Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MANAJEMEN RISIKO DAN KEAMANAN PASIEN


“Sejarah dan Perkembangan Patient Safety”

Disusun oleh :
Kelompok 1

Arni Melati (1911212003) Rani Ul Husna (1911213011)


Azzah Fadhilah (1911212001) Raudhatul Hasanah AF (1911212011)
Chintya Falenski (1911213018) Reta Prima Taiwa (1911212036)
Kartika Putri (1911211050) Selsa Malia Putri (1911212019)
Melti Isyahda (1911213013) Zil Himmah (1911211003)
Mutia Ikhsania (1911212055)

Dosen Pengampu : Dra. Sri Siswati, Apt, SH, M.Kes.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini sesuai
dengan yang diharapkan. Makalah dengan judul “Sejarah dan Perkembangan
Patient Safety” ini dibuat dengan tujuan memberikan pemahaman mengenai
sejaran dan perkembangan kemanan pasien dan sebagai salah satu tugas mata
kuliah Manajemen Risiko dan Kemanan Pasien. Proses pembuatan makalah ini
tidak akan mampu terselesaikan dengan baik tanpa bantuan tim yang turut
berperan. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Dra. Sri Siswati, Apt, Sh, M.Kes., selaku dosen pengampu mata kuliah
Manajemen Risiko dan Keamanan Pasien.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih belum
sempurna, baik dari segi penulisan, bahasan, ataupun penyusunannya. Oleh karena
itu penulis mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran yang
membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat
dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Padang, 1 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan ............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................3

2.1 Konsep Manajemen Risiko dan Patient Safety..............................................3

2.2 Sejarah Patient Safety ....................................................................................3

2.3 Perkembangan Patient Safety di Negara Indonesia .......................................5

2.4 Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit ..................8

2.5 Dasar Hukum dan Peraturan Terkait Patient Safety ....................................11

2.6 Studi Kasus ..................................................................................................13

2.6.1 Kasus .................................................................................................13

2.6.2 Analisis ..............................................................................................13

2.6.3 Solusi .................................................................................................14

BAB III PENUTUP................................................................................................15

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................15

3.2 Saran ............................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebuah realisasi yang menentukan pada tahun 1990an adalah bahwa terlepas
dari semua kekuatan obat modern yang diketahui untuk menyembuhkan dan
memperbaiki penyakit, rumah sakit bukanlah tempat yang aman untuk
penyembuhan. Sebaliknya, rumah sakit adalah tempat yang penuh dengan risiko
yang membahayakan pasien. Salah satu respon penting terhadap realisasi ini
adalah meningkatnya minat terhadap keselamatan pasien. Semakin jelas bahwa
keselamatan pasien telah menjadi satu disiplin ilmu tersendiri, lengkap dengan
pengetahuan dan keahlian terpadu, dan memiliki potensi untuk merevolusi
perawatan kesehatan, mungkin sama radikalnya dengan biologi molekuler yang
secara dramatis meningkatkan kemampuan terapeutik dalam pengobatan.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah
sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas
kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang bisa
berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas, keselamatan lingkungan
(green productivity) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan
keselamatan “bisnis” rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah
sakit. Kelima aspek keselamatan tersebut sangatlah penting untuk dilaksanakan di
setiap rumah sakit. Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat
berjalan apabila ada pasien. Karena itu keselamatan pasien merupakan prioritas
utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra
perumahsakitan.
Seiring sejarah intelektual keselamatan pasien berkembang, semakin penting
untuk menentukan keselamatann pasien. Keselamatan pasien telah menjadi bagian
dari kesadaran dan kebutuhan bersama serta merupakan komitmen global dalam
meningkatkan kualitas dan akuntabilitas dalam pelayanan kesehatan. Keselamatan
pasien telah diakui di banyak negara, dengan kesadaran global dipupuk oleh

1
Aliansi Dunia untuk Keselamatan Pasien dari WHO. Namun tetap ada tantangan
yang signifikan untuk menerapkan kebijakan dan praktik keselamatan pasien.

1.2 Rumusan Masalah


1.1.1 Jelaskan konsep manajemen risiko dan patient safety!
1.1.2 Bagaimana sejarah patient safety?
1.1.3 Bagaimana perkembangan patient safety di negara Indonesia?
1.1.4 Jelaskan sembilan solusi life-saving keselamatan pasien rumah sakit!
1.1.5 Apa saja dasar hukum dan peraturan terkait patient safety?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini
sebagai berikut:
1.1.1 Untuk mengetahui konsep manajemen risiko dan patient safety.
1.1.2 Untuk mengetahui sejarah patient safety.
1.1.3 Untuk mengetahui perkembangan patient safety di negara Indonesia.
1.1.4 Untuk mengetahui sembilan solusi life-saving keselamatan pasien
rumah sakit.
1.1.5 Untuk mengetahui apa saja dasar hukum dan peraturan terkait patient
safety.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Manajemen Risiko dan Patient Safety


Manajemen Risiko merupakan sebuah sistem pengawasan resiko serta
sistem perlindungan inventaris, harta benda, keuntungan, dan hak milik sebuah
badan usaha atau perusahaan atau pun perorangan dari kemungkinan kerugian
yang dialami sebagai akibat adanya suatu resiko.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

2.2 Sejarah Patient Safety


Sejarah patient safety dimulai dengan laporan yang diterbitkan oleh Institute
Of Medicine di USA pada tahun 2000 dengan judul “TO ERR IS HUMAN :
Building a Safer Health System” dan data WHO (World Allience For Patient
Safety, Forward Program, 2004) tentang pelayanan pasien rawat inap di berbagai
negara. Laporan IOM memublikasikan hasil riset di rumah sakit pada negara
bagian Utah, Colorado dan New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD
(kejadian tidak diharapkan/adverse event) sebesar 2,9%, dimana 6,6% diantaranya
meninggal. Sedangkan di New York, KTD didapatkan sebesar3,7% dengan angka
kematian 13,6%. Kumulatif angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di
seluruh USA, berkisar antara 44.000-98.000 pertahun dari 33,6 juta jiwa pasien
rawat inap.
Publikasi WHO pada tahun 2004, mengemukakan hasil riset pada rumah
sakit di USA,Inggris, Denmark dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang
antara3,2%– 16,6%. Dengan data-data tersebut, berbagai negara segera

3
melakukan penelitian dan mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (SKPRS). Organisasi kesehatan dunia (WHO) juga telah menegaskan
pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada pasien sehubungan dengan data
KTD di Rumah Sakit di berbagai negara menunjukan angka yang tidak kecil
berkisar 3-16%.
Gerakan keselamatan pasien dalam konteks pelayanan kesehatan saat ini
diterima secara luas di seluruh dunia. WHO kemudian meluncurkan program
World Alliance for Patient Safety pada tahun 2004. Program itu mengatakan
bahwa keselamatan pasien adalah prinsip fundamental pelayanan pasien sekaligus
komponen kritis dalam manajemen mutu. (WHO, 2006)
Selain itu, publikasi kelembagaan Australia tahun 2010 menyebutkan bahwa
Australia telah menjadi salah satu pelopor pelaporan kejadian dalam praktik
umum, dan studi oleh Badan Ancaman terhadap Keselamatan Pasien Australia
(Threats to Australian Patient Safety / TAPS) adalah salah satu analisis insiden
keselamatan pasien yang paling komprehensif di dunia internasional (Australian
Commision on Safety and Quality in Health Care, 2010).
TAPS dan penelitian lainnya telah mengidentifikasi dua jenis insiden
keselamatan pasien yang luas:
1. Insiden terkait dengan proses perawatan, termasuk proses administrasi,
investigasi, perawatan, komunikasi dan pembayaran. Ini adalah jenis kejadian
umum yang dilaporkan (berkisar antara 70% -90% tergantung pada
penelitian).
2. Insiden terkait dengan pengetahuan atau keterampilan praktisi, termasuk
diagnosis yang tidak terjawab atau tertunda, perlakuan salah dan kesalahan
dalam pelaksanaan tugas.
Doktrin keselamatan pasien (patient safety) menjadi referensi dalam
pengembangan sistem penyelenggaraan kesehatan nasional, terutama semenjak
mencuatnya kasus-kasus dugaan malpraktik medis di Indonesia. Dalam
perkembanganya, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menginstruksikan
agar setiap penyelenggara pelayanan kesehatan sungguh-sungguh memberikan
perhatian terhadap isu patient safety ini dalam tataran parktis.

4
Pada tahun 2005 diterbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang
tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit
yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien.
Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder
rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan
rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari
penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan sistem patient safety
yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada (Rhudy Marseno:
2011) Selanjutnya patient safety menjadi sebuah gerakan nasional sejak tahun
2005. Gerakan ini pertama kali dicanangkan oleh di Menteri Kesehatan bersama
Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) dan Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) dalam forum Seminar Nasional PERSI yang
diselenggarakan pada tanggal 21 Agustus 2005 di Jakarta Convention Centre
(Adhi Kurniawan).

2.3 Perkembangan Patient Safety di Negara Indonesia


Di Indonesia data mengenai adverse event & near miss apalagi sentinel
event masih sangat langka, tetapi yang pasti tuduhan malpraktik terhadap dokter
dan atau rumah sakit makin lama makin sering dijumpai. Berkaitan dengan hal
diatas Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) merasa perlu untuk
membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) yang diresmikan
pada 1 Juni 2005 di Jakarta. Gebrakan PERSI disambut baik oleh Depkes, maka
gayung pun bersambut dengan diresmikannya pencanangan Gerakan Keselamatan
Pasien Rumah Sakit oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada 21 Agustus
2005 di Jakarta.
Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir
tumbuh demikian pesatnya, peningkatan diatas juga disertai dengan peningkatan
rerata tingkat ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi masyarakat. Perubahan
faktor-faktor tersebut secara tidak langsung akan meningkatkan needs & demands

5
masayarakat dalam mencari layanan medis yang bermutu, aman dan terjangkau.
Dalam menyikapi perubahan-perubahan diatas diperlukan kesiapan yang baik dari
seluruh tenaga medis, paramedis serta semua unit pendukung di rumah sakit,
bentuk respons yang tidak siap, tidak sigap dan tidak adekwat dapat berpotensi
menimbulkan berbagai macam permasalahan. Berbagai masalah yang timbul
biasanya terjadi akibat kelalaian dalam upaya penanganan yang akhirnya akan
berujung pada munculnya adverse event.
Konsep dari pelayanan medis pada dasarnya adalah segala upaya yang
dilakukan untuk menyembuhkan dan atau menyelamatkan atau mengurangi
penderitaan pasien dari penyakit atau kelainan yang dideritanya. Dalam
melakukan upaya tersebut diatas, terdapat kaidah dasar yang harus selalu diingat
”Primum, Non Nocere” atau “First, do no harm” (Hiprocrates). Peningkatan mutu
pelayananan medis (medical services) dirumah sakit merupakan faktor penting
dalam pengembangan layanan rumah sakit (hospital services), layanan medis
adalah indikator penting kinerja layanan rumah sakit.Mutu layanan medis
merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan keselamatan pasien, secara
matematis mutu medical services berbanding terbalik dengan insidens medical
error, oleh karena itu peningkatan mutu medical services akan dapat menurunkan
insidens medical error di rumah sakit.
Menurut Bhasale et al (1998) mendefinisikan medical error sebagai“ an
unintended event that could have harmed or did harm a patient.” Pemahaman
definisi diatas menggambarkan bahwa medical error adalah : Suatu kekeliruan /
kesalahan yang terjadi saat melakukan suatu prosedur medis (upaya menegakkan
diagnosis atau terapi terhadap suatu penyakit, infeksi, cidera, syndrome atau
kelainan medis lain) yang dilakukan secara tidak tepat atau tidak lengkap atau
tidak sesuai dengan rencana (SOP), atau menggunakan metoda yang salah (sudah
tidak dipakai lagi/ditinggalkan), dan dapat membahayakan bagi pasien.
Sejak awal tahun 1990 Institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada
3 (tiga) elemen yaitu struktur, proses dan outcome dengan bermacam-macam
konsep dasar, program regulasi yang diterapkan terutama pada rumah sakit
pemerintah, misalnya Penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, Quality
Assurance, Total Quality Management, Countinus Quality Improvement,

6
Perizinan, Akreditasi Rumah Sakit, Crendentialing, Audit Medis, Indikator Klinis,
Clinical Governance, ISO, dan lain sebagainya. Meskipun program-program
tersebut telah dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada aspek
struktur, proses maupun outcome.Namun masih saja terjadi adverse event yang
tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum.
Oleh sebab itu perlu penerapan program lain yang lebih mengena langsung
pada hubungan dokter-pasien untuk lebih memperbaiki proses pelayanan.
Program tersebut diatas kemudian lebih dikenal dengan istilah Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (Patient Safety) (KPRS).Diharapkan dengan meningkatnya
keselamatan pasien rumah sakit, maka kepercayaan masyarakat terhadap layanan
rumah sakit dapat lebih meningkat. Selain itu meningkatnya fokus perhatian pada
keselamatan pasien akan dapat mengurangi kekerapan adverse event. Karena telah
diketahui sebelumnya adverse event selain dapat berdampak terhadap peningkatan
biaya pelayanan medis juga bisa membawa rumah sakit ke arena ataupun
“budaya” saling menyalahkan (blaming culture), menimbulkan konflik antara
dokter/petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa medis, menimbulkan
tuntutan dan proses hukum atas tuduhan malpraktek dsb.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah membentuk
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005,
dan telah menerbitkan Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien.Panduan ini dibuat sebagai dasar implementasi keselamatan pasien di
rumah sakit. Dalam perkembangannya, Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS)
Departemen Kesehatan telah pula menyusun Standar Keselamatan Pasien Rumah
Sakit dalam instrumen Standar Akreditasi Rumah Sakit. Akreditasi rumah sakit
saat ini adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi setiap rumah sakit sebagai
amanat Undang-undang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Sejak
berlakunya UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29/2004
tentang Praktik Kedokteran, muncul berbagai tuntutan hukum kepada dokter dan
rumah sakit. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan penerapan
sistem keselamatan pasien di rumah sakit.
Keselamatan pasien sebagai suatu sistem di dalam rumah sakit sebagaimana
dituangkan dalam instrumen standar akreditasi rumah sakit ini diharapkan

7
memberikan asuhan kepada pasien dengan lebih aman dan mencegah cedera
akibat melakukan atau tidak melakukan tindakan. Dalam pelaksanaannya
keselamatan pasien akan banyak menggunakan prinsip dan metode manajemen
risiko mulai dan identifikasi, asesmen dan pengolahan risiko. Pelaporan dan
analisis insiden keselamatan pasien akan meningkatkan kemampuan belajar dari
insiden yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama dikemudian
hari.

2.4 Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit


WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007
resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan Solusi
Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Panduan ini mulai disusun sejak
tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara, dengan
mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia
untuk menerapkan Sembilan Solusi “Life-Saving” Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan
kondisi RS masing-masing.

1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-


Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf
pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan
obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh
dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat
signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama
merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada
penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya
resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun
pembuatan resep secara elektronik.

8
2. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien
secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi
maupun pemeriksaan, pelaksanaan prosedur yang keliru orang, penyerahan
bayi kepada bukan keluarganya, dan sebagainya. Rekomendasi ditekankan
pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk
keterlibatan pasien dalam proses ini, standardisasi dalam metode
identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan,
dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini, serta penggunaan protokol
untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.

3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima / Pengoperan Pasien.


Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara
unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa
mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang
tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien.
Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien
termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang
bersifat kritis, memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya
dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan
melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.

4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.


Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat
dicegah.Kasuskasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar.
Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan
macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang
distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis
kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi
prapembedahan, pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas
yang akan melaksanakan prosedur, dan adanya tim yang terlibat dalam

9
prosedur ’Time out” sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.

5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (Concentrated).


Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi
khususnya adalah berbahaya.Rekomendasinya adalah membuat
standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah, dan pencegahan atas
campur aduk / bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.

6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.


Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan.
Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang
didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik
transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang
paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima
pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan
dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan
bilamana menuliskan perintah medikasi, dan komunikasikan daftar tersebut
kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau
dilepaskan.

7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Selang (Tube).


Selang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian
Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui
penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau
cairan melalui jalur yang keliru.Rekomendasinya adalah menganjurkan
perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang
mengerjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya selang
yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya
menggunakan sambungan dan selang yang benar).

10
8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV,
dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (re-use) dari jarum
suntik.Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang jarum di
fasilitas layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas di
lembagalembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip
pengendalian infeksi, edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka
mengenai penularan infeksi melalui darah dan praktek jarum sekali pakai
yang aman.

9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan


lnfeksi Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh
dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan
Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk
menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada
titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf
mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan
tangan bersih ditempat kerja, dan pengukuran kepatuhan penerapan
kebersihan tangan melalui pemantauan / observasi dan teknik-teknik yang
lain. (WHO, 2009).

2.5 Dasar Hukum dan Peraturan Terkait Patient Safety

1. UU No.36 tahun 2009


a) Pasal 53 (3): Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa
pasien dibanding kepentingan lainnya.
b) Pasal 58 (1): Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan
kesehatan yang diterimanya.

11
2. Pasal 32 UU No.44 tahun 2009
Mengenai Hak Pasien :
a) Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku
di Rumah Sakit;
b) Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c) Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi;
d) Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional;
e) Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar
dari kerugian fisik dan materi;
f) Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g) Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
h) Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter
lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di
luar Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit

4. KKP-RS No.001-VIII-2005 tentang Panduan Patient Safety


a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
b. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen &focus yang
kuat & jelas tentang KP di RS anda”
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem &
proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yg
potensial bermasalah”
d. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dg mudah
dpt melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd
KKP-RS”

12
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-
cara komunikasi yg terbuka dg pasien”
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien,
“dorong staf anda utk melakukan analisis akar masalah utk belajar
bagaimana & mengapa kejadian itu timbul
g. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien,
“Gunakan informasi yg ada ttg kejadian/masalah utk melakukan
perubahan pada sistem pelayanan”

2.6 Studi Kasus


2.6.1 Kasus
Kasus An. Az. di Rumah Sakit S (Padang) umur 3 tahun pada tanggal 14
Februari 2017, pasien di rawat di ruangan Melati Rumah Sakit S. Padang dengan
diagnosa Demam kejang. Sesuai order dokter, infus pasien harus diganti dengan
didrip obat penitoin, namun perawat yang tidak mengikuti operan jaga langsung
mengganti infus pasien tanpa melihat bahwa terapi pasien tersebut infusnya harus
didrip obat penitoin. Beberapa menit kemudian pasien mengalami kejang-kejang,
untung keluarga pasien cepat melaporkan kejadian ini sehingga tidak menjadi
tambah parah dan infusnya langsung diganti dan ditambah penitoin.
2.6.2 Analisis
Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kelalaian perawat dapat membahayakan
keselamatan pasien. Seharusnya saat pergantian jam dinas semua perawat
memiliki tanggung jawab untuk mengikuti operan yang bertujuan untuk
mengetahui keadaan pasien dan tindakan yang akan dilakukan maupun
dihentikan. Supaya tidak terjadi kesalahan pemberian tindakan sesuai dengan
kondisi pasien. Pada kasus ini perawat juga tidak menjalankan prinsip 6 benar
dalam pemberian obat. Seharusnya perawat melihat terapi yang akan diberikan
kepada pasien sesuai order, namun dalam hal ini perawat tidak menjalankan
prinsip benar obat. Disamping itu juga, terkait dengan hal ini perawat tidak
mengaplikasikan konsep patient safety dengan benar, terbukti dari kesalahan
akibat tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan yang menyebabkan
ancaman keselamatan pasien.

13
2.6.3 Solusi
Pengembangan dan Penerapan Solusi Serta Monitoring atau Evaluasi.
Berdasarkan kasus diatas solusi untuk pemecahan masalah mengenai perawat
yang tidak mengikuti operan pergantian jam dinas. Perawat harus mengetahui
standar keselamatan pasien sesuai dengan uraian Kemenkes, sebagai berikut:

Standar Keselamatan Pasien RS (KARS – Kemenkes)

a. Hak pasien
b. Mendidik pasien dan keluarga
c. Keselamatan pasien dan asuhan berkesinambungan
d. Penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja, untuk melakukan evaluasi
dan meningkatkan keselamatan pasien
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manajemen Risiko merupakan sebuah sistem pengawasan resiko serta
sistem perlindungan inventaris, harta benda, keuntungan, dan hak milik
sebuah badan usaha atau perusahaan atau pun perorangan dari kemungkinan
kerugian yang dialami sebagai akibat adanya suatu resiko. Keselamatan pasien
rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman.
Sejarah patient safety dimulai dengan laporan yang diterbitkan oleh
Institute Of Medicine di USA pada tahun 2000 dengan judul “TO ERR IS
HUMAN : Building a Safer Health System” dan data WHO (World Allience
For Patient Safety, Forward Program, 2004) tentang pelayanan pasien rawat
inap di berbagai negara.
Pada tahun 2005 diterbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit.
Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua
stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di
rumah sakit.
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah membentuk
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni
2005, dan telah menerbitkan Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien. Dalam perkembangannya, Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS)
Departemen Kesehatan telah pula menyusun Standar Keselamatan Pasien
Rumah Sakit dalam instrumen Standar Akreditasi Rumah Sakit.
WHO Collaborating Centre for Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007
resmi menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solutions” (“Sembilan
Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit”), antara lain Perhatikan
nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names);
Pastikan identifikasi pasien; Komunikasi secara benar saat serah terima /

15
pengoperan pasien; Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar;
Kendalikan cairan elektrolit pekat (Concentrated); Pastikan akurasi pemberian
obat pada pengalihan pelayanan; Hindari salah kateter dan salah sambung
selang (Tube); Gunakan alat injeksi sekali pakai; dan Tingkatkan kebersihan
tangan (Hand hygiene) untuk pencegahan infeksi nosokomial.
Dasar hukum dan peraturan terkait Patient Safety, antara lain UU No.36
tahun 2009 Pasal 53 Ayat 3 dan Pasal 58 Ayat 1, Pasal 32 UU No.44 tahun
2009, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dan
KKP-RS No.001-VIII-2005 tentang Panduan Patient Safety.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan mencoba memperbaiki kesalahan tersebut.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun mengenai pembahasan makalah dan kesimpulan di atas.

16
DAFTAR PUSTAKA

KKP-RS No.001-VIII-2005 tentang Panduan Patient Safety.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36


Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44


Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


114/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan.

Susila, Muh Endriyo. (2017). Upaya Perlindungan Tenaga Medis dari Resiko
Gugatan / Tuntutan Hukum. Patient Safety Menuju Doctor Safety, 40 (7).
Dari Patient Safety Menuju Doctor Safety: Upaya Perlindungan Tenaga
Medis dari Resiko Gugatan/tuntutan Hukum - Neliti [Diakses pada tanggal
31 Agustus 2021].

World Health Organization, Patient Safety. (2009). WHO Guidelines on Hand


Hygiene in Health Care : First Global Patient Safety Challenge : Clean
Care is Safer Care. Geneva, Switzerland.
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/44102/9789241597906_en
g.pdf;jsessionid=3A9281E2F5FDE57EAFDD685D6880CBFA?sequence=
1 [Diakses pada tanggal 31 Agustus 2021].

17

Anda mungkin juga menyukai