PAPER
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Teori dan Pendekatan Konseling
Dosen pengampu : Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M. Pd., Kons.
Mulawarman, S. Pd., M. Pd., Ph. D.
Oleh :
B. Konsep Dasar
Dalam pendekatan SFBC, ada beberapa konsep utama yang menjadi tujuan terapeutik
(Berg & Miller, 1992, Walter & Peller, 1992 dalam Miller, Hubble dan Duncan, 1996;
Proschaska & Norcross, 2007). Adapun kriteria tersebut adalah :
1. Bersifat positif
Ungkapan tujuan yang terapiutik tidak berpusat pada kata-kata negatif. Ia
mengandung kata “maka, sebagai gantinya” (instead). Sebagai contoh:
ungkapan tujuan “Saya akan meninggalkan kebiasaan minum-minuman keras”
atau “Saya akan keluar dari depresi dan ansietas”, belum cukup mencerminkan
suasana positif. Suasana positif baru tergambar dengan jelas ketika ungkapan
tersebut bermuatan tindakan positif yang akan dilakukan, sehingga menjadi
“Sebagai ganti kebiasaan minum-minuman keras, saya berolah raga teratur lima
kali dalam sepekan”, “Sebagai ganti depresi dan ansietas, saya mengikuti
perkumpulan rohani setiap malam jum’at”.
2. Mengandung proses
Kata kunci mewakili proses bagaimana, pertanyaan bertajuk bagaimana,
semisal yang terwakili oleh pertanyaan “bagaimana Anda akan melaksakan
alternatif yang lebih sehat dan lebih membuahkan kebahagiaan ini?” perlu
terimplisitkan juga dalam tujuan terapeutik. Dalam tujuan terapeutik itu pula
perlu terkandung jawaban atas pertanyaan tersebut.
3. Merangkum gagasan tentang kurun waktu kini
Perubahan terjadi kini, bukan kemarin, bukan pula esok. Pertanyaan sederhana
yang bisa membantu adalah, “Setelah Anda meninggalkan hal yang lama hari
ini, dan kemudian Anda tetap berada pada jalur yang tepat, hal apa yang akan
Anda lakukan dengan cara yang berbeda? Apa pula yang akan Anda katakan
dengan cara beda kepada diri Anda sendiri, hari ini juga, bukan esok?”
4. Bersifat praktis
Sifat praktis itu terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan “Sejauh
mana tujuan Anda bisa dicapai?”. Kata kunci di sini adalah dapat dicapai, dapat
dilaksanakan. Konseli-konseli yang hanya menginginkan pasangan mereka,
karyawan mereka, orang tua mereka, atau guru mereka berubah, tidak memiliki
solusi yang dapat dilaksakan, dan mereka hanya kan berada dalam kehidupan
yang dimuati lebih banyak problem.
5. Berusaha untuk merumuskan tujuan sespesifik mungkin
Hal tersebut terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan “sespesifik
apa Anda akan melakukan pekerjaan Anda?”. Tujuan yang bersifat umum,
global, abstrak atau ambigu, semisal yang terwakili oleh ungkapan
“Menggunakan waktu lebih banyak bersama keluargaku”, tidak spesifik “aku
akan menggunakan waktu 15 menit untuk berjalan-jalan dengan ayahku setiap
sore”, atau “Aku akan secara sukarela melatih regu sepakbola anakku”.
6. Adanya kendali di tangan konseli
Hal ini terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan “Apa yang akan
Anda lakukan ketika alternatif baru terwujud?”. Kata kunci disini adalah Anda.
Artinya kata Anda karena memiliki kemampuan, tanggung jawab, dan kendali
untuk mewujudkan hal-hal yang lebih baik.
7. Menggunakan bahasa konseli
Gunakan kata-kata konseli untuk membentuk tujuan, bukan bahasa teoritis
konselor. “Aku akan bercakap-cakap sebagai sesama orang dewasa dengan
ayahku lewat telepon seminggu sekali” (bahasa konseli), adalah lebih efektif
daripada “Aku akan menyelesaikan konflik oedipalku dengan ayahku” (bahasa
teoritis konselor)
C. Asumsi Tingkah Laku Sehat dan Bermasalah
Dalam Setiawan (2018)
1. Tingkah laku sehat
Manusia pada dasarnya kompeten, memiliki kapasitas untuk membangun,
merancang/ merekonstruksikan solusi-solusi sehingga mampu menyelesaikan
masalahnya
Tidak berkutat pada masalah, tetapi fokus pada solusi dan bertindak
mewujudkan solusi yang diinginkan
2. Tingkah laku bermasalah
Mengkonstruk kelemahan diri. Dengan cara mengkonstruk cerita yang diberi
label “masalah” dan meyakini bahwa ketidakbahagiaan berpangkal pada
dirinya.
Berkutat pada masalah dan merasa tidak mampu menggunakan solusi yang
dibuatnya.
Tujuan
F. Tahap-Tahap Konseling
Menurut Religman & Reichenberg dalam Mulawarman (2019) Tahap-Tahap konseling
SFBC meliputi;
1. Establishing Relationship (Membangun Hubungan Baik), membina hubungan baik
antara konselor dengan konseli untuk berkolaborasi, dengan menggunakan topik
netral sehingga bisa membangun kemungkinan-kemungkinan dan kekuatan konseli
untuk membangun solusi.
2. Identifying a solvable complaint (Mengidentifikasi Permasalahan yang Bisa
Ditemukan Solusinya),
Konselor memfasilitasi konseli untuk melakukan katarsis,
Konselor mengidentifikasi permasalahan klien (identifikasi upaya masa
lalu klien yang gagal dalam menangani masalah tersebut, identifikasi upaya
sebelumnya dari klien yang berhasil dalam menangani masalah tersebut,
identifikasi hambatan yang dialami klien dalam melakukan perubahan),
menentukan prioritas permasalahan klien yang akan menjadi target proses
konseling,
Konselor menetapkan batasan masalah (problem limit),
Konselor melakukan scaling question untuk mengetahui keadaan awal
klien.
Konselor harus mampu untuk menentukan batasan Masalah, mengikuti
arah pembicaraan konseli, dan melakukan Presession Change.
3. Establishing goals (Menetapkan Tujuan),
Konselor dan konseli secara bersama-sama menetapkan tujuan yang akan
dicapai dan tujuan yang disusun haruslah spesifik, dapat diamati, terukur dan
konkret. Unsur-unsur yang harus terdapat dalam tujuan konseling yaitu: a) apa
yang dilakukan dalam situasi yang bermasalah; b) mengubah pandangan konseli
tentang masalah yang sedang dihadapi; dan c) mengakses sumber, solusi, dan
kelebihan yang dapat dilakukan oleh konseli. Salah satu pertanyaan yang dapat
mengarahkan konseli menetapkan tujuan yaitu miracle question, dengan
menggunakan pertanyaan tersebut konseli diarahkan untuk membayangkan
ketika masalah tersebut terpecahkan dan konseli memiliki harapan untuk
menyelesaikan masalahnya.
4. Designing and Implementing Intervention (Merancang dan Menetapkan
Intervensi),
Pada tahap ini konselor melakukan teknik-teknik yang terdapat dalam SFBC.
Pertanyaan yang sering digunakan pada tahap ini yaitu “Apa yang akan
dirubah?” “Upaya apa yang berhasil Anda lakukan untuk mengatasi masalah
yang hampir sama dengan ini?” “Bagaimana Anda mewujudkannya?” “Apa
yang akan Anda lakukan untuk mewujudkannya lagi?.
5. Termination, Evaluation and Follow-up (Pengakhiran, Evaluasi, dan Tindak
Lanjut),
pada tahapan ini konselor memberikan pertanyaan berskala untuk mengetahui
peningkatan konsep diri akademik siswa pada saat sebelum dan setelah
konseling. Melakukan perrjanjian konseling kebali jika tujuan peningkatan
konsep diri tersebut masih dirasa perlu
Kelemahan
Pendekatan ini hampir tidak memperhatikan riwayat konseli
Pendekatan ini kurang memfokuskan pencerahan
Pendekatan ini menggunakan tim, setidaknya beberapa praktisi, sehingga
membuat perawatan ini mahal
DAFTAR PUSTAKA
Mulawarman. (2019). SFBC Konseling Singkat Berfokus Solusi: Konsep, Riset, dan
Prosedur.Jakarta Timur : PRENADAMEDIA GROUP.
Corey, G. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont, CA:
Brooks/Cole.
Sugiharto, DYP & Mulawarman. (2021). Bahan Ajar Teori dan Pendekatan Konseling
Sugiyanto, A. (2013). SFBC (Solution Focus Brief Counseling). Di akses tanggal 20 November
2021 pada https://akhmad-sugianto.blogspot.com/2013/09/teori-konseling-solution-
focused-brief.html