Anda di halaman 1dari 11

Ê  Ê 

I.‘ Pendahuluan

Masalah tenaga kerja adalah masalah yang sangat kompleks dan besar. Kondisi kerja
yang baik, kualitas output yang tinggi, upah yang layak serta kualitas sumber daya
manusia adalah persoalan yang selalu muncul dalam pembahasan tentang tenaga kerja
disamping masalah hubungan industrial antara pekerja dengan dunia usaha. Dapat
dikatakan ketenagakerjaan di

Indonesia hingga kini masih menghadapi beberapa ketidakseimbangan baik struktural


ataupun sektoral. Maka salah satu sasaran yang perlu diusahakan adalah meningkatkan
daya guna tenaga kerja. Permintaan Tenaga kerja yang dipengaruhi oleh nilai marjinal
produk (½  
  ½ ), Penawaran Tenaga Kerja yang dipengaruhi
oleh jam kerja yang luang dari tenaga kerja individu serta upah, secara teoritis harus
diperhatikan agar kebijakan-kebijakan yang dilakukan mendekati tujuan yang
diinginkan.

II.‘ Permintaan Tenaga Kerja

Permintaan dalam konteks ekonomi didefinisikan sebagai jumlah maksimum suatu


barang atau jasa yang dikehendaki seorang pembeli untuk dibelinya pada setiap
kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu (Sudarsono, 1990). Dalam
hubungannya dengan tenaga kerja, permintaan tenaga kerja adalah hubungan antara
tingkat upah dan jumlah pekerja yang dikehendaki oleh pengusaha untuk dipekerjakan.
Sehingga permintaan tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai jumlah tenaga kerja yang
dipekerjakan seorang pengusaha pada setiap kemungkinan tingkat upah dalam jangka
waktu tertentu.

Miller & Meinners (1993), berpendapat bahwa permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh
nilai marjinal produk (½  
  ½ ). Nilai marjinal produk (VMP)
merupakan perkalian antara Produk Fisik Marginal ( 
 
   ) dengan
harga produk yang bersangkutan. Produk Fisik Marginal ( 
 
   
 ) adalah kenaikan total produk fisik yang bersumber dari penambahan satu unit
input variabel (tenaga kerja).

c
Dengan mengasumsikan bahwa perusahaan beroperasi pad pasar kompetitif sempurna
maka besarnya VMP yang merupakan perkalian antara MPP x P akan sama dengan harga
input produk yang bersangkutan yaitu PN. besarnya VMP = P didapatkan dari
pernyataan bahwa kombinasi input optimal atau biaya minimal dalam proses produksi
akan terjadi bila kurva isoquan menjadi tangens terhadap isocost. Bila sudut garis pada
isoquant sama dengan w/r. sedangkan besarnya sudut disetiap titik pada isoquant sama
dengan MPPI/MPPK, maka kombinasi input yang optimal adalah : w/r = MPPL/MPPK
atau MPPK/r = MPPi7w. Dimana r adalah tingkat bunga implisit yang bersumber dari
modal sedangkan w adalah tingkat upah per unit. Apabila persamaan diatas diperluas
secara umum maka akan menjadi :

PPX/PX = PPY/PY

III.‘Penawaran Tenaga Kerja

Penawaran tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dapat disediakan oleh pemilik
tenaga kerja pada setiap kemungkinan upah dalam jangka waktu tertentu. Dalam teori
klasik sumberdaya manusia (pekerja) merupakan individu yang bebas mengarnbil
keputusan untuk bekerja atau tidak. Bahkan pekerja juga bebas untuk menetapkan jumlah
jam kerja yang diinginkannya. Teori ini didasarkan pada teori tentang konsumen, dimana
setiap individu bertujuan untuk. Memaksimumkan kepuasan dengan kendala yang
dihadapinya.

Menurut G.S Becker (1976), Kepuasan individu bisa diperoleh melalui konsumsi atau
menikmati waktu luang 
Sedang kendala yang dihadapi individu adalah tingkat
pendapatan dan waktu. Bekerja sebagai kontrofersi dari leisure menimbulkan
penderitaan, sehingga orang hanya mau melakukan kalau memperoleh kompensasi dalam
bentuk pendapatan, sehingga solusi dari permasalahan individu ini adalah jumlah jam
kerja yang ingin ditawarkan pada tingkat upah dan harga yang diinginkan.

Kombinasi waktu non pasar dan barang-barang pasar terbaik adalah kombinasi yang
terletak pada kurva indefferensi tertinggi yang dapat dicapai dengan kendala tertentu.
sebagaimana gambar 3, kurva penawaran tenaga kerja mempunyai bagian yang
melengkung ke belakang. Pada tingkat upah tertentu peryediaan waktu kerja individu
akan bertambah apabila upah bertambah (dari W ke W1). Sets lah mencapai upah
tertentu (W'), pertambahan upah justru

Ñ
mengurangi waktu yang disediakan oleh individu untuk keperluan bekerja (dari W1 ke
WN. Hal ini disebut Backward i Sending Supply Curve.

Layard dan Walters (1978), menyebutkan bahwa keputusan individu untuk menambah
atau mengurangi waktu luang dipengaruhi oleh tingkat upah dan pendapatan non kerja.
Adapun tingkat produktivitas selalu berubah-rubah sesuai dengan fase produksi dengan
pola mula-mula naik mencapai puncak kemudian menurun.

Semakin besar elastisitas tersebut semakin besar peranan input tenaga kerja untuk
menghasilkan output, berarti semakin kecil jumlah tenaga kerja yang diminta. Sedangkan
untuk menggambarkan pola kombinasi faktor produksi yang tidak sebanding (Variable
proportions) umumnya digunakan kurva isokuant.

(isoquantities) yaitu kurva yang menggambarkan berbagai kombinasi faktor

produksi (tenaga kerja dan kapital) yang menghasilkan volume produksi yang

sarna. Lereng isokuan menggambarkan laju substitusi teknis marginal atau

À 
 
 

 atau dikenal dengan istilah MRS. Hal ini

dimaksudkan untuk melihat hubungan antara faktor tenaga kerja dan kapital yang

merupakan lereng dari kurva isoquant.

IV.‘Teori Upah

Teori tentang pembentukan harga  



 dan pendayagunaan input À À 
disebut teori produktivitas marjinal À 
  

  lazim juga disebut
teori upah (wage theory). Produktivitas marjinal tidak terpaku semata-mata pada sisi
permintaan  À 
dari pasar tenaga kerja saja. Telah diketahui suatu perusahaan
kompetitif sempurna akan mengerahkan atau menyerap tenaga kerja sampai ke suatu titik
dimana tingkat upah sama dengan nilai produk rnarjinal (YMF). Jadi pada dasarnya,
kurva VMP merupakan kurva permintaan suatu perusahaan akan tenaga kerja. Tingkat
upah dan memanfaatan input (employment) sama-sama ditentukan oleh interaksi antara
penawaran dan permintaan. Berbicara mengenai teori produktivitas marjinal upah sama
saja dengan berbicara mengenai teori permintaan harga-harga; dan kita tak kan dapat
berbicara mengenai teori permintaan harga-harga tersebut karena sesungguhnya harga itu
tidak hanya ditentukan oleh permintaannya, tapi juga oleh penawarannya.

£
V.‘ Upah inimum

Xpah minimum adalah sebuah kontrofersi , bagi yang mendukung kebijakan tersebut
mengemukakan bahwa upah minimum diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pekerja
agar sampai pada tingkat pendapatan ´

  ´ yang berarti bahwa orang yang
bekerja akan mendapatkan pendapatan yang layak untuk hidupnya. Xpah minimum dapat
mencegah pekerja dalam pasar monopsoni dari eksploitasi tenaga kerja terutama yang
 
  Xpah minimum dapat meningkatkan produktifitas tenaga kerja dan
mengurangi konsekuensi pengangguran seperti yang diperkirakan teori ekonomi
konverisional (Kusnaini, D, 1998).

Bagi yang tidak setuju dengan upah minimum mengemukakan alasan bahwa penetapan
upah minimum rnengakibatkan naiknya pengangguran dan juga memungkinkan
kecurangan dalam pelaksanaan yang selanjutnya berpengaruh pada penurunan tingkat
upah dalam suatu sektor yang tidak terjangkau kebijakan upah minimum. Disamping itu
penetapan upah minimum tidak memiliki target: yang jelas dalam pengurangan
kemiskinan. Dari perbedaan-perbedaan pandangan tersebut kita bisa melacak akibat-
akibat dari penetapan upah minimum yang mungkin timbul      À

 À     À    À         
    
À

ÀÀ    
  
 
   
  .

Dalam sejarah perkembangannya terdapat berbagai teori untuk menentukan tingkat upah
berlaku/penganut klasik menyatakan bahwa upah ditentukan oleh produktivitas marginal
tetapi Marshall dan juga Hicks menyatakan bahwa produktivitas marjinal hanyalah
menentukan permintaan terhadap buruh saja, jadi bukan terhadap penawaran tenaga
kerja. Namun akhirnya permintaan dan penawaran tenaga kerja menentukan tingkat upah
yang berlaku.

Isu umum dalam pembahasan mengenal pasar' kerja selalu diasumsikan terdapatnya
keseimbangan antara penawaran dan permintaan pekerja pada tingkat tertentu dengan
jumlah pekerja tertentu pula. Namun adakalanya keseimbangan ini tidak selamanya
menunjukkan tingkat upah yang terjadi di pasar kerja karena dalam pelaksanaannya
terdapat campur tangan pemerintah atau karena ada yang menentukan tingkat upah
minimum. Dalam jangka panjang, sebagian pengurangan permintaan pekerja bersumber
dari berkurangnya jumlah perusahaan, dan sebagian lagi bersumber dari perubahan
jumlah pekerja yang diserap masing-masing perusahaan. Jumlah perusahaan bisa


berkurang karena pemberlakuan tingkat upah minimum tidak bisa ditanggung oleh
semua perusahaan. Hanya perusahaan yang sanggup menanggung upah minimum â  
  
À 
 
   
yang akan bertahan. Sebagai contoh anggap saja
sejumlah perusahaan tertentu membayar upah lebih tinggi dari pada Wm, khusus untuk
pekerja unggul Pemberlakuan tingkat upah minimum akan meningkatkan upah rata-rata,
tapi tidak ak an memacu kualitas pekerja secara

keseluruhan. Akibatnya perusahaan yang menyerap pekerja kualitas lebih rendah, tapi
harus membayar upah lebih tinggi, akan semakin sulit bersaing dengan perusahaan-
perusahaan yang sejak semula memberi upah tinggi tapi memang kualitas pekerjanya
unggul.

Dampak pemberlakuan hukum upah minimum tergantung pada kadar keseriusan


pelaksanaannya. Jika hukum itu tidak dipaksakan dan diawasi pelaksanaannya, maka
takkan ada perubahan yang berarti. Analisis mengenai upah minimum identik dengan
analisis kontrol harga lainnya. ±          - meskipun dampak
pemberlakuan tingkat upah minimum gampang dilihat /-     
   
  À   
           À

ÀÀ  
 
 
    À 


À 

  tidaklah berarti pemberlakuan upah minimum semacam itu
selalu efektif. Selalu saja ada cara untuk menyiasati atau mengurangi efektivitas hukum
upah minimum. Sebagai contoh, jika sebelumnya para pekerja berupah rendah
memperoleh tunjangan atau imbalan tambahan, seperti makan siang murah, tiket murah
untuk pertunjukan atau pertandingan bola, maka setelah hukum upah minimum
diberlakukan , perusahaan mengurangi tunjangantunjangan tambahan semacam itu
sehingga pada akhirnya pengeluarannya untuk pekerja tidak banyak meningkat, dan total
pendapatan para pekerja itu juga tidak banyak bertambah. Lebih dan itu perusahaan
masih memiliki segudang cara untuk

mengimbangi kenaikan pengeluaran upah untuk para pekerjanya. Misalnya perusahaan


mengharuskan pekerjanya membeli berbagai barang keperluan di toko milik perusahaan,
atau tinggal dengan uang sewa -tentunya dirumah-rumah milik perusahaan-. Tidak
mustahil keuntungan dari toko atau perumahan perusahaan tersebut melebihi biaya
marginalnya, sehingga praktis pengeluaran perusahaan untuk kenaikan upah terimbangi.
Dengan demikian, meskipun pemerintah memberlakukan tingkat upah minimum, para

Ë
pekerja belum tentu memperoleh upah aktual minimum. Metode lainnya adalah merekrut
pekerja dari sanak famili atau kalangan dekat pemilik perusahaan. Lewat metode ini
perusahaan dapat membayar lebih rendah dari tingkat upah minimum, dan itu terbebas
dari pemantauan departemen tenaga kerja. Cara-cara itu merupakan penjelasan mengapa
toko-toko kelontong dan restoran kecil mampu bersaing dengan yang lebih besar dan
biasanya lebih efesien. Binatu yang dikelola oleh suami istri pensiunan bisa menyaingi
perusahaan mata rantai binatu yang lebih efisien, karena "pekerja" di binatu pasangan itu
adalah diri mereka sendiri yang tidak perlu "dibayar" pada tingkat upah tertentu.
Pemberlakuan upah minimum juga bisa menjadi tidak efektif kalau masih tertumpu pada
asumsi umum bahwa seluruh pekerja itu homogen dan tingkat upah minimum berlaku
bagi segenap pekerja. Dalam pekerja-pekerja itu tidak homogen, melainkan bermacam-
macam, dan tingkat upah minimum biasanya hanya diperuntukkan untuk kelompok
pekerja tertentu, dalam kadar yang bervariasi. Jadi disini takkan terlihat pengaruh
pemberlakuan upah minimum terhadap total employment, melainkan hanya pada
kelompok-kelompok tertentu yang mendapat perlindungan hukum upah minimum. Atau
kelompok-kelompok yang benar-benar menerima pengaruh dari hukum tersebut.
Pemberlakuan upah minim -im justru merugikan kelompok-kelompok tertentu. Peraturan
upah minimum membatasi peluang kerja bagi mereka yang tidak mempunyai keahlian.
Pihak perusahaan ternyata kemudian menaikkan keahlian atau ketrampilan dan semakin
padat modal; selama memungkinkan mereka lebih mengintensifkan

pemakaian modal daripada tenaga kerja. Disamping itu, adanya peraturan upah minimum
justru terkadang membatalkan niat perusahaan merekrut pekerja non ahli dan
membekalinya dengan pelatihan kerja atau ketrampilan khusus.

VI.‘asalah-masalah yang Berkaitan dengan Pasar Tenaga Kerja

ùrang-orang yang berumur belasan tahun pada umunya mempunyai tingkat


pengangguran yang paling tinggi dari seluruh kelompok demografis yang ada. ùrang-
orang kulit hitam yang berumur belasan tahun dalam tahuntahun terakhir ini mempunyai
tingkat pengangguran antara 30 sampai persen. Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa,
terutama untuk golongan kulit putih, komponen terbesar dari pengangguran yang
berumur belasan tahun merupakan pengangguran friksional. Mereka masuk dan keluar
dari angkatan kerja dan frekwensi yang amat tinggi. Mereka cepat memperoleh pekerjaan
dan seringkali berpindah kerja. Rata-rata lamanya mereka menganggur hanya setengah
dari golonagn dewasa; sebaliknya, rata-rata lamanya satu jenis pekerjaan adalah 12 kali

Î
lebih besar untuk orang-oarang dewasa dibandingkan dengan mereka yang masih
berumur belasan tahun.

Dalam tahun-tahun terakhir, setengah dari orang yang berumur belasan tahun yang
menganggur merupakan ³pendatang baru´ yang belum pernah bekerja sebelumnya.
Semua faktor ini mengungkapkan bahwa penganggur yang berumur belasan tahun ini
sebagian besar bersifat friksional; Hal ini berarti bahwa pencarian kerja dan perputaran
kerja diperlukan oleh orang-orang muda untuk menyalurkan bakat mereka, serta untuk
memperoleh berbagai pengalaman.

VII.‘Gambaran Umum Ketenagakerjaan di Kabupaten Hulu Sungai Utara


Tenaga kerja merupakan salah satu bagian unsur terpenting dalam menggerakan
perekonomian wilayah. Keadaan tenaga kerja baik dalam jumlah maupun kualitas SDM
sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian daerah terutama pertumbuhan
perekonomian suatu daerah. Dalam perekonomian sekarang tenaga kerja merupakan
salah satu modal atau komiditi sehingga diperjualbelikan sebagaimana factor-faktor
produksi lainnya. Penawaran tenaga kerja sebagaimana juga penawaran factor-faktor
produksi atau komoditi lainnya. Bedanya kalau faktor produksi tenaga kerja sangat
tergantung pada tinggi rendahnya tingkat upah, kelebihan penawaran pada pasar pekerja
terjadi pada umumnya diakibatkan oleh rendahnya mutu modal manusia karena
pendidikan yang rendahnya. Pada Negara-negara maju,kelebihan penawaran pada upah
yang rendah dapat dengan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang tinggi.

a.‘ Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Masalah supply tenaga kerja akan selalu berkaitan dengan masalah kependudukan,
dimana tingginya penawaran tenaga kerja akan diperngaruhi oleh tingginya
pertumbuhan penduduk sehingga setiap tahun angkatan kerja bertambah seiring
bertambahnya jumlah penduduk dan bertambanya penduduk yang masuk dalam
pasar tenaga kerja.

‰
Tabel Prosentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas enurut Kegiatan Utama Dan
Jenis Kelamin Tahun 2009
Kegiatan Utama Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan
Angkatan Kerja :
-‘ Bekerja 80,22 65,47 70,36
-‘ Pengangguran 3,42 3,64 3,54
Bukan Angkatan Kerja:
-‘ Sekolah 7,28 5,88 6,65
-‘ Mengurus RT 0,42 24,42 13,05
-‘ Lainnya 8,67 4,56 6,51
Total 100,00 100,00 100,00

Di Kabupaten Hulu Sungai Xtara, penduduk usia kerja (15 tahun keatas) berjumlah
sekitar 73,90% merupakan angkatan kerja. Dari jumlah tersebut sebesar 73,36%
adalah mereka yang bekerja sedangkan sisanya 3,54% merupakan pengangguran
yang di dalamnya juga termasuk mereka yang sedang mencari pekerjaan, sedang
menyiapkan usaha, merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan mereka yang
sudah mendapatkan pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Selanjutnya jumlah
penduduk yang bukan merupakan angkatan kerja, mengurus rumah tangga
merupakan jumlah prosentase terbesar dimana kegiatan ini didominasi oleh kaum
perempuan yang memang memilih sebagai Ibu Rumah Tangga yang secara otomatis
juga tidak aktif dalam kegiatan ekonomi yaitu sebesar 24,42%.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) didefinisikan sebagai perbandingan
antara penduduk yang terlibat dalam kegiatan ekonomi atau yang disebut sebagai
angkatan kerja (bekerja dan mencari kerja) dengan seluruh penduduk usia kerja
(berumur 15 tahun keatas). Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah
perbandingan antara penduduk yang mencari pekerjaan dengan angkatan kerja.
Besar kecilnya TPAK dan TPT sangat diperngaruhi oelh berbagai factor antara lain
struktur umur, tingkat pendidikan dan kesempatan kerja.

Tabel Prosentase Penduduk Usia 15 Tahun Keatas enurut Indikator


Ketenagakerjaan Dan Jenis Kelamin Tahun 2009
Indikator Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan
TPAK 83,64 65,11 73,90

TPT 4,09 5,59 4,79

A
Dari tabel diatas terlihat bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di
Kabupaten Hulu Sungai Xtara tahun 2009 adalah sebesar 73,90% dimana TPAK
perempuan sebesar 65,11% lebih kecil dari TPAK laki-laki sebesar 83,64%. Hal ini
berlaku karena perempuan kebanyakan memilih sebagai ibu rumah tangga daripada
bekerja, ini terkait juga dengan masalah tingkat pendidikan diamana rata-rata tingkat
pendidikan perempuan lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan laki-
laki.
Pengangguran merupakan masalah yang sering timbul dalam urusan
ketenagakerjaan, ini merupakan akibat meningkatnya angkatan kerja yang tidak
sebanding dengan peningkatan lapangan pekerjaan. Jumlah pengangguran di
Kabupaten Hulu Sungai Xtara mencapai 4,79% dimana angka pengangguran laki-
laki 4,09% , lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah pengangguran
perempuan yang mencapai angka 5,59%, sedangkan pengangguran
terselubung/setengah menganggur yaitu penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam
perminggu.
b.‘ Karakteristik Tenaga Kerja

Di Kabupaten Hulu Sungai Xtara pada tahun 2008 Pencari Kerja terbesar adalah
para pencari kerja dengan tingkatan pendidikan sarjana/S1 sebanyak 708orang,
kemudian diikuti oleh tingkat pendidikan diploma sebanyak 509 orang tetapi yang
terserap oleh pasar tenaga kerja paling banyak adalah tingkat pendidikan SLTA
sebanyak 147 orang.
Bila dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja dimana penduduk Kabupaten Hulu
Sungai Xtara sebanyak 70,89% dari angkatan kerja telah bekerja dan sebagian besar
penduduknya bekerja pada sektor pertanian dimana sektor pertanian merupakan
sector primer sebanyak 41,42% sedangkan tenaga kerja yang bekerja pada sector
sekunder (Pertambangan/penggalian, industri, listrik, gas dan air serta konstruksi)
mampu menyerap tenaga kerja sebesar 21,12% pada sector tersier (perdagangan,
angkutan, keuangan dan jasa lainnya) mampu menyerap tenaga kerja sebesar
37,46%.
Kalau dilihat dari jenis pekerjaan maka tenaga kerja disektor pertanian masih
menempati urutan tertinggi yaitu mencapai 41,42%, hal ini disebabkan karena
potensi wilayah Kabupaten Hulu Sungai Xtara adalah sector pertanian rawa, dimana
sebagian besar wilayah HSX meliputi rawa. Sebagaimana diketahui struktur
perekonomian suatu negara yang didominasi oleh sector pertanian/primer

^
merupakan Negara berkembang dan telah sesuai dengan Negara Indonesia,
sedangkan Negara yang tenaga kerjanya didominasi oleh sector sekunder
merupakan fitur dari Negara maju. Kabupaten Hulu Sungai Xtara dengan daya
dukung sumber daya alam pertanian memang tidak lepas dari ekonomi pertanian.
Hal yang ditekankan dalam perencanaan pembangunan adalah bagaimana agar nilai
tambah pertanian meningkat dengan pengembangan agroindustri yaitu industri
berbasis pertanian.

Tabel Prosentase Penduduk Usia 15 Tahun Katas Yang Bekerja enurut Jenis
Pekerjaan Dan Jenis Kelamin Tahun 2009
No Jenis Pekerjaan Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1. Tenaga Profesional 3,60 6,87 5,10
2. Tenaga Kepemimpinan 0,30 0,00 0,16
3. Tenaga Tata Xsaha 2,54 0,88 1,78
4. Tenaga Xsaha Penjualan 19,84 29,62 19,74
5. Tenaga Xsaha Jasa 4,53 5,73 5,08
6. Tenaga Xsaha Pertanian 53,37 39,13 41,42
7. Tenaga Produksi dan Lainnya 25,81 27,78 26,71

VIII.‘ Kesimpulan

Dapat dikatankan bahwa masalah ketenagakerjaan di Kabupaten Hulu Sungai Xtara


masih mengalami ketidakseimbangan structural maupun sektoral. Sebagian besar
angkatan kerja masih bekerja pada sector pertanian yang memang menjadi unggulan
di Kabupaten Hulu Sungai Xtara mengingat kondisi geografisnya yang sebagian
besar wilayahnya adalah rawa. Karena hasil produksi pertanian bukanlan merupakan
bahan bagi industri hilirnya, dalam hal ini, maka salah satu sasaran yang perlu
diusahakan adalah meningkatkan daya guna tenaga kerja. Xntuk mewujudkan
pendayagunaan tenaga kerja maka perlu dilaksanakan berbagai kebijaksanaan
perluasan lapangan kerja produktif, salah satunya adalah mengembangkan produk
pertanian yang mempunyai daya dukung terdahap industri hilir. Kalau kebijakan ini
berhasil maka sector perdagangan yang juga merupakan salah satu unggulan di
Kabupaten Hulu Sungai Xtara akan merespon peritiwa ini dan bisa jadi angka sektor
tersier akan melampaui angka sektor primer.

c
DAFTAR PUSTAKA

Armelly. (1995), ³Dampak kenaikan Xpah Minimum Terhadap Harga dan kesempatan Kerja
Study Kasus Industri Tekstil di Indonesia : Pendekatan Analisis Input -ùutput", Tesis S-
2 Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi XGM, Yogyakarta, tidak dipublikasikan.

Atkinson, A.B. (1982). ³Xr employment. Wages, and Government Policy´,   À

  Volume 92, Hal 45-50.

Bellante, Don and Jackson, Mare. (1990).  À


!  LPFE XI, Jakarta.

Bilas, Richard A. (1989). 



 À
Jakarta: Erlangga.

Brown, Charles; Curtis Gilray and Andrew Kohen. (1982). "The effects of minimum wage on
employment and unemployment",   À
"
 VoLXX, Juni 1982.

Dornbush, R and Stanly Fisher. (1994).   À


6th edition. McGraw Hill, New York.

Fehr, E. Kirchstein, G. and Riedl, A. (1996). "Involuntary Xnemployment and Non-


Compensating Wage Differentials in An Experimental Labour Market",   À

  106 (Januari), 106 -121.

Maliyaud, E. (1982). "Wages and unemployment".  À


  Vol #$

Irawan, MBA & Suparmoko, M. MA.  À


  À  . Yogyakarta: BPFE
Xniversitas Gajahmada. 1992

Nordhaus, D. William & Samuelson, A. Paul.   À


. Jakarta: Airlangga. 1996

BPS kab HSX, Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya Kabupaten Hulu Sungai Xtara.
Amuntai. 2009

cc

Anda mungkin juga menyukai