Anda di halaman 1dari 10

Kuliah 6

Sejarah Perminyakan Di Indonesia


1. Sejarah Industri Migas di Indonesia
Industri perminyakan di Hindia Belanda (dan kemudian di Indonesia setelah tahun 1945) diawali
dengan laporan penemuan minyak bumi oleh Corps of the Mining Engineers, institusi milik
Belanda, pada dekade 1850-an, antara lain di Karawang (1850), Semarang (1853), Kalimantan
Barat (1857), Palembang (1858), Rembang dan Bojonegoro (1858), Surabaya dan Lamongan
(1858). Temuan minyak terus berlanjut pada dekade berikutnya, antara lain di daerah Demak
(1862), Muara Enim (1864), Purbalingga (1864) dan Madura (1866). Cornelis de Groot, yang
saat itu menjabat sebagai Head of the Department of Mines, pada tahun 1864 melakukan tinjauan
hasil eksplorasi dan melaporkan adanya area yang prospektif. Laporannya itulah yang dianggap
sebagai milestone sejarah perminyakan Indonesia (Abdoel Kadir, 2004).

Selanjutnya, pada 1871 seorang pedagang Belanda Jan Reerink menemukan adanya rembesan
minyak di daerah Majalengka, daerah di lereng Gunung Ciremai, sebelah barat daya kota
Cirebon, Jawa Barat. Minyak tersebut merembes dari lapisan batuan tersier yang tersingkap ke
permukaan. Berdasarkan temuan itu, ia lalu melakukan pengeboran minyak pertama di Indonesia
dengan menggunakan pompa yg digerakkan oleh sapi. Total sumur yang dibor sebanyak empat
sumur, dan menghasilkan 6000 liter minyak bumi yang merupakan produksi minyak bumi
pertama di Indonesia.

Pengeboran ini berlangsung hanya berselang dua belas tahun setelah pengeboran minyak
pertama di dunia oleh Kolonel Edwin L Drake dan William Smith de Titusville (1859), di negara
bagian Pennsylvania, Amerika Serikat. Dengan demikian, pengelolaan minyak bumi di Hindia
Belanda termasuk pionir (tertua) di dunia. Namun, sektor pertambangan, khususnya minyak
bumi, belum menjadi andalan pendapatan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal ini bisa
dilihat dari adanya Indische Mijnwet, produk undang-undang pertambangan pertama, yang baru
dibuat pada tahun 1899.

Kemudian Reerink juga melakukan pengeboran di Panais, Majalengka, Cipinang dan Palimanan,
dengan mengunakan pompa bertenaga uap yang didatangkan dari Canada, menghasilkan minyak
yang sangat kental yg disertai dengan air panas yang memancur setinggi 15 meter. Pada 1876
permohonan pinjaman modalnya ditolak NV Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM),
sehingga akhirnya ia memutuskan menutup sumur-sumur tersebut dan kembali ke usaha dagang
sebelumnya.

a. Sejarah Perminyakan di Sumatra Timur

Pada 1880 Aeilko Jans Zijker, seorang petani tembakau yang pindah dari Jawa ke Sumatra
Timur, menemukan minyak yang merembes ke permukaan di Langkat. Kemudian sampel
minyak tersebut dibawa ke Batavia untuk dianalisis, dan dari hasil penyulingan minyak tersebut
menghasilkan kadar minyak sebesar 59%. Pada 1882 Zijker mencari dana ke Belanda untuk
melanjutkan eksplorasi minyak tersebut. Kemudian pada 1883, Zijker memperoleh konsesi di
daerah Telaga Said, Langkat seluas 500 bahu (3,5 km persegi) dari Sultan Langkat. Lapangan itu
ia temukan pada saat inspeksi dan menemukan genangan yang tercampuri minyak bumi. Setahun
kemudian, Zijker mulai mengebor sumur pertama, ternyata gagal. Sumur kedua, dinamakan
Telaga Tunggal, akhirnya berhasil menemukan minyak di kedalaman 22 m pada 1884, dgn
sumber utamanya di kedalaman 120 m.
Tahun 1890 Zijker mengalihkan konsesinya ke NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum
Maatschappij (KNPM). Zijker meninggal mendadak pada Desember 1890 di Singapore.
Kepemimpinan perusahaan digantikan oleh De Gelder yang berkantor di Pangkalan Brandan.
Fasilitas lainnya dipasang di Pangkalan Susu. Kilang di Pangkalan Brandan dibangun pada 1892,
dan mulai berproduksi dari hasil minyak ladang Telaga Said. Enam tahun setelahnya, tahun
1898, tangki-tangki penimbunan dan fasilitas pelabuhan dibangun di Pangkalan Susu. Dengan
demikian, minyak mentah yang dihasilkan dapat diolah terlebih dahulu sebelum dikapalkan.
Pelabuhan Pangkalan Susu merupakan pelabuhan ekspor minyak pertama di Indonesia.

b. Sejarah Perminyakan di Jawa Timur

Sebelumnya, di Belanda sendiri telah dibentuk NV Doordsche Petroleum Maatschappij (DPM)


pada tahun 1887, oleh Adriaan Stoop, untuk mengembangkan lapangan minyak di Surabaya,
Jawa Timur. Stoop memperoleh konsesi seluas 152,5 km persegi. Lapangan Kruka merupakan
lapangan tertua di daerah ini. Selanjutnya, dari lapangan Djabakota berhasil diproduksikan
sekitar 8000-an liter minyak bumi. Stoop kemudian membangun kilang Wonokromo pada tahun
1890 – 1891 untuk mengolah minyak mentah yang dihasilkan. Kilang ini merupakan yang tertua
di Hindia Belanda. Pada tahun 1893, dimulailah produksi pelumas (oli, lubricant) di kilang ini.

Sejak itu, banyak berkembang konsesi-konsesi di Jawa, antara lain di daerah Gunung Kendeng,
Bojonegoro, Rembang, Jepon dan lain-lain. Totalnya sekitar 30 lapangan. Sejalan dengan
pengembangan lapangan-lapangan itu, didirikan pula kilang di Cepu pada tahun 1894. Tahun
1899, Jan Stoop mengemudikan "mobil yang mengunakan bahan bakar gasolin" dari Surabaya
ke Cepu.

c. Sejarah Perminyakan di Kalimantan Timur

Di Kalimantan, pengelolaan minyak bumi dimulai ketika Sultan Kutai memberikan konsesi
kepada Jacobus Hubertus Menten pada tahun 1888. Pada tahun 1893, Lapangan Sanga-Sanga
mulai berproduksi. Selanjutnya Shell membangun kilang Balikpapan pada tahun 1894. Produksi
komersialnya sendiri baru dimulai pada tahun 1897. Pengapalan minyak pertama terjadi pada
tahun 1898 oleh kapal tanker Shell ke Singapura.

Tahun 1905, KNPM menemukan minyak di Tarakan. Setelah KNPM dan Shell bergabung pada
1907, proses pembuatan lilin dimulai di Balikpapan pada 1908. Pada tahun yang sama teknologi
gaslifting mulai diterapkan di lapangan Kampung Minyak. Tahun 1913, dibangun pabrik drum
dan kaleng di Balikpapan. Tahun 1925 foto udara (aerial photo) diintroduksikan untuk
eksplorasi minyak dan tahun 1929 Shell mengintroduksikan electric well logging.

d. Sejarah Perminyakan di Sumatra Selatan

Di Sumatra Selatan, eksplorasi minyak dimotori oleh Dominicus Antonius Josephin Kessler dan
Jan Willem Ijzerman. Mereka berdua mendirikan NV Nederlandsche Indische Exploratie
Maatschappij (NIEM) pada tahun 1895, untuk mengelola konsesi yang ada di daerah Banyuasin
dan Jambi. Seiring dengan bertambah banyaknya jumlah konsesi mereka, maka pada tahun 1897
dibentuk NV Sumatera–Palembang Petroleum Maatschappij (SPPM), yang masih menjadi
bagian KNPM.

Selanjutnya dibangunlah kilang mini di daerah Bayung Lencir. Penemuan lainnya, yaitu di
daerah Lematang Ilir dan Muara Enim, Sumatra Selatan, untuk selanjutnya kemudian dibentuk
NV Muara Enim Petroleum Maatschappij (MEPM). JW Ijzerman juga kemudian membangun
kilang yang cukup besar di Plaju, bersamaan dengan pembangunan jaringan pipa yang
menghubungkan Muara Enim dengan Kilang Plaju tersebut.

e. Berdirinya Perusahaan Minyak PT. Shell

Pada masa itu, terdapat dua perusahaan besar yang berperan sebagai leader dalam penambangan
minyak, yakni KNPM dan Shell. KNPM bergerak di bidang eksplorasi, produksi dan
pengilangan. Sedangkan Shell, perusahaan raksasa Belanda lainnya, bergerak di bidang usaha
transportasi dan pemasaran. Shell, perusahaan yang didirikan oleh Marcus Samuel pada tahun
1897, pada awalnya hanya merupakan perusahaan yang menjual kulit kerang (shell) di kota
London. Komoditas pertamanya inilah yg kemudian dijadikan logo perusahaan sampai sekarang.

Kedua perusahaan besar ini kemudian merger pada tahun 1907 menjadi Royal Dutch – Shell
Group, yang kemudian dikenal dengan Shell. Di bawah group ini dibentuklah De Bataafsche
Petroleum Maatschappij (BPM) untuk produksi dan pengilangan dan Anglo Saxon Petroleum
Coy untuk transportasi dan pemasaran (Abdoel Kadir, 2004).

f. Berdirinya Perusahaan Swasta Bidang Perminyakan

Terbitnya Indische Mijnwet, undang-undang pertambangan pada tahun 1899 mendorong


masuknya perusahaan swasta minyak dunia ke Hindia Belanda (Syeirazi, 2009). Undang-undang
ini memang memperbolehkan pihak swasta untuk terlibat di dalam pengusahaan minyak bumi,
setelah sebelumnya pemerintah kolonial melarang keterlibatan pihak swasta.

Pada awal abad 20, telah masuk 18 perusahaan swasta asing di Hindia Belanda. Untuk
menandingi perusahaan Amerika Serikat setelah berlakunya Indische Mijnwet, pemerintah
Belanda mendirikan perusahaan gabungan antara pemerintah dengan BPM, yaitu NV
Nederlandsch Indische Aardolie Maatschappij (NIAM). Perusahaan ini yg kemudian berubah
jadi Permindo, cikal bakal Pertamina.

f.1 Stanvac di Sumatra Selatan

Standard Oil of New Jersey (SONJ), yang merupakan perusahaan swasta pertama, datang ke
Hindia Belanda pada tahun 1912. Mereka lalu mendirikan anak perusahaan bernama NV
Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM). Tahun 1914, NKPM menemukan
ladang Talang Akar di Sumatra Selatan, yang berkembang menjadi ladang minyak terbesar yang
ditemukan sebelum Perang Dunia II. Bersama dengan lapangan Pendopo yang ditemukan pada
tahun 1921, keduanya merupakan lapangan minyak terbesar di Indonesia pada jaman itu.

Hanya berselang sepuluh tahun, perusahaan itu mampu berproduksi hingga 10 – 20 ribu bopd
(barrel oil per day, barrel minyak per hari) dari sumur Talang Akar dan Pendopo. Untuk
mengolah minyak tersebut, NKPM membangun kilang di Sungai Gerong pada tahun 1926. Pipa
transmisi juga dibangun dari Lapangan Talang Akar dan Pendopo ke kilang Sungai Gerong dan
kemudian digunakan bersama pengoperasian kilang mulai Mei 1926 dengan kapasitas awal 3500
bopd.

Tahun 1933 SONJ menyatukan sahamnya dengan NKPM menjadi NV Standard Vacuum
Petroleum Maatschappij (SVPM), yang kemudian diubah namanya menjadi NV Stanvac.
Perusahaan ini adalah hasil penyatuan produksi dan pengilangan SONJ dengan jaringan
pemasaran yang luas kepunyaan Socony Vacuum (Standard of New York, sekarang menjadi
Mobil Oil) di seluruh Asia, Australia dan Afrika Timur.

Dengan terbentuknya perusahaan baru ini dan penemuan dari ladang-ladang baru, pemasangan
pipa tambahan (looping) baru dilakukan dan kilang minyak Sungai Gerong diperbesar
kapasitasnya menjadi 40.000 bopd pada tahun 1936 dan menjadi 46.000 bopd mulai tahun 1940.

f.2 Caltex di Riau

Pada tahun 1924, Standard Oil of California (Socal), grup Standard Oil yang lainnya,
mengirimkan geologisnya ke Hindia Belanda. Socal mendirikan anak perusahaan bernama
NPPM (Nederlandsche Pasific Petroleum Maatschappij) pada tahun 1930. Pengeboran pertama
mereka lakukan pada tahun 1935 di Blok Sebangga, sekitar 65 km utara Pekan Baru, Riau dan
menghasilkan minyak meskipun tidak terlalu besar. Tahun 1936 NPPM diberi konsesi di daerah
Rimba, dikenal dengan Rokan Block, Sumatra Tengah, yang sebelumnya ditolak oleh SONJ.
Pada tahun yg sama, Socal berpatungan dengan Texaco untuk mengelola sebagai pemilik
bersama (joint venture) dengan nama baru, yaitu California Texas Oil Company (Caltex).

Saat Caltex sedang mempersiapkan pengeboran di Sumur Minas di Siak, Riau, balatentara
Jepang datang dan menduduki Sumatra. Pengeboran minyak dilanjutkan oleh pihak Jepang dan
menghasilkan 800 bopd dari sumur berkedalaman 700m. Setelah Perang Dunia berakhir, para
ahli geologi NPPM melakukan pengeboran di Sumur Minas-1. Penemuan inilah yang merupakan
cikal bakal penguasaan Caltex (dan kemudian Chevron) terhadap cadangan minyak terbesar di
Indonesia saat ini.

g. Sejarah Perminyakan Papua (Nederlands Nieuw Guinea)

Pada 1928 Shell telah mulai melakukan survey di Nederlands Nieuw Guinea (sekarang Papua).
Pemerintah kolonial Hindia Belanda menghimbau kepada Shell bersama Stanvac dan Caltex
untuk berpatungan mengekplorasi Nieuw Guinea dan membentuk perusahaan patungan NV
Nederlansche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM). Setelah mencapai kesepakatan
pada tahun 1935, pembagian sahamnya menjadi sebagai berikut: Shell dan Stanvac masing-
masing 40%, sedangkan sisanya yang 20% dipegang oleh FarEast Pacific Investment Co. (anak
perusahaan Caltex). Usaha patungan ini selanjutnya dikelola oleh Shell, karena mereka telah
melakukan survey sejak tahun 1928. Pemerintah kolonial waktu itu memberikan hak konsesi
khusus selama 25 tahun. Hasilnya pada tahun 1938 berhasil ditemukan lapangan minyak
Klamono dan disusul dengan lapangan Wasian, Mogoi, dan Sele.
Namun dalam melakukan eksplorasi di Nieuw Guinea, NNGPM menghadapi banyak kendala,
seperti sulitnya transportasi, cuaca selalu hujan hampir setiap hari, tenaga kerja yang harus
didatangkan dari luar pulau. Perusahaan pun hanya menemukan ladang yang kecil-kecil, tidak
menemukan ladang yang besar sebelum 1942. Mereka terpaksa harus meninggalkan daerah
tanpa menghasilkan produksi yang komersil atas penanaman modal jutaan dollar.

h. Sejarah Perminyakan di Masa Perang Kemerdekaan RI (1945 - 1949)

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, pejuang-pejuang


Indonesia mulai melakukan pengambilalihan sumber-sumber minyak peninggalan Belanda.
Dimulai pada penyerahan lapangan minyak eks konsesi BPM di Pangkalan Brandan (Sumatra
Utara) dari pihak Jepang kepada pihak Indonesia pada September 1945. Pemerintah RI kemudian
membentuk Perusahaan Tambang Minyak Nasional Rakyat Indonesia (PTMNRI) untuk
mengelola. Kemudian ladang-ladang minyak ex Stanvac di Talang Akar dan Stanvac juga
diambil alih oleh pemerintah RI pada tahun 1946, yang segera membentuk Perusahaan Minyak
Republik Indonesia (PERMIRI). Karyawan minyak di Cepu mengambil alih kilang dan sumur-
sumur di Kawengan dari tangan Jepang, kemudian mendirikan Perusahaan Tambang Minyak
Negara (PTMN) pada tahun yg sama. Kilang Wonokromo dan ladang minyak di sekitar
Surabaya gagal direbut karena keburu kedatangan pasukan Sekutu, yg diboncengi NICA
(Nederlands Indies Civil Administration), pada September 1945.

Belanda melancarkan Agresi Militer I tahun 1947 dan daerah sasaran utamanya adalah ladang-
ladang minyak tersebut. Itu sebabnya, oleh Belanda agresi ini diberi sandi "Operatie Produkt"
karena tujuannya mengamankan sumber-sumber produksi pengolahan sumber daya alam.
Pejuang-pejuang bereaksi dengan membumi hanguskan sumur-sumur dan kilang di Pangkalan
Brandan. Sedangkan sumur-sumur minyak di Riau, Jambi dan Sumatra Selatan berhasil direbut
tanpa perlawanan berarti, karena komando TRI (Tentara Republik Indonesia) di daerah itu masih
lemah.

Ladang-ladang minyak di Sumatra Selatan segera dikembalikan kepada Stanvac dan berhasil
mencapai tingkat produksi tertinggi pasca Perang Dunia II pada tahun 1948. Demikian pula
dengan ladang-ladang minyak di Riau dan Jambi (Sumatra Tengah) yg dikembalikan kepada
Caltex, yang segera memproduksi minyak pada tahun 1949. Ladang minyak Cepu pun demikian,
setelah direbut pada Agresi militer I, segera diambil alih pengelolaannya oleh BPM dan PTMN
bubar jalan dengan sendirinya, karena pekerjanya diancam dgn todongan senjata apabila tidak
mau bekerja untuk BPM. NNGPM segera menggarap ladang minyak Klamono di Kepala Burung
Papua dan pada tahun 1948 sudah berhasil memproduksi hingga 4000 bopd.

i. Sejarah Perminyakan Pasca KMB 1949 s/d Sistem Kontrak Karya 1967

Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia pada KMB (Konferensi Meja Bundar) di Den Haag,
Belanda pada 27 Desember 1949, Pemerintah RIS (Republik Indonesia Serikat, dan kemudian
kembali menjadi RI) tetap memberikan hak pengelolaan sumur-sumur minyak kepada pengelola
lamanya, seperti BPM, Caltex, Stanvac, Shell dll. Pada tahun 1951 PTMN diambil alih oleh
pemerintah RI dan diubah namanya menjadi PN Permigan (Perusahaan Minyak dan Gas
Negara).

Tahun 1952 ladang minyak Minas yang dikelola Caltex mulai mengekspor minyak ke luar
negeri. Tahun 1954 Pemerintah RI mengambil alih PTMRI dan mengubahnya jadi PTMSU
(Perusahaan Tambang Minyak Sumatera Utara).
Pada 30 Oktober 1957, seiring nasionalisasi perusahaan2 asing, KSAD (Kepala Staf Angkatan
Darat) Jenderal Abdul Harris Nasution, selaku penguasa perang pusat (Pepera) menugaskan
Kolonel dr. Ibnu Sutowo untuk membentuk perusahaan minyak negara. Pda tanggal 10
Desember 1957 terbentuklah Perusahaan Tambang Minyak Negara (PERMINA) berdasarkan
Keputusan Menteri Kehakiman RI no. JA.5/32/11 tertanggal 3 April 1958. Ibnu Sutowo ditunjuk
sebagai Direktur Utamanya. Pada 30 Juni 1958, Permina mulai mengekspor minyak mentah
untuk pertama kalinya, dan pada bulan Agustus melakukan pengiriman ekspor keduanya.
Permina menjalin kerja sama dengan perusahaan minyak Jepang NOSODECO, dimana Permina
mendapat pinjaman modal yang dibayarkan dengan minyak mentah. Permina membuka kantor
perwakilannya di Tokyo. Tahun 1960, PT Permina berubah status menjadi Perusahaan Negara
(atau Badan Usaha Milik Negara, sekarang disingkat BUMN) dgn nama PN Permina.

Tahun 1959 NIAM (Nederlandsche Indische Aardoil Maatschappij) resmi diambilalih


pemerintah RI dan diubah namanya menjadi PN Permindo (Perusahaan Minyak Nasional
Indonesia). BPM/Shell memulai proyek di Tanjung, Kalimantan Selatan pada tahun yg sama.
Tahun 1960 BPM di Indonesia dilikuidasi dan dibentuklah PT Shell Indonesia.

Berdasarkan Undang-undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) No. 44 tahun 1960, tertanggal
26 Oktober 1960, seluruh konsesi minyak di Indonesia harus dikelola oleh kepada negara.
Permindo memulai kegiatan komersialnya dalam bentuk perusahaan milik negara, meskipun
sebenarnya yg mengelola tetaplah Shell!

Pada tahun 1961 sistem konsesi perusahaan asing dihapuskan diganti dengan sistem kontrak
karya. Pemerintah mengambil alih saham di Permindo-Shell, kemudian Permindo dilikuidasi dan
dibentuklah PN PERTAMIN (Perusahaan Tambang Minyak Negara). Melalui Peraturan
Pemerintah No. 198/1961, perusahaan tersebut resmi menjadi Perusahaan Negara (BUMN).

Tahun 1962 Indonesia resmi bergabung dgn OPEC (Organisation of Petroleum Exporting
Countries, organisasi negara-negara pengekspor minyak). Sebagai tindak lanjut pengambilalihan
Irian Barat melalui perjanjian New York 1963, pemerintah melalui PN Permina membeli seluruh
saham NNGPM pada tahun 1964. Pada tahun yg sama, SPCO diserahkan kepada PN Permina.

Tahun 1965 menjadi momen penting karena menjadi sejarah baru dalam perkembangan industri
perminyakan Indonesia dengan dibelinya seluruh kekayaan BPM-Shell Indonesia oleh PN
Permina dengan nilai US$ 110 juta. Berdasarkan SK Menteri Pertambangan No. 124/M/MIGAS
tertanggal 24 Maret 1966, Permina dibagi menjadi 5 Unit Operasi Produksi Regional dengan
kantor pusat di Jakarta.

Pada tahun 1967 mulai diperkenalkan sistem kontrak bagi hasil (production sharing
contract/PSC), yang menyatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah konsesi
PN Permina dan PN Pertamin. Perusahaan minyak asing hanya bisa beroperasi sebagai
kontraktor dengan sistem bagi hasil produksi minyak, bukan lagi dengan membayar royalty.
Sejak saat itulah, eksplorasi besar-besaran dilakukan baik di darat maupun di laut oleh PN
Pertamin dan PN Permina bersama dengan kontraktor asing

j. Berdirinya Pertamina

Berdasarkan PP No. 27/1968 tertanggal 20 Agustus 1968 PN Permina dan PN Pertamin dimerger
menjadi satu perusahaan bernama PN PERTAMINA (Perusahaan Tambang Minyak dan Gas
Bumi Nasional). Di tahun 1969 ditemukan lapangan minyak lepas pantai yang diberi nama
lapangan Arjuna di dekat Pamanukan, Jawa Barat. Tidak lama setelah itu ditemukan lapangan
minyak Jatibarang. Dengan bergulirnya UU No. 8 Tahun 1971, sebutan perusahaan menjadi
PERTAMINA. Sebutan ini tetap dipakai setelah PERTAMINA berubah status hukumnya
menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) pada tanggal 17 September 2003 berdasarkan UU
Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tertanggal 23 November 2001.

2. Kronologi Sejarah Minyak dan Gas Bumi di Indonesia

No Tahun Peristiwa Penting


1 1871 Usaha pertama pengeboran minyak di Indonesia, dilakukan di Cirebon.
Karena hasilnya sedikit, kemudian ditutup.
2 1883 Konsesi pertama pengusahaan minyak diserahkan Sultan Langkat
kepada Aeilko J. Zijlker untuk daerah Telaga Said dekat Pangkalan
Brandan.
3 1885 Produksi pertama Telaga Said, yang kemudian diusahakan oleh “Royal
Dutch”
4 1890 Dibentuk “Koninklijke” untuk mengusahakan minyak di Sumatera
Utara.
5 1892 Kilang minyak di Pangkalan Brandan yang dibangun “Royal Dutch”
mulai berjalan.
6 1898 Kilang minyak Balikpapan mulai berjalan.
7 1899 Lapangan minyak Perlak, konsesi baru dari “Koninklijke” mulai
menghasilkan.
8 1900 Kilang minyak Plaju mulai bekerja.
9 1901 Saluran pipa Perlak – Pangkalan Brandan selesai dibangun.
10 1907 „Koninklijke‟ dan „Shell Transport and Trading Company‟ bergabung
membentuk BPM.
11 1907 Royal Dutch menyerahkan konsesi-konsesinya di Indonesia kepada
BPM
12 1911 Sejak tahun ini BPM mengusahakan daerah-daerah minyak sekitar
Cepu. Instalasi minyak berkapasitas kecil dibangun
13 1912 Dibentuk NKPM sebuah subsidiary dari “Standard oil Company of New
Jersey”, pada tahun 1948 nama NKPM menjadi STANVAC
14 1916 STANVAC menemukan minyak di Daerah Talang Akar, Pendopo
(Sumsel).
15 1920 BPM memperoleh kontrak untuk mengusahakan daerah jambi, dibentuk
NIAM, dengan modal 50/50 antara BPM dengan Hindia Belanda.
Manajemen berada di tangan BPM.
16 1923 NIAm Jambi menghasilkan produksi untuk pertama kali
17 1926 Kilang minyak STANVAC di Sungai Gerong selesai dibangun, mulai
berproduksi dalam rangka produksi keseluruhan Indonesia.
18 1931 „Standard Oil Company of California‟ membentuk subsidiary yang
setelah PD II bernama CALTEX. Pencarian minyak mulai
diintensifkan.
19 1935 Saluran pipa dari jambi ke BPM di Plaju selesai dibangun.
NNGPM suatu perseroan yang terdiri dari saham BPM (40%),
STANVAC (40%) dan Far Pacific Investment Company (20%), mulai
beroperasi di Irian Barat
20 1936 Konsesi yang bernama “Kontrak 5A” untuk daerah di Sumatera Tengah
diberikan kepada CALTEX. (termasuk lapangan MINAS).
21 1941 Pecah perang di Asia Tenggara, penghancuran dan penutupan sumur
minyak bumi.
22 1944 Tentara pendudukan Jepang yang berusaha membangun kembali
instalasi minyak menemukan MINAS.
23 1945 Lapangan minyak sekitar P. Brandan (ex konsesi BPM) diserahkan
pihak Jepang atas nama sekutu kepada Bangsa Indonesia. Perusahaan
ini diberi nama PTMNRI.
24 1946/ Jepang mundur, sejak pertengahan tahun 1946 sampai Agustus 1947
1947 lapangan-lapangan minyak STANVAC dikuasai PERMIRI.
25 1948 STANVAC kembali mencapai tingkat produksi tertinggi sebelum
perang.
26 1949 CALTEX kembali mengusahakan lapangan minyak di Sumatera
Tengah. Konsesi BPM Cepu yang dikuasai PTMN dikembalikan
kepada BPM akibat KMB, PTMN dibubarkan
27 1951 PTMRI diakui sah oleh pemerintah RI dan diganti menjadi P.N
PERMIGAN.
28 1952 CALTEX mulai mengekspor minyak dari lapangan MINAS.
29 1954 Pemerintah RI mengangkat seorang koordinator untuk Tambang
Minyak Sumut dan PTMNRI dirubah menjadi TMSU
30 1957 Awal Oktober 1957 K.S.A.D (pelaksana SOB) menunjuk KO. Dr. Ibnu
Sutowo untuk membentuk sebuah perusahaan minyak yang berstatus
hukum. Tanggal 10 Desember 1957 P.T. PERMINA didirikan, dan
disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No. J.A.
5/32/11 tanggal 3 April 1958.
31 1958 Bulan Juni PT PERMINA mengekspor minyak mentah untuk pertama
kali, dan disusul yang kedua pada Agustus berikutnya. PT PERMINA
mengadakan perjanjian kerjasama dengan perusahaan minyak Jepang
NOSODECO. Kredit diangsur kembali dalam bentuk minyak mentah.
PT PERMINA membuka perwakilan di Tokyo.
32 1959 NIAM menjadi PN PERMINDO. BPM/SHELL memulai proyek
Tanjung di Kalimantan
33 1960 BPM di Indonesia dilikuidasi dan sebagai ganti dibentuk PT SHELL
INDONESIA. Dengan diundangkannya UU Minyak dan Gas Bumi No.
44 tahun 1960, tanggal 26 Oktober 1960, seluruh pengusahaan minyak
di Indonesia dilaksanakan oleh Negara. Permindo mulai dengan
organisasi perniagaan sendiri sesuai sifat perusahaan Semi Pemerintah,
walaupun administrasi perniagaan masih diatur SHELL
34 1961 Pemerintah RI mengambil alih saham SHELL dalam PERMINDO.
PERMINDO dilIkuidasi dan dibentuk PN Pertambangan Minyak
Indonesia disingkat PERTAMIN. Dengan PP No. 198 tahun 1961
didirikan Perusahaan Negara dengan nama PN Pertambangan Minyak
Nasional, disingkat PN PERMINA dan PT PERMINA dilebur ke
dalamnya.
35 1962 Indonesia bergabung menjadi anggota OPEC
36 1964 Pemerintah RI/PN PERMINA mengambil alih semua aktivitas NNGPM
dengan membeli perusahaan tersebut.
37 1965 Tanggal 31 Desember 1965 Pemerintah RI membeli PT SHELL
INDONESIA dengan harga US$ 110 juta. Unit-unit ex SHELL
dimasukkan dalam organisasi PN PERMINA
38 1966 Dengan Surat Keputusan Menteri Pertambangan No. 124/M/MIGAS
tanggal 24 Maret 1966 organisasi PERMINA dibagi dalam 5 unit
Operasi Daerah Produksi dengan kantor pusat di Jakarta.
39 1967 Konsep Kontrak Production Sharing (KPS) mulai diperkenalkan.
40 1968 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1968 tanggal 20
Agustus 1968 PN PERMINA dan PN PERTAMIN dilebur menjadi satu
Perusahaan Negara dengan nama PN Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi Nasional, disingkat PN Pertamina
Tugas Kuliah :
1. Tugas kelompok, jumlah mahasiswa satu kelas dibagi dalam 12 Kelompok
2. Lingkup tugas masing-masing kelompok :
1. Sejarah penemuan minyak di Pulau Sumatera
2. Sejarah penemuan minyak di Pulau Jawa
3. Sejarah penemuan minyak di Pulau Kalimantan
4. Sejarah penemuan minyak di Pulau Sulawesi
5. Sejarah penemuan minyak di Pulau Irian
6. Sejarah penemuan minyak di Pulau lain (selain No.1-5)
7. Sejarah kilang pengolahan minyak Indonesia dimasa Penjajahan Belanda
8. Sejarah kilang pengolahan minyak Indonesia disama penjajahan Jepang
9. Sejarah kilang pengolahan minyak Indonesia dimasa penjajahan Portugis
Inggris
10.Kilang-kilang pengolahan minyak di Indonesia yang dikelola oleh BUMN
11.Kilang-kilang pengolahan minyak di Indoneis yang dikelola oleh Swasta
12.Kilang-kilang pengolahan minyak besar di dunia (10 kilang)

3. Materi tugas berupa resume masing-masing kegiatan perminyakan dan kilang pengolahan
minyak dalam bentuk presentasi power point
4. Materi presentasi maksimum 6 slide, tidak termasuk pendahuluan dan penutup
5. Lengkapi dengan gambar-gambar penunjang
6. Selamat bekerja dan sukses.

Anda mungkin juga menyukai