Syaafi Pamekasan
Nomor :
Tanggal :
1
k. Tingkat keberhasilan RJP bergantung pada :
i. Penyebab terjadinya henti jantung / napas pada pasien
ii. Penyakit / masalah medis yang mendasari
iii. Kondisi kesehatan pasien secara umurn.
1. Seringnya, pasien yang berhasil dilakukan RJP masih mengalami kondisi yang sakit dan
membutuhkan penanganan lebih lanjut biasanya dirawat di HCU.
2. Penting untuk mengidentifikasi pasien di niana terjadinya henti napas dan jantung
menandakan kondisi terminal penyakit pasien dan di mana usaha RJP tidak akan
membuahkan hasil (sia-sia).
3. Dalam menetapkan kebijakan DNR, penting untuk diketahui bahwa kebijakan ini harus
dipatuhi dan diikuti oleh seluruh tenaga kesehatan profesional di tingkat primer, rumah
sakit, dan petugas / tim transfer intra dan antar-rumah sakit.
4. Hak pasien untuk menolak RJP harus dihargai. Hal ini mungkin dikarenakan pasien
berpendapat bahwa dengan melakukan usaha RJP hanya akan memperpanjang kualitas
hidup yang buruk.
5. Kebijakan ini hanya berkaitan dengan usaha RJP, bukan dengan penundaan atau
pembatalan pemberian tatalaksana lainnya, seperti terapi antibiotic, nutrisi parenteral, dan
sebagainya.
LATAR BELAKANG
1. Angka kelangsungan hidup pasien dewasa (survival rates) yang diakukan RJP dan pulang
dari rumah sakit sekitar 5 – 20%, dan telah terbukti bahwa usaha RJP akan lebih baik jika :
a. Akses ke Tim Resusitasi / Unit Gawat Darurat dilakukan lebih awal (segera)
b. Pemberian bantuan hidup dasar lebih awal
c. Pemberian bantuan hidup lanjut lebih awal
2. Bebeerapa pasien memiliki angka kelangsungan hidup yang sangat rendah (1-2%),
misalnya pada pasien dengan infeksi berat, tekanan darah rendah dalam jangka waktu
lama, gagal ginjal / jantung yang berat, atau keganasan dengan penyebaran luas
(metastasis).
3. Angka kelangsungan hidup pasien anak yang mengalami henti jantung / napas di rurnah
sakit adalah rendah. Namun jika ditangani dengan tepat dan segera, memiliki angka
keberhasilan sebesar 70%.
4. Angka kelangsungan hidup pasien anak yang mengalami henti jantung/napas di luar rumah
sakit masih di bawah 10%. Pada umumnya, anak-anak yang berhasil bertahan hidup dan
pulang dari rumah sakit mengalami defisit neurologi.
2
TUJUAN
1. Untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan Do Not
Resuscitate (DNR) tidak disalahartikan / misinterpretasi.
2. Untuk memastikan terjadinya komunikasi dan pencatatan yang jelas dan terstandarisasi
mengenai pengambilan keputusan DNR.
DEFINISI
1. Henti jantung: adalah suatu kondisi di mana terjadi kegagalan janting secara
mendadak untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat.
a. Hal ini dapat disebabkan oleb fibrilasi ventrikel, asistol, a pulseless electrical
activity (PEA).
b. Untuk memperoleh RJP yang efektif, resusitasi harus dimulai sesegera mungkin
(<3 menit setelah kejadian henti jantung).
c. Jika pasien ditemukan tidak bernapas, tidak adanya denyut nadi, dan pupil dilatasi
maksimal; hal ini bukanlah kejadian henti jantung dan tidak pelu dilakukan
tindakan resusitasi.2
2. Resusitasi Jantung-paru (RJP) : didefinisikan sebagai suatu sarana dalam
memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalanii henti
napas atau henti jantung. RJP diindikasikan untuk: pasien yang tidak sadar, tidak
bernapas, dan yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi; dan tidak tertulis
instruksi DNR di rekam medisnya.
3. Tindakan Do Not Resuscitate (DNR): adalah suatu tindakan, di mana jika pasien
mengalami henti jantung dan atau napas, paramedis tidak akan dipanggil dan tidak
akan dilakukan usaha resusitasi jantung-paru dasar maupun lanjut.
a. Jika pasien mengalami henti jautung dan atau napas, lakukan asesmen segera untuk
mengidentifikasi penyebab dan memeriksa posis pasien, patensi jalan napas, dan
sebagainya, Tidak perlu melakukan usaha bantuan hidup dasar maupun lanjut.
b. DNR tidak berarti semua tatalaksana / penanganan aktif terhadap kondisi pasien
diberhentikan. Pemeriksaan dan penanganan pasien (misalnya terapi intravena,
pemberian obat-obatan) tetap di lakukan pada pasien DNR.
c. Semua perawatan mendasar harus terus dilakukan, tanpa kecuali.
4. Fase / kondisi terminal penyakit adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera
atau penyakit, yang menurut perkiraan dokter atau tenaga medis lainnya tidak dapat
disembuhkan dan bersifat ireversibel, dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian
dalam rentang waktu yang singkat, dan dimana pengaplikasian terapi untuk
memperpanjang/mempertahankan hidup hanya akan berefek dalam memperlama
proses penderitaan / sekarat pasien.
3
5. Pelayanan paliatif: adalah pemberian dukungan emosional dan fisik untuk
mengurangi nyeri / penderitaan pasien. Hal ini termasuk: pemberian nutrisi/hidrasi, dan
kenyamanan, kecuali terdapat instruksi spesifik untuk mengurangi pemberian nutrisi /
hidrasi.
TANGGUNG JAWAB
1. Chief Executive Officer dan Dewan Direksi: bertanggungjawab untuk, memastikan
implementasi Kebijakan Do Not Resuscitate (DNR). Fungsi didelegasikan kepada
Manajer Pelayanan Medis
2. Manajer Pelayanan Medis: memastikan setiap staf / petugas mengetahui, dan
mematuhi kebijakan ini, serta memastikan dilakukannya audit kebijakan DNR.
3. Staf / Petugas Rumah Sakit: semua staf yang terlibat dalarn pengambilan keputusan
tindakan DNR dan resusitasi memahami dan menerapkan kebijakan ini.
Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama proses berlangsung harus
dilaporkan pada berkas / formulir insidens sesuai dengan algoritma yang berlaku.
PRINSIP
1. Harus tetap ada anggapan untuk selalu melakukan resusitasi kecuali telah dibuat keputusan
secara lisan dan tertulis untuk tidak melakukan resusitasi (DNR).
2. Keputusan tindakan DNR ini harus dicatat di rekam medis pasien
3. Komunikasj yang baik sangatlah penting.
4. Dokter harus berdiskusi dengan pasien yang rnemiliki kemungkinan henti napas /jantung
mengenai tindakan apa yang pasien ingin tim medis lakukan jika hal ini terjadi.
5. Pasien harus diberikam informasi selengkap-lengkapnya mengenai kondisi dan penyakit
pasien, prosedur RJP dan hasil yang mungkin terjadi.
6. Tanggungjawab dalam mengambil keputusan DNR terletak pada konsultan / dokter umum
yang bertanggungjawab atas pasien. Jika terdapat keraguan dalam mengambil keputusan,
dapat meminta saran dari doker senior.
7. RJP sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi-kondisi berikut ini :
a. RIP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan pernapasan pasien
b. Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk mengambil
keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP
c. Terdapat alasan yang valid, kuat, dan dapat diterima mengenai pengambilan keputusan
untuk tidak melakukan tindakan RJP.
d. Terdapat perintah DNR selelumnya yang valid, lengkap, dan alasan kuat
e. Pada pasien-pasien yang berada dalam fase terminal penyakitnya sekarat, di mana
tindakan RJP tidak dapat menunda fase terminal kondisi sekarat pasien dan tidak
memberikan keuntungan (risiko / bahayanya melebihi keuntungannya)
4
i. Contoh: henti jantung / napas yang dialarni merupakan kejadian alamiah
akibat penyakit terminal diderita. Pada kasus ini, RJP mungkin dapat
mengembalikan fungsi jantung-paru pasien secara sementara tetapi
keseluruhan pasien dapat memburuk dan henti jantung napas akan terjadi
kembali, yang merupakan bagian dari proses alamiah dan tidak dapat
terhindarkan dari proses sekarat /kematian pasien.
ii. Melakukan RJP pada kasus di atas akan membahayakan /merugikan pasien
dan bertolak belakang dengan etika kedokteran (prinsip ‘do no harm’ )
8. Semua pasien harus menjalani asesmen secara personal.
9. Pengambilan keputusan DNR harus merupakan langkah terbaik untuk pasien dan harus
dengan pasien ieskipun tidak ada kewajiban secara etika untuk mendiskusikan DNR
dengan pasien-pasien yang menjalani perawatan (di mana usaha RJP adalah sia-sia).
10. Diskusi dengan pasien dan keluarga merupakan hal yang penting dan tergantung dengan
kapasitas mental dan harapan hidup pasien. Diskusi dapat dilakukan oleh konsultan rumah
sakit, dokter umum, atau perawat yang bertugas. Staf harus memberitahukan hasil diskusi
mereka dengan pasien kepada dokter penanggungjawab pasien.
11. Jika, pada situasi tertentu, terdapat perbedaan pendapat antara dokter dan pasien mengenai
tindakan DNR, dokter harus menghargai keinginan pasien (yang kompeten secara mental).
12. Hasil diskusi dengan pasien dan atau keluarganya harus dicatat di rekarn medis pasien.
13. Di rekam medis, harus tercantum :
a. tulisan ‘Pasien ini tidak dilakukan resusitasi’
b. Tulis tanggal dan waktu pengambilan keputusan
c. Indikasi / alasan tindakan DNR
d. Batas waktu berlakunya instruksi DNR
e. Nama dokter penanggungjawab pasien
f. Ditandatangani oleh (dokter penanggung jawab pasien (yang mengambil keputusan)
Contoh:
Tanggal l8 Maret 2010
Pukul 10.30 WIB
Tidak dilakukan RJP
Indikasi: syok kardiogenik
Batas waktu: 24 jam
14. Pada beberapa kasus, tidak terdapat batasan waktu pemberlakuan instruksi misalnya:
keganasan fase terminal.
15. Pada pasien asing (luar negeri) dan populasi etnis minoritas di mana terdapat kesulitan
pemahaman bahasa, harus terdapat layanan penerjemah yang kompeten.
5
16. DNR hanya berarti tidak dilakukan tindakan RJP. Penanganan dan tatalaksana pasien
lainnya tetap diakukan dengan optimal.
17. Tindakan DNR dapat dipertirnbangkan dalarn kondisi-kondisi sebagai:
a. Pasien herada dalam fase terminal penyakitnya atau kerugian penderitaan yang
dirasakan pasien saat menjalani terapi melebihi keuntungan dilakukannya terapi.
b. Pasien, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk mengambil
keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
c. RJP bertentangan dengan keputusan dini /awal yang dibuat oleh pasien, yang bersifat
valid dan matang. mengenai penolakan semua tindakan untuk mempertahankan hidup
pasien.
KEPUTUSAN DINI / AWAL (DAHULU DIKENAL DENGAN ISTILAH SURAT
WASIAT)
1. Terdapat kebijakan dari pihak rumah sakit rnengenai keputusan dini akan tindakan
penyelamatan hidup / nyawa oleh pasien.
2. Dokter sebaiknya menghargai keputusan yang diambil oleh pasien (autonomi).
3. Pasien dengan keputusan dini ini tetap diberikan terapi / penanganan lainnya, seperti
pemberian obat-obatan, cairan infus, dan lain-lain.
4. Putuskanlah apakah diskusi mengenai keputusan DNR ini perlu dilakukan.
5. Berikut adalah beberapa kondisi di mana perlu dilakukan diskusi dengan pasien :
a. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa mereka ingin mendiskusikan
tindakan DNR dengan dokternya.
b. Usaha RJP dianggap memiliki harapan untuk berhasil tetapi dapat mengakibatkan
kualitas hidup yang buruk bagi pasien.
c. Hal yang mendasari keputusan DNR adalah tidak adanya keuutungan dalam hal medis.
Diskusi harus ditekankan untuk membuat pasien menyadari, memahami, dan
menerima kondisi penyakitnya serta menerima hasil keputusan yang telah
didiskusikan. Diskudi juga membahas mengenai manajemen paliatif dan prognosis
secara keseluruhan.
6. Berikut adalah beberapa kondisi di mana tidak perlu dilakukan diskusi dengan pasien :
a. Jika resusitasi dianggap tidak ada gunanya / sia-sia
b. Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien, misalnya pasien menjadi
depresi.
c. Pasien yang koinpeten secara mental menyatakan bahwa mereka tidak ingin
mendiskusikan hal tersebut
d. Pasien mengalami deteriorasi, misalnya pasien berada dalam fase sekarat / terminal
dan penyakitnya.
e. Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk mengambil keputusan
6
7. Pasien diperbolehkan untuk mengambil keputusan dini akan penolakan, tindakan
penyelamatan hidup dengan memenuhi beberapa persyaratan di bawah ini :
a. Usia pasien harus > 18 tahun
b. Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara mental untuk
mengambil keputusan
c. Keputusan ini harus tertulis, yang berarti harus ditulis oleh pasien sendiri atau keluarga
/ kerabat yang dipercaya oleh pasien, dan harus dicatat di rekam medis.
d. Harus ditandatangani oleh 2 orang, yaitu:
i. penulis / pembuat keputusan atau oleh orang lain atas nama pasien sambil
diarahkan oleh pasien (jika pasien tidak mampu menandatanganinya sendiri)
ii. 1 orang lain sebagai saksi
e. Harus diverifikaSi oleh pernyataan spesifik yang dilakukan pembuat keputusan, dapat
dituliskan di dokumen lain / terpisah yang menyatakan bahwa keputusan dini ini
diaplikasikan untuk tindakan / penanganan spesifik, bahkan jika terdapat risiko
kematian.
f. Pernyataan keputusan dini di dokumen terpisah ini juga harus ditandatangani dan
disaksikan oleh 2 orang (salah satunya pasien))
8. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan ini harus atas izin
pasien.
9. Jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi dapat dilakukan dengan keluarga / wali
sah pasien dengan mernpertimbangkan kondisi dan keinginan pasien. Jika tidak terdapat
keluarga / wali yang sah, keputusan dapat diambil oleh dokter penanggungjawab pasien.
10. Jika terdapat stuasi di mana pasien kehilangan kompetensinya untuk mengambil keputusan
tetapi telah membuat ‘keputusan dini DNR’ sebelumnya yang valid, keputusan ini haruslah
tetap dihargai.
11. Dokter dapat tidak mengindahkan kejnitusan keputusan dini yang dibuat oleh pasien, jika
terdapat hal-hal berikut ini :
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap keputusan dini /awal
yang dibuat, yang mempengaruhi validitas keputusan tersebut (misalnya, pasien pindah
agania)
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi tersebut dapat
mempengaruhi keputusan pasien (misalnya, perkembangan terkini dalam tatalaksana
pasien yang secara drastis mengubah prospek kondisi tertentu pasien).
c. Situasi / kondisi yang ada tidak jelas dan tidak dapat diprediksi
d. Terdapat perdebatan / perselisihan mengenai validitas keputusan dini / awal dan kasus
tersebut telah dibawa ke pengadilan.
7
12. Jika tcrdapat keraguan terhadap apa yang pasien inginkan / maksudkan paramedis harus
bertindak sesuai dengan kepentingan / hal yang terbaik untuk pasien. Dapat merninta saran
dari dokter senior juga.
13. Tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda hanya kerena mencari ada tidaknya instruksi
DNR pasien jika tidak terdapat indikasi jelas bahwa instrusksi tersebut ada.
14. Pasien tidak diperbolehkan menolak perawatan dasar yang diberikan
15. Perawatan dasar ini didefinisikan sebagai pemberian tempat tidur yang nyaman dan
hangat, pengurang rasa sakit / analgesik, manajemen gejala-gejala yang memicu stress
fisik (seperti sesak napas, muntah, inkontinens dan manajemen higene / kebersihan diri
pasien.
16. Jika pasien tetap menolak perawatan dasar dokter yang bertugas sebaiknya meminta saran
dari dokter senior, dan masalah ini dapat juga dibawa komisi etik.
17. Rumah sakit sebaiknya membuat kerangka konsep dalam hal mengambil keputusan DNR.
8
8. Pemilihan waktu untuk berdiskusi :
a. Bukan waktu yang bagus untuk melakukan diskusi segera setelah diagnosis
ditegakkan.
b. Waktu diskusi yang terbaik adalah saat diagnosis dan prognon sudah jelas dan saat
pasien telah mengetahui dan menerima penyakitnya.
9. Berusahalah untuk membangun pemahaman pasien mengenai situasi saat ini, sifat dasar
resusitasi, kemungkinan tingkat keberhasilan resusitasi jika dilakukan, serta harapan dan
keinginan pasien. Pasien dan keluarga sering memiliki harapan / ekspektasi yang tidak
realistis dan nilai resusitasi.
10. Berikan nforrnasi mengenai RJP menggunakan kata-kata sederhana yang dapat dimengerti
oleh pasien.
11. Tingkat pemberian informasi harus dinilai dari respons dan pemahaman setiap pasien.
12. Jika tidak tercapai kesepakatan, berikan pendapat dari sudut pandang dokter (pararnedis)
mengenai kondisi pasien dan tindakan RJP. Dapat dengan menyatakan: “Pendapat saya
mungkin berbeda dengan apa yang Anda inginkan. Karena alasan itulah saya ingin
berdiskusi dengan Anda.”
13. Cobalah untuk mengerti :
a. Sudut pandang pasien
b. Nilai-nilai yang dianut oleh pasien
c. Ruang lingkup pengaplikasian (misalnya, penanganan apa saja yang dijalani pasien)
14. Catat sudut pandang pasien, nilai-nilai yang dianut oleh pasien, dan ruang lingkup
pengaplikasian di rekam medis.
15. Diskusikan keputusan mengenai RJP dalam konteks positif sebagai bagian dari perawatan
suportif. Banyak pasien yang merasa takut diabaikan / ditelantarkan dan merasa nyeri,
melebihi rasa takutnya akan kematian.
16. Petugas harus menekankan mengenai terapi-terapi mana saja yang akan tetap diberikan,
pasien masih akan tetap dikunjungi oleh dokter secara teratur, pengendalian nyeri, dan
memberikan kenyamanan kepada pasien.
17. Penting untuk memisahkan / membedakan keputusan DNR dengan keputusan mengenai
manajemen pasien lainnya.
18. Dengan memberikan kesempatan kepada pasien untuk berdiskusi dengan dokter akan
membuat pasien merasa dihargai dan menurunkan tingkat kecemasan / stress pasien juga.
9
KEPUTUSAN DNR PADA PASIEN DEWASA PREI-OPERATIF
1. Tindakan pembedahan dan anestesi turut berkontribusi dalam perubahan kondisi medis
pasien dengan keputusan DNR sebelumnya dikarnakan adanya fisiologi yang dapaat
meningkatkan resiko pasien.
2. Tindakan anastesi sendiri (baik regional ataupun umum), akan menimbulkan
instabilitas kardiopulmoner yang akan membuthkan dukungan/penanganan medis.
3. Angka keberhasilaan RJP dikamar operasi lebih tiggi secara signifikan dibandingkan di
ruang rawat inap (di mnan keputusan DN ini ditetapkan). Angka keberhasilan RJP di
kamar operaasi ini dapaat mencapai 92%.
4. Menilik dari hal-hal tersebut di atas, maka diperlukan peninjauan untuk keeputusan
DNR sebelum melakukan prosedur anatesis dan pembedahan.
5. Rekomendasi
a. Pasien dengan keputusan DNR yang mungkin memerluka proses pembedahan
harus di konsultasi kepada tim bedah anastesiologis
b. Lakukan peninjauan ulang keputusan DNR oleh anaastesiologis dan dokter bedah
dengan pasien, wali, keluargaa, ataau dokter penaggung jawab (jika diindikasikan)
sebelum melaakukan prosedur ansstesi dan pembedahan.
c. Tujuan peninjauan ulang ini adalah untuk memperoleh kesepakatan mengenai
anastesi dan pembedahan.
d. Terdpat 3 pilihan dalam meninjau kepuusan DNR, yaitu:
i. Pilihan pertama: keputusan DNR dibatalkan selain menjalani anestesi dan
pembedahan, dan ditinjau ulang kembalii saat pasien keluar dari luar
pemulihan. Selain menjlani pembedahan dan anastesi, lakukan RJP terdapat
henti jantug/napaas.
ii. Pilihan kedua: keputusan DNR dimdifikasi, dengan mengizinkan
pemberian obat-obatan dan teknik anestesi yang sejalan/sesuai dengan
pemberian anstesi.
Hal ini termasuk:
10
Penggnaan vasopressor atau obat anti-aritmia untuk mengkoreksi
stabilitas kardiovaskular yang berhubungan dengan pemberian
anestesi dan pembedahan.
iii. Pilihan ketiga: keputusan DNR tetap berlaku (tidaak ada perubahan)
Pada beberapaa kasus, pilihan ini tidak sesuai dengan pemberian
anstesi umum dalam pembedahan.
Pasien dapat menjalani pembedahan minor dengan tetap
mempertahaankan keputusan DNR-nya.
Anastesiologis haarus berdiskusi dan membuat kesepakatan dengan
pasien/wali sah mengenai intrvensi apa saja yaang diperbolehkan,
seperti kanulasintravena sedasi, analgesik, monitor, obat
vasopressor,obat anti-aritmia, atau intervensi laainya.
e. Pilihan yang telah disepakaati haaruss dicatat di rekam medis paasien.
f. Pilihan DNR ini harus dikomunikasikan kepada semua petugas edis yang terlibat
dalam perawatan paasien di dlam kamar operasi dan ruang pemulihan.
g. Secara hukum, yang berwenang untuk menbuat kepuusan DNR ini adalah:
1. Pasien dewasa yang kompeten secar mental
2. Wali sah pasien (jika pasien tindak kompeten secara mental)
3. Dokter penanggung jawab pasien, yang bertindak dengan
mempertimbangkan tindkaan terbaik untuk pasien( belum ada keputusan
DNR dini/awal yang telah dilakukan oleh pasien/ wali sahnya
h. Jika setelah diskusi, masih belum terdapat kepakaatan mengenai pilhan DNR mana
yang digunakan, pemegang keputusan tetaplah diberikan pasien/wali sahnya.
i. Jika terdapat keraguan atau ketidak jelasan mengenai siapa yang berwenang untuk
membuat keputusan DNR, atau terdpat keraguan menegnai validitas suatu
keputusan DNR dini/awal, atau terdapat keraguan menegnai tindaka apa ang
terbaik untuk pasien;segeraalaah mencaari saraan kepada komisi etik ataau
lembaga hukum setempat.
j. Dalam kondisi gawat daaruraat, dokter harus membuat keputusan yang menurutnya
terbaik untuk pasien dengan menggunaakan semua informasi yang tersedia.
k. Pilihan kebutuhan DNR ini harus diaplikasikan selama pasien berada dikaamar
operasi dan ruang pemulihan.
11
l. Keputusan DNR ini haruslah ditinjau ulang saat pasien kembali ke ruang rawat
inap.
6. Beberapa kondisi medis yang membutuhkan anestesi untuk intervensi operatif pada
pasien dengan keputusan DNR adlah:
a. Alat bantu asupaan nutrisi (misalnya:feeding tube)
b. Pembedahan segera kondisi yang tidak berhubungan dengan penyakit kronis pasien
(misalnya:apendisitis akut)
c. Pembedhan segera untuk kondisi yang berhubungan dengan penyakit kronis pasien
tetapi tidak dianggap sebaagai suatu bagian dari proses terminal peyakitnya
(misalnya:ileus obstruktif)
d. Prosedur untuk mengurangi nyeri (misalnya:operasi fraktur kolum femur)
e. Prosedur untuk menyediakan akses vaskular
7. Pada stuasi emergensi
a. Tidak selalu ada cukup waktu untuk melakukan peninjauan untuk mengenai
keputusan DNR sebelum melakukan anestesi pembedahan atau resusitasi.
b. Akan tetapi, harus tetap dilakukan usaha untuk mengklasifikasi adanya keputusa
DNR dini/awal yang telah dibuat sebelumnya (jika memungkinkan)
8. Fase pre-operatif:
a. Lakukan diskusi antara pasien/wali sah, keluarga, anestesiologi, dokter bedah,
dokter penannggung jawab pasieen, dan perawat.
b. Lakukan assesmen mengenai
i. Kondisi medis pasien, termasuk status mental kompetensi pasien
ii. Intervensi pembedahan yang diperlukan
iii. Riwayat keputusan DNR sebelumnya,termasuk:
Durasi/batas waktu berlakunya keputusan tersebut
Siapa yang bertanggung jawab mentapkan keputusan tersebut
Alasan keputusan tersebut dibuat
iv. Keputusan pertama yang dibuat adalah mengenai apakah pasien ini perlu
menjali anestesi dan pembedahan (pertimbangkan dari sudut pandang
pasien, keluarga, dokter bedah, dan anestesologi)
v. Jika pebedahan diangap perlu, tentukan batasan-batasan tindakan resusitasi
apa saja yang dapat dilakukan di fase peri-operatif, lakukan komunikasi
yang efeektif, detail, dan terbuka dengan pasien,keluarga,dan wwali ssah
pasien.
vi. Lakukan prosedur pembedahan segera setelah keputusan dibuat dan kondisi
medis pasien memungkinkan untukmenjalani pembedahan.
9. Fase intra-operatif
12
a. Keputusan DNR diaplikasikan selama pasien berada di kamar operasi
b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah sangat hati-hati untuk
menghindari terjadinya perubahan status fisiologis pasien sebelum di-transfer
kekamar operasi
c. Semua petugas kamar operasi harus mengetahui menegnai pilihan keputusan DNR
yang diambil
d. Dokter bedah anestesiologi yang terlibat dalam konsultasi pre-opratif harus hadir
selama prosedur berlangsung.
10. Fase pasca-operaatif
a. Pilihan keputusan DNR harus dikomnikasian kepada petugas ruang pemulihan
b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien dipulangkan dipindahkan dari ruang
pemulihan
c. Keputusan DNR sebelumnya harus ditinjau ulang saat terjadi rawaat pasien dari
ruang pemulihan ke perawat di ruang raawaat inap
d. Pada kasus tertentu, keputusan DNR dapat diperpanjang waktunya hingga pasien
telah ditransfer ke ruang rawaat inap pada operasi. Misalnya: jika penggunaan infus
epidural/alat analisis pasca –operasi
e. Harus ada audit rutin mengenai menejemen pasien dengan keputusan DNR yang
dijadwalkan untuk menjalani operasi
13
menentukan apakah DNR perlu dilakukaan ata tidak, seperti tercantum di
bawah ini:
a. Tim medis harus mengkonfimasi bahwa terdapaat kesepakaataan diantara
anggota timnyaa mengenai keputusan DNR pada pasien.
b. Minta pendapat dokter lain di luar tim medis pasien (second opinion)
mengenai apaakah RJp pada pasien ini bersifat
non-terpetik/membahaayaakan
c. Jika ssecond opinion ini mendukung keputusan DNR, salaah seorang
anggota tim haarus emnghubungi Komisi Etik untuk menjadwalkan
konsultasi etik
d. Jika hasil darri konsultasi etik mendukung keputusan DNR, tim medis harus
memberitahukan/melaporkannya kepadaa Kepala Pelayanan Medis dan
Lembaga Hukum
e. Jika kepala pelayanan medis setuju Lembaga Hukum meyatajkan bahwa
keterlibatan secara hukum tidak diperlukan orang tua harus diberitahu
bahwa keputusan DNR akan dituliskan rekam medis pasien
f. Jika orang tua maasih tidak setuju dengan keputusan DNR ini, orang tua
sebaiknya diberi kesempataan dan bantuan untuk menstranfer pasien ke
fasilitas lainnya yang ebrsedia untuk menerima pasien
g. Jika tidak memungkinkan untuk mentransfer pasien, instruksi akan
dituliskan direkam medis pasien
8. Re-assesmen wajib terhadap keputusan DNR sebelum menjalani prosedur
anetesi dan pembedahan
a. Pasien dengan instruksi DNR biasanya sering menjalani prosess anetesi dan
pembedahaan, terutama prosedur dengan menfasilitasi perawataan atau
menurangi nyeri.
b. Etiologi dan kejadian henti jantung selamaa anatesi berbeda signifikan
dengan situasi diluar ruaanagn operasi sehingga dilakukan re-evaluasi
mengenai instrukssi DNR.
c. Faktanya, angka keberhassilan resusitasi lebih tinggi di dalam
operasi/selama anestesi berlangsung.
d. Padaa beberpa kasus, pasien aatau orang tua menginginkan adanya
pembatasan usaha ressitasi yang diguanakn sepanjang periode operatif.
e. Pemberian anastesi sendiri melibatkan bebrapa prosedur yang dapat
dianggap sebagai salah satu bagian dari usha resusitasi, misalnya
pemasnagan kateter intravena, pemberian cairan dan obat-obatan intravena,
dan manajemen jalan napaas dan ventilasi pasien.
14
f. Anastesiologis haarus berdiskusi dengan pasien dan atau orang tua, menilai
ulang status DNR sebelum dilakukan prosedur pembedahan, dna
mengkomunikasikan haasil dikusi ini kepadaa seluruh petugas rumah sakit
yang terlibat dengan perawaatan pasien selama periode intra-operatif dan
pasca-operasi
g. Terdapat 3 pilihan instruksi DNR sebelum prosedur anestesi/pembedahan:
i. Pilihan pertama: instruksi DNR dibtalkan untuk sementara (jika
terjadi henti napas/jantung, dilakukan usaha resusiasi sepenuhnya).
ii. Pilihan kedua : resusiatsi terbatass (spesifik terhadap prosedur).
Pasien dilakukan usha resusitasi sepenuhnya kecuali prosedur
spesifik, yaitu:kompresi dada, kardioversi.
iii. Pilihan ketiga: resusitasi dilakukaan usaha hanya jika efek samping
yang terjadi dianggap bersifat smemetara dan reversible,
berdasarkan pertimbangan dokter bedah dan anestesiologis.
h. Harus dicatat direkam medis pasien
i. Saat pasien keluar/dipindahkan dari ruang pemulihan, instrumen DNR ini
harus ditinaju ulang.
j. Jika pasien /orang tua memutuskan untuk tetap memberlakukan instruksi
DNR selama menjalani prosedur nestesi/pembedahan dokter boleh
menolak untuk berpartisipasi dalam kasus ini. Paien/keluarga harus mencari
dokter lain yang ebrsedia untuk menjaga pasien.
DOKUMENTASI
1. Keputusan untuk tidak melakukan RJP harus dicatat di rekam medis
pasien dan formulir Do Not Resuscitate (DNR). Formlir DNR harus dengan
lengkap dan disimpan dierekam medis passien
2. Alaasan diputuskanya tindakan DNR dan orang yang terlibat dalaam
pengambilan keputusan harus dictata direkam medis psien dan form DNR.
Keputusan harus dikomunikasikan kepdda semua oraang yang terlibat
dalam pengambilan keputusan harus dicatat di rekam medis pasien,
termasuk dokter gigi, podiartist, dan sebagainya.
3. Keputusan DNR harus diberitahukan saat pergantian petugas/pengobatan
pasien kepetugas/unit lainya.
4. Direkam medis, harus dicatat juga mengebai hasil diskusi degan pasien,
keluarga negnai keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
5. Dokumentasi dan komunikasi yang efektif akan memastikan bahwa petgas
unit alin mengetahui intruksi DNR ini (jika pasien ditrnasfer ke unit lain)
15
6. Petugas ambulans yang terlibat dalam transfer juga harus mengetahui akan
instruksi DNR ini.
16
3. Protokol pelayanan kegawat daruratan Medis menyatakan bahwa inisiasi ditujukan
kepada semua pasien yang mengala,i henti jantung/nadi kecuali pasien yang telah
ditemukan meninggal sebelumnya dengan tanda-tanda kematian yang jelas atau pasien
memiliki instruksi tertulis DNR yang disetujui dan ditadatngani oleh dokter.
4. Tujuan panduan ini
a. Menfasilitasi pasienu untuk memilih penangannan medis apa yang mereka
inginkan dan Tim medis jika terjadi henti jantung /napas di luar rumah sakit
b. Tim kegawatdaruratan medis meliputi: pemberi pertolongan pertma
(polisi/pemadam kebakaran/ lainya mengikuti pelatihan RJP), petugas ambulancs,
paramedis dan perawat di mobil rawat intensif (mobile intensive care unit-MICU)
5. DEFINISI
a. Formulir instruksi DNR diluar ruma sakit yang valid: jika teris lengkap dan
ditandatnagani oleh pasien/wali sahnya dan dokter penanggung jawab pasien.
Fotokopi yang diligalisir dianggap sah dan beerlaku. (lihat lampiran 4)
b. Gelang DNR: adalah gelang pengenal yang erarti bahwa pemkaian memiliki
instruksi DNR yang valid. Gelang ini harus telah disetujui oleh pemerintah
setempat,resmi,mudah dikenali,dan khusus/khas; diapakai di pergelangan
tanagn atau kaki. Gelang ini harus dikenali oleh Tim Kegawatdaruratan Medis
dan petugas kesehatan lainya.
6. Panduan:
a. Tim Kegawatdaruratan Medis akan melakukan usaha RJP semua pasien yang
ditemukan henti napas/jantung kecuali pasien tersebut memiliki instruksi DNR yang
valid.
b. Jika pasien dengan henti jantung / napas memiliki instruksi DNR tim kegawatdaruratan
medis harus:
i. Melakukan asesmen mengenai tidak adanya pernapasan atau denyut
jantung
ii. Jika petugas tiba di tempat kejadian tanpa mobil intensif (MICU), ikuti
protokol seternpat
iii. Untuk petugas MICU, kontak / hubungi dokter penanggungjawab pasien
(yang menandatangani DNR untuk mengkonfirmasi validitas instruksi
DNR-di rumah sakit, beritahukan kondisi pasien.
c. Jika pasien dengan instruksi DNR yang valid tidak berada dalam kondisi henti jantung /
napas, tim kegawatdaruratan medis harus
i. Melakukan asesmen pasien
ii. Menyediakan semua tatalaksana yang sesuai
iii. Menyediakan transportasi ke rumah sakit, jika diperlukan
iv. Menghargai dan mematuhi instruksi DNR jika terjadi henti napas /
17
jantung Dada pasien selama transfer.
v. Memberiberikan salinan instruksi DNR ke rumah penerima, jika tersedia.
d. Saat memutuskan untuk membuat instruksi DNR, dokter tidak boleh mempengaruhi
keinginan pasien / wali sahnya.
e. Instruksi DNR dapat dibatalkan kapanpun oleh pasien dengan merusak / menyobek
formulir dan gelang DNR, atau dengan menyatakan secara lisan.
f. Validitas instruksi DNR:
i. Hanya dokter penanggungjawab pasien yang boleh menulis instruksi DNR untuk
pasien yang dirawat di rumah.
ii. Hubungi dokter penanggung jawab pasien untuk mendiskusikan pembuatan
instruksi DNR.
iii. Pastikan formulir DNR telah diisi dengan lengkap oleh dokter, termasuk tanda
tangan dan alamat pasien/wali sah; nama, alamat, nomor telepon, dan tanda tangan
dokter; dan tanggal pembuatannya.
iv. Gelang DNR dapat diperoleh dari dokter atau rumah sakit tempat pasien berobat.
(lihat lampiran 5 mengenai panduan gelang DNR)
v. Simpan salinan instruksi DNR di rumah dan selalu dibawa oleh pasien kemanapun
dia pergi.
vi. Pastikan semua keluarga / wali pasien mengetahiu instruksi DNR ini.
7. Pada pasien di panti jompo: perawat pasien diperbolehkan untuk memberi instruksi
DNR dan `penolakan untuk dirawat di rumah sakit' (Do Hospitalized), berdasarkan
hasil konsultasi dengan dokter.
a. ProsedurDasar
i. Memperoleh izin persetujuan tertulis (informed cons dari pasien / wali
ssahnya.
ii. Melengkapi `formulir instruksi DNR di luar rumah sakit. Berikan salinan di
rekam medic pasien. Berikan beberapa salinan kepada pasien dan atau
keluarga / pengasuh di rumah saki / panti jompo.
iii. Informasikan kepada pasien dan atau pengasuh mengenai penggunaan
formulir DNR ini dan anjurkan agar formulir ini diletakkan di ternpat-
tempat yang mudah terlihat di rumah (misalnya: papan harian pasien,
senderan ranjang pintu kamar tidur, atau kulkas).
iv.Pasien boleh menggunakan gelang DNR (tidak wajib). Gelang, ini harus
dianggap valid dan mengindikasikan bahwa pasien memiliki instruksi DNR
di luar rumah Dokter harus menginformasikan kepada pasien/wali sahnya
mengenai ketersediaan gelang DNR sebagai tambahan untuk
memberitahukan Tim Kegawatdaruratan Medis.
v. Lakukan peninjauan ulang terhadap status DNR secara periodik dengan
pasien/wali sahnya, lakukan terhadap rencana penanganan pasien (jika
18
diperlukan), dan catatlah di rekam medis pasien. Jika instruksi DNR ini
dibatalkan, berikan instruksi untuk menghancurkan / menyobek formulir
DNR dan melepas gelang DNR.
b. Rekomendasi tambahan mengenai dokumentasi instruksi DNR Dokter sebaiknya
memberi catatan di kurva medis pasien mengenai instruksi DNR, yang mencakup:
· Diagnosis
· Alasan dibuat instruksi DNR
· Kapasitas pasien dalam membuat keputusan
· Dokumentasi bahwa diskusi mengenai status DNR telah dilakukan. tulis
juga siapa saja yang mengahadiri diskusi tersebut.
c. Pembatalan instruksi DNR
i. Instruksi DNR dapat dibatalkan kapanpan oleh pasien dengan cara
menghancurkan / menyobek formulir dan, gelang DNR, atau dengan
menyatakan secara lisan oleh pasien
8. Dokumentasi
a. Catat semua informasi pasien dan asesmen pasien
b. Catat instruksi DNR pasien yang telah divalidasi. Lampirkan :salinan formulir
NDR di luar rumah sakit.
c. Ikuti protokol kegawatdaruratan medis setempat.
PELATIHAN
1. Manager Pelayanan Medis bertanggungjawab untuk mengidentifikasi pelatilian-
pelatihan apa saja yang diperlukan untuk mengimplementasi kebijakan ini.
2. Persyaratan pelatihan yang hams dimiliki oleh personel rumah sakit harus
didiskusikan sebagai bagian dari proses Peninjauan Ulang Performa Rumah Sakit
(Performance Development Review) dan keputusan mengidentifikasi pelatihan-
pelatihan. yang diperlukan hares dituliskan dalam Rencana Pengembangan
Performa Kerja Rumah Personel Rumah Sakit (Personel Development Plan).
PENINJAUAN ULANG DAN AUDIT
1. Audit akan dilakukan setiap tahunnya untuk memastikan bahwa setiap keputusan
DNR_ didokumentasi sepenuhnya sesuai dengan kebijakan berlaku.
2. Audit mengenai semua kejadian resusitasi harus dilakukan untuk memastikan,
bahwa kejadian-kejadian tersebut telah sesuai dengan kebijakan berlaku.
3. Peninjauan ulang mengenai isi dari kebijakan ini akan dilakukan 2 tahun setelah
tanggal kebijakan ini disetujui.
4. Peninjauan ulang dini dapat dilakukan jika terjadi salah satu atau lebih dari
kondisi-kondisi berikut ini:
19
a. Adanya perubahan atau perkembangan dalam regulasi / peraturan perundang-
undangan yang berlaku
b. Terjadinya insidens yang penting / krusial
c. Adanya alasan-alasan yang kuat / relevan lainnya.
20
Penggnaan vasopressor atau obat anti-aritmia untuk mengkoreksi stabilitas
kardiovaskular yang berhubungan dengan pemberian anestesi dan
pembedahan.
iii. Pilihan ketiga: keputusan DNR tetap berlaku (tidaak ada perubahan)
Pada beberapaa kasus, pilihan ini tidak sesuai dengan pemberian anstesi
umum dalam pembedahan.
Pasien dapat menjalani pembedahan minor dengan tetap mempertahaankan
keputusan DNR-nya.
Anastesiologis haarus berdiskusi dan membuat kesepakatan dengan
pasien/wali sah mengenai intrvensi apa saja yaang diperbolehkan, seperti
kanulasintravena sedasi, analgesik, monitor, obat vasopressor,obat anti-
aritmia, atau intervensi laainya.
e. Pilihan yang telah disepakaati haaruss dicatat di rekam medis paasien.
f. Pilihan DNR ini harus dikomunikasikan kepada semua petugas edis yang terlibat
dalam perawatan paasien di dlam kamar operasi dan ruang pemulihan.
g. Secara hukum, yang berwenang untuk membuat kepuusan DNR ini adalah:
1. Pasien dewasa yang kompeten secar mental
2. Wali sah pasien (jika pasien tindak kompeten secara mental)
3. Dokter penanggung jawab pasien, yang bertindak dengan mempertimbangkan
tindkaan terbaik untuk pasien( belum ada keputusan DNR dini/awal yang telah
dilakukan oleh pasien/ wali sahnya
h. Jika setelah diskusi, masih belum terdapat kepakaatan mengenai pilhan DNR mana
yang digunakan, pemegang keputusan tetaplah diberikan pasien/wali sahnya.
i. Jika terdapat keraguan atau ketidak jelasan mengenai siapa yang berwenang untuk
membuat keputusan DNR, atau terdpat keraguan menegnai validitas suatu
keputusan DNR dini/awal, atau terdapat keraguan menegnai tindaka apa ang
terbaik untuk pasien;segeraalaah mencaari saraan kepada komisi etik ataau
lembaga hukum setempat.
j. Dalam kondisi gawat daaruraat, dokter harus membuat keputusan yang menurutnya
terbaik untuk pasien dengan menggunaakan semua informasi yang tersedia.
k. Pilihan kebutuhan DNR ini harus diaplikasikan selama pasien berada dikaamar
operasi dan ruang pemulihan.
21
l. Keputusan DNR ini haruslah ditinjau ulang saat pasien kembali ke ruang rawat
inap.
6. Beberapa kondisi medis yang membutuhkan anestesi untuk intervensi operatif pada
pasien dengan keputusan DNR adlah:
a. Alat bantu asupaan nutrisi (misalnya:feeding tube)
b. Pembedahan segera kondisi yang tidak berhubungan dengan penyakit kronis pasien
(misalnya:apendisitis akut)
c. Pembedhan segera untuk kondisi yang berhubungan dengan penyakit kronis pasien
tetapi tidak dianggap sebaagai suatu bagian dari proses terminal peyakitnya
(misalnya:ileus obstruktif)
d. Prosedur untuk mengurangi nyeri (misalnya:operasi fraktur kolum femur)
e. Prosedur untuk menyediakan akses vaskular
7. Pada situasi emergensi
a. Tidak selalu ada cukup waktu untuk melakukan peninjauan untuk mengenai
keputusan DNR sebelum melakukan anestesi pembedahan atau resusitasi.
b. Akan tetapi, harus tetap dilakukan usaha untuk mengklasifikasi adanya keputusa
DNR dini/awal yang telah dibuat sebelumnya (jika memungkinkan)
8. Fase pre-operatif:
a. Lakukan diskusi antara pasien/wali sah, keluarga, anestesiologi, dokter bedah,
dokter penannggung jawab pasieen, dan perawat.
b. Lakukan assesmen mengenai
i. Kondisi medis pasien, termasuk status mental kompetensi pasien
ii. Intervensi pembedahan yang diperlukan
iii. Riwayat keputusan DNR sebelumnya,termasuk:
Durasi/batas waktu berlakunya keputusan tersebut
Siapa yang bertanggung jawab mentapkan keputusan tersebut
Alasan keputusan tersebut dibuat
iv. Keputusan pertama yang dibuat adalah mengenai apakah pasien ini perlu
menjali anestesi dan pembedahan (pertimbangkan dari sudut pandang
pasien, keluarga, dokter bedah, dan anestesologi)
v. Jika pebedahan diangap perlu, tentukan batasan-batasan tindakan resusitasi
apa saja yang dapat dilakukan di fase peri-operatif, lakukan komunikasi
yang efeektif, detail, dan terbuka dengan pasien,keluarga,dan wwali ssah
pasien.
vi. Lakukan prosedur pembedahan segera setelah keputusan dibuat dan kondisi
medis pasien memungkinkan untukmenjalani pembedahan.
9. Fase intra-operatif
22
a. Keputusan DNR diaplikasikan selama pasien berada di kamar operasi
b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah sangat hati-hati untuk
menghindari terjadinya perubahan status fisiologis pasien sebelum di-transfer
kekamar operasi
c. Semua petugas kamar operasi harus mengetahui menegnai pilihan keputusan DNR
yang diambil
d. Dokter bedah anestesiologi yang terlibat dalam konsultasi pre-opratif harus hadir
selama prosedur berlangsung.
10. Fase pasca-operaatif
a. Pilihan keputusan DNR harus dikomnikasian kepada petugas ruang pemulihan
b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien dipulangkan dipindahkan dari ruang
pemulihan
c. Keputusan DNR sebelumnya harus ditinjau ulang saat terjadi rawaat pasien dari
ruang pemulihan ke perawat di ruang rawaat inap
d. Pada kasus tertentu, keputusan DNR dapat diperpanjang waktunya hingga pasien
telah ditransfer ke ruang rawaat inap pada operasi. Misalnya: jika penggunaan infus
epidural/alat analisis pasca –operasi
e. Harus ada audit rutin mengenai menejemen pasien dengan keputusan DNR yang
dijadwalkan untuk menjalani operasi
23
7. Jika masih belum ditemukan kesepakatan antar tim medis dengan orang tua
pasien, lakukanlah proses penijauan ulang (reviw) oleh tim mediss untuk
menentukan apakah DNR perlu dilakukaan ata tidak, seperti tercantum di
bawah ini:
a. Tim medis harus mengkonfimasi bahwa terdapaat kesepakaataan diantara
anggota timnyaa mengenai keputusan DNR pada pasien.
b. Minta pendapat dokter lain di luar tim medis pasien (second opinion)
mengenai apaakah RJp pada pasien ini bersifat
non-terpetik/membahaayaakan
c. Jika ssecond opinion ini mendukung keputusan DNR, salaah seorang
anggota tim haarus emnghubungi Komisi Etik untuk menjadwalkan
konsultasi etik
d. Jika hasil darri konsultasi etik mendukung keputusan DNR, tim medis harus
memberitahukan/melaporkannya kepadaa Kepala Pelayanan Medis dan
Lembaga Hukum
e. Jika kepala pelayanan medis setuju Lembaga Hukum menyatakan bahwa
keterlibatan secara hukum tidak diperlukan orang tua harus diberitahu
bahwa keputusan DNR akan dituliskan rekam medis pasien
f. Jika orang tua maasih tidak setuju dengan keputusan DNR ini, orang tua
sebaiknya diberi kesempataan dan bantuan untuk menstranfer pasien ke
fasilitas lainnya yang ebrsedia untuk menerima pasien
g. Jika tidak memungkinkan untuk mentransfer pasien, instruksi akan
dituliskan direkam medis pasien
8. Re-assesmen wajib terhadap keputusan DNR sebelum menjalani prosedur
anetesi dan pembedahan
a. Pasien dengan instruksi DNR biasanya sering menjalani prosess anetesi dan
pembedahaan, terutama prosedur dengan menfasilitasi perawataan atau
menurangi nyeri.
b. Etiologi dan kejadian henti jantung selamaa anatesi berbeda signifikan
dengan situasi diluar ruaanagn operasi sehingga dilakukan re-evaluasi
mengenai instrukssi DNR.
c. Faktanya, angka keberhassilan resusitasi lebih tinggi di dalam
operasi/selama anestesi berlangsung.
d. Padaa beberpa kasus, pasien aatau orang tua menginginkan adanya
pembatasan usaha ressitasi yang diguanakn sepanjang periode operatif.
e. Pemberian anastesi sendiri melibatkan bebrapa prosedur yang dapat
dianggap sebagai salah satu bagian dari usha resusitasi, misalnya
24
pemasnagan kateter intravena, pemberian cairan dan obat-obatan intravena,
dan manajemen jalan napaas dan ventilasi pasien.
f. Anastesiologis haarus berdiskusi dengan pasien dan atau orang tua, menilai
ulang status DNR sebelum dilakukan prosedur pembedahan, dna
mengkomunikasikan haasil dikusi ini kepadaa seluruh petugas rumah sakit
yang terlibat dengan perawaatan pasien selama periode intra-operatif dan
pasca-operasi
g. Terdapat 3 pilihan instruksi DNR sebelum prosedur anestesi/pembedahan:
i. Pilihan pertama: instruksi DNR dibtalkan untuk sementara (jika
terjadi henti napas/jantung, dilakukan usaha resusiasi sepenuhnya).
ii. Pilihan kedua : resusiatsi terbatass (spesifik terhadap prosedur).
Pasien dilakukan usha resusitasi sepenuhnya kecuali prosedur
spesifik, yaitu:kompresi dada, kardioversi.
iii. Pilihan ketiga: resusitasi dilakukaan usaha hanya jika efek samping
yang terjadi dianggap bersifat smemetara dan reversible,
berdasarkan pertimbangan dokter bedah dan anestesiologis.
h. Harus dicatat direkam medis pasien
i. Saat pasien keluar/dipindahkan dari ruang pemulihan, instrumen DNR ini
harus ditinaju ulang.
j. Jika pasien /orang tua memutuskan untuk tetap memberlakukan instruksi
DNR selama menjalani prosedur nestesi/pembedahan dokter boleh
menolak untuk berpartisipasi dalam kasus ini. Paien/keluarga harus mencari
dokter lain yang ebrsedia untuk menjaga pasien.
DOKUMENTASI
1. Keputusan untuk tidak melakukan RJP harus dicatat di rekam medis
pasien dan formulir Do Not Resuscitate (DNR). Formlir DNR harus
dengan lengkap dan disimpan dierekam medis passien
2. Alaasan diputuskanya tindakan DNR dan orang yang terlibat dalaam
pengambilan keputusan harus dictata direkam medis psien dan form
DNR. Keputusan harus dikomunikasikan kepdda semua oraang yang
terlibat dalam pengambilan keputusan harus dicatat di rekam medis
pasien, termasuk dokter gigi, podiartist, dan sebagainya.
3. Keputusan DNR harus diberitahukan saat pergantian
petugas/pengobatan pasien kepetugas/unit lainya.
4. Direkam medis, harus dicatat juga mengebai hasil diskusi degan pasien,
keluarga negnai keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
25
5. Dokumentasi dan komunikasi yang efektif akan memastikan bahwa
petgas unit alin mengetahui intruksi DNR ini (jika pasien ditrnasfer ke
unit lain)
6. Petugas ambulans yang terlibat dalam transfer juga harus mengetahui
akan instruksi DNR ini.
26
2. Saat ini, banyak pasien-pasien dengan kondisi tersebut memilih untuk meninggal
dengan tenang dan tidak ingin menjalani intervensi yang agar seperti RJP. Banyak juga
pasien yang memilih dirawat dirumah sampai usianya tiba.
3. Protokol pelayanan kegawat daruratan Medis menyatakan bahwa inisiasi ditujukan
kepada semua pasien yang mengala,i henti jantung/nadi kecuali pasien yang telah
ditemukan meninggal sebelumnya dengan tanda-tanda kematian yang jelas atau pasien
memiliki instruksi tertulis DNR yang disetujui dan ditadatngani oleh dokter.
6. Panduan:
a. Tim Kegawatdaruratan Medis akan melakukan usaha RJP semua pasien yang
ditemukan henti napas/jantung kecuali pasien tersebut memiliki instruksi DNR yang
valid.
b. Jika pasien dengan henti jantung / napas memiliki instruksi DNR tim
kegawatdaruratan medis harus:
i. Melakukan asesmen mengenai tidak adanya pernapasatil atau denyut
jantung
ii. Jika petugas tiba di tempat kejadian tanpa mobil intensif (MICU), ikuti
protokol seternpat
iii. Untuk petugas MICU, kontak / hubungi dokter penanggungjawab pasien
(yang menandatangani DNR untuk mengkonfirmasi validitas instruksi
DNR-di rumah sakit, beritahukan kondisi pasien.
c. Jika pasien dengan instruksi DNR yang valid tidak berada dalam kondisi henti jantung /
napas, tim kegawatdaruratan medis harus
27
i. Melakukan asesmen pasien
ii. Menyediakan semua tatalaksana yang sesuai
iii. Menyediakan transportasi ke rumah sakit, jika diperlukan
iv. Menghargai dan mematuhi instruksi DNR jika terjadi henti napas /
jantung Dada pasien selama transfer.
v. Memberiberikan salinan instruksi DNR ke rumah penerima, jika tersedia.
d. Saat memutuskan untuk membuat instruksi DNR, dokter tidak boleh mempengaruhi
keinginan pasien / wali sahnya.
e. Instruksi DNR dapat dibatalkan kapanpun oleh pasien dengan merusak / menyobek
formulir dan gelang DNR, atau dengan menyatakan secara lisan.
f. Validitas instruksi DNR:
i. Hanya dokter penanggungjawab pasien yang boleh menulis instruksi DNR untuk
pasien yang dirawat di rumah.
ii. Hubungi dokter penanggungjawab pasien untuk mendiskusikan
pembuatan instruksi DNR.
iii. Pastikan formulir DNR telah diisi dengan lengkap oleh dokter, termasuk tanda
tangan dan alamat pasien/wali sah; nama, alamat, nomor telepon, dan tanda tangan
dokter; dan tanggal pembuatannya.
iv. Gelang DNR dapat diperoleh dari dokter atau rumah sakit tempat pasien berobat.
(lihat lampiran 5 mengenai panduan gelang DNR)
v. Simpan salinan instruksi DNR di rumah dan selalu dibawa oleh pasien kemanapun
dia pergi.
vi. Pastikan semua keluarga / wali pasien mengetahiu instruksi DNR ini.
7. Pada pasien di panti jompo:
Perawat pasien diperbolehkan untuk memberi instruksi DNR dan `penolakan untuk
dirawat di rumah sakit' (Do Hospitalized), berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter.
a. ProsedurDasar
i. Memperoleh izin persetujuan tertulis (informed cons dari pasien / wali
ssahnya.
ii. Melengkapi `formulir instruksi DNR di luar rumah sakit. Berikan salinan di
rekam medic pasien. Berikan beberapa salinan kepada pasien dan atau
keluarga / pengasuh di rumah saki / panti jompo.
iii. Informasikan kepada pasien dan atau pengasuh mengenai penggunaan
formulir DNR ini dan anjurkan agar formulir ini diletakkan di ternpat-tempat
yang mudah terlihat di rumah (misalnya: papan harian pasien, senderan
ranjang pintu kamar tidur, atau kulkas).
iv.Pasien boleh menggunakan gelang DNR (tidak wajib). Gelang, ini harus
dianggap valid dan mengindikasikan bahwa pasien memiliki instruksi DNR
di luar rumah Dokter harus menginformasikan kepada pasien/wali sahnya
28
mengenai ketersediaan gelang DNR sebagai tambahan untuk
memberitahukan Tim Kegawatdaruratan Medis.
v. Lakukan peninjauan ulang terhadap status DNR secara periodik dengan
pasien/wali sahnya, lakukan terhadap rencana penanganan pasien (jika
diperlukan), dan catatlah di rekam medis pasien. Jika instruksi DNR ini
dibatalkan, berikan instruksi untuk menghancurkan / menyobek formulir
DNR dan melepas gelang DNR.
b. Rekomendasi tambahan mengenai dokumentasi instruksi DNR Dokter sebaiknya
memberi catatan di kurva medis pasien mengenai instruksi DNR, yang mencakup:
· Diagnosis
· Alasan dibuat instruksi DNR
· Kapasitas pasien dalam membuat keputusan
· Dokumentasi bahwa diskusi mengenai status DNR telah dilakukan. tulis
juga siapa saja yang mengahadiri diskusi tersebut.
c. Pembatalan instruksi DNR
Instruksi DNR dapat dibatalkan kapanpan oleh pasien dengan cara
menghancurkan / menyobek formulir dan, gelang DNR, atau dengan
menyatakan secara lisan oleh pasien
8. Dokumentasi
a. Catat semua informasi pasien dan asesmen pasien
b. Catat instruksi DNR pasien yang telah divalidasi. Lampirkan :salinan formulir
NDR di luar rumah sakit.
c. Ikuti protokol kegawatdaruratan medis setempat.
PELATIHAN
1. Manager Pelayanan Medis bertanggungjawab untuk mengidentifikasi pelatilian-
pelatihan apa saja yang diperlukan untuk mengimplementasi kebijakan ini.
2. Persyaratan pelatihan yang hams dimiliki oleh personel rumah sakit harus
didiskusikan sebagai bagian dari proses Peninjauan Ulang Performa Rumah Sakit
(Performance Development Review) dan keputusan mengidentifikasi pelatihan-
pelatihan. yang diperlukan hares dituliskan dalam Rencana Pengembangan
Performa Kerja Rumah Personel Rumah Sakit (Personel Development Plan).
PENINIJAUAN ULANG DAN AUDIT
1. Audit akan dilakukan setiap tahunnya untuk memastikan bahwa setiap keputusan
DNR_ didokumentasi sepenuhnya sesuai dengan kebijakan berlaku.
2. Audit mengenai semua kejadian resusitasi harus dilakukan untuk memastikan,
bahwa kejadian-kejadian tersebut telah sesuai dengan kebijakan berlaku.
29
3. Peninjauan ulang mengenai isi dari kebijakan ini akan dilakukan 2 tahun setelah
tanggal kebijakan ini disetujui.
4. Peninjauan ulang dini dapat dilakukan jika terjadi salah satu atau lebih dari
kondisi-kondisi berikut ini:
a. Adanya perubahan atau perkembangan dalam regulasi / peraturan perundang-
undangan yang berlaku
b. Terjadinya insidens yang penting / krusial
c. Adanya alasan-alasan yang kuat / relevan lainnya.
Drg.Primada Kusumaninggar
Pembina
30
LAMPIRAN I
31
LAMPIRAN 2
KERANGKA KONSEP PENGAMB1LAN KEPUTUSAN DO NOT
RESUSCITATE (DNR)
ya
Jika telah diputuskan tindakan DNR
Apakah ada kemungkinan secara tidak secara medis, informasikan kepada
realistis bahwa RJP dapat pasien (jika memungkinkan).
berhasil? Pada pasien yang tidak kompeten secara
mental; beritahukanlah mengenai
keputusan DNR ini berikut alasannya
ya kepada pengacara pribadi / wali yang
telah ditunjuk pasien.
Apakah pasien telah membuat ya Dapat maninta pendapat dokter lain
keputusan dini / awal mrngenai jika pasien telah membuat, keputusan
DNR? DNR dan kriteria validitas telah
terpenuhi, haruslah dihargai dan
tidak dipatuhi.
Keputusan ini harus diberitahukan juga
dengan pengacara: wali yang telah
Apakah potensi risiko dan beban ya
RJP dianggap lebih besar Jika terdapat kemungkinan yang sangat
daripada keuntungan yang, keen! akan tingkat keberhasilan RJP, dan
didapat? terdapat pertanyaan apakah isikonya
lebih besar daripada keuntungan
dilakukan RJP, keterlibatan pasien atau
tidak
walinya(jika pasien ridak kompeten)
dalam membuat keputusan merupakan
halyang krusial.
RJP harus dilakukan kecuali
pasien (kompeten secara mental) Pada pasien anak / remaja, orang tua
menolak tindakan RJP harus dilibatkan dalani diskusi ini (jika
memungkinkan).
Pada pasien dewasa yang kompeten
Keputusan tindakan RJP ini adalah hatl yang sensitif dan kompleks, sehingga harus
dilakukan oleh personel medis yang kompeten dan berpengalaman, dan dilakukan
dokumentasi dengan jelas dan lengkap
Keputusan harus ditijau ulang secara teratur dan rutin, mininial setiap 7 hari sekali dan setiap
kali terdapat perubahan kondisi. Jika terdapat keraguan / ketidak pastian mintalah saran dari
dokter senior
32
LAMPIRAN 3
IDENTITAS PASIEN
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat Lengkap :
Nmor Rekam Medis :
DIAGNOSIS :
33
Keterangan:
1. Formulir ini harus diisi dengan lengkap. Jika tidak lengkap, dianggap tidak sah.
2. Harus ditandatangani oleh dokter dan pasien / wali yang telah ditunjuk oleh pasien
(jika pasien tidak kornpeten secara mental).
Jika formulir ini ditandatangani bukan oleh pasien, tuliskan nama wali yang ditunjuk
oleh pasien untuk mewakilinya atau nama keluarga pasien yang menandatangani
formulir ini, usia, jenis kelamin, alamat lengkap, serta nomor telepon yang dapat
dihubungi.
34
LAMPIRAN 4
Permintaan ini ditujukan untuk usaha resusitasi pads kondisi terjadinya henti jantung /
napas pada __________________ (Nama Pasien), dan telah diinstruksikan oleh dokter yang
bertandatangan di bawah ini. instruksi ini sesuai dengan keinginan pasien dan telah diputuskan
dan didokumentasikan oleh dokter (yang bertandatangan di bawah ini bahwa usaha resusitasi
pada pasien ini dianggap tidak sesuai secara medis.
Instruksi DNR ini harus dihormati oleh seluruh tim kegawatdaruratan Medis, Pemberi
Pertolongan Pertama, dan petugas kesehatan lainnya yang berhubungan dengan pasien
dalam situasi kegawatdaruratan medis.
Tanda tangan pasien / wali sah : ____________________________________________
Alamat pasien : ____________________________________________
35
DOKUMEN INI HARUS DITUNJUKAN DAN TERSEDIA SETIAP SAAT UNTUK
TIM KEGAWAT DARURATAN MEDIS
· Lakukan 'assesmen pada pasien mengenai tidak adanya pernapasan dan atau denyut
jantung
· jika pasien tidak berada dalam kondisi henti jantung dan atau napas, sediakan semua
perawatan yang dibutuhkan termasuk transportasi, jika diperlukan.
· jika pasien berada dalam kondisi henti jantung dan atau napas, jangan melakukan RJF
dan usaha susitasi lainnya.
· Hanya individu (pasien, Wali sah, atau dokter) yang menadatangani formulir ini yang
dapat .membatalkan instruksi ini setiap saat. Salinan dokumen ini adalah sah dan harus
dihormati setiap saat.
36
LAMPIRAN 5
1. Gelang DNR merupakan salah satumetode untuk mengidentifikasi yang memiliki instruksi
DNR yang valid dan berada di luar rumah sakit.
2. Gelang ini harus dihargai dan ditaati oleh tim kegawatdaruratan medis atau tanpa adanya
formulir instruksi DNR tertulis.
3. Gelang ini harus:
a. dipakai di pergelangan Langan kaki pasien
b. Bertuliskan:
i. Nama pasien
ii. Nama dan nomor telepon dokter
iii. Tanggal pembuatan, instruksi DNR dan masa berlaku (jika ada)
c. Tidak rusak / sobek
4. Pasien / wali sahnya dapat meminta gelang DNR ini dari rumah sakit tempat pasien berobat
dengan niembawa formulir DNR tertulis yang didapat dari dokter.
5. Rumah sakit, akan menyimpan salinan formulir instruksi DNR.
6. Rumah sakit akan bertanggungjawab dalam:
a. Memberikan gelang DNR kepada pasien, berdasarkan formulir tertulis DNR yang ada
b. Melengkapi tulisan di gelang DNR, meliputi: nama pasien, dokter, dan tanggal pembuatan
instruksi DNR
c. Memberikan informasi kepada pasien, dan keluarga mengenai tujuan dan maksud dari
instruksi DNR ini. Menekankan bahwa instruksi DNR ini hanya berlaku untuk usaha RJP,
penanganan lainnya tetap dilakukan.
7. Instruksi DNR dapat dibatalkan dengan cara:
a. Melepas gelang DNR
b. Menyatakan secara lisan mengenai pembatalan instruksi DNR
c. Menghancurkan / menyobek instruksi tertulis DNR
8. Pembatalan DNR ini harus dilaporkan kepada dokter pembuat formulir dan rumah sakit tempat
pasien berobat sellingga dapat dicatat ke rekam medis pasien.
37
REFERENSI
38
Formulir Do-Not-Resuscitate (DNR)
Formulir ini adalah perintah dokter di mana tenaga medis emergensi tidak boleh
melakukan resusitasi bila pasien dengan identitas di bawah ini mengalami henti jantung (di
mana tidak ada denyut nadi) atau henti napas (tidak ada pernapasan spontan).
Formulir ini juga menginstruksikan kepada tenaga medis emergensi untuk tetap
melakukan intervensi atau pengobatan atau tata laksana lainnya sebelum terjadi henti napas
atau henti jantung.
Identitas Pasien
Nama lengkap pasien : ___________________________________
Tempat & tanggal lahir pasien: ___________________________________
Saya, dokter yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa keputusan DNR di atas
diambil setelah pasien diberi penjelasan; dan informed consent diperoleh dari:
o Pasien sendiri
o Tenaga kesehatan yang ditunjuk pasien
o Wali yang sah atas pasien (termasuk yang ditunjuk pengadilan)
o Anggota keluarga pasien
39
Jika hal di atas tidak dimungkinkan, maka saya, dokter yang bertandatangan di bawah ini
memberikan perintah DNR di atas berdasarkan pada:
o Instruksi pasien sebelumnya
o Keputusan dua orang dokter bahwa CPR akan memberikan hasil yang tidak efektif
Tandatangan Dokter
40
Nama : Ruang :
PENOLAKAN
Tanggal Lahir :
RESUSITASI (DNR)
Unit : Kelas :
PEMBERIAN INFORMASI PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)
Dokter Pelaksana Tindakan
Pemberi Informasi
Penerima Informasi / pemberi
Persetujuan*
JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDAI ( )
1. Diagnosis
2. Dasar Diagnosis
3. Tindakan Kedokteran
4. Indikasi Kedokteran
5. Tata Cara
6. Tujuan
7. Risiko
8. Komplikasi
9. Prognosis
10. Alternatif & Risiko
Lain-lain
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal-hal di atas secara Tanda tangan
benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan / atau
berdiskusi
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagaimana di Tanda tangan
atas yang saya beri tanda / paraf di kolom kanannya, dan telah memahaminya
*Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi, maka penerima informasi adalah
wali atau keluarga terdekat
41
PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)
Yang bertandatangan di bawah ini, saya, nama .............................................. umur ...........tahun,
laki-laki / perempuan *,
alamat ...........................................................................................................................
dengan ini menyatakan penolakan Resusitasi. Terhadap saya / ........................................................ saya *
bernama ..............................................................umur ............................. tahun, laki-laki / perempuan*,
alamat..............................................................................................................................................
Saya mamahami perlunya dan manfaat tindakan tersebut sebagaimana telah dijelaskan seperti di atas
kepada saya, termasuk risiko dan komplikasi yang mungkin timbul apabila tindakan tersebut tidak
dilakukan.
Saya bertanggungjawab secara penuh atas segala akibat yang mungkin timbul sebagai akibat tidak
dilakukannya tindakan kedokteran tersebut.
42