Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PEREKONOMIAN INDONESIA
Bab 5 : MASALAH KESEMPATAN KERJA dan PENGANGGURAN

Disusun Oleh :
Lidya Kristiana NIM : 01118002
Ajeng Mustika Suciati NIM : 01118006
Ikhmawati Layli NIM : 01118038
Lelly Karunia NIM : 01118054

FAKULTAS EKONOMI AKUNTANSI


UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA
Tahun 2019
BAB I

PENGANGGURAN

A. Pengertian Pengangguran
Yang dimaksud dengan pengangguran atau orang yang menganggur adalah mereka yang
tidak mempunyai pekerjaan dan sedang aktif mencari pekerjaan. Kategori orang yang
menganggur biasanya adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan pada usia kerja dan masanya
kerja.

Menurut sadono sukirno pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang ter-
golong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.

Menurut Payman J. Simanjuntak pengangguran adalah orang yang tidak bekerja berusia
angkatan kerja yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu
sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan.

Dapat disimpulkan dari definisi pengangguran di atas secara teknis adalah semua orang
dalam referensi waktu tertentu, yaitu pada usia angkatan kerja tetapi tidak bekerja, baik dalam
arti mendapatkan upah atau bekerja mandiri, kemudian mencari pekerjaan, dalam arti mempun-
yai kegiatan aktif dalam mencari kerja tersebut.

B. Statistik Pengangguran

Tingkat pengangguran adalah persentase mereka yang ingin bekerja, namun tidak
memiliki pekerjaan. Tingkat pengangguran diperoleh melalui survei terhadap ribuan rumah
tangga. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan
pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang
menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang
berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan
keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan
kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya produk nasional bruto (PNB, GNP) dan
pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal
istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan
tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

Jumlah pengangguran biasanya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta


tidak didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru atau keengganan untuk menciptakan lapan-
gan kerja (minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak memungkinkan untuk mendapatkan
lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk menciptakan lapangan kerja. Sebenarnya, kalau
seseorang menciptakan lapangan kerja, menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk diri sendiri
akan berdampak positif untuk orang lain juga, misalnya dari sebagian hasil yang diperoleh dapat
digunakan untuk membantu orang lain walau sedikit saja. Pada perekonomian yang maju, seba-
gian besar orang yang menjadi pengangguran memperoleh pekerjaan dalam waktu singkat.
Meskipun demikian, sebagian besar pengangguran yang diamati dalam periode tertentu dapat
disebabkan oleh sekelompok orang yang tidak bekerja untuk waktu yang lama.

Dengan jumlah total penduduk sekitar 260 juta orang, Indonesia adalah negara berpenduduk
terpadat keempat di dunia (setelah Cina, India dan Amerika Serikat). Selanjutnya, negara ini juga
memiliki populasi penduduk yang muda karena sekitar setengah dari total penduduk Indonesia
berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut digabungkan, indikasinya Indonesia
adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja yang besar, yang akan berkembang menjadi
lebih besar lagi ke depan, maka menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja dalam
perekonomian terbesar di Asia Tenggara.

Statistik Tenaga Kerja dan Pengangguran (Absolut) di Indonesia:

dalam juta orang 2016 2017 2018¹


Tenaga Kerja 127.8 128.1 133.9
- Bekerja 120.8 121.0 127.1
- Menganggur 7.0 7.0 6.9
Penduduk Usia Kerja,
63.7 64.0 59.6
Bukan Angkatan Kerja
- Sekolah 15.9 16.5 15.6
- Mengurus Rumah Tangga 39.3 39.9 36.0
- Lainnya 8.4 7.6 8.0
¹ data dari Februari 2018

dalam juta 2010 2011 2012 2013 2014 2015


Tenaga Kerja 116.5 119.4 120.3 120.2 121.9 122.4
- Bekerja 108.2 111.3 113.0 112.8 114.6 114.8
- Menganggur 8.3 8.1 7.3 7.4 7.2 7.6
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Tabel di bawah ini memperlihatkan angka pengangguran (relatif) di Indonesia dalam be-
berapa tahun terakhir. Tabel tersebut menunjukkan penurunan angka pengangguran (yang ter-
buka) yang cepat di antara tahun 2006 dan 2012 waktu Indonesia diuntungkan saat 2000s com-
modities boom. Waktu itu ekonomi Indonesia tumbuh dengan cepat maka menghasilkan banyak
pekerjaan baru di tengah aktivitas ekonomi yang yang tumbuh. Alhasil, angka pengangguran In-
donesia turun.
Tren ini terganggu oleh perlambatan ekonomi Indonesia (2011-2015) ketika boom ko-
moditas tahun 2000an tiba-tiba berakhir di tengah perlambatan ekonomi global. Ini adalah tanda
lain bahwa ekonomi Indonesia terlalu bergantung pada harga komoditas (yang volatil). Oleh
karena itu, upaya Presiden Joko Widodo untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada ek-
spor komoditas (yang mentah) dihargai dan harus mengarah pada ekonomi yang lebih kuat se-
cara struktural di masa depan. Seharusnya ini juga berdampak positif pada angka pengangguran
di Indonesia.

Pengangguran di Indonesia (Relatif):

2013 2014 2015 2016 2017 2018


Pengangguran
6.2 5.9 6.2 5.6 5.5 5.1
(% dari total tenaga kerja)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pengangguran
(% dari total tenaga 10.3 9.1 8.4 7.9 7.1 6.6 6.1
kerja)

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)

Kalau kita melihat pengangguran di perkotaan dan pedesaan di Indonesia, maka kita dapat
melihat bahwa pengangguran - secara signifikan - lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Yang tidak kalah menariknya yaitu kesenjangan antara pengangguran
perkotaan dan pedesaan melebar selama empat tahun terakhir karena pengangguran pedesaan
telah menurun lebih cepat daripada pengangguran di perkotaan. Penjelasan untuk tren ini adalah
bahwa banyak orang pedesaan pindah ke daerah perkotaan dalam rangka mencari peluang kerja.

Pengangguran Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia:

2014 2015 2016 2017


Pengangguran Nasional
5.9 6.2 5.6 5.5
(% dari total tenaga kerja)
- Pengangguran Perkotaan
7.1 7.3 6.6 6.8
(% dari total tenaga kerja perkotaan)
- Pengangguran Perdesaan
4.8 4.9 4.5 4.0
(% dari total tenaga kerja perdesaan)

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)


Sementara itu, relatif sedikit perempuan yang bekerja di Indonesia (di sektor formal). Hanya sek-
itar separuh dari perempuan Indonesia yang di usia kerja yang jadi bekerja dalam pekerjaan for-
mal. Namun, angka ini sebenarnya sedikit lebih tinggi dari tingkat (rata-rata) partisipasi angkatan
kerja perempuan dunia sebesar 49 persen pada tahun 2017 (data dari Bank Dunia). Namun,
dibandingkan dengan pria Indonesia, tingkat partisipasi tenaga kerja wanita rendah. Sekitar 83
persen pria Indonesia (di usia kerja) bekerja di sektor formal.

C. Jenis Pengangguran
Dalam membedakan jenis-jenis pengangguran, terdapat dua cara untuk menggolongkannya,
yaitu :

·         Berdasarkan kepada sumber/ penyebab yang mewujudkan pengangguran tersebut


·         Berdasarkan kepada ciri pengangguran yang wujud.
1. Jenis pengangguran berdasarkan penyebabnya
Berdasarkan penggolongan ini pengangguran dapat dibedakan kepada jenis pengangguran
berikut:
·         Pengangguran normal atau friksional.
·         Pengangguran siklikal.
·         Pengangguran struktural.
·         Pengangguran teknologi.
Uraian berikut akan menerangkan arti dari berbagai bentuk pengangguran tersebut dan
keadaan yang bagaimana akan mewujudkan tersebut.

a.       Pengangguran Normal atau Friksional


Apabila dalam suatu ekonomi terdapat pengangguran sebanyak dua atau tiga persen dari
jumlah tenaga kerja maka ekonomi itu sudah dipandang sebagai mencapai kesempatan kerja
penuh. Pengangguran sebanyak dua atau tiga persen tersebut dinamakan pengangguran normal
atau pengangguran friksional. Para penganggur ini tidak ada pekerjaan bukan karena tidak dapat
memperoleh kerja, tetapi karena sedang mencari kerja lain yang lebih baik.

b.      Pengangguran siklikal
Perekonomian tidak selalu berkembang dengan teguh. Adakalanya permintaan agre-
gat  lebih tinggi, dan ini mendorong pengusaha menaikan produksi. Lebih banyak pekerja baru
digunakan dan pengangguran berkurang. Akan tetapi pada masa lainnya permintaan agregat
menurun dengan banyaknya. Minyalnya, di negara-negara produsen bahan mentah pertanian,
penurunan ini mungkin disebabkan kemerosotan harga-harga komoditas. Kemunduran ini
menimbulkan efek kepada perusahaan-perusahaan mengurangi pekerja atau menutup perusa-
haannya, maka pengangguran akan bertambah. Pengangguran yang wujud tersebut dinamakan
pengangguran siklikal.

c.       Pengangguran struktural
Tidak semua industri dan perusahaan dalam perekonomian akan terus berkembang maju,
sebagaimana akan mengalami kemunduran. Kemerosotan ini ditimbulkan oleh salah satu atau
beberapa faktor berikut : wujudnya barang baru yang lebih baik, kemajuan. Teknologi mengu-
rangi permintaan ke atas barang tersebu, biaya pengeluaran sudah sangat tinggi dan tidak mampu
bersaing, dan ekspor produksi industri itu sangat menurun oleh karena persaingan yang lebih
serius dari negara-negara lain. Kemerosotan itu akan menyebabkan kegiatan produksi dalam in-
dustr tersebut menurun, dan sebagai pekerja terpaksa diberhentikan dan menjadi penganggur.
Pengangguran yang wujud digolongkan sebagai pengangguran struktural. Dinamakan demikian
karena ia disebabkan oleh perubahan struktur kegiatan ekonomi.

d.      Pengangguran teknologi
Pengangguran dapat pula ditimbulkan oleh adanya penggantian tenaga manusia oleh
mesin-mesin dan bahan kimia. Racun lalang dan rumput, Misalnya, telah mengurangi penggu-
naan tenaga kerja untuk membersihkan perkebunan, sawah dan lahan pertanian lain. Begitu juga
mesin telah mengurangi kebutuhan tenaga kerja untuk membuat lubang, memotong rumput,
membersihkan kawasan dan memungut hasil. Sedangkan di pabrik-pabrik, ada kalanya robot
telah menggantikan kerja-kerja manusia. Pengangguran yang ditimbulkan oleh penggunaan
mesin dan kemajuan teknologi lainnya dinamakan pengangguran teknologi.

2. Jenis Pengangguran Berdasarkan Cirinya

Berdasarkan kepada ciri pengangguran yang berlaku, pengangguran dapat pula digolongkan
sebagai berikut:

·         Pengangguran terbuka.

·         Pengangguran tersembunyi.

·         Pengangguran bermusim.

·         Setengah menganggur.

a.       Pengangguran Terbuka
Pengangguran ini tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih
rendah dari pertambahan tenaga kerja. Sebagai akibatnya dalam perekonomian semakin banyak
jumlah tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Efek dari keadaan ini di dalam su-
atu jangka masa yang cukup panjang mereka tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Jadi mereka
menganggur secara nyata dan sepenuh waktu, dan oleh karenanya dinamakan pengangguran ter-
buka. Pengangguran terbuka dapat pula wujud sebagai akibat dari kegiatan ekonomi yang menu-
run, dari kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga kerja, atau sebagai akibat dari
kemunduran perkembangan sesuatu industri.
b.      Pengangguran Tersembunyi
Pengangguran ini terutama wujud di sektor pertanian atau jasa . setiao kegiatan ekonomi
memerlukan tenaga kerja, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan tergantung kepada banyak
faktor. Antara lain faktor yang perlu dipertimbangkan adalah: besar atau kecilnya perusahaan, je-
nis kegiatan perusahaan, mesin yang digunakan (apakah intensif buruh atau intensif modal) dan
tingkat produksi yang dicapai. Di banyak negara berkembang seringkali di dapati bahwa jumlah
pekerjaan dalam suatu kegiatan ekonomi adalah lebih banyak dari yang sebenarnya diperlukan
supaya ia dapat menjalankan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan tenaga kerja yang digunakan
digolongkan dalam pengangguran tersembunyi. Contoh-contohnya ialah pelayan restoran yang
lebih banyak dari yang diperlukan dan keluarga petani dengan anggota keluarga yang besar yang
mengerjakan luas tanah sangat kecil.

c.       Pengangguran bermusiman
Pengangguran ini terutama terdapat di sektor pertanian dan perikanan. Pada musim
penghujan penyadap karet dan nelayan tidak dapat melakukan pekerjaan mereka dan terpaksa
menganggur. Pada musim kemarau pula para pesawah tidak dapat mengerjakan tanahnya. Di
samping itu pada umunya para pesawah tidak begitu aktif di antara waktu sesudah menanam dan
sesudah menuai. Apabila dalam masa di atas para penyadap karet, nelayan dan pesawah tidak
melakukan pekerjaan lain maka mereka terpaksa menganggur. Pengangguran seperti ini digo-
longkan sebagai pengangguran musiman.

d.      Setengah Menganggur
Di negara-negara berkembang penghijrahan atau imigrasi dari desa ke kota adalah sangat
pesat. Sebagai akibatnya tidak semua orang yang pindah ke kota dapat memperoleh pekerjaan
dengan mudah. Sebagiannya terpaksa menjadi penganggur sepenuh waktu. Di samping itu ada
pula yang tidak menganggur, tidak pula bekerja sepenuh waktu, dan jam kerja mereka adalah
jauh lebih rendah dari yang normal. Mereka mungkin hanya bekerha satu hingga dua hari sem-
inggu, atau satu atau hingga empat jam sehari. Pekerja-pekerja yang mempunyai masa kerja
seperti yang di jelaskan ini di golongkan sebagai setengah menganggur atau dalam bahasa ing-
gris : underemployed. Dan jenis penganggurannya dinamakan underemployement.

Berdasarkan kenyataan yang ada pengangguran terdiri dari beberapa jenis yaitu:

1. Pengangguran Siklis
Yaitu pengangguran yang terjadi apabila pemintaan lebih rendah dari output potensial
ekonomi. Yaitu manakala kemampuan ekonomi suatu bangsa lebih rendah dari kemampuan yang
seharusnya dicapai. Jenis pengangguran ini dikatakan sebagai pengangguran terpaksa, karena
banyak tenaga kerja yang ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku namun pekerjaan itu
tidak tersedia, karena alasan di atas tadi.
2. Pengangguran Friksional
Yaitu pengangguran yang terjadi akibat adanya perputaran dalam lingkup pekerjaan dan
ketenagakerjaan. Artinya pengangguran itu ada karena adanya angkatan kerja baru yang siap
memasuki lapangan kerja, sementara itu ada juga mereka yang telah bekerja keluar dari peker-
jaannya karena tidak cocok, bosan atau karena alasan lainnya seperti ingin mencari pengalaman
baru dengan pekerjaan baru. Dengan kata lain penganggur friksi adalah orang yang menganggur
sambil mencari pekerjaan.

3. Pengangguran Struktural
Yaitu pengangguran yang disebabkan oleh ketidak sesuaian antara struktur angkatan
kerja, berdasarkan pendidikan dan keterampilan, jenis kelamin, pekerjaan, industri, geografis, in-
formasi, dan tentu saja struktur permintaan tenaga kerja. Penybab pengangguran struktural ini
dapat bersifat alami misalkan karena adanya trend kebutuhan tenaga kerja dengan spesifikasi
pendidikan dan keahlian tertentu, atau juga karena kebijakan (pemerintah), misalnya adanya ke-
bijakan pengisian lapangan kerja di daerah tertentu yang tidak semua orang yang mau meskipun
sebenarnya memnuhi syarat, kebijakan upah dan proyek padat modal.

D. Akibat Pengangguran
1. Bagi perekonomian negara
a. Penurunan pendapatan perkapita.
b. Penurunan pendapatan pemerintah yang berasal dari sektor pajak.
c. Meningkatnya biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh pemerintah.
d. Dapat menambah hutang negara.
2. Bagi masyarakat
a. Pengangguran merupakan beban psikologis dan psikis.
b. Pengangguran dapat menghilangkan keterampilan, karena tidak digunakan apabila tidak
bekerja.
c. Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik

E. Dampak Tingginya Angka Pengangguran


Angka pengangguran yang cukup tinggi dalam suatu negara akan berdampak bagi perekono-
mian negara tersebut. Tingginya angka pengangguran di Indonesia akan membawa dampak
bagi negara ini. Adapun dampaknnya adalah sebagai berikut :
a. Timbulnya masalah kemiskinan karena dengan menganggur seseorang tidak mendapat
penghasilan.
b. Timbulnya dan meningkatnya tindakan criminal karena orang membutuhkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, sementara pengangguran tentu tidak memiliki
penghasilan.
c. Dapat memacu meningkatnya jumlah anak jalanan, pengemis, gelandangan yang berke-
liaran di jalanan.
d. Memacu sikap perlawanan dari masyarakat, misalnya demonstrasi menuntut keadilan.
e. Masyarakat tidak mampu mengoptimalkan keejahteraan hidupnya.
f. Meningkatnya jumlah anak putus sekiolah karena orang tua mereka tidak mampu mem-
bayar.
F. Solusi Mengatasi Pengangguran
1. Cara mengatasi pengangguran structural

Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah:


1. Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja.
2. Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke
tempat dan sektor ekonomi yang kekurangan.
3. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja
yang kosong, dan
4. Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.

2. Cara mengatasi pengangguran friksional

Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai
berikut:

1. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang
bersifat padat karya.
2. Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya
investasi baru.
3. Menggalakkan pengembangan sektor informal, seperti home industry.
4. Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan
sektor formal lainnya.
5. Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan
raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung
maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.

3. Cara mengatasi pengangguran musiman

Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara sebagai berikut:

1. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain.
2. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika me-
nunggu musim tertentu.

4. Cara mengatasi pengangguran siklis

Untuk mengatasi pengangguran jenis ini antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai berikut:

1. Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.


2. Meningkatkan daya beli masyarakat.
BAB II
KESEMPATAN KERJA
A. Pengertian Kesempatan Kerja

Kesempatan kerja adalah suatu keadaan yang menggambarkan ketersediaan pekerjaan untuk
diisi oleh para pencari kerja. Namun bisa diartikan juga sebagai permintaan atas tenaga kerja.

Tenaga kerja memegang peranan yang sangat penting dalam roda perekonomian suatu Negara
karena :

1.tenaga kerja merupakan salah satu factor produksi

2. sumber daya alam.

3. kewiraswastaan.

Tenaga kerja juga penting dilihat dari segi kesejahteraan masyarakat. Adapula masalah
yang ditimbulkan dari banyaknya tenaga kerja.

1.      Masalah-masalah perluasan kesempatan kerja.

2.      Pendidikan yang dimiliki angkatan kerja.

3. Pengangguran.

Sumitro Djojohadikusumo mendefinisikan angkatan kerja sebagai bagian dari jumlah


penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan
pekerjaan yang produktif. Faktor-faktor yang menentukan angkatan kerja menurut Sumitro di-
antaranya:

a.       Jumlah dan sebaran usia penduduk.

b.      Pengaruh keaktifan bersekolah terhadap penduduk berusia muda.

c.       Peranan kaum wanita dalam perekonomian.

d. Pertambahan pendudukan yang tinggi.


e. Meningkatnya jaminan kesehatan.

Banyak Negara dunia ketiga sekarang ini ditandai oleh suatu pengalaman sejarah yang unik
mengenai perpindahan penduduk dari desa ke kota, stagnasi produktivitas pertanian serta adanya
pengangguran dan pengangguran tersamar yang terus meningkat jumlahnya di kota-kota.
Masalah pengangguran di kota-kota di Negara yang sedang berkembang merupakan salah satu
gejala yang paling mencolok dalam pembangunan ekonomi mereka yang berlangsung secara ku-
rang memadai. Dalam sprektum yang lebih luas, pengangguran terbuka di kota-kota Negara-ne-
gara miskinsekarang ini sekitar 10 sampai dengan 20 persen dari angkatan kerja yang ada.
Tingkat pengangguran yang tinggi kebanyakan terjadi di kalangan anak-anak muda dan mereka
yang telah lebih berpendidikan pada usia 15 sampai dengan 24 tahun.

Dimensi permasalahan kesempatan kerja di Negara-negara dunia ketiga bukan sekedar aki-
bat kurangnya kesempatan kerja atau belum dimanfaatkannya sumber daya manusia dan rendah-
nya produktivitas dari mereka yang bekerja sepanjang hari. Masalah itu juga meliputi ketidak-
sesuaian antara keinginan yang berlebihan dan pengharapan mendapatkan pekerjaan, terutama di
kalangan anak-anak muda yang berpendidikan dan tersedianya pekerjaan yang sesuai dengan di
kota maupun di desa. Khususnya, keenggaan unttuk melakukan pekerjaan-pekerjaan manual dan
untuk tetap tinggal di desa bekerja di bidang-bidang pertanian yang ada serta system pendidikan
yang beorientasi pada jenis pekerjaan “halus”telah menyebabkan kerawanan yang sangat bagi
Negara-negara miskin yang berusaha hendak mempercepat laju pembangunan nasionalnya.

B. Beberapa Alasan Utama Terjadinya Permasalahan Kesempatan Kerja Di Negara-Negara


Dunia Ketiga

Permasalahan kesempatan kerja di Negara-negara dunia ketiga dengan demikian menampilkan


sejumlah faset (segi) yang membuat semakin uniknya sejarah dan dengan demikian juga berpen-
garuh pada berbagai analisi ekonomi yang tidak konvesional (umum). Mengenai hal ini, terdapat
tiga alas an utama, yaitu:

1. pengangguran secara teratur dan kronis lebih banyak mempengaruhi proposi angkatan kerja,
berbeda dengan pengangguran secara terbuka di Negara-negara industry, bahkan selama masa-
masa sulit depresi besar.

2. sebab-sebab timbulnya masalah pengangguran di Negara-negara dunia ketiga lebih kompleks


jika dibandingkan dengan pengangguran di Negara-negara maju. Negara-negara dunia ketiga
memerlukan berbagai ancangan kebijakan lebih daripada sekadar, katakanlah, kebijakan-kebi-
jakan ekonomi makro yang sederhana model Keynes (yang akan dijelaskansesudah ini) untuk
memperluas permintaan secara keseluruhan. Dalam banyak hal pendekatan atau ancangan seperti
itu jauh melampaui kebijakan-kebijakan ekonomi yang sempit yang dapat menyentuh ciri-ciri
kelembagaan, sosial dan sikap yang dimiliki oleh masyrakat-masyarakat yang tinggal di Negara-
negara itu.

3. Penting untuk diingat bahwa apapun dimensi dan sebab-sebab pengangguran si Negara-negara
dunia ketiga, lingkungan manusia miskin dan tingkat hidup yang rendah selalu berkaitan dengan
rendahnya produktivitas kerja yang jarang dialami oleh Negara-negara yang sekarang tergolong
maju. Oleh karena itu, muncul suatu desakan kebutuhan untuk memadukan tindakan kebijakan
antara Negara-negara yang sedang berkembang dengan Negara yang telah maju. Negara-negara
yang sedang berkembang perlu menyesuaikan kembali kebijakan dalam negerinya yang
menyangkut penciptaan lapangan atau kesempatan bekerja sebagai tujuan sosial dan ekonomi,
sementara Negara-negara yang telah maju perlu meninjau kembali dan menyesuaikan kebijakan
ekonomi tradisionalnya dalam kaitannya secara timbale balik dengan Negara-negara dunia
ketiga, terutama dalam hal alih teknologi dan pertukaran perdagangan.

C. Beberapa Bentuk Kurangnya Pemanfaatan Tenaga Kerja

(menurut Profesor Edgar O. Edwards) :

1. Pemekerjaan terbuka, baik yang sukarela (yaitu orang-orang yang tidak dimasukkan ke
dalam pertimbangan beberapa pekerjaan yang dapat dipakai untuk mengklasifikasikan
mereka, termasuk beberapa sarana pendukung lain dari aspek pemekerjaan) dan yang
tidak sekarela.

2.      Semi- pengangguran. Mereka yang bekerja sedikit ( hanya per harin, per minggu atau per
musim) padahal mereka ingin bekerj lebih banyak dan lebih lama.

3.      Tampaknya aktif tetapi kurang dimanfaatkan, yaitu mereka yang tidak tergolong sebagai pen-
gangguran maupun semi-pengangguran berdasarkan batasan tersebut diatas. Mereka sebenarnya
bekerja tetapi berdasarkan alternative yang berkaitan dengan waktu tertentu , yang meliputi :
a.       Semi- pengangguran tersamar, yaitu mereka yang bekerja di bidang pertanian atau sebagai pe-
gawai pemerintah secara purna.

b.      Semi-pengangguran tersembunyi yaitu mereka yang terlibat dalam aktivitas non-pemekerjaan


‘pilihan kedua’ , barangkali karena pendidikan dan keterkaitan-keterkaitan keluarga, terutama
karena kesempatan kerja ynag tidak tersedia (a) pada tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya
atau (b) untuk wanita, pada nilai-nilai sosial tertentu. Jadi, lenbaga pendidikan dan keterkaitan
rumah tangga menjadi “tumpuan terakhir masalah pemekerjaan”. Lebih daripada itu, banyak di
antara mereka yang meneruskan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, semata-mata  karena
tidak mampu bersaing untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

c.       Masa pension dini. Fenomena ini terdapat terutama di kalangan para pegawai pemerinta-
han.  Pensiun dini yang terjadi sebelum waktunya ini dimaksudkan untuk memenuhi desakan
banyak karyawan dari bawah yang menghambat memperoleh promosi.
4. Yang mengalami hambatan secara jasmani, yaitu mereka yang bekerja purna-waktu (sudah pension)
tetapi intensitas pekerjaannya amat rendah karena tidak adanya jaminan kesehatan dan makanan yang
bergizi.

5.       Yang tidak produktif, yaitu mereka yang sesungguhnya dapat menyediakan sumber daya yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang produktif, tetapi yang bekerja sepanjang waktu
dengan menggunakan sumber daya tambahan yang kurang mencukupi untuk memberikan masukan-
masukan guna memenuhi kebutuhan pokok sekalipun.

D. Relasi Antara Pengangguran Dan Kesempatan Kerja

Setiap negara mengharapkan untuk mencapai tahap kegiatan ekonomi pada tingkat penggu-
naan tenaga kerja penuh tanpa inflasi. Dalam prakteknya hal ini sangat sulit untuk dilakukan.
Ahli-ahli ekonomi telah menyadari bahwa apabila tingkat pengangguran rendah, masalah  inflasi
akan dihadapi, maka tingkat inflasi semakin tinggi. Sebaliknya apabila terdapat masalah pen-
gangguran yang serius, tingkat harga-harga adalah relatif stabil. Berarti tidak mudah untuk men-
ciptakan penggunaan tenaga kerja penuh kesetabilan harga secara serentak.

Jumlah penduduk adalah banyaknya orang yang mendiami suatu wilayah Negara. Dari sisi
tenaga kerja, penduduk suatu Negara dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni kelompok pen-
duduk usia kerja dan kelompok bukan usia kerja. Penduduk usia kerja adalah mereka yang beru-
mur 10 hingga 65 tahun. Namun dewasa ini usia kerja tersebut telah diubah menjadi yang beru-
mur 15 hingga 65 tahun.Penduduk usia kerja dapat pula kita bagi dalam dua kelompok, yakni
kelompok angkatan kerja dan kelompok bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah semua
orang yang siap bekerja disuatu Negara. Kelompok tersebut biasanya disebut sebagai kelompok
usia produktif. Dari seluruhan angkata kerja dalam suatu Negara tidak semuanya mendapat ke-
sempatan bekerja. Diantaranya ada pula yang tidak bekerja. Mereka inilah yang disebut pengang-
guran. Pengangguran adalah angkatan kerja atau kelompok usia produktif yang tidak bekerja.
(YB Kadarusman, 2004:65) Angkatan kerja banyak yang membutuhkan lapangan pekerjaan, na-
mun umumnya baik di Negara berkembang maupun Negara maju, laju pertumbuhan pen-
duduknya lebih besar dari pada laju pertumbuhan lapangan kerjanya. Oleh karena itu, dari sekian
banyak angkatan kerja tersebut, sebagian tidak bekerja atau menganggur. Dengan demikian, ke-
sempatan kerja dan pengangguran berhubungan erat dengan ketersedianya lapangan kerja bagi
masyarakat. Semakin banyak lapangan kerja yang tersedia di suatu Negara, semakin besar pula
kesempatan kerja bagi penduduk usia produktifnya, sehingga semakin kecil tingkat penganggu-
rannya. Sebaliknya, semakin sedikit lapangan kerja di suatu Negara, semakin kecil pula kesem-
patan kerja bagi penduduk usia produktifnya. Dengan demikian, semaki tinggi tingkat pengang-
gurannya.

Anda mungkin juga menyukai