Disusun Oleh
Kelompok 1
T.A 2021
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Diabetes Melitus adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan kadar hormon
insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas yang mengakibatkan meningkatnya kadar
glukosa dalam darah. Penurunan ini mengakibatkan glukosa yang dikonsumsi oleh tubuh
tidak dapat diproses secara sempurna sehingga konsentrasi glukosa dalam darah akan
meningkat. Diabetes Melitus terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe II,
DM Sekunder dan DM gestasional. Diabetes melitus adalalah gangguan metabolisme
yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya
toleransi karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit
vaskular mikroangiopati.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus tipe II,
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yangterjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes
Mellitus Tipe II adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula
darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi
insulin (resistensi insulin). Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dan akhirnya
tertimbun dalam peredaran darah. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa
bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami
desensitisasi terhadap glukosa.
Pada Diabetes Melitus tipe II, pankreas masih dapat membuat insulin, tetapi
kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai
kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya glukosa dalam darah tetap
tinggi sehingga terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Gustaviani, 2006). Karena
insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka Diabetes Mellitus Tipe II
dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus.
Diabetes Tipe II biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014). Biasanya terjadi
pada usia 45 tahun, tetapi bisa pula timbul pada usia di atas 20 tahun. Kejadian DM Tipe
II, pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih berisiko mengidap diabetes
karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih
besar. Seringkali Diabetes Tipe II didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah
komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di
seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko
seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik (WHO, 2014).
2. Etiologi
Diabetes Mellitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Diabetes
melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara
relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu:
a) Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia,dll)
b) Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas
c) Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer
Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2, berkaitan
dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko yang
dapat diubah dan faktor lain. Menurut American DiabetesAssociation (ADA) bahwa DM
berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi:
1. Riwayat keluarga dengan DM (first degree relative)
Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga
bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot
dengan gen resesif tersebut yang menderita Diabetes Mellitus.
2. Umur ≥45 tahun
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah > 45
tahun.
3. Etnik,
4. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram atau riwayat
pernah menderita DM gestasional
5. Riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg).
Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah pada penyakit Diabetes Melitus (DM) Tipe II,
meliputi:
1. Obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90
cm pada laki-laki.Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa
darah, pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan peningkatan
kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
2. Kurangnya aktivitas fisik
3. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat
dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari
dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.
4. Dislipidemi adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan
rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
5. Diet tidak sehat.
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic
ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolik memiliki riwatyat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya,
memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau peripheral
rrterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol,faktor stres, kebiasaan merokok, jenis
kelamin,konsumsi kopi dan kafein. Alkohol akan menganggu metabolisme gula
darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah
dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang akan meningkat tekanan darah apabila
mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof
wiski, 240 ml wine atau 720 ml.
3. Anatomi Fisiologi
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertanda dan strukturnya sangat mirip dengan
kelenjar ludah, panjang kira-kira 15 cm berat 60 – 100 gram. Letak pada daerah
umbilical, dimana kepalanya dalam lekukan duodenum dan ekornya menyentuh kelenjar
lympe, mengekskresikannya insulin dan glikogen ke darah.
a. Pankreas terdiri dari tiga bahagian yaitu :
1. Kepala pankreas merupakan bahagian paling besar terletak di sebelah kanan
umbilical dalam lekukan duodenum.
2. Badan pankreas merupakan bagian utama organ itu letaknya sebelah lambung dan
depan vertebra lumbalis pertama.
3. Ekor pankreas adalah bagian runcing sebelah kiri, dan yang sebenarnya
menyentuh lympa.
b. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1. Acini yang menyekresi getah pencernaan ke duodenum.
2. Pulau langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama yaitu sel alfa, beta dan
delta yang satu sama lain dibedakan dengan struktur dan sifat pewarnaannya. Sel beta
mengekresi insulin, sel alfa mengekresi glukagon, dan sel-sel delta mengekresi
somatostatin.
c. Fungsi pancreas ada dua, maka disebut organ rangka, yaitu :
1) Fungsi eksokrin, dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk getah
pancreas berisi enzim dan elektrolit. Jenis-jenis enzim dari pancreas adalah :
Amylase : menguraikan tepung menjadi maltosa atau maltosa dijadikan
polisakarida dan polisakarida dijadikan sakarida kemudian dijadikan
monosakarida.
Tripsin : menganalisa pepton menjadi polipeptida kemudian menjadi asam
amino.
Lipase : menguraikan lemak yang sudah diemulsi menjadi asam lemak dan
gliserol/gliserin.
2) Fungsi endokrin atau kelenjar tertutup berfungsi membentuk hormon dalam pulau
langerhans yaitu kelompok pulau-pulau kecil yang tersebar antara alveoli-alveoli
pancreas terpisah dan tidak mempunyai saluran.
Oleh karena itu hormon insulin yang dihasilkan pulau langerhans langsung diserap ke
dalam kapiler darah untuk dibawa ke tempat yang membutuhkan hormon tersebut. Dua
hormon penting yang dihasilkan oleh pancreas adalah insulin dan glucagon
A. Insulin
Insulin adalah protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia. Insulin
terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan disulfide.
Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino yang memegang peranan
penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosa darah. Kadar glukosa darah adalah
80 – 90 mg/ml. Mekanisme untuk mencapai derajat pengontrolan yang tinggi yaitu :
a) Fungsi hati sebagai sistem buffer glukosa darah yaitu meningkatkan
konsentrasinya setelah makan, sekresi insulin juga meningkat sebanyak 2/3
glukosa yang di absorbsi dari usus dan kemudian disimpan dalam hati dengan
bentuk glikogen.
b) Sebagai sistem umpan balik maka mempertahankan glukosa darah normal.
c) Pada hypoglikemia efek langsung glukosa darah yang rendah terhadap
hypothalamus adalah merangsang simpatis. Sebaliknya epinefrin yang
disekresikan oleh kelenjar adrenalin masih menyebabkan pelepasan glukosa yang
lebih lanjut dari hati. Juga membantu melindungi terhadap hypoglikemia berat.
Adapun efek utama insulin terhadap metabolisme karbohidrat, yaitu :
Menambah kecepatan metabolisme glukosa
Mengurangi konsentrasi gula darah
Menambah penyimpanan glukosa ke jaringan.
B. Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau langerhans
mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi yang terpenting
adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah. Glukagon merupakan
protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri dari 29 rantai asam amino.
Dua efek glukagon pada metabolisme glukosa darah :
a) Pemecahan glikogen (glikogenolisis)
b) Peningkatan glukosa (glukogenesis)
Pengatur sekresi glukosa darah perubahan konsentrasi glukosa darah mempunyai efek
yang jelas berlawanan pada sekresi glukagon dibandingkan pada sekresi insulin, yaitu
penurunan glukosa darah dapat menghasilkan sekresi glukagon, bila glukagon darah
turun 70 mg/100 ml darah pancreas mengekresi glukosa dalam jumlah yang sangat
banyak yang cepat memobilisasi glukosa dari hati. Jadi glukagon membantu
melindungi terhadap hypoglikemia.
4. Patofisiologi
Gambaran patologi pada penderita Diabetes Melitus dapat dihubungkan dengan
salah satu efek akibat kurangnya insulin. Kurangnya penggunaan glukosa oleh sel-sel
tubuh yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah yaitu 300-1200
5. Menifestasi Klinik
Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut diabetes
melitus yaitu poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), Poliuria (banyak
kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat badan turun
dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), dan mudah lelah. Sedangkan gejala
kronik diabetes melitus yaitu kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk
jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur,
gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa
terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.
Gejala klasik DM seperti poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan
tidak selalu tampak pada lansia penderita DM karena seiring dengan meningkatnya usia
terjadi kenaikan ambang batas ginjal untuk glukosa sehingga glukosa baru dikeluarkan
melalui urin bila glukosa darah sudah cukup tinggi. Selain itu, karena mekanisme haus
terganggu seiring dengan penuaan, maka polidipsi pun tidak terjadi, sehingga lansia
penderita DM mudah mengalami dehidrasi hiperosmolar akibat hiperglikemia berat. DM
pada lansia umumnya bersifat asimptomatik, kalaupun ada gejala, seringkali berupa
gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menurunnya status
kognitif atau kemampuan fungsional (antara lain delirium, demensia, depresi, agitasi,
mudah jatuh, dan inkontinensia urin). Inilah yang menyebabkan diagnosis DM pada
lansia seringkali agak terlambat. 5,6 Bahkan, DM pada lansia seringkali baru terdiagnosis
setelah timbul penyakit lain. Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh
penyakit Diabetes Melitus diantaranya :
a. Pengeluaran urin (poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume urin dalam 24 jam meningkat melebihi batas
normal. Poliuria timbul sebagai gejala Diabetes Melitus karena kadar glukosa dalam
tubuh yang relatif tinggi sehingga tubuh berusaha mengeluarkan kelebihan glukosa
melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin
yang dikeluarkan banyak mengandung glukosa (PERKENI, 2015).
b. Timbul rasa haus (polidipsia)
Polidipsia adalah rasa haus yang berlebih timbul karena kadar glukosa dalam darah
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan
(PERKENI, 2015).
c. Timbul rasa lapar (polifagia)
Pasien dengan Diabetes Melitus akan cepat merasakan lapar dan lemas, hal ini
disebabkan karena kadar glukosa dalam tubuh semakin habis, sedangkan kadar
glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2015).
d. Penyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien Diabetes Melitus disebabkan karena
tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energy untuk
tubuh (PERKENI, 2015).
e. Timbulnya ketoadosis diabetikum dan dapat berakibat meninggal jika tidak segera
mendapat penanganan atau tidak diobati segera.
6. Pengobatan
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien,
pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan
bentuk suntikan. Obat yang saat ini ada antara lain:
A. OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO)
Pemicu sekresi insulin:
a. Sulfonilurea
1. Efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pancreas
2. Pilihan utama untuk pasien berat badan normal atau kurang
3. Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua, gangguan faal hati
dan ginjal serta malnutrisi
b. Glinid
1. Terdiri dari repaglinid dan nateglinid
2. Cara kerja sama dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi
insulin fase pertama.
3. Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
Peningkat sensitivitas insulin:
a. Biguanid
1. Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah Metformin.
2. Metformin menurunkan glukosa darah melalui
3. pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin,
dan menurunkan produksi glukosa hati.
4. Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai
dislipidemia, dan disertai resistensi insulin.
Penghambat glukoneogenesis:
a. Biguanid (Metformin).
1. Selain menurunkan resistensi insulin, Metformin juga mengurangi produksi
glukosa hati.
2. Metformin dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin
serum > 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia seperti pada sepsis
3. Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan
sulfonylurea.
4. Metformin mempunyai efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa
diatasi dengan pemberian sesudah makan.
Penghambat glukosidase alfa :
Acarbose :
1. Bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus.
2. Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia seperti golongan
sulfonilurea.
3. Acarbose mempunyai efek samping pada saluran cerna yaitu kembung dan
flatulens.
4. Penghambat dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) Glucagon-like peptide-1 (GLP-1)
merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan ole sel L di mukosa usus.
Peptida ini disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan
perangsang kuat bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara
cepat diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-4. Penghambat
DPP-4 dapat meningkatkan penglepasan insulin dan menghambat penglepasan
glukagon.
Teori Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus tipe II dengan
Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan proses pengumpulan data, verifikasi serta
komunikasi data yang mengenai pasien secara sistematis. Pada fase ini meliputi
pengumpulan data dari sumber primer (pasien), sekunder (keluarga pasien, tenaga
kesehtana), dan analisis data sebagai dasar perumusan diagnose keperawatan. fokus
pengkajian keperawatan pada kasus Diabetes Melitus tipe II.
a. Pengkajian
1) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada klien apakah keluarganya ad yang menderita penyakit seperti
klien
2) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
tanyakan pada klien berapa lama klien menderita penyakit Diabetes Melitus,
bagaimana cara penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana
cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien
untuk menanggulangi penyakitnya.
3) Aktivitas dan istirahat
Tanyakan pada klien apakah merasakan letih, lemah, sulit bergerak atau
berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4) Sirkulasi
Tanyakan pada klien apakah ada riwayat hipertensi, kebas, kesemutan pada
ektremitas, ada ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah.
5) Integritas ego
Tanyakan pada klien apa sedang mengalami stress atau ansietas.
6) Eliminasi
Tanyakan pada klien adanya perubahan pola dalam berkemih, seperti poliuri,
nokturia, dan anuria serta diare.
7) Makanan dan cairan
Tanyakan apakah klien pernah mengalami anorexia, mual, tidak mengikuti
4. Verbalisasi kesulitan
dalam menjalani
program
perawatan/pengobata
n (menurun)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah
ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasiseluruhnya, hanya
sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses berkelanjutan yaitu
proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui
1) Kesesuaian tindakan keperawatan
2) Perbaikan tindakan keperawatan
3) Kebutuhan klien saat ini
4) Perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain
5) Apakah perlu menyusun ulang priorotas diagnose supaya kebutuhan klien bisa
terpenuhi. Selain digunakan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah
dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk memeriksa sumua proses keperawatan
(Debora, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Edwina, Dwi Amelisa, and Efrida Efrida Asman Manaf.”Pola komplikasi kronis
penderita diabetes militus tipe 2 rawat inap di bagian penyakit dalam RS. Dr. M. Djamil
Padang Januari 2011-Desember 2012.”Jurnal Kesehatan Andalas 4.1 (2015): 103.
Toharin,Syamsi Nur Rahman, WIDYA HARY CAHYATI S.KM, and Itan Zainafree MH
Kes. “Hubungan modifikasi gaya hidup dan kepatuhan konsumsi obat antidiabetik
dengan kadar gula darah pada penderita diabetes militus tipe 2 di RS Qim Batang tahun
2013. ” Unnes Journal of Public Health 4.2 (2015).
Kistianita, Ayu Nindhi, Moch Yunus, and Rara Warih Gayatri. “Analisis factor risiko
diabetes mellitus tipe 2 pada usia produktif dengan pendekatan WHO stepwise step 1
(core/inti) di Puskesmas Kendalkerep Kota Malang. “ Preventia: The Indonesian Journal
Of Public Health 3.1 (2018): 85-108.
Ramadhan, Nur, and Nelly Marissa. “Karakteristik penderita diabetes mellitus tipe 2
berdasarkan kadar hba 1c di puskesmas jayabaru kota banda aceh.” (2015).
Fatimah, Restyana Noor. “Diabetes militus tipe 2”. Jurnal Majority 4.5 (2015).
Maghfirah, Sholihatul, I. Ketut Sudiana, and Ika Yuni Widyawati. “Relaksasi otot
progresif terhadap stress psikologis dan perilaku perawatan diri pasien diabetes militus
tipe . “ KEMES: Jurnal Kesehatan Masyarakat 10.2 (2015): 137-146.
Akoit, Emilia Erningwati. “Dukungan sosial dan perilaku perawatan diri penyandang
diabetes mellitus tipe 2. “ Jurnal info kesehatan 13.2 (2015) 952-966.
Zainuddin, Mhd, and Wasisto Utomo. Hubungan stress dengan kualitas hidup penderita
diabetes militus tipe 2. Diss. Riau University, 2015
Meloh, Monica L,. Karel Pandelaki, and Cerelia Sugeng. “Hubungan Kadar Gula Darah
Tidak Terkontrol Dan Lama Menderita Diabetes Militus Dengan fungsi Kognitif Pada
Subjek Diabetes Militus Tipe 2.” E-CliniC 3.1 (2015).
Sosialita, Tiara D., and Hamidah Hamidah. “Hope-besed intervention untuk menurunkan
stress serta meningkatkan harapan dan subjective well-being pada penderita diabetes
mellitus tipe 2. “Psikoislamika:Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam 12.1 (2015): 55-63.
Bramlage, P; Gitt, AK; Binz, C; Krekler, M; Deeg,E; and Tschope, D. Oral antidiabetic
treatment in type-2 diabetes in the elderly: balancing the need for glucose control and the
risk of hypoglycemia.
Cardiovascular Disease and Type 2 Diabetes: Has the Dawn of a New Era Arrived?.
Diabetes Care. 2017;40:813−20.
Decroli E. After basal insulin therapy for type 2 diabetes, what next? the “basal/basal
plus” strategy. Dalam : Manaf A, editor. Naskah lengkap Pertemuan Ilmiah Berkala Ilmu
Penyakit Dalam XV. Padang.2015
Thomas RE, Annabel ACS, Craig L, Ulrik HP. Prevalence of cardiovascular disease in type 2
diabetes: a systematic literature review of scientific evidence from across the world in 2007-2017.
Cardiovasc Diabetol. 2018;17:83−5.
Werner ED, Lee J, Hansen L, Yuan M, Shoelson SE. Insulin Resistance Due to
Phosphorylation of Insulin Receptor Substrate-1 at Serine 302. The Journal Of Biological
Chemistry. 2004;35298-305.