Anda di halaman 1dari 11

A.

Keluarga dalam Perspektif Islam


Dalam pandangan Islam keluarga memiliki nilai yang besar. Dalam keluarga terdiri
dari suami, isteri dan anak-anak. Islam memberikan perhatian besar terhadap kehidupan
keluarga dengan meletakkan kaidah-kaidah yang arif untuk mencegah kehidupan
keluarga dari ketidakharmonisan dan kehancuran. Islam memberikan perhatian besar
karena keluarga adalah landasan pertama untuk membangun masyarakat muslim dan
merupakan madrasah iman yang diharapkan dapat mencetak generasi-generasi muslim
yang mampu meninggikan kalimat Allah di muka bumi.

B. Tujuan Pernikahan dalam Perspektif Islam


1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
Pernikahan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan itu
terdiri dari kebutuhan emosional, biologis, rasa saling membutuhkan, dan lain
sebagainya. Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya
Rasululllah SAW bersabda: "Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya,
kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Nikahilah wanita karena
agamanya, maka kamu tidak akan celaka," (H.R. Bukhari dan Muslim).

2. Mendapatkan ketenangan hidup.


Dengan menikah, suami atau istri dapat saling melengkapi satu sama lain. Jika
merasa cocok, kedua-duanya akan memberi dukungan, baik itu dukungan moriel atau
materiel, penghargaan, serta kasih sayang yang akan memberikan ketenangan hidup
bagi kedua pasangan.

3. Menjaga akhlak.
Dengan menikah, seorang muslim akan terhindar dari dosa zina, sebagaimana
sabda Nabi Muhammad SAW: “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian
berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan
pandangan, dan lebih membentengi farji [kemaluan]. Dan barangsiapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia puasa, karena shaum itu dapat membentengi dirinya,”
(H.R. Bukhari dan Muslim).

4. Meningkatkan ibadah kepada Allah SWT


Perbuatan yang sebelumnya haram sebelum menikah, usai dilangsungkan
perkawinan menjadi ibadah pada suami atau istri. Sebagai misal, berkasih sayang
antara yang berbeda mahram adalah dosa, namun jika dilakukan dalam mahligai
perkawinan, maka akan dicatat sebagai pahala di sisi Allah SWT. Hal ini berdasarkan
sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: “ ... 'Jika kalian bersetubuh dengan
istri-istri kalian termasuk sedekah!'. Mendengar sabda Rasulullah para sahabat
keheranan dan bertanya: 'Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu
birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala?' Nabi Muhammad SAW
menjawab, 'Bagaimana menurut kalian jika mereka [para suami] bersetubuh dengan
selain istrinya, bukankah mereka berdosa?' Jawab para shahabat, 'Ya, benar'. Beliau
bersabda lagi, 'Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya [di tempat yang
halal], mereka akan memperoleh pahala!' (H.R. Muslim).

5. Memperoleh keturunan yang saleh dan salihah

Salah satu amal yang tak habis pahalanya kendati seorang muslim sudah
meninggal adalah keturunan yang saleh atau salihah. Dengan berumah tangga,
seseorang dapat mendidik generasi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah
SWT, yang merupakan tabungan pahala dan amal kebaikan yang berkepanjangan.
"Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan
bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang
baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari
nikmat Allah?” (Q.S. An-Nahl[16]: 72).

C. Pendidikan Pra Nikah dalam Islam

1. Pengertian Pendidikan Pra Nikah


Pra Nikah tersusun dari dua kata yaitu “pra” dan “nikah”, kata “pra”
sebagaimana yang tercantum di dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” ialah sebuah
awalan yang memiliki makna “sebelum”. Sedangkan kata “nikah” diartikan di dalam
“Kamus Besar Bahasa Indonesia” ialah sebagai sebuah ikatan atau perjanjian (akad)
perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan hukum Negara dan agama.

2. Manfaat Pendidikan Pra Nikah


Amir Syarifuddin dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perkawinan Islam di
Indonesia” menjelaskan bahwa pendidikan pra nikah dapat memberikan manfaat
diantaranya ialah untuk mencapai sebuah keluarga yang damai, tentram, dan bahagia
serta senantiasa diliputi rasa kasih sayang antar anggota keluarga sehingga mereka
dapat bersosial dengan baik di dalam masyarakat. Keluarga yang bahagia tidak akan
terwujud dengan mudah tanpa adanya pendidikan atau kebiasaankebiasaan baik yang
dimulai dari dalam keluarga itu sendiri. Dengan demikian, dalam mewujudkan
keluarga yang bahagia hendaknya anggota keluarga menyadari pentingnya sebuah
proses pendidikan yang sesuai dengan syari’at sehingga proses transformasi perilaku
dan sikap anggota keluarga akan tercermin dalam kepribadian yang baik yang sesuai
dengan tuntunan yang disyari’atkan oleh agama.

3. Materi Pendidikan Pra Nikah


a) Kriteria memilih pasangan
”Perempuan itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya, atau karena agamanya. Pilihlah berdasarkan
agamanya agar engkau beruntung”. (HR.Bukhari dan Muslim)Pertama,
Pertama, hendaknya seorang laki-laki memilih seorang perempuan yang
mempunyai banyak harta untuk dijadikan sebagai istri. Dengan demikian, dari
harta istri tersebut dapat dijadikan modal bagi pasangan dalam menjalani
kehidupan setelah menikah (dengan catatan istri ridha terhadap harta tersebut
digunakan bersama dengan suami).
Kedua, seorang laki-laki boleh menikahi seorang perempuan dari
keluarga baik atau perempuan dari keturunan (nasab) keluarga yang baik atau
memiliki strata sosial yang terpandang di dalam masyarakat. Dengan
demikian, maka setelah menikah suami akan naik pula strata sosialnya di
masyarakat.
Ketiga, kaum laki-laki adalah makhluk visual, oleh karena itu sudah
fitrahnya mereka menyukai perempuan-perempuan cantik, bahkan tidak
sedikit laki-laki meletakkan kecantikan sebagai kriteria utama dalam
memilih istri. Faktor kecantikan ini merupakan salah satu bagian daya
tarik yang menjadi pemenuhan fitrah serta penguat kecenderungan kepada
pasangannya.
Keempat, Seorang lelaki apabila dihadapkan dalam dua pilihan dimana
ada seorang perempuan yang cantik rupawan tetapi pengetahuan
agamanya kurang dan seorang perempuan shalihah akan tetapi kurang
rupawan, hendaknya ia memilih yang kedua. Hal ini sebagaimana yang
dianjurkan oleh Rasulullah pada hadits di atas, bahwa ketika memilih
calon istri 25 maka utamakanlah yang baik agamanya (religius), karena
istri yang religius dan berakhlak mulia akan mewariskan nilai-nilai
kebaikan dan kemuliaan kepada anak-anaknya kelak.
b) Memilih calon suami

”Apabila ada seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaknya
datang meminang anak perempuanmu, maka nikahkanlah dia. Apabila engkau
tidak menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan
yang meluas”. (Hadits Riwayat at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Memilih calon suami yang memiliki kekayaan, memiliki strata dan


status sosial yang baik, berasal dari keluarga terpandang, dan tampan
merupakan sebuah kebebasan bagi seorang perempuan. Akan tetapi, hal utama
yang harus dijadikan pijakan pertama adalah aspek akhlak dan agamanya.
Rasulullah Shallalahu „Alaihi Wasalam menganjurkan kriteria utama bagi
para laki-laki dalam mencari istri, hal tersebut juga dapat dijadikan pijakan
bagi para perempuan dalam menentukan siapa suaminya kelak. Menikah
karena sebab kekayaan, keturunan, dan kecantikan atau ketampanan,
ketiganya adalah kriteria yang bersifat fitrah dalam artian hal ini lumrah
karena rata-rata kecenderungan manusia seperti itu. Akan tetapi, tetap aspek
kebagusan akhlak dan pengetahuan agama yang baik harus dijadikan kriteria
utama.

c) Materi tentang pernikahan


1) Ta‟aruf
Ta‟aruf merupakan proses perkenalan atau biasa dikenal
dengan istilah masa penjajakan antara seorang laki-laki dan
perempuan yang akan mengukuhkan hubungan mereka selanjtnya ke
jenjang pernikahan yang suci.12 Ta‟aruf maksudnya adalah upaya
untuk lebih saling mengenal dan menjajaki kecocokan masing-masing
sehingga hubungan mereka (laki-laki dan perempuan) dapat
dilanjutkan pada proses yang lebih lanjut. Ta‟aruf harus dilakukan
sesuai dengan cara yang telah dianjurkan oleh syari‟at agama supaya
dapat menghindar dari jebakan nafsu syahwat, serta dapat
menghindarkan diri dari berbagai aktivitas yang ditentang oleh
syari‟at agama.
2) Khitbah dan mahar
Proses yang ditempuh selanjutnya setelah ta‟aruf dirasa cukup
dan saling menemukan kecocokan, maka dilangsungkan khitbah.
Khitbah maknanya meminta seorang wanita untuk menikah. Apabila
permintaan seorang laki-laki dikabulkan, khitbah ini tidak lebih dari
sebuah janji untuk menikah. Dengan demikian, wanita itu masih
berstatus orang asing baginya hingga akad nikah dilangsungkan.
Khitbah bukanlah syarat sah nikah, akan tetapi biasanya khitbah
merupakan salah satu sarana untuk menikah.15 Mahar atau maskawin
adalah suatu benda yang0wajib diberikan oleh seorang0laki-laki
(calon suami) kepada0seorang perempuan (calon istri). Mahar
biasanya disebutkan dalam akad nikah sebagai pernyataan persetujuan
antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama sebagai suami-
istri. Mahar diberikan secara langsung kepada calon mempelai wanita
sebagai hak pribadi sepenuhnya.

D. Ketahanan Keluarga dalam Islam

1. Ketahanan fisik
Ketahanan fisik mencakup kepada kebutuhan primer dalam keluarga seperti
terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Aspek
fisik bisa disebut juga material yang merupakan komponen penting di dalam keluarga.
2. Ketahanan sosial
Islam mengajarkan nilai komitmen ketahanan sosial yang tinggi melalui sikap
saling menjaga dan melindungi kehormatan keluarga. "Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS At-Tahrim: 6)
3. Ketahanan psikologis
Kemudian ketahanan psikologis ditunjukkan apabila keluarga mampu
menanggulangi masalah nonfisik dengan melakukan pengendalian emosi secara
positif. Di dalam konsep psikologis keluarga maka diperlukan kepedulian satu sama
lain, terutama dari pihak suami dan istri.

E. Konsep Talak dan Rujuk


1. Pengertian Talak

Pengertian Talak Secara bahasa, talak berarti melepaskan ikatan. Dengan kata
lain, talak adalah memutuskan hubungan antara suami istri dari ikatan pernikahan
yang sah menurut syariat agama. Meski demikian, Islam juga memperbolehkan
adanya rujuk setelah suami menjatuhkan talak pada istrinya, tapi tetap dengan
beberapa catatan

2. Hukum Talak Dalam Islam

a). Talak Menjadi Wajib

Hukum talak menjadi wajib yakni talak yang akan dijatuhkan oleh pihak
penengah antara suami dan istri (hakam), karena perceraian antara suami dan istri
yang tidak akan mungkin disatukan kembali dan jug talak merupakan satu-satunya
jalan.

b). Talak Menjadi Haram

Hukum dari talak menjadi haram yakni talak tanpa alasan yang benar. Oleh
sebab itu, diharamkan karena menyakiti istri yang pada akhirnya akan merugikan
kedua belah pihak, dikarenakan tidak ada gunanya dan juga kemaslahatan
melakukan talak.

c). Talak Menjadi Sunnah

Hukum talak menjadi Sunnah yakni suatu talak yang disebabkan istri
mengabaikan kewajibannya kepada Allah Swt maupun suka melanggar larangan-
Nya. Dalam hal ini istri dikategorikan sudah rusak moralnya, padahal suami sudah
berusaha memperbaiki dirinya. Menurut Imam Ahmad tidak patut
mempertahankan istri seperti itu, karena hal tersebut akan banyak mempengaruhi
keimanan suami dan juga tidak membuat ketenangan dalam rumah tangga.
Bahkan Ibnu Qadamah menjelaskan bahwa talak terhadap istri yang demikian
wajib hukumnya.

3. Rukun Talak Dalam Islam


a). Suami
Talak yang dijatuhkan suami terhadap istri telah dianggap sah apabila
suami dalam keadaan berakal, baligh dan berdasarkan kemauannya sendiri
bukan sebuah paksaan dari pihak mana pun. Jumhur ulama sepakat bahwa
suami yang telah terkena gangguan jiwa, dan bukan atas kemauannya sendiri
talaknya akan tidak sah. Sementara menurut Imam Hanafi dan juga murid-
muridnya jika talak karena paksaan dianggap sah. Sedangkan jika
menjatuhkan talak dalam keadaan mabuk, mainmain, ketika sedang marah,
lupa dan saat tidak sadar mereka berbeda pendapat. Diantara mereka ada yang
berpendapat talaknya sah saja dan juga ada yang berpendapat tidak sah.

b). Istri

Talak yang dijatuhkan kepada Istri hukumnya sah saja apabila masih
dalam ikatan suami istri yang sah dan istri dalam keadaan iddah talak raj’i
ataupun talak bain sughra yang dijatuhkan sebelumnya.

c). Qashdu (di sengaja)

Melakukan Talak akan sah jika ada kesengajaan mengucapkan talak


dengan maksud untuk menalak dan juga bukan maksud yang lainnya. Oleh
sebab itu jika salah dalam mengucapkan tidak akan dianggap sebagai talak.

4. Jenis – jenis Talak

1). Talak Ditinjau Dari Segi Jumlah.

a). Talak satu ialah talak yang pertama kali dijatuhkan oleh suami kepada
istrinya dan juga hanya dengan satu talak.

b). Talak dua ialah suartu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya
yang kedua kali maupun untuk yang pertama kalinya tetapi dengan 2 talak
sekaligus. misalnya: aku talak kamu dengan talak yang dua.

c). Talak yang ke tiga ialah talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya
untuk yang ketiga kalinya. ataupun untuk yang pertama kalinya tetapi langsung
talak tiga. misalnya suami berkata: aku talak kamu dengan talak yang tiga.

2). Talak ditinjau dari segi boleh tidaknya bekas suami untuk rujuk kembali

a). Talak Raj’i Yang dimaksud dengan talak raj’i ialah talak yang boleh
dirujuk kembali mantan istri oleh mantan suaminya selama masa iddah maupun
sebelum masa iddahnya yang berakhir. Yang termasuk talak raj’i yakni talak satu
dan juga talak dua. DR. Asy-Syiba’iy mengatakan bahwa talak raj’i merupakan
talak yang telah dijatuhkan suami kepada istrinya, apabila suami ingin rujuk
kembali maka tidak akan melakukan akad nikah lagi, tidak akan memerlukan
mahar dan tidak memerlukan saksi lagi.

b). Talak Ba’in Yang dimaksud dengan talak ba’in yakni talak yang akan
dijatuhkan suami dan mantan suami tidak boleh meminta rujuk Kembali kecuali
dengan melakukan akad nikah lagi dengan semua syaratnya serta rukunnya. Talak
ba’in ada 2 macam yaitu talak ba’in shughra dan juga talak bain kubra.
c). Talak Ba’in Shughra Merupakan talak yang dapat menghilangkan
kepemilikan mantan suami terhadap mantan istri, tetapi tidak menghilangkan
kebolehan mantan suami untuk rujuk dengan melakukan akad nikah ulang. yang
termasuk talak ba’in shughra antara lain talak yang belum akan bercampur,
khuluk, talak satu dan juga talak dua tetapi masa iddahnya sudah habis.

d). Talak Ba’in Kubra Talak ba’in qubra merupakan talak 3 dimana mantan
suami tidak boleh rujuk kembali, terkecuali jika mantan istrinya pernah menikah
dengan laki-laki yang lain dan sudah digaulinya, lalu diceraikan oleh suaminya
yang kedua.

3). Talak Ditinjau Dari Segi Keadaan Istri

a). Talak Sunny: Talak sunny yakni talak yang dijatuhkan suami kepada
istrinya yang pernah dicampurinya dan pada waktu itu keadaan istri dalam
keadaan suci dan pada waktu suci belum dicampurinya, sedang hamil dan juga
jelas kehamilannya

b). Talak Bid’iy: Talak bid’iy yakni talak yang dijatuhkan suami kepada istri
yang pernah dicampurinya dan pada saat itu keadaan istri saat sedang haid Dan
dalam keadaan suci tetapi pada waktu suci tersebut sudah dicampuri.

5. Rujuk

1. Pengertian Rujuk

Rujuk adalah bersatunya kembali sepasang suami dan istri dalam ikatan
pernikahan setelah terjadinya talak raj'i (di antara talak satu dan talak dua),
dan sebelum habis masa iddah (masa saat istri menunggu setelah diceraikan
oleh suaminya). Jika seorang suami memutuskan untuk rujuk dengan istrinya,
keduanya nggak perlu melangsungkan akad nikah. Sebab, akad nikah yang
keduanya miliki belum sepenuhnya putus. Namun, ada beberapa cara dan
syarat yang perlu diperhatikan. “Wanita-wanita yang dotalak hendaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka
menyembunyikan apa yang diciptakan dalam rahimnya jika mereka beriman
pada Allah swt dan hari akhir. Dan suami-suami berhak merujukinya dalam
masa menanti itu jika mereka menghendaki ishlah. Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menuntut cara yang
ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Q.S. al-Baqarah:
228)

2. Syarat Rujuk

a). Syarat rujuk dari sisi istri adalah istri yang telah ditalak pernah
melakukan hubungan seksual dengan sang suami. Jika suami menalak istri
yang belum pernah melakukan hubungan seksual bersama, ia tidak berhak
mengajak rujukan. Hal ini sudah merupakan kesepakatan para ulama.
Syarat rujuk dari sisi suami adalah ia tidak boleh merasa terpaksa kala
mengajak rujuk istrinya, berakal sehat, dan sudah akil baligh atau dewasa.

b). Talak yang jatuh bukanlah talak tiga, melainkan talak raj'i.
Talak yang terjadi tanpa tebusan. Jika dengan tebusan, istri menjadi talak
bain (talak yang dijatuhkan suami pada istrinya yang telah habis masa
iddah-nya) dan suami tidak dapat mengajak istrinya untuk rujukan. Rujuk
dilakukan pada masa iddah atau masa menunggu istri. Jika sudah lewat
masa iddah, suami tidak dapat mengajak istri untuk rujuk kembali dan ini
sudah menjadi kesepakatan para ulama fikih.

c). Adanya ucapan jelas atau tersirat untuk mengajak rujukan

d). Adanya saksi yang menyaksikan suami dan istri rujuk kembali.
Sebagaimana firman Allah swt yang berbunyi: “Maka bila mereka telah
mendekati akhir iddahnya, maka rujuklah (kembali kepada) mereka
dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu dan hendaklah kamu
tegakkan kesaksian itu karena Allah.” (Q.S. at-Talaq:

3. Syarat sah rujuk

a). Rujuk setelah talak satu dan dua saja, baik talak tersebut langsung
dari suami atau dari hakim.

b). Rujuk dari istri yang ditalak dalam keadaan pernah digauli. Apabila
istri yang ditalak tersebut sama sekali belum pernah digauli, maka tidak
ada rujuk.

a). Rujuk dilakukan selama masa ‘iddah. Apabila telah lewat masa
‘iddah -menurut kesepakatan ulama fikih- tidak ada rujuk. Dalam rujuk,
tidak disyaratkan keridhaan dari wanita. Sedangkan bila masih dalam masa
‘iddah, maka anda lebih berhak untuk diterima rujuknya, walaupun sang
wanita tidak menyukainya. Dan bila telah keluar (selesai) dari masa ‘iddah
tetapi belum ada kata rujuk, maka sang wanita bebas memilih yang lain.
Bila wanita itu kembali menerima mantan suaminya, maka wajib diadakan
nikah.

F. Peran Anggota Keluarga dalam Islam


G. Pola asuh Islami dalam mencegah permasalahan sosial
1. Metode Suri Tauladan
Kata teladan dalam Al – Qur’an identic dengan kata uswah yang berarti sifat
dan hasanah yang berarti baik (Samsuardi,2017). Kata ini pun juga ada di dalam
Al – Qur’an surat Al Ahzab ayat 21: Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Metode suri tauladan ini dinilai paling efektif, karena lebih menekankan pada hal
yang konkrit dibandingkan hal yang bersifat abstrak. Dalam membina anak, hal
konkrit ini lebih mudah dipahami karena ia dapat melihat contohnya dalam
kehidupan sehari – hari yakni orangtua nya dan juga guru nya. Oleh karena itu,
peran orangtua disini sangat penting karena menjadi contoh bagi anaknya. Apabila
orangtua bersikap buruk dan tidak terpuji, anak pun dapat mengikutinya dan kelak
ketika ia tumbuh dewasa sifat tersebut tetap ada pada dirinya dan sulit diubah
karena pengaruh dari orangtuanya semasa kecil. Maka, jika orangtua ingin
anaknya menjadi seorang anak yang shalih sudah sepatutnya orangtua pun juga
mencontohkan hal – hal yang baik kepada anaknya.
2. Metode Pembiasaan
Metode ini merupakan metode turunan dari metode suri tauladan. Metode ini
merupakan metode yang menitikberatkan pada perilaku anak yang diturunkan dari
sifat – sifat baik yang telah ia contoh dari orangtuanya. Contohnya adalah sifat
orangtua yang selalu berbuat baik seperti pergi ke masjid, selalu membaca Al –
Qur’an, dan sebagainya. Anak yang melihat sikap orangtua yang seperti itu akan
membuat anak terpengaruh dan mengikutinya juga. Apabila ada salah satu dari
Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi | 134 perilaku yang tidak
dilakukan dalam kehidupannya sehari – hari makai akan merasa kurang nyaman
atau merasa kosong di dalam hatinya.
3. Metode Ceramah
Dalam membina seorang anak, kita bisa menggunakan metode ceramah.
Metode ini dinilai cukup efektif dalam memberikan pemahaman kepada anak
dalam mengajarkan perilaku dan juga larangan – larangan sesuai dengan ajaran
agama. Dalam metode ceramah ini, sebagai orangtua kita mendapat keuntungan
yakni kita tidak perlu menggunakan metode hukuman karena dengan ceramah saja
sudah cukup untuk memberikan pembelajaran kepada anak.
4. Metode Kisah
kisah Istilah kisah dalam Al-Qur'an disebut Qasas berarti berita yang
berurutan. Qasas Al-Qur'an adalah pemberitaan Qur'an tentang hal ikhwal umat
yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwaperistiwa yang
telah terjadi (Samsuardi, 2017). Penggunaan metode kisah – kisah ini bersumber
dari Al – Qur’an contohnya saja Nabi Ismail yang taat kepada kedua orangtuanya.
Tidak hanya menceritakan tentang kisah – kisah yang mengandung suri tauladan
saja, namun kita dapat mengangkat kisah yang menceritakan tentang durhaka
kepada Allah dan kepada orangtua contohnya saja, kisah Nabi Nuh. Dikisahkan
Nabi Nuh membuat sebuah kapal yang besar yang menampun dirinya serta orang
– orang yang mempercayai Allah namun sayangnya istrinya dan anaknya tidak
mempercayainya bersama dengan penduduk – penduduk yang lain hingga
akhirnya Allah menimpakan mereka azab yang pedih. Melalui pembinaan dengan
menggunakan metode kisah – kisah ini diharapkan anak mengerti dan meneladani
perilaku para Nabi serta menjauhi semua larangan Allah.

5. Metode Diskusi
Metode ini bisa digunakan dalam membina anak karena orangtua dapat
berdiskusi dengan anak dengan tujuan untuk memantapkan pikiran mereka dan
juga pengetahuan mereka terhadap suatu hal. Selain itu, dalam metode diskusi ini
anak dapat mempelajari sikap – sikap yang baik seperti dapat menerima pendapat
oranglain, dapat bertambahnya wawasan mereka, dan dapat melatih kemampuan
berpikir kritis mereka. Penggunaan beberapa metode – metode diatas dapat
diaplikasikan kepada anak tetapi akan percuma apabila orangtua tidak memahami
seperti apa kepribadian dan sifat yang dimiliki anak. Tentunya, ada beberapa anak
yang tidak suka diajari oleh metode yang keras tetapi terkadang sebagai orangtua
kita perlu menggunakan metode yang bukan keras melainkan tegas agar dapat
mendisiplinkan anak. Hakikat dan makna dari pembinaan anak dalam Islam
sendiri adalah anak merupakan anugerah yang telah diberikan oleh Allah kepada
kita. Sudah sepatutnya, sebagai orangtua kita perlu membimbing dan
mengarahkan anak kita agar ia tidak salah jalan. Karena orangtua merupakan
pendidik pertama bagi anak. Ketika anak telah tumbuh besar tanggung jawab
dalam membina seorang anak pun semakin luas yakni sekolah, organisasi, teman
sebaya, dan sebagainya. Untuk itu, orangtua perlu menyiapkan bekal berupa
pembelajaran akhlak kepada anak sedari kecil agar ia tidak melakukan hal – hal
yang dapat merugikan dirinya di masa depan.

Sumber selain buku:

https://tirto.id/pernikahan-dalam-islam-pengertian-hukum-dan-tujuannya-gaWS

http://eprints.umpo.ac.id/4508/2/BAB%20II.pdf

https://muslim.okezone.com/read/2020/07/08/614/2243100/3-pilar-menjaga-ketahanan-
keluarga-menurut-ajaran-islam?page=1

https://gurune.net/contoh-hak-kewajiban-serta-tanggung-jawab-anggota-keluarga/

Anda mungkin juga menyukai