Anda di halaman 1dari 8

BAB II

KAITAN DENGAN TEORI

2.1 Dimensi Vertikal Oklusal


2.1.1 Pengertian Dimensi Vertikal Oklusal
Dimensi vertikal oklusal merupakan faktor penting dalam perawatan gigi tiruan. Menurut The
Glossary of Prosthodontic Terms, dimensi vertikal oklusal merupakan jarak vertikal rahang
saat gigi-geligi beroklusi sentris berdasarkan 2 titik atau anatomic landmark yang ditentukan
(pada umumnya satu titik pada ujung hidung dan titik lainnya pada dagu). Penentuan dimensi
oklusal sangat dipengaruhi oleh rest vertical dimension (RVD). Rest vertical dimension
(RVD) adalah jarak vertikal rahang saat otot-otot pembuka dan penutup mandibula dalam
posisi istirahat, dimana gigi-geligi tidak saling berkontak. Selisih antara rest vertical
dimension (RVD) dan dimensi vertikal oklusal (DVO) disebut sebagai free way space dimana
besar free way space pada umumnya yaitu 2-4mm, sehingga dimensi vertikal oklusal dapat
diperoleh dari selisih antara rest vertical dimension (RVD) dengan free way space.
2.1.2 Cara Pengukuran Dimensi Vertikal Oklusal
Penentuan dimensi vertikal oklusal seakurat mungkin penting dilakukan untuk menentukan
oklusi normal pasien. Secara umum terdapat dua metode dalam penentuan dimensi vertikal
oklusal yaitu dengan metode mekanis dan metode fisiologis. Penentuan dimensi vertikal
oklusal menggunakan metode mekanis meliputi :
1. Kesejajaran posterior residual ridge
Beberapa teori mengatakan bahwa dimensi vertikal oklusal yang tepat ditentukan
ketika posterior ridge antar rahang atas dan bawah sejajar satu sama lain. Apabila
gigi-geligi memiliki oklusi yang normal maka akan menghasilkan kesejajaran
posterior residual ridge pasca prosedur ekstraksi. Kesejajaran posterior residual
ridge menunjukkan adanya pola resorbsi tulang alveolar yang normal. Penentuan
kesejajaran posterior residual ridge dilakukan dengan melakukan penanaman model
terlebih dahulu ke artikulator. Apabila ditemukan adanya posterior residual ridge
divergen satu sama lain maka kemungkinan besar mengindikasikan tinggi dimensi
vertikal yang berlebih. Namun penggunaan metode ini seringkali dianggap tidak
akurat. Hal tersebut diakibatkan apabila kehilangan gigi terjadi pada waktu yang
berbeda seringkali menghasilkan pola resorbsi tulang alveolar yang berbeda satu sama
lain.

2. Pengukuran protesa sebelumnya


Pada kasus dimana pasien sebelumnya telah menggunakan protesa maka protesa
tersebut dapat digunakan sebagai alat bantu dalam penentuan dimensi vertikal oklusal.
Penggunaan gigi tiruan dalam jangka waktu yang cukup lama seringkali
menghasilkan keausan pada anasir gigi dan resorbsi alveolar ridge lebih lanjut. Hal
tersebut akan menyebabkan mandibula cenderung bergerak ke anterior dan superior
sehingga menghasilkan penurunan dimensi vertikal oklusal. Hal tersebut menjadikan
evaluasi terhadap protesa pasien penting untuk dilakukan sebelum ditentukan dimensi
vertikal oklusal pasien menggunakan protesa sebelumnya. Evaluasi terhadap protesa
pasien meliputi evaluasi terhadap lip support. Apabila berdasarkan pemeriksaan
ditemukan adanya penurunan fungsi otot bibir atas dengan manifestasi klinis tampak
bibir atas flat disertai dengan penurunan vermilion bibir atas maka terjadi penurunan
dimensi vertikal pasien. Kemudian lakukan evaluasi terhadap faktor estetika dan
fonetik pasien saat menggunakan protesa yang lama penting untuk dilakukan.
Kesalahan dalam penentuan dimensi vertikal akan menyebabkan pasien kesulitan
untuk mengucapkan beberapa kata seperti s, h, v, dan f.
3. Catatan pre-ekstraksi
Catatan terkait kondisi oklusi gigi pasien sebelum dilakukan prosedur ekstraksi dapat
menjadi alat bantu dalam penentuan dimensi vertikal oklusal pasien. Terdapat
beberapa metode yang dapat digunakan sebagai catatan pre-ekstraksi pasien:
a. Foto Radiograf
Foto radiograf sefalometri sebelum dilakukan ekstraksi gigi dapat menjadi
pedoman oklusi awal pasien. Setelah prosedur ekstraksi dilakukan, sesuaikan
galangan gigit kedalam rongga mulut pasien dan lakukan prosedur foto
radiograf sefalometri kemudian bandingkan foto radiograf sebelum dan
sesudah dilakukan pencabutan gigi. Apabila terdapat ketidaksesuaian terhadap
dimensi vertikal oklusal sebelum dan sesudah dilakukan prosedur ekstraksi
lakukan pengurangan pada galangan gigit kemudian lakukan foto radiograf
sefalometri kembali. Hal tersebut seringkali menyebabkan eksposur sinar X
secara berulang ke pasien akibat pengambilan foto radiograf sefalometri yang
berulang-ulang untuk menyesuaikan dimensi vertikal oklusal pasien. Selain itu
metode ini cukup memakan waktu karena membutuhkan prosedur
pengambilan foto radiograf sehingga menjadikan metode ini kurang
dianjurkan.
b. Foto Klinis
Foto klinis pasien sebelum dilakukan prosedur ekstraksi harus meliputi foto
intra-oral dan foto ekstra-oral. Foto intraoral harus dapat merekam kondisi
gigi-geligi dan jaringan pendukungnya termasuk bentuk gigi, ukuran gigi, dan
oklusi gigi-geligi. Sedangkan foto ekstraoral harus dapat merekam garis
senyum dan tinggi wajah. Berdasarkan hasil foto ekstraoral dapat dilakukan
pengukuran wright’s relative measurement yang merupakan jarak interpupil
pada foto klinis pasien.
c. Model Studi
Model studi dibuat sebelum dilakukan prosedur ekstraksi gigi. Setelah
pencetakan model studi lakukan pembuatan catatan gigit pasien dan
penanaman pada artikulator. Model studi yang telah tertanam pada artikulator
dapat menjadi alat bantu penentuan oklusi normal pasien yang mempengaruhi
dimensi vertikal oklusal pasien.
d. Pengukuran Wajah
Teori proporsi ideal wajah mengemukakan jarak antara tepi bawah septum
nasi dengan tepi bawah dagu sama dengan jarak antara outer chantus mata
dengan tepi komisura bibir saat relaksasi dan gigi-geligi sedang beroklusi.
Secara klinis pengukuran dimensi vertikal oklusal berdasarkan proporsi wajah
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu :
 Wilis Gauge
Wilis gauge digunakan dengan cara memposisikan fixed arm agar
berkontak dengan dasar hidung kemudian sliding arm berkontak
dengan tepi bawah dagu. Selain itu untuk mencapai keakuratan
pengukuran juga penting untuk memperhatikan orientasi vertikal alat.
Orientasi vertikal alat harus memperhatikan posisi handle yang harus
selalu menyentuh dengan dagu pasien pada regio mentalis sehingga
dapat sesuai dengan aksis wajah.
 Profile Silhoutte
Metode ini dilakukan dengan cara adaptasikan kawat sesuai profil
wajah pasien dimulai dari alis, hidung, bibir, dan dagu. Kemudian
kawat yang telah membentuk profil wajah ditransfer ke kertas karton
tebal kemudian dipotong sesuai outline profil wajah. Adaptasikan
kertas karton ke wajah pasien untuk mengecek kesesuaiannya dengan
profil wajah pasien dan apabila telah sesuai simpan dalam tempat yang
kering sehingga dapat menjadi catatan dimensi vertikal oklusal pasien.
Apabila suatu saat pasien datang dengan kondisi edentulous dan ingin
dibuat gigi tiruan, penentuan dimensi vertikal dapat dibantu
menggunakan profile silhoutte pasien.

 Face mask
Pada tahun 1959 Swenson mengemukakan suatu metode penggunakan
masker wajah yang terbuat dari akrilik untuk merekam dimensi
vertikal pasien. Sehingga apabila suatu saat pasien datang dengan
kondisi edentulous dan ingin dibuatkan gigi tiruan, penetapan gigit
pasien dapat dilakukan dengan bantuan cetakan masker wajah yang
terbuat dari akrilik. Namun saat ini metode ini jarang digunakan. Hal
tersebut dikarenakan membutuhkan kunjungan tambahan serta
ketrampilan khusus dalam pembuatan masker wajah seakurat mungkin.
Selain itu diyakini pula bahwa profil wajah pasien dapat berubah
sewaktu-waktu sehingga keakuratannya rendah.
 Tattoo
Metode ini dilakukan dengan cara pembuatan tattoo pada labial
maksila dan manibula kemudian dilakukan pengukuran jarak antar
tattoo tersebut saat pasien dalam posisi oklusi sentris dan rest position.
Lakukan pencatatan hasil pengukuran yang dapat menjadi alat bantu
dalam menentukan dimensi vertikal pasien ketika terjadi kehilangan
gigi yang bersifat multiple.
Penentuan dimensi vertikal oklusal menggunakan metode fisiologis terdiri dari :
1. Physiologic rest position
Niswonger mengemukakan metode penentuan dimensi vertikal oklusal dengan
menggunakan panduan dua titik acuan yang terletak pada ujung hidung dan ujung
dagu. Sebelum pengukuran dilakukan, pasien harus diposisikan duduk relaks dengan
garis tragus ala-nasi sejajar dengan lantai. Kemudian beri tanda titik pada ujung
hidung dan dagu serta instruksikan pasien untuk menelan. Lakukan pengukuran jarak
kedua titik tersebut ketika oklusi sentris sebagai dimensi vertikal oklusal (DVO) dan
jarak kedua titik tersebut ketika posisi rest sebagai rest vertical dimension (RVD).
2. Estetika
Penentuan dimensi vertikal berdasarkan metode harmonitas sepertiga wajah bawah.
Lakukan evaluasi profil wajah saat galangan gigit dalam rongga mulut pasien berada
dalam posisi rest harus dapat memberikan support terhadap bibir. Jika dimensi
vertikal pasien terlalu besar maka bibir pasien akan kesulitan untuk berkontak. Selain
itu evaluasi terhadap labiomental angle juga penting dilakukan dengan cara
memposisikan galangan gigit kedalam rongga mulut pasien dalam posisi rest.
Lakukan pengamatan terhadap labiomental angle. Apabila sudut tampak semakin
tumpul maka kemungkinan dimensi vertikal terlalu besar. Metode ini sangat bersifat
subjektif maka dari jarang digunakan untuk penentuan dimensi vertikal oklusal.
3. Fonetika
Penggunaan metode fonetik dalam penentuan dimensi vertikal oklusal dipengaruhi
oleh jarak interoklusal, posisi bidang oklusal, dan posisi lidah relatif terhadap
galangan gigit atau gigi-geligi. Metode fonetika berdasarkan pada closest speaking
distance yaitu pada saat menghasilkan suara “s” atau “sh” tidak ditemukan adanya
kontak diantara gigi. Selain itu pasien juga dapat diinstruksikan untuk mengucapkan
suara “m” sampai diperoleh kontak antara bibir atas dan bibir bawah. Jika gigi
anterior saling bersentuhan saat mengucapkan kata-kata tersebut maka diperkirakan
dimensi vertikal pasien terlalu besar.
4. Fenomena penelanan (swallowing threshold)
Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan galangan gigit kedalam rongga mulut
pasien. Kemudian letakkan wax cone diantara galangan gigit rahang atas dan bawah.
Instruksikan pasien untuk melakukan proses penelanan. Lakukan pengamatan pada
wax cone, apabila wax cone berkontak namun tidak sampai menyebabkan wax cone
menjadi pipih maka dapat diasumsikan telah dicapai dimensi vertikal yang benar.
5. Metode taktil
Penggunaan metode taktil untuk menentukan dimensi vertikal oklusal didasari pada
kemampuan proprioseptif pasien untuk menentukan posisi rahang selama beroklusi.
Metode ini dilakukan dengan cara membuat dua titik acuan pada hidung dan dagu.
Kemudian instruksikan pasien untuk membuka mulut selebar-lebarnya dan menutup
kembali secara perlahan hingga diperoleh posisi yang nyaman dan lakukan
pengukuran jarak kedua titik tersebut dan dicatat sebagai dimensi vertikal oklusal
pasien. Metode ini jarang digunakan karena pada umumnya pasien cenderung akan
merasa nyaman pada posisi dimana terjadi penurunan dimensi vertikal oklusal.
6. Boos bimeter
Boos bimeter merupakan suatu alat yang digunakan untuk mereka tekanan
pengunyahan yang dapat membantu untuk menentukan dimensi vertikal oklusal. Hal
tersebut didasari oleh teori yang menyatakan bahwa gaya penutupan rahang
maksimum terjadi saat rahang berada dalam posisi rest. Prosedur penentuan dimensi
vertikal menggunakan boos bimeter dilakukan dengan cara melekatkan bimeter pada
mandibular record base untuk menyediakan central bearing point. Selama prosedur
penutupan rahang dilakukan, gaya yang diaplikasikan ditunjukan oleh skala pada alat
bimeter. Prosedur ini dilakukan secara berulang hingga diperoleh gaya gigit
maksimum kemudian besar nilai gaya maksimum dikunci dan dicatat.

7. Elektromiografi
Penggunaan elektromiografi dalam penentuan dimensi vertikal oklusal didasari oleh
teori yang mengatakan bahwa aktivitas otot terendah terjadi ketika rahang berada
dalam posisi rest. Metode ini cukup jarang digunakan karena memerlukan alat khusus
yang cukup mahal. Selain itu diperlukan keahlian dokter gigi dalam bidang fisiologis
otot agar dapat menginterpretasi hasil pengukuran seakurat mungkin.

2.1.3 Penurunan Dimensi Vertikal Oklusal


Dimensi vertikal oklusal merupakan sesuatu hal yang kompleks dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti koordinasi otot-otot pengunyahan, kondisi gigi-geligi dan jaringan
pendukungannya, posisi lidah, dan anatomis tulang rahang serta jaringan lunak.
Keseimbangan koordinasi faktor-faktor tersebut akan menghasilkan dimensi vertikal oklusal
yang tepat. Apabila terjadi kondisi patologis pada salah satu faktor pendukungnya akan
mengakibatkan perubahan dimensi vertikal oklusal meliputi penurunan dimensi vertikal
oklusal. Penurunan dimensi vertikal oklusal dapat disebabkan oleh adanya atrisi gigi-geligi
yang bersifat multipel dan kondisi edentulous. Hal tersebut akan mengakibatkan
ketidakseimbangan sistem stomatognatik. Adapun beberapa efek terjadinya penurunan
dimensi vertikal oklusal (DVO) yaitu :
1. Tampilan estetika yang buruk
Penurunan dimensi vertikal oklusal akan menyebabkan otot-otot wajah kehilangan
tonusnya hal tersebut akan menyebabkan kulit wajah tampak bergelambir (flabby),
bibir kehilangan kepadatannya sehingga tampak tipis, sudut mulut tampak turun dan
terlipat, serta pipi dan bibir akan sering tergigit karena kehilangan tonus ototnya.
Selain itu penurunan dimensi vertikal oklusal akan menyebabkan mandibula protrusif
sehingga menghasilkan tampilan estetika yang buruk
2. Penurunan dimensi vertikal menyebabkan penurunan efisiensi fungsi mastikasi
3. Angular cheilitis
Hal ini diakibatkan oleh turunnya sudut bibir akibat penurunan dimensi vertikal
oklusal sehingga mengakibatkan akumulasi saliva pada sudut bibir yang
meningkatkan risiko infeksi jamur.
4. Gangguan fonetik, terutama saat mengucapkan huruf “s” akan terdengar seperti
mendesis

2.1.4 Penggunaan Overlay Removable Denture sebagai Piranti Sementara Rehabilitasi


Dimensi Vertikal Oklusal
Overlay removable partial denture (RPD) merupakan jenis gigi tiruan lepasan yang menutupi
satu atau lebih gigi, akar yang tertanam, atau dental implants. Overlay removable partial
denture disebut juga sebagai occlusal coverage RPD, onlay RPD, atau support onlay.
Penggunaan overlay removable partial denture memberikan dukungan tambahan ke gigi
tiruan dibandingkan dengan gigi tiruan kovensional. Overlay RPD juga membantu
mempertahankan densitas tulang alveolar dengan mencegah resorbsi tulang alveolar pasca
pencabutan gigi. Penggunaan protesa ini dalam rencana perawatan rehabilitasi dimensi
vertikal oklusal memungkinkan untuk pasien beradaptasi dengan oklusi yang baru sehingga
tercipta relasi maksilomandibular yang baru. Selain itu penggunaan overlay RPD untuk
merehabilitasi dimensi vertikal oklusal merupakan prosedur yang lebih simpel, efisien, dan
murah dibandingkan rencana perawatan lainnya seperti surgical crown lengthening dan
perawatan orthodonsia. Namun apabila oral hygiene pasien buruk, maka karies dan penyakit
periodontal dapat terjadi dibawah gigi tiruan ini sehingga membutuhkan kontrol secara
berkala.
Berdasarkan bahan penyusunnya overlay RPD diklasifikasikan menjadi metal overlay RPD,
akrilik overlay RPD, porcelain overlay RPD, ataupun PFM overlay RPD. Berdasarkan
fungsinya overlay RPD diklasifikasikan menjadi protesa semntara atau protesa permanen.
This specific type of prosthesis has the following indications: restoration of the occlusal plane when applied to
premolars and molars; pretreatment to orthognathic surgery with the purpose of occlusal stabilization and
muscle conditioning; restoration of VDO, and as a guide for oral rehabilitation 17. Furthermore, it was
considered particularly applicable in cases of open bite and restoration of a correct occlusal plane by poor
mandibular position when more extensive treatment modalities are contraindicated 16, and it can also be used
as an efficient solution for the treatment of patients with congenital and acquired defects or as transient or
interim prosthesis18.

Terdapat beberapa rencana perawatan yang dapat dilakukan untuk mengkoreksi dimensi
vertikal oklusal, seperti
Secara konvensional koreksi dimensi vertikal oklusal dapat dilakukan dengan cara
menggunakan removable acrylic resin occlusal splint. Namun penggunaan removable acrylic
resin occlusal splint seringkali menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien dan gangguan
pengucapan.
Dahl pada tahun 1975 memperkenalkan penggunaan protesa lepasan berbahan chrome cobalt
disertai dengan anterior bite plane untuk mengkoreksi dimensi vertikal. Penggunaan protesa
ini akan menyebabkan gigi posterior disoklusi yang kemudian diharapkan gigi posterior akan
beradaptasi dengan bergerak kearah oklusal untuk mencari kontak antagonisnya sehingga
akan terjadi penyesuaian dimensi vertikal oklusal yang baru.
Koreksi dimensi vertikal oklusal dapat dilakukan menggunakan metal onlay. Restorasi onlay
disementasi pada gigi penyangga yang tidak dilakukan preparasi sehingga akan menyebabkan
terjadi peningkatan dimensi vertikal pasien. Onlay metal memiliki kekuatan yang baik dalam
menahan gaya keausan apabila digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Namun
penggunaan onlay metal membutuhkan biaya perawatan yang lebih besar karena
membutuhkan proses laboratorium untuk pembuatan onlay. Selain itu berdasarkan segi
estetika onlay metal memiliki estetika yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai