(DHF) PADA TN. MI DI RUANG WALET RSUD TIPE D PONDOK GEDE BEKASI
Disusun Oleh :
NPM : 18.156.01.11.086
Kelas : 4C Keperawatan
2022/2023
Jl. Cut Mutia No. 88A – Kel. Sepanjang Jaya – Bekasi, Telp. (021) 82431375-77
PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN II
NPM : 18.156.01.11.086
No. HP : 083877488417
2022
2
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan karena berkat Rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan naskah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan
Dengan Kasus Dengue Hemoragic Fever (DHF) Pada Tn. MI Di Ruang Walet RSUD Tipe D
Pondok Gede Bekasi” yang tepat pada waktunya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Selesainya
penulisan makalah ini berkat bantuan dari berbagai pihak, yang telah memberikan dukungan
dalam berbagai bentuk kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam penulisan naskah ini.
Dalam penulisan naskah ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu, penulis berharap kritik dan saran dari para pembaca yang tujuannya untuk
menyempurnakan naskah ini.
Penulis
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................3
DAFTAR ISI..............................................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................5
4.1 Kesimpulan...............................................................................................................65
4.2 Saran..........................................................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................66
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Dengue Hemoragic Fever (DHF) ?.
2. Bagaimana proses perjalanan penyakit dari Dengue Hemoragic Fever (DHF) ?.
3. Bagaimana penatalaksaan medis dari Dengue Hemoragic Fever (DHF) ?.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan tugas ini mampu menerapkan asuhan keperawatan
dengan penyakit Dengue Hemoragic Fever (DHF).
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menyusun pengkajian pada pasien Dengue Hemoragic
Fever (DHF).
6
BAB II
TINJAUAN TEORI
7
upaya kuratif yaitu memberikan tindakan keperawatan sesuai dengan masalah dan
respon pasien terhadap penyakit yang diderita, seperti : memberikan pasien istirahat
fisik dan psikologis, mengelola pemberian terapi oksigen. Sedangkan peran perawat
dalam upaya rehabilitatif yaitu memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien yang
sudah terkena penyakit agar tidak terjadi komplikasi yang tidak diinginkan.
B. Etiologi Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Efektifitas Implementasi Clinical Pathway
Terhadap Average Length Of Stay dan Outcomes Pasien DF-DHF Anak di RSUD
Kota Yogyakarta”, virus dongue serotype 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui
vector nyamuk aedes aegypti. Nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi dengan salah
satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain (Sintia Rahma,
2021).
C. Klasifikasi Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku ibu
Rumah Tangga Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan
Kutowinangun, Salatiga”:
1. Derajat I ( ringan )
Demam mendadak dan sampai 7 hari di sertai dengan adanya gejala yang tidak
khas dan uji turniquet (+).
2. Derajat II ( sedang )
Lebih berat dari derajat I oleh karena di temukan pendarahan spontan pada
kulit misal di temukan adanya petekie, ekimosis, dan pendarahan.
3. Derajat III ( berat )
Adanya gagal sirkulasi di tandai dengan laju cepat lembut kulit dngin gelisah
tensi menurun manifestasi pendarahan lebih berat( epistaksis, dan melena).
4. Derajat IV ( DIC )
Gagal sirkulasi yang berat pasien mengalami syok berat tensi nadi tak teraba.
8
D. Patofisiologi Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku ibu
Rumah Tangga Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan
Kutowinangun, Salatiga”, virus dengue yang pertama kali masuk kedalam tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali member gejala
DF. Pasien akan mengalami gejala viremia, sakit kepala, mual, nyei otot, pegal
seluruh badan, hyperemia ditenggorokkan, timbulnya ruam dan kelainan yang
mungkin terjadi pasa RES seperti pembesaran kelenjar getah bening, hati dan limfa.
Reaksi yang berbeda Nampak bila seseorang mendapatkan infeksi berulang dengan
tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal itu timbullah the secondary heterologous
infection atau sequential infection of hypothesis. Re-infeksi akan menyebabkan suatu
reaksi anamnetik antibody, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen
antibody (kompleks virus antibody) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus
antibody dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :
1. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system komplemen, yang berakibat
dilepasnya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui
endotel dinding tersebut, suatu keadaan yang sangat berperan terjadinya renjatan.
2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan mengalami
metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan metamorphosis akan
dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia hebat
dan perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan vasokoaktif
(histamine dan serotonin) yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler dan
melepaskan trombosit factor III yang merangsang koagulasi intravascular.
3. Terjadinya aktivasi factor hegamen (factor XII) dengan akibat kahir terjadinya
pembentukan plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan
penghancuran fibrin menjadi fibrinogen degradation product. Disamping itu
aktivasi akan merangsang system kinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dindin pembuluh darah.
9
E. Pathway Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
Hipertermi
Permeabilitas Kerusakan endotel
membrane pembuluh darah
meningkat
Manifestasi
Kebocoran plasma
perdarahan dan
kehilangan
Ke Ekstravaskuler plasama
Hepar
Hipovolemik
Hepatomegali
Penekanan intra-
abdomen
Nyeri Akut
10
F. Manifestasi Klinis Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
Menurut jurnal yang berjudul “Hubungan pengetahuan keluarga tentang
penyakit DHF dengan sikap keluarga dalam pencegahan penyakit DHF”, diagnose
penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan criteria diagnosa klinis dan laboratories.
Berikut ini tanda dan gejala penyakit DBD dengan diagnose klinis dan laboratories
(Gunawan Seto, 2020) :
1. Diagnose klinis
Demam tinggi 2 sampai 7 hari (38-40̊ C).
Manifestasi perdarahan dengan bentuk : uji tourniquet positif, petekie
(bintik merah pada kulit), purpura (perdarahan kecil di dalam kulit),
ekimosis, perdarahan konjungtiva (perdarahan pada mata), epitaksis
(perdarahan hidung), perdarahan gusi, hematemesis (muntah darah),
melena (BAB darah) dan hematusi (adanya darah dalam urin).
Perdarahan pada hidung.
Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit
akibat pecahnya pembuluh darah.
Pembesaran hati (hepatomegali).
Rejan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau kurang,
tekanan sistolik sampai 80mmHg atau lebih rendah.
Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya
nafsu makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala.
2. Diagnose laboratories
Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan
trombosit hingga 100.000/mmHg.
Hemokonsentrasi, meningkatnya hemotokrit sebanyak 20% atau lebih.
G. Pemeriksaan Diagnostic Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
Menurut jurnal yang berjudul “Hubungan pengetahuan keluarga tentang
penyakit DHF dengan sikap keluarga dalam pencegahan penyakit DHF” :
1. Darah lengkap
Leukpenia pada hari ke 2-3.
Trombositopenia dan hemokonsentrasi.
11
Masa pembekuan normal.
Masa pedarahan memanjang.
Penurunan factor II, V, VII, IX, dan XII.
2. Kimia darah
Hipoproteinemia, hiponatriam, dan hipodorumis.
SGOT/SGPT meningkat
Umum meningkat
pH darah meningkat
3. Urinalis (mungkin ditemukan albuminuria ringan)
4. Uji sumsum tulang
Pada awal sakit biasanya hipaseluler kemudian menjadi hiperseluler.
H. Penatalaksanaan Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
Menurut jurnal yang berjudul “Hubungan pengetahuan keluarga tentang
penyakit DHF dengan sikap keluarga dalam pencegahan penyakit DHF” :
1. Tirah baring
2. Pemberian makanan lunak
3. Pemberian cairan melalui infus
Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate
merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na +
130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan
Ca = 3 mEq/liter.
4. Pemberian obat-obatan : antibiotic, dan antipiretik
5. Anti konvulsi jika terjadi kejang
6. Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR)
7. Monitor adanya tanda-tanda renjatan
8. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
9. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari
12
I. Komplikasi Dengue Haemorhagic Fever (DHF)
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku ibu
Rumah Tangga Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kelurahan
Kutowinangun, Salatiga” :
1. Perdarahan luas
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji tocniquet yang positif mudah terjadi perdarahan
pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang
dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis. Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut
yang hebat.
2. Shock atau renjatan
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada
ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi
pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
3. Effuse pleura
4. Penurunan kesadaran
2.2 Nyeri Akut
A. Definisi
Menurut jurnal yang berjudul ”Analisis Dan Perencangan Sistem Pakar
Untuk Mendiagnosa Penyakit Vertigo Dengan Metode Dempster Shafer”, nyeri akut
dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi setelah cedera akut, intervensi bedah dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) serta berlangsung singkat (kurang dari
enam bulan) atau tanpa pengobatan setelah pulih pada area yang rusak.
Nyeri akut pada gastritis pada umumnya ditandai dengan adanya nyeri
pada ulu hati. Nyeri ulu hati merupakan gejala dari suatu penyakit yang terjadi akibat
adanya peradangan pada mukosa lambung. Keluhan nyeri ulu hati adalah keluhan
fisik subjektif yang dirasakan oleh pasien di daerah epigastrium. Epigastrium adalah
bagian abdomen bagian atas. Nyeri pada daerah epigastrium adalah nyeri yang
berhubungan dengan rasa tajam dan terlokalisasi yang dirasakan oleh seseorang pada
daerah tengah atas perut (Muhammad Amin, 2020).
13
B. Tanda Dan Gejala
1. Suara
Menangis, merintih, dan menarik/menghembuskan nafas.
2. Ekspresi wajah
Meringis, menggigit lidah, mengatupkan gigi, dahi berkerut, tertutup
rapat/membuka mata atau mulut, dan menggigit bibir.
3. Pergerakan tubuh
Kegelisahan, mondar-mandir, gerakan menggosok atau berirama,
bergerak melindungi tubuh, immobilisasi, dan otot tegang.
4. Interaksi social
Menghindari percakapan dan kontak sosial, berfokus aktivitas untuk
menghindari nyeri, dan disorientasi waktu.
14
3. Lokasi (R: Region)
Untuk mengkaji lokasi nyeri, perawat meminta klien untuk menunjukkan
semua bagian daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien.
4. Keparahan (S:Severe)
Tingkat keparahan klien tentang nyeri merupakan karakterisktik yang
paling subjektif. Pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang
dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau nyeri berat.
Pengukuran skala nyeri untuk anak pra sekolah dan sekolah menggunakan
face rating scale yaitu terdiri enam wajah kartun mulai dari wajah yang
tersenyum untuk “tidak ada nyeri” hingga wajah yang menangis untuk “nyeri
berat”.
15
2. Skala Numerik
Digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien
menilai nyeri dengan skala 0 sampai 10.
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
17