Anda di halaman 1dari 13

“MU’TAZILAH”

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK : 3 (TIGA)
1. RINI SELVIA MANURUNG
(1901020140)
2. WIDYA NOVITA SARI
(1901020175)

FAKULTAS : TARBIYAH

PRODI : PAI B

SEMESTER : V (LIMA) REGULER

MATA KULIAH : ILMU KALAM

DOSEN : Drs. H. HUBBAN RANGKUTI, M.Si

INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR AL ULUUM


ASAHAN-KISARAN
T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Penulis
mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan makalah dari mata kuliah Ilmu Kalam dengan judul ”Aliran
Mu’tazilah”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membimbing dalam
menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Kisaran, 25 November 2021


Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang .........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan Masalah ........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................2
A. Latar Belakang Kemunculan Mu’tazilah..................................................2
B. Tokoh-Tokoh Mu’tazilah..........................................................................3
C. Ajaran-ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah...................................................6
BAB III PENUTUP.............................................................................................9
A. Kesimpulan................................................................................................9
B. Saran..........................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aliran Mu’tazilah adalah aliran fikiran islam yang terbesar dan tertua, yang
telah memainkan peranan yang sangat penting orang yang hendak mengetahui
filsafatt islam yang sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan
sejarah. Pemikiran islam haruslah menggali buku-buku yang dikarang orang-
orang Mu’tazilah, bukan yang dikarang oleh orang-orang lazim disebut filosof-
filosof islam, seperti Ibn Sina dan lain-lain.
Aliran Mu’tazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad kedua hijrah di
kota Basrah, Pusat ilmu dan peradaban Islam kala itu, tempat peraduan aneka
kebudayaan asing dan pertemuan bermacam-macam agama.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang munculnya Mu’tazilah?
2. Siapa saja tokoh pendiri Mu’tazilah?
3. Apa saja ajaran-ajaran Mu’tazilah?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Latar Belakang Kemunculan Mu’tazilah.
2. Dapat mengenal siapa saja Tokoh-Tokoh Mu’tazilah.
3. Mengetahui Ajaran-ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Kemunculan Mu’tazilah


Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari i’tazala yang berarti “berpisah”
atau “memisahkan diri”. Secara teknis, istilah Mu’tazilah dapat menunjuk pada
dua golongan. Golongan pertama (Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik
murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik, khusunya dalam arti
sikap yang lunak dalam menengahi pertentangan antara Alibin Abi Thalib dan
lawan-lawanya, terutama Mu’awiyah, Aisyah dan Abdullah bin Zubair. Menurut
penulis, golongan yang netral politik masa inilah yang sesungguhnya disebut
kaum mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah.
Golongan kedua (mu’tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang
berkembang dikalangan khawarij dan murji’ah karena peristiwa tahkim golongan
mu’tazilah ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan khawarij
dan murji’ah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa
besar.1
Nama “Mu’tazilah” bukan ciptaan orang-orang Mu’tazilah sendiri, tetapi
diberikan oleh orang-orang lain. Orang-orang Mu’tazilah menamakan dirinya
“ahli keadilan dan keesaan” (ahlul adli wat tauhid). Nama Mu’tazilah  diberikan
karena:
1. Orang-orang Mu’tazilah menyalahi pendapat sebagian besar ummat karena
mereka (orang-orang Mu’tazilah) mengatakan bahwa orang fasik, yaitu
orang yang melakukan dosa besar, tidak mu’min tidak pula kafir.
2. Wasilbin Ata’, pendiri aliran Mu’tazilah berbeda pendapat dengan gurunya
yaitu Hasan Basri, dalam soal tersebut diatas, karenanya ia memisahkan
diri daripelajaran yang diadakan gurunya dan berdiri sendiri kemudian
mendapat pengikut banyak. Kemudian Hasan Basri berkata “Wasil telah
memisahkan diri dari kami” . sejak saat itu maka wasil dan teman-temanya
disebut “golongan yang memisahkan diri” (Mu’tazilah)

1
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 97.

2
3. Ahmad Amin dalam bukunya (Fajar Islam 1/344) berpendapat bahwa
mula-mula memberikan nama “Mu’tazilah” adalah orang-orang Yahudi,
pada abad ke empat atau ketiga sebelum lahir isa timbulah golongan
Yahudi “PHARISSE”yang artinya “memisahkan diri” (dari bahasa
Ibrani, parash; to separate). Sebutan ini dipakaiuntuk orang Mu’tazilah,
bahwa pharisse mirip dengan golongan Mu’tazilah, yaitu  bahwasemua
perbuatan bukan Tuhan yang mengadakanya. Akan tetapi pendapat ini
kurang tepat,karena  motif berdirinya golongan Pharisse berlainan dengan
motif berdirinya golongan Mu’tazilah.
Golongan-golongan yang mempengaruhi aliran Mu’tazilah :
1. John of Damascus (676-749)
Teori ini mengatakan bahwa Tuhan zat yang baik, menjadi sumber segala
kebaikan dan tidak dapat mengerjakan keburukan; Tuhan tidak
mempunyai sifat-sifat yang bias menimbulkan pengertian bilangan;
gambaran-gambaran yang dilakukan oleh kitab suci ketika membicarakan
Tuhan hanyalah sebagai lambang semata,agar manusia dapat mudah
memahaminya; manusiabebas berbuat dan memilih yang  karenanya ia
diminta pertanggungan jawab
2. Tsabit Bin Qurroh
Diambil dari teori pemujaan kekuatan akal; dengan akal pikiran semata-
mata manusia mengetahui adanya Tuhan;dengan akal pikiran pula ia dapat
mengetahui baik dan buruk; dan dari Tsabit pula diambil pula cara-cara
pembenaran agama dengan alassan-alasan fikiran.2
B. Tokoh-Tokoh Mu’tazilah
1. Wasil bin’ Ata al-Ghazzal (80-131 H atau 699 M)
Ia dilahirkan di Madinah dan kemudian menetap di Bashrah. Ia
merupakan tokoh pertama yang melahirkan aliran Mu‟tazilah. Karenanya,
ia diberi gelar kehormatan dengan sebutan Syaikh al-Mu‟tazilah wa
Qadimuha, yang berarti pimpinan sekaligus orang tertua dalam Muktazilah.
2. Abu Al-Huzail Al-Allaf (135- 226 H atau 753- 840 M)

2
Ahmad Hanafi, Theologi Islam (Ilmu Kalam) ( Jakarta: Pustaka Setia, 1995), hlm. 39.

3
Ia menjadi pemimpin aliran mu’tazilah basrah. Ia mempelajari buku-
buku Yunanidan banyak terpengaruh dengan buku-buku itu. Karena dialah
aliran mu’tazilah mengalami kepesatan. Pendapat-pendapanya antara lain:
a. Tentang aradl; dinamakan ardl bukan karena mendatang pada benda-
benda, karena banayak aradl yang terdapat bukan pada benda, seperti
waktu, abadi dan hancur. Ada aradl yang abadi dan ada yang tidak
abadi.
b. Menetapkan adanya bagian-bagian yang tidak dapat dibagi-bagi lagi
c. Gerak dan diam; benda yang banyak bagian-bagianya bisa bergerak
dengan satu bagian yang bergerak. Menurut mutakallimin. Hanya itu
sendiri yang bergerak.
d. Hakekat manusia; hakekatnya adalah badanya, bukan jiwanya  (nafs
atau rukh)
e. Gerak penghuni surge dan neraka; gerak- gerik mereka akan menjadi
ketenangan (diam). Didalam ketenangan ini terkumpul semua
kesenangan dan siksaan.
f. Qadr; manusia bias mengadakan perbuatan-perbuatannyadi dunia,
akan tetapi kalau sudah berada di akhirat tidak berkuasa lagi.
g. Khabar tentang sesuatu yang dapat dicapai panca indra hanya bisa
diterima apabila diberitakan oleh 20 orang sekurang-kurangnya,
seorang diantara nya dari ahli surga ( golongan Mu’tazilah)
3. Ibrahim bin Sayyar an-Nazzam (wafat 231 H atau 845 M)
Ia adalah murid Abu Huzail  al-Allaf, orang terkemuka, lancer bicara,
banyak mendalami filsafat dan banyak karanganya. Beberapa pendapatnya
berlainan dengan orang-orang Mu’tazilah lainya. Pendapat-pendapatnya
antara lain:
a. Tentang benda (jisim); selain gerak, semua yang ada disebut jisim,
termasuk warna dan bau.
b. Tidak mengakui adanya bagian yang tidak dapat dibagi. Ia
mengatakan bahwa sesuatu bagian bagaimanapun kecilnya dapat di
bagi-bagi.

4
c. Tidak ada “diam” diam hanyalah istilah bahasa, pada hakekatnya
semua yang ada bergerak.
d. Hakekat manusia, hakekat manusia adalah jiwanya, bukan
badanya,  badanadalah penjara jiwa, kalaulepasdari badan akan
kembalike alamnya.
e. Berkumpulnya contradictie dalam suatu tempat, menunjukkan
adanya Tuhan.
f. Teori sembunyi (kumun). Semua makhluk dijadikan Tuhan sekaligus
dalam waktu yang sama.
g. Berita yang benar adalah yang diriwayatkan oleh imam ma’sum.
h. I’jaz Qur’an (daya pelemah) terletak pada pemberitaan hal-hal yang
gaib.
4. Mu’ammar bin Abbad as-Sulmay (wafat 220 H/ 835 M)
Mu’ammar bin Abbad adalah pendiri muktazilah aliran Baghdad.
pendapatnya tentang kepercayaan pada hukum alam. Pendapatnya ini sama
dengan pendapat al-jahiz. Ia mengatakan bahwa Tuhan hanya menciptakan
benda-benda materi. Adapun al-‘arad atau accidents (sesuatu yang datang
pada benda-benda) itu adalah hasil dari hukum alam. Misalnya, jika
sebuah batu dilemparkan ke dalam air, maka gelombang yang dihasilkan
oleh lemparan batu itu adalah hasil atau kreasi dari batu itu, bukan hasil
ciptaan Tuhan.
5. Bisyr bin al-Mu’tamir (wafat 226 H/ 840 M)
Pendapatnya anatara lain, siapa yang taubat dari sesuatu dosa besar
kemudian mengerjakan dosabesar lagi, ia akan menerima siksa yang
pertama juga, sebab taubatnya dapat diterima dengan syarat tidak
mengulangi lagi. Dengan perkataan lain, siksanya akan berlipat ganda.
6. Jahiz Amr bin Bahr (wafat 255 H/ 808M)
ia terkenal tajam penanya,banyak karanganya dan gemar membaca
buku-buku filsafat, terutama filsafat alam.3

3
Ibid., hlm. 40.

5
C. Ajaran-ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah
1. At-Tauhid
At-tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan inti sari
ajaran Mu’tazilah. Sebenarnya, setiap mahzab teologis dalam islam
memegang dokrin ini. Akan tetapii, bagi Mu’tazilah tauhid memiliki arti
yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat
mengurangi arti kemahaesaan-Nya. Tuhan satu-satunya Esa, yang unik,
dan tidak satupun menyamainya.olehkarena itu, hanya Dialah yang
qodiim. Apabila ada yang qodim lebih dari satu, telah terjadi ta’addud al-
qudama’(berbilangnya dzat yang tidak berpemulaan).
Untuk memurnikan keesaan tuhan, Mu’tazilah menolak konsep tuhan
memiliki sifat-sifat, pengambaran fisik tuhan, dan tuhan dapat dilihat
dangan mata kepala. Akan tetapi sifat adalah sesuatu yang melekat apabila
sifat tuhan yang qodim, berarti ada dua yang qodim.
2. Al-Adl
Al-Adl yang berarti tuhan maha adil. Adil adalah suatu atribut yang
paling jelas untuk menunjukkan suatu kesempurnaan. Karena tuhan maha
sempurna, sudah pasti dia adil. Ajaran tentang keadilan ini berkaitan erat
dengan beberapa hal antara lain:4
a. Perbuatan Manusia
Manusia menurut Mu’tazilah, melakukan dan menciptakan
perbuatannya sendiri terlepas dari kehendak dan kekuasaaan Tuhan,
baik secara langsungmaupun tidak. Manusia benar-benar bebas
untuk menentukan pilihan perbuatannya baik atau buruk, akan tetapi
perlu diketahui tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik
bukan yang buruk.
b. Berbuat baik dan terbaik
Dalam istilah arab berbuat baik dan terbaik disebut Ash-Shalah wa
Al-Ashlah. Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat baik,
bahkan terbaik bagi manusia. Menurut An-Nazzam salah satu tokoh

4
Thahir Taib, Abd.Mu’in, Ilmu Kalam (Jakarta: Widjaya, 1986), hlm.103.

6
Mu’tazilah, Tuhan tidak dapat berbuat jahat. Konsep ini berkaitan
dengan kebijaksanaan , kemurahan, dan kepengasihan Tuhan yaitu
sifat-sifat yang layak baginya.
c. Mengutus Rasul
Mengutus rasul kepada manusia merupakan kewajiban Tuhan karena
alasan-alasan berikut ini.
1) Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia an hal itu tidak dapat
terwujud, kecuali dengan mengutus rasul kepada mereka. Al-
Quran secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk
memberikan belas kasih kepada manusia (Q.S. Asy-Syu’ara’
ayat 29). Cara yang terbaik untuk maksud tersebut adalah
dengan pengutusan rasul.
2) Tujuan diciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Agar
tujuan tersebut berhasil, tidak ada jalan lain selain mengutus
rasul.
3. Al-Wa’d wa Al-Wa’id
Al-Wa’d wa Al-Wa’id berarti janji dan ancaman.  Janji Tuhan untuk
memberi pahala masuk surga bagi yang berbuat baik (al-muthi’) dan
mengancam dengan siksa neraka atas orang durhaka (al-‘ashi) pasti
terjadi, begitu pula janji Tuhan untuk memberi pengampunan pada orang
yang bertobat nasuha pasti benar adanya.5
4. Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain
Ajaran ini terkenal dengan status orang beriman (mukmin) yang
melakukan dosa besar. Khawarij menganggap orangtersebut sebagai orang
kafir, bahkan musyrik. Menurut Murji’ah, orang itu tetap mukmin dan
dosanya diserahkan kepada Tuhan. Mungkin dosa tersebut diampuni
Tuhan. Golongan Mu’tazilah membagi ma’siat kepada dua bagian, yaitu
besar dan kecil. Maksiat besar dibagi dua:
a. Yang merusak dasar agama, yaitu syirik (mempersekutukan Tuhan)
dan orang yang mengerjakanya menjadi kafir.

5
Ahmad Hanafi, Theologi Islam..., hlm. 46.

7
b. Yang tidak merusak dasar agama, mengerjakanya bukan lagi orang
mu’min. karena ia melanggar agama, juga tidak menjadi kafir,
karena ia masih mengucapkan syahadat. Karenaya ia menjadi fasik.
5. Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy’an Al-Munkar
Ajaran ini menekankan keberpihakan pada kebenaran dan kebaikan. Ini
merupakan konsekuensi logis dari keimanan seseorang. Pengakuan
keimanan dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan
menyuruh orang baik dan mencegah dari kejahatan.
Beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin dalam ber-
amar ma’ruf dan nahi munkar, seperti yang dijelaskan oleh salah seorang
tokohnya, Abd Al-Jabbar (W. 1024), yaitu:
a. Ia mengetahui perbuatan yang harus itu ma’ruf dan yang dilarang
itu munkar.
b. Ia mengetahui bahwa kemungkaran telah dilakukan orang.
c. Ia mengetahui bahwa perbuatan amar ma’ruf atau nahi munkar tidak
akan membawa madharat yang lebih besar.
d. Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakanya tidak
akan membahayakan diri dan hertanya.
Al-ma’ruf adalah yang diterima dan diakui Allah. Adapun al-munkar yaitu
sesuatu yang tidak dikenal, tidak diterima, atau buruk.
eberapa jenis kegiatan yang terdapat dalam proses belajar. Kegiatan ini
memiliki corak yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, baik dalam
aspek materi dan metodenya maupun aspek tujuan dan perubahan tingkah
laku yang diharapkan. Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam
dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan manusia yang juga bermacam-
macam.6

6
Ibid., hlm. 47.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari i’tazala yang berarti
“berpisah” atau “memisahkan diri”. Secara teknis, istilah Mu’tazilah
dapat menunjuk pada dua golongan.
2. Tokoh tokoh Mu’tazilah antara lain, Wasil bin’ Ata al-Ghazzal, Abu Al-
Huzail Al-Allaf, Ibrahim bin Sayyar an-Nazzam, Mu’ammar bin Abbad
as-Sulmay, Bisyr bin al-Mu’tamir, Jahiz Amr bin Bahr.
3. Ajaran-ajaran dasar Mu’tazilah adalah tauhid, Al-adl, berbuat baik dan
terbaik, mengutus rosul, Al-Wa’d wa Al-Wa’id, Al- Manzilah Bain Al-
Manzilatin, Al-Amr bi Al-Ma’ruf wa An-Nahy’an Al-Munkar.

B. Saran
Dari hasil makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat
bagi kita semua umumnya untuk penulis khususnya. Dan segala yang baik
datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami.penyusun sadar bahwa
makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai
sisi, sehingga kami harapkan saran dan kritinya yang bersifat membangun untuk
perbaikan makalah selanjutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon dan Abdul Rozak. 2012.  Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Hanafi, Ahmad. 1995. Theologi Islam (Ilmu Kalam). Jakarta: Pustaka Setia.
Taib, Thahir Abd.Mu’in. 1986. Ilmu Kalam. Jakarta: Widjaya.

10

Anda mungkin juga menyukai