Anda di halaman 1dari 11

TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING SOLUTION-FOCUSED

BRIEF COUNSELING (SFBC)

PAPER

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Teori dan Pendekatan Konseling
Dosen pengampu : Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M. Pd., Kons.
Mulawarman, S. Pd., M. Pd., Ph. D.

Oleh :

1. Hafida Fifi Anggraini 1301419036


2. Fara Amelia Salsabila P 1301419043
3. Dania Mazidatur Rohmah 1301419061
4. Dzaky Agrin Perdana 1301419062
5. Indah Apriliyani 1301419090

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
PEMBAHASAN

A. Pendiri / Pengembang Utama


Konseling singkat berfokus solusi atau solution focused brief counseling dalam (SFBC)
dipelopori oleh Insoo Kim Berg dan Steve De Shazer. Keduanya adalah direktur
eksekutif dan peneliti senior di lembaga nirlaba Brief Family Therapy Center (BFTC)
di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat pada akhir tahun 1980-an. SFBC berbeda
dengan terapi-terapi tradisional yang menjauhkan perspektif individu terkait masa lalu
dan masa depannya. SFBC merupakan salah satu pendekatan konseling post-modern
dengan mengedepankan daya pada diri konseling untuk mencari jalan keluar atau solusi
sehingga konflik akan memilih sendiri tujuan yang hendak dicapai. SFBC mempunyai
asumsi-asumsi bahwa manusia itu sehat mampu (kompeten), memiliki kapasitas untuk
membangun, merancang atau mengkonstruksikan solusi-solusi, sehingga individu tidak
terus-menerus berkutat dalam masalah yang sedang ia hadapi. Fokus dari SFBC bukan
pada problem talk, tetapi lebih focus pada solution talk, sehingga konseli segera
mendapatkan solusi dan masalahnya segera selesai

B. Konsep Dasar
Dalam pendekatan SFBC, ada beberapa konsep utama yang menjadi tujuan terapeutik
(Berg & Miller, 1992, Walter & Peller, 1992 dalam Miller, Hubble dan Duncan, 1996;
Proschaska & Norcross, 2007). Adapun kriteria tersebut adalah :
1. Bersifat positif
Ungkapan tujuan yang terapiutik tidak berpusat pada kata-kata negatif. Ia
mengandung kata “maka, sebagai gantinya” (instead). Sebagai contoh:
ungkapan tujuan “Saya akan meninggalkan kebiasaan minum-minuman keras”
atau “Saya akan keluar dari depresi dan ansietas”, belum cukup mencerminkan
suasana positif. Suasana positif baru tergambar dengan jelas ketika ungkapan
tersebut bermuatan tindakan positif yang akan dilakukan, sehingga menjadi
“Sebagai ganti kebiasaan minum-minuman keras, saya berolah raga teratur lima
kali dalam sepekan”, “Sebagai ganti depresi dan ansietas, saya mengikuti
perkumpulan rohani setiap malam jum’at”.
2. Mengandung proses
Kata kunci mewakili proses bagaimana, pertanyaan bertajuk bagaimana,
semisal yang terwakili oleh pertanyaan “bagaimana Anda akan melaksakan
alternatif yang lebih sehat dan lebih membuahkan kebahagiaan ini?” perlu
terimplisitkan juga dalam tujuan terapeutik. Dalam tujuan terapeutik itu pula
perlu terkandung jawaban atas pertanyaan tersebut.
3. Merangkum gagasan tentang kurun waktu kini
Perubahan terjadi kini, bukan kemarin, bukan pula esok. Pertanyaan sederhana
yang bisa membantu adalah, “Setelah Anda meninggalkan hal yang lama hari
ini, dan kemudian Anda tetap berada pada jalur yang tepat, hal apa yang akan
Anda lakukan dengan cara yang berbeda? Apa pula yang akan Anda katakan
dengan cara beda kepada diri Anda sendiri, hari ini juga, bukan esok?”
4. Bersifat praktis
Sifat praktis itu terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan “Sejauh
mana tujuan Anda bisa dicapai?”. Kata kunci di sini adalah dapat dicapai, dapat
dilaksanakan. Konseli-konseli yang hanya menginginkan pasangan mereka,
karyawan mereka, orang tua mereka, atau guru mereka berubah, tidak memiliki
solusi yang dapat dilaksakan, dan mereka hanya kan berada dalam kehidupan
yang dimuati lebih banyak problem.
5. Berusaha untuk merumuskan tujuan sespesifik mungkin
Hal tersebut terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan “sespesifik
apa Anda akan melakukan pekerjaan Anda?”. Tujuan yang bersifat umum,
global, abstrak atau ambigu, semisal yang terwakili oleh ungkapan
“Menggunakan waktu lebih banyak bersama keluargaku”, tidak spesifik “aku
akan menggunakan waktu 15 menit untuk berjalan-jalan dengan ayahku setiap
sore”, atau “Aku akan secara sukarela melatih regu sepakbola anakku”.
6. Adanya kendali di tangan konseli
Hal ini terwakili oleh jawaban yang memadai atas pertanyaan “Apa yang akan
Anda lakukan ketika alternatif baru terwujud?”. Kata kunci disini adalah Anda.
Artinya kata Anda karena memiliki kemampuan, tanggung jawab, dan kendali
untuk mewujudkan hal-hal yang lebih baik.
7. Menggunakan bahasa konseli
Gunakan kata-kata konseli untuk membentuk tujuan, bukan bahasa teoritis
konselor. “Aku akan bercakap-cakap sebagai sesama orang dewasa dengan
ayahku lewat telepon seminggu sekali” (bahasa konseli), adalah lebih efektif
daripada “Aku akan menyelesaikan konflik oedipalku dengan ayahku” (bahasa
teoritis konselor)
C. Asumsi Tingkah Laku Sehat dan Bermasalah
Dalam Setiawan (2018)
1. Tingkah laku sehat
 Manusia pada dasarnya kompeten, memiliki kapasitas untuk membangun,
merancang/ merekonstruksikan solusi-solusi sehingga mampu menyelesaikan
masalahnya
 Tidak berkutat pada masalah, tetapi fokus pada solusi dan bertindak
mewujudkan solusi yang diinginkan
2. Tingkah laku bermasalah
 Mengkonstruk kelemahan diri. Dengan cara mengkonstruk cerita yang diberi
label “masalah” dan meyakini bahwa ketidakbahagiaan berpangkal pada
dirinya.
 Berkutat pada masalah dan merasa tidak mampu menggunakan solusi yang
dibuatnya.

D. Hakikat dan Tujuan Konseling


Hakikat
Konseling merupakan proses memfasilitasi konseli untuk menemukan solusi yang
dikonstruksi oleh dirinya sendiri, tanpa berfokus pada masalah yang dibawanya.
Walter dan Peller (dalam Corey, 2005) menyebutkan hakikat SFBC:
1. Individu yang datang ke terapi mampu berperilaku efektif meskipun kelakuan
keefektifan ini mungkin dihalangi sementara oleh pandangan negatif.
2. Ada keuntungan untuk fokus pada solusi dan masa depan. Jika konseli dapat
reorientasi diri ke arah kekuatan menggunakan Solution-talk, terapi bisa lebih
singkat.
3. Penyangkalan pada setiap problem. Dengan membicarakan penyangkalan-
penyangkalan ini, konseli dapat mengontrol apa yang terlihat menjadi sebuah
problem yang tidak mungkin diatasi, penyangkalan ini memungkinkan
terciptanya sebuah solusi.
4. Konseli sering hanya menampilkan satu sisi dari diri mereka, SFBT mengajak
konseli untuk menyelidiki sisi lain dari cerita yang sedang mereka tampilkan.
5. Perubahan kecil adalah cara untuk mendapatkan perubahan yang lebih besar.
6. Konseli yang ingin berubah mempunyai kapasitas untuk berubah dan
mengerjakan yang terbaik untuk membuat suatu perubahan itu terjadi.
7. Konseli dapat dipercaya pada niat mereka untuk memecahkan masalah. Tiap
individu adalah unik dan demikian juga untuk tiap-tiap solusi.

Tujuan

Tujuan SFBT antara lain adalah:.


- Mengubah cara pandang situasi atau kerangka pikir
- Mengubah situasi masalah dan menekankan pada kekuatan dan sumber daya
konseli
- Konseli didorong untuk terlibat dalam perubahan atau “ solution talk”, dari pada
“problem talk” dengan asumsi bahwa apa yang dibicarakan adalah sebagian
besar apa yang akan dihasilkan

SFBT mencerminkan beberapa gagasan dasar tentang perubahan, tentang interaksi,


dan mencapai tujuan. Terapis berfokus solusi percaya bahwa individu memiliki
kemampuan untuk menentukan tujuan pribadi yang berarti dan memiliki sumber
daya yang diperlukan untuk memecahkan masalah mereka. Tujuan adalah unik
untuk setiap konseli dan dibangun oleh konseli untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik (Prochaska & Atlanta dalam Corey 2009). Kurangnya kejelasan
tentang preferensi konseli, tujuan, dan hasil yang diinginkan dapat mengakibatkan
keretakan antara konselor dan konseli. Dari kontak terlebih dulu dengan konseli,
konselor berusaha untuk menciptakan iklim yang akan memfasilitasi perubahan dan
mendorong konseli untuk berpikir dalam berbagai kemungkinan.

E. Peran dan Fungsi Konselor


- Mengidentifikasi dan memandu konseli mengeksplorasi kekuatan-kekuatan dan
kompetensi yang dimiliki konseli
- Membantu konseli mengenali dan membangun perkecualian-perkecualian pada
masalah, yaitu saat-saat ketika konseli telah melakukan (memikirkan, merasakan)
sesuatu yang mengurangi atau membatasi dampak masalah
- Melibatkan konseli untuk berpikir tentang masa depan mereka dan apa yang mereka
inginkan yang berbeda di masa depan
- Konselor mengambil posisi “ tidak mengetahui” untuk meletakkan konseli pada
posisi sebagai ahli mengenai kehidupan mereka sendiri. Konselor tidak
mengasumsikan diri sebagai ahli yang mengetahui tindakan dan pengalaman
konseli
- Membantu konseli dalam mengarahkan perubahan tetapi tidak mendikte konseli
apa yang ingin diubah
- Konselor berusaha membentuk hubungan yang kolaboratif dan menciptakan suatu
iklim yang respek, saling menghargai dan membangun suatu dialog yang bisa
menggali konseli untuk mengembangkan kisah-kisah yang mereka pahami dan
hayati dalam kehidupan mereka
- Konsisten dalam membantu konseli berimajinasi bagaimana mereka menginginkan
hal yang berbeda dan apa yang akan dilakukan untuk membawa perubahan tersebut
terjadi dengan menanyakan “ apa yang Anda inginkan dari datang kesini?”, “apa
yang akan membuat perbedaan untukmu?” dan “ apa kemungkinan-kemungkinan
yang Anda tandai bahwa perubahan yang Anda inginkan terjadi?.

F. Tahap-Tahap Konseling
Menurut Religman & Reichenberg dalam Mulawarman (2019) Tahap-Tahap konseling
SFBC meliputi;
1. Establishing Relationship (Membangun Hubungan Baik), membina hubungan baik
antara konselor dengan konseli untuk berkolaborasi, dengan menggunakan topik
netral sehingga bisa membangun kemungkinan-kemungkinan dan kekuatan konseli
untuk membangun solusi.
2. Identifying a solvable complaint (Mengidentifikasi Permasalahan yang Bisa
Ditemukan Solusinya),
 Konselor memfasilitasi konseli untuk melakukan katarsis,
 Konselor mengidentifikasi permasalahan klien (identifikasi upaya masa
lalu klien yang gagal dalam menangani masalah tersebut, identifikasi upaya
sebelumnya dari klien yang berhasil dalam menangani masalah tersebut,
identifikasi hambatan yang dialami klien dalam melakukan perubahan),
 menentukan prioritas permasalahan klien yang akan menjadi target proses
konseling,
 Konselor menetapkan batasan masalah (problem limit),
 Konselor melakukan scaling question untuk mengetahui keadaan awal
klien.
 Konselor harus mampu untuk menentukan batasan Masalah, mengikuti
arah pembicaraan konseli, dan melakukan Presession Change.
3. Establishing goals (Menetapkan Tujuan),
Konselor dan konseli secara bersama-sama menetapkan tujuan yang akan
dicapai dan tujuan yang disusun haruslah spesifik, dapat diamati, terukur dan
konkret. Unsur-unsur yang harus terdapat dalam tujuan konseling yaitu: a) apa
yang dilakukan dalam situasi yang bermasalah; b) mengubah pandangan konseli
tentang masalah yang sedang dihadapi; dan c) mengakses sumber, solusi, dan
kelebihan yang dapat dilakukan oleh konseli. Salah satu pertanyaan yang dapat
mengarahkan konseli menetapkan tujuan yaitu miracle question, dengan
menggunakan pertanyaan tersebut konseli diarahkan untuk membayangkan
ketika masalah tersebut terpecahkan dan konseli memiliki harapan untuk
menyelesaikan masalahnya.
4. Designing and Implementing Intervention (Merancang dan Menetapkan
Intervensi),
Pada tahap ini konselor melakukan teknik-teknik yang terdapat dalam SFBC.
Pertanyaan yang sering digunakan pada tahap ini yaitu “Apa yang akan
dirubah?” “Upaya apa yang berhasil Anda lakukan untuk mengatasi masalah
yang hampir sama dengan ini?” “Bagaimana Anda mewujudkannya?” “Apa
yang akan Anda lakukan untuk mewujudkannya lagi?.
5. Termination, Evaluation and Follow-up (Pengakhiran, Evaluasi, dan Tindak
Lanjut),
pada tahapan ini konselor memberikan pertanyaan berskala untuk mengetahui
peningkatan konsep diri akademik siswa pada saat sebelum dan setelah
konseling. Melakukan perrjanjian konseling kebali jika tujuan peningkatan
konsep diri tersebut masih dirasa perlu

G. Teknik-Teknik Spesifik Konseling


Beberapa teknik SFBC menurut Corey, 2006; Capuzzi dan Gross, 2003 dan
Macdonald, 2006 dalam (Mulawarman, 2019)
1. Pertanyaan Pengecualian (Exception Question)
Berdasarkan pada asumsi bahwa ada saat-saat di dalam kehidupan konseli
ketika permasalahan yang mereka alami tidak terus-menerus ada dalam
kehidupan mereka sepanjang waktu. Saat yang demikian itu disebut
pengecualian atau exception. Contoh pertanyaan seperti: kapan terakhir anda
merasakan rileks atau bahagia?, adakah saat-saat dimana dirimu merasakan
sedikit terkurangi atas permasalahan yang kamu alami?, Situasi Anda
Tampaknya sangat sulit, dapatkah Anda mengingat saat-saat dimana Anda
Merasa lebih baik dibanding yang Anda rasakan saat ini?
2. Pertanyaan Keajaiban (Miracle Questions)
Pertanyaan yang mengarahkan konseli mengimajinasikan apa yang akan terjadi
jika suatu masalah yang dialami secara ajaib terselesaikan. Miracle questions
mengarahkan klien untuk mempertimbangkan apa yang betul-betul mereka
inginkan, sehingga perspektif klien berubah dari yang awalnya berfokus pada
masalah menjadi berfokus pada solusi. Pertanyaan-pertanyaan pada teknik ini
berfokus pada perubahan apa yang diinginkan, agar yang tersebut berhenti apa
yang akan dibutuhkan, bagaimana kita dapat mengetahuinya. Contoh
pertanyaannya seperti “Anggaplah bahwa pada suatu malam ketika Anda tidur,
ada sebuah keajaiban dan masalahnya teratasi. Bagaimana Anda
mengetahuinya? Apa yang akan berbeda?”.
3. Pertanyaan Berskala (Scaling Questions)
Pertanyaan yang meminta konseli menilai kondisi dirinya (masalah, pencapaian
tujuan). Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengukur kemajuan perubahan
dirinya. Contoh pertanyaannya seperti “Pada skala 1 -10, dimana 10 adalah
benar-benar cemas luar biasa –seperti Anda seakan-akan tidak akan sanggup
berdiri di sana – dan 1 adalah merasa sangat percaya diri dan nyaman,
dimanakah Anda pada skala itu?”.
4. Problem free talk (pecakapan bebas masalah)
teknik untuk mengembangkan percakapan dan membangkitkan kekuatan atau
kepercayaan diri klien. Tujuan dari teknik ini yaitu: 1) mengembangkan raport
di awal proses konseling, 2) menghilangkan kegugupan klien, 3) membuat klien
merasa bahwa konselor adalah seorang pribadi (person) bukan sebagai seorang
pakar yang maha tahu.
5. Coping questions
digunakan konselor untuk mengidentifikasi pengalaman masa lampau untuk
menangani masalah konseli yang dialami pada saat ini. Contoh coping questions
adalah,“ Apakah Anda dulu pernah mengalami masalah seperti ini? Bagaimana
Anda mengatasinya?”.
6. Formula First Session Task (FFST) (Teknik pemberian tugas pada sesi utama),
merupakan suatu terapi yang memberikan pekerjaan rumah kepada konseli di
awal konseling maupun di sesi konseling selanjutnya. Dalam teknik ini konseli
bisa mengembangkan dan mencari solusi dengan melakukan suatu pengamatan
tentang tujuan yang ingin dicapai. Misalnya, “bagaimana jika kamu membuat
jadwal sehingga kegiatan belajarmu akan teratur?”. Sehingga konseli terpacu
dalam memanajemen waktu belajarnya
7. Umpan balik (Feedback)
Pada saat memberikan suatu umpan balik maka terdapat tiga hal yang perlu
disampaikan, yaitu memberikan pujian, kalimat penjembatan untuk meberikan
tugas, dan menyarankan tugas, dengan memberikan umpan balik kepada konseli
bertujuan untuk memberikan merekan kesempatan melakukan lebih banyak hal
dan melakukan hal yang berbeda untuk
8. Presession Change Question (Pertanyaan Perubahan Pra-Pertemuan)
Pertanyaan yang dimaksudkan untuk menemukan eksepsi atau mengeksplorasi
solusi yang diupayakan konseli. Tujuannya ialah menciptakan harapan terhadap
perubahan, menekankan peran aktif dan tanggung jawab konseli dan
menunjukkan bahwa perubahan terjadi di luar ruang konseling. Misalnya,
konselor bertanya, ”Sejak pertemuan yang lalu, apakah kamu melihat adanya
perubahan pada dirimu?” atau ” Sejak pertemuan yang lau apakah kamu
menemukan cara baru dalam melihat masalah yang kamu alami?” atau ”Sejak
percakapan kita yang lalu di telepon, apa perubahan yang kamu alami sejauh
ini?”.

H. Kelebihan dan Kelemahan


Kelebihan
 Pendekatan ini menekankan pada singkatnya waktu konseling
 Pendekatan ini fleksibel dan mempunyai banyak riset yang membuktikan
keefektifannya
 Pendekatan ini bersifat positif untuk digunakan dengan konseli yang berbeda-
beda. Maksudnya, teori konseing ini didasarkan pada asumsi optimis bahwa
setiap manusia adalah sehat dan kompeten serta memiliki kemampuan dalam
mengkonstruk solusi dalam meningkatkan kualitas hidup mereka dengan
optimal.
 Pendekatan ini difokuskan pada perubahan dan dasar pemikiran yang
menekankan perubahan kecil pada tingkah laku
 Pendekatan ini dapat dikombinasikan dengan pendekatan konseling lainnya

Kelemahan
 Pendekatan ini hampir tidak memperhatikan riwayat konseli
 Pendekatan ini kurang memfokuskan pencerahan
 Pendekatan ini menggunakan tim, setidaknya beberapa praktisi, sehingga
membuat perawatan ini mahal
DAFTAR PUSTAKA

Mulawarman. (2019). SFBC Konseling Singkat Berfokus Solusi: Konsep, Riset, dan
Prosedur.Jakarta Timur : PRENADAMEDIA GROUP.

Setiawan, M. A. (2018). Pendekatan-Pendekatan Konseling (Teori Dan Aplikasi). Yogyakarta:


Deepublish.

Corey, G. (2009). Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont, CA:
Brooks/Cole.

Sugiharto, DYP & Mulawarman. (2021). Bahan Ajar Teori dan Pendekatan Konseling

Sugiyanto, A. (2013). SFBC (Solution Focus Brief Counseling). Di akses tanggal 20 November
2021 pada https://akhmad-sugianto.blogspot.com/2013/09/teori-konseling-solution-
focused-brief.html

Anda mungkin juga menyukai