Ill {9ddd
&
World Health Organizatio.
Pedoman
Penggolongan dan
Diagnosis
Gangguan Jiwa
di Indonesia Ill
Cetakan pertama
Departemen Kesehatan R.1.
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik
1993Published by the World Health Organization in 1992 under the tittle
The ICD-10 Ctassification of Mental and Behavioral Disorders <'
Clinical descriptions and diagnostic guidelines ~ World Health
Organization 1992,
‘The Director General of the World Health Organization has granted
rights Tos a paralel edition in Bahasa Indonesia and English to the
Directorate of Mental Health, Directorate General of Medical Care,
Ministry of Health, Republic of Indonesia, which is solely cespon-
sible for the translated portions of the text.
Katalog Dalam Terbitan, Departemen Kesehatan RI
362.200 14
Ind Indonesia. Departemen Kesehatan. Direktorat
P Jenderal Pelayanan Medik,
Pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa di Indonesia SM. — Cet,
pertama. — Jakarta : Departemen Kese-
hatan. 1993,
1. Judul |, MENTAL HEALTH SERVICES. -*
NOMENCLATURESAMBUTAN
Penyusunan suat pedoman penggolongan atau Klasifikasi diagnosis
untuk psikiatri atau gangeuan jiwa bukanlah suatu pekerjaan yang mudah,
namun demikian, dengan berbagai kesulitan yang selalu ada, sejak tahun
1973, Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI telah berhasil
menyusun suatu pedoman penggolongan dan diagnosis untuk gangguan
jiwa dan produk pada waktu itu adalah Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia Edisi I. Pedoman itu
diguaakan sebagai pegangan oleh semua fasilitas pelayanan kesehatan jiwa
di Indonesia untuk kodifikasi dan komunikasi yang bertahan selama 10
tahun. :
Pada tahun 1983 Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan
RI untuk kedua kalinya menyusun pedoman penggolongan dan diagnosis
untuk gangguan jiwa yang menghasilkan PPDGJ di Indonesia Edisi IL. Sara
perbedaan antara PPDGJ Edisi I dan Il adalah bahwa penyusunan PPDGY
Edisi It dilakukan dengan mendasarkan pada 2 (dua) buah dokumen inter-
nasional sebagai acuan, masing-masing : International Classification of
Diseases IX (@CD-9) dan Diagnostic and Statistical Manual Third Edition
(DSM-III). Dengan demikian maka PPDGJ-II lebih mempunyai ailai
iimiah daripada hanya sekadar alat pemberi nomor dan untuk menyamakan
persepsi. Oleh karena itu, maka PPDGJ-II dapat digunakan tidak hanya
oleh fasilitas pelayanan kesehatan jiwa saja, tetapi juga oleh fasilitas
pendidikan, baik untuk pendidikan kedokteran umum maupun untuk pen-
didikan kedokteran jiwa. PPDGJ Edisi II ini juga bertahan sclama 10 tahun
lebih dan hingga kint masih digunakan.
Dengan diterbitkannya ICD-10, dirasakan sudah saatnya untuk
melakukan revisi dari PPDGJ-II agar kita tidak tertinggal dari negara lain,
maka Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI telah menyusun
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) Edisi IN.Berhubung pada saat penyusunan PPDG}J-HI ini dokumen yang sudah ada
sebagai bahan acuan hanya ICD-10 saja, sedangkan Diagnostic and Statis-
tical Manual (DSM) IV belum diterbitkan, maka untuk sementara PPDGJ-
TH baru merupakan terjemahan dari ICD-10 sambil menunggu DSM-IV
yang diharapkan akan diterbitkan dalam waktu tidak lama. Penecjemahan
ini merupakan hasil dari dua pestemuan yaitu : "Workshop to review ICD-
10 Chapter on Mental and Behavioural Disorders” dan “Pefatihan Diagno-
sis sesuai dengan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Siwa
II" di Ciloto pada tanggal 2 - 7 Februari 1993.
Penyempurnaan PPDGJ-HI dengan mengkombinasikan dengan
DSM-IV tetap perlu dilakukan untuk tidak mengurangi bobot dari PPDG)-
JH, agar tetap memiliki niJai ilmiah sehingga akan tetap dapat digunakan
oleh fasilitas pendidikan, baik pendidikan kedokteran umum maupun
pendidikan kedokteran jiwa.
Namun demikian, cetakan pertama ini diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan sementara akan suatu pedoman penggolongan dan diagnosis
yang sudah lebih baru dan mutakhir, dan yang betlaku internasional.
Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu séjak dari penyefenggaraan pertemuan, penerjemahan, pemba-
hasaa, pengeditan sampai penerbitan dari Pedoman Penggolongan daa
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia Edisi 11 ini,
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
DIREKTUR JENDPRAL PELAYANAN MEDIK
De BROTO WaASt
NIP. 140 022 724
teDAFTAR ISI
PEDOMAN PENGGOLONGAN DAN DIAGNOSIS
GANGGUAN JIWA III DI INDONESIA
PRAKATA
PENDAHULUAN
BEBERAPA CATATAN TENTANG KATEGORI TERPILIN
DALAM KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA DAN PERILA-
KU DALAM ICD-10
DAFTAR KATEGORI DIAGNOSIS
GAMBARAN KLINIS DAN PEDOMAN DIAGNOSTIK
Gangguan Mental Organik, Termasuk Gangguan Mental
Simtomatik
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif
Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham
Gangguan Suasana Perasaan (Mood [Afektif])
Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gang-
guan yang Berkaitan dengan Stres
Sindrom Tingkah Laku yang Berhubungan dengan
Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik
vii
25
48
49
Ba
103
137
168
226Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa
Retardasi Mental
Gangguan Perkembangan Psikologis
Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasa-
nya pada Masa Kanak dan Remaja
LAMPIRAN
vi
Kondisi Lain dari ICD-10 yang sering Berhubungan
dengan Gangeuan Jiwa dan Perilaku
Daftar Peserta dan Pembicara Pertemuan Paripyrma Penyusunan
PPDGIAM
Editorial Board PPDGJ-III dan Sekretariat
2T
292
301
337
379
305
409. PRAKATA
Ssjarah ICD & PPBGt
Pada awal tahun 1960-an, Program Kesehatan Jiwa dari WHO mulai
berperan setaca aktif di dalam program yang bertujuan untuk meningkat-
kan diagnosis dan klasifikasi gangguan jiwa. Pada wakiw ity, WHO
mengadakan suaty rangkaian pettemuan untuk mengkaji ulang pengeta-
huan, dengan secara aktif metibatkan wakil dari berbagai disiplin lain,
aliran psikiatri, dan semua negara di dafam grogcam tersebut. Hal ini
memacu dan mengembangkan siset tentang kriteria untuk klasifikasi dan
reliabilitas diagnosis, dan menghasilkan serta menyebarluaskan prosedut
untuk melakukan “rating” bersama dari wawancata dan metode penelitian
lain yang bermanfaat. Berbagai usulan untuk memperbaiki Klasifikasi
Gangguan Jiwa dihasilkan melalui konsuttasi yang ekstensif, dan hasilnya
digunakan untuk menyusun naskah Revisi ke-Vll dari International Classi~
fication of Diseases (CD-8). Suare “glossary” yang mendefinisikan setiap
Kategori gangguan jiwa juga dikembangkan di dalam ICD-8. Kegiatan
program ini juga menghasilkan suatu jaringan kerjasama dari perorangan
dan pusat-pusat yang melanjutkan untuk bekerja mengenai isu-isu yang
berkubungan dengan petbaikan klasifikasi diagnosis psikiatrik,
Tahun 1970-an menunjukkan perkembangan lebih Janjut dari minat untuk
memperbaiki Klasifikasi diagnosis psikiatrik di seluruh dunia. Perluasan
hubungan internasional, peayelenggaraan beberapa studi kolaboratif inter-
nasipnal, dan tersedianya berbagai pengobatan baru, semuanya membanti
perkembangan kecenderungan ini. Beberapa Badan Psikiatrik Nasional
mendorong pengembangan kriterta spesifik untuk klasifikasi, agar dapat
meningkatkan reljabilitas diagnostik. American Psychiatric Association
(APA) mengembangkan dan melontarkan Revisi ke-3 dari Diagnostic and
Statistical Manual (DSM-IIf), yang memasakkan kriteria operasional ke
dalam sistem Klasifikasinya.
vilPada tahun 1978, WHO memulai suatu proyek kerjasama jangka panjang
dengan Alcohol, Drug Abuse and Mental Health Administration
(ADAMHA) di Amerika Serikat, yang bertujuan untuk membantu mening-
katkan lebih tanjut klasifikasi dan diagnosis gangguan jiwa dan problema
yang berhubungan dengan alkohol dan obat-obatan. Suatu rangkaian loka-
karya yang melibatkan para ilmuwan dari sejumtah tradisi dan budaya
psikiatrik yang berbeda, melakukan peninjauan pengetahuan di daerah-
daerah khusus, dan mengembangkan rekomendasi untuk penelitian lebih
lanjut. Suatu konperensi internasional tentang Klasifikasi dan diagnosis
diselenggarakan di Kopenhagen, Denmark, pada tahun 1982 untuk meng-
kaji ulang rekomendasi yang timbul dari semua lokakarya ini dan untuk
menyusun suatu agenda dan pedoman kerja untuk masa mendatang.
Beberapa upaya penelitian diselenggarakan untuk melaksanakan rekomen-
dasi dari Konperensi Kopenhagen, Salah satunya, yang melibatkan pusa
darj 17 negara, bertujuan untuk mengembangkan "Composite International
Diagnostic Interview", suatu instrumen yang sesuai untuk melaksanakan
studi epidemiologis tentang gangguan jiwa di dalam kelompok populasi
umum di berbagai negara. Suatu proyek besar lain difokuskan untuk
pengembangan suaty instcumen penilaian yang sesuai untuk digunakan oleh
para Klinisi (Schedules for Clinical Assessment in Neuropsychiatry).
Sclain itu dirintis juga suatu studi untuk memulai suatu pengembangan
instrumen untuk penilaian gangguan kepribadian di berbagai negara (the
International Personality Disorder Examination).
Selain itu, berbagai lexicon telah atau sedang dipersiapkan untuk memberi-
kan pengertian yang jelas mengenai definisi istilah. Suatu bubungan kerja
yang saling menguntungkan tercipta antara proyek-proyek ini dengan
kegiatan mengenai definisi temang Gangguan Jiwa dan Perilaku di dalam
Revisi ke-10 dari International Classification of Diseases and Related
Health Problems (ICD-10). Konversi kriteria diagnostik ke dalam algorit-
ma yang dimasukkan ke dalam instrumen penilaian sangat bermanfaat
untuk menghindari hal-hal yang tidak konsisten, keraguan dan tumpang
tindih, serta kemungkinan untuk menghapuskannya. Pekerjaan untuk
viiimenyempurnakan ICD-10 juga membantu untuk menyusun instcumen.
penilaian. Hasil akhirnya adalah suatu set kriteria yang jelas untuk ICD-10
dan instrumen penilaian yang dapat menghasilkan data yang dibutubkan
untuk klasifikasi gangguan sesuai dengan kriteria yang terdapat di dalam
Bab V (F) dari [CD-10. .
Indonesia saat ini sedang merintis untuk menerbitkan Pedoman Penggo-
longan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) Indonesia Edisi III,
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indone-
sia Edisi I adalah produk pertama yang pada waktu itu telah berfungsi
selama 10 tahun (1973 - 1983) dan berhasil menjelma menjadi suatu alat
pemersatu dan suatu sarana komunikasi psikiatri dan kesehatan jiwa yang
bermanfaat. Semua Fakultas Kedokteran Pemerintah maupun Swasta di
Indonesia secara mutlak mengharuskan penggunaan PPDGJ-1 sebagai salah
satu bahan referensi resmi di dalam kurikulum pendidikan psikiatri ma-
sing-masing.
Klasifikasi dan Diagnostik di dalam [mu Psikiatei tetap merupakan suatu
kompleksitas karena berbagai data dan fenomena di bidang ilmu itu senan-
tiasa mengundang penelitian dan pengkajian yang mendalam dan semakin
tajam.
Pada tahun 1983, dirasakan bahwa PPDGJ di Indonesia Edisi I sudah
mulaj ketinggalan dan tidak memadai lagi, sehingga memerlukan revisi dan
penyesuaian. Dircktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayanan
Medik, Departemen Kesehatan RI, yang waktu itu menjadi salah satu
pusat WHO-SEARO Collaborating Center for Research, Training and
Services in Menta! Health, Jakarta, bekerjasama dengan Bagian Psikiatri
Fakultas-Fakultas Kedokteran dan Rumah Sakit ABRI di Indonesia kembali
mengambil prakarsa untuk menyusun PPDGJ.di Indonesia Edisi 11 yang
berlaku tahun 1984 - 1994, dengan orientasi dasar pada ICD-9 (nterna-
tional Classification of Diseases) Revisi ke-9 tahun 1977 dari WHO, yang
dikombinasikan dengan DSM (Diagnostic Statistical Manual) Edisi [il
(1980) dari American Psychiatric Association (APA).Di dalam PPDGI-I! suatu perkembangan yang patut dicatat ialah penggu-
naan sistem multiaksial untuk evaluasi dan diagnosis kondisi mental.
Pendekatan demikian akan menjamin bahwa semua informasi akan dapat
mempercleh penilaian yang memadai, serta dapat digunakan untuk meren-
canakan terapi dan menentukan prognosis secara lebih tepat. Penggumaan
sistem ini mutlak diperlukan untuk tujuan penelitian ilmiah, namun untuk
pelayanaa kesehatan jiwa pendekatan ini memerlukan pertimbangan praktis
teknis tertentu yang terikat pada ketenagaan, waktu dan sarana lain. Selain
itu, beberapa bagian dibahas dengan lebih luas, serta diwakili secara relatif
lebih menonjot di dalam Edisi ke-Il ini, Perkembangan dan perluasan
beberapa bagian tersebut memperiihatkan perhatian yang lebin besar
sebagai cerminan dari pentingnya klasifikasi diagnostik itu di dalam wa-
wasan Psikiatri Indonesia seria lingkup tanggung jawab jaringan pelayanan
kesehatan jiwa di Indonesia.
Hingga kini, PPDG) di Indonesia Edisi I! digunakan oleh semua kelompok
profesional yang bekerja di dalam suatu Jingkup kerja kesehatan jiwa
(“mental health setting”) atau yang berkaitan, Kini, PPDGJ Edisi I telah
digunakan selama hampir 10 tahun (1984-1993) dan mendekati tahun
terakhir masa berlakunya yang direncanakan semula.
Penyusunan Ti
Pada tahun 1992, oleh World Health Organization (WHO) telah diterbitkan
"ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders", yang juga
dibeslakukan di seluruh dunia, Sejalan dengan ita, kembali Direkeorat,
Kesehatan Jiwa bekerjasama dengan Bagian Psikiatci Pakulsas-Fakultas
Kedokteran dan Rumah Sakit ABRI di Indonesia mengambil prakarsa
untuk menerbitkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia IN (disingkat PPDGJ-I1l), sebagai pengganti PPDGJ-II yang
telah mendekati akhit masa berlakunya, sekaligus untuk penyesuaian
berbagai perubahan yang terjadi di dalam sistem penggolongan dan peng-
kodean diagnosis gangguan jiwa. Untuk menyusun PPDGJ-III diselengga-
rakan oleh Direktorat Kesehatan Jiwa: WORKSHOP TO REVIEW ICD-10dan PELATIHAN DIAGNOSIS SESUAI PPDGJ-III di Ciloto, 2-7 Febru-
ati 1993 dengan mengikutsertakan pakar psikiatri sebanyak-banyaknya
yang mewakili bidang pelayanan (Depkes, RSJ, Bag. Psikiatri RSU Swasta
dan ABRI), bidang pendidikan (Laboratorium Psikiatri FK Universitas
Negeri dan Swasta), bidang profesi (IDAJi), dll. (Daftar Peserta
terlampir).
PPDGI-IIl disusun berdasarkan “I[CD-10 Classification of Mental and
Behavioural Disorders", dan DSM (Diagnostic and Statistical Manual)-1V.
DSM-IV diharapkan bisa lebifi melengkapi untuk kebucuhan diagnostik
kita. Sementara DSM-IV belum terbit (diharapkan dalam tahun 1993)
maka kita hanya bisa mendasarkan pada ICD-10 dan pada DSM-IIIR.
Dalam penyusunan PPDGJ-III, dimulai dengan mengadakan "review"
ICD-10 baru pembahasan untuk penyusunan PPDGJ-II, Oleh karena pada
waktu pembahasan itu belum tersedia DSM-IV maka naskah masih sepe-
nuhaya sama dengan ICD-10. Kodifikasi, nomenkiatur, dan terminotogi
yang dipakai dalam PPDGJ-III sepenuhnya mengikuti ICD-10 hanya di-
terjemahkan dalam istilah bahasa Indonesia.
Sebagaimana kedua PPDGJ di Indonesia yang terdahulu, diharapkan
bahwa PPDGJ-III ini akan tetap bermanfaat selain sebagai pedoman untuk
"standardisasi" dalam menegakkan diagnosis, juga sebagai alat komunikasi
dan kerjasama, baik di dalam upaya pelayanan, penelitian, dan kerjasama
tingkat nasional, regional maupun internasional di bidang kesehatan jiwa.
PPDGIJ-IIf ini bukan hanya merupakan sekadar revisi, modifikasi, dan
perbaikan dari PPDGJ-II, bukan pula merupakan yang akhir, melainkan
merupakan satu tahap dari suatu rangkaian perbaikan menuju masa depan.
Sebagaimana juga kedua PPDG! terdahulu maka PPDGJ-III ini direncana-
kan untuk dapat dipergunakan sebagai pegangan setidaknya untuk 10 tahun
mendatang (1994 - 2004), seperti juga halnya dengan ICD-10. PPDGJ-I0
akan terus disempurnakan dan ditingkatkan, sesuai dengan perkembangan
ilmo psikiatri sendiri serta perkembangan penggunaannya bagi pelayanan,
xipendidikan, dan penelitian kesehatan jiwa di Indonesia, dengan selalu
smengacu dan menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi secara interna-
sional. Dengan demikian maka psikiatr} Indonesia juga akan selaiu “up to
date* dan tidak ketinggalan terhadap psikiatri internasional.
Semoga rintisan dan upaya ini dapat dipertahankan dan selalu dilanjutkan
di masa yang akan datang.
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
DIREKTORAT !ENDERAL PELAYANAN MEDIK
KEPALA DIREKTORAT KESEHATAN JIWAPendahuluan
Bab ¥ Gangguan Jiwa dan Perilaku dari ICD-10 dibuat dalam beberapa
versi untuk tujuan yang berbeda, Versi ini, “Clinical description and
diagnostic guidelines”, dimaksudkan untuk penggunaan Klinik, pendidikan
dan pelayanan, Sedangkan versi “Diagnostic criteria for research” disusun
untuk kepentingan penefitian dan dipakai bersama-sama dengan yang
pertama. Kosakata yang lebih singkat dari Bab V(F) ICD-10 cocok digu~
nakan oleh para pemberi kode atau petugas administrasi, dan juga dipakai
untuk rujukan yang sesuai dengan klasifikasi lainnya, tetapi tidak dianjur-
kan untuk digunakan oleh tenaga-tenaga profesional kesehatan jiwa. Versi
Klasifikasi yang lebih singkat dan sederhana untuk tenaga keschatan primer
kini sedang dipersiapkan, demikian juga skema multiaksial. “Clinicad
Descriptions and Diagnostic Guidelines" metupakan awal dari pengem-
bangan versi-versi lainnya dan dengan sangat hati-hati dihindari terjadinya
masalah ketidaksesuaian antara versi-versi yang ada.
Susunan Penulisan
Penting bagi para pemakai untuk mempelajari pendahuluan umum ini, dan
juga membaca secara teliti naskah pendahuluan dari penjelasan masing-
masing kategori. Hal int penting khususnya untuk F23.- (Gangguan psiko-
tik akut dan sementara), dan untuk blok F30-F39 (Gangguan suasana
perasaan {mood} [afektif]). Karena sulitnya masatah yang berhubungan
dengan deskvipsi dan Kasifikasi gangguan-gangguan ini, pechatian khusus
telah diberikan untuk menjelaskan cara klasifikasi itu dicapai.
Untuk setiap gangguan, diberikan suatu deskripsi dari gambaran klinis
utama dan juga gambaran-gambaran penyerta lain yang penting tetapi
kurang khas. “Pedoman diagnostik” disusun berdasarkan atas jumlah dan
keseimbangan gejala-gejala, yang biasanya ditemukan pada kebanyakankasus untuk dapat menegakkan suatu diagnosis pasti. Pedoman disusun
sedemikian rupa agar luwes dipergunakan untuk penetapan diagnostik
dalam idinik, terutama dalam keadaan diagnosis sementara nvungkin harus.
dibuat sebelum inforrmasi dan gambaran klinis lengkap. Untuk menghindari
pengulangan, deskripsi klinis dan pedoman diagnostik umum diberikan
untuk kelompok gangguan tertentu, sebagai tambahan pada hal-hal yang
hanya berhubungan dengan gangguan individual.
Apabila syarat-syarat yang tercantum di dalam pedoman diagnostik dapat
dipenuhi, maka diagnosis dapat dianggap "pasti”. Namun bila hanya seba-
gian saja terpenuhi, maka diagnosis tetap saja bermanfaat direkam untuk
berbagai tujuan, Selanjutnya tergantung kepada pembuat diagnosis dan
para pemakai lainnya untuk menetapkan apakah akan mefekam suatu
diagnosis pasti atau diagnosis dengan tingkat "kepastian™ yang lebih rendah
{misalnya “sementara” bila masih akan ada informasi, atau "sentatif”
seandainya informasi tersebut tak akan diperotch tagi). Pencantuman
jamanya gejala sebenarnya dimaksudkan sebagai suatu petunjuk umum,
dan bukan merupakan persyaratan yang ketat. Para klinisi selayaknya
menggunakan “penilaian* mereka sendiri tentang pemilihan diagnosis yang
cocok, bila lamanya gejala itu lebih panjang atau lebih pendek daripada
yang telah ditentukan,
Pedoman diagnostik juga harvs memberi suatu rangsangan yang berman-
faat untuk pendidikan klinis, karena bal tersebut berfungsi sebagai pengi-
ngat dalam praktek klinis yang bisa ditemukan dalam bentuk yang lebih
lengkap pada kebanyakan buku pelajaran (textbook) psiktatri. Pedoman itu
juga cocok untuk beberapa jenis proyek penelitian, bila ketepatan (dan
keterbatasan) dari kriteria diagnostik watuk riset tidak dibucuhkan.
Deskripsi dan pedoman ini tidak mengandung implikasi teoretis, dan bukan
merupakan pernyataan yang komprehensif mengenai tingkat pengetahuan
yang mutakhir dari gangguan tersebut. Pedoman ini hanya merupakan
suatu Kumpulan gejala dan komentar yang telah disetujui oleh sejumlah
besar penasihat dan konsultan daci berbagai negara, untuk menjadi dasaryang masuk akal guna memberi batasan kategori-kategori dalam klasifikasi
gangguan jiwa.
Perbedaan Pokok antara ICD-10 Bab V(F) dan ICD-9
Bab V
Prinsip Umum ICD-10
ICD-10 lebih luas daripada ICD-9. Kode numerik (001-999) digunakan
dalam ICD-9, sedangkan kode alfanumerik, yang terdiri dari satu huruf
dandua angka dalam tiga karakter (AQ0-Z99) telah digunakan dalam
ICD-10. Ini jelas menyediakan tempat lebih luas untuk kategori Klasifikasi
penyakit. Secara lebih terinci lagi cersedia subdivisi numerik dalam tingkat
empat Karakter, menggunakan angka desimal.
Bab yang mengandung gangguan jiwa dalam ICD-9 hanya mempunyai 30
kategori dalam tiga karakter (290-319); Bab V (F) dari ICD-10 mempu-
nyai 100 kategori demikian. Satu dagian dari kategori ini masih disisakan
dan belum digunakan untuk sementara ini, untuk memungkinkan peru-
bahan klasifikasi nantinya tanpa hacus merombak selucuh sistem klasifikasi
yang sudah ada,
ICD-10 secara keseluruhan dirancang untuk menjadi klasifikasi utama
(inti") untuk satu rumpun klasifikasi tentang penyakit dan yang berkaitan
dengan kesehatan. Beberapa anggota rumpun Klasifikasi itu diciptakan
dengan menggunakan karakter ke-5 atau bahkan ke-6 untuk spesifikasi
yang lebih terinci. Sebaliknya beberapa kategori dipadatkan agar membe-
rikan kelompok luas yang cocok untuk penggunaan, misalnya untuk pe~
layanan kesehatan desar atau praktek dokter umum. Terdapat satu sajian
multiaksial dari [CD-10 Bab Y(F) dan satu versi untuk praktek dan peneli-
tian psikiztri anak. "Rumpun” itu juga mencakup Klasifikasi yang mengan-
dung informasi yang tidak termuat dalam ICD, tetapi mempunyai implikasimedis dan kesehatan yang penting, yaitu klasifikasi hendaya, disabilitas
dan cacat, kiasifikasi dari tindskan medis, dan Klasifikasi alasan mengapa
pasien menemui petugas kesehatan,
Neurosis dan Psikosis
Pembagian dan pemisaban yang ttadistonal antara neurosis dan psikosis
yang nyata dalam ICD-9 (walaupun dibiarkan tanpa ada upaya untuk
mendefinisikan konsep-konsep ini) tidak digunakan lagi dalam ICD-10.
Namun demikian, istilah "neurotik” cetap dipertahankan untuk penggunaan.
terbatas dan muncul, misalnya, pada judul! dari suatu blok gangguan
F40-F48, "Gangguan neurotik, gangguan somatoform dan gangguan yang
berhubungan dengan stres". Kecuali untuk neurosis depresif, kebanyakan
gangguan yang dianggap sebagai neurosis oleh mereka yang menggunakan
konsep ini, ditemukan dalam blok ini, dan sisanya dimasukkan ke dalam
blok berikutnya. Dikotomi neucotik-psikotik tidak digunakan lagi, sebagai
pengganti gangguan-gangguan ini sekarang dikelompokkan berdasarkan
kesamaan tema atau kemiripan gambaran Klinis sehingga mempermudah
penggunaannya. Sebagai contoh, sikiotimia (F34.0) dimasukkan dalam
blok F30-F39, Gangguan suasana perasaan (mood [afektif}), dan bukan
dalam F60-F69, Gangguan kepribadian dan peritaku masa dewasa.
Demikian pula, semua gangguan yang berhobungan dengan penggunaan
zat psikoaktif disatukan dalam F10-F19 tanpa mempedulikan tingkat
keparahannya.
Istilah “Psikotik" dipertahankan sebagai suatu istilah deskriptif, khususnya
dalam F23, Gangguan psikotik akut dan sementara. Penggunaannya tidak
melibatkan asumsi mekanisme psikodinamik, dan hanya menunjukkan
adanya halusinasi, waham, atau sejumlah kelainan perilaku tertentu, seper-
ti eksitasi (kegairahan) dan aktivitas yang berlebih (overactivity), retardasi
psikomotor yang berat, dan perilaku katatonik.Perbedaan Lain antara (CD-9 dan ICD-10
Semua gangguan yang berhubungan dengan penyebab organik dikelom-
pokkan menjadi satu blok F00-F09, yang mempermudah penggunaan
bagian dari Klasifikasi ini dibandingkan dengan ICD-9,
Pengaturan yang baru dari gangguan jiwa dan perilaku akibat penggunaan
zat psikoaktif dalam blok F10-F19 juga dirasakan lebih bermanfaat daripa-
da sistem sebelumnya, Karakter ketiga menunjukkan jenis zat yang digu-
nakan, karakter keempat dan kelima sindrom psikopatologis, misalnya
Karena intoksikasi akut dan keadaan residual; hal ini memungkinkan pela-
poran semua gangguan yang berkaitan dengan suatu zat, walaupun hanya
kategori tiga karakter yang digunakan.
Biok yang mencakup skizofrenia, keadaan skizotipal dan gangguan waham
(delusional) (F20-F29) telah dipecluas dengan memperkenalkan kategori
baru seperti skizofrenia tak terinci (undifferentiated), depresi pasca-skizo-
frenia, dan gangguan skizotipal. Klasifikasi dari psikosis akut singkat,
yang biasanya ditemukan di kebanyakan negara sedang berkembang, cukup
diperluas dibandingkan dengan ICD-9.
Klasifikasi gangguan afektif terutama dipengaruht oleh penerimaan prin-
sip untuk mengefompokkan gangguan berdasarkan kesamaan tema. Istilah
seperti "depresi neurotik" daa “depresi endogenik” tidak lagi diguaakan,
tetapi istilah yang mendekati dapat ditemukan dalam F34.1
Sindrom perilaku dan gangguan jiwa yang bethubungan dengan disfungsi
fisiologik dan perubahan hormonal, seperti gangguan makan, gangguan
tidur nonorganik, dan disfungsi seksual, telah disatukan dalam F50-F59
dan diuraikan secara lebih terinci daripada 1CD-9, karena meningkatnya
kebutuhan untuk Klasifikasi ini dalam “liaison psychiatry”.
Blok F60-F69 berisi sejumlah gangguan baru dari perilaku masa dewasa
seperti judi, bakar dan curi yang patologis, di samping gangguan kepriba-dian yang telah dikenal. Gangguan minat seksual (disorders of sexual
preference) dengan jelas dibedakan dati pangguan identitas jenis, dan
homoseksualitas sendiri tidak lagi dicantumkan sebagai suatu kategori-
Komentar lebih lanjut mengenai perubahan pemberian kode gangguan yang
khas pada masa kanak dan retardasi mental dapat dijumpai pada halaman
21-23,
Masalah Terminologi
Gangguan (Disorder)
[stilah “gangguan” ("disorder") digunakan dalam seluruh Wasifikasi, untuk
menghindari masalah yang lebih besar dengan penggunaan istilah seperti
"penyakit” dan "keadaan sakit"("disease” and “illness"), "Gangguan”
("disorder") bukanlah suatu istilah yang pasti, namun digunakan untuk
menyatakan adanya suatu kelompok gejala atau perilaku yang dapat dite-
mukan secara klinis, yang disertai dengan penderitaan (distress) pada keba-
nyakan kasus dan berkaitan dengan terganggunya fungsi seseorang. Pe-
nyimpangan atau konflik sostal sala, tanpa dishingsi seseorang, jangan
dimasukkan ke dalam gangguan jiwa yang didefinisikan di sini.
Psikogenik dan Psikosomatik
Istilah “psikogenik” tidak digunakan pada judul kategori, oleh karena
adanya perbedaan arti dalam bahasa dan tradisi psikiatrik yang berbeda.
Namun demikian, kadang-kadang masih muncul dalam naskah, dan
menunjukkan bahwa pembuat diagnosis menganggap berbagai peristiwa
atau kesulitan hidup yang nyata berperan penting dalam terjadinya gang-
guan.Istilah “psikosomatik” juga tidak digunakan dengan alasan yang sama,
karena penggunaan istilah ini bisa berarti seolah-olah faktor psikologis
tidak berperan dalam terjadinya, perjalanan, dan akibat dari penyakit lain
yang tidak dideskripsikan demikian. Gangguan yang dideskripsikan sebagai
psikosomatik pada Klasifikasi lain dapat ditemukan dalam F45.- (gangguan
somatoform), F50.- (gangguan makan), F52.- (disfungsi seksual), F54.-
(faktor psikologis atau perilaku yang berhubungan dengan gangguan atau
penyakit YDK). Hal khusus yang penting untuk diperhatikan adalah kate-
gori F54.- (kategori 316 dalam ICD-9) dan mengingat agar menggunakan-
nya untuk menyatakan adanya hubungan antata gangguan fisik, yang diberi
kode di tempat lain dalam [CD-10, dengan penyebab emosional. Satu
contoh yang lazim adalah pencatatan asma atau eksema psikogenik, baik
sebagai F54 dari Bab V(F) maupun sebagai kode diagnosis yang sesuai
untuk kondisi fisiknya dari bab lain dalam ICD-10.
Hendaya (“Impairment")}, Disabilitas ("Disability"),
Cacat ("Handicap") dan Istilah Terkait
Istllah hendaya (impairment), disabilitas (disability) dan cacat (handicap)
digunakan menurut rekomendasi dari sistem yang dianut oleh WHO.
Kadang-kadang, bila kebiasaan kbinis membenarkan, istilah-istilah ini
digunakan dalam pengertian yang lebih tuas. Lihat juga demensia dan
hubungannya dengan hendaya, disabilitas dan cacat pada halaman 9 dan
10.
Beberapa Butir Khusus bagi Pengguna
Anak dan Remaja
Blok F80-F89 (gangguan perkembangan psikologis) dan F90-F98 (gang-
guan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa kanak dan
remaja) mencakup hanya gangguan yang khas pada anak dan remaja.
Sejumlah gangguan yang ditempatkan pada kategori lain bisa terjadi padasemua usia, dan harus digunakan untuk anak dan remaja bilamana diperlu-
kan. Sebagai contoh adalah gangguan maken (F50.-), gangguan tidur
(F51.-), dan gangguan identitas jenis kelamin (F64.-). Beberapa tipe fobia
yang terjadi pada anak menampilkan permasalahan khusus untuk klasifika-
si, Sebagaimana dikemukakan dalam deskripsi dari F93.1 (gangguan anxi-
etas fobik masa kanak).
Pencatatan Lebih dari Satu Diagnosis
Disarankan agar para Klinisi mengikuti aturan umum untuk mencatat
sebanyak mungkin diagnosis yang diperlukan yang mencakup seturuh
gambaran klinis. Bila mencantumkan lebih dari satu diagnosis, maka
sebaiknya mendahulukan diagnosis utama, dan mencantumkan diagnosis
lain sebagai penyerta atau tambahan. Perlu diingat bahwa diagnosis harus
sesuai dengan tujuan diagnosis itu dibuat; dalam pekerjaan klinis yang
sering ada gangguan yang meningkatkan kansultasi dan kontak dengan
pelayanan kesebatan. Pada kebanyakan kasus ada gangguan yang menun-
tut pelayanan rawat jalan, rawat imap atau rawat siang. Pada keadaan lain,
misalnya sewaktu menelaah seluruh karir pasien, maka diagnosis yang.
paling penting mungkin adalah diagnosis "seumur hidup", yang sangat
mungkin berbeda dari diagnosis yang paling sesuai untuk konsultasi
mendesak {mnisalnya seorang pasien dengan skizofrenia kronik yang tampil
untuk suatu episode perawatan karena adanya gojala anxietas akut). Bila
terdapat keraguan mengenai urutan untuk merekam beberapa diagnosis,
atau pembuat diagnosis tidak yakin tentang tujuan untuk apa informasi itu
akan digunakan, maka aturan yang bermanfaat adalah agaz mencatat
diagnosis menurut urutan numerik dalam Wasifikasi.
Pencatatan Diagnosis dari Bab Lain ICD-10
Penggunaan bab lain dari ICD-10 sebagai tambahan dari Bab V (F) sangat
dianjurkan, Kavegori-kategori yang paling sesuai dengan pelayanan kese-
hatan jiwa tercantum dalam Lampiran.Beberapa Catatan tentang Kategori
Terpilih dalam Kiasifikasi Gangguan
Jiwa dan Perilaku dalam ICD-10
Dalam proses penyiapan ICD-10 bab tentang gangguan jiwa, kategori
tertentu cukup menarik perhatian dan perdebatan, sebelum suatu tingkat
konsensus tertentu dapat dicapai oleh semua yang terlibat. Catatan ringkas
dicantumkan di sini perihal beberapa permasalahan yang timbul pada
waktu itu.
Demensia (FO1-FO3) dan Hubungannya dengan
Hendaya (Impairment), Disabititas (Disability) dan
Cacat (Handicap)
Walaupun penurunan kemampuan kognitif adalah esensial untuk diagnosis
demensia, tiadanya akibat gangguan kinerja (performance) dalam peran
sosial, baik dalam keluarga maupun yang berkaitan dengan pekerjaan,
digunakan sebagai kriteria atau pedoman diagnostik. Keadaan ini adalah
satu contoh khusus dari prinsip umum yang berlaku untuk defin'si dari
semua gangguan dalam Bab V(F) ICD-10, yang dianut karena adanya
variasi yang lvas antara berbagai budaya, agama, dan kebangsaan, yang
berkenaan dengan pekerjaan dan peran sosial yang ada, atau yang dianggap
memadai. Apabila diagnosis dibuat dengan menggunakan informasi lain,
seperti gangguan yang berkaitan dengan pekerjaan, keluarga dan waktu
senggangnya, maka sering ini merupakan suatu petunjuk yang berguna
mengenai derajat keparahannya-
Ini merupakan saat yang tepat untuk merujuk ke pendapat umum tentang
hubungan antara gejala, kriteria diagnostik, dan sistem yang dianut oleh
WHO untuk menguraikan tentang hendaya, disabilitas dan cacat. Dalam
sistem ini, pengertian endaya (yaitu “suatu kehilangan atau abnormali-
tas ... dari struktur atau fungsi") dimanifestasikan secara psikologis olehgangguan fungsi mental seperti daya ingat, perhatian, dan fungsi emosi.
Banyak tipe hendaya psikologis dikenal sebagai gejala psikiatrik. Datam
derajat yang lebih ringan, beberapa tipe disabilitas (didefinisikan di dalam
sistem WHO sebagai "keterbatasan atau kekurangan ... kemampuan wneuk
melaksanakan suatu aktivitas secara atau dalam batas yang dianggap
formal untuk manusia") telah pula dianggap secara konvensional, sebagai
gejala psikiatrik, Contoh-contoh disabilitas pada tingkat personal menca-
kup kegiatan hidup sehari-hari yang biasa dan diperlukan, untuk perawatan
diri dan pertahanan hidup seperti mandi, berpakaian, makan dan ekskresi.
Gangguan pada semua aktivitas ini sering merupakan koasekuensi langsung
dari hendaya psikologis yang sedikit-banyak dipengaruhi oleh budaya.
Karena itu disabilitas perotangan secara sah dapat muncul dalam kriteria
dan pedoman diagnostik, terutama untuk demensia.
Sebaliknya, suatu cacar ("kerugian bagi seseorang ... yang menghalangi
atau membatasi kinecja dari suatu peran yang normal ... bagi individu
tersebut”) menunjukkan dampak dari hendaya atav disabilitas datam suatt
konteks sosial yang Iuas, yang kemungkinan sangat dipengaruhi oleh
budaya. Karena itu cacat hendaknya tidak digunakan sebagai komponen
yang esensial dari suatu diagnosis.
Lamanya Gejala yang Diperlukan untuk Skizofrenia
(F20.-)
Keadaan Prodroinal
Sebelum gejala skizofrenik yang khas tampak, kadang-kadang ada periode
bebcrapa minggu atau bulan — terutama pada orang muda — pada saat
sejumlah gejata yang tidak khas muncul (seperti hilangnya minat, meng-
hindari pertemuan dengan orang Jain, malas bekerja, mudah tersinggung
dan sangat peka), Gejala tersebut tidak menjurus ke arah diagnosis suatu
gangguan tertentu, terapi tidak juga khas untuk suatu keadaan sehat. Gejala
tersebut sering menggangeu keluarga selain menyebabkan ketidakmam-
10puan pasien, sama seperti gejala penyakit yang lebih nyata, misalnya
waham dan halusinasi, yang berkembang kemudian. Dilihat secara retro-
spektif, keadaan prodromat demikian merupakan bagian penting dari
perkembangan gangguan. Akan tetapi hanya sedikit informasi sistematik
yang tersedia tentang apakah keadaan prodromal serupa juga lazim dite-
Tukan pada gangguan psikiatrik lain. Keadaan serupa dapat muncul dan
hilang dari waktu ke waktu pada individu yang tidak pernah berkembang
menjadi suatu gangguan psikiatrik yang bisa didiagnosis.
Apabila suatu prodtema yang khas dan spesifik untuk skizofrenia dapat
diidentifikasikan dan diuraikan secara meyakinkan, ternyata menunjukkan
ketidaklaziman pada gangguan psikiatrik lain atau yang tidak ada gangguan
Sama sekali, maka akan beralasan untuk memasukkan suatu prodroma
sebagai kriteria tambahan untuk skizofrenia. Untuk tujuan ICD-10.
dianggap bahwa kekurangan informasi yang memadai mengenai hal ini
pada saat sekarang membenarkan pemasukan suatu keadaan prodromal
sebagai pendukung diagnosis ini. Suatu masatah tambahan yang terkait erat
dan masih belum terpecahkan adalah sejauh mana prodroma demikian
dapat dibedakan dari gangguan kepribadian skizoid dan paranoid.
Pemisahan Gangguan Psikotik Akut dan Sementara
{F23.-) dengan Skizofrenia (F20.-)
Dalam ICD-10, diagnosis skizofrenia tergantung pada adanya waham yang
khas, halusinasi atau gejala lain (diuraikan pada halaman 86-89 buku
1CD-10), dan ditetapkan lamanya berlangsung minimal | bulan.
‘Tradisi klinis yang kuat di beberapa negara, berdasarkan penelitian des-
kciptif walaupun non-epidemiologis, mendukung ke arah suaru kesimpulan,
bahwa apa pun sifat dari demensia prekoks dari Kraepelin dan skizofrenia
dari Bleuler, keadaan itu tidak sama seperti psikosis yang sangat akut yang
mempunyai onset mendadak, perjalanan yang pendek selama beberapa
minggu atau bahkan beberapa hari, dan berakhic dengan baik. Istilah-isti-
Wjah "bouffee delirante”, “psikosis psikogenik", “psikosis skizofreniform*,
“gsikosis sikloid" dan “psikosis ceaktif singkat* menunjukkan pendapat dan
tradisi yang berbeda tetapi telah berkembang dan tersebar Iuas, Becbagai
pendapat dan bukti juga bervariasi dalam hal apakah gejala skizofrenik
yang sementara namun khas dapat timbul pada gangguan ini, dan apakah
biasanya atau selalu berhubungan dengan stres psikologis akut (bouffee
delirante, sekurang-kurangnya pada awalnya digambarkan sebagai tidak
selalu berhubungan dengan suatu pencetus psikologis yang nyata).
Dengan terbatasnya pengetahuan mengenai skizofrenia dan gangguan yang
lebih akut ini, dianggap bahwa pilihan terbaik dalam ICD~-10 adalah
memberikan cukup waktu untuk gejala dari gangguan akut agar muncul
schingga dapat dikenali, dan kemudian mereda, sebelum diagnosis skizo-
frenia ditegakkan. Kebanyakan laporan klinis dan para ahli mengemuka-
kan bahwa pada mayoritas pasien dengan psikosis akut ini, onset dari
gejala psikotik timbul dalam beberapa hari, atau paling lama dalam | - 2
minggu, dan banyak pasien sembuh dengan atau tanpa medikasi dalam
2 -3 minggu. Oleh karena itu, tampaknya sesuai untuk menetapkan | bulan
sebagai titik peralinan antara gangguan akut di mana gejala dari tipe skizo-
frenik merupakan suatu ciri dan skizofrenia itu sendiri. Pada pasien dengan
psikosis, tetapi non-skizofrenik, gejala yang bertahan lebih dari 1 bulan,
tidak perlu mengubah diagnosis sampai jangka waktu untuk memenuhi
gangguan waham (F22.0) tercapai (3 bulan, seperti yang akan dibahas
berikut).
Jangka waktu yang serupa berlaku juga untuk psikosis simtomatik akut
{contoh yang terbaik adalah psikosis amfetamin), Penghentian bahan toksik
biasanya diikuti oleh hilangnya gejala dalam 8-10 hari, tapi karena gejala
Sering memerlukan waktu 7-10 hari untuk menjadi manifest dan meng-
gangeu {untuk pasien pergi ke pelayanan psikiatrik), secara keseluruban
waktu ini sering menjadi 20 hari atau lebih. Tampaknya 30 hari atau 1
bulan merupakan waktu yang sesuai secara keseluruhan, untuk dapat
menyebut gangguan itu sebagai skizofrenia, jika gejala yang khas menetap.
nUntuk menerima jangka waktu | bulan dari gejala psikotik yang khas
sebagai suatu kriteria yang diperlukan untuk diagnosis skizofrenta menolak
asumsi bahwa skizofrenia secara komparatif barus berlangsung lama.
Jangka waicu 6 bulan telah dianut oleh tebih dari satu klasifikasi nasional,
namun keadaan saat ini tampaknya tidak ada keuntungannya uotuk mem-
batasi diagnosis skizofrenia dengan cara demikian. Dalam dua studi kerja-
sama internastonal teotang skizofrenia dan gangguan yang terkait, yang
studi keduanya berdasarkan epidemiologis, ditemukan suatu proporsi yang
penting dari pasien dengan gejala skizofrenik yang khas dan jelas, berlang-
sung selama febih dari | bufan tetapi kurang dari 6 bulan, dan memperli-
hatkan kesembuhan cukup baik. Karena itu, tampaknya yang terbaik untuk
tujuan ICD-10 adalah menghindari setiap asumsi tentang keharusan kroni-
sitas bagi skizofrenia, dan menganggap istilah tersebut sebagai deskriptif
dari suatu sindrom dengan suatu veriasi penyebab (banyak di antaranya
yang belum diketahui) dan sejumlah akibat, tergantung pada perimbangan
pengaruh genetik, fisik, sosial dan kultura.
Ada juga perdebatan mengenai penentuan jangka waktu yang paling tepat
dari gejala untuk diagnosis gangguan waham menetap (F22.-). Akhimya
ditetapkan masa 3 bulan, karena dengan memperpanjang masa penentuan
sampai 6 bulan atau lebih akan mengharuskan penambahan suatu Kategori
lain antara gangguan psikotik akut dan sementara (F23.-) dengan gangguan
waham menetap. Secara keseluruhan hubungan antara gangguan yang kita
diskusikan tadi masih memerlukan informasi lebih lanjut dan lebih baik
daripada yang sekarang tersedia; suatu pemecahan sederhana yang meng-
utamakan keadaan akut dan sementara, tampaknya merupakan pilikan ter-
baik, yang mungkin akan memacu penelitian.
Prinsip untuk mendeskcipsikan dan mengklasifikasikan suatu gangguan
atau kelompok gangguan sebagai suatu pilihan, telah digunakan uotuk
gangguan psikotik akut dan sementara (F23.-); keadaan ini dan butir yang
terkait, secara singkat telah dibicarakan pada bagian pendahuluan untuk
kategori itu (halaman 120 - 123).Istilah "skizofreniform” sudah tidak dipergunakan untuk suatu gangguan
werenta dalam klasifikasi ini. Hal ini karena istilah tersebut telah diguna-
kan pada beberapa konsep klinik yang berlainan selama beberapa dekade
terakhir, dan berhubungan dengan berbagai campuran gangguan yang
ditandai dengan onset mendadak, jangka waktu berlangsungnya singkat,
gejala yang tidak khas atau campuran, dan berakhir dengan baik. Tidak
ada bukti yang mendorong pemilihan penggunaannya, karena untuk
memasukkannya sebagai istilah diagnostik dianggap lemah. Tambahan
pula, kebutuhan akan kategori perantara dari tipe ini dapat menggunakan
F23.- (gangguan psikotik akut dan sementara) dan subdivisinya, bersamaan
dengan persyaratan I bulan gejala psikotik untuk mendiagnosis skizofrenia.
Sebagai petunjuk bagi mereka yang menggunakan skizofreniform sebagai
suatu istilah diagnostik, istilah ini telah disisipkan ke dalam beberapa
tempat sebagai suatu istilah tambahan yang sesuai dengan gangguan terse-
but dan tumpang tindih dengan makna yang terkandung di dalamnya.
Misalnya "serangan skizofreniform atau psikosis YTT" dalam F20.8
(skizofrenia lainnya), dan "gangguan skizofreniform singkat atau psikosis”
dalam F23,2 (gangguan psikotik \ir-skizofrenta alot),
Skizofrenia Simpleks (F20.6)
Kategori ini dipertahankan karena masih terus digunakan di beberapa
negara, juga karena ketidakpastian mengenai sifat dan hubungannya terha-
dap gangguan kepribadian skizoid dan gangguan skizotipal, yang memer-
lukan informasi tambahan untuk pemastian. Kriteria yang divsulkan untuk
pembedaan, menjetaskan masalah penetapan batas antara yang satu dari
yang lain bersama dari seluruh kelompok gangguan ini dalam istilah prak-
tisnya.
4Gangguan Skizoafektif (F25.-)
Berdasarkan bukti yang ada saat ini apakeh gangeuan skizoafektif (F25.-)
Sebagaimana didefinisikan dalam ICD-10 harus ditempatkan di dalam blok
F20-F29 (skizofrenia, gangguan skizotipal dan waham) atau di dalam F30-
F39 (gangguan suasana perasaan {mood [afektif}}) masih sulit ditentukan.
Keputusan untuk menempatkannya dalam F20-F29 dipengaruhi oleh
umpan balik uji lapangan dari rancangan tahua 1987, dan tanggapan yang
diperoleh dari peredaran rancangan tersebut ke selunuh dunia kepada para
anggota World Psychiatric Association. Jelas bahwa adanya tradisi Klinisi
yang kuat dan luas lebih menguntungkan untuk mempertahankannya di
antara skizofrenia dan gangguan waham. Adalah relevan dalam diskusi ini
bahwa sekelompok gejala afektif dengan penambahan hanya waham yang
tidak serasi afektif tidak cukup untuk mengubah diagnosis ke dalam kate-
gori skizoafektif. Paling sedikit gejala skizofrenia yang khas harus ada
bersamaan dengan gejela afektif dalam episode yang sama.
Gangguan Suasana Perasaan (Mood {Afektif])
(F30-F39)
Para psikiater akan terus tidak setuju mengenai Klasifikasi gangguan suasa-
na perasaan (mood) sampai ditemukan suatu cara untuk membagi sindrom
Hinis yang berdasarkan pengukuran fisiologis atau biokimiawi, dibanding
sekarang yang hanya terbatas pada gambacan Winis dari emosi dan perila-
ku. Selama adanya keterbatasan ini, satah satu pilihan utama terletak
antara Klasifikasi yang agak sederhana dengan hanya sedikit derajat kepa-
rahan, dan pilihan lain dengan rincian yang lebih besar dan lebih banyak
subdivisi.
Naskah ICD-10 tahun 1987 yang dipergunakan untuk uji Japangan
merupakan naskah yang unggul karena kesedechanaannya dan mengan-
dung, misalnya episode depresif ringan dan beraf, tanpa pemisahan hipo-
mania dari mania, tanpa rekomendasi untuk menyatakan ada tidaknya
‘ 15konsep klinis yang lazim, seperti sindrom "somatik" atau halusinasi afektif
dan waham. Namun demikian, umpan balik dari para klinisi yang terlibat
dalam uji lapangan, serta komentar dari berbagai sumber, menunjukkan
luasnya permintaan untuk menentukan derajat depresi serta gejala penyerta
seperti tersebut di atas. Jelas bahwa analisis pendahuluan data uji lapangan
dati banyak pusat penelitian, kategori “episode depresif ringan” sering
menunjukkan taraf keterandalannya antar-penilai yang agak rendah.
Terbukti juga bahwa pandangan para klinisi tentang perlunya sejumlah
subdivisi depresi sangat dipengaruhi oleh tipe pasien yang paling sering
mereka jumpai. Mereka yang bekerja pada fasilitas pelayanan dasar, Klinik
rawat jalan dan psikiatri konsultasi (liaison) membutuhkan cara mendes-
kripsikan pasien dengan keadaan depresi ringan namun secara klinis ber-
makna, sedangkan mereka yang bekerja terutama dengan pasien rawat inap
sering kali membutuhkan penggunaan Kategori yang lebih ekstrem.
Konsultasi lebih lanjut dengan para pakar tentang gangguan afektif meng-
hasilkan versi yang sekarang ini. Pilihan untuk menentukan beberapa aspek
dari gangguan afektif sudah termasuk, walanpun belum diterima secara
ilmiah, namun oleh para psikiater dari berbagai negara secara klinis diang-
gap bermanfaat. Diharapkan bahwa dimasukkannya hai tersebut akan
mecangsang diskusi dan penelitian lebih lanjut mengenai nilai klinis yang
sebenarnya.
Masalah yang masih belum terpecahkan adalah mengenai cara terbaik
untuk memberi batasan dan membuat diagnosis dengan mempergunakan
waham yang tidak serasi dengan suasana perasaan. Harus ada cukup bukti
dan kebutuhan klinis untuk mencantumkan waham yang serasi dengan
suasaua perasaan atau yang tidak serasi dengan suasana perasaan, atau
paling tidak sebagai "pilihan ekstra".
16Gangguan Depresif Singkat Berulang
Sejak diperkenalkan ICD-9, telah terkumpul cukyp bukti untuk membenar-
kan ketentuan suatu Kategori khusus bagi episode depresif singkat yang
memenuhi kriteria keparahan, tetapi tidak memenuhi kritetia lamanya
episode depresif (F32.-). Keadaan yang berutang ini makna nosologisnya
tidak jelas dan ketentuan suatu kategori unruk pencatatannya harus dapat
mendorong pengumpulan informasi menuju ke arah pemahaman yang lebih
baik tentang perjalanan jangka panjang dan frekuensinya.
Gangguan Panik dan Agorafobia
Masih terdapat perdebatan yang menganggap agorafobia dan gangguan
Panik merupakan gangguan primer. Dari sudut pandang internasional dan
antar-budaya, jumlah dan tipe bukti yang ada tidak dapat dipakat untuk
menolak pendapat yang masih secara luas dianut bahwa gangguan fobia
paling baik dianggap gangguan primer, dengan biasanya serangan panik
menunjukkan keparahannya,
Kategori Campuran.antara Anxietas dan Depresi
Para psikiater dan profesi lain, terutama di negara sedang berkembang,
yang melihat pasien di pelayanan kesehatan dasar seharusnya dapat
memanfaatkan F41.2 (gangguan campuran anxietas dan depresif), F41.3
(gangguan campuran lainnya), berbagai subdivisi F43.2 (gangguan penye-
suaian), dan F44.7 (gangguan disosiatif [konversi] campuran). Tujuan
kategoci ini untuk memudahkan deskripsi gangguan dengan manifestasi
campuran gejala pada mana label psikiatcik yang lebih sederbana dan lebih
tradisional yang tidak sesuai, tetapi mewakili keadaan penderitaan yang
berat dan biasanya bermakoa dan mengganggu fungsi. Mereka juga sering
berakibat dirujuk ke perawatan primer, pelayanan medis dan psikiatrik.
Kesulitan penggunaan kategori ini mungkin akan dijumpai, tetapi penting
untuk mengujinya dan bila perlu memperbaiki definisinya.Gangguan Disosiatif dan Somatoform dalam Kait-
annya dengan Histeria
Istilah “bisteria” tidak digunakan pada suatu gangguan dalam Bab V(F)
ICD-10 karena mempunyai banyak arti dan sangat bervariasi. Karena itu
lebih disukai istilah "disosiati(", yang menyatukan gangguan yang dulu
disebut histeria, baik untuk tipe disosiatif maypun konversi. Hal int teru-
tama karena pasien dengan variasi disosiatif dan konversi sering menun-
jukkan sejumlah karakteristik lain, dan juga kerapkali memperlihatkan
kedua varietas pada saat yang sama atau pada saat yang berbeda. Tampak-
nya cukup alasan untuk mendwga bahwa mekanisme psikologisnya sama
(atau sangat mirip) bagi kedua tipe gejala tersebut. Kegunaan untuk menge-
lompokkan bersama beberapa gangguan dengan gejala fisik atau somatik
yang menonjol yang dikenal dengan istilah “somatoform” tampaknya dapat
diterima secara internasional. Dengan alasan yang sama, konsep bare ini
tidak dianggap alasan yang cukup untuk memisahkan amnesia dan fugue
dari kehilangan sensorik dan motorik yang disosiatif.
Apabila gangguan kepribadian multipel (F44.81) tersebut sebagai sesuatu
yang bukan khas budaya atau suatu keadaan iatrogenik maka sebaiknya
dimasukkan ke dalam kelompok disosiatif.
Neurastenia
Meskipun neurastenia telah dihilangkan dari beberapa sistem Kasifikasi,
tetapi neurastenia masih dipertahankan sebagai suatu Kategori dalam
1CD-10, karena diagnosis ini masih dipergunakan secara vas dan di
beberapa negara. Penelitian di berbagai tempat menunjukkan bahwa pro-
porsi yang bermakna dari kasus-kasus yang didiagnosis sebagai neuraste-
nia, dapat juga diklasifikasikan sebagai depresi atau anxietas : bagaimana
pun juga ada kasus di mana sindrom klinis tidak sesuai dengan deskripsi
dari kategori lain mana pun, tetapi memenvhi semua kcitecia yang spesifik
untuk suatu sindrom neurastenia. Diharapkan bahwa penelitian lebih tanjut
tentang neurastenia akan dipacu oleh penempatannya sebagai satu kategori
tersendiri.
18Gangguan Spesifik Budaya
Xebutuhan uncuk suatu kategori tersendiri bagi gangguan seperti Latah,
amok, koro, dan berbagai kemungkinan gangguan spesifik budaya lain,
kurang atau jarang diungkapkan akhir-akhir ini. Upaya untuk mengidenti-
fikasikan berdasarkan epidemiologi yang akan memperkuat untuk pene-
tapan kasus tersebut sebagai gangguan yang sccara klinis dapat dibedakan
dengan gangguan yang sudsh ada dalam klasiftkasi, telah gagal sehingga
tidak perlu dilakukan Klasifikasi tersendiri. Berdasarkan literatur yang ada,
keadaan ini bisa dianggap sebagai suatu varian lokal dari anxietas, deprest,
gangguan somatoform, atau gangguan penyesuaian; karena itu kode yang
paling mendekati harus digunakan bilamana perlu, bersamaan dengan
eatatan tambahan yang menjelaskan gangguan spesifik budaya. Mungkin
didapatkan juga unsur menonjol dari perilaku untuk menarik perhatian atau
adopsi peranan sakit seperti yang digambarkan dalam F68.1 {kesengajaan
atau berpura-pura membuat gejala atau disabilitas), yang juga bisa dire-
kam.
Gangguan Jiwa dan Perilaku yang Berhubungan
dengan Masa Nifas.(F53.-)
Kategori ini tidak lazim dan disarankan hanya digunakan apabila tidak
dapat dihindaci. Pencantuman kategori ini merupakan suatu pengakuan
tentang masalah praktis yang sangat nyata di banyak negara sedang ber-
kembang, yang sebenarnya tidak memungkinkan pengumpulan rincian dari
banyak kasus masa nifas. Walaupun tidak cukup informasi untuk mene-
gakkan suatu diagnosis dari beberapa variasi gangguan afektif (atau, yang
lebth jarang lagi, skizofrenia), umumnya cukup diketahui untuk menegak-
kan diagnosis gangguan ringan (F53.0) atau berat (F53.1); subdivisi ini
berguna untuk memperkirakan beban kerja, dan bilamana harus mengambil
‘keputusan (entang penyediaan pelayanan.Pencantuman kategori tersebut jangan sampai dilakukan untuk menyatakan
bahwa, apabila informasi memadai, suatu proporsi yang bermakna dari
kasus gangguan jiwa masa nifas tidak dapat diklasifikasikan ke dalam
kategoti yang Jain. Banyak ahli di bidang ini berpendapat bahwa gambaran
klinis dari psikosis masa nifas begitu jasang (bila ada), yang dapat dibeda-
kan dari gangguan afektif atau skizofrenia sehingga suatu kategori khusus.
tidak diperlukan. Setiap psikiater yang tergolang dalam pendapat minoritas
yang menyatakan bahwa psikosis masa nifas memang ada, dapat menggu-
nakan kategori ini, tetapi harus menyadari akan tujuan sebenarnya dari
kategori tersebut.
Gangguan Kepribadian Masa Dewasa (F60.-)
Pada semua klasifikasi psikiatrik saat ini, gangguan kepribadian masa
dewasa meliputi berbagai masalah berat yang pemecahannya memeriukan
” informasi berdasarkan penemuan-penemuan yang luas dan makan waktu.
Perbedaan antara pengamatan dan interpretasi akan menyulitkan apabila
upaya tadi dibuat untuk menulis tincian pedoman atau kriteria diagnostik
untuk ganggvan ini, Jomlah kritetia yang harus dipenchi untuk diagnosis
masih mecupakan masalah yang belum terpecahkan pada saat ini. Walau-
pun demikian upaya yang telah dilakukan’ untuk membuat kriteria dan
pedoman yang spesifik untuk Kategori tersebut menunjukkan perlu adanya
pendekatan baru dalam deskripsi gangguan kepribadian,
Deskripsi singkat dari gangguan kepribadian ambang (F60.31) akhirnya
dimasukkan sebagai subkategori gangguan kepribadian emosional tak stabil
(F60.3), sekali lagi dengan harapan untuk merangsang penelitian.
Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa
Lainnya (F638)
Dua kategori yang telah dimasukkan di sini tetapi tidak ada di ICD-9 jalah
F68.0, suatu penjabaran dari gejala fisik karena alasan psikologis, dan
20F68.1 kesengajaan atau berpura-pura membuat gejala atau disabilitas, baik
secara fisik maupun psikologis (gangguan buatan). Karena keduanya
adalah gangguan peran atau perilaku penyakit, maka dikelompokkan
dengan gangguan-gangguan lain dari perilaku dewasa. Bersama dengan
berpura-pura (malingering) (276.5) yang selalu tidak termasuk Bab V
ICD, gangguan dari suatu trio diagnosis sering perlu dipikirkan bersama.
Perbedaan utama antara dua yang pertama dan berpura-pura ialah pada
motivasinya. Pada berpuca-pura jelas dan biasanya terbatas pada situasi-
situast yang membahayakan, hukuman pidana, atau melibatkan uang dalam
jumlah yang besar, .
Retardasi Mental (F70-F79}
Kebijakan dari Bab V (F) ICD-10 untuk sclaht membahas retardasi menta)
sesingkat dan sesederhana mungkin berdasarkan alasan bahwa topik ini
memerlukan sistem pendekatan yang menyeluruh dan multiaksial. Sistem
tersebut perlu dikembangkan secara terpisah, dan pekerjaan yang mengha-
silkan proposal yang sesuai untuk penggunaan internasional sekarang
sedang berlangsung.
Gangguan yang Muncul pada Masa Kanak
F80-F89 Gangguan Perkembangan Psikologis
Gangguan pada masa kanak seperti autisme infantil dan psikosis desinte-
gratif, pada ICD-9 diklasifikasikan sebagai psikosis; sekarang lebih tepat
dimasukkan F84.- yaitu gangguan perkembangan pervasif. Walaupun
masih ada ketidakpastian tentang status nosologis, dengan adanya informa-
si yang memadai, untuk sindrom Rett dan Asperger dalam kelompok ini
dianggap sebagai gangguan spesifik, Gangguan aktivitas berlebih yang
berlubungan dengan retardasi mental dan gerakan stereotipik (F84.4) juga
dimasukkan dalam kelompok ini meskipun bersifat campuran, karena bukti
menunjukkan bahwa hal tersebut mempunyai penggunaan praktis.
21