Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous,osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang
yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya
rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra,
2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di
Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikro arsitektur tulang, dan
penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati,
2006).
Osteoporosis kini telah menjadi salah satu penyebab penderitaan dan cacat
pada kaum lanjut usia. Bila tidak ditangani, osteoporosis dapat mengakibatkan
patah tulang, cacat tubuh, bahkan timbul komplikasi hingga terjadi kematian.
Risiko patah tulang bertambah dengan meningkatnya usia. Pada usia 80 tahun,
satu dari tiga wanita dan satu dari lima pria berisiko mengalami patah tulang
panggul atau tulang belakang. Sementara, mulai usia 50 tahun kemungkinan
mengalami patah tulang bagi wanita adalah 40%, sedangkan pada pria 13%
(Tandra, 2009).
1
1.2.3 Bagaimana etiologi osteoporosis?
1.3 Tujuan
2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Secara tidak langsung massa tulang yang memiliki sedikit lebih rendah
dari orang normal. Sehingga untuk terjadinya patah tulang akan lebih rendah
dibandingkan dengan osteoporosis. Dari kejadian osteopenia ini lama kelamaan
akan menjadi akan menjadi osteoporosis. (Cosman, 2009).
3
dalam National Research Council, 1989) Sedangkat tipe 2 biasanya terjadi diatas
usia 70 tahun 2 kali lebih sering menyerang wanita. Penyebab terjadinya senile
osteoporosis yaitu karena kekurangan kalsium dan kurangnya sel-sel perangsang
pembentuk vitamin D, dan terjadinya tulang pecah dekat sendi lutut dan paha
dekat sendi panggul. (Yatim, 2003)
2.2 Epidemiologi
Wanita lebih sering mengalami osteoporosis dan lebih ekstensif lebih dari
pria karena masa puncak masa tulang juga lebih rendah dan efek kehilangan
estrogen selama menopause, wanita Afrika/Amerika memiliki masa tulang lebih
besar dari pada wanita kaukasia lebih tidak rentang terhadap osteoporosis. Wanita
kaukasia tidak gemuk dan berkerangka kecil mempunyai resiko tinggi
osteoporosis. Lebih setengah dari semua wanita diatas usia 45 tahun
memperlihatkan bukti pada sinar x adanya osteoporosis.
Identifikasi awal wanita usia belasan dan dewasa muda yang mempunyai
resiko tinggi dan pendidikan untuk meningkatkan asupan kalsium, berpartisipasi
dalam latihan pembebanan berat badan teratur, dan mengubah gaya hidup
misalnya mengurang penggunaan cafein, sigaret dan alcohol akan menurunkan
resiko menurunkan resiko menurunkan osteoporosis, fraktur tulang dan kecacatan
yang diakibatkan pada usia lanjut.
4
2.3 Etiologi
5
Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia
40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang
yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan
memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor
pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu
berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini
memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi
tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu
pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per
tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal
yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation –
Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik
yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah
membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas.
Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal.
Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon
pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses
remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang
mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosi.
2. Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat.
Gangguan metabolisme kalsium dan fosfat dapat dapat terjadi karena
kurangnya asupan kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi kalsium untuk
remaja dewasa muda 1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca menopause 1000 –
1500mgmg, sdangkan pada lansia tidak terbatas walaupun secara normal pada
lansia dibutuhkan 300-500mg. oleh karena pada lansia asupan kalsium kurang dan
ekskresi kalsium yang lebih cepat dari ginjal ke urin, menyebabkan lemahnya
penyerapan kalsium.
Selain itu, ada pula faktor risiko yang dapat mencetuskan timbulnya
penyakit osteoporosis yaitu :
1. Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetik
6
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan
tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain
kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai
struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii
seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika),
relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan
berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung
dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut
menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat
akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai
adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan
atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan
dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang
lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun
demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang
diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg
faktor genetik.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang
berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.
7
2. Determinan penurunan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudahmendapat risiko
fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak
ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal.
Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat
genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu
dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang
(osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut
relatif masih mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang
mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
b. Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting
dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia.
Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara
faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas
fisis akan menurundengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang
merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan
menurun dengan bertambahnya usia.
c. Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama
pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat
penting. Wanita-wanita pada masa pre menopause, dengan masukan
kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak banyak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan
kalsiumnya baik dan absorbsinyajuga baik, menunjukkan keseimbangan
kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa
menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan
keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa
8
menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan
serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil
akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah
pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium
sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan
secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi
kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah
pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang
mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderunganuntuk
terjadi keseimbangan kalsium yang negatif
e. Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh
karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga
menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak
ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
9
kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
2.4 Klasifikasi
1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer terbagi menjadi 2 tipe,yaitu :
- tipe 1 : tipe yang timbul pada wanita pasca menopause
- tipe 2 : terjadi pada orang lanjut usia baik pada pria maupun wanita.
2. Osteoporosis sekunder
Disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosive (misalnya myeloma
multiple, hipertiroidisme, hiperparatioridisme) adan akibat obat-obatan
yang toksik untuk tulang (misalnya glukokortikoid)
3. Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan di temukan pada :
-usia kanak-kanak (juvenii)
-usia remaja (adolesen)
-wanita pra-menopause
-pria usia pertengahan.
Tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan yaitu (Nurarif, A.H & Kusuma, H.2015):
10
2.6 Patofisiologi
11
d. Pemeriksaan laboratorium
1. Kadar Ca, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2. Kadar HPT (pada pasca menopause kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi ekstrogen merangsang pembentukan Ct)
3. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun
4. Ekskresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya.
2.8 Penatalaksanaan
12
4. Karena harga yang mahal, maka rekombinan hormon parathyroid hanya
diberikan kepada pasien dengan risiko sangat tinggi fraktur terutama pada
vertebra.
5. Wanita postmenopause dapat mendapatkan manfaat dari calcitrol,etidronate,
dan terapi hormone pengganti.
6. Terapi untuk pria dengan risiko tinggi terjadi fraktur harus dimulai dengan
alendronate, risedronate, zoledronste, atau teriparatide.
7. Bagi wanita post menpause, terapi yang diakui untuk pencegahan dan
pengobatan osteoporosis akibat glukokortiroid yaitu alendronate dan
risedronate, sementara itu terapi pilihan yang diakui baik unntuk wanita dan
juga pria adalah teriparatide dan zoledronate.
8. Suplemen kalsium dan vitamin D secara luas direkomendasikan untuk para
lansia dan sebagai terapi osteoporosis.
9. Efek potensial pada kardiovasskular akibat pemberian suplemen kalsium
masih kontrovesial, namun sangat baik jika asupan kalsium melalui makanan
ditingkatkan dan menggunakan suplemen vitamin D saja dari pada
mengkonsumsi suplemen calcium dan vitamin D bersamaan.
10. Penghentian mendadak bisphoponate dihibungkan dengan penurunan BMD
dan bone turn over setelah 2-3 tahun diterapi engan alendronate dan
risedronate.
11. Terapi bisphophonate dilanjutkan mesikipun tanpa evaluasi lebih lanjut
terutama pada pasien dengan risiko sangat tinggi terjadi fraktur, dimana
review terapi dan evaluasi fungsi ginjal cukup dilakukan setiap 5 tahun sekali.
12. Jika biosphonate dihentikan, risiko fraktur dievaluasi ulang tiap kali setelah
terjadinya fraktrur baru, atau setelah 2 tahun jika terjadi fraktur baru.
13. Setelah 3 tahun diterapi dengan zoledronaate, manfaat yang timbul pada
BMD akan tetap ada sampai dengan 3 tahun setelah terapi dihentikan.
Kebanyakan pasien harus menghentikan pengobatan setelah terapi 3 tahun,
dan dokter harus melakukan evaluasi ulang akan kebutuhan untuk
melanjutkan terapi dalam 3 tahun mendatang.
14. Pasien dengan fraktur vertebra sebelumnya atau terapi awal osteoporosis
tulang panggul dengan skor T BMD kurang dari sama dengan -2,5 SD dapat
mengalami penigkatan risiko fraktur vertebra jika zoledronate dihentikan.
13
BAB 3. PATHWAY
Hipokalsemia
Meningkatnya PTH
(parathyroid hormon)
Hiperparatiroidisme sekunder
Osteoporosis
14
Hambatan mobilitas Gangguan
Fraktur Defisit
Kurang informasi fisik
pengetahuan
keseimbangan,
Pergeseran
Nyeri
frakmen
akut tulang Defisit perawatan
Gangguan fungsidiri
Deformitas
Ansietas Resiko
penurunan Jatuh dan
aktivitas
Resiko Cedera
4.1 Pengkajian
4.1.1 Anamnesa
a. Identitas Klien
Seperti nama, umur, jenis kelamin, agama, suku atau bangsa, bahasa,
pendidikan, pekerjaan, status, dan tempat tinggal.
b. Keluhan Utama
Pasien mengeluh ngilu di bagian esktremitas.
c. Riwayat kesehatan
15
antasida yang mengandung aluminium, sodium florida, dan bifosfonat
etidronat, alkohol dan kebiasaan merokok juga merupakan faktor resiko
terjadinya osteoporosis.
d. Pengkajian psikososial
16
gerakan sendi. Pada usia lanjut perlu aktivitas yang adekuat untuk dapat
mempertahankan fungsi tubuh.aktivitas tubuh memerlukan interaksi yang
kompleks antara saraf dan muskoloskeletal. Beberapa perubahan yang
terjadi sehubungan dengan menurunnya gerak persendian merupakan
kemampuan gerak cepat dan lancar menurun, stamina menurun dan
kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus pun menurun.
a. Sistem pernafasan
b. Sistem kardiovaskuler
c. Sistem persyarafan
17
Nyeri punggung yang disertai dengan pembatasan pergerakan spinal
yang disadari dan halus merupakan indikasi adnya fraktur satu atau lebih
fraktur kompresi vertebral.
d. Sistem perkemihan
e. Sistem pencernaan
f. Sistem muskoloskeletal
18
4.1.3 Pemeriksaan penunjang
a. Radiologi, yang menjadi khas adalah densitas atau massa tulang yang
menurun yang terlihat pada vertebrata spinalis. Dinding depan corpus
vertebrata biasanya merupakan lokalisasi yang paling berat. Penipisan
korteks dan hilangnya trabeculla transversal adalah kelainan yang sering
ditemui lemahnya corpus vertebrate menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebratalis
dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
b. Ct-scan, dengan alat ini dapat diukur densitas tulang secara kuantitatif
yang mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up.
Vertebral mineral diatas 110 mg/cm3 dapat menimbulkan fraktur
vertebrata atau penonjolan, sedangkan dibawah 65 mg/cm3 hampir semua
penderita mengalami fraktur.
1) Persepsi kesehatan/penanganan
Persepsi klien tentang status kesehatan umum. Ketaatan pada praktik
kesehatan preventif. Apabila pasien sakit, pasien segera berobat ke rumah
sakit/puskesmas.
2) Nutrisi-metabolik
19
Pola masukan makanan dan cairan, keseimbangan cairan dan elektrolit,
kemampuan umum untuk penyembuhan. Intake makanan pasien sebelum
sakit bisa menghabiskan 1 porsi makan, tetapi selama sakit intake
makanan pasien berkurang begitu juga dengan intake cairan.
3) Eliminasi
Pola fungsi pembuangan (usus, kandung kemih, kulit) dan persepsi klien.
4) Aktivitas/latihan
Pola latihan, aktivitas, bersenang-senang, rekreasi, dan kegiatan sehari-
hari, faktor-faktor yang mempengaruhi pola-pola individu yang
diharapkan atau diinginkan.
5) Kognitif-perseptual
Keadekuatan alat sensori, seperti penglihatan, pendengaran, pengecapan,
sentuhan, penghidu, persepsi nyeri, kemampuan fungsional kognitif.
6) Istirahat-tidur
Pola tidur dan periode istirahat-relaksasi selama 24 jam sehari, dan juga
kualitas dan kuantitas.
7) Persepsi diri/konsep diri
Sikap individu mengenai dirinya, persepsi terhadap kemampuan, citra
tubuh, perasaan senang dan pola emosi.
8) Peran-hubungan
Persepsi pasien tentang peran yang utama dan tanggungjawab dalam
situasi kehidupan sekarang.
9) Seksualitas/reproduksi
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan klien dengan seksualitas.
Tahap dan pola reproduksi.
10) Koping/toleransi
Pola koping yang umum, toleransi stres, sistem pendukung, dan
kemampuan yang dirasakan untuk mengendalikan dan menangani situasi.
11) Nilai-keyakinan
Nilai-nilai, tujuan, atau keyakinan yang mengarahkan pilihan atau
keputusan.
4.1.5 Analisa data dan masalah
20
pada bagian tulang dan akibat fraktur
persendian
DO:
1. Klien tampak meringis
karena nyeri
2. Skala nyeri 5 (0-10)
3. TD: 130/90 mmHg
4. Nadi: 96 x/menit
5. RR: 24x/menit
6. Suhu: 36 0C
21
gelisah
DS: Resiko jatuh Gangguan keseimbangan,
1. Pasien mengeluh penurunan aktifitas, dan
kemampuan gerak cepat kekuatan otot.
menurun
2. Pasien mengatakan
keseimbangan tubuhnya
menurun
DO:
1. Tubuh pasien terlihat
bungkuk
DS: Defisit perawatan diri Gangguan fungsi ekstremitas.
1. Pasien mengatakan malas
untuk mandi dan
berdandan
2. Pasien merasa lemas
DO:
1. Rambut pasien terlihat
kusam dan kotor
2. Kuku panjang dan tidak
terawat
DS: Risiko cedera Gangguan keseimbangan,
Pasien mengeluh kemampuan penurunan aktivitas dan
gerak cepat menurun kekuatan otot.
DO:
1. Tulang belakang terlihat
bungkuk
22
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan fungsi
ekstremitas dan penurunan kekuatan otot.
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi proses
osteoporosis dan program terapi.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi dan perubahan
dalam status kesehatan.
5. Resiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan, penurunan
aktifitas, dan kekuatan otot.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan fungsi ekstremitas.
7. Resiko cedera berhubungan dengan dampak perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh.
Intervensi Rasional
23
2. Diagnosa 2: Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
fungsi ekstremitas dan penurunan kekuatan otot.
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam, hambatan mobilitas fisik
dapat diatasi
Kriteria hasil:
Klien dapat meningkatkan aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
Mampu memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
Intervensi Rasional
24
3. Diagnosa 3: Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
informasi proses osteoporosis dan program terapi.
Tujuan : setelah dilakuka perawatan 1x24 jam, defisiensi pengetahun dapat
diatasi
Kriteria hasil:
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan.
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya.
Intervensi Rasional
25
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
26
mempengaruhi resiko jatuh yang mempengaruhi resiko jatuh, kita
dapat memberikan informasi kepada
pasien sehingga kemungkinan kejadian
munculnya gangguan dapat dicegah
3. Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk
3. Pasien mengetahui bagaimana cara
meminimalkan cedera
meminimalkan cedera ketika jatuh
4. Memberikan pengetahuan kepada anggota
4. Agar anggota keluarga lebih waspada dan
keluarga tentang faktor resiko yang
mencegah terjadinya jatuh
berkontribusi terhadap jatuh dan
5. Meminimalkan efek samping dari obat
bagaimana mereka dapat menurunkan
yang berkontribusi terhadap jatuh
resiko tersebut
5. Berkolaborasi dengan anggota tim
kesehatan lain untuk meminimalkan efek
samping dari obat yang berkontribusi
terhadap jatuh
Intervensi Rasional
27
untuk alat-alat bantu untuk untuk alat-alat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian, kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan berhias, toileting dan makan
3. Sediakan bantuan sampai 3. Melatih pasien untuk bisa
pasien mampu secara utuh melakukan self-care secara
untuk melakukan self-care utuh
4. Dorong pasien untuk
4. Pasien menjadi lebih
melakukan aktivitas sehari-
semangat dalam melakukan
hari yang normal sesuai
aktivitas sehari-hari secara
kemampuan yang dimiliki
normal
5. Ajarkan pasien/keluarga
5. Melatih pasien/keluarga
untuk mendorong
dapat meningkatkan
kemandirian, untuk
kemandirian
memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu
melakukannya
Tujuan: cedera tidak terjadi dengan criteria hasil klien tidak jatuh dan
tidak mengalami fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang
mengakibatkan fraktur.
Kriteria hasil:
Intervensi Rasional
28
bahaya missal : tempatkan klien pada mengurangi risiko terjadinya kecelaka
tempat tidur rendah, berikan penerangan
yang cukup, tempatkan klien pada
ruangan yang mudah untuk diobservasi
2. Pergerakan yang cepat akan memudah
2. Ajarkan pada klien untuk berhenti secara
terjadinya fraktur kompresi vertebra p
perlahan,tidak naik tangga dan
klien osteoporosis.
mengangkat beban berat
3. Obat-obatan seperti diuretic, fenotiazi
3. Observasi efek samping obat-obatan yang
dapat menyebabkan pusing, mengantu
digunakan
dan lemah yang merupakan predisposi
klien untuk jatuh.
4. Terhindar dari kemungkinan jatuh dar
4. Pasang side rail tempat tidur
tempat tidur
29
sebagian
2. Mengontrol
07.10- lingkungan yang P: lanjutkan intervens
07.15 dapat mempengaruhi nomor 1, 4
4. Memberikan
07.30-
analgetik sesuai
07.40
indikasi
30
kemampuan pasien
dalam mobilisasi
07.45- 5. Melatih pasien dalam
07.55 pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
07.55- kemampuan
08.05 6. Mengajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
08.05- batuan jika
08.20 diperlukan.
31
07.35- pilihan terapi atau
07.45 penanganan
5. Mendukung pasien
untuk
mengeksplorasi atau
07.45-
mendapatkan pilihan
07.55
kedua dengan cara
yang tepat atau yang
diindikasikan.
A: masalah teratasi
2. Menjelaskan semua
07.10- P: hentikan intervens
prosedur dan apa
07.25
yang dirasakan
selama prosedur
07.25-
3. Mengintruksikan pada
07.35
pasien untuk
menggunakan teknik
relaksasi
07.35-
4. Mendengarkan
07.50
dengan penuh
perhatian
07.50-
5. Mengidentifikasi
08.00
tingkat kecemasan
32
08.00- 6. Membantu pasien
08.15 mengenal situasi yang
menimbulkan
kecemasan
5. Berkolaborasi dengan
anggota tim kesehatan
07.50-
lain untuk
08.10
meminimalkan efek
33
samping dari obat
yang berkontribusi
terhadap jatuh
6. 07.00- 1. Monitor kemampuan 14.00- S: pasien sudah mau
07.10 pasien untuk 14.15 mandi
perawatan diri yang
Pasien sudah tidak
mandiri
2. Monitor kebutuhan lemas
07.10-
pasien untuk alat-alat
07.25 O: rambut terlihat
bantu untuk
bersih dan kuku lebih
kebersihan diri,
terawat
berpakaian, berhias,
toileting dan makan A: masalah teratasi
3. Sediakan bantuan
P: hentikan intervens
sampai pasien mampu
07.25-
secara utuh untuk
Senin, 07.35 Senin,
melakukan self-care
07-03- 4. Dorong pasien untuk 07-03-
2016 melakukan aktivitas 2016
07.35- sehari-hari yang
07.45 normal sesuai
kemampuan yang
dimiliki
5. Ajarkan
pasien/keluarga untuk
mendorong
07.45-
kemandirian, untuk
08.00
memberikan bantuan
hanya jika pasien
tidak mampu
melakukannya
34
7. 07.00- 1. Menciptakan 14.00- S:
07.15 lingkungan yang 14.15
Pasien sudah mampu
bebas dari bahaya
menjelaskan
missal : tempatkan
cara/metode
klien pada tempat
pencegahan cedera
tidur rendah, berikan
penerangan yang O:
cukup, tempatkan
Pasien terlihat bungk
klien pada ruangan
yang mudah untuk A:
diobservasi
Senin, 2. Mengajarkan pada Senin, Masalah teratasi
berat nomor 3
3. Mengobservasi efek
samping obat-obatan
07.45- yang digunakan
4. Memasang side rail
07.55
tempat tidur
07.55-
08.00
35
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
36
5.2 Saran
37
DAFTAR PUSTAKA
Bordul.F,Steven,P.J.M&VanDerWeyde,J.A.G.1997.ilmukeperawatan(judul2).
Jakarta:EGC
Compston,Juliet.2002.Bimbingan Dokter Pada Osteoporosis.Jakarta:Dian Rakyat.
Junaidi,Iskandar.2007.Osteoporosis.Jakarta:Gramedia.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan:
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan:
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc.edisi revisi jilid 2.
Jogjakarta: Mediaction.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan:
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc.edisi revisi jilid 3.
Jogjakarta: Mediaction.
Sain,iwan.2009.osteoporosis.[serial online].
https://iwansaing.files.wordpress.com/2009/06/3-askep-osteoporosis-42-
524.doc. Diakses 09 Maret 2016
https://id.wikipedia.org/wiki/Osteoporosis ( diakses pada tanggal 10 maret 2016
pukul 18:30)
https://www.scribd.com/doc/75555340/AskepOsteoporosis (diakses pada 6 Maret
2016 pada pukul 18.37)
38
Duque, Gustavo and Troen, Burce R. Skeletal Aging, dalam Buku Geriatric
Nutrition The Health Profesional’s Hanbook Third Edition. Jones and
Bartlett Publishers. 2006.
Sudoyo, Aru W. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Yatim, Faisal. 2003. Osteoporosis Penyakit Kerapuhan Tulang Pada Manula.
Jakarta: Pustaka Obor.
Agung.2016.Epidemiologi Osteoporosis.[serial online].
https://www.scribd.com/doc/294719213/Epidemiologi-Osteoporosis-docx .
17 maret 2016
39
Pertanyaan :
1. Osteoporosis mengalami determinan penurunan masa tulang dan terjadi
kebanyakan pada lansia, pasien biasa mengeluh linu pada tulang. Bagaimana
kita sebagai perawat bisa menyadarkan kepada para lansia akan hal tersebut?
Jawab:
Kita harus memberikan edukasi kepada masyarakat sedini mungkin akan
terjadinya osteoporosis, karena selain faktor genetik juga disebabkan oleh
faktor makanan sehingga dengan memberikan edukasi kepada masyarakat,
masyarakat diharapkan mampu mencegah dengan memulai hidup sehat, olah
raga teratur guna melatih kekuatan otot dan tulang sehingga dapat
meminimalisir terjadinya osteoporosis.
Jawab:
Kita tidak dapat mengembalikan kondisi tulang pasien menjadi balik kembali,
hal ini dikarenakan susunan tulang yang sudah rusak dan rapuh sehingga akan
sulit untuk menjadi baik kembali apalagi pada lansia yang kita ketahui bahwa
kartilago sudah tidak terbentuk.
Jawab:
Jawab:
40
disertai asupan kalsium yang rendah akan lebih rentan mengalami
osteoporosis.
Jawab:
41