BUKU – BUKU :
Sugeng, Bambang dan Sujayadi. (2009), “Hukum Acara Perdata & Dokumen Litigasi
Perkara Perdata”, Surabaya: Kencana
Akbar, M Rizal. dkk, (2005), “Tanah Ulayat dan Keberadaan Masyarakat Hukum
Adat”, Pekan Baru : LPNU Press
Santoso, Urip. (2005) “Hukum Agraria Dan Hak – Hak Atas Tanah”, Jakarta, Kencana
Zaidar. (2010), “Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia”, Medan : Pustaka Bangsa
Soekanto, Soerjono dan Soleman B.T. (2011), “Hukum Adat Indonesia”, Jakarta, Raja
Grafindo Persada
Sunindhia, Y.W dan Ninik Widiyanti. (1988) “Pembaharuan Hukum Agraria”. Bina
Aksara : Jakarta
R.Gultom, Elfrida dan Markoni, (2014), “Hukum Acara Perdata”, Mitra Wacana Media
: Jakarta
S.Praja, Juhaya dan Afif Muhammad. (2014), “Teori Hukum dan Aplikasinya”, CV.
Pustaka Setia : Bandung
Shidarta, (2007), “Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum
dan Filsafat Hukum”, PT Refika Aditama : Bandung
Anshori, Abdul Ghofur. (2006), “Filsafat Hukum Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan”,
Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Huijbers, Theo. (1995), “Filsafat Hukum dalam lintasa sejarah, Cet VIII”, Kanisius :
Yogyakarta
1
Friedrich, Carl Joachim. (2004), “Filsafat Hukum Perspektif Historis”, Nuansa dan
Nusamedia : Bandung
Fauzan, Uzair dan Heru Prasetyo, (2006), “Teori Keadilan”, Pustaka Pelajar :
Yogyakarta
Sutedi, Andrian, (2011), “Sertifikat Hak Atas Tanah”, Sinar Grafika : Jakarta
Soimin, Soedharyo. (2008), “Status Hak Dan Pembebasan Tanah” Edisi Kedua, Sinar
Grafika : Jakarta
Joses S, Jimmy, (2010), “Panduan Mengurus Sertifikat Tanah”, Visi Media : Jakarta
Hermit, Herman. (2004), “Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara
dan Tanah Pemda”, Mandar Maju : Bandung
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji. (2001), “Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat)”, Rajawali Pers : Jakarta
Arifin, Syamsul. (2012), “Metode Penulisan Karya Ilmiah dan Penelitian Hukum”
Medan Area University Press : Jakarta
Wijayanta, Tata & Hery. (2011), “Perbedaan Pendapat Dalam Putusan Pengadilan”,
Pustaka Yustisia : Yogyakarta
Kamil, Ahmad. (2012), “Filsafat Kebebasan Hakim”, Prenada Media Group : Jakarta
INTERNET
Gultom, Obbie Afri. (2014), “Tata Cara Memperoleh Tanah Garapan”, dalam
http://www.gultomlawconsultants.com, 17 Maret 2015
Glosarium, (2014), “Pengertian Asas Kepastian Hukum Menurut Para Ahli,” Dalam
Https://www.tesishukum.com, 9 Februari 2020
2
Hasanuddin, (2016), “Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Putusan Perkara Perdata
Dengan Menggunakan Terjemahan Burgelijk Wetboek” dalam https://pn-
tilamuta.go.id, 8 Februari 2020
Litigasi, (2019), “Maksud Putusan Hakim Menyatakan Gugatan Tidak Dapat Diterima”, dalam
https://www.litigasi.co.id, diakses pada 2 Februari 2020
Diana Kusumasari, (2011), “Arti Gugatan Dikabulkan, Ditolak, dan Tidak Dapat Diterima”, dalam
https://www.hukumonline.com diakses pada 2 Februari 2020
PERUNDANG – UNDANGAN
3
MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara
Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3643);
4
8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis Dan Penyetoran
Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Tahun
1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3694);
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3696);
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan
Nasional jo. Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;
MEMUTUSKAN :
Pasal 42
(1) Apabila terjadi penggabungan, pemisahan atau pemecahan bidang-bidang tanah yang
telah terdaftar, maka dilakukan penetapan batas dan pengukuran kembali.
(2) Untuk bidang-bidang tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuatkan gambar ukur
baru dan dilakukan perubahan pada peta pendaftarannya.
Pasal 135
(1) Jika dua bidang tanah hak atau lebih yang telah terdaftar dengan status dan pemegang
hak yang sama dan letaknya berbatasan akan digabungkan, maka permohonan
penggabungan disampaikan oleh pemegang hak atau kuasanya dengan menyebutkan
untuk kepentingan apa pengga-bungan tersebut dilakukan dan melampirkan : - sertipikat-
sertipikat hak atas bidang-bidang tanah yang akan digabung; - identitas pemohon.
(2) Penggabungan bidang-bidang tanah hanya dapat dilakukan apabila tidak ada catatan
mengenai beban Hak Tanggungan atau beban lainnya pada hak atas bidang-bidang tanah
yang akan digabung.
(3) Status hukum bidang hasil penggabungan adalah sama dengan status bidang-bidang
tanah yang digabung, dan untuk pendaftarannya diberi nomor hak dan dibuatkan surat
ukur, buku tanah, dan sertipikat baru.
(4) Pendaftaran penggabungan bidang-bidnag tanah dilakukan dengan menyatakan tidak
berlaku lagi surat ukur, buku tanah, dan sertipikat hak atas bidang-bidang tanah yang
digabung dan mem-buatkan surat ukur, buku tanah dan sertipikat baru untuk bidang
tanah hasil penggabungan.
(5) Untuk melaksanakan hal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pada masing-masing surat
ukur, buku tanah dan sertipikat hak atas bidang-bidang tanah yang digabung dicantumkan
catatan dengan kalimat sebagai berikut : "Tidak berlaku lagi karena haknya sudah
dibukukan sebagai hak atas bidang tanah hasil penggabungan dengan tanah Hak …..
Nomor …../…… , yaitu Hak ……. Nomor … s/d ….. (lihat surat ukur/buku tanah nomor ... ..
5
)", yang dibubuhi tanda tangan Kepala Kantor Pertanahan atau pejabat yang ditunjuk
berikut cap dinas Kantor Pertanahan.
(6) Pencatatan penggabungan bidang-bidang tanah tersebut dikerjakan juga dalam
daftardaftar lain dan peta pendaftaran tanah atau peta-peta lain yang ada dengan
menghapus gambar bidang-bidang tanah asal diganti dengan gambar bidang tanah hasil
penggabungan yang diberi nomor hak atas tanah dan surat ukur bidang tanah hasil
penggabungan.
(7) Penggabungan bidang bidang tanah yang berbeda jangka waktu berakhirnya hak dapat
dilakukan atas permohonan pemegang hak dengan menyesuaikan jangka waktu
berakhirnya hak dengan jangka waktu yang terpendek atau yang terpanjang melalui
pelepasan hak untuk jangka waktu yang berlebih atau perolehan hak untuk jangka waktu
yang kurang.
(8) Kepala Kantor Pertanahan diberi kewenangan untuk memberikan penetapan yang
diperlukan untuk penyesuaian jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dengan
memberikan catatan seperlunya dalam buku tanah dan sertipikat serta daftar umum
lainnya.
6
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU)
NOMOR 51 TAHUN 1960 (51/1960)
TENTANG
LARANGAN PEMAKAIAN TANAH TANPA IZIN
YANG BERHAK ATAU KUASANYA
a. bahwa oleh Kepala Staf Angkatan Darat selaku Penguasa Perang Pusat untuk daerah
Angkatan Darat berdasarkan Undang-undang
No. 74/1957 tentang "Keadaan Bahaya" (Lembaran-Negara tahun
1957 No. 16) tel ah di kel uarkan Peraturan Penguasa Perang Pusat No.
Prt/Peperpu/011/1958 tentang "Larangan pemakaian tanah tanpa i zi n yang berhak
atau kuasanya", yang kemudi an di tambah dan diubah dengan Peraturan Penguasa
Perang Pusat No.
Prt /Peperpu/041/1959;
b. bahwa berhubung dengan ketentuan dalam pasal 61 Peraturan Pemeri ntah Pengganti
Undang- undang No. 23 t ahun 1959 t entang "Keadaan Bahaya" (Lembaran-Negara
tahun 1959 No. 139) jo.
Peraturan Pemeri ntah Penggant i Undang- undang No. 22 tahun 1960
(Lembaran-Negara tahun 1960 No. 66) waktu berlakunya Peraturan-peraturan
Penguasa Perang Pusat tersebut akan berakhi r pada tanggal 16 Desember 1960;
c. bahwa dewasa ini perlindungan tanah-tanah terhadap pemakaian tanpa izin yang berhak
atau kuasanya yang sah masih perlu dilangsungkan, lagi pula kepada penguasa-penguasa
yang bersangkutan masi h perl u di beri kan dasar hukum bagi ti ndakanti ndakannya
untuk menyel esai kan pemakai an tanah demi ki an i tu;
d. bahwa ketentuan-ketentuan dalam Ordonansi "Onrechtmatige occupat i e van gronden"
( Staatsbl ad 1948 No. 110) dan Undangundang Darurat No. 8/1951, ( Lembaran- Negara
tahun 1954 No. 65) serta Undang- undang Darurat No. 1/1956 ( Lembaran Negara tahun
1956 No. 45) karena berbagai perti mbangan ti dak dapat di pakai l agi ;
e. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut diatas dan mengingat sifat masalahnya
sebaiknya soal-termaksud sekarang diatur dal am bentuk peraturan perundang-
undangan bi asa;
f. bahwa karena keadaan yang memaksa soal tersebut diatur dengan Peraturan Pemeri
ntah Penggant i Undang- undang;
Mengi ngat :
Mendengar :
Musyawarah Kabi net Kerj a pada tanggal 13 Desember 1960;
7
MEMUTUSKAN:
Dengan mencabut :
b. Undang-undang Darurat No. 8 tahun 1954 (Lembaran-Negara tahun 1954 No. 65) ;
c.Undang-undang Darurat No. 1 tahun 1956 (Lembaran-Negara tahun 1956 No. 45) ;
Menetapkan :
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang "Larangan pemakai an t anah tanpa i
zi n yang berhak atau kuasanya".
Pasal 5.
(1) ( 1) Pemakai an t anah- tanah perkebunan dan hut an yang menurut Undang- undang
Darurat No. 8 tahun 1954 ( Lembaran- Negara 1954 No. 65) jo.Undang- undang Darurat
No. 1 tahun 1956 ( Lembaran- Negara t ahun 195 6 No. 45) harus di selesaikan dan yang
pada t anggal mul ai berl akunya Peraturan Pemeri nt ah Penggant Undang- undang i ni
bel um di sel esai kan menurut ket ent uan- ket ent uan dal am Undang- undang Darurat
t ersebut , sel anj ut nya akan di sel esai kan menurut ket ent uan- ket ent uan yang di t
etapkan ol eh Menteri Agrari a, set el ah mendengar Ment eri Pertani an.
(2) Dengan t i dak mengurangi berl akunya ket ent uan dal am ayat ( 1) pasal i ni , maka
Menteri Agrari a dengan mendengar Ment eri Pert ani an, dapat pul a mengambi l t
i ndakan- ti ndakan unt uk menyel esai kan pemakai an tanah- t anah perkebunan
dan hut an t anpa i zi n yang berhak atau kuasanya yang sah, yang di mul ai sej ak
tanggal 12 J uni 1954.
(3) Di dal am rangka menyel esai kan pemakai an t anah- t anah perkebunan dan hutan i
tu Ment eri Agrari a dan i nst ansi yang di t unj uknya mempunyai wewenang pul a
sebagai yang di maksud dal am pasal 4.
(4) Di dal am menggunakan wewenangnya sebagai yang di maksud dal am pasal i ni , maka
mengenai penyel esai an pemakai an t anah- tanah perkebunan Menteri Agrari a harus
memperhati kan kepent i ngan rakyat - pemakai t anah yang bersangkut an, kepent i
ngan penduduk l ai nnya di daerah t empat l etaknya perusahaan kebun dan l uas t anah
yang di perl ukan perusahaan i tu untuk menyel enggarakan usahanya, dengan ketent
uan, bahwa terl ebi h dahul u harus di usahakan tercapai nya penyel esai an dengan
jalan musyawarah dengan fihak- fihak yang bersangkut an.
8
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1954
TENTANG
PENYELESAIAN SOAL PEMAKAIAN TANAH PERKEBUNAN OLEH RAKYAT
Menimbang :
1. bahwa sebagai akibat dari pada usaha Pemerintah Balatentara Jepang untuk menambah
hasil bahan makanan dan kemudian sebagai akibat dari
perjuangangan kemerdekaan, yang antara lain karena adanya blokade oleh musuh telah
menimbulkan keadaan darurat dalam soal persediaan bahan makanan di daerah-daerah,
hingga kini banyak sekali rakyat yang memakai tanah-tanah yang menjadi hak Negara atau
fihak lain;
2. bahwa arus pemakaian tanah hebat sekali meluasnya sesudah penyerahan kedaulatan,
pertama-tama disebabkan karena hausnya rakyat pedesaan akan tanah, baik untuk
keperluan tempat tinggal maupun untuk bercocok tanam;
3. bahwa untuk memenuhi kebutuhan akan tanah tersebut diatas, perlu diadakan tindakan-
tindakan dalam lapangan sosial dan ekonomi dalam rangka usaha pembangunan Negara
umumnya; 4.bahwa dalam pada itu soal pemakaian tanah perkebunan oleh rakyat pada
waktu ini diberbagai daerah telah menimbulkan keadaan sedemikian rupa sehingga untuk
kepentingan umum dan kepentingan Negara perlu segera diselesaikan;
5. bahwa usaha penyelesaian yang dijalankan hanya dengan cara mencari kata sepakat antara
fihak-fihak yang bersangkutan atas dasar kebijaksanaan hingga kini ternyata tidak
membawa hasil yang memuaskan;
6. bahwa oleh karena itu untuk menjamin berhasilnya usaha penyelesaiaan selanjutnya
perlu disusun dasar- dasar hukumnya didalam bentuk undang-undang;
7. bahwa karena keadaannya telah amat mendesak hal itu perlu diatur dengan segera.
Mengingat: pasal-pasal 26, 27, 37 ayat 1, 38, 96 dan 99 Undang-undang Dasar Sementara
Republik Indonesia;
MEMUTUSKAN :
BAB I.
TENTANG ARTI BEBERAPA ISTILAH:
PASAL 1.
(1) PENGUSAHA : ialah orang atau badan hukum pemegang hak erfpacht, konsesi atau hak
kebendaan lainnya untuk perusahaan kebun besar.
9
(2) RAKYAT : ialah mereka yang pada waktu Undang-undang Darurat ini mulai berlaku dengan
tidak seizin pengusaha memakai tanah perkebunan.
(3) MEMAKAI TANAH : ialah dengan nyata-nyata menduduki, TANAH PERKEBUNAN
mengerjakan jakan dan/atau menguasai sebidang tanah KEBUNAN perkebunan
atau mempunyai tanaman, rumah atau bangunan lainnya diatasnya, dengantidak
dipersoalkan apakah rumah atau bangunan itu ditempati atau dipergunakan sendiri atau
tidak.
(4) TANAH PERKEBUNAN : ialah tanah-tanah menjadi hak pengusaha guna keperluan
perusahaan kebunnya.
(5) GUBERNUR : ialah Gubernur, Kepala Daerah Propinsi tempat letaknya tanah
perkebunan yang menjadi persoalan, Kepala Daerah Istimewa Jogjakarta dan
Wali Kota Jakarta Raya.
BAB 2.
TENTANG CARA MENYELESAIKAN SOAL
PEMAKAIAN TANAH PERKEBUNAN OLEH RAKYAT.
PASAL 2
(1) Kalau didalam sesuatu daerah terjadi pemakaian tanah perke-bunah oleh rakyat, maka
Menteri Agraria dapat meminta agar oleh Gubernur atau penjabat lainnya atau oleh
sesuatu panitya diadakan perundingan dengan pengusaha dan rakyat yang
bersangkutan, untuk memperolah persetujuan tentang penyelesaian soal pemakaian
tanah itu.
(2) Jika pelaksanaan perundingan tersebut diatas oleh Menteri Agraria diserahkan kepada
Gubernur, maka Gubernur dapat menyerahkan hal itu kepada penjabat yang ditunjuk
olehnya.
(3) Menteri Agraria menetapkan pedoman dan lamanya waktu untuk perundingan tersebut
pada ayat 1.
Sumber:
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/inc/buka.php?czoyNzoiZD0xOTAwKzU0JmY9dXV
kcnQ4LTE5NTQucGRmIjs=
10