Anda di halaman 1dari 11

Nama : Naily Saniatul Maromy S

Kelas : A03
NIM : 205080407111017
Matkul : Alat Penangkapan Ikan

REVIEW MATERI MESIN KAPAL PERIKANAN


Latar Belakang:
Usaha penangkapan ikan dapat dimaksimalkan efisiensinya, apabila sarana dan
prasarana dimajukembangkan dengan teknik yang memadai atau berteknologi maju. Pemanfaatan
mesin dalam kapal perikanan sangat membantu kegiatan penangkapan. Oleh karena itu, semakin
modern teknik mesin yang digunakan semakin efektif dan efisien pula kegiatan penangkapan.
Mesin pada kapal perikanan pada umumnya memiliki prinsip dan mekanisme kerja yang sama
dengan mesin lainnya, yang digunakan dalam dunia otomotif dan industri lainnya. Hanya saja yang
membedakannya adalah kebutuhan, fungsi dan mekanisme sistem mesin itu berkerja. Pada kapal
perikanan sebagian besar menggunakan mesin diesel.
Pendahuluan:
Menurut Wiranto dan Tsuda (2004) mesin diesel merupakan mesin yang sistem
penggeraknya adalah menggunakan sistem pemampatan (compression system) yang tinggi;
kemudian menginjeksikan bahan bakar ke dalam udara dalam mesin pada suhu dan tekanan yang
tinggi. Hal inilah sebenarnya sumber yang menimbulkan getaran yang kuat, yang pada gilirannya
dapat berakibat berkurangnya kekuatan mesin dan lunas kapal dalam rentang waktu yang lama.
Keadaan demikian berhubungan pula dengan pemasangan mesin kapal yang digunakan. Apabila
pemasangan mesin tidak tepat berkedudukan datar selaras dengan sumbu dan baling-baling,
maka akan menyebabkan tidak optimalnya fungsi mesin sebagai penggerak kapal.
Untuk mengkonversikan antara suatu jenis mesin sebagai mesin utama baik dari jenis
kecepatan tinggi atau menengah pada suatu kapal perikanan sangat erat kaitannya dengan
rancangan awal dalam pembuatan kapal, yang berkaitan pula dengan keadaan mesin yang dipakai
atau pemilihan mesin (Fyson 1985), dan teknik pemasangan mesin pada kapal. Seperti yang
dikemukakan oleh Ahmad et al. (2004) bahwa tahapan di dalam pembuatan suatu kapal di antara
rangkaian sistemnya adalah pemasangan landasan mesin dan pemasangan sumbu baling-baling
(bost propeller).
Metode:
Kapal perikanan berukuran LxBxD = 12 m x 2 m x 1,5 m (7GT) digunakan dalam
percobaan ini. Bahan tubuh dan lunas kapal adalah kapal kayu. Sedangkan mesin kapal yang
digunakan berkekuatan 22 PK mesin diesel berbahan bakar solar. Ukuran mesin yang diujicobakan
memiliki panjang 82 cm dengan tinggi mesin 52 cm dan lebar mesin 30 cm. Sebagai landasan
mesin digunakan bahan yang biasa dipakai dalam membangun kapal kayu serta bahan besi-baja
yang diperlukan untuk pemasangan mesin kapal (seperti pada Lampiran).
Dua teknik pemasangan mesin dilakukan yaitu kedudukan sumbu baling-baling pada
median jarak tiang ‘L’ antara lunas dengan dasar buritan dan kedua lubang sumbu baling-baling
berada titik median ujung lunas dengan dasar buritan vertikal pada titik ujung itu; dan diujicobakan
dalam pelayaran di laut. Teknik pemasangan sumbu kapal maupun dampaknya pada keluaran
mesin dan lingkungannya dicatat dan diamati, hasilnya dibahas bersama pengelola galangan
kapal, seorang pembuat kapal dan seorang montir bengkel otomatif, sehingga modifikasi yang
diperlukan dapat menemukan teknik pemasangan yang efektif dan optimal.
Pembahasan:
Untuk menilai dampak teknik menentukan kedudukan sumbu baling-baling; ternyata hal
itu berkaitan erat dengan landasan atau pondasi kedudukan mesin. Landasan mesin ditentukan
oleh kedudukan titik lubang sumbu baling-baling, yang untuk menetapkannya ada dua cara. Dari
dua teknik cara yang dapat dilakukan dalam pemasangan mesin kapal itu, telah berhasil
diujicobakan dan diamati keadaan efektifnya dalam menggerakkan kapal serta keadaan lingkungan
yang ditimbulkannya.
Hasil percobaan menemukan bahwa dengan pendekatan pertama menyebabkan daya
penggerak mesin lemah, getaran kuat dan harus mengubah-suai landasan mesin sedemikian rupa
sehingga perlu menarah lunas pada bagian buritan, agar kedudukan mesin datar. Dengan
menarah lunas kapal dapat menyebabkan lemahnya lunas atau berkurangnya kekuatan kapal.
Lagipula harus mencari tempat letaknya kedudukan baling-baling sesuai dengan panjang daunnya.
Ada beberapa jenis tenaga penggerak yang sering digunakan pada kapal, antara lain mesin yang
bertenaga miyak solar atau diesel dan bertenaga bahan bakar bensin (Pounder, 1972). Dengan
demikian upaya mengembangkan teknik pemasangan mesin kapal di galangan kapal yang belum
mempunyai teknisi atau montir pemasangan mesin akan merupakan langkah yang penting bagi
meningkatkan mekanisasi kapal perikanan dan kompetensi galangan kapal.
Kesimpulan:
Teknik pemasangan mesin yang dapat secara optimal menggunakan tenaga mesin,
bukanlah suatu hal yang sukar. Yaitu dengan cara menempatkan kedudukan sumbu baling-baling
pada garis yang sama tingginya dengan titik tengah (median) tinggi antara ujung lunas dengan
buritan. Dengan teknik ini, maka keluaran tenaga mesin dalam menggerakkan kapal optimal, dan
keadaan lingkungan kerja di kapal juga lebih selesa, tanpa merubah keadaan lunas kapal tempat
landasan mesin.
REVIEW MATERI DAERAH PENANGKAPAN IKAN
FISHING GROUND
Latar Belakang:
Upaya penentuan daerah penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan pada umumnya
masih bersifat tradisional, sehingga kurang efektif. Penentuan daerah penangkapan ikan hanya
berdasarkan pengalaman turun-temurun dari zaman dahulu hingga sekarang dengan melihat
tanda-tanda alam, seperti ada tidaknya kawanan burung di permukaan laut, buih-buih di
permukaan laut dan lain-lain. Ketidakpastian hasil tangkapan disebabkan karena nelayan belum
mengetahui lokasi yang potensial untuk menangkap ikan, sehingga harus menjelajah mencari
tanda-tanda alam tersebut menyebabkan biaya operasional penangkapan menjadi tinggi akibat
dari tingginya biaya BBM kapal (Muchlisin et al., 2012).

Pendahuluan :
Menurut Laurs et al. (1984) dugaan adanya Daerah Penangkapan Ikan (DPI) di suatu
perairan dilihat dari indikator hasil tangkapan dan oseonografi.Penelitian ini mencoba menganalisis
lokasi-lokasi daerah penangkapan ikan dari wilayah terkait dengan menghubungkan data primer
yaitu data daerah penangkapan potensial yang didapat langsung dari nelayan dengan peta daerah
penangkapan ikan menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG). Suhu Permukaan Laut (SPL)
mendukung adanya potensi daerah penangkapan ikan pelagis kecil dengan data dari satelit Ocean
Color.Suhu memiliki peran penting terhadap distribusi ikan di suatu perairan (laevastu dan Hayes,
1981). DPI merupakan suatu perairan tempat ikan atau non ikan berkumpul secara bergerombol
dalam jumlah yang besar.

Metode:
Faktor yang mempengaruhi DPI (Daerah penangkapan Ikan), DPI sangat dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan. Oleh karena itu, dapat melakukan dengan mengenali faktor-faktornya
dengan cara:

1. Temperatur air: berkisar 18 °−24 ° C


2. Kadang garam: berkisar 30-35%
3. Derajat keasaman dengan pH= 7
4. Kecerahan dari sedang sampai tinggi
5. Gerakan air dari rendah sampai sedang
6. Kedalaman perairan
7. Topogragrafi dasar perairan
8. Kandungan oksigen terlarut
9. Zat-zat makan

Hasil:
Suhu permukaan laut (SPL) dapat digunakan sebagai salah satu parameter
untuk menduga keberadaan organisme di suatu perairan, khususnya ikan (Nontji, 2007).
Hal ini karena sebagian besar organisme bersifat poikilotermik. Pengaruh suhu
secara langsung terhadap kehidupan di laut adalah dalam laju fotosintesis tumbuh-
tumbuhan dan proses fisiologi hewan, khususnya derajat metabolisme dan siklus
reproduksi. Berdasarkan variasi suhu, tinggi rendahnya variasi suhu merupakan faktor
penting dalam penentuan migrasi suatu jenis ikan. Daerah penangkapan ikan (Fishing
Ground) merupakan suatu perairan sebagai tempat ikan atau non ikan berkumpul membentuk
gerombolan dalam jumlah yang besar dalam suatu kurun waktu yang lama, sehingga menjadi
tujuan penangkapan dari alat-alat tangkap ikan tertentu.
Pembahasan:
Jenis-jenis DPI (Daerah Penangkapan Ikan)
1. DPI pantai: DPI yang letaknya di wilayah pantai dengan kedalaman 200m
2. DPI muara sungai: Dpi letaknya di perairan pertemuan antara sungai dan laut
3. DPI bakau
4. DPI pasang surut: DPI letaknya di suatu perairan yang letaknya di wilayah pantai pasang
surut
5. DPI terumbu karang: DPI yang letaknya di perairan dangkal khatulistiwa antara 300 LU
sampai 300 LS.
Kondisi DPI terumbu karang
1. Trget tangkapan: ikan-ikan yang habitatnya di karang
Permukaan: Kuwe dan selar
2. Jenis alat tangkap
a. Jaring insang dan jaring puntal
b. Perangkap seperti bubu dan jaring
c. Pancing seperti pancing ulur dan berjoran biasa
Jenis DPI berdasarkan asal
1. DPI alami: DPI tebentuk karena faktor-faktor alam
2. DPI buatan: DPI yang terbentuk karena dibuat oleh manusia
Faktor-faktor PI buatan:
a. Dinamika ekonomi
b. Dinamika biofisik teknologi
c. Dinamika kelembagaan atau kewenangan
d. Dinamika sosial budaya
Jenis DPI buatan
1. Rumpon ikan
2. Terumbu karang buatan
3. Antraktor cumi-cumi buatan
4. Antraktor cumi dari PVC
5. Lampu pemikat ikan yang terdiri atas: lampu LED bawah air dan lampu tekan/petromaks
Kesimpulannya:
DPI (Daerah Penangkapan Ikan) atau bisa di sebut habitat ikan yang memiliki perang
penting sebagai tempat mencari ikan, tempat perlindungan ikan dari predator, dan tempat singgah
sementara ikan. Dalam mengetahui dan mengenali tentang alat bantu perikanan akan
mempermudah proses kerja dan mempercepat proses kerja dalam penngkapan ikan. Mampu
memberikan stabilitas dalam kapal dan membantu meringankan tugas nelayan atau anak buah
kapal dalam menangani pengoperasian alat tangakap, sehingga lebih mudah , lebih ringan dan
menjadi lebih cepat. Dengan demikian frekuensi kegiatan penangkapan dapat ditingkatkan, hasil
tangkapan meningkat dan pendapatan nelayan atau anak buah kapal yang bersangkutan akan
terangkat pula.

REVIEW MATERI JENIS, FUNGSI, DAN CARA KERJA ALAT NAVIGASI DAN AKUSTIK
KELAUTAN

Latar Belakang:
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dapat dimanifestasikan melalui
penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi dalam sistem navigasi dan komunikasi aktivitas
perikanan. Pemanfaatan ini merupakan upaya peningkatan performansi untuk mendorong
peningkatan kesejahteraan pelaku aktivitas perikanan. Penelitian yang menggunakan pendekatan
kualitatif eksploratif dan pengumpulan data wawancara mendalam ini bertujuan mengetahui sistem
navigasi dan komunikasi aktivitas perikanan di Pelabuhan Perikanan.
Pendahuluan:
Keberadaan alat atau perangkat navigasi dan komunikasi sebagai bagian dari sistem
navigasi dan komunikasi merupakan salah satu syarat penerbitan berbagai macam izin untuk
aktivitas perikanan. Surat Laik Laut mensyaratkan alat komunikasi radio yang siap digunakan
dalam keadaan bahaya. Lebih detail, Undang-undang No. 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan Pasal
4 mencantumkan keberadaan sistem komunikasi di kapal sebagai syarat penerbitan Surat
Kelayakan Kapal Perikanan. Wilayah perairan Indonesia yang sangat besar tersebut memiliki
potensi yang sangat besar bagi usaha bidang kelautan dan perikanan, khususnya penangkapan
ikan (Manafe & Affandi, 2009, hal. 30). Banyak masyarakat yang menjadikan aktivitas perikanan
sebagai sumber perekonomiannya. Oleh karena itu, penguatan sektor ini sudah selayaknya
menjadi fokus pemerintah melalui berbagai kegiatan salah satunya dalam program Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
(Setiawan, 2010, hal. 1-3). Peningkatan performansi bidang kelautan dan perikanan
melalui penggunaan alat dan perangkat telekomunikasi dalam sistem navigasi dan komunikasi
aktivitas perikanan diharapkan dapat menjadi trigger untuk membuka peluang peningkatan
perekonomian atau kesejahteraan masyarakat yang menjadikan aktivitas perikanan sebagai
sumber perekonomiannya.
Navigasi berasal dari bahasa latin navis dan agere. Navis diartikan kapal dan agere
diartikan pekerjaan memindahkan atau menjalankan. Dengan demikian navigasi secara umum
dapat diartikan sebagai pengetahuan sekaligus seni memindahkan kapal dari satu tempat ke
tempat lain di muka bumi sesuai rencana (Anggrahini, 2012, hal. 3). Navigasi juga dapat diartikan
proses mengendalikan gerakan angkutan baik di udara, di laut, atau sungai. Navigasi dalam bidang
kelautan dan perikanan diartikan proses melayarkan kapal dari satu tempat ke tempat lain dengan
lancar, aman, dan efisien. Alat maupun perangkat navigasi merupakan suatu yang sangat penting
dalam menentukan arah kapal. Zaman dahulu navigasi kapal atau arah tujuan kapal dilaukan
dengan melihat posisi benda-benda langit seperti matahari dan bintangbintang di langit. (Prasetyo,
Aulia, & Iskandarianto, 2012, hal. 1-2).
Sistem navigasi di bidang kelautan dan perikanan mencakup beberapa kegiatan pokok
antara lain (Daulay, 2012):
a. Menentukan tempat kedudukan (posisi), dimana kapal berada di permukaan bumi
sehingga dapat menjamin terciptanya aspek-aspek ekonomis.
b. Mempelajari serta menentukan rute/jalan yang harus ditempuh agar kapal sampai ke
tujuan dengan aman, cepat, selamat, dan efisien.
Sistem navigasinya juga menggunakan satelit, satelit yang banyak digunakan dalam
bidang perikanan di Indonesia adalah GPS. Global Positioning System (GPS) juga berfungsi
dalam penentuan posisi kapal dengan ketelitian dan jangkauan yang lebih luas, dan yang
paling penting adalah untuk sistem kemudi kapal.Tingkat ketelitian ditentukan oleh beberapa
faktor antara lain:
a. Metode penentuan posisi yang digunakan.
b. Geometri atau distribusi dari satelit-satelit yang diamati.
c. Ketelitian data yang digunakan.
d. Strategi/metode pengolahan data yang diterapkan
Sistem Komunikasi Berdasarkan medium fisik yang digunakan, sistem komunikasi dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu sistem komunikasi kabel dan nirkabel. Fokus penelitian
ini adalah sistem komunikasi nirkabel dengan menggunakan frekuensi radio atau gelombang
radio sebagai medium pembawa informasi atau lebih dikenal dengan sistem komunikasi radio.
Spektrum frekuensi radio adalah kumpulan pita frekuensi radio yang memiliki lebar tertentu.
Undangundang penyiaran No. 32/2002 Pasal 1 Ayat 8 menyebutkan bahwa spektrum
frekuensi radio merupakan gelombang elektromagnetik yang merambat di udara serta ruang
angkasa tanpa medium buatan dan tidak dapat dibuat atau didaur ulang oleh manusia
(Presiden Republik Indonesia, 2002). Gelombang radio merupakan bagian dari gelombang
elektromagnetik pada spektrum frekuensi radio dengan panjang gelombang lebih dari 10-3
meter dan berada pada daerah MHz (Mussafi, 2013, hal. 4). Sistem komunikasi radio juga
dapat diartikan sebagai sistem komunikasi yang tidak menggunakan kawat dalam proses
perambatannya melainkan menggunakan udara atau ruang angkasa sebagai pengantar
(Winarno, Darjat, & Zahra, 2009, hal. 1).
Sistem komunikasi radio pada dasarnya terdiri dari 3 bagian yaitu pesawat radio, antena,
dan power supply. Pesawat radio atau perangkat radio berdasarkan fungsinya terbagi menjadi
bagian pemancar (transmitter) dan bagian penerima (receiver) yang menjadi satu kesatuan
transceiver.
Beberapa keuntungan sistem komunikasi radio antara lain (Suharno, 2010, hal. 32):
1. Dapat diimplementasikan (deployment) lebih mudah dan cepat.
2. Bersifat lebih ekonomis.
3. Dapat menjangkau lokasi yang jauh.
Adapun kelemahan penggunaan sistem komunikasi radio adalah (Suharno, 2010, hal.
33):
1. Rentan terhadap interferensi dari frekuensi lain yang dapat mengganggu komunikasi.
2. Faktor cuaca mempengaruhi sifat perambatan gelombang radio.
Metode:
JENIS ALAT-ALAT NAVIGASI DAN FUNGSINYA
1. Gyro Compass: Digunakan untuk menemukan arah kapal.
2. Radar: Digunakan untuk menentukan jarak kapal dari dataran
3. Magnetic compass: Digunakan untuk mendapatkan arah yang direncanakan dalam
pelayaran
4. Auto pilot: Untuk mengontrol sistem kemudi kapal
5. ARPA: Untuk menampilkan posisi kapal dan kapal lainnya
6. Otomatis Tracking Aid: Untuk pelacakan otomatis yang menampilkan
7. Kecepatan dan jarak log perangkat: Untuk mengukur kecepatan dan jarak yang ditempuh
8. GPS receiver: Untuk menunjukkan lokasi kapal dengan bantuan satelit
9. Daylight Signaling Lamp: Untuk signaling darurat di siang hari
10. Forecastle Bell: Untuk menandai kehadiran kabut atau cuaca buruk
Hasil:
Contoh alat-alat navigasi kapal
Auto Pilot kapal, automatic plotting aid, akustik laut, sonar dan echo-shounder.
Pembahasan:
1. Akustik kelautan adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya pada suatu
medium.
Beberapa Kegunaan Alat Akustik Kelautan:
a. Untuk survai kawasan konservasi
b. Untuk budidaya perairan
c. Untuk penelitian tingkah laku
d. Selektivitas alat-alat tangkap ikan
e. Mendeteksi keberadaan kawasan ikan
f. Memprediksi jenis dan jumlah kawasan ikan

2. Sonar adalah alat yang digunakan untuk mendapatkan informasi


3. Echosounder adalah sistem sonar yang arah gembong suaranya vertikal
Sistem kerja Echosounder
a. Transduser memancarkan gelombang suara
b. Suara mengenai ikan
c. Suara dipantulkan oleh benda atau ikan
d. Gelombang suara diolah processor
e. Informasi ditampilkan pada display
Dengan aspek:
a. Proses pembentukan gelombang suara
b. Sifat-sifat perambatannya
c. Serta proses-proses perambatan pada medium air laut
4. Trawl Monitoring System
Kesimpulan:
Performansi sistem komunikasi dan sistem navigasi aktivitas perikanan. Rancangan
arsitektur sistem navigasi dan komunikasi aktivitas perikanan yang ditawarkan dapat
diimplementasikan di daerah lain yang memilki kemiripan kondisi lingkungan (luas daerah pesisir
dan lautan/luas daerah pengawasan, posisi tranceiver, letak/posisi base stakeholder, luas wilayah,
kondisi geografis daratan dan lautan) serta stakeholder yang telibat.

REVIEW TEKNOLOGI MONITORING SUMBERDAYA IKAN DAN TINGKAH LAKU IKAN

Latar Belakang:
Pemacuan sumberdaya ikan adalah suatu teknologi untuk meningkatkan hasil tangkapan
ikan dan sekaligus pendapatan nelayan. Penerapan kebijakan pemacuan sumber daya ikan yang
selama ini kurang didasarkan hasil kajian yang memadai perlu diperbaiki. Untuk setiap badan air
perlu ditetapkan protokol pemacuan sumber daya ikan. Protokol tersebut meliputi identifikasi
sumber daya perairan, menentukan tujuan penebaran, menentukan jenis, jumlah dan ukuran ikan,
serta biaya yang diperlukan, mengembangkan strategi penebaran, monitoring dan evaluasi, serta
pembentukan kelembagaan pengelolaan. Pedoman pemacuan sumber daya ikan di Indonesia
perlu segera ditetapkan yang mengacu pada tata laksana perikanan yang bertanggungjawab.

Pendahuluan:
Pemacuan stok ikan (fish stock enhancement) yang kemudian istilah berkembang lebih
luas menjadi pemacuan sumber daya ikan (fisheries enhancement), didefinisikan sebagai aktivitas
yang ditujukan untuk menambah atau melestarikan rekrutmen satu atau lebih organisme perairan
dan meningkatkan total produksi atau unsur produksi yang dipilih dari suatu perikanan yang berada
di bawah tingkat lestari dari proses alami (FAO, 1999).
Dengan demikian, pemacuan stok ikan merupakan alat (tools) pengelolaan sumber daya
ikan atau proses pengelolaan sumber daya dan sekarang merupakan upaya yang paling banyak
dikerjakan orang. Pemacuan stok merupakan suatu teknik manipulasi stok untuk meningkatkan
populasi ikan sehingga total hasil tangkapan atau hasil tangkapan jenis ikan tertentu meningkat
(FAO, 1999; Welcomme & Bartley, 1998), dan upaya ini dilakukan di perairan yang produktivitas
alaminya tinggi, tetapi rekruitmen alaminya terbatas.
Pemacuan sumber daya ikan juga dimaksudkan untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas
stok ikan yang memijah sehingga memperbaiki potensi reproduksi alaminya. Dengan demikian, jika
potensi reproduksi alami tersebut berhasil diperbaiki, maka dampak penebaran ikan terhadap
pemacuan sumber daya ikan akan berlangsung lama sehingga tidak perlu dilakukan penebaran
berulang-ulang.

Metode:
Metode untuk melakukan monitoring dan prediksi sumberdaya perikanan menggunakan metode
Langsung dan metode Tidak Langsung yaitu :
1.       RAPID ECOLOGICAL ASSESSMENT METHODS (REA)
2.       TOWED-DIVER SURVEY METHOD
3.       HABITAT MAPPING Towed-camera And Sonar Systems
4.       CATCH EFFORT SURVEY METHOD
5.       Remote Sensing Aplikasi penginderaan jauh
·        Beberapa parameter dalam modelling spasial untuk penentuan DPI
1.       Sea Surface Temperature
2.       Salinity
3.       Ocean circulation
4.       Upwelling
5.       TSM concentration

Hasil:
Catch Monitoring System
1. Proses operasi penangkapan jelas
2. Informasi alat tangkap diketahui
3. Hemat waktu dan bahan bakar
4. Penangkapan ikan yang lebih efisien dan bertanggung jawab
5. Kualitas hasil tangkapan ikan lebih baik
6. Jenis dan ukuran ikan dapat di prediksi
Pembahasan:
Pada hakekatnya, agar program pemacuan sumber daya ikan berhasil, diperlukan
protokol pemacuan stok ikan yang jelas, tahap demi tahap (Lampiran 1) dan secara garis besar
meliputi identifikasi sumber daya perairan, menentukan tujuan penebaran, menentukan jenis,
jumlah dan ukuran ikan serta biaya yang diperlukan, mengembangkan strategi penebaran,
monitoring dan evaluasi serta pembentukan kelembagaan pengelolaan perikanan, diperlukan
pengkajian status stok ikan, penilaian kondisi perairan, dan faktor-faktor yang mungkin membatasi
produksi. Hasil identifikasi sumber daya tersebut dituangkan dalam kerangka acuan logis (logical
framework) sehingga secara tahap demi tahap akan memudahkan dalam menentukan tindakan
yang diperlukan selanjutnya, yaitu dengan cara catch monitoring system.
Kesimpulan:
Pemacuan sumber daya ikan termasuk di dalamnya pemacuan stok adalah kegiatan yang
sudah waktunya diterapkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan di perairan umum daratan
Indonesia untuk meningkatkan hasil tangkapan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan.
Protokol pemacuan sumber daya ikan meliputi identifikasi sumber daya perairan, menentukan
tujuan penebaran, menentukan jenis, jumlah dan ukuran ikan, serta biaya yang diperlukan,
mengembangkan strategi penebaran, monitoring dan evaluasi serta pembentukan kelembagaan.
REFRENSI
Ahmad, M. dan Nofrizal 2004. Rekayasa Sistem dan Teknologi Pembuatan Kapal Perikanan di
Dumai 9(2):.
Daulay, D. (2012, Desember 7). Pengenalan alat navigasi electronik di atas kapal. Dipetik Oktober
12, 2014, dari Bukudaulay.
FAO. 1999. Review of the state of world fishery resources: inland fisheries. FAO Fisheries Circular.
No.942. Rome. 53 pp.
Fyson, John. 1985. Design of Small Fishing Vessels. Fishing News Books Ltd. Farnham, England.
120 hal.
Laevastu, T.L. Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ekology. England (UK): Fishing
News Book Ltd. Farham-Surrey. 199 p.
Laurs., R.M., C.F. Paul, and R.M., Donald. 1984. Albacore tuna catch distributions relative
to environmental feature observed form satelit. Deep-sea res., 31(9):1085-99.
Muchlisin, Z.A., N. Fadli, A.M. Nasution, R. Astuti, Marzuki., D. Musni. 2012. Analisis
subsidi bahan bakar minyak (BBM) solar bagi nelayan di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Depik, 1(2): 107-113.
Pounder, C. C., 1972. Marine Diesel Engine. Butterworth, London.725 hal
Santoso, W., Kusuma, A. R., & Utomo, H. S. (2013). Evaluasi program revitalisasi sarana bantu
navigasi pelayaran dan prasarana keselamatan pelayaran di distrik navigasi Tarakan Kalimantan
Timur. e-Journal Administrative Reform, 1(1), 91-104.
Suharno. (2010). Komunikasi radio dalam sistem transmisi data dengan menggunakan kabel pilot.
Bandung: UNIKOM.
Winarno, Darjat, & Zahra, A. A. (2009). Sistem navigasi dan monitoring mobile robot dengan
menggunakan transmisi nirkabel frekuensi 434 MHz. Semarang: Universitas Diponegoro.
Wiranto, A dan K. Tsuda. 2004. Motor Diesel Putaran Tinggi. Perca, Jakarta. 201 hal.

Anda mungkin juga menyukai