas, kepada siswa tertentu, atau menyebarkan respons siswa
12 |
kepada siswa yang lain”. Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa pertanyaan yang diajukan perlu
disebarkan kepada beberapa siswa agar mendapat kesempatan yang sama dalam menjawab
pertanyaan. Sedangkan Usman (2011) mengatakan bahwa “Untuk melibatkan siswa sebanyak-
banyaknya di dalam pelajaran, guru perlu menyebarkan giliran menjawab secara acak”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pertanyaan yang diajukan harus
melibatkan siswa sebanyak-banyaknya dalam menjawab pertanyaan yang diajukan.
Tujuan keterampilan memberi penguatan adalah meningkatkan perhatian siswa pada pelajaran,
meningkatkan motivasi belajar siswa, memudahkan siswa untuk belajar, dan mengeliminir tingkah laku
siswa yang negatif dan membina tingkah laku positif siswa Menurut Sa'ud (2010:65) “Tujuan
keterampilan memberi penguatan, yaitu: a) Meningkatkan perhatian siswa pada pelajaran; b)
Meningkatkan motivasi belajar siswa; c) Memudahkan siswa untuk belajar; d) Mengeliminir tingkah laku
siswa yang negatif dan membina tingkah laku positif siswa.” Sejalan dengan pendapat di atas Uno (2008)
menyatakan “Keterampilan memberikan penguatan bertujuan untuk 1) meningkatkan perhatian siswa,
2) melancarkan atau memudahkan proses belajar, 3) membangkitkan dan mempertahankan motivasi, 4)
mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu ke arah tingkah laku belajar yang produktif,5)
mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam belajar, 6) mengarahkan pada cara berpikir yang
baik/divirgen dan inisiatif pribadi.” Adapun komponen-komponen dalam keterampilan memberi
penguatan sebagai berikut:
a. Penguatan verbal
13 |
Penguatan verbal biasanya diungkapkan dengan menggunakan kata-kata. Sa’ud (2010)
mengatakan bahwa “Penguatan verbal biasanya diutarakan dengan menggunakan kata- kata pujian,
penghargaan, persetujuan dan sebagainya. Misalnya: pintar sekali, bagus, betul, seratus buat Nani”.
Selanjutnya, Usman (2011) mengatakan “Penguatan verbal biasanya diungkapkan atau diutarakan
dengan menggunakan kata- kata pujian, penghargaan, persetujuan, dan sebagainya. Misalnya: bagus,
bagus sekali, betul, pintarnya, seratus buat kamu!”. Komentar yang berupa kata- kata pujian, dukungan,
pengakuan merupakan penguatan verbal. Penguatan ini diberikan sebagai balikan atas penampilan yang
telah dilakukan siswa.
b. Penguatan gestural
Penguatan gestural merupakan penguatan berupa gerakan. Menurut Uno (2008) berpendapat
bahwa “Penguatan gestural diberikan dalam bentuk mimik, gerakan wajah atau anggota badan yang
dapat memberikan kesan kepada siswa, misalnya: mengangkat alis, tersenyum, kerlipan mata, tepuk
tangan, anggukan tanda setuju, menaikkan ibu jari tanda jempolan, dan lain- lain”. Sedangkan Sa’ud
(2010) juga berpendapat penguatan ini “Penguatan berupa mimik dan gerakan badan. Misalnya:
acungan jempol, senyuman, kerut kening, wajah cerah”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penguatan gestural merupakan penguatan
dengan menggunakan mimik wajah atau gerakan anggota badan, misalnya: acungan jempol, anggukan,
senyuman dan lain-lain.
Sejalan dengan pendapat di atas Sa'ud (2010:66) mengatakan “penguatan dengan cara
mendekati misalnya: guru duduk dekat siswa berdiri di samping siswa, berjalan di sisi siswa", Kernudian
Rustaman (2007:.3.22) mengatakan “penguatan dengan cara mendekati, jika guru mendekati siswa,
berarti guru menunjukkan perhatian terhadap pekerjaan atau perilaku siswa. Jadi dapat disimpulkan
dari pendapat di atas, bahwa penguatan ini guru mendekati siswa untuk memberikan perhatiannya
terhadap siswa, misalnya: guru duduk di dekat siswa, berdiri di samping siswa, berjalan di sisi siswa, dan
sebagainya.
14 |
macam simbol untuk menunjang tingkah laku siswa yang positif. Bentuk penguatan ini antara lain:
komentar tertulis pada buku pekerjaan, pemberian prangko, mata uang koleksi, bintang, permen, dan
lain sebagainya”. Sedangkan Usman (2011) berpendapat bahwa “Penguatan ini dilakukan dengan cara
menggunakan berbagai simbol berupa benda, seperti kartu bergambar, bintang plastik, lencana ataupun
komentar tertulis pada buku siswa”.
Sejalan dengan pendapat di atas Sa’ud (2010) mengatakan “penguatan berupa simbol dan
benda, misalnya kartu bergambar lencana, bintang dan plastik”. Kemudian Rustaman (2007) juga
mengatakan “Berbagai simbol atau benda dapat digunakan untuk memberi penguatan terhadap
perilaku siswa. Penguatan yang berupa simbol, antara lain berupa tanda v atau r, komentar pada buku
siswa. Penguatan yang berupa benda, antara lain lencana, kartu bergambar, bintang plastik atau benda-
benda lain yang tidak mahal, namun mempunyai anti simbolis”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penguatan ini penguatan yang dilakukan oleh
guru dengan menggunakan simbol atau berupa tanda dibuku siswa, dan berupa benda seperti lencana,
bintang plastik, kartu bergambar dan lain sebagainya.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan, seharusnya penguatan itu diberikan kepada individu
yang berbeda atau kelompok yang berbeda agar lebih efektif, dan bisa menjadi suatu dorongan atau
motivasi bagi siswa yang lainnya, penguatan juga harus dilakukan dengan segera dan menggunakan
kata- kata yang berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Kegiatan
No Langkah
Guru Siswa
menjelaskan pelajaran
dijelaskan
15 |
3. Memberi Guru memberi pujian Siswa menerima
Penguatan
atau hadiah terhadap hadiah tersebut karena
Dengan demikian, dapat diartikan keterampilan memberikan penguatan merupakan keterampilan yang
arahnya untuk memberikan dorongan, tanggapan atau hadiah bagi siswa agar dalam mengikuti
pelajaran merasa diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan tingkah laku positif siswa.
Berdasarkan uraian tersebut penulis menyimpulkan bahwa diskusi kelompok kecil adalah suatu
proses yang teratur melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang jumlah anggota
kelompoknya dapat berubah-ubah yaitu antara 3-5 orang untuk bartukar pendapat untuk pemecahan
masalah dalam mendapatkan suatu keputusan. Dalam keterampilan membimbing diskusi kelompok
16 |
kecil ada beberapa indikator pembahasan dalam penelitian ini. Lebih jelasnya penulis uraikan sebagai
berikut:
1. Pemusatan Perhatian
Diskusi kelompok kecil adalah suatu proses teratur yang melibatkan sekelompok siswa dalam
interaksi tatap muka untuk memecahkan suatu permasalahan dengan berbagai pengalaman dan
informasi. Diskusi kelompok yang efektif harus didahului perencanaan yang matang. Perencanaan yang
pertama kali dilakukan adalah pemilihan topik atau masalah yang akan didiskusikan. Pemusatan
perhatian adalah guru membimbing dan mengarahkan siswa agar diskusi dapat bejalan dengan baik
serta diskusi tidak menyimpang dari materi yang dibahas. Menurut Rustaman (2007) menyatakan
”pemusatan perhatian dalam diskusi kelompok kecil dapat dilakukan dengan cara :
Jadi penulis menyimpulkan bahwa pemusatan perhatian dalam diskusi kelompok kecil adalah
kemampuan guru untuk merumuskan tujuan dan topik yang akan dibahas agar diskusi tidak
menyimpang dari pembahasan, menimbulkan rasa ingin tahu dan menggugah cara berpikir siswa pada
topik yang akan di bahas pada awal diskusi.
2. Penjelasan Masalah
Selama diskusi berlangsung sering terjadi penyampaian ide yang kurang jelas hingga sukar
ditangkap oleh anggota kelompok, yang akhirnya menibulkan kesalah pahaman hingga keadaan dapat
menjadi tegang. Kurang jelasnya gagasan/ide yang dikemukakan oleh siswa dapat menyebabkan
perdebatan sengit. Tujuannya penjelasan masalah ini adalah agar semua anggota kelompok mempunyai
persepsi/gambaran yang sama terhadap gagasan yang diajukan. Dalam mengklasifikasi adalah untuk
memperjelas masalah atau menghindari kesalah pahaman dalam memimpin diskusi seorang guru perlu
17 |
memperjelas atau menguraikan permasalahan. Menurut Anitah dan Sumartini (2007) dalam penjelasan
masalah guru dapat menempuh langkah seperti berikut:
a. Memperjelas atau merangkum urun dari siswa yang mungkin masih agak
membingungkan atau terlampau panjang sehingga jelas bagi siswa itu sendiri dan juga
bagi siswa lain.
b. Memberi acuan kepada pendapat siswa dengan pertanyaan untuk membantunya dan
memperjelas atau mengembangkan ide.
c. Memperdalam gagasan siswa dengan menambahkan informasi – informasi lebih lanjut
atau contoh - contoh”.
Jadi dalam hal ini guru memperjelas kembali ide-ide maupun komentar yang dibuat siswa sehingga
siswa yang lain terhindar dari pemahahaman yang menyimpang dan pembahasan menjadi terarah.
Usman (201) mengatakan bahwa “ tugas guru dalam memperjelas permasalahan dalam diskusi adalah:
a) Menguraikan kembali atau merangkum urunan tersebut hingga menjadi jelas; b) Meminta komentar
siswa dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang membantu mereka memperjelas tau
mengembangkan ide tersebut; c) Menguraikan gagasan siswa dengan memberikan informasi tambahan
atau contoh-contoh yang sesuai hingga kelompok memperoleh pengertian yang jelas.
Penjelasan masalah perlu dilakukan dengan memperluas penyelesaian masalah itu dengan
menambahkan pengetahuan umum yang berkaitan serta memberikan contoh-contoh yang sesuai dan
mudah dipahami. Asril (2011) menyatakan bahwa“ dalam penjelasan masalah dilakukan dengan cara
memperluas masalah pada intinya, merangkum kembali permasalahan supaya jelas, menjelaskan
gagasan dengan memberikan informasi yang jelas. Kemudian menurut Sabri (2007) tugas guru dalam
memimpin diskusi untuk memperjelasnya yakni dengan cara:
c. Menguraikan gagasan siswa dengan memberikan informasi tambahan atau contoh – contoh
yang sesuai hingga kelompok memperoleh pengertian yang jelas.
Jadi dari teori di atas dapat disimpulkan dalam memberikan penjelasan masalah pada saat diskusi
kelompok adalah merangkum usulan anak didik kemudian memberikan penjelasan yang lebih mudah
dipahami, serta memberi contoh-contoh yang sesuai sehingga permasalahan yang dihadapi semakin
jelas, terarah dan mendapatkan kesimpulan yang sama-sama disepakati.
18 |
3. Menganalisis Pandangan Siswa
Langkah ketiga dalam penggunaan keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil adalah
menganalisis pandangan anak didik. Menganalisis pandangan siswa yaitu cara guru untuk menjelaskan
perbedaan pendapat antara peserta diskusi. Sebagaimana pendapat Anitah dan Yetti (2008)
menyimpulkan ”menganalisis pandangan siswa dapat dilakukan dengan menunjukkan bagian – bagian
yang disampaikan siswa baik yang disetujui maupun yang tidak di setujui”. Dengan demikian seluruh
siswa merasa sama – sama memiliki bagian dari diskusi dan mendapatkan perhatian yang sama dari
guru. Sedangkan Sabri mengemukakan (2007) cara yang dilakukan dalam menganalisis pandangan siswa
dilakukan dengan cara (1) Meneliti apakah alasan tersebut memang mempunyai dasar yang kuat (2)
Memperjelas hal – hal yang disepakati dan tidak di sepakati.” Komponen ini penting dalam diskusi
karena akan mengeksplorasi nilai-nilai yang memberi harapan untuk membuat keputusan atau sampai
pada kesepakatan yang terarah dalam pembahasan kelompok kecil. Sejalan dengan pendapat tersebut
menurut Usman (2011) dalam menganalisis perbedaan pendapat siswa dapat dilakukan dengan cara: 1.
Meneliti apakah alasan tersebut memang mempunyai dasar yang kuat 2. Memperjelas hal – hal yang
disepakati dan tidak disepakati. Dengan demikian guru hendaklah mampu menganalisis alasan
perbedaan pendapat tersebut dengan menyelesaikan perbedaan pendapat tersebut berdasarkan
landasan teori – teori yang ada dan pengetahuan umum yang didapatkan dari pengalaman guru.
Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa menganalisis pandangan siswa adalah
cara guru menganalisis perbedaan pendapat dari semua siswa kemudian guru dapat mengambil solusi
yang tepat dari semua perbedaan pendapat itu. Menganalisis pandangan siswa adalah cara guru untuk,
menampung pendapat, ide serta gagasan siswa, menganalisis alasan yang dikemukakan peserta didik,
memperjelas pendapat – pendapat yang disepakati, dan mengemukakan solusi dari pendapat yang
disepakati serta mendapatkan suatu kesimpulan.
a. Melihat dengan cermat anggota – anggota yang belum berpartisipasi dengan cara yang
tidak membuatnya malu, misalnya dengan menunjukkan pertanyaan secara halus
misalnya, dengan menunjukkan pertanyaan halus kepada siswa tersebut.
b. Mencegah pembicaraan yang berlebihan yang dilakukan oleh siswa.
c. Mencegah secara bijaksana siswa yang berkeinginan memonopoli diskusi.
19 |
d. Meminta kesepakatan sementara untuk memecahkan jalan buntu dan memberi
kesempatan berpartisipasi yang lebih luas.
e. Memberi kesempatan kepada para siswa untuk saling memberi komentar antar siswa
sehingga pendapat berkembang.
Jadi dengan adanya usaha guru untuk merangsang siswa, efeknya siswa termotivasi untuk saling
berinteraksi antara sesama. Selain itu Manfaat dari berdiskusi adalah melatih siswa untuk berfikir kritis
dan berpartisipasi secara aktif dan menghargai pendapat orang lain. Agar uraian yang diberikan oleh
siswa lebih meningkat kualitasnya, guru harus mampu mendorong siswa agar mempertajam
uraian/pendapatnya.
Setiadi dan Junaidi (200) mengatakan bahwa tindakan yang dapat dilakukan dalam
mendistribusikan partisipasi siswa yaitu: Melihat dengan cermat anggota – anggota yang belum
berpartisipasi dengan cara yang tidak membuatnya malu, misalnya dengan menunjukkan pertanyaan
secara halus misalnya, dengan menunjukkan pertanyaan halus kepada siswa tersebut.
a. Mencegah pembicaraan yang berlebihan yang dilakukan oleh siswa.
b. Mencegah secara bijaksana siswa yang berkeinginan memonopoli diskusi.
c. Meminta kesepakatan sementara untuk memecahkan jalan buntu dan memberi kesempatan
berpartisipasi yang lebih luas.
d. Memberi kesempatan kepada para siswa untuk saling memberi komentar antar siswa sehingga
pendapat berkembang.
Jadi mendistribusikan partisipasi siswa maksudnya meningkatkan cara berfikir siswa, seluruh siswa
dalam kegiatan tersebut harus berperan yaitu dalam mengemukakan pendapatnya, mengomentari
pendapat, dan memunculkan ide-ide baru. Memberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam diskusi
terkait dengan memancing semangat berpikir peserta didik, memberikan kesempatan kepada yang
belum berbicara, mengatur jalannya sidang diskusi dan mengomentari pendapat yang dikemukakan.
Jadi dalam diskusi guru harus mampu menghidupkan suasan yang lebih aktif dan menarik dengan cara
memberi kesempatan yang sama bagi semua siswa dalam mengemukakan pendapat dan idenya,
member dukungan pada pendapat siswa dengan penuh perhatian, akan tetapi guru juga harus mampu
mencegah secara bijak bagi siswa yang ingin menguasai diskusi agar diskusi dapat berjalan dengan baik
dan seluruh siswa merasa ikut berpartisipasi .
Anitah dan Supriyati (2008) tindakan yang dapat dilakukan dalam mendistribusikan partisipasi
siswa yaitu:
a. Melihat dengan cermat anggota – anggota yang belum berpartisipasi dengan cara yang tidak
membuatnya malu, misalnya dengan menunjukkan pertanyaan secara halus misalnya, dengan
menunjukkan pertanyaan halus kepada siswa tersebut.
b. Mencegah pembicaraan yang berlebihan yang dilakukan oleh siswa.
c. Mencegah secara bijaksana siswa yang berkeinginan memonopoli diskusi.
20 |
d. Meminta kesepakatan sementara untuk memecahkan jalan buntu dan memberi kesempatan
berpartisipasi yang lebih luas.
e. Memberi kesempatan kepada para siswa untuk saling memberi komentar antar siswa sehingga
pendapat berkembang.
Berdasarkan uraian dari teori – teori tersebut diatas maka penulis menyimpulkan bahwa
mendistribusikan partisipasi siswa adalah guru memberikan kesempatan bagi semua siswa untuk
berpartisipasi dalam diskusi, mengemukakan ide/gagasannya, mengomentari pendapat yang
dikemukakan sehingga pendapat – pendapat tersebut lebih berkembang dan suasana diskusi lebih
menarik.
5. Menutup Diskusi
Komponen terakhir dari keterampilan yang harus dikuasai guru dalam membimbing diskusi
kelompok kecil adalah menutup diskusi. Menutup diskusi merupakan kegiatan yang dilakukan guru
setelah diskusi selesai, dalam kegiatan menutup diskusi guru merangkum kembali secara singkat materi
yang dibahas kemudian membuat suatu kesimpulan, menindak lanjuti diskusi untuk materi selanjutnya
dan menilai hasil diskusi. Menurut Rustaman (2007) kegiatan yang dapat dilakukan dalam menutup
diskusi kelompok adalah :
a. Merangkum dengan cermat dan jelas pokok – pokok penting diskusi atau meminta siswa
merumuskan rangkumannya tau menggambarkan suatu kesimpulan.
b. Memberikan gambaran topik– topik selanjutnya yang akan didiskusikan atau menyebutkan
tindak lanjut yang berupa tugas.
c. Mengajak siswa untuk menilai bagaimana fungsinya selama diskusi berlangsung.
Dalam hal ini guru menyimpulkan hasil diskusi yang baru dilaksanakan siswa dan siswa harus menuliskan
hasil rangkuman guru tersebut dalam sebuah buku catatan. Kemudian Usman (2011) keterampilan akhir
yang harus dikuasai oleh guru adalah menutup diskusi kelompok dengan cara:
1. Membuat rangkuman hasil diskusi dengan bantuan para siswa. Ini lebih efektif daripada
bila rangkuman hanya dibuat sendiri oleh guru.
2. Memberi gambaran tentang tindak lanjut hasil diskusi ataupun tentang topik yang akan
datang.
Menurut Anitah dan Sumartini (2007) mengatakan kegiatan yang dilakukan guru dalam
menutup diskusi adalah: merangkum dengan cermat atau menggambarkan suatu kesimpulan,
memberikan gambaran tentang topik berikutnya, yang akan didiskusikan atau menyebutkan tindak
lanjut yang berupa tugas dan mengajak siswa untuk menilai bagaimana fungsinya selama jalannya
diskusi.
21 |
Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa menutup diskusi adalah merangkum
dengan singkat dan jelas atau menggambarkan suatu kesimpulan, menilai hasil diskusi, membuat
kesimpulan dan memberikan gambaran untuk materi selanjutnya. Dalam hal ini guru harus membuat
pokok-pokok pembahasan sesuai dengan hasil diskusi yang baru dilaksanakan, setelah itu guru mencoba
mengulang kembali hasil diskusi melalui pertanyaan sebagai perbaikan hasil yang diperoleh siswa dan
guru meminta pendapat siswa menila sendiri fungsinya dalam diskusi tersebut. Jadi penulis
menyimpulkan menutup diskusi adalah merangkum hasil diskusi secara jelas, menjelaskan masalah
yang kurang dipahami, menindaklanjuti hasil diskusi dan menilai hasil diskusi.
Sedangkan pendapat yang sama menyatakan bahwa, “Mengelola kelas merupakan keterampilan guru
untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan mengendalikannya jika terjadi gangguan
dalam pembelajaran” (Mulyasa, 2009). Kemudian menurut pandangan Syaefudin dkk, (2010)
menyatakan bahwa, “Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi
belajar yang optimal dan mengembalikannya apabila terjadi gangguan dalam preses belajar mengajar”.
Sedangkan Setiawan dkk, (2008) menyatakan bahwa, “Mengelola kelas adalah keterampilan dalam
menciptakan kondisi yang optimal guna terjadinya proses pembelajaran yang selalu serasi dan efektif”.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan di atas, dapat diketahui bahwa kemampuan
adalah tingkat kecakapan, keterampilan, pengetahuan, dan kepribadian yang mampu menunjang diri
seseorang individu untuk melaksanakan suatu hal dengan tujuan dan mencapai hasil yang maksimal.
22 |
Agar guru mampu mengelola kelas secara efektif dan efisien, guru dituntut untuk mengenal dan
mengelompokkan komponen-komponen dalam mengelola kelas. Menurut Mukhtamar dkk, (2010)
menyatakan bahwa komponen mengelola kelas adalah: 1) Tindakan preventif, Seperti tanggap/peka dan
perhatian. Sedangkan 2) Tindakan repsesif Seperti modifikasi tingkah laku, pengelolaan kelompok,
diagnosis, serta peran guru”. Kemudian Djamarah (2005) menyatakan bahwa, “Kemampuan reseptif
yaitu berkaitan dengan kemampuan guru dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1) Memodifikasi
tingkah laku, 2) Menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara: memperlancar
tugas-tugas, memelihara kegiatan-kegiatan kelompok, 3) Menemukan dan memecahkan tingkah laku
yang menimbulkan masalah. Sedangkan menurut Anitah (2008) “Keterampilan preventif berkaitan
dengan kemampuan guru dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Menunjukkan sikap tanggap terhadap perhatian dan keterlibatan sisiwa. Sikap ini harus
dikomunikasikan kepada siswa melalui cara yaitu: pandangan mata atau kontak
pandang, gerakan guru mendekati siswa atau kelompok siswa, memberikan
pernyataan, serta memberikan reaksi terhadap gangguan.
b. Membagi perhatian yang dapat dilakukan dengan cara berikut yaitu: visual dan verbal.
c. Memusatkan kegiatan yang dapat dilakukan guru untuk memusatkan perhatian siswa
diantaranya adalah sebagai berikut: kesiagaan, serta pertanggung jawaban.
d. Memberi petunjuk yang jelas, singkat dan mudah dipahami. Sedangkan
Sehingga terlihat jelas bahwa seorang guru harus memiliki keterampilan yang berhubungan dengan
penciptaan dan pemeliharaan kondisi yang optimal. Seperti menunjukkan sikap tanggap terhadap
perhatian dan keterlibatan siswa, membagi perhatian,memusatkan kegiatan yang dapat dilakukan guru
untuk memusatkan perhatian siswa, serta memberi petunjuk yang jelas. Kemudian Mulyasa (2009)
“kemampuan yang harus dikuasai oleh guru seperti:
1) Penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajara yang optimal dapat di lakukan dengan
menunjukkan sikap tanggap, membagi perhatian secara visual dan verbal, memusatkan
perhatian kelompok,memberi petunjuk yang jelas, memberi teguran secara bijaksana,
serta memberikan penguatan ketika diperlukan.
2) Keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal
dapat dilakukan dengan memodifikasi perilaku, pengelolaan kelompok, serta
menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah.
Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mengelola kelas ada beberapa komponen yang harus
dipenuhi yaitu diantaranya seperti menciptakan dan memelihara iklim pembelajaran yang optimal
seperti modifikasi perilaku, pengelolaan kelompok, menemukan dan mengatasi perilaku yang
23 |
menimbulkan masalah, menegur, memberikan penguatan memberi perhatian serta memberi petunjuk
yang jelas.
Pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru memiliki tujuan, itulah yang menyebebkan guru
selalu berusaha mengelola kelas dengan baik, sehingga memungkinkan siswa berbuat sesuai dengan
tujuan-tujuan yang hendak dicapai seperti penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar
siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas.
Selanjutnya Djamarah (2005) “Pengelolaan kelas yang baik sesuai dengan tujuan-tujuan yang
hendak dicapai seperti: Untuk anak didik akan memiliki tujuan: 1) Mendorong anak didik
mengembangkan tanggung jawab individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol
diri sendiri; 2) Membantu anak didik mengetahui tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas dan
memahami bahwa teguran guru merupakan suatu peringatan bukan kemarahan; 3)Membangkitkan rasa
tanggungjawab untuk melibatkan diri dalam tugas dan pada kegiatan yang diadakan. Sedangkan, untuk
guru akan memiliki tujuan: 1) Mengembangkan pemahamn dalam penyajian pelajaran dengan
pembukaan yang lancar dan kecepatan yang tepat; 2) Menyadari kebutuhan anak didik dan memiliki
kemampuan dalam member petunjuk secara jelas kepada anak didik; 3) Mempelajari bagaimana
merespon secara efektif terhadap tingkah laku anak didik yang mengganggu; 4) Memiliki strategi
remedial yang lebih komprefensif yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan masalah tingkah
laku anak didik yang muncul di dalam kelas.
Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan mengelola kelas adalah pencapain
hasil yang baik dalam pembelajaran di mana tujuan tersebut akan terlihat pada setiap hasil
pembelajaran yang telah dicapai oleh siswa. Hasil yang baik senantiasa membawa dampak yang positif
bagi siswa ataupun bagi guru.
Penggunaan dan pengelolaan kelas, memiliki prinsip dalam penerapannya agar dalam
pengelolaan kelas tersebut tercipta suasana yang menyenangkan memberikan pendekatan yang baik
terhadap siswa sehingga dalam pembelajaran dan pengajaran siswa tetap dalam keadaan yang kondusif.
Oleh sebab itu, guru harus mampu memahami dan memiliki prinsip penggunaan dalam pengelolaan
kelas hal ini adalah yang akan menjadi penuntun bagi guru untuk mampu mengelola kelas terutama
dalam pembelajaran. Menurut Djamarah (2005) “ada beberapa hal yang harus ada dalam pengelolaan
kelas seperti:
1) Hangat dan antusias, guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan
antusias pada tugasnya atau aktivitasnya akan berhasil dalam meingimplementasikan
pengelolaan kelas.
2) Tantangan, penggunaan kat-kata, tindakan, cara kerja atau bahan perhatian anak didik untuk
belajar, sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.
3) Bervariasi, penggunaan alat atau media atau juga alat bantu, gaya mengajar dan pola interaksi
akan mengurangi munculnya gangguan dan peningkatan perhatian anak didik.
4) Keluwesan, keluesan tingkah laku untuk mengubah strategi mengajar dapat mencegah
kemungkinan munculnya gangguan pada anak didik serta menciptakan iklim belajar dan
mengajar yang efektif.
24 |
5) Penekanan pada hal-hal yang positif pada dasarnya mengajar dan mendidik menekankan hal-hal
yang positif dan menghindari perhatian anak didik pada hal-hal yang negative.
6) Penanaman disiplin diri, tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat
mengembangkan disiplin diri sendiri.
Sejalan dengan itu Rustaman dkk, (2007) “Sikap guru yang sesuai dengan prinsif pengelolaan kelas dapat
meningkatkan proses pembelajaran yang kondusif seperti hangat dan antusias yang akan membawa
suasana yang bergairah dan bersahabat, menggunakan variasi dalam belajar, tindakan guru dalam
memecahkan masalah, menanamkan hal-hal yang positif serta disiplin diri dalam melaksanakan tugas-
tugas dan tanggung jawab”.
Pengelolaan kelas pada dasarnya adalah keterampilan guru untuk menciptakan iklim
pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran. Hal-hal
yang positif terseebut dapat berupa meningkatkan proses pembelajaran yang kondusif seperti hangat
dan antusias yang akan membawa suasana yang bergairah dan bersahabat, menggunakan variasi dalam
belajar, tindakan guru dalam memecahkan masalah, menanamkan hal-hal yang positif. Seperti menurut
Mulyasa (2009) “hal-hal yang positif dapat berupa (1) kehangatan dan keantusissan, (2) tantangan, (3)
bervariasi, (4) luwes, (5) penekanan pada hal-hal positi, dan (6) penanaman disiplin diri”.
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa prinsif yang harus di terapkan dalam
pengelolaan kelas seperti hangat dan antusias, tantangan, menggunakan variasi, keluwesan, penekanan
pada hal-hal positif serta penanaman disiplin diri yang dapat menciptakan iklim pembelajaran yang
kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran.
25 |
sikap positif terhadap proses belajar siswa dan bertujuan sebagai berikut: a) Meningkatkan perhatian
siswa terhadap pelajaran; b) Merangsang dan meningkatkan motivasi belajar; dan c) Meningkatkan
kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif'.
1. Penguatan verbal
Penguatan verbal biasanya diungkapkan dengan menggunakan kata-kata. Uno (2003)
berpendapat bahwa “Penguatan verbal dapat berupa kata- kata kalimat yang diucapkan guru. Contoh:
baik, bagus, tepat, saya sangat menghargai pendapatrnu, pikiranmu sangat cerdas dan lain-lain”.
Selanjutnya Sa’ud (2010) mengatakan bahwa “Penguatan verbal biasanya diutarakan dengan
menggunakan kata- kata pujian, penghargaan, persetujuan dan sebagainya. Misalnya: pintar sekali,
bagus, betul, seratus buat Nani”. Komentar yang berupa kata- kata pujian, dukungan, pengakuan
merupakan penguatan verbal. Penguatan ini diberikan sebagai balikan atas penampilan yang telah
dilakukan siswa”. Jadi, dari pendapat di atas dapat disimpulkan penguatan verbal merupakan penguatan
yang digunakan oleh guru dengan menggunakan katakata pujian, untuk menambahkan semangat siswa
dalam belajar.
2. Penguatan gestural
Penguatan gestural merupakan penguatan berupa gerakan. Menurut Uno (2008) berpendapat
bahwa “Penguatan gestural diberikan dalam bentuk mimik, gerakan wajah atau anggota badan yang
dapat memberikan kesan kepada siswa, misalnya: mengangkat ails, tersenyum, kerlingan mata, tepuk
tangan, anggukan tanda setuju, menaikkan ibu jan tanda jempolan, dan lain- lain”. Sedangkan Sa’ud
(2010) juga berpendapat penguatan ini “Penguatan berupa mimik dan gerakan badan. Misalnya:
acungan jempol, senyuman, kerut kening, wajah cerah”. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
penguatan gestural merupakan penguatan dengan menggunakan mimik wajah atau gerakan anggota
badan, misalnya: acungan jempol, anggukan, senyuman dan lain- lain.
26 |
4. Penguatan berupa tanda atau benda
Penguatan ini dapat dilakukan untuk memberikan semangat belajar siswa. Menurut Uno (2008)
berpendapat bahwa “Penguatan bentuk ini merupakan usaha guru dalam menggunakan bermacam-
macam simbol untuk menunjang tingkah laku siswa yang positif. Bentuk penguatan ini antara lain:
komentar tertulis pada buku pekerjaan, pemberian prangko, mata uang koleksi, bintang, permen, dan
lain sebagainya”. Sedangkan Usman (2011:82) berpendapat bahwa “Penguatan ini dilakukan dengan
cara menggunakan berbagai simbol berupa benda, seperti kartu bergambar, bintang plastik, lencana
ataupun komentar tertulis pada buku siswa”.
Sejalan dengan pendapat di atas Sa’ud (2010) mengatakan “penguatan berupa simbol dan
benda, misalnya kartu bergambar lencana, bintang dan plastik”. Kemudian Rustaman (2007) juga
mengatakan “Berbagai simbol atau benda dapat digunakan untuk memberi penguatan terhadap
perilaku siswa. Penguatan yang berupa simbol, antara lain berupa tanda v atau r, komentar pada buku
siswa. Penguatan yang berupa benda, antara lain lencana, kartu bergambar, bintang plastik atau benda-
benda lain yang tidak mahal, namun mempunyai anti simbolis”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penguatan ini penguatan yang dilakukan oleh
guru dengan menggunakan simbol atau berupa tanda dibuku siswa, dan berupa benda seperti lencana,
bintang plastik, kartu bergambar dan lain sebagainya. Menurut Rustaman (2007:3.20) menyatakan
“Agar penguatan yang diberikan berfungsi secara efektif, guru hendaknya memperhatikan hal- hal
berikut:
a. Sasaran penguatan
Penguatan dapat diberikan kepada individu atau sekelompok siswa. Oleh karena itu,
penguatan yang diberikan guru harus jelas sasarannya.
c. Variasi penggunaan
27 |
Pemberian pujian dengan kata- kata yang sama akan membosankan dan penguatan
menjadi kurang efektif. Jika setiap kali guru menggunakan kata yang sama, misalnya
setiap ada pekerjaan yang diselesaikan dengan baik, guru selalu berkata, “Bagus!” maka
kata “bagus” akan menjadi hambar dan tidak berarti. Di samping itu, dapat menjadi
bahan ejekan sehingga mungkin terjadi, sebelum guru memuji, siswa sudah mendahului
secara serempak, “Bagus”. Oleh karena itu, gunakanlah berbagai variasi pujian sehingga
siswa tidak menjadi bosan dan penguatan akan lebih efektif.”
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan, seharusnya penguatan itu diberikan kepada individu
yang berbeda atau kelompok yang berbeda agar lebih efektif, dan bisa menjadi suatu dorongan atau
motivasi bagi siswa yang lainnya, penguatan juga harus dilakukan dengan segera dan menggunakan
kata- kata yang berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Kegiatan
No Langkah
Guru Siswa
menjelaskan pelajaran
dijelaskan
28 |
merasa lebih semangat
Dengan demikian, dapat diartikan keterampilan memberikan penguatan merupakan keterampilan yang
arahnya untuk memberikan dorongan, tanggapan atau hadiah bagi siswa agar dalam mengikuti
pelajaran merasa diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan tingkah laku positif siswa.
29 |
BAB 3 Sistem Pengelolaan Microteaching Dengan Siklus PPEPP
Pelaksanaan pembelajaran mikro selama ini memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan
pembelajaran mikro antara lain: (a) penggunaan teman sejawat sebagai murid, akan dirasakan sebagai
”sandiwara” saja sehingga tidak terwujud situasi pembelajaran yang wajar; (b) latihan yang berulang-
ulang dengan menggunakan murid dan bahan materi yang sama dapat mengakibatkan kejenuhan; (c)
supervisor oleh seorang dosen pembimbing tanpa melibatkan guru sekolah dirasa kurang sesuai dengan
realita dis ekolah; dan (d) pembekalan yang hanya dilakukan satu kali dirasakan materinya masih sangat
kurang. Kelemahan-kelemahan tersebut memerlukan upaya pemecahan serius agar mutu pembelajaran
mikro lebih mendekati realita di sekolah sehingga pengalaman mengajar mahasiswa calon guru
meningkat.
Perguruan tinggi yang menghasilkan calon guru mempunyai tugas utama menyiapkan serta
menghasilkan guru atau tenaga kependidikan yang memiliki kompetensi pedagogik, profesional, sosial,
dan personal Kompetensi pedagogik menyangkut kemampuan memahami karakteristik peserta didik,
merancang pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, mengevaluasi pembelajaran, dan
pengembangan peserta didik. Kompetensi profesional menekankan pada penguasaan bidang studi
secara luas dan mendalam, kompetensi sosial mengacu pada kemampuan dan keterampilan
berkomunikasi secara arif dan bergaul secara efektif dalam lingkungan sosial, dan kompetensi personal
adalah kepribadian sebagai pendidik yang dewasa, berwibawa, arif dan bijaksana yang mampu dijadikan
suri tauladan bagi peserta didik.
Dalam menyiapkan tenaga profesional tersebut, perguruan tinggi yang menghasilkan calon guru
hendaknya memberikan seperangkat pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai atau sikap kepada
mahasiswa dalam menyelenggarakan pembelajaran dan atau kegiatan kependidikan lainnya. Salah
satunya adalah melalui mata kuliah Micro Teaching. Dapat disimpulkan bahwa mata kuliah Micro
Teaching merupakan mata kuliah yang menjadi fondasi pembentukan guru yang profesional, yang
mempersiapkan mahasiswa calon guru menjadi guru yang memiliki keterampilan dalam melaksanakan
pembelajaran. Untuk itu sistem pengelolaan microteaching harus memiliki perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, peningkatan dan pengendalian. Langkah ini di adopsi dari manual mutu pada sistem
penjaminan mutu.
Micro teaching dilaksanakan secara laboratoris yang berbentuk simulasi, karena pengalaman
belajar merupakan kompetensi yang diperoleh dari kajian pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap
maupun kecakapan yang berdampak pada perubahan metode berpikir bahkan bertindak seorang
mahasiswa. Agar kinerja setiap individu yang mengikuti latihan mengajar optimal, maka perlu didesain
sistem pengelolaan laboratorium micro teaching yang mengikuti siklus Sistem Penjaminan Mutu Internal
(SPMI) yaitu: Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian dan Peningkatan (PPEPP) untuk
meningkatkan mutu latihan mengajar, sehingga terwujud pendidikan Indonesia yang bermutu.
Penjaminan mutu merupakan hal strategis dalam suatu perguruan tinggi. Penjaminan mutu juga
merupakan kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu Pendidikan Tinggi secara berencana dan
berkelanjutan. Penjaminan mutu Pendidikan Tinggi dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi,
30 |
pengendalian, dan peningkatan standar Pendidikan Tinggi. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI)
bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Tujuan ini
hanya dapat dicapai apabila setiap perguruan tinggi telah mengimplementasikan SPMI dengan baik dan
benar, dan luarannya berupa akreditasi melalui sistem penjaminan mutu eksternal (SPME). Secara
khusus SPMI bertujuan untuk melihat: (a) memastikan ketercapaian visi dan pelaksanaan misi perguruan
tinggi tersebut, dan (b) pemenuhan kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders) perguruan tinggi
tersebut. Dengan demikian urgensi dikembangkannya perangkat lunak Sistem Penjaminan Mutu
menjadi utama bagi perguruan tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Sistem
Penjaminan Mutu (Rolliawati, 2018).
Penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi dapat diselenggarakan melalui berbagai
model manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan adalah model
Penetapan – Pelaksanaan – Evaluasi – Pengendalian – Peningkatan (PPEPP) yang akan menghasilkan
pengembangan berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu pendidikan tinggi di
perguruan tinggi. Manajemen kendali mutu dengan model PPEPP secara jelas diatur dalam Pasal 52 ayat
(2) Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (Sapendi, 2016).
1. Penetapan (P) Standar Dikti, yaitu kegiatan penetapan standar yang terdiri atas SN Dikti dan
Standar Dikti yang telah ditetapkan oleh perguruan tinggi;
2. Pelaksanaan (P) Standar Dikti, yaitu kegiatan pemenuhan standar yang terdiri atas SN Dikti dan
Standar Dikti yang telah ditetapkan oleh perguruan tinggi;
3. Evaluasi (E) pelaksanaan Standar Dikti, yaitu kegiatan pembandingan antara luaran kegiatan
pemenuhan standar dengan standar yang terdiri atas SN Dikti dan Standar Dikti yang telah
ditetapkan oleh perguruan tinggi;
4. Pengendalian (P) pelaksanaan Standar Dikti, yaitu kegiatan analisis penyebab standar yang
terdiri atas SN Dikti dan Standar Dikti yang telah ditetapkan oleh perguruan tinggi yang tidak
tercapai untuk dilakukan tindakan koreksi;
5. Peningkatkan (P) Standar Dikti, yaitu kegiatan perbaikan standar yang terdiri atas SN Dikti dan
Standar Dikti agar lebih tinggi daripada standar yang terdiri atas SN Dikti dan Standar Dikti yang
telah ditetapkan.
Model manajemen PPEPP tersebut mengharuskan setiap unit di lingkungan institusi untuk
senantiasa melakukan proses evaluasi diri secara berkala guna menilai kinerjanya sendiri dengan
menggunakan standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi diri akan dilaporkan kepada
pimpinan yang bersangkutan, seluruh staf pada aras bersangkutan, dan kepada pimpinan institusi.
Terhadap hasil evaluasi diri, pimpinan yang bersangkutan dan pimpinan institusi akan membuat
31 |
keputusan tentang langkah atau tindak lanjut yang harus dilakukan untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu secara terus-menerus sebagaimana disajikan pada Gambar.
Melaksanakan penjaminan mutu dengan model manajemen PPEPP juga mengharuskan setiap
aras dalam institusi bersikap terbuka, kooperatif, dan siap untuk diaudit/diperiksa oleh tim auditor
internal yang telah mendapat pelatihan khusus tentang audit SPMI. Audit yang dilakukan akan direkam
dan dilaporkan kepada pimpinanyang bersangkutan dan institusi, untuk kemudian diambil tindakan
tertentu berdasarkan hasil temuan dan rekomendasi dari tim auditor.
1. Penetapan
Dalam tahap penetapan standar ini, Dekan bersama dengan Ketua Program Studi dan
Kepala Laboratorium menetapkan standar skor atas dimensi-dimensi tersebut di atas.
Penetapan standar didasarkan atas hasil evaluasi diri, kerealistikan standar, dan hal-hal lain
yang perlu dipertimbangkan terkait dengan tujuan, peran, dan fungsi laboratorium.
2. Pelaksanaan
Setiap pejabat struktural dan staf laboratorium, sesuai dengan tugas dan kewenangan
masing-masing menurut struktur organisasi (Lampiran Job Description) haruslah secara
konsisten berupaya untuk memenuhi standar pelayanan yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, secara sadar, para pejabat struktural dan staf menjadikan standar ini sebagai
tolok ukur dalam menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing. Untuk membantu
mencapai standar pelayanan, pelaksana standar perlu membuat perangkat dokumen tertulis
seperti SOP, formulir/borang, bagan, checklist, yang relevan dengan standar.
32 |
akhir pelaksanaan untuk melihat konsistensi pencapaian standar. Jika dalam evaluasi
pelaksanaan standar ditemukan kekeliruan, ketidaktepatan, kekurangan atau kelemahan
yang dapat menyebabkan kegagalan pencapaian standar atau tujuan/sasaran/ rencana,
harus dilakukan langkah pengendalian. Langkah pengendalian ini berupa tindakan korektif
atau perbaikan untuk memastikan pemenuhan perintah/kriteria/ sasaran di dalam standar
Untuk keperluan evaluasi dan pengendalian standar diperlukan SOP evaluasi dan
pengendalian yang di dalamnya mengatur siapa, apa, dan bagaimana evaluasi dan
pengendalian dilakukan.
4. Peningkatan
Tahapan peningkatan standar. Tahapan terakhir siklus penjaminan mutu adalah peningkatan
standar yang memanfaatkan hasil-hasil evaluasi. Peningkatan standar menunjukkan
komitmen untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara terus menerus demi pencapaian
tujuan lembaga dan kepuasan pengguna laboratorium. Hasil dari peningkatan standar
pelayanan adalah diciptakannya standar baru yang menggantikan standar sebelumnya.
Selanjutnya siklus baru PPEPP dilaksanakan kembali.
Kinerja mahasiswa selama latihan mengajar, diartikan sebagai penampilan kapasitas atau
kemampuan serta motivasi yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang, untuk mendapatkan
prestasi sesuai standar atau target dan sasaran serta kriteria yang sudah disepakati sebelumnya pada
periode tertentu dalam setiap beraktivitas atau pelaksanaan tugas atau pekerjaan. Pendidikan guru
profesional harus dilandasi proses akademik yang berjenjang, sehingga tranformasi ilmu pengetahuan
harus disertai kemampuan untuk memahami administrasi pendidikan dan keterampilan mengajar secara
faktual. Oleh karena itu, maka setiap LPTK memandang perlu mengembangkan mata kuliah yang
membekali mahasiswa dengan pengetahuan administrasi pendidikan dan keterampilan mengajar. Atas
dasar kepentingan itu, maka pada semester 6 disiapkan mata kuliah pembelajaran mikro yang lebih
dikenal dengan nama mata kuliah micro teaching.
Pada mata kuliah ini, mahasiswa mempelajari kebutuhan administrasi pembelajaran dan teori
mengajar dilengkapi simulasi praktek mengajar. Keterlibatan mahasiswa secara penuh dalam PBM
memberikan peluang mengembangkan pengetahuan serta pemahaman materi khusus micro teaching,
pemahaman dan pemanfaatan kemampuan sendiri termasuk kemampuan belajar mandiri. Terkait
dengan hal ini, kegiatan perkuliahan Microteaching dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif jalan
untuk membangun keterampilan mahasiswa calon guru dalam melaksanakan pembelajaran berpusat
pada siswa. Hal ini dikarenakan Microteaching adalah bentuk kegiatan yang khusus dikembangkan untuk
meningkatkan profesionalitas guru yang tujuan utamanya adalah peningkatan kualitas kemampuan dan
keahlian guru dalam melaksanakan pembelajaran (Koc dkk., 2016; Ferna’ndez, 2010; Karçkay dkk.,
2009).
Sejalan dengan kebijakan program tersebut, maka peningkatan kualitas kegiatan pendidikan
dilandasi keunggulan lokal agar dapat berkiprah di lingkungan nasional maupun global. Dasar yang
melandasi kebijaksanaan pengembangan jangka panjang adalah minat masyarakat dan pemerintah
terhadap LPTK yang berupaya mengembangkan keunggulan lokal serta memiliki eksistensi bahkan
33 |
potensi yang diakui secara juridis maupun de facto dalam hal pengembangan media baru di bidang
teknologi, memberikan pelayanan memadai dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
kualitas proses pembentukan manusia yang beriman serta terampil bahkan sekaligus menghasilkan
tenaga ahli sesuai dengan peran dan fungsinya. Mekanisme yang ditempuh untuk dapat menyusun
rencana jangka panjang itu adalah dengan melakukan studi kelayakan terhadap kebutuhan terhadap
lulusan sarjana kependidikan dan urgensi program yang ditawarkan, yang dituangkan dalam format
kebijakan pengembangan rencana induk seperti: (1) peningkatan produktivitas atau efisiensi internal
dan eksternal pendidikan serta perbaikan iklim belajar mengajar; (2) peningkatan kemampuan tumbuh
kembang atau peningkatan pengembangan sistem dan kemampuan pengelolaan lembaga,
pendayagunaan maupun pemanfaatan sarana akademik serta mekanisme pemanfaatan sumber. Upaya
pengembangan dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah mahasiswa dari tahun ke tahun agar
signifikan terutama pada program pendidikan keguruan, mendorong minat dosen menggeluti
spesialisasi di bidang pengelolaan perkuliahan micro teaching.
Mengajar bukanlah proses yang sederhana, melainkan proses yang kompleks, dimana guru
dituntut untuk mentransfer ilmu pengetahuan, menguasai teknik mengajar agar dapat mengadaptasikan
berbagai teknik mengajar kepada siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta bakat yang
berbeda. Sanjaya (2011) Mengajar merupakan suatu pekerjaan atau usaha untuk membuat siswa yang
diajar itu melakukan kegiatan belajar. Tugas dan tanggung jawab pengajar ialah mengelola pengajaran
dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif yang ditandai dengan adanaya kesadaran keterlibatan
aktif diantara kedua subjek pengajar; guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing,
sedangkan siswa sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam
mengajar.
Guru adalah kunci untuk membangun peradaban bangsa. Oleh karena itu untuk membangun
bangsa diperlukan guru yang professional. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan
Perguruan tinggi yang menjadi tumpuan untuk mencetak tenaga-tenaga profesional dalam dunia
pendidikan. Keberhasilan LPTK dalam hal ini adalah perguruan tinggi sangat menentukan mutu calon
tenaga pengajar/guru untuk menghasilkan lulusan yang Terampil. Mata kuliah pembelajaran mikro atau
micro teaching adalah mata kuliah keahlian berkarya yang wajib diambil oleh mahasiswa semester VI
sebelum mahasiswa melaksanakan PPL.
Latihan pengajaran mikro berfungsi sebagai latihan permulaan sebelum mengikuti praktek
keguruan dalam kondisi yang sebenarnya di sekolah. Mata kuliah ini bertujuan membekali mahasiswa
tentang keterampilan-keterampilan dasar mengajar. Delapan keterampilan dasar mengajar tersebut
adalah 1) keterampilan membuka dan menutup pembelajaran, 2) keterampilan menjelaskan, 3)
keterampilan bertanya (dasar, lanjut), 4) keterampilan mengadakan variasi, 5) keterampilan
memberikan penguatan, 6) keterampilan mengelola kelas, 7) keterampilan membelajarkan kelompok
kecil dan perorangan, 8) keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil (Asril, 2017).
Mata kuliah pembelajaran mikro berisi tentang hakikat pembelajaran mikro dan delapan
keterampilan dasar mengajar. Pada perkuliahan ini masing-masing mahasiswa diberikan kesempatan
sebanyak 2 kali untuk tampil praktik mengajar dengan skala kecil. Setelah kegiatan praktik mengajar
34 |
setiap mahasiswa diberikan kritik dan saran guna perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
Pembelajaran micro teaching yang diperoleh mahasiswa diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
menguasai delapan keterampilan mengajar , namun tidak sedikit mahasiswa yang kesulitan dalam
menguasai keterampilan dasar mengajar.
Pelaksanaan mata kuliah pembelajaran mikro atau micro teaching banyak ditemukan
permasalahan diantaranya adalah kurang terampilnya mahasiswa dalam menerapkan delapan
keterampilan mengajar pada praktik mengajar. Kurang terampilnya mahasiswa menerapkan
keterampilan dasar mengajar dalam praktik mengajar, ternyata setelah dianalisis didapatkan bahwa apa
yang disampaikan oleh dosen kurang diingat oleh mahasiswa. Selain itu juga tidak adanya bahan ajar
tentang delapan keterampilan mengajar sebagai referensi buku ajar untuk perkuliahan pembelajaran
mikro. Karakteristik desain pengelolaan laboratorium mikroteaching dengan siklus PPEPP dikembangkan
dengan memperhatikan unsur-unsur model pembelajaran yakni sintakmatik, sistem reaksi, sistem sosial,
sistem pendukung dan sistem pengiring.
Sistem pendukung mengacu pada sarana yang diperlukan untuk melaksanakan model ini adalah
segala sesuatu yang menyangkut kebutuhan mahasiswa untuk dapat menggali berbagai informasi yang
sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan masalah. Artikel, makalah, jurnal yang
menyangkut masalah pembelajaran baik yang berasal buku, internet, maupun sumber-sumber lain
menjadi bahan perkuliahan mikroteaching. Selain itu, fasilitas penunjang seperti LCD, papan tulis,
berbagai media yang dibutuhkan juga sangat penting peranannya dan laboratorium microteaching.
Contoh desain sistem pengelolaan microteaching dengan siklus PPEPP
35 |
dapat dilihat pada Gambar 1 dan Tabel 1.
Gambar
1. Desain
Sistem
36 |
f. Pembagian tugas
kelompok (guru
atau praktikan,
observer dan siswa)
2. Pelaksanaan
a. Sosialisasi
penggunaan
laboratorium
microteaching oleh
kepala lab
b. Praktek mengajar di
laboratorium
microteaching
c. Pelaksanaan
observasi oleh
dosen, observer
(mahasiswa), siswa
(mahasiswa)
3. Evaluasi
a. Pemutaran kembali
video praktek
mengajar
b. Praktikan
memberikan
pendapatnya
terhadap
penampilan
mengajarnya
c. Diskusi bersama
(praktikan, dosen,
observer dan siswa)
sebagai bahan
perbaikan
4. Pengendalian
a. Pengumpulan data
dari hasil penilaian
lembar observasi
dan rekaman video
b. Identifikasi
kelemahan dan
kelebihan praktikan
dari data informasi
yang diperoleh
c. Pemberian tindakan
korektif oleh dosen
kepada praktikan
37 |
sebagai bahan
perbaikan pada
praktek mengajar
berikutnya
d. Mempersiapkan
praktek mengajar
dengan
keterampilan dasar
mengajar
terintegrasi
5. Peningkatan
a. Praktikan
mempelajari
tindakan korektif
b. Praktikan
melakukan praktek
mengajar
terintegrasi
c. Melakukan
penilaian akhir
38 |
BAB 4 Teknis Pelaksanaan Pembelajaran Micro Teaching dengan
Siklus PPEPP
Microteaching merupakan pengajaran yang sifatnya latihan mengajar, perlunya tempat khusus
yaitu laboratorium secara representatif telah tersedia perangkat peralatan untuk menunjang kegiatan
praktik pengajaran micro teaching. pelaksanaan pembelajaran microteaching dengan siklus PPEPP Mata
kuliah Microteaching bertujuan agar mahasiswa menguasai keterampilan-keterampilan mengajar,
menerapkan berbagai macam strategi mengajar bidang studi tertentu dalam bentuk simulasi pengajaran
terbatas dengan sintak pengelolaan pembelajaran dalam perkuliahaan menggunakan siklus PPEPP
dalam perkuliahaan microteaching dengan mengadopsi manual mutu SPMI.
Pengajaran mikro merupakan pelatihan tahap awal dalam pembentukan kompetensi mengajar
melalui pengaktualisasian dasar mengajar. Pada dasarnya pengajaran mikro merupakan suatu metode
pembelajaran atas dasar perfoma yang tekniknya dilakukan dengan cara melatihkan komponen-
komponen kompetensi dasar mengajar (teaching skill) dalam proses pembelajaran sehingga calon guru
benar-benar mampu menguasai setiap komponen satu persatu atau beberapa komponen secara
terpadu dalam situasi pembelajaran yang disederhanakan atau dikecilkan dilihat dari aspek komponen
pembelajaran, materi peserta didik, maupun waktu.
Micro teaching dilaksanakan secara laboratoris yang berbentuk simulasi, karena pengalaman
belajar merupakan kompetensi yang diperoleh dari kajian pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap
maupun kecakapan yang berdampak pada perubahan metode berpikir bahkan bertindak seorang
mahasiswa. Agar kinerja setiap individu yang mengikuti latihan mengajar optimal, maka perlu didesain
sistem pengelolaan laboratorium micro teaching yang mengikuti siklus Sistem Penjaminan Mutu Internal
(SPMI) yaitu: Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian dan Peningkatan (PPEPP) untuk
meningkatkan mutu latihan mengajar, sehingga terwujud pendidikan Indonesia yang bermutu.
Penjaminan mutu merupakan hal strategis dalam suatu perguruan tinggi. Penjaminan mutu juga
merupakan kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu Pendidikan Tinggi secara berencana dan
berkelanjutan. Penjaminan mutu Pendidikan Tinggi dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi,
pengendalian, dan peningkatan standar Pendidikan Tinggi. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI)
bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Tujuan ini
hanya dapat dicapai apabila setiap perguruan tinggi telah mengimplementasikan SPMI dengan baik dan
benar, dan luarannya berupa akreditasi melalui sistem penjaminan mutu eksternal (SPME). Secara
khusus SPMI bertujuan untuk melihat: (a) memastikan ketercapaian visi dan pelaksanaan misi perguruan
tinggi tersebut, dan (b) pemenuhan kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders) perguruan tinggi
tersebut. Dengan demikian urgensi dikembangkannya perangkat lunak Sistem Penjaminan Mutu
menjadi utama bagi perguruan tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Sistem
Penjaminan Mutu (Rolliawati, 2018).
39 |
Penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi dapat diselenggarakan melalui berbagai
model manajemen kendali mutu. Salah satu model manajemen yang dapat digunakan adalah model
Penetapan – Pelaksanaan – Evaluasi – Pengendalian – Peningkatan (PPEPP) yang akan menghasilkan
pengembangan berkelanjutan (continuous improvement) atau kaizen mutu pendidikan tinggi di
perguruan tinggi. Manajemen kendali mutu dengan model PPEPP secara jelas diatur dalam Pasal 52 ayat
(2) Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (Sapendi, 2016).
Model manajemen PPEPP tersebut mengharuskan setiap unit di lingkungan institusi untuk
senantiasa melakukan proses evaluasi diri secara berkala guna menilai kinerjanya sendiri dengan
menggunakan standar dan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi diri akan dilaporkan kepada
pimpinan yang bersangkutan, seluruh staf pada aras bersangkutan, dan kepada pimpinan institusi.
Terhadap hasil evaluasi diri, pimpinan yang bersangkutan dan pimpinan institusi akan membuat
keputusan tentang langkah atau tindak lanjut yang harus dilakukan untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu secara terus-menerus sebagaimana disajikan pada Gambar.
Melaksanakan penjaminan mutu dengan model manajemen PPEPP juga mengharuskan setiap
aras dalam institusi bersikap terbuka, kooperatif, dan siap untuk diaudit/diperiksa oleh tim auditor
internal yang telah mendapat pelatihan khusus tentang audit SPMI. Audit yang dilakukan akan direkam
dan dilaporkan kepada pimpinanyang bersangkutan dan institusi, untuk kemudian diambil tindakan
tertentu berdasarkan hasil temuan dan rekomendasi dari tim auditor.
Kinerja mahasiswa selama latihan mengajar, diartikan sebagai penampilan kapasitas atau
kemampuan serta motivasi yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang, untuk mendapatkan
prestasi sesuai standar atau target dan sasaran serta kriteria yang sudah disepakati sebelumnya pada
periode tertentu dalam setiap beraktivitas atau pelaksanaan tugas atau pekerjaan. Pendidikan guru
profesional harus dilandasi proses akademik yang berjenjang, sehingga tranformasi ilmu pengetahuan
harus disertai kemampuan untuk memahami administrasi pendidikan dan keterampilan mengajar secara
faktual. Oleh karena itu, maka setiap LPTK memandang perlu mengembangkan mata kuliah yang
membekali mahasiswa dengan pengetahuan administrasi pendidikan dan keterampilan mengajar. Atas
40 |
dasar kepentingan itu, maka pada semester 6 disiapkan mata kuliah pembelajaran mikro yang lebih
dikenal dengan nama mata kuliah micro teaching.
Pada mata kuliah ini, mahasiswa mempelajari kebutuhan administrasi pembelajaran dan teori
mengajar dilengkapi simulasi praktek mengajar. Keterlibatan mahasiswa secara penuh dalam PBM
memberikan peluang mengembangkan pengetahuan serta pemahaman materi khusus micro teaching,
pemahaman dan pemanfaatan kemampuan sendiri termasuk kemampuan belajar mandiri. Terkait
dengan hal ini, kegiatan perkuliahan Microteaching dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif jalan
untuk membangun keterampilan mahasiswa calon guru dalam melaksanakan pembelajaran berpusat
pada siswa. Hal ini dikarenakan Microteaching adalah bentuk kegiatan yang khusus dikembangkan untuk
meningkatkan profesionalitas guru yang tujuan utamanya adalah peningkatan kualitas kemampuan dan
keahlian guru dalam melaksanakan pembelajaran (Koc dkk., 2016; Ferna’ndez, 2010; Karçkay dkk.,
2009).
Sejalan dengan kebijakan program tersebut, maka peningkatan kualitas kegiatan pendidikan
dilandasi keunggulan lokal agar dapat berkiprah di lingkungan nasional maupun global. Dasar yang
melandasi kebijaksanaan pengembangan jangka panjang adalah minat masyarakat dan pemerintah
terhadap LPTK yang berupaya mengembangkan keunggulan lokal serta memiliki eksistensi bahkan
potensi yang diakui secara juridis maupun de facto dalam hal pengembangan media baru di bidang
teknologi, memberikan pelayanan memadai dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap
kualitas proses pembentukan manusia yang beriman serta terampil bahkan sekaligus menghasilkan
tenaga ahli sesuai dengan peran dan fungsinya. Mekanisme yang ditempuh untuk dapat menyusun
rencana jangka panjang itu adalah dengan melakukan studi kelayakan terhadap kebutuhan terhadap
lulusan sarjana kependidikan dan urgensi program yang ditawarkan, yang dituangkan dalam format
kebijakan pengembangan rencana induk seperti: (1) peningkatan produktivitas atau efisiensi internal
dan eksternal pendidikan serta perbaikan iklim belajar mengajar; (2) peningkatan kemampuan tumbuh
kembang atau peningkatan pengembangan sistem dan kemampuan pengelolaan lembaga,
pendayagunaan maupun pemanfaatan sarana akademik serta mekanisme pemanfaatan sumber. Upaya
pengembangan dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah mahasiswa dari tahun ke tahun agar
signifikan terutama pada program pendidikan keguruan, mendorong minat dosen menggeluti
spesialisasi di bidang pengelolaan perkuliahan micro teaching.
Mengajar bukanlah proses yang sederhana, melainkan proses yang kompleks, dimana guru
dituntut untuk mentransfer ilmu pengetahuan, menguasai teknik mengajar agar dapat mengadaptasikan
berbagai teknik mengajar kepada siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta bakat yang
berbeda. Sanjaya (2011) Mengajar merupakan suatu pekerjaan atau usaha untuk membuat siswa yang
diajar itu melakukan kegiatan belajar. Tugas dan tanggung jawab pengajar ialah mengelola pengajaran
dengan lebih efektif, dinamis, efisien, dan positif yang ditandai dengan adanaya kesadaran keterlibatan
aktif diantara kedua subjek pengajar; guru sebagai penginisiatif awal dan pengarah serta pembimbing,
sedangkan siswa sebagai yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri dalam
mengajar.
41 |
Guru adalah kunci untuk membangun peradaban bangsa. Oleh karena itu untuk membangun
bangsa diperlukan guru yang professional. Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) merupakan
Perguruan tinggi yang menjadi tumpuan untuk mencetak tenaga-tenaga profesional dalam dunia
pendidikan. Keberhasilan LPTK dalam hal ini adalah perguruan tinggi sangat menentukan mutu calon
tenaga pengajar/guru untuk menghasilkan lulusan yang Terampil. Mata kuliah pembelajaran mikro atau
micro teaching adalah mata kuliah keahlian berkarya yang wajib diambil oleh mahasiswa semester VI
sebelum mahasiswa melaksanakan PPL.
Latihan pengajaran mikro berfungsi sebagai latihan permulaan sebelum mengikuti praktek
keguruan dalam kondisi yang sebenarnya di sekolah. Mata kuliah ini bertujuan membekali mahasiswa
tentang keterampilan-keterampilan dasar mengajar. Delapan keterampilan dasar mengajar tersebut
adalah 1) keterampilan membuka dan menutup pembelajaran, 2) keterampilan menjelaskan, 3)
keterampilan bertanya (dasar, lanjut), 4) keterampilan mengadakan variasi, 5) keterampilan
memberikan penguatan, 6) keterampilan mengelola kelas, 7) keterampilan membelajarkan kelompok
kecil dan perorangan, 8) keterampilan memimpin diskusi kelompok kecil (Asril, 2017).
Mata kuliah pembelajaran mikro berisi tentang hakikat pembelajaran mikro dan delapan
keterampilan dasar mengajar. Pada perkuliahan ini masing-masing mahasiswa diberikan kesempatan
sebanyak 2 kali untuk tampil praktik mengajar dengan skala kecil. Setelah kegiatan praktik mengajar
setiap mahasiswa diberikan kritik dan saran guna perbaikan untuk pembelajaran berikutnya.
Pembelajaran micro teaching yang diperoleh mahasiswa diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam
menguasai delapan keterampilan mengajar , namun tidak sedikit mahasiswa yang kesulitan dalam
menguasai keterampilan dasar mengajar.
Pelaksanaan mata kuliah pembelajaran mikro atau micro teaching banyak ditemukan
permasalahan diantaranya adalah kurang terampilnya mahasiswa dalam menerapkan delapan
keterampilan mengajar pada praktik mengajar. Kurang terampilnya mahasiswa menerapkan
keterampilan dasar mengajar dalam praktik mengajar, ternyata setelah dianalisis didapatkan bahwa apa
yang disampaikan oleh dosen kurang diingat oleh mahasiswa. Selain itu juga tidak adanya bahan ajar
tentang delapan keterampilan mengajar sebagai referensi buku ajar untuk perkuliahan pembelajaran
mikro. Karakteristik desain pengelolaan laboratorium mikroteaching dengan siklus PPEPP dikembangkan
dengan memperhatikan unsur-unsur model pembelajaran yakni sintakmatik, sistem reaksi, sistem sosial,
sistem pendukung dan sistem pengiring.
Sistem sosial yang menjadi acuan dalam pengembangan desain sistem pengelolaan
microteaching dengan siklus PPEPP terletak pada iklim demokratis. Setiap mahasiswa baik secara
individu maupun kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam mengutarakan pendapat. Kegiatan
ini mengutamakan pendapat yang berasal dari pengalaman individu maupun kelompok terhadap
42 |
masalah yang menjadi titik sentral kegiatan pembelajaran. Solusi yang dihasilkan berupa consensus atau
kesepakatan antara kelompok-kelompok mahasiswa dengan pengajar yang bertindak sebagai juri.
Berkenaaan dengan sistem reaksi dalam kelas yang menggunakan model pembelajaran desain
sistem pengelolaan microteaching dengan siklus PPEPP. Peran pengajar (dosen) adalah sebagai konselor
dan konsultan yang memberikan kritik yang bersahabat, peran pengajar meliputi: membantu dan
mengarahkan pada saat proses pemecahan masalah, tahap pengelolaan kelas, dan tahap pemaknaan
secara perorangan terutama saat mahasiswa mempraktikkan cara mengajar mereka di depan kelas.
Sistem pendukung mengacu pada sarana yang diperlukan untuk melaksanakan model ini adalah
segala sesuatu yang menyangkut kebutuhan mahasiswa untuk dapat menggali berbagai informasi yang
sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan masalah. Artikel, makalah, jurnal yang
menyangkut masalah pembelajaran baik yang berasal buku, internet, maupun sumber-sumber lain
menjadi bahan perkuliahan mikro inovatif. Selain itu, fasilitas penunjang seperti LCD, papan tulis,
berbagai media yang dibutuhkan juga sangat penting peranannya.
Rancangan pembelajaran yang telah disusun oleh peserta kemudian diimplementasikan dalam
suatu pembelajaran. Dalam model ini, kegiatan microteaching dibagi menjadi dua tahapan. Pada
microteaching tahap pertama, pembelajaran dilakukan dalam kelompok kecil yang terdiri atas 6-7
peserta (1 peserta sebagai guru dan 5-6 peserta sebagai siswa sekaligus bertindak sebagai observer).
Namun pada microteaching tahap kedua, pembelajaran dilakukan dalam kelompok yang lebih besar,
yaitu beranggotakan 12 – 14 peserta per kelompok. Peralihan microteaching tahap pertama ke tahap
kedua dilakukan jika setiap peserta telah mendapatkan giliran sebagai guru pada microteaching tahap
pertama.
Pada pelaksanaan pembelajaran, pada saat yang bersamaa peserta yang berperan sebagai siswa
juga berperan sebagai observer kegiatan pembelajaran. Untuk melakukan observasi tersebut, peserta
dibekali dengan pedoman observasi (Tabel 4). Pedoman observasi tersebut disampaikan jauh sebelum
kegiatan microteaching dilakukan agar menjadi pemahaman bersama sehingga observer yang saat
bersamaan berperan sebagai siswa sudah memiliki bayangan aspek apa yang harus diamati dari
penampilan mengajar guru.
43 |
Setelah pelaksanaan pembelajaran, kelompok peserta microteaching langsung mendiskusikan
kegiatan pembelajaran tersebut untuk dievaluasi. Kegiatan evaluasi ini dilakukan dalam tiga tahapan,
yaitu pertama-tama guru melakukan evaluasi diri guru (self evaluation), kemudian evaluasi dari observer
(peer evaluation), dan selanjutnya guru dan observer bersama-sama mendiskusikan hal-hal yang perlu
dilakukan untuk memperbaiki kualitas pengajaran guru.
Evaluasi penampilan mengajar guru difokuskan pada dua poin, yaitu pertama hal yang dianggap
sudah baik dari penampilan guru (good points) dan kedua hal yang perlu diperbaiki dari penampilan
guru (correction points). Metode observasi ini diperkenalkan dengan istilah G&C Evaluation Protocol
(Good and Correction Evaluation Protocol). Pada Good Points, tim observer diharuskan mengungkapkan
2 atau 3 hal yang dianggap paling penting dan urgen untuk disampaikan kepada peserta yang bertindak
sebagai guru untuk dipertahankan dan bila perlu ditingkatkan. Sedangkan pada Correction Points, tim
observer diharuskan untuk menyampaikan 2 atau 3 hal yang dianggap paling penting dan urgen terkait
dengan penampilan mengajar guru untuk diperbaiki dan lebih lanjut untuk didiskusikan bersama solusi
perbaikannya.
Pengajaran mikro merupakan real teaching, tetapi dalam skala mikro. Karakteristik yang khas
dalam pengajaran mikro adalah komponen-komponen dalam pengajaran yang dimikrokan
(disederhanakan). Dalam pengajaran sesungguhnya (real teaching), lingkup pembelajaran bisa tidak
terbatas, tetapi di pengajaran mikro terbatas pada satu kompetensi dasar atau satu hasil belajar dan
satu pokok materi bahasan tertentu. Demikian pula dalam hal alokasi waktu yang terbatas antara 10-15
menit, sedangkan pada kelas sesungguhnya, praktik mengajar memerlukan waktu antara 35-45 siswa.
jumlah siswa dalam pengajaran mikro terbatas hanya 10-15 siswa, sedangkan pada kelas sebenarnya
antara 30-40 siswa. Dan keterampilan yang dilatihkan juga terbatas (terisolasi), sedangkan pada kelas
sebenarnya merupakan gabungan dari keseluruhan (terintegrasi) dari beberapa keterampilan mengajar.
Dengan demikian, ciri khas pengajaran mikro adalah real teaching yang dimikrokan meliputi jumlah
siswa, alokasi waktu, fokus keterampilan, kompetensi dasar, hasil belajar, dan materi pokok
pembelajaran yang terbatas. Pelaksanaan pengajaran mikro pada prinsipnya merupakan sosialisasi pola-
pola pengajaran yang sesungguhnya (real teaching) yang didesain dalam bentuk mikro. Setiap calon
guru membuat persiapan mengajar yang kemudian dilaksanakan dalam proses pembelajaran bersama
siswa atau teman sejawat (peer teaching) dengan setting kondisi dan konteks kegiatan belajar mengajar
yang sesungguhnya.
44 |
Pengajaran mikro (micro-teaching) merupakan salah satu bentuk model praktek kependidikan
atau pelatihan mengajar. Dalam konteks yang sebenarnya, mengajar mengandung banyak tindakan, baik
mencakup teknis penyampaian materi, penggunaan metode, penggunaan media, membimbing belajar,
memberi motivasi, mengelola kelas, memberikan penilaian dan seterusnya. Dengan kata lain, bahwa
perbuatan mengajar itu sangatlah kompleks. Oleh karena itu, dalam rangka penguasaan keterampilan
dasar mengajar, calon guru atau dosen perlu berlatih secara parsial, artinya tiap-tiap komponen
keterampilan dasar mengajar itu perlu dikuasai secara terpisah-pisah (isolated) dan selanjutnya secara
integrasi dengan menggunakan keterampilan mengajar secara keseluruhan.
Pengajaran mikro dilakukan dengan melatih calon guru dalam mengajarkan sebagian dari
beberapa bagian materi pelajaran atau suatu keterampilan dengan batas-batas yang telah ditentukan,
dan biasanya juga memberikan batasan-batasan bagi siswanya yang terdiri dari rekan-rekan calon guru
yang berlatih tersebut. Menurut Saputri (2013) mengingat pelaksanaan PPL merupakan suatu sistem,
maka keberhasilannya tidak hanya didukung oleh microteaching saja. Namun ada faktor lain yang
menjadi pengaruh kemampuan mahasiswa pada saat PPL, salah satunya adalah guru pamong. Peran
guru pamong dalam memberikan bimbingan dapat mempengaruhi mahasiswa dalam melaksanakan PPL.
Menurut Utomo (2012) keberhasilan mahasiswa dalam menjalankan PPL sangat dipengaruhi
oleh banyak faktor. Faktorfaktor tersebut dapat berasal dari diri sendiri (internal) maupun dari luar diri
mahasiswa (eksternal), karena PPL merupakan paduan antara kemampuan teoritis maupun praktis.
Menurut Pinasti (2008) faktor yang mempengaruhi efektivitas pembelajaran antara lain kemampuan
dalam menggunakan metode, media dan strategi pembelajaran yang digunakan. Kaitannya dengan
kegiatan microteaching , efektivitas dipengaruhi oleh faktor tujuan, peserta didik, situasi fasilitas dan
kesiapan mahasiswa itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa efektivitas pelaksanaan microteaching
merupakan pencerminan untuk mencapai tujuan pelaksanaan microteaching yang tepat pada
sasarannya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Untuk melaksanakan proses pembelajaran
microteaching yang seharusnya di laboratorium yang ruangannya kedap suara dengan ukuran minimal 4
x 5, seperti idealnya ruangan tempat kuliah biasa, dan dibatasi antara ruangan sebelah kiri dan sebelah
kanan dengan kaca gelap, tembus pandang dari luar. Tujuannya, supaya calon guru yang sedang
melaksanakan aktivitas proses pembelajaran tidak terganggu melihat mahasiswa lain yang sedang
mengamati.Tata isi ruangan pembelajaran microteaching Laptop, LCD, AC (Air condition), TV Monitor
dan kamera (Asril, 2011).
45 |
DAFTAR PUSTAKA
Asril, Z. (2011), Microteaching disertai dengan pedoman Pengalaman lapangan, Jakarta, Penerbit
Rajawali Pers.
Djamarah., B. (2010). Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif (Suatu Pendekatan Teoretis
Psikologi). Jakarta: Rineka Cipta.
Ferna´ndez, M. L. (2010). Investigating how and what prospective teachers learn through microteaching.
Teaching and Teacher Education, 2010: 351-362.
Hamalik, O., 2014. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.
Helmiati. 2014. Micro Teaching Melatih Keterampilan Dasar Mengajar. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Iriyani, D. 2008. Pengembangan Supervisi Klinis Untuk Meningkatkan Keterampilan Dasar Mengajar 72.
JURNAL PEMBELAJARAN BIOLOGI, VOLUME 2, NOMOR 1, MEI 2015. Guru. Jurnal Didaktika (2)
hal 278- 285. Online at http://utsurabaya.files.wordpress.co m/2010/08/dwi-iriyani.pdf.
Diunduh pada 2 Nopember 2018.
Iriaji., 2006. Pengembangan Silabus, Rancangan Perkuliahan dan Identifikasi Pokok Kajian, Bahan Kajian
untuk Dosen Magang. Malang: Fakultas Sastra Jurusan Seni dan Desain Universitas Negeri
Malang.
Karçkay, A. T., & Sanlı, S. (2009). The effect of micro teaching application on the preservice teachers’
teacher competency levels. Procedia Social and Behavioral Sciences, 2009: 844–847.
Koc, B., & Ilya, A. 2016. Exploring Pre-service Language Teachers’ Perceptions and Actual Practices of
Giving Feedback in Micro-teaching. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 2016: 421 – 429.
Rohmadi, M. 2012. Menjadi Guru Profesional & Berkarakter untuk membangun Insan Kreatif dan
Berbudaya. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sanjaya. W., 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana
Prenada Media.
46 |
Saputri, DN., Siswandari., Ngadiman. (2013), Pengaruh microteaching dan Bimbingan Guru Pamong Terhadap
Kemampuan Mengajar Mahasiswa PPL FKIP UNS SURAKARTA, Jupe UNS, Vol 1:1-11.
Sardiman, A., 2014. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Perss.
Sugiarto, B. 2010. Pengembangan Bahan Ajar Pengajaran Mikro Matematika Kelas SBI. Jurnal
Matematika Kreatif–Inovatif. 1(1), 1-10
Sukirman, D., 2012, Micro Teaching, Direktorat Jendral Pendidikan Agama Islam kementrian Agama.
Supriatna, E., 2015, KETERAMPILAN GURU DALAM MEMBUKA Dan MENUTUP PELAJARAN PENDIDIKAN
JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SMAN SE-KOTA PONTIANAK, Jurnal Pendidikan
Jasmani Indonesia Volume 11, Nomor 1. Jurusan Pendidikan Olahraga Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta, (online)
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpji/article/viewFile/8173/6844.
Suwarna, dkk. 2006. Pengajaran Mikro. Pendekatan Praktis dalam Menyiapkan Pendidik Profesional.
Yogyakarta: Tiara Wacana
Tarmedi,E., 2005. Mengenal Pembelajaran Mikro (micro Teaching). Modul Pelatihan Dosen Pengampu
Pengajaran Mikro Universitas Negeri Yogyakarta tanggal 25-26 November 2005.
Utomo, S,W. (2012), Pengaruh Prestasi Belajar Perencanaan Pengajaran Dan Microteaching Terhadap
Praktik Pengalaman Lapangan Mahasiswa Pendidikan Akuntansi IKIP PGRI Madiun. ASSET: Jurnal
Akuntansi dan Pendidikan, Vol. 1, No. 1:56-65.
Pinasti, I.S. (2008). Efektifitas Real Microteaching p ada Program PPL I (Microteaching ) Di Program Studi
Pendidikan Sosiologi FISE UNY DIMENSIA, Vol. 2, No. 2 (September 2017) :11-19.
Zainal., A, 2017. Micro Teaching Disertai Dengan Pedoman Pengalaman Lapangan. Jakarta: Rajawali.
Lampiran 1.
47 |
KETERAMPILAN 1. KETERAMPILAN BERTANYA
4. Memindahkan giliran
7. Merespon siswa
Jumlah
Nilai
Kategori
Penilai
Dosen Pembimbing/Pengamat,
........................................................
48 |
LEMBAR PENILAIAN PEER TEACHING
KETERAMPILAN 2 MEMBERI PENGUATAN
Pilihan Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
Jumlah
Nilai
Kategori
Penilai
Dosen Pembimbing/Pengamat,
.........................................................
49 |
LEMBAR PENILAIAN PEER TEACHING
NPM : ……………………………………
Pilihan Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
Jumlah
Nilai
Kategori
Penilai
Dosen Pembimbing/Pengamat,
........................................................
50 |
LEMBAR PENILAIAN PEER TEACHING
NPM : ……………………………………
Pilihan Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
pemahaman siswa
Jumlah
Nilai
Kategori
Penilai
Dosen Pembimbing/Pengamat,
................................................
51 |
LEMBAR PENILAIAN PEER TEACHING
NPM : ……………………………………
Pilihan Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
7. Mengaitkan antarpelajaran
Jumlah
Nilai
Kategori
Penilai
Dosen Pembimbing/Pengamat,
.........................................................
52 |
LEMBAR PENILAIAN PEER TEACHING
NPM : ……………………………………
Pilihan Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
1. Merumuskan tujuan
Berpartisipasi
Jumlah
Nilai
Kategori
Penilai
Dosen Pembimbing/Pengamat,
........................................................
53 |
LEMBAR PENILAIAN PEER TEACHING
NPM : ……………………………………
Pilihan Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
1. Merumuskan tujuan
berpartisipasi
Jumlah
Nilai
Kategori
Penilai
Dosen Pembimbing/Pengamat,
.........................................................
54 |
LEMBAR PENILAIAN PEER TEACHING
NPM : ……………………………………
Pilihan Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
4. Memberi teguran
5. Memberi penguatan
6. Mengelola kelompok
Jumlah
Nilai
Kategori
Penilai
Dosen Pembimbing/Pengamat,
.........................................................
55 |
LEMBAR PENILAIAN PEER TEACHING
NPM : ……………………………………
Pilihan Keterangan
No Aspek yang diamati
Ya Tidak
3. Merencanakan kegiatan
4. Memberi nasehat
Jumlah
Nilai
Kategori
Penilai
Dosen Pembimbing/Pengamat,
.........................................................
56 |