ILMU HUKUM
1
Bab I Pendahuluan
Mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum (PIH) merupakan pengetahuan dasar yang harus
dimiliki dan dikuasai oleh para mahasiswa Fakultas Hukam untuk dapat serta mendalami
kuliah-kulian selanjutnya tentang hukum.
Materi pengantar Ilmu Hukum terdiri atas pengertian-pengertian asasi apa hukum itu,
rasion d’antre (reason for being)-nya, tujuannya, sumber-sumbernya, pembagian serta
pelaksanannya, mazhab hukum dan ilmu pengetahuan lain yang membantu ilmu hukum
dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu tentang kaidah (norma), pengertian pokok hukum,
dan tentang perilaku manusia. Oleh karena itu isi pengantar Ilmu Hukum yang selanjutnya
disingkat (PIH) pada umumnya bersifat asasi.
Istilah PIH untuk pertama kali lahir dan dipergunakan di Indonesia, sejak Perguruan
Tinggi Gajah Mada di Yogyakarta berdiri. Kini PIH sudah umum dipakai, sebenarnya
merupakan terjemahan dari bahasa Belanda : “Inleiding tot Rechtswetenschap”, yang
digunakan di Negara kita sejak tahun 1924 tatkala di Jakarta didirikan Rechts Hoge
School.
Istilah Inleinding tot de Rechtswetenschap pada Rechts Hoge School identik dengan
istilah yang dipakai di Perguruan Tinggi Belanda sejak tahun 1920 pada waktu itu istilah ini
dipakai dalam Undang-undang Perguruan Tinggi (Hooger Onderwijswet), sebagai
pengganti istilah yang lama: “Encyclopaedie der Rechtswetenscha”. Istilah yang terakhir ini
pun bukan asli dari Belanda, tetapi berasal dari Jerman yang dipakai sejak akhir abad ke
19 dan permulaan abad ke 20, ialah istilah: “Einfuhrung in die Rechtswessenschaft”.
2
1.Tempat dan Fungsi Pengantar Ilmu Hukum
3
Sifat ilmu pada dirinya adalah netral tidak memihak, oleh karena itu ilmu hukum
selaku ilmu pengetahuan, tidak meletakkan sesuatu keharusan ataupun larangan,
sebab tugas yang demikian ini terletak bukan pada dunia ilmu pengetahuan, akan
tetapi pada dunia lain ialah politik dan sepanjang berkenaan dengan hukum disebut
politik hukum.
Dalam hal ini hendaknya diingat, bahwa selalu terdapat hubungan (bukan
pengaruh timbal balik) antara lain pengetahuan hukum dan politik hukum. Malahan
dapat dikatakan, pada umumnya para ahli hukum berpendapat, bahwa politik hukum
yang tepat hendaknya berdasarkan pada hasil-hasil kajian ilmu pengetahuan
hukum, karena politik hukum tujuannya mendapatkan peraturan-peraturan hukum
yang lebih baik.
4
Mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum adalah berkenaan dengan pengetahuan
ringkas tentang ilmu hukum “bidang ruangnya” (ruimte viakte), sedangkan cabang-
cabangnya mementingkan dalamnya (diepte).
Dengan perkataan lain Pengantar Ilmu Hukum menyelidiki pengertian-pengertian
umum sedangkan cabang-cabangnya itu menyelidiki pengertian dan asas hukum
yang khusus.
5
Normatif dimaksudkan untuk menjelaskan bahwa ilmu hukum objeknya adalah
kaidah-kaidah hidup yang berisi larangan-larangan dan/atau perintah. (hendaknya
tetap diinsyafi bahwa ilmu pengetahuan ansich tidak memberi penilaian baik buruk,
dan karena itu pula ia tidak mengharuskan atau melarang sesuatu). Sejauh
mungkin ia memberikan analisis dan interpretasi.
Mungkin sekali hasil-hasil analisis seorang ahli berlainan dengan lainnya; hal ini
karena tiap-tiap penyelidik mau tidak mau sudah terpengaruh oleh pandangan
hidupnya sendiri-sendiri.
b. Prinsip keteraturan:
Pengetahuan tentang alam didasarkan pada persepsi mengenai cara yang teratur
tentang tingkah laku sesuatu. Pada dasarnya alam adalah teratur. Dengan
melukiskan bagaimana sesuatu telah terjadi di masa lalu, atau dengan
melukiskan bagaimana tingkah laku benda-benda yang sama sekarang, maka
membuat ramalan mengenai kemungkinan tingkah laku benda tersebut di masa
depan.
7
c. Prinsip keserupaan:
Keserupaan berarti bahwa bila terdapat gejala-gejala yang berdasarkan
pengalaman adalah identik atau sama, bila mempunyai cukup jaminan untuk
membuat kesimpulan yang bersifat umum tentang hal itu.
Jika kita mengetahui bahwa sebuah pisang adalah enak dan bergizi, kita
ingin merasa yakin dengan alasan yang cukup, bahwa objek yang lain bentunya
dan rasanya seperti pisang diharapkan tidak beracun yang mematikan.
Maka banyak pengalaman kita dengan benda-benda seperti pisang, maka
makin banyak kita peroleh pengetahuan yang makin dapat diandalkan pisang.
Locke sebagai bapak kaum empiris mengatakan :
Bahwa pikiran manusia pada saat lahir dianggap sebagai selembar kertas lilin
yang licin (tabularasa) dimana data yang ditangkap pancaindra, lalu tergambar
di situ (Achmad Sanusi).
8
2. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Menurut kodrat alam, manusa di mana-mana dan pada jaman apapun juga
selalu hidup bersama-sama, hidup berkelompok-kelompok. Sekurang-kurangnya
hidup bersama itu terdiri atas dua orang, suami-isteri atau ibu dan anak-
anaknya/banyinya. Dalam sejarah perkembangan manusia tidak terdapat
seorangpun yang hidup menyendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya,
kecuali dalam keadaan terpaksa dan iapun hanyalah untuk sementara waktu.
Aristoteles yang hidup pada tahun Sebelum Masehi “ (384-322) seorang ahli
pikir bangsa Yunani Kuno, dalam ajarannya mengatakan, bahwa manusia adalah
Zoon Politicon, maksudnya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya
selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia. Jadi makhluk yang
suku bermasyarakat. Oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain,
maka manusia disebut makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat.
9
Manusia sebagai individu (perseorangan) mempunyai kehidupan yang menyendiri,
namun sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Karena
manusia lahir, hidup, berkembang dan meningal dunia di dalam masyarakat. Sebagai
manusia, sebagai individu, tidak dapat mencapai segala sesuatu yang diinginkan
dengan mudah didapat.
Contoh:
Pak tani baru dapat mengerjakan sawahnya setelah ia memperoleh alat-alat
pertanian yang dibuat oleh tukang pandai besi. Pakain yang sedang kita pakai juga
hasil karya tukang jahit, tukang jahit tidak dapat mengerjakan pakaian kalau tanpa ahli
tenun atau pekerja pabrik yang mengusahakan bahan pakaian lebih dahulu, demikian
seterusnya.
Lebih-lebih pada jaman modern ini tidaklah mungkin bagi seseorang untuk hidup
secara layak dan sempurna tanpa bantuan orang lain atau kerjasama dengan orang
lain dalam masyarakat. Sekarang apakah yang dimaksud dengan masyarakat ?
Sebenarnya ini mestinya akan dibicarakan dalam mata kuliah sosiologi, namun
sekarang ingin disinggung sedikit tentang masyarakat. Karena erat sekali
hubungannya dengan membahas pengertian manusia sebagai makhluk
sosial/masyarakat.
10
Hasrat manusia untuk hidup bersama-sama dengan manusia lai, memang
merupakan perbawaan manusia sejak lahir, merupakan suatu keharusan hidup.
Hidup bersama sebagai perhubungan antar suami-isteri dalam rumah tangga,
hubungan keluarga, hubungan suku bangsa, hubungan bangsa dan hubungan
rumah tangga dunia/internasional.
Kehidupan bersama itu dapat berbentuk desa, kota, daerah, Negara dan
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama
itu yang disebut masyarakat.
Jadi masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih hidup bersama,
sehingga dalam pengertian hidup timbul sebagai hubungan atau pertalian yang
mengakibatkan bahwa seorang dengan lainnya saling kenal mengenal dan
pengaruh mempengaruhi. Atas dasar pengertian tersebut, maka masyarakat dapat
digolongkan berdasarkan pelbagai dasar/aspek dan tujuan hubungan orang-orang
dalam golongan itu.
Dalam suatu golongan sering tumbuh semangat yang khusus yang berbeda dari
semangat golongan yang lain. Semangat golongan dapat membahayakan, jika
golongan itu merasa lebih penting, lebih tinggi, lebih kuasa daripada golongan lain.
Karena itu persatuan bangsa harus selalu diutamakan/didahulukan pembinaan
semangat persatuan yang ditujukan kepada kepentingan bersama. Inilah yang
menjadi salah satu tugas dan kewajiban tiap pemimpin golongan dalam masyarakat.
14
4. Pendorong Hidup Bermasyarakat
Adapun yang menyebabkan manusia selalu hidup bermasyarakat ialah antara
lain : dorongan kesatuan biologis yang terdapat dalam naluri manusia miaslnya:
a. Hasrat untuk memenuhi keperluan makan dan minum;
b. Hasrat untuk membela diri
c. Hasrat untuk mengadakan keturunan
Naluri (instink) itu sudah ada pada diri manusia sejakia dilahirkan tanpa ada
orang lain yang mengajarkannya. Keperluan makan dan minum termasuk
keperluan primer untuk segala makhluk hidup baikhewan maupun manusia.
Dalam usaha untuk dapat memenuhi keperluan hidupnya, manusia akan
mendapat bantuan orang lain. Hidup menyendiri akan menimbulkan kesulitan,
tiap usaha akan berhasil bilamana dikerjakan bersama, bantu membantu.
15
Sebagai tantangan hidup kemanusiaan, ternyata alam tidak selalu
bermurah hati kepada manusia. Berbagai bahaya mengamcam
kehidupan manusia seperti:
Serangan binatang buas, bencana alam (banjir), gempa bumi,
letusan gunung berapi, penyakit, kelaparan, serangan suku bangsa
lain, peperangan dan sebagainya.
16
Sudah menjadi kodrat alam juga, bahwa padaa tiap-tiap manusia (yang
normal) terdapat hasrat untuk melanjutkan jenisnya dengan jalan
mendapatkan keturunan. Hal ini tentu tidak dapat dilakukan orang-seorang.
Halini menjadi dorongan untuk hidup bersuami isteri, hidup berkeluarga dan
akhirnya menjadi suatu masyarakat Negara.
Selain dari itu keinginan-keninginan yang timbul dari hari nurani dan
kodrat alam itu, ada juga faktor-faktor pendorong lain untuk hidup
bermasyarakat, ialah : ikatan pertalian darah, persamaan nasib, persamaan
agama, persamaan bahasa, persamaan cita-cita, kebudayaan dan
persamaan keinsyafan bahwa mereka mendiami satu daerah yang sama.
Dari faktor-faktor tersebut di atas, dapat ditarik kedimpulan, bahwa bagi
tiap individu hidup bersama itu merupakan suatu kaharusan yang tidak dapat
dielakkan.
17
5. Tata Hidup Bermasyarakat
18
Apabila ketidak seimbangan perhubungan masyarakat yang meningkat
menjadi perselisihan itu dibiarkan mungkin akan timbul perpecahan dalam
masyarakat. Oleh karena itu dalam masyarakat yang teratur, manusia /anggota
masyarakat itu harus memperhatikan kaidah-kaidah, norma-norma, ataupun
peratuan-peraturan hidup tertentu yang ada dan hidup dalam masyarakat di
mana dia hidup.
19
6. Disiplin Hukum
20
Disiplin prespektif adalah sistem ajaran yang menentukan apakah yang
seyogyanya atau yang seharusnya dilakukan di dalam menghadapi
kenyataan-kenyataan tertentu. Contohnya : hukum, filsafat dan sebagainya.
Disiplin hukum secara umum meliputi: ilmu-ilmu hukum, politik hukum dan
filsafat hukum.
a. Ilmu-ilmu hukum sebagai kumpulan dari berbagai cabang ilmu
pengetahuan, antara lain meliputi:
1) Ilmu tentang kaedah atau normwissenschaft atau sollen-
wissesnschaft, ialah ilmu yang menalaah hukum sebagai kaidah atau
sistem kaidah-kaidah dengan dogmatic hukum dan sistemik hukum
2) Ilmu pengertian, ialah ilmu tentang pengertian pokok dalam hukum
yaitu : subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan
hukum dan objek hukum. Gabungan antara ilmu kaidah dan ilmu
pengertian-pengertian pokok hukum disebut dogmatig hukum.
21
3) Ilmu tentang kenyataan atau tatsachenowissenschaft atau Seinwissenschaft
yang menyoroti hukum sebagai perilaku atau sikap tindak yang antara lain
mencakup :
a) Sosiologi hukum, yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris
dan analitis mempelajari hubungan tmbal balik antar hukum sebagai gejala
sosial dengan gejala-gejala soaial lainnya.
b) Antropologi hukum, yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
dan penyelesaiannya pada masyarakat-masyarakat sederhana, manupun
masyarakat – masyarakat yang sedang mengalami proses modernisasi.
c) Psikologi hukum, yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
hukum sebagai suatu perwujudan dari perkembangan jiwa manusia.
d) Perbandingan hukum, yang merupakan cabang ilmu pengetahuan yang
memperbandingkan sistem-sistem hukum yang berlaku di dalam satu atau
beberapa masyarakat.
e) Sejarah hukum, yang mempelajari perkembangan dan asal-usul dari sistem
hukum dalam suatu masyarakat tertentu.
22
b. Politik hukum, ialah mencakup kegiatan-kegiatan memilih dan
menerapkan nilai-nilai.
c. Filsafat hukum, adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai. Kecuali
itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya
penyerasian antara ketertiban dengan ketenteraman, antara
kebendaan dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan/
konservatisme dengan pembaharuan.
23
Pengantar
ILMU HUKUM
1
Bab II
KAIDAH BERFUNGSI MELINDUNGI KEPENTINGAN MANUSIA
Hal ini sudah dimengerti, bahwa orang yang hidup dalam masyarakat
disatu pihak berusaha untuk melindungi kepentingan masing-masing terhadap
bahaya dari masyarakat itu sendiri, sedangkan di lain pihak senantiasa
berusaha untuk saling tolong-menolong dalam mengejar kepentingan
bersama.
2
Usaha melindungi dan memperkembangkan kepentingan-kepentingan itu,
dapat dicapai, karena sebelumnya telah diadakan peraturan-peraturan yang
dapat menjadi ukuran bagi tingkah laku orang-orang.
Peraturan-peraturan ini, mengharuskan orang untuk bertindak di dalam
masyarakat sedemikian rupa sehingga kepentingan-kepentingan orang lain
sedapat mungkin terjaga/ terlindungi dan kepentingan bersama dapat
dikembangkan. Peraturan-peraturan itulah yang biasanya disebut kaidah atau
norma, atau pedoman, patokan atau ugeran.
Jadi tugas kaidah atau norma, adalah pedoman untuk berperilaku atau
bersikap tindak dalam hidup.
3
Semuanya itu menyebabkan pada diri manusia tidak ada upaya untuk
mengetahui pola tersebut, kecuali dalam hal di mana perkembangan hidup tidak
memungkinkan untuk berpegang teguh pada pola yang telah ada tadi. Jika
seseorang mulai merasa tidak senang lagi untuk hidup dalam suatu pola yang
lama, maka diapun menginginkan suatu suasana yang baru dan mulailah
dirancang pola hidup yang baru.
5
Ditinjau dari kenyataan hidup/kehidupan, sumbernya adalah hasrat untuk
hidup pantas/sayogya; behoerlijk. Ini tidak dapat disangkal atau kiranya ada
orang yang tidak berhasrat demikian?
Akan tetapi bahwa pandangan hidup pantas /seyogyanya bagi setiap
orang tidak sama, bahkan dalam diri satu orangpun sering timbul pandangan-
pandangan yang berlawanan/inner conflict.
Oleh karena itu perlu diberi patokan atau pedoman, agar supaya
benyaknya pandangan-pandangan dan cara-cara untuk mendapatkan
keseyogyaan itu tidak menyebabkan hidup ini menjadi tidak pantas atau
menjadi tidak seyogya.
6
Masing-masing aspek hidup tersebut mempunyai kaidah-kaidah dalam dalam
masing-masing aspek hidup dapat diadakan pembedaan dua macam tata kaidah
yaitu sebagai berikut:
1. Aspek hidup pribadi mencakup
a. Kaidah-kaidah kepercayaan untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau
kehidupan ber-Iman (devout life)
b. Kaidah-kadiah kesusilaan (sittlicheit/moral/etika dalam arti sempit), yang
tertuju pada kebaikan hidup pribadi atau kebersihan hati nurani dan akhlak
(kehidupan dengan gewetan)
Demikian dapat dikatakan bahwa kaidah-kaiadh kepercayaan dan kaidah-
kaidah kesusilaan yang mencakup patokan atau pedoman-pedoman untuk
hidup pribadi, pada umumnya memberi keteguhan pribadi (personality),
mencegah atau memperkecil ketidakseimbangan rohani serta perasaan rendah
diri maupun rasa superior.
7
Van Aperdoorn berpendapat bahwa segala peraturan mengandung petunjuk-
petunjuk hidup bagaimana manusia hendaknya bertindak-tanduk, peraturan yang
menimbukan kewajiban manusia dicakup dengan istilah etika, yang meliputi: agama,
kesusilaan, hukum dan adat.
Van Kan dan H.H. Beekhuis menyebutkan kaidah yang terdapat dala : hukum,
kesopanan, kesusilaan dan agama. Masilah sekarang kita tinjau masing-masing
kaidah/norma.
8
Norma agama bersifat universal dan berlaku bagi seluruh umat manusia di
dunia. Menurut Purnadi Purbacaraka, dan Soerjono Soekanto menyatakan
bahwa kaidah kepercayaan termasuk tata kaidah dalam salah satu aspek hidup
pibadi manusia, yang bertujuan hanya untuk menguasai atau mengatur
kehidupan pribadi di dalam mempercayai atau menyakini kekuasaan ghoib.
Tuhan Yang Maha Esa, Dewa-dewa dan sebagainya.
9
2. Norma kesusilaan
Kesusilaan berakar dalam suara hati manusia. Jadi timbul dalam kekuatan di
dalam manusia, tak ada kekuasaan dari luar yang dapat memaksa untuk
menjalankan perintah kesusilaan.
Paksaan dari luar dengan kesusilaan sama sekaliu tidak dapat disatukan. Sifat
perintah susila ialah harus dipenuhi dengan suka rela. Satu-satunya kekuasaan
yang berdiri di belakang kesusilaan ialah : suara hati manusia sendiri.
Jadi peratuan hidup kesusilaan ini berupa bisikan kalbu atau suara batin yang
diakui dan diinsyafi oleh setiap orang sebagai pedoman dalam sikap dan
tindak/perbuatannya.
10
3. Norma kesopanan
11
4. Norma hukum
Kita semua telah mengetahui tentang norma agama, norma kesusilaan, norma
kesopanan dan kesemuanya itu tujuannya adalah untuk membina ketertiban
kehidupan manusia. Namun ketiga peraturan hidup itu belum cukup memberikan
jaminan menjaga ketertiban dalam masyarakat. Oleh karena itu masih diperlukan
suatu norma/kaidah yang mempunyai sanksi yang tegas tidak lain adalah norma
hukum.
Kalau kita tinjau isinya dari setiap kaidah mempunyai pengaruh kuat
terhadap lainnya. Antara lain pendangan tentang agama dan kesusilaan
terus-menerus mempengaruhi pertumbuhan hukum. Hal ini adalah benar,
karena seperti kita ketahui bahwa hukum adalah salah satu bagian dari
kebudayaan sedangkan kebudayaan adalah hasil budi manusia.
12
Hal ini juga sesuai dengan pendapatnya John Herman Randall Jr. dan
Justus Buchler tentang filsafat dalam bukunya “Philosophy and
Introduction”, halaman 1, cetakan tahun 1957 di New York, yang oleh
Iswanto dikutip dari bukunya Ds. FKN, harapan tentang “Tokoh-tokoh
Dunia dalam Lapangan Berpikir”, cetakan ketiga tahun 1978, halaman15:
“Philosophical thingking, indees, has very relation with religion with
science, and with art. It has normally to do intellectually what religion has
always done prakticically and meationally to establish … life in some
satisfying meaningfull relation to the universe in which man find himself”
(Berpikir secara filsafat sungguh mempunyai hubungan erat dengan
agama, ilmu pengetahuan dan seni. Noma berpikir secara filsafat harus
membuat secara intelektual, apa yang selalu telah dilakukan oleh agama
praktis dan emosional; mencocokkan hidup manusia dalam suatu
hubungan yang memuaskan dan mengandung arti dengan alam semesta,
dimana manusia menemukan dirinya sendiri).
13
Telah berulah kali disebutkan bahwa tingkah laku manusia dalam masyarakat telah
diatur oleh kaidah-kaidah: agama, kesusilaan dan kesopanan, namun masih diperlukan
adanya haidah hukum karena menurut Van Kan dan JH Beekhuis dalam bukunya
Pengantar Ilmu Hukum, halamam 8 dan 10 menyatakan sebagai berikut :
a. Kaidah-kaidah agama, kesusilaan, ada/kesopanan, belum cukup mampu untuk
melindungi dan memperkembangkan kepentingan-kepentinan manusia ialah masih
terdapat kepentingan manusia yang tidak diatur oleh kaidah-kaidah selalu kaidah
hukum tetapi yang nyata-naya memerlukan perlindungan.
Misalnya orang harus berjalan di jalan raya di sebelah kiri, adanya pelaksanaan
aturan perkawinan dan sebagainya.
a. Kepentingan yang telah diatur oleh kaidah-kaidah selain kaidah hukum, belum cukup
dilindungi, sebab belum terdapat sanksi yang dapat dipaksakan.
Misalnya :
- Tidak ditaati agama, akan mengakibatkan hukum Tuhan;
- Pelanggaran kaidah kesusilaan hanya penyesalan dan penyesalan diri sendiri;
- Tidak mengacuhkan kesopanan/adat mengakibatkan celaan masyarakat atau
pengasingandari lingkungan pergaulan.
14
Kita sadari bahwa kaidah hukum yang mempunyai sanksi yang dapat
dipaksakan. Biasanya tidak diikuti suatu peraturan hukum, sanksinya berbentuk
suatu tindakan jsamaniah baik bersifat preventif (untuk mencegah dilakukannya
tindakan yang tidak dikehendaki oleh hukum) maupun bersifat represif (dengan
suatu cara lain yang sedapat mungkin mendekati tujuan yang dikehendaki oleh
kaidah hukum atau mengenakan kepada si pelanggar suatu akibat yang
merugikan baginya).
15
Dalam kita membicarakan kaidah hukum tidak dapat diabaikan segala masalah
yang mempunyai hubungan langsung. Yang tidak mampunyai hubungan langsung
perlu juga disinggung agar lebih tegas apa yang termasuk bidang-bidang kaidah
hukum, dan apa yang tidak. Bilamana ada hubungannya, maka perlu ditegaskan,
apakah hubungan tersebut bersifat langsung atau tidak langsung.
16
Sekarang kita menelaah tentang kaidah pokok atau kaidah dasar
(grunndnorm) dari suatu tata kaidah hukum. Mengenai grundnorm yang
fundamental dan abadi ialah kaidah pokok atau dasar yang boleh
dikatakan menjadi intinya (kern) dari setiap tata kaidah hukum yang aktual
dan temporer.
Dalam hubungan ini dapatlah kiranya kita telaah teori Hans Keslen
ialah tentang ajaran murni dari hukum “Reine Rechts Lehre atau Pure
tjeory of law”.
17
Perilaku atau sikap tindak yang ajeg menurut Hans Kelsen bukan
merupakan objek dari ilmu hukum, tetapi merupakan objek dari sosiologi hukum.
Inilah sebabnya teori Hans Kelsen disebut Reine Rechtslehre, karena dalam
ajarannya hukum hendanya dibersihkan dari faktor-faktor: politis, sosiologis,
filosofis dan lain-lain yang mempengaruhi hukum.
Walaupun sebenarnya Hans Kelsen mengakui bahwa hukum dipengaruhi
oleh faktor-faktor: politis, sosiologis, filosofis dan seterusnya, akan tetapi yang
dikehendaki adalah suatu teori yang murni mengenai hukum.
18
Dengan penjelasan tersebut Hans Kelsen menghubungkan hal stufenbau
dan grundnorm dengan suatu Negara tertentu, sehingga akibatnya dapat
diambil kesimpulan bahwa isi perumusan grundnorm Negara yang satu boleh
berbeda dari Negara lainnya tergantung dari sifat Negara masing-masing.
Misalnya Parlemen yang berdaulat di Inggris, merupakan grundnorm-nya;
di Republik Jerman pada jaman Adolf Hitler, grundnorm-nya adalah perintah
der Fuhrer yang merupakan wewenang hukum tertinggi. Di Negara kita adalah
Majelis Permusyawaratan Raknyat yang merupakan wewenang hukum tertinggi.
19
Menurut Soerjono Soekanto bagi Indonesia masalah efektivitas masih perlu
dipersoalkan di dalam kerangka merumuskan grundnorm yang disesuaikan dengan
teori kedamaian dalam hukum, yang tidak semata-mata dikekang oleh pemikiran
yuridis, tetapi juga oleh perasaan yuridis.
Oleh karena itu rumusan Hans Kelsen dirubah menjadi : “mansia seharusnya
bertingkah laku atau bersikap tindak sesuai dengan tata kaidah hukum, hanya
apabila tata kaidah tersebut secara menyeluruh menjamin kedamaian hidup
bersama. Artinya terdapat ketenangan batiniah dan ketertiban lahiriah. Oleh karena
menurut Hans Kelsen sendiri hukum adalah tata kaidah untuk menegakkan
kedamaian.
20
Pengantar
ILMU HUKUM
1
BAB III
ISI, SIFAT, DAN TUJUAN KAIDAH HUKUM
2
- Pasal 103 KUH Perdata: Suami dan isteri, mereka harus setia-mensetia, tolong
menolong dan bantu membantu
- Pasal 104 KUH Perdata: Suami dan isteri, dengan mengikatkan diri dalam suatu
perkawinan, dan hanya karena itupun, terikatlah mereka dalam suatu perjanjian
bertimbal balik, akan memelihara dan mendidik sekalian anaknya.
- Pasal 45 ayat (1) UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974: bahwa kedua orang tuanya
wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
4
2. Sifat Kaidah Hukum
5
Pasal 28 Buku KUH Perdata
Asas perekawinan menghendaki adanya kebebasan kata sepakat antara kedua
calon suami isteri” Pasal ini juga telah diambil oper oleh Undang-undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 6 ayat(1): “Perkawinan harus didasarkan atas
persetujuan kedua calon mempelai”.
UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 menurut pendapat Iswanto bukan lagi
sebagai memaksa, tetapi lebih mendekati ke sifat yang relatif, walaupun syarat-
syaratnya telah juga ditentukan secara eksplisit dalam Pasal 3, 4, dạn 5.
Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan Tahun 1974: Pada azasnya dalam suatu
perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita
hanya boleh mempunyai seorang suami.
Ayat (2): Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri
lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
b. Kaidah hukum yang bersifat fakultatif atau hukum yang mengatur, atau hukum
yang menambah (regelend rech/aanvullend recht)
Dimaksudkan peratuan-peraturan yang tunduk pada peraturan yang dibuat
dengan perjanjian oleh pada pihak yang berkepentingan sendiri. Hukum yang
mengatur ini adalah hanyalah hendak mengatur dan tidak mengikat dengan tiada
syarat.
Hukum ini hanya mengikat jika dan sepanjang para pihak yang laindengan
jalan membuat perjanjian. Jadi kaidah hukum fakultatif ini bermaksud mengisi
luangan-luangan dalam peraturan yang dibuat oleh para pihak.
6
Contohnya:
- Pasal 119 KUH Perdata: “Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum
berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan isteri, sekedar
mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain”.
Pasal ini dalam ayat 2: Persatuan ini sepanjang perkawinan tidak boleh ditiadakan
atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami isteri
Pasal ini dalam Pasal 29 UU Perkawinan No.1 Tahun 1974 diubah bunyinya
sebagai berikut :
1) Pada waktu atau sebelum perkaawinan dilangsungkan, kedua belah pihak
atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang
disahkan oleh pegawai pencatatan perkawinan, setelah mana isinya berlaku
juga terhadap pihak ketiga tersangkut.
2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas
hukum, agama dan kesusilaan.
3) Perjanjian tersebut dimulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat diubah,
kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan
perubahanm tidak merugikan pihak ketiga.
7
Pasal 120 KUH Perdata:
Sekedar menganai laba-labanya, persatuan itu meliputi harta kekayaan
suami dan isteri bergerak dan tak bergerak, baik yang sekarang maupun yang
kemudian, maupun pula, yang mereka peroleh dengan Cuma-Cuma, kecuali
dalam hal terakhir ini yang mewariskan atau yang menghibahkan dengan tegas
menentukan sebaliknya.
3. Tujuan Hukum
9
4. Hukum dipahamkan sebagai satu sistem asas-asas yang dikemukakan secara
filsafat, yang menyatakan sifat benda-benda; karena itu manusia harus
menyesuaikan kelakuannya dengan sifat benda-benda itu.
Gagasan hukum adalah merupakan pemikiran para Sarhana hukum Romawi.
Gagasan ini sebenarnya merupakan lanjutan/cangkokan dari gagasan mengenai
hukum tersebut nomor dua dan tiga di atas dan disertai satu teori politik tentang
hukumsebagai perintah dari bangsa Romawi.
5. Hukum dipandang sebagai satu himpunan penegasan dan pernyataan dari satu undang-
undang kesusilaan yang abadi dan tidak berubah-ubah.
Pemikiran hukum yang kelima ini sebenarnya adalah perpaduan antara pemahaman
tradisi dan kebijaksanaan yang tercatat serta perintah bangsa sebagai semata-mata
pernyataan atau pencerminan dari asas-asas yang dicari kepastiannya secara filsafat
harus ditafsirkan diukur dan dibentuk serta ditambah oleh pengertian hukum yang ketiga
di atas.
6. Gagasan hukum sebagai satu himpunan persetujuan yang dibuat manusia di dalam
masyarakat yang diatur secara politik, persetujuan yang mengatur hubungan
antara yang seorang dengan lainnya.
Ini adalah satu pendangan demokratis tentang identifikasi hukum dengan kaidah
hukum, karena itu dengan pengundangan dan dekrit dari negara kota yang
diperbincangkan di dalam buku Mitos dari Plato. Sangat mungkin dalam teori ini
satu gagasan filsafat akan menyokong gagasan politik dan kewajiban moril yang
melekat pada suatu janji akan dipergunakan untuk menunjukkan mengapa orang
harus menepati persetujuan yang mereka buat di majelis rakyat.
10
7. Hukum dipikirkan sebagai satu pencerminan dari akal Ilahi yang menguasai alam
semesta ini; merupakan satu pencerminan dari bagian yang menentukan apa
yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai kesatuan yang
berkesesusilaan yang dibedakan dengan yang semestinya yang ditujukan pada
makhluk selain manusia. Ini adalah konsepsi Thomas Aquino yang
berpengaruh sampai abad ke 17.
11
9. Hukum sebagai suatu perintah yang diketemukan oleh pengalaman manusia yang
menunjukan, bahwa kemauan tiap manusia perseorangan akan mencapai
kebebasan sesempurna mungkin yang sejalan dengan kebebasan yang serupa itu
pula yang diberikan kepada kemauan orang-orang lain.
Gagasan ini yang dianut oleh salah satu bentuk mazhab sejarah. Menurut
anggapan mazhab itu, pengalaman manusia yang menentukan prinsip hukum
adalah ditentukan dengan suatu cara yang tak dapat dielakkan.
Prosesnya ditentukan oleh pengembangan satu gagasan mengenai hak
keadilan, satu gagasan tentang kebebasan yang mewujudkan dirinya di dalam
pelaksanaan peradilan oleh manusia, atau oleh kerja hukum-hukum biologis
atau psykologis atau tentang sifat-sifat jenis bangsa, yang kemudian menghasilkan
sistem hukum dari suatu masa dan suatu bangsa yang bersangkutan.
10. Hukum itu sebagai satu sistem asas-asas yang ditemukan secara filsafat
dan dikembangkan sampai kepada perinciannya oleh tulisan-tulisan para
sarjana hukum dan putusan pengadilan, yang dengan perantaraan tulisan
dan putusan kehidupan lahir manusia diukur oleh akal, atau pada taraf lain,
dengan tulisan dan putusan itu kemauan tiap orang yang bertindak
diselaraskan dengan kehendak orang lain.
Cara berpikir demikian muncul pada abad 19 sesudah ditinggalkan teori
hukum alam dalam bentuk yang mempengaruhi pikiran hukum selama dua
abad.
12
11. Hukum dipahamkan sebagai sehimpunan atau sistem kaidah yang dipikulkan atas
manusia di dalam masyarakat oleh satu kelas yang berkuasa untuksenantiasa buat
memajukan kepentingan kelas itu sendiri, baik dilakukan dengan sadar atau tidak
sadar.
Dalam satu bentuk yang idealistis, yang dipikirkannya adalah pengembangan satu
gagasan ekonomi yang tak dapat dihindarkan. Di dalam satu bentuk sosilogis-
mechanis, ikirannya dihadapkan pada perjuangan klassa atau satu perjuangan
untuk hidup di lapangan perekonomian, dan hukum adalah akibat dari pekerjaan
tenaga atau hukum yang terlibat atau menentukan perjuangan serupa itu.
Di dalam bentuk positif analistis hukum dipandang sebagai perintah dari pemegang
kekuasaan/kedaulatan tetapi perintah itu seperti yang ditentukan isi ekonominya
oleh kemauan klas yang berkuasa, pada gilirannya ditentukan oleh
kemauan/kepentingan mereka sendiri.
Semua bentuk ini terdapat masa peralihan dari stabilitas kematangan hukum ke
satu masa pertumbuhan baru. Apabila gagasan ini, bahwa hukum dapat
mencukupkan keperluan sendiri telah ditinggalkan, dan orang mulai mencoba
menghubungkan ilmu hukum dengan ilmu-ilmu sosial yang lainnya, maka yang
lebih dahulu menonjol ialah hubungan dengan ilmu ekonomi.
13
12. Hukum dipandang sebagai perintah undang-undang ekonomi dan sosial
yang berhubungan dengan tindak tanduk manusia dalam masyarakat, yang
diketemukan oleh pengamatan, dinyatakan dalam perintah yang
disempurnakan oleh pengalaman manusia mengenai apa yang akan
dipakai dan apa yang tidak dipakai di dalam penyelenggaraan peradilan.
Teori tipe ini terdapat pada akhir abad ke-19 tatkala orang mulai mencari
dasar fisik dan biologis, yang dapat ditemukan oleh pengamatan, bukan lagi
atas dasar metafisik, yang dapat ditemukan oleh renungan filsafat.
Satu bentuk lain menemukan satu kenyataan sosial yang terakhir dengan
pengamatan dan mengembangkan kesimpulan yang logis dari kenyataan
itu, mirip seperti yang dilakukan oleh sarjana hukum Metafisik. Ini
merupakan akibat dari suatu kecenderungan dalam tahun yang mutakhir
yang hendak mempersatukan ilmu-ilmu sosial dan perhatian yang lebih
besar kepada teori-teori sosiologi.
Marilah kita sekarang menelaah apa yang menjadi pokok uraian dalam Bab ini,
ialah tujuan hukum. Gagasan tujuan hukum ialah:
Tujuan hukum yang paling bersahaja ialah bahwa hukum itu diadakan supaya
terjaga ketenteraman di dalam suatu masyarakat tertentu. Untuk menjaga
kedamaian dalam keadaan bagaimanapun juga dan dipelihara dengan
mengorbankan apa saja.
14
Konsep ini adalah boleh dikatakan tingkatan hukum yang primitif. Hukum bertugas
memenuhi kehendak masyarakat yang menginginkan keamanan umum; menurut
pengertian yang paling rendah dinyatakan sebagai tujuan ketertiban hukum. Dalam
pengertian ini berarti yang diutamakan adalah ketertiban hukum, sedangkan
kebutuhan perseorangan atau kepentingan masyarakat tidak diperdulikan atau
dikorbankan demi kepentingan ketertiban hukum.
HEREACLITUS:
“Bahwa orang harus berjuang mempertahankan hukumnya seperti mereka
mempertahankan dinding tembok kotanya”
16
PLATO:
Pemeliharaan ketertiban sosial dengan menggunakanhukum dikembangkan
dengan sepenuhnya oleh Plato, ia selanjutnya mengatakan bahwa ketertiban
sosial sesungguhnya sekali-kali bukanlah apa yang seharusnya. Orang-orang
harus digolongkan kembali dan tiap orang ditunjuk ke dan penunjukkan itu
sudah dijadikan undang-undang, maka alat untuk mencegah gangguan
terhadap ketertiban sosial dengan penetapan tiap orang di tempat yang telah
ditunjukkan kepadanya.
ARISTOTELES:
Tujuan hukum adalah keadilan, ialah satu keadaan yang didalamnya tiap orang
tetap di dalam lingkungan yang ditunjuk baginya; bahwa kita pertama-tama
harus mempertimbangkan hubungan yang ditimbulkan dan tidak adanya
persamaan memperlakukan orang menurut nilai batinnya; kedua
mempertimbangkan hubungan persamaan di dalam golongan, yang niali batin
tiap orang menunjukkan tempatnya ke sana.
17
Dalam hubungan ini dalam Institusiones dari Kaisar Justinianus memerintahkan
sebagai berikut :
1. Tiap orang harus hidup secara terhormat, ia juga harus menjaga nilai moral
pribadinya sendiri, dengan menyesuaikan tindakannya dengan konvensi ketertiban
sosial.
2. Tiap orang harus menghormati kepribadian orang lain, dan jangan mencampuri
kepentingan orang lain, dan jangan mencampuri kekuasaan bertindak orang lain
yang diberikan oleh ketertiban sosial yang telah menjadi kepribadian hukum mereka.
3. Tiap orang harus menyerahkan kepada tiap orang lain kepunyaan orang itu, ia harus
menghormati hak-hak yang diperoleh oleh orang lain.
18
Para sarjana hukum kontra reformasi dari abad ke-16 berpendapat, bahwa
kegiatan manusia memang terbatas menurut kodrat alam, dan oleh sebab itu hukum
positif boleh dan harus membatasi untuk kepentingan kegiatan orang lain, karena
semua orang mempunyai kebebasan kehendak dan kesanggupan untuk membimbing
diri sendiri ke tujuan yang didasari.
Karena itu adanya hukum bukan untuk menjaga status quo masyarakat dengan
segala kekangannya yang sewenang-wenang terhadap kemauan dan terhadap
pemakaian kekuasaan perseorangan. Adanya hukum lebih dahulu adalah untuk
menjaga persamaan alamiah, yang sering terancam oleh pembatasan tradisional
terhadap jegiatan perseorangan. Karena persamaan hak sebagai kebebasan untuk
mengemukakan diri dalam membela hak-haknya sendiri.
20
2. Gagasan yang konstruktif, seperti halnya konsepsi dalam abad ke-17 dan ke-18,
ketika satu hukum dagang memberikan efek kepada apa yang dilakukan orang
menurut kehendaknya, yang melihat niat bukan melihat bentuknya dengan
menafsirkan keamanan umum sebagai keamanan transaksi.
3. Sebagai satu konsepsi yang menjaga kestabilan sebagaimana dalam akhir
abad ke-19, bahwa hukum adalah merupakan keburukan meskipun satu
keburukan yang tak dapat dihindari, oleh karena semua hukum bersifat
mengekang kebebasan orang dalam melakukan kemauannya.
Atas dasar itu berarti memperkenankan tiap orang dalam “kebebasan
menempuh kebahagiaan dan atau kesengsaraan”.
Dengan konsepsi terakhir ini, semua benua telah ditemukan orang, sumber
kekayaan alam sudah ditemukan dan dieksploitasikan; yang menjadi kebutuhan
sekarang adalah memelihara yang sudah tersedia itu.
Oleh karena itu hukum mulai bergerak ke jurusan lain; dan mulai dibatasi
kebebasannya dari pemilik untuk melakukan apa saja dengan miliknya itu, supaya
ia tidak melangkahi batas-batas atau membahayakan kesehatan umum atau
keamanan umum. Bahkan hukum mulai melangkah menyuruh orang untuk
bertindak tegas, terhadap miliknya menurut cara-cara yang diperintahkan oleh
hukum, apabila kesehatan umum terancam bahaya jika ia (hukum) tidak bertindak.
21
Kekuasaan untuk membuat kontak dan kekuasaan orang untuk mewariskan
miliknya menurut kekuasannya mulai dibatasi, supaya terjamin sebagai lembaga sosial
seperti perkawinan dan keluarga.
Pembatasan untuk mengambil res nullius dan mempergunakan res communes
supaya terpelihara sumber alam dari masyarakat. Penggantian aturan pemerintah yang
memperkenankan kebebasan pendirian usaha melayani publik atau kebebasan
bersaing, diganti dengan peraturan yang melarang persaingan pelayanan publik yang
merusak publik sendiri.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, satu cara pemikiran baru telah
tumbuh. Para sarjana hukum mulai berpikir tentang : Kebutuhan, keinginan,
pengharapan manusia, tidak lagi bicaara tentang kemauan manusia.
22
Ada tiga unsur yang membantu perpindahan dasar teori tujuan hukum dari
kemauan kepada kebutuhan, dari merukunkan atau menyelaraskan kemauan-
kemauan kepada kerukunan atau menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan, ialah :
1. Ilmu jiwa, yang mendorong dasar filsafat hukum yang bersendikan kemauan
metafisi.
2. Gerakan hendak mempersatukan ilmu-ilmu sosial, ilmu ekonomi juga
memegang peranan penting, terutama secara tidak langsung melalui percobaan
hendak memberikan penafsiran ekonomi mengenai sejarah hukum,
memperkuat ilmu jiwa memperhatikan sampai di mana hukum itu dibentuk oleh
tekanan kebutuhan ekonomis.
3. Differensiasi dalam masyarakat, yang terdapat di dalam organisasi industri,
apabila klas-klas mulai timbul dan didalamnya tuntutan terhadap satu
penghidupan manusia yang minim, menurunkan ukuran sesuatu peradaban,
menjadi labih mendesak dari pada tuntutan terhadap kebebasan
mengemukakan diri.
Dalam hubungan ini maka perhatian orang berpaling dari sifat hukum
kepada tujuan hukum, dan mulai mempergunakan satu pendekatan fungsional,
satu kecenderungan hendak mengukur kaidah, doktrin dan lembaga hukum
dengan sampai seberapa jauhnya tiga unsur tersebut memajukan atau
mencapai tujuan mengapa hukum diadakan.
23
Dalam hubungan ini pemikiran orang pada dewasa ini lebih mirip dengan pemikiran
pada abad ke -17 dan ke-18 dari pada pemikian pada abad ke-19.
Pengarang Perancis melukiskan gejala ini sebagai satu “kebangkitan idealisme
hukum”. Tetapi pada hakikatnya aliran yang percaya bahwa yang baik dan yang buruk
bagi masyarakat harus diukur dengan kegunaan tindakan dalam membantu
tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi sebagaian besar anggota masyarakat
(socio utilitarism) yang dianut orang pada waktu ini.
Dan filsafat hukum a;am dari abad ke-17 dan ke-18, mempunyai kesamaan dalam
satu hal saja ialah masing-masing menghadapkan perhatiannya pada gejala
pertumbuhan; masing-masing berusaha membimbing dan melajukan perbaikan hukum
secara sadar.
Dalam bentuknya yang lebih dahulu utilitarianism sosial seperti juga semua filsafat
hukum dari abad ke 19 adalah terlalu mutlak. Teori tentang tujuannya harus
menunjukkan kepada kita apa yang sungguh-sungguh dan perlu terjadi di dalam
penciptaan hukum dan bukan apa yang kita daya upayakan supaya terjadi.
Jasanya kepada filsafat hukum adalah dalam memaksa kita meninggalkan istilah
“hak” yang dua hal maknanya, dan memisahkan antara tuntutan atau kebutuhan, atau
permintaan, yang adanya terlepas dari hukum; tuntutan, kebutuhan atau permintaan,
yang diakui atau ditetapkan batasnya oleh hukum; dan lembaga hukum yang secara luas
memakai nama hak-hak berdasarkan hukum, yang menjamin tuntutan apalagi telah
diakui dan ditentukan batasnya.
24
Apabila kita menganggap hukum sebagai suatu yang diadakan untuk menjamin
kepentingan sosial, seberaa jauh kepentingan tersebut dapat dijamin dengan satu
penertiban manusia dan hubungan manusia dengan perlengkapan dari masyarakat
politik yang teratur maka menjadi teranglah bahwa kita boleh mencapai satu sistem
kompromi yang dapat dipraktikkan untuk keinginan manusia yang daling bertumbuhkan
di sini dan sekarang.
Dengan mempergunakan satu gambaran di dalam pikiran tentang pemberian efek
sebanyak kesanggupan kita, tanpa percaya bahwa kita mempunyai satu penyelesaian
yang sempurna untuk semua masa dan tiap tempat.
25
Menurut aliran Utilitarisme sosial: atau aliran yang percaya bahwa yang baik dan
yang buruk bagi masyarakat harus diukur dengan faedah tindakan timbal balik dalam
membantu tercapainya kebahagiaan dan kesejahteraan bai sebagian terbesar anggota
masyarakat, ternyata memerlukan koreksi baik dari ilmu jiwa maupun sosiologi.
Dengan konsepsi baru ini, maka timbul persoalan kriteria nilai kepentingan.
- Para filsuf menyatakan bahwa kepentingan yang paling utama akan lebih besar
pengaruh batinnya.
Menurut beberapa teori lain yang dianut orang bebeapa waktu yang lalu antara lain:
- Para penganut Neo Hegelianisme:
Ujilah tuntutan itu dengan ukuran peradaban, dengan ukuran perkembangan
kekuasaan manusia sampai kepada batas yang paling luar kesanggupan mereka
atas tabiat manusia sendiri maupun atas alam di luar dirinya.
- Para penganut Neo Kantianisme:
Ujilah tuntutan itu dengan ukuran dari satu masyarakat yang terdiri atas menusia
yang mempunyai kebebasan ikhtiar, yang dipandang sebagai cita-cita sosial.
- Leon Duguit berkata :
Ujilah tuntutan itu dengan ukuran dari keadaan saling bergantungan dalam
masyarakat (sosial interdependence) dari fungsi sosial.
26
Fungsi tujuan yang hendak memahami hukum dewasa ini Roscoe Pound, merasa
cukup dengan satu gambaran dari pemuasan sebanyak mungkin kebutuhan manusia
menurut kadar kesanggupan kita, dan dengan pengorbanan yang paling sedikit.
Baginya sudah memadailah bila hukum itu dianggap sebagai satu lembaga sosial
untuk memuaskan kebutuhan masyarakat (tuntutan, permintaan dan pengharapan
yang terlibat dalam kehidupan masyarakat yang beradab) dengan pengorbanan yang
paling sedikit sejauh keburukan serupa mungkin dipuaskan atau diberi efek yang serupa
dengan suatu penertiban kelakuan manusia melalui masyarakat yang diatur denan
sistem kenegaraan.
Untuk tujuan sekarang Roscoe Pound, merasa puas melihat dalam sejarah
hukum catatan tentang satu usaha yang terus-menerus makin luas mengakui dan
memuaskan kebutuhan atau tuntutan atau keinginan manusia dengan perantaraan
pengawasan sosial.
Satu usaha yang lebih mencukupi dan lebih efektif menjamin kepentingan
masyarakat; satu usaha yang terus-menerus lebih lengkap dan efektif menyingkirkan
pemborosan dan mencegah timbulnya perselisihan di dalam perjuangan manusia
untuk merasakan nikmat kehidupan ini.
Pendeknya satu usaha yang terus-menerus makin berguna untuk pembangunan
masyarakat, dengan menerapkan hukum dan asas-asas sesiologis yang telah
ditetapkan untuk mencapai tujuan sosial yang khusus dan diakui (social Engineering).
27
Menurut Van Apeldorn, tujuan hukum itu mengatur pergaulan hidup seara
damai. Pendapat ini dapat dikatakan pendapat jalan tengah di antara dua pendapat
lainnya.
1. Pendapat pertama ialah suatu pendapat yang sama-sama berdasarkan etika,
ialah bahwa hukum hanya bertugas mengadakan keadilan yang mula-mula
mengemukakan pendapat ini ialah Aristoteles dalam bukunya “Etika
Nicomacheia dan Rhetorica”.
Dalam bukunya ia membedakan keadilan dalam dua macam ialah:
a. Keadilan Distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap-tiap
orang jatah menurut jasanya; ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang
mendapat bagian yang sama banyaknya, jadi bukan merupakan
persamaan, melainkan kesebandingan. Keadilan distributief ini terutama
menguasai hubungan antara masyarakat , khususnya negara dengan
perseorangan khusus.
b. Keadilan Commutatief, ialah keadilan yang memberikan kepada setiap
orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan.
Keadilan ini memegang peranan dalam tukar-menukar, pada pertukaran
barang-barang dan jasa-jasa, dalam masa sebanyak mungkin harus
terdapat persamaan antara apa yang dipertukarkan lebih-lebih menguasai
hubungan antara perseorangan khusus.
28
Menurut Aristoteles, hukum mempunyai tugas yang suci, ialah memberikan
kepada tiap-tiap orang apa yang ia berhak menerimanya. Tetapi anggapan ini tidak
mudah dipraktikkan. Maklum, tidak mungkin orang membuat peraturan hukum
tersendiri bagi tiap-tiap orang sebab apabila hal itu dilakukan tentu tidak akan
habis-habisnya.
Pada hukum harus merupakan peraturan umum, kaidah hukum tidak diadakan
untuk menyelesaikan suatu perkara tertentu, kaidah hukum tidak menyebutkan nama
seorang tertentu; tapi kaidah hukum hanya membuat suatu kualifikasi tertentu,
merupakan sesuatu yang abstrak.
Pertimbangan hal-hal yang konkrit harus diserahkan kepada hakim, yang
membuat keputusan hukum yang konkrit. Oleh sebab itu, tiap-tiap peraturan hukum
umumnya harus disusun sedemikian rupa sehingga hakim diberikan kesempatan
menggolongkan kejadian-kejadian sebanyak-banyaknya di dalam suatu golongan
peraturan hukum yang bersangkutan.
2. Pendapat kedua : pendapat ini disebut utilitarian theori ialah teori yang
mengutamakan utilitet atau kegunaan. Teori ini dianut antara lain Bentham.
Menurut teori utilitet ini hukum berujung mewujudkan semata-mata apa yang
berfaedah bagi orang; karena apa yang berfaedah bagi orang yang satu mungkin
merugikan orang yang lain, maka menurut pendapat ini tujuan hukum dirumuskan
sebagai berikut :
29
Hukum bertujuan menjamin adanya bahagia sebanyak-banyaknya pada orang
sebanyak-banyaknya. Pendapat Bentham ini tidak memuat tempat
mempertimbangkan keadilan bagi hal-hal yang konkrit, melainkan hanya
memperhatikan hal-hal yang berfaedah. Pendapat Bentham adalah bersifat
umum, dan juga bersifat individualistis; oleh sebab itu tidak memberikan
kepuasan pada persaan hukum kita.
30
Contoh tentang lembaga hukum lewat waktu; Tugas hukum itu
menjamin dalam perhubungan-perhubungan yang terdapat dalam
masyarakat. Kepastian ini adalah kepastian yang dicapai oleh karena
hukum.
Dalam tugas ini tersimpul dua tugas ialah hukum harus menjamin
keadilan maupun hukum harus tetap berguna. Akibatnya ialah kadang-
kadang yang adil terpaksa dikorbankan untuk yang berguna.
Di samping kedua tugas itu masih ada tugas yang ketiga ialah tugas polisionil
yaitu hukum menjaga supaya dalam masyarakat tidak terhadi eigen richting
(mengadili sendiri), tiap perkara harus diselesaikan dengan perantaraan hakim
ialah perantara hukum.
Terang sekali bahwa apabila salah satu di antara tugas ini sangat diutamakan
maka kedua tugas lainnya akan terdesak. Dan hal ini akan menimbulkan
ketegangan antar masing-masing segi hukum tersebut.
31
Pengantar
ILMU HUKUM
1
BAB IV
KAIDAH HUKUM DAN KAIDAH-KAIDAH ETIKA LAINNYA
Manusia sejak lahir sampai mati, hidup di antara manusia lain, ialah
hidup dalam pergaulan dengan manusia lain. Manusia adalah anggota
masyarakat sejak jaman kuno hal ini telah dinyatakan oleh seorang ahli
filsafat bangsa Yunani yang bernama Aristoteles bahwa manusia itu
adalah “Zoon Politicon”, yang dinyatakan pula oleh P.J. Bouman dalam
bukunya Algemene maatschappijleer (ilmu masyarakat umum)
,menyatakan bahwa manusia baru menjadi manusia setelah ia hidup
bersama dengan manusia lain.
b. Isinya
Hukum dan adat menghendaki peraturan masyarakat yang baik memberikan
peraturan-peraturan untuk perbuatan-perbuatan lahir manusia (cogitationis poenam
nemopatitur, tak seorangpun dapat dihukum untuk apa yang dipikirkannya).
Sedangkan kesusilaan ditujukan pada kesempurnaan seseorang, pertama-tama tidak
mengindahkan perbuatan-perbuatan lahir manusia, melainkan lebih mengindahkan
sikap batin yang menimbulkan perbuatan-perbuatan itu.
Akan tetapi perbedaan tersebut jangan dibayangkan terlalu tajam; karena hukum
juga memperhatikan maksud baik yang menimbulkan perbuatan itu. Misalnya hukum
memberikan hukuman kepada seseorang yang melakukan kejahatan, hanya dalam
hal ia dapat dipersalahkan untuk kejahatan itu.
Dalam hal ini harus dibedakan antara sengaja (opzet) ialah bertindak dengan
mengetahui dan menghendakinya, dan kesalahan dalam arti sempit atau kelalaian.
5
Demikian hukum menghubungkan akibat-akibat yang penting pada tindakan-
tindakan yang dilakukan dengan itikat baik (te goeder trouw): Pasal 153, 586, 604,
1374 ayat (3), 1377 ayat (2) KUH Perdata dan sebagainya.
Bila tingkah laku lahir seseorang sesuai dengan peraturan hukum, maka hukum
tidak menanyakan kehendak baiknya. Hukum merasa puas dengan tingkah laku lahir
yang sesuai dengan peraturan.
Hanya bila seseorang bertindak menyalahi hukum, kadang-kadang jug akan
diperhatikan kehendak baiknya dengan kata lain, perbuatan-perbuatannya akan
ditimbang orang berdasarkan alasan-alasan yang menimbulkannya. Sebaliknya
kesusilaan selalu menghendaki kehendak batin baik, tak puas dengan tingkah laku
lahir belaka.
c. Asal-usulnya
Menurut Van Kan dirumuskan: kesusilaan adalah otonom., sedangkan hukum
adalah heteronom.
Kesusilaan bersifat otonom artinya suatu suruhan susila yang berupa suatu
tuntutan yang dilakukan orang terhadap dirinya sendiri. Tiap-tiap orang harus
menentukan menurut suara hatinya sendiri, apakah sebenarnya yang dituntut
kesusilaan terhadap dirinya sendiri. Jadi kesusilaan mengikat kita karena
kehendak kita sendiri.
Hukum dan adat bersifat heteronom artinya kekuasaan dari luarlah yang
meletakkan kemauannya pada kita, kekuatan di luar diri sendiri ialah masyarakat.
Kita takluk pada hukum di luar kehendak kita.
6
d. Cara bagaimana orang menjamin agar diikuti
Kesusilaan berakar dalam suara hati manusia. Jadi timbul dari kekuatan
batin, yaitu kekuatan di dalam manusia. Di sana tak ada kekuasaan dari luar
yang dapat memaksa menjalankan perintah kesusilaan. Paksaan dari luar
dengan kesusilaan sama sekali tidak disatukan.
Sifat perintah susila ialah harus dipenuhi dengan suka rela. Satu-satunya
kekuasaan yang berdiri di belakang kesusilaan ialah suara hati sendiri.
Sedangkan hukum adat, kekuasaan adalah memegang peranan utama.
Pada umumnya kita menjalankan peraturan-peraturan hukum dengan suka
rela, karena merasa wajib terhadap suara hati kita, bilamana hukum
berpegang pada perintah-perintah kesusilaan.
Di samping itu di belakang hukum masih terdapat kekuasaan yang lain dari
suara ati ialah masyarakat yang meletakkan peraturan-peraturan itu kepada
kita, yang mempunyai alat-alat kekuasaann untuk memaksakan agar hukum
diikuti dalam hal hukum tidak dijalankan dengan sukarela.
e. Daya kerjanya
Hukum dan adat mempunyai dua daya kerja: memberikan
kekuasaan dan meletakkan kewajiban. Sedangkan kesusilaan hanya
meletakkan kewajiban belaka.
7
2. Persamaan Antara Hukum dan Adat
a. Bahwa baik hukum maupun adat ditujukan pada menusia sebagai makhluk
sosial; jadi mengenai pergaulan hidup dan tidak semata-mata mengenai
individu.
b. Keduanya puas dengan tingkah laku lahir, dan tidak menanyakan kehendak
baik yang mendukung tingkah laku itu. Hal ini tidak berarti bahwa adat
berstandar pada apa yang tidak benar, pada tipu daya. Adat kesopanan
kadang-kadang memang merupakan pura-pura dan sandiwara belaka, tetapi
tidak selalu begitu.
c. Keduanya bersifat heteronom, karena diletakkan atas diri kita oleh
masyarakat atau lingkungan tempat kita hidup.
d. Bahwa keduanya memberikan hak-hak menurut sesuatu tingkah laku sesuai
dengan peraturan-peraturannya.
Hukum pada satu pihak, agama, kesusilaan, adat pada pihak lain dapat dibedakan
tetapi tidak dapat dipisahkan. Sebenarnya memang dapat dipahami terdapat
hubungan yang erat satu sama lain ialah semuanya memberikan peraturan-peraturan
perhubungan antara manusia. Isi tiap-tiap kaidah menjalankan pengaruhnya yang kuat
terhadap yang lain.
Antara lain pandangan agama dan kesusilaan terus-menerus mempengaruhi
hukum. Kita ketahui bahwa tidak setiap orang akan mentaati sanksi agama,
kesusilaan, kesopanan. Ada orang yang tidak mengacuhkan pada hubungan dengan
Tuhan, ada orang yang berani meneria celaan masyarakat, ada orang yang dapat
menahan rasa menyesal.
Untuk maksud melindungi lebih lanjut kepentingan yang telah dilindungi oleh
kaidah-kaidah selain hukum dan untuk melindungi kepantingan lainnya, maka
masih dibutuhkan kaidah hukum. Bahwa kaidah hukum mempunyai sifat yang
khas ialah terdapat sanksi yang memaksa.
Dan biasanya tidak diikutinya suatu peraturan hukum sanksinya berbentuk
suatu tindakan jasmaniah baik bersifat prefentif (untuk mencegah dilakukan
tindakan yang tidak dikehendaki oleh hukum), maupun bersifat represif (dengan
suatu cara lain yang sedapat mungkin mendekati tujuan yang dikehendaki oleh
kaidah hukum atau mengenakan kepada si pelanggar suatu akibat yang
merugikan baginya)
10
Peraturan hukum bersifat memaksa, bukanlah berarti senantiasa dapat
dipasakan. Pelaksanan kaidah hukum yang selalu dapat dipaksakan dalam arti
yang sebenar-benarnya adalah tidak mungkin tercapai. Contoh: kamu tidak boleh
mencuri, tidak boleh membunuh. Tak ada sesuatu kekuasaan di dunia termasuk
tata hukum dapat mencegah terjadinya : pencurian, pembunuhan dan
sebagainya.
Kaidah selain kaidah hukum, membiarkan peraturan dilanggar, apalagi
ancaman sanksinya tidak lagi membiarkan hasil. Berbeda dengan hukum ialah
tidak mau menerima pelanggaran kaidah-kaidahnya, keengganan dari orang
yang dikenai kaidan tersebut.
Maka hukum akan menekan kepada yang enggan menjalankan kaidah itu, dengan
cara lain membayar sejumlah uang sebagai gantinya. Tetapi sebaliknya seringkali
dengan perantaraan ancaman hukuman saja untuk menghadapi kemungkinan
peraturan tersebut dilanggar, sudah cukup bagi pihak yang mentaati dengan sukarela.
Jadi hukum memaksa dengan berbagai cara ialah dengan paksaan yang langsung
dan tidak langsung.
11
Peraturan hukum bukan memperingatkan, bukan menganjurkan atau
menyakinkan, tetapi memerintah, memaksa. Sebaliknya paksaan bukan berarti
tindakan yang sewenang-wenang, tetapi demi kelangsungan hidup masyarakat, yang
berarti guna melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
Memang tindakan-tindakan yang demikian dibutuhkan, sehingga pelaksanaan
tindakan itu tidak dapat diserahkan pada kehendak baik dari oang-orang saja.
Seperti telah disebutkan di atas pendapat J. Van Kan, tentang apa yangdiartikan
hukum ialah bahwa kaidah-kaidah hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat
memaksa. Hukum adalah serumpunan peraturan-peraturan yang bersifat memaksa,
yang diadakan untuk melindungi kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat.
12
BAB V
HUKUM OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF
1. Pengertian
13
Dalam hubungan ini kita dapat memakai perkataan hukum dalam dua arti yaitu
sebagai berikut :
a. Hukum obyektif, ialah peraturan (kaidah) yang mengatur hubungan antara dua
orang atau lebih. Disebut hukum obyektif, karena berlaku umum, bukan terhadap
seseorang tertentu atau subyek tertentu.
b. Hukum subyektif, ialah hubungan yang diatur oleh hukum obyektif, berdasarkan
mana satu mempunyai hak, yang lainnya mempunyai kewajiban terhadap sesuatu.
Disebut hukum subyektif, karena dalam hak ini hukum dihubungkan dengan
seseorang tertentu atau sesuatu subyek tertentu.
14
Hukum obyektif adalah peraturan hukumnya sedangkan hukum subyektif adalah
peratuan hukum yang dihubungkan dengan seseorang tertentu. Atau dengan kata lain,
hukum subyektif timbul apabila hukum obyektif beraksi.
Hukum obyektif yang beraksi itu sekaligus melakukan dua pekerjaan ialah : pada
satu pihak memberikan hak sedangkan pada pihak lain meletakkan kewajiban. Kedua
unsur ini selalu dijumpai pada setiap hubungan hukum; misalnya hubungan hukum
antara penjual dan pembeli.
Penjual berhak menuntut harga pembayaran dari si pembeli, sebaliknya si
pembeli mempunyai kewajiban membayar harga pembeliannya kepada penual.
2. Ajaran bahwa Hukum Subyektif ialah Hak yang diberikan oleh Hukum
Obyektif
15
Hak dan kewajiban adalah sua sisi hal yang sama (dari hubungan-hubungan
hukum yang sama) oleh karena itu, tidak dapat dipisahkan. Bilamana kita menamakan
hukum subyektif sama dengan hak berarti hanya memperhatikan satu pihak ialah
wewenang saja.
Sebenarnya hukum subyektif adalah hubungan yang diatur oleh hukum obyektif,
berdasarkan hubungan yang satu mempunyai hak dan yang lainnya mempunyai
kewajiban. Lagi pula banyak hubungan hukum pada kedua pihak terdapat kewajiban.
Misalnya dalam hal “jual-beli”, baik pembeli maupun penjual masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban sekaligus. Hubungan hukum yang demikian
disebut hubungan hukum yang berpihak dua.
Tetapi disamping itu masih terdapat hubungan hukum yang berpihak satu
(sepihak). Misalnya hubungan hukum antara seseorang yang meminjamkan
uang kepada orang yang meminjam uang itu. Hanya pada orang yang meminjam
uang itu terletak kewajiban, ialah kewajiban untuk membayar kembali.
Biasanya hubungan hukum itu terdapat antara du aorang atau lebih yang
tertentu, dalam hal mana yang berhak disebut penagih utang (schuldeiser) dan
yang berwajib disebut berutang (schuldenaar).
Tetapi disamping itu masih dalam batas-batas tertentu yang telah ditentukan
oleh hukum obyektif untuk memperoleh nikmat dari barang-barang miliknya atau
apa yang dikuasainya, dan sebaliknya bagi tiap orang terletak kewajiban untuk
menghormati hak tersebut.
16
b. Hukum subyektif adalah lebih dari hak
Hukum obyektif tidak hanya mengatur, tetapi memaksa. Dengan demikian
berdirilah di belakang hukum subyektif kekuasaan yang memaksa yang berasal dari
hukum obyektif. Hukum subyektif tidak hanya memberikan hak saja, tetapi juga
memberikan alat-alat untuk menjalankan.
Hukum subyektif menghubungkan tuntutan hukum atauaksi,ialah hak untuk
meminta bantuan hakim untuk mempertahankan hukum subyektif. Jadi hukum
subyektif adalah seperti juga hukum obyektif ialah mempunyai kekuasaan. Hukum
subyektif juga merupakan hubungan kekuasaan yang dianut oleh hukum obyektif.
d. Tidak semua hak yang dilindungi oleh hukum obyektif dapat disebut hukum
subyektif, misalnya hak untuk berjalan-jalan, hak untuk membaca koran
dansebaginya.
17
3. Pembagian Hukum Subyektif
Hukum obyektif dapat dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan isinya dan daya
kerjanya.
a. Berdasarkan Isinya
Hukum obyektif mnengatur pelbagai hubungan. Pengaturan itu baik,
apabila cocok dengan sifat hubungan-hubungan yang diaturnya. Karena
isi peraturan-peraturan hukum itu tergantung pada hakikat hubungan
yang diaturnya.
Pengaturan hubungan adalah pengaturan kepentingan-kepentingan
dari yang bersangkutan, karena hubungan hukum adalah merupakan
kepentingan-kepentingan yang mendapat perlindungan; jadi isi
peraturan-peraturan hukum adalah tergantung pada hakikat
kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum.
Kepentingan yang diatur oleh hukum dapat berupa : Kepentingan
umum atau kepentingan publik dan kepentingan kusus atau kepentinan
perdata. Sepanjang peraturan-peraturan hukum mengatur kepentingan-
kepentingan, maka peraturan-peraturan itu dibagi menjadi hukum publik
dan hukum perdata.
18
Pembagian peratuan hukum menjadi hukum publik dan hukum perdata,
dikemukakan oleh ahli hukum Romawi ialah Ulpianus yang menyatakan bahwa
hukum publik adalah hukum yang berhubungan dengan kesejahteraan negara
Romawi, sedangkan hukum perdata adalah hukum yang mengurus kepentingan
purusa-purusa (subyek hukum) khusus.
Tetapi pandangan pembagian isi hukum menjadi dua, tidak semua pakar
sependapat. Menurut pihak yang menolak, menyatakan bahwa kriterium kepentingan
umum sebagai lawan kepentingan khusus, tidak tepat untuk mengadakan perbedaan
hukum ke dalam publik dan hukum perdata, karena hal-hal sebagai berikut :
19
Tetapi walaupun demikian tidak melemahkan kriteria tersebut di atas, karena
kriteria itu tidak terletak pada hal, bahwa pada peraturan hukum yang satu tersangkut
kepentingan umum, sedangkan pada peraturan yang lain tersangkut kepentingan
pribadi. Melainkan bahwa hukum publik mengatur kepentingan umum dan hukum
perdata mengatur kepentingan pribadi.
Perlu diingat bahwa peraturan kepentingan umum terhadap peraturan-peraturan
hukum memang memiliki dua peranan ialah aktif dan pasif
Peranan yang aktif dari kepentingan umum terhadap peraturan hukum ialah
bahwa kepentingan umum menuntut adanya hukum dan selanjutnya isi hukum
hanya sedemikian rupa, sehingga hukum sebaik-baiknya memenuhi tugasnya
sebagai peraturan masyarakat yang adil dan damai. Jadi kepentingan umum
merupakan prinsip yang membimbing dalam menentukan isi hukum. Kepentingan
umum juga melakukan terhadap hukum perdata.
Sifat hukum perdata sebagai pengatur kepentingan khusus, timbul akibat yang
penting ialah bahwa pemerintah tidak dengan sendirinya mempertahankan peraturan
hukum perdata. Pemerintah menyerahkan kepada yang berkepentingan apakah ia
menghendaki dipertahankan peraturan-peraturan tersebut atau tidak. Pemerintah
hanya memebrikan bantuan untuk mempertahankannya jika yang berkepentingan
memintanya.
Atau dengan perkataan lain pemerintah memberikan kemungkinan aksi atau
tuntutan hukum kepada yang bersangkutan, ialah hak untuk meminta pertolongan
hakim untuk mempertahankan hukum obyektif. Tetapi apakah ia mau
mempergunakan aksi tersebut atau tidak itu tergantung kepada dirinya sendiri.
21
Sikap ini berpangkal pada pikiran bahwa pada umumnya tiap-tiap orang dapat
menimbang apa yang terbaik bagi kepentingan dan tiap-tiap orang harus mengetahui
apakah ia menghendaki supaya kepentingan dipertahankan atau tidak. Atas dasar
uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Para pakar yang tidak dapat menerima adanya pembedaan antara hukum publik
dan hukum perdata antara lain :
a. Hans Kelsen: dengan alasan bahwa kepentingan yang dipelihara oleh hukum itu
selalu kepentingan perseorangan.
b. A. Thon: dalam bukunya Rechtsnorm und subjectives recht, menolak kriterium
kepentingan umum dan kepentingan khusus, ia mencari kreterium semata-mata
dalam cara bagaimana orang mempertahankan peraturan-peraturan hukum, ialah
dalam pertanyaan, apakah soal mempertahankannya itu dilakukan oleh
perseorangan atau oleh kekeuasaan umum.
c. M.A.G. Hantthoorn: dalam bukunya Het rechten zijn handhaving, menyatakan dari
siapa datangnya perlakuan paksaan, dari purusa-purusa khusus atau dari
pemerintah ?
22
Komentar Apeldorn, bahwa mereka melakukan apa yang mereka kemukakan
sebagai kriterium antara hukum publik dan hukum perdata, hanya suatu akibat dari
sifat yang berlainan antara keduanya. Atau dengan perkataan lain akibat bahwa
hukumpublik mengatur kepentingan umum dan hukum perdata mengatur kepentingan
pribadi.
Sifat hukum perdata sebagai pengatur kepentingan khusus, tidak berarti bahwa
pemerintah walaupun berdiri di atas purusa-purusa perdata dan kepentingan-
kepentingannya, dalam menjalankan kewajibannya tidak terikat pada hukum perdata
dan dapat mengesampingkan.
Pemerintah tidak akan terikat jika hukum perdata memperoleh kekuatan mengikat
semata-mata dari kehendak pemerintah. Hukum perdata tidak mengikat karena
pemerintah menghendakinya, melainkan karena hukum perdata adalah hukum.
Pemerintan terikat pada hukum, sedemikian rupa sehingga pemerintah tak dapat
membuat perintah yang mengikat, yang tidak bersandar pada hukum (azas negara
hukum).
23
Hukum perdata, mengatur dan melindungi milik privat/pribadi, sedangkan
hukum publik mengadakan sejumlah pengecualian atas peraturan hukum
perdata.
Misalnya dengan memungkinkan penyitaan untuk kepentingan umum
(onteigening wet 1851) mengadakan peraturan-peraturan untuk kepentingan
perumahan rakyat. Jadi hubungan antara hukum publik terhadap hukum
perdata adalah merupakan hubungan hukum khusus terhadap hukum umum,
apabila diperlukan oleh pemerintah untuk memelihara kepentingan umum
dengan sepatutnya.
24
Jadi kita harus membedakannya, tetapi dalam pergaulan sehari-
hari tak ada pemisahan antara keduanya. Sebab manusia adalah
serempak individu dan anggota masyarakat atau makhluk sosial.
Walaupun demikian kita harus mengadakan perbedaan.
Perbedaan tersebut adalah demikian riilnya dan fundamental,
sehingga mereka sendiri menjadi sebab adanya hukum ditimbulkan
oleh keharusan untuk menetapkan batas antara apa yang dapat
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial.
Perbedaan hukum publik dan hukum perdata dan serasi benar
dengan pembedaan tersebut terakhir. Pembedaan ini ialah tidak hanya
berlaku pada suatu waktu, melainkan merupakan dasar dari tiap-tiap
susunan hukum.
25
Pasal 27 Buku I KUHPerdata yang dirumuskan sebagai berikut : Dalam
waktu yang sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai satu
orang perempuan sebagai isterinya.
Pasal 28 Azas perkawinan menghendaki adanya kebebasan kata
sepakat antar kedua calon suami isteri, dan sebagainya.
Hukum yang mengatur disebut juga hukum tambahan atau hukum
relatif atau hukum dispositif, dimaksudkan peraturan-peraturan yang tunduk
kepada peraturan yang dibuat dengan perjanjian oleh yang berkepentingan.
26
Pasal 119 KUHPerdata ayat (1) : mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi
hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami dan isteri,
sekedar mengenai itu dengan perjanjiankawin tidak diadakan ketentuan lain.
Pasal 120 KUHPerdata: Sekedar menganai laba-labanya, peraturan itu
meliputi harta kekayaan suami isteri, bergerak dan tak bergerak, baik yang
sekarang maupun yang kemdian, maupun pula, yang mereka peroleh dengan
Cuma-Cuma, kecuali dalam hal terakhir ini yang mewariskan atau yang
menghibahkan dengan tegas menentukan sebaliknya.
Di antara perbedaan hukum yang memaksa dan yang mengatur pada satu
pihak dan hukum publik dan hukum perdata pada pihak lain terdapat
persamaannya.
Hukum publik biasanya hukum yang memaksa, karena hukum publik
mengatur kepentingan umum. Oleh karena itu biasanya tidak diperbolehkan
menyimpang untuk kepentingan subyek-subyek khusus. Memang terdapat juga
kekecualian tetapi jarang. Sebaliknya hukum perdata biasanya adalah hukum
yang mengatur, karena mengatur kepentingan perdata.
27
Pengantar
ILMU HUKUM
Oleh :
Dr. Budiyono, S.H., M.Hum
1
BAB VI
HAK-HAK SUBYEKTIF
Pasal 2 KUH Perdata: Semua orang yang berada dalam wilayah negara
adalah bebas dan berhak untuk menikmati hak-hak kaula. Perbudakan dan lain-
lain pengabdian diri, yang bersifat apapun juga atau terkenal dengan nama apapun
juga tak diperbolehkan dalam kerajaan.
Pasal 1 KUH Perdata : Menikmati hak kewargaan tidaklah tergantung hak
kewargaan. Berbeda dengan hukum Kanonik, orang baru merupakan pusura
(subyek hukum) sesudah pembabtisan. Dahulu para budak tak mempunyai
kewenangan hukum. Demikian halnya para awanita tidak selamanya mempunyai
kewenangan hukum. Misalnya wanita setelah kawin apabila hendak melakukan
perbuatan hukum harus mendapatkan izin dari suaminya.
2
Pasal 4 KUH Perdata: “Tak ada hukuman yang menyebabkan kematian sipil
atau kehilangan seluruh ha-hal kaula”. Atau Pasal 3 KUH Perdata: “Tiada suatu
hukuman mengakibatkan kematian perdata, atau kehilangan segala hak
kewargaan”.
Dalam Pasal 6 Universale Verklaring van de rechten van de Mena berbunyi:
“Tiap-tiap orang dimana juga berada, berhak diakui sebagai purusa (subyek
hukum) oleh undang-undang”. Walaupun kewenangan hukum adalah suatu sifat
yang diberikan oleh hukum obyektif, tetapi kekuasaan riil hukum obyektif hanya
dapat diberikan kepada manusia, karena hanya manusialah yang hanya dapat
mempunyai hak-hak hukum.
Namun kini, ajaran hukum dan undang-undang mengakui adanya purusa atau
subyek hukum yang lain dari manusia. Untuk membedakannya manusia disebut
sebagai purusa kodrat natuurlijkepersonen, sedangkan lainnya disebut purusa
hukum atau badan hukum. Yang terakhir ini berarti bahwa sesuatu yang bukan
purusa atau dapat merupakan purusa diperlakukan seolah-olah adalahsesuatu
purusa..
3
Tetapi kesadaran etis kita tidak dapat menerima bahwa hukum yang kita
pandang sebagai peraturan yang ditujukan kepada makhluk yang berakal
yang diberikan kepada hewan. Sekarang tujuan baik yang terkandung ialah
perlindungan hewan terhadap kesewenang-wenangan manusia pada hewan
dapat dicapai dengan cara lain, yang tak bertentangan dengan realita dan
kesadaran etis kita.
4
1. Persekutuan Manusia
5
Persekutuan-persekutuan yuridis diperlukan seolah-olah suatu subyek hukum, telah
lama terdapat sebelum dikonstruksikan sebagai purusa hukum. Jadi kita harus
membedakan antara kenyataan – kenyataan dengan konstruksi yuridis. Atau dengan
perkataan lain adanya perbedaan antara kenyataan dengan teori yang disusun untuk
penjelasannya. Kenyataannya ialah bahwa dalam pergaulan hukum sejumlah manusia
seringkali bertindak bersama-sama dan diperlakukan seolah-olah adalah seorang
tunggal.
Hal ini dapat dilihat apabila salah seorang anggota persekutuan bertindak atas
nama persekutuan itu terhadap pihak ketiga, maka dari perbuatan itu tidak secara
langsung timbul hak atau kewajiban untuk anggota itu sendiri, juga tidak untuk anggota-
anggota lainnya secara pribadi, melainkan untuk orang-orang bersama yang termasuk
persekutuan (kesatuan persekutuan). Jadi persekutuan mempunyai harta benda,
kewajiban-kewajiban anggotanya masing-masing.
6
Persekutuan-persekutuan yang dibuat atas namanya, dan barang-barang yang
diperoleh atas namanya, terhadap negara dan terhadap pihak ketiga dianggap
sebagai mengikuti orang-orang yang mengadakan persetujuan-persetujuan itu dan
menerima barang-barang itu, walaupun orang-orang bertindak dalam persetujuan-
persetujuan dan tetel-titel, hanya ditunjuk sebagi kuasa atau mengurus dari
perhimpunan itu.
Teori purusa hukum timbul sesudah penerimaan (receptei) hukum Romawi dan
atas pengaruh sarjana-sarjana hukum Romanistis dan Conontis, lambat lain berakar di
dalam negeri-negeri Germania. Corporatie digambarkan sebagai purusa akan tetapi
bukan purusa yang sungguh-sungguh ada melainkan suatu purusa fictie yang diciptakan
oleh hukum (personaficta).
Teori-teori ini berpengaruh hingga abad ke-19. Akan tetapi tidak semua orang
dapat menerimanya. Antara lain Hugo de Groot tidak dapat menerima teori fictie
tersebut. Ia tidak mengenal subyek hukum selain menusia. Ia mengatakan: “Tiap-tiap
benda adalah kepunyaan tiap-tiap orang, persekutuan manusia yang besar orang-orang
khusus atau tak ada orang yang memiliki”.
7
Kini teori fictie tersebut tak banyak lagi mempunyai pengikut. Purusa hukum
kini dipandang sebagai purusa yang riil, terpisah dan orang-orang yang merupakan
anggota persekutuan itu. Scholten menyatakan,
Bahwa badan hukum adalah suatu konstruksi, atau pengertian, bukan suatu
makhluk yang hidup. Walaupun demikian ia memandang purusa hukum
sebagai subyek hukum yang nyata, sesuatu subyek yang baru, yang
diperbedakan dari orang-orang yang bersama-sama yang merupakan
corporatie itu.
8
2. Pembagian Hak-hak Subyektif
9
Yang termasuk hak-hak mutlak (opersoonlijk) ialah
10
Tetapi pandangan hukum kodrat rasionalistis telah lama ditingalkan. Jadi yang
kini berlaku ialah bahwa hak-hak dasar sama halnya dengan hak-hak lainnya ialah
hanya dapat diperoleh berdasarkan hukum obyektif dan oleh karena itu dibatasi
bahkan dapat dibatalkan oleh hukum obyektif apabila hal itu dituntut oleh
kepentingan umum (masyarakat).
2. Sebagian dari hak-hak perdata ialah hak-hak yang berdasarkan pada hukum
perdata dalam arti obyektif yang meliputi:
a. Hak-hak kepribadian (persoonlijkheidsrechten)
Ialah hak-hak manusia atas dirinya sendiri yang terpenting antara lain: hak
manusia atas jiwanya, hak manusia atas raganya, atas kehormatannya dan
pelbagai hak dari pengarang sesuatu gubahan kesusasteraan, ilmu pengetahuan
dan kesenian misalnya hak untuk dinyatakan pencipta suatu pekerjaan.
11
b. Hak-hak Keluarga (familierechten)
Ialah hak-hak yang timbul karena hubungan keluarga terutama kekuasaan
suami atas isteri (marital, kekuasaan orang tua, perkawinan dan pengampuan). Hak-
hak kekuasaan ini tidak dimiliki orang untuk kepentingan sendiri, tetapi untuk
kepentingan orang-orang yang ditundukkan pada kekuasaan-kekuasaan tersebut.
Serta hak-hak tidak memberikan keuntungan berupa uang bagi yang berhak, dan
tidak mempunyai nilai uang serta tidak dapat dipindahtangankan.
12
Benda dalam arti yuridis ialah sesuatu yang merupakan obyek hukum.
Hakikat benda (zaak) adalah sesuatu hakikat yang diberikan oleh hukum
obyektif. Walaupun demikian hukum obyektif tidak dapat memberikan hakikat
tersebut pada sesuatu yang tidak mungkin dapat dikuasai oleh menusia.
Misalnya matahari, bulan dan bintang tak akan pernah merupakan benda
dalam arti yuridis.
Menurut hukum Belanda (yang merupakan hukum sebagaian besar
berlaku di Indonesia) benda dibagi menjadi: benda berwujud (lichamelijke
zaken) ialah benda yang dapat ditangkap dengan pancaindera, dan benda tak
berwujud (onlichamelijke zaken) ialah yang merupakan hak-hak subyektif.
Atau berdasarkan istilah Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku
Kedua Bab I bagian kedua Pasal 504 bahwa “tiap-tiap kebendaan adalah
bertubuh atau tak bertubuh”.
13
Misalnya hak milik (eigendom) dalam Pasal 625 BW (Burgerlijke Wet boek) atau
dalam Pasal 570 KUHPerdata yang dirumuskan :
“Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan
leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan
sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum
yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak
mengganggu hak-hak orang lain; kekuasaan itu dengan tidak mengurangi
kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepantingan umum berdasarkan atas
ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi”.
Karena hak milik tentang tanah sangat penting dan mempunyai sifat khusus, maka
juga diatur tersendiri dalam Pasal 571 KUHPerdata yang dirumuskan sebagai berikut :
Ayat 1 : “Hak milik atas sebidang tanah mengandung di dalamnya, kemilikan atas
segala apa yang ada diatasnya dan di dalam tanah”
Ayat 2: “Di atas tanah bolehlah si pemilik mengusahakan segala tanaman dan
mendirikan setiap bangunan yang disukai, dengan tak mengurangi akan beberapa
pengecualian tersebut dalam bab keempat dan keenam buku ini”
Ayat 3: “Di bawah tanah bolehlah ia membauat dan mengali sesuka hati dan memiliki
segala hasil yang diperoleh karena penggalian itu, dengan tak mengurangi akan
perubahan-perubahan yang sekiranya harus diadakan berhubungan dengan perundang-
undangan dan peraturan pemerintah tentang pertambangan, pengambilan bara, sampah
terpendam dan sebagainya.
14
Hak numpang karang (recht van opstal) tercantum dalam Pasal 711 KUHPerdata
“Hak numpang karang adalah suatu hak kebendaan untuk mempunyai gedung-gedung,
bangunan-bangunan dan penanaman di atas pekarangan orang lain”
Hak usaha (erfpacht) tercantum dalam Pasal 720 KUHPerdata “Hak usaha adalah
suatu hak kebendaan untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak
bergerak milik orang lain dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan kepada
sipemilik sebagai pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang maupun berupa
hasil atau pendapatan”
Perlu juga diketahui bahwa kekuasaan yang diberikan oleh hak-hak kebendaan,
selain mempunyai sifat yang bermacam-macam juga mempunyai pelbagai tingkat.
Kekuasaan yang terkuat dan terpenuh adalah hak milik (eigendom). Tetapi hak milikpun,
lebih-lebih hak milik barang tetap dibatasi oleh : hukum Obyektif, baik untuk kepentingan
purusa-purusa pribadi maupun untuk kepentingan umum dan hak-hak kebendaan
(personnalijke rechten) dan hak-hak orang lain.
15
Terhadap benda (zaak), orang yang mempunyai berhak untuk melakukan segala
tindakan, sepanjang kekuasaannya tidak dibatasi oleh hukum obyektif dan oleh hak
orang lain.
Dalam hal ini hukum yang berlaku di negara Belanda berlandaskan pendangan,
bahwa perlakuan kekuasaan individu dari orang yang memiliki tak lagi dibatasi, selain
untuk kepentingan masyarakat yang tak dapat dihindari, atau dengan perkataan lain
bahwa sebanyak mungkin orang baru dapat bebas berkuasa atas dan menarik
keuntungandari barang-barang meteriil, justru karena itulah maka orang
memperolehkeuntungan yang sebesar-besarnya untuk masyarakat.
Itulah sebabnya juga bahwa hukum kita yang tercantum dalam Kitan Undang-
Undang Hukum Perdata (KUH Prdt) hanya mengakui sejumlah yang terbatas hak
kebendaan lainnya di samping hak milik.
16
2) Hak-hak atas barang-barang tak berwujud (rechten op immateriele goederen)
ialah hak-hak yang menganai hasil pikiran manusia; jadi sesuatu barang batin. Hak-
hak tersebut terdiri atas:
Hak cipta (auteursrecht) ialah hak mutlak dari pembuatan sesuatu pekerjaan
kesusasteraan, ilmu pengetahuan atau kesenian untuk diumumkan dan diperbanyak
dan hak aktroi (actrooirecht) ialah hak mutlak dari orang yang menemukan hasil
kepandaian atau cara bekerja yang baru, untuk dibawa dalam pergaulan guna
mencari hasil atau dijual.
Fakta hukum
Telah dijelaskan di depan bahwa hukum subyektif ada, jika hukum obyektif
bertindak (bereaksi). Supaya hukum obyektif bergerak, supaya terjadi hukum
subyektif maka diperlukan terjadi suatu peristiwa atau fakta. Misalnya, peraturan yang
berbunyi: “pembeli wajib membayar harga pembelian”. Hal ini baru menimbulkan
sesuatu hukum subyektif/sesuatu kewajiban untuk membayar, bilamana benar-benar
diadakan sesuatu persetujuan jual beli.
Fakta tersebut tergantung pada terjadinya yang ditunjuk oleh hukum obyektif,
yang mana hukum obyektif itu mengakibatkan terjadinya atau lenyapnya hak-hak
subyektif akibat hukum lainnya yang disebut fakta hukum.
17
Fakta hukum dapat dibedakan fakta hukum lainnya dan perbuatan-perbuatan
manusia.
1) Fakta hukum yang bukan perbuatan manusia misalnya:
a) Kelahiran
Dengan adanya kelahiran, segera menimbulkan hak-hak, antara lain hak
anak terhadap orang tuanya untuk dipelihara dan dididik oleh mereka. Pasal 298
KUH Perdata ayat (1): “Tiap-tiap anak, dalam umur berapapun juga, berwajib
menaruh kehormatan dan keseganan terhadap bapak dan ibunya”.
Ayat (2) :”Si bapak dan si ibu,keduanya wajib memelihara dan mendidik
terhadap anak mereka yang belum dewasa. Kehilangan hak untuk menjadi wali
tak membebaskan mereka dari kewajiban, memberi tunjangan-tunjangan
dalam keseimbangan dengan pendapatan mereka. Guna membiayai
pemeliharaan dan pendidikan itu. Terhadap anak-anak yang telah dewasa
berlakulah ketentuan-ketentuan tercantum dalam pembagian ketiga bab ini”
b) Kelahiran
Dengan matinya orang yang meninggalkan warisan, para ahli waris
memperoleh hak-haknya sepanjang ia tidak lenyap karena kematian si pewaris.
Pasal 833 ayat(1) KUHPerdata: “Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena
hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang
si yang meninggal”.
18
Pasal 838 KUHPerdata: “yang dianggap tak patut menjadi waris dan
karenanyapun dikecualikan dari pewarisan ialah :
(1) Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh atau mencoba
membunuh si yang meninggal;
(2) Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah
telah mengajukan pengaduan terhadap pada si yang meninggal, ialah suatu
pengaduan telah melakukan sesuat kejahatan yang terancam dengan hukuman
penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat;
(3) Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang
meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya;
(4) Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang
meninggal.
c) Berlangsungnya waktu
Hukum kita mengakui arti berlangsungnya waktu untuk memperoleh dan
lenyapnya hak dalam soal daluwarsa (verjaring). Daluwarsa (verjaring) dapat dibagi
dua macam yaitu sebagai berikut :
(1) Dalauwarsa Acquisitief, ialah daluwarsa sebagai alat untuk memperoleh hak
milik, atau sesuatu hak lainnya dengan syarat-syarat yang tertentu, disebabkan
berlangsungnya waktu yang tertentu.
19
Pasal 1963 KUH Perdata
Ayat (1): “Siapa yang dengan itikad baik, dan berdasar suatu alasan hak yang sah,
memperoleh suatu benda tak bergerak, suatu bunga, atau utang-piutang lain yang tidak
harus dibayar atas tunjuk, memperoleh hak milik atasnya, dengan daluwarsa, dengan
suatu penguasaan selama dua puluh tahun”.
Ayat (2): “Siapa yang dengan itikad baik menguasainya selama tiga puluh tahun,
memperoleh hak milik, dengan tidak dapat dipaksakan untuk mempertunjukkan atas
haknya”
(2) Dalauwarsa Extinctief : ialah daluwarsa sebagai alat untuk dibebaskan dari suatu
kewajiban dengan syarat-syarat yang tertentu disebabkan berlangsungnya waktu yang
tertentu.
Pasal 1971 KUHPerdata
Ayat (1) :”Tuntutan-tuntutan tukang-tukang kayu, tukang-tukang batu dan lain-lain tukang
untuk pembayaran bahan-bahan yang mereka berikan dan upah-upah mereka”.
Ayat(2): “Pengusaha-pengusaha toko untuk pembayaran barang-barang yang telah
mereka serahkan, sekedar tuntutan-tuntutan ini mengenai pekerjaan-pekerjaan dan
penyerahan-penyarahan yang tidak untuk pekerjaannya si berhutang yang tetap,
semua itu berdaluwarsa denganlewatnya waktu lima tahun”
Soal daluwarsa juga memegang peranan dalam hukum pidana, baik hak dari
pemerintah untuk mengadakan tuntutan hukuman, maupun hak untuk melaksanakan
hukuman, lenyap disebabkan berlangsungnya waktu yang tertentu.
20
2) Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia dapat dibagi seperti tersebut di bawah ini
a) Perbuatan hukum
Ialah perbuatan yang oleh hukum obyektif diikatkan pada terjadinya dan lenyapnya
sesuatu hak subyektif sebagai akibat perbuatan itu, karena hukum obyektif
menduga bahwa akibat yang demikian dikehendaki oleh orang yang berbuat.
Atau dengan perkataan lain tiap-tiap perbuatan hukum berdasarkan sesuatu
pernyataan kehendak yang dikuatkan oleh hukum obyektif.
22
4. Hak dan Kekuasaan
Kekuasaan dan hak saling berhadapan satu sama lain. Hal ini diperkuat oleh
Max Stimer (nama samaran dari John Smith) menguraikan ajaran-ajaran yang
biasa dipraktikkan oleh pencuri: “Sejumput kekuasaan lebih bermanfaat dari pada
sekarung hak”.
24
Menurut Lassalle adalah tentara. Raja yang mempunyai kekuasaan memberi
perintah supaya tentara bergerak dan agar meriam-meriam dikeluarkan dari benteng,
raja dan meriam-meriam itulah merupakan bagian daripada konstitusi. Sebagian
konstitusi selanjutnya ialah kaum bansawan, bankir-bankir yang kaya, para penguasa
industri besar.
Karena mereka mempunyai pengaruh atas pemerintahan dan dengan demikian
dapat menggerakkan tentara dan meriam. Sebaliknya hanya sebagai kekecualian,
adalah hal-hal yang luas biasa yakni dalam revolusi, para pekerja dan orang kecil
merupakan bagian kecil dan konstitusi. Demikian pula seorang ahli huku negara dan
sosiolog.
25
Berarti hukum adalah hak orang yang terkuat. Pandangan tersebut memuat
unsur-unsur kebenaran tetapi sedikit banyak sepihak. Pandangan tersebut memandang
kekuasaan terutama sebagai kekuasaan physik, kekuasaan menteriil, kekuasaan
lahir. Padahal dalam masyarakat terdapat pelbagai kekuasaan ialah : kekuasaan yang
baik dan kekuasaan yang jahat,
Kekuasaan physik (misalnya kekasaan tentara dan polisi), kekuasaan ekonomi
(misalnya kekuasaan modal kerja), kekuasaan batin dan susila (misalnya kekuasaan
kepribadian), kekuasaan agama dan Gereja, kekuasaan ilmu pengetahuan,kekuasaan
ada dan kebiasaan (kekuasaan yang dilakukan atas angota masyarakat oleh
pandangan – pandangan yang berlaku dalam masyarakat mengenai apa yang baik dan
buruk, patut dan tidakpatut, sopan dan tidak sopan).
26
Peratuan-peraturan yang dibentuk oleh kekuasaan yang merupakan kekuasaan
hukum adalah hukum, karena ia berkuasa atas suara hati orang-orang, jadi dapat
mengharapkan akan ditaati dengan sukarela.
Sebaliknya peratuan-peraturan yang dibentuk oleh seorang jagoan yang hanya
dapat memaksa penataan peraturan-peraturan tersebut dengan ancaman atau
dengan menggunakan alat-alat kekuasaan materiil, bukanlah hukum, karena
mengandung penindasan yang lemah oleh yang lebih kuat dan menciptakan sesatu
keadaan yang tidak dikehendaki oleh hukum.
Atau malahan antara huku dan kekerasan paksa saling bertentangan dan
kekerasan harus tunduk pada hukum. Inilah merupakan pikiran yang telah meresap
dalam bentuk undang-undang sejak dahulu kala. Salah satu undang-undang yang
tertua ialah masa raja Hammurabi dari kerajaan Babylonia kira-kira 200 tahun
Sebelum Masehi mengemukakan : Bahwa sebagai tujuan hukum ialah : yang kuat
tidak akan merugikan yang lemah.
Benar, terdapat gejala dalam sejarah hukum, bahwa hukum diciptakan oleh
kekuasan yang menurut hukum obyektif yang berlaku sebenarnya tidak berhak
untuk berbuat seperti itu.
Tetapi walaupun demikian peraturan-peraturan yang dibentuknya terlihat diakui
dan diikuti sebagai hukum, karena peraturan-peraturan tersebut pada umumnya
memenuhi kebutuhan-kebutuhan praktik dan mengabdi kepentingan umum, oleh
karena itu dapat mengharapkan persetujuan secara diam-diam dari anggota-anggota
masyarakat persekutuan hukum.
27
Misalnya :
(1) Hukum Preatoris ialah merupakan hukum yang dimasukkan oleh preator
Romawi (yang tidak mempunyai bentuk undang-undang), untuk membantu
hukum yang ada, menambah dan memperbaiki untuk kepentingan umum,
(2) Hukum yang dibentuk oleh keputusan Hakim tertinggi (Hoge Raad)
Undang-undang Dasar Negara Belanda Pasal 172 ayat (1) menyebutkan,
bahwa kewajiban Hoge Raad adalah untuk menjaga anggota-anggota kekuasaan
kehakiman mentaati undang-undang, jadi menurut hukum Hoge Raad tidak
berhak membentuk hukum sendiri untuk mengisi luangan-liangan dalam undang-
undang, walaupun undang-undang itu menurut pandangannya memperlihatkan
kesalahan.
Tetapi walaupun Hoge Raad tidak berhak untuk melakukan hal itu, Hoge
Raad kerap kali menggunakan kekuasaan tersebut. Menurut kekuasaan halim di
negara Belanda, dengan bertindak demikian berarti berbakti pada kepentingan
umum, yang menuntut supaya hukum menyesuaikan diri pada kehidupan
masyarakat.
Karena rasa susila rakyat Belanda membenarkan tindakan Hoge Raad,
maka berarti kekuasaan Hoge Raad mematahkan hukum yang ada dan
menciptakan hukum baru.
28
(3) Terbentuknya tata tertib hukum baru oleh karena revolusi
Sebab dalam revolusi berarti mematahkan hukum dan menciptakan hukum
baru. Dalam revolusi dapat disertai atau tidak disertai alat kekuasaan-alat
kekuasaan materiil kekerasan.
Kekuasaan revolusi hanya menciptakan hukum, bilamana revolusi
bersandarkan pertimbangan susila dari suaatu bangsa serta apabila hukum yang
ada telah kehilangan sandarannya, sehingga hukum itu kehilangan sifat hukumnya
dan akhirnya dapat dikatakan kemenangan kekuasaan susila atau kekuasaan fisik.
29
Walaupun kerajaan Romawi runtuh, namun kekuasaan susila tidak
ikit runtuh dan telah menjelma dalam kebudayaannya sampai kini masih
berpengaruh pada kita. Jadi walaupun telah lama lebih dari lima belas
abad sesudah bangsa Romawi kehilangan alat kekuasaan - alat
kekuasaan materiilnya, tetapi kekuasaan kebudayaannya masih tetap
menguasai duni antaralain kekuasaan hukum mereka.
30
Pengantar
ILMU HUKUM
Oleh :
Dr. Budiyono, S.H., M.Hum
1
BAB VII
SUMBER-SUMBER HUKUM
Hal ini dapat kita mengambil hikmah mempelajari sejarah yang dikemukakan
oleh seorang sarjana Inggris dalamilmu sejarah bernama Sir John Seeley
mengatakan : “maksud dan tujuan mempelajari sejarah adalah tidak lain agar supaya
kita bijaksana terlebih dahulu”.
Maka yang dimaksud oleh Sir John Seeley ialah bahwa semua kejadian di
dalam sejarah itu mengandung pelajaran-pelajaran, dan kita semua selalu bijaksana
setelah ada suatu peristiwa sejarah terjadi ituadalah logis dan terang.
Kita bukan keledai yang tertumbuk dua kali kepada tiang yang sama.
Tetapi justru untuk menjadi bijaksana lebih dahulu, sebelum sesuatu peristiwa
sejarah terjadi, (penggunaan ilmu sejarah oleh H. Roeslan Abdoelgani dalam
uraiannya pada penutupan Musyawarah Mahasiswa ke-1 IKIP Bandung
tanggal 19 Oktober 1963)
3
2. Sumber hukum ditinjau dari sudut Sosiologi dan Antropologi Budaya
Menurut ahli sosiologi dan ahli antropologi budaya yang menjadi sumber hukum
ialah faktor-faktor yang menentukan isi hukum positif, misalnya keadaan ekonomi,
pandangan agama, soal-soal phychologis pada masyarakat seruruhnya.
Faktor-faktor tersebut penyelidikannya memerlukan kerja sama dengan
pelbagai ilmu pengetahuan, misalnya ilmu ekonomi, ilmu sejarah, agama, dan
sebagainya.
Menurut filsafat hukum, perkataan sumber hukum terutama dipakai dalam dua
pengertian : Sumber-sumber isi hukum dan sumber hukum untuk kekuatan
mengikat hukum. Hal ini berhubungan dengan pernyataan mengapa kita harus
mengikuti hukum ?
5
2) Teori Perjanjian
Negara adalah suatu organisasi yang terbentuk karena sesuatu perjanjian
yang diadakan dengan sukarela antara orang dengan lainnya. Karena itu menurut
teori perjanjian hukum itu ditaati karena hukum itu adalah kemauan orang
seluruhnya, yang telah mereka sesahkan kepada suatu organaisasi yakni negara,
yang telah terlebih dahulu mereka bentuk dan mereka beri tugas membuat
hukum yang berlaku di masyarakat (mereka).
Atau dengan perkataan lain orang mentaati hukum, karena orang sudah
berjanji mentaatinya.
Hukum yang riil inilah yang menjadi dasar berfungsinya kesadaran hukum orang.
Perumusan Kranenburg ialah :”mengenai pembagian dasar-dasar keuntungan dan
kerugian, tiap-tiap anggota masyarakat hukum sederajat dan sama yaitu dalam hal :
seseorang tidak ada yang dahulu, melainkan setelah meletakkan dasar-dasar untuk
menimbulkan keuntungan istimewa atau kerugian istimewa.
Jadi tiap orang menerima keuntungan atau mendapat kerugian sebanyak dasar-
dasar yang telah terlebih dahulu diletakkannya”. Teori ini dinamakan
ovendigheidspostulat (azas keseimbangan)
Bagi ahli ekonomi yang merupakan sumber hukum ialah apa yang tampak di
lapangan kehidupan ekonomi. Misalnya sebelum pemerintah membuatperaturan
dengan tujuan membatasi persaingan di lapangan dagang, maka ahli ekonomi
harus mengetahui apa yang dirasa pasti dan tidak yang tidak pasti mengenai
persaingan itu
7
Karl Marx mengemukakan benar-benar dan jelas tentang pentingnya
penghitungan ekonomi bagi pergaulan hukum, yang berarti bagi seluruh pergaulan
manusia. Dengan emikian maka turut sertanya pemerintah dalam penghitungan
ekonomi sebagai akibat dilaksanakannya policy dan program pemerintah sekarang,
maka makin lama makin perlu juga hukum dipelajari lebih intensif oleh para ahli
ekonomi.
Tetapi sebaliknya juga para ahli hukum perlu mengetahui lebih banyak persoalan-
persoalan ekonomi, supaya bersama-sama dengan ahli iekonomi dapat menentukan
tindakan-tindakan sebaik-baiknya dalam bidang ekonomi dan menciptakan suatu
hukum ekonomi yang sesuai dan bermanfaat bagi masyarakat.
Usaha ini bagi negara kita (Indonesia) pada dewasa ini antara lain oleh
Fakultas Hukum UNPAD telah dijalankan penelitian-penelitian mengenai
Hukum Ekonomi dan Pembangunan serta Hukum Ekonomi sosial dengan
maksud mengadakan inventarisasi darai peraturan-peraturan hukum yang erat
hubungannya dengan masalah ekonomi dan pembangunan di satu pihak, serta
hubungannya dengan segi-segi sosial dari perekonomian kita.
8
a. Hukum Ekonomi dan Pembangunan
yang meliputi:
1) Tanah
2) Bentuk-bentuk Usaha b. Hukum Ekonomi Sosial yang meliputi:
3) Penanaman Modal Asing 1) Obat-obatan
4) Kredit dan Bantuan Luar Negeri 2) Kesehatan dan Keluarga Berencana
5) Perkreditan dalam Negeri 3) Perumahan
(Perbankan) 4) Bencana Alam
6) Patent, Merk dan Transfer of 5) Transmigrasi
Knowledge
6) Pertanian
7) Asuransi
7) Bentuk-bentuk Perusahaan Rakyat
8) Impor – Ekspor
8) Bentuan dan Pendidikan Bagi
9) Pertambangan Pengusaha Kecil
10) Perburuhan 9) Perburuhan
11) Perumahan 10) Pendidikan
12) Pengangkutan 11) Penderita cacat
13) Perjanjian Internasional 12) Orang-orang miskin
13) Orang Tua dan Pensiunan.
9
Selanjutnya team Penelitian menyatakan bahwa dasar hukum dari hukum
Ekonomi Indonesia ditemukan setelah peraturan-peraturan di masing-masing bidang
penelitian disistematisasikan sebagai berikut :
a. Sejarah perkembangan hukum bidang yang bersangkutan di Indonesia
b. Filsafat Indonesia yang melatar-belakangi bidang hukum tersebut
c. Kebijaksanaan pemerintah di bidang itu
d. Pelaksanaan dari kebijaksanaan Pemerintah di bidang yang bersangkutan.
10
1) Kuasa Pertambangan, yang sekalipun bukan merupakan Zakelijk Recht dapat juga
dialihkan kepada orang lain, walaupun sebagai pengecualian dan atas dasar
kebijaksanaan.
2) Cara pembebasan tanah untuk keperluan perindustrian yang semula status
tanahnya adalah hak milik perseorangan, kemudian dengan pembayaran suatu
pungutan oleh yang berkepentingan dijadikan Tanah Negara untuk (dengan
pembayaran-pembayaran pungutan lagi) dirubah menjadi Hak Guna Bangunan,
yang haknya nota bene jauh berkurang daripada hak milik perseorangan semula
3) Persero, yang pada satu pihak (ke luar) dianggap sebagai Perseroan Terbatas
Swasta, akan tetapi di lain pihak (ke dalam) terikat pada kebijaksanaan
Peemrintah (dengan segala akibat yang menguntungkan maupun merugikan
perseroan terbatas), dan dengan pengawasan pemerintah dengan diangkatnya
Direktorat Jenderal Departeman yang bersangkutan sebagai komisaris persero
dan pegawai persero.
4) Sekarang telah dikenal surat-surat keputusan bersama menteri juga merupakan
hal yang baru yang tidak dikenal dalam hukum tata negara yang tradisional.
Akan tetapi sumber hukum materiil ini sebelum berlaku umum di masyarakat
(yaitu sebelum ditaati juga oleh mereka yang tidak secara sukarela menerimanya),
maka penghargaan yuridis tentang suatu peristiwa sosial tertentu harus diberi bentuk
(form) tertentu lebih dahulu. Sebelum mendapat suatu bentuk tertentu, maka
penghargaan/penilaian yuridis tersebut hanya merupakan “Suatu bayangan dalam
perasaan hukum atau pikiran orang saja”.
Jadi bentuklah yang memungkinkan suatu kaidah menjadi berlaku umum dan
ditaati juga oleh mereka yang menentangnya. Bentuk itulah yang memungkinkan
pemerintah mempertahankan kaidah tersebut menjadi suatu kaidah huku. Bentuk
itulah yang disebut sumber hukum formil.
13
Bilamana ia memperhatikan asal-usul hukum itu (sumber materiil) maka ia
memasuki ke dalam lapangan ilmu sosial lainnya: Sosiologi dan Antropologi Budaya,
Filsafat, Ekonomi, Sejarah dan sebagainya.
Dari apa yang disebut di atas ternyata bahwa perlu sekali orang mengunakan
hasil penyelidikan ilmu-ilmu sosial yang lain, agar ia dapat menjadi sarjana hukum
yang sempurna. Memang benar pada hakikatnya ilmu-ilmu pengetahuan itu tidak
dapat dipisah-pisahkan satu sama lain dan saling membantu dan membutuhkan satu
sama lain.
Kita juga harus tidak boleh lupa bahwa sebagian dari sumber hukum materiil
(dengan tidak melihat bentuknya) menjadi kehendak suatu ruling class yang
menguasai masyarakat di waktu tertentu.
Telah dikemukakan beberapa kali pada bab yang lalu bahwa masyarakat selalu
berubah sesuai dengan perubahan perkembangan berpikir anggota masyarakat yang
bersangkutan. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Roeslan Saleh dalam
uraiannya dalam Hukum Pidana yang berjudul “Belajar berpikir secara lain dari
pada yang selama ini dilakukan”.
Disimpulkan “Betapa pentingnya ilmu hukum pidana ini dikaitkan kepada
perubahan-perubahan masyarakat atau yang dilaksanakan oleh seorang ahli dengan
suatu sikap yang dijiwai oleh suatu kehendak untuk memandang dan berkeyakinan
bahwa dunia ini selalu menjadi lebih baik.
14
Dalam hubungan antara pembentuk undang-undang dan undang-undang di satu
pihak, dengan hakim dan petugas-petugas penegak hukum lainnya di lain pihak, kita
melihat bahwa di satu pihak pembentuk undang-undang tidak akan pernah mampu
menyiapkan dan mendugakan lebih dahulu mengenai kejadian-kejadian di hari yang
akan datang, apabila memperhitungkan dengan sempurna hal-hal seperti demikian itu,
sehingga betapapun undang-undang itu sempurnanya selanjutnya masih harus
dikerjakan oleh yang menerapkan undang-undang tersebut.
Artinya masih harus diperluas dan juga dilengkapi. Sebaliknya mereka yang
menerapkan undang-undang haruslah terikat kepada asas-asas dan perimbangan-
perimbangan kepentingan yang oleh undang-undang telah diberi suatu bentuk positif.
Jika demikian hanya pada pembentukan undang-undang dan penegak hukum,
maka pengemban ilmu pengetahuan hukum pidana juga harus mengambil sikap
demikian. Di satu pihak haruslah diemban sikap-sikap demikian. Di satu pihak
haruslah diemban tanggapan-tangapan sistematis dan normatif, sedangkan di lain
pihak harus diikuti jauh jadi penemuan-penemuan normatif sistematif yang bersifat
memola itu.
Semua akan ditarik dari tempatnya yang sekarang ini atau sebelumnya,
yaitu sebagai suatu kenyataan dan kumpulan pengalaman di daerah
pembatasan dan ilmu hukum. Ke arah inilah kita harus bekerja di dalam
menyusun teori-teori hukum pidana dan jug adalam kerja sama dengan
bidang-bidang lainnya terutama ilmu-ilmu kemasyarakatan.
Jadi sumber hukum menurut Sarjana Hukum ada dua yaitu sebagai
berikut :
a. Sumber Huikum Materiil = Sumber hukum dilihat dari isinya
b. Sumber Hukum Folmil = Sumber hukum dilihat dari bentuknya
16
Menurut Van Apeldorn sumber hukum dalam arti formal ada tiga ialah :
a. undang-undang
b. Kebiasaan
c. Traktat
Di samping itu van Apeldorn menyebutkan faktor-faktor yang
membantu pembentukan hukum ialah :
a. Perjanjian
b. Peradilan
c. Ajaran hukum.
17
Menurut Van Kan dan J.H. Beekhuis dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum
menyebutkan sumber-sumber hukum ialah :
1) undang-undang (traktat dapat dimasukkan dalam undang-undang
2) Kebiasaan yang hidup
3) Hukum yang timbul dari persesuaian paham antar yang bersangkutan
4) Keputusan-keputusan hakim
5) Ilmu hukum (pendapat para sarjana hukum) hanya ikut membantu dalam
pembentukan hukum.
Undang-undang
Pengertian undang-undang biasanya dibagi menjadi dua, undang-undang
dalam arti materiil dan undang-undang dalam arti formil
1) Undang-undang dalam arti materiil ialah sesuatu keputusan pemerintah
disebut undang-undang karena dilihat isinya. Dengan perkataan lain tiap-tiap
keputusan pemerintah yang menetapkan peraturan-peraturan yang mengikat
secara umum.
Hoge Raad dalam putusannya tanggal 19 Jubi 1919 dalam pertimbangannya
memberi arti perkataan undang-undang dipakai dalam Pasal 99 R.O. “ialah
peraturan-peraturan umum yang ditujukan pada tiap-tiap orang yang berasal
dari instansi pemerintah yang memperoleh kekuasaan membentuk undang-
undang
18
Menurut Paul Laband, ahli hukum Jerman memberikan pengertian
undang-undang dalam arti meteriil ialah penetapan kaidah hukum dengan
tegas, sehingga kaidah hukum itu menurut sifatnya, sehingga kaidah hukum
itu menurut sifatnya menjadi pengikat.
Menurut Paul Lanband diperlukan dua anasir supaya sesuatu menjadi
undang-undang dalam arti materiil yaitu sebagai berikut :
1) Anasir yang disebut “Anordnung” ialah peraturan kaidah hukum dengan
tegas (penerapan resmi sesuatu lkaidah hukum, sehingga mengikat)
2) Anasir yang didebut “Rechtssats”, ialah peraturan (kaidah) hukum itu
sendiri
19
Menurut Paul Laband hanyalah perbuatan perintah Undang-undang merupakan apa
yang disebut perbatan penetapan undang-undang sedang penetapanisi undang-undang
bukan perbuatan penetapan undang-undang (pengatut ajaran logisme sempit).
Menurut Buya, undang-undang dalam arti materiil ialah tiap keputusan pemerintah
(para penguasa, overheid) yang menurut isinya mengikat masing-masing penduduk
sesuatu daerah, dapat diberi nama undang-undang (dalam arti materiil). Misalnya:
peraturan pemerintah, peraturan pemerinah daerah tingak I dan daerah tingkat II.
R. Utrecht:
undang-undang dalamarti formil ialah tiap keputusan pemerintah yang
merupakan undang-undang, karena dilihat dari cara terjadinya. Biasanya
undang-undang bersifat formil sekaligus bersifat materiil yaitu baik
dipandang bentuknya/cara terjadinya maupun karena mengikat tiap
penduduk sesuatu daerah: Misalnya undang-undang pemilihan umum,
Sebaliknya terhadap undang-undang dalam arti materiil; misalnya undang-
undang naturalisasi kewarganegaraan/seorang asing.
20
Secara materiil hirarchi undang-undang sebagai berikut :
1. UUD (Undang-Undang Dasar)
2. Undang-undang, termasuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Daerah
Yang menjadi dasar hirarchi tersebut di atas ialah azas bahwa yang kedudukannya
lebih rendah daripada kedudukan suatu peraturan lain, tidak boleh bertentangan
dengan peraturan lain itu
21
b. Karena antara lain dibuat secara istimewa itu, maka Undang-undang Dasar
dapat dikatakan sesuatu yang luhur, ditinjau dari satu politis, dapat dikatakan
bahwa Undang-undang Dasar adalah lebih tinggi. Undang-undang Dasar
adalah menjadi piagam yang menyatukan cita-cita bangsa, jadi dengan
demikian menjadi suatu “Frame work of the Nation”
c. Undang-undang Dasar memuat dalam garis besar dasar dan tujuan negara
apa yang ditetapkan dalam UUD untuk selanjutnya akan diselenggarakan
dengan Undang-undang.
Undang-undang yang dilaksanakan konstitusi ini dinamakan undang-undang
organik. Dengan perkataan lain suatu peraturan organik adalah suatu
peraturan yang untuk selanjutnya menyelenggarakan dasar-dasar yang
tercantum dalam dan yang menjadi tujuan suatu peraturan yang derajatnya
lebih tinggi.
22
23
24
25
Pengantar
ILMU HUKUM
Oleh :
Dr. Budiyono, S.H., M.Hum
1
BAB VIII
SIFAT ILMU HUKUM (YURISPRIDENCE)
1. Pengantar
2
Kalau dipelajari berlebih-lebih, mungkin dapat mengetahui masalah-masalah,
yang harus dihadapi, karena terlampau banyak tulisan-tulisan mengandung bahan-
bahan yang begitu kaya tentang pengetahuan mengenai masa yang silam dan
zaman sekarang, sehingga dapat membosankan, dan kurang dimengerti, kecuali
yang sama cerdasnya dengan penulis.
Tambah lagi, walaupun buku itu ditulis dalam bahasa yang biasa, kita kadang-
kadang cenderung untuk mengulangi celaan lama, bahwa bahasa diajarkan kepada
kita untuk menyembunyikan fikiran-fikiran kita.
3
Anehnya kesukaran ahli-ahli hukum adalah memelihara cita-cita (idea) yang
sudah usang dalam bahasa yang bagus dan sukar. Walaupun terdapat kesulitan-
kesulitan mengenai hal pokok, namun masalah-masalah ilmu hukum dapat
dijelmakan dalam bahasa yang boleh dikatakan sederhana, tentu saja perlu diakui
terdapat perbedaan pendapat terhadap pemecahan masalah yang sebenarnya.
Untuk meliputi pengetahuan dari banyak abad tidaklah mungkin, tetapi itu
juga tidakperlu kalau masalah-masalah tetap sama, sungguhpun jawaban-
jawabannya mungkin berlainan.
Dalam bab mengenai hukum alam kodrat akan dibicarakan aspek-asoek
tertentu dari sejarah dan ilmu hukum, sekarang kita akan memusatkan perhatian
kepada masalah sebagaimana kelihatannya sekarang.
5
2. Aliran Ilmu Hukum
6
Celaan sama barangkali dilemparkan pula pada ilmu yang modern. Kalau kita dapat
memberikan sifat umum pada pertentangan itu dengan selalu mengingat, bahwa
keringkasan ataupun kecakapan selalu ada bahayanya, maka pembiaran yang sekarang
sedang berlangsung ialah antara ilmu hukum modern, ilmu hukum yang bertugas
(fungsional) atau sosiologis dari ilmu hukum yang teleologis.
7
Hukum adalah hasil dari akal manusia dan berhubungan erat dengan cita-cita
tujuan, oleh sebab itu aliran ini bertanya apakah yang merupakan tujuan tertinggi
yang harus diikuti oleh hukum ?
Acapkali bentuk ilmu hukum yang demikian ini diterangkan sebagai bersifat
kefilsafatan. Kelsen membangun ilmu pengetahuan hukum murni dan Von Savigni
teori sejarahnya atas dasar kefilsafatan.
Oleh sebab itu ia melepaskan kekacauan, kalau kita menerima nama yang
lain. Namun ia tidak menemukan hasil pekerjaan dari ahli filsafat dalam satu aliran
saja. Aliran-aliran ini lebih merupakan pembantu daripada penentang terhadap
desakan yang dogmatis (bersifat kepercayaan). Menurut penulis-penulis tertentu,
bahwa ada satu yang hanya satu jalan menunju kebenaran untuk menambah
pengetahuan kenyataan ini.
Dalam bagian-bagian yang berikut kita akan meninjau langkah darialiran-aliran
dimaksud. Tetapi untuk memahami kemajuan-kemajuan teori dalam sejarah perlu
untuk merubah cara bertindak yang murni logis. Tulisan-tulisan dari Bentham
memberikan titik permulaan yang menyenangkan.
8
Tetapi ia tidak begitu menyukai pengumuman dari salah satu hasil tangganya yang
paling penting tentang ilmu hukum dan hasil-hasil karya dimaksud baru diumumkan
dalam tahun 1945. karya Bentham “The limits of jurisprudence defenes” ditulis dalam
tahun 1782, diketemukan oleh Everet di Universitas College, London, ditelaah dan
kemudian diumumkan.
Tulisan ini menunjukkan betapa besarnya hutang budi Austin kepada Bentham dan
menegaskan bahwa Bentham tidak hanya seorang penuis mengenai tujuan hukum,
tetapi seorang analis, yang suka memperhatikan alat-alat sistem hukum.
Segi-segi yang banyak dari kegiatan Bentham dapat diketahui kalau membaca buah
penanya, Jeremy Bentham and The Law: Keinginannya akan pembaharuan didasarkan
pada ajran faedah, kesukaan-kesukaannya pada kondisifikasi didasarkan pada
kebenciannya terhadap Judge Madel Law (Hukum Hakim), memberikan pada
pekerjaannya satu pengertian yang bersifat panggilan.
Tindakannya terhadap kedaulatan sesuai dengan Austin: Penafsirannya tentang
hukum cukup luas untuk menangkap perundang-undangan bawahan dan peraturan-
peraturan tata usaha; analisanya tentang hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sudah
mendasar dan pernah dianggap hasil pendangan pada abad keduapuluh.
Bentham adalah seorang realis yang mempunyai peranan, dan tidak sabar
terhadap kesenian berpidato (rethoric) dengan mana Black stone dan penulis-
penulis abad ke 18 lainnya mengacaukan masalah tentang sifat hukum.
9
Bentham sangat mencela tuntutan-tuntutan hukum alam kodrat. Tetapi ia mempunyai
penggilannya sendiri, yaitu faedah (Utility) dan ia ingin menguji srtiap hukum untuk
melihat apakahia menuju kepada kekegembiraan yang terbesar dari jumlah yang
terbanyak. Ia mencoba menyelidiki dengan tajam membangun rencana-rencana dan
dalam sistem hukum supaya keburukan-keburukan yang sudah lama dihilangkan supaya
tiap-tiap hak harus dibenarkan oleh faedah.
Bentham menganalisa istilah-istilah hukum seperti kekuasaan, hak, larangan,
kewajiban, milik serta kemerdekaan dan ia mencoba menunjukkan apakah artinya dalam
dunia praktik. Tulisannya bermaksud memberikan pengantar yang mutlak bagi satu
kodifikasi sipil.
Analisa-analisa dihalangi dengan tidak ada pandangan yang tajam dari politik
sosial. Suatu penyelidikan dari hukum obyektif tidak ada gunanya, kecuali kalau
didasarkan pada pengertian yang analistis dari hukum yang ada, tetapi dalam abad
ke 19 pengaruh ajaran Bentham dalam kejadian-kejadian dunia yang praktis, dan
kecenderungan untuk mengakuinya dalam teori ilmu hukum.
10
4. John Austin dan Aliran Imperatif
11
Pengikut-pengikut Austin pun lebih keras dari gurunya dalam membatasi ilmu
hukum pada satu analisa peraturan yang mempunyai kekuatan. Kita akan
membicarakan pandangan-pandangan Austin dalam tiga pokok: 1) Dasar ilmu
hukum, 2) Metode ilmu hukum, 3) Hubungan hukum dan kesusilaan
Titik berat yang diletakkan pada perintah mencapai tujuan, karena peraturan-
peraturan menganai etika tidak diberikan oleh satu orang tertentu. Ilmu hukum
adalah ilmu pengetahuan umum tentang hukum positif dalam arti yang tajam
sebagaimana disifatkan oleh Austin.
Tetapi kalau hukum tiap-tiap negara didasarkan atas peraturan-peraturan dari
seseorang yang souvereign dalam negara itu, lalu apa dasar ilmu hukum itu ?
Kalau tiap-tiap souvereign dapat memerintahkan apa yang dikehandakinya,
apakah tidakakan terdapat perbedaan yang sangat besar di antara sistem-sistem
hukum ?
12
Apakah ada suatu unsur kesamaan atas nama satu pengetahuan umum dapat
dijadikan sebagai dasar ? Kalau kita mengambil sistem-sistem hukum dunia, yaitu dari
Tiongkok sampai Peru, kita akan menemukan pertentangan yang terbesar baik isi
peraturan-peraturan maupun pembagian hukum, dan bahasa teknis yang digunakan.
Oleh sebab itu apakah tidak seharusnya ilmu hukum dibatasi pada studi tentang
suatu sistem khusus, sehingga akan didapatkan ilmu hukum Inggris, ilmu hukum
Perancis, ilmu hukum Belanda, ilmu hukum Amerika dan sebagainya.
13
Analisis menunjukkan, bahwa dasar teori Austin adalah kurang kuat, karena :
Pertama : Adalah jelas, bahwa tidak ada peraturan-peraturan hukum yang universal
(sangat umum). Pada saat kita telah melepaskan diri dari beberapa azas, kita
berkata dengan ucapan yang legal: “itulah akhirnya satu unsur yang tidak
mutlak dari semua hukum”.
Beberapa penyidik-penyidik yang sabar tentang sistem-sistem hukum dari
Houyhnhums dalam kabut kepurbakalaan akan mendapatkan satu bagian
(fragment) dari batu atau tanah liat yang akan mengganggu semua keputusan-
keputusan kita.
Kedua : Hanya ada sedikit pengertian-pengertian yang sama untuk semua sistem-
sistem hukum, dan kalau kita membatasi analisa kita sampai kepada apa yang
menurut pikiran kita adalah umum (universal), kita menghadapi dua bahaya:
14
Dalam abad ke- 19 penulis-penulis acapkali menurunkan (decuctie) azas-azas hukum
universal yang tertentu, tetapi pandangan abad ke duapuluh menunjukkan, bahwa azas-
azas ini tidaklah umum tetapi hanya didasarkan pada kebutuhan ekonomi kapitalistis, yang
masih meletakan titik berat pada laissezfaire.
Peraturan-peraturan tentang milik, yang dalam tahun 1850 dianggap sebagai satu
axioma, sekarang tidak dipergunakan diRusia. Maka oleh sebab itulah diucapkan
kesangsian-kesangsian apakah mungkin menyusun suatu dasar untuk ilmu hkum yang
tidak akan dikesampingkan oleh perubahan-perubahan dalam keadaan-keadaan ekonomi
dan sosial.
Pemecahan masalah ini ialah bahwa walaupun hanya sedikit (kalau ada)
peraturan-peraturan hukum yang universal, tetapi akan ada juga azas-azas universal
dari ilmu hukum. Penerimaan-penerimaan ilmu hukum tidaklah sukar dalam semua
masyarakat, yang telah mencapai satu tingkat kemajuan tertentu, timbul satu
peralatan sosial, yang kita namakan hukum. Ilmu hukum terutama tidak
memperhatikan penyusunan ketentuan-ketentuan yang sama, juga tidak hendak
mendapatkan peraturan-peraturan yang diterima oleh semua bangsa-bangsa.
Tugas ilmu hukum ialah mempelajari sifat hukum, kemajuan dan hubungannya
dengan masyarakat. Dalam tiap-tiap masyarakat terdapat suatu gerak timbal balik antara
peraturan-peraturan yang abstrak dengan kehidupan masyarakat. Walaupun tidak dapat
dikemukakan unsur yang dama dalam sistem-sistem hukum akan tetapi masih
mempunyai tugas menyelidiki hubungan antara hukum kehidupan masyarakat.
15
Hukum adalah suatu perkembangan sosial untuk menundukan perselisihan-
perselisihan, menjamin dan mengatur kelanjutan hidup masyarakat. Untuk mencapai
tujuan ini masing-masing sistem harus memajukan satu metode tertentu dan satu alat
dengan satu kata-kata teknis serta pengertian-pengertian. Tekanan kebutuhan-
kebutuhan sosial yang harus diterima oleh hukum akan berbeda pada bangsa yang satu
dengan yang lain.
Tetapi ilmu hukum lebih mempelajari metode-metode dengan mana masalah-
masalah ini dapat dipecahkan daripada pemecahan-pemecahan yang khusus. Ilmu
hukum didasarkan atas percobaan, oleh karena itu mendapatkan azas-azas hukum
yang umum, dan membangun satu ilmu pengetahuan yang hendak menerangkan
hubungan antara hukum, pengertian-pengertian, dan kehidupan masyarakat.
Austin tidak menganalisa masalah ini secara tejam, karena baik dia maupun
pengikutnya salah berfikir bahwa apa yang sama pada bangsa tertentu dalam abad
ke-19, merupakan satu unsur yang universal dari semua sistem-sistem yang matang.
Munculnya di Soviet Rusia dengan sistem hukumnya yang didasarkan pada
filsafat kemasyarakatan yang mencela kapitalisme melepaskan kita dari kesalahan
mendatang bahwa apa yang sesuai untuk satu perekonomian khusus adalah satu
peraturan umum, ilmu hukum harus meluaskan lapangannya, karena kalau ilmu
hukum hanya berhubungan dengan peraturan-peraturan hukum yang universal saja,
ilmu hukum akan kekurangan bahan.
16
b. Metode Ilmu Hukum
Austin percaya, bahwa alat yang pokok ilmu hukum adalah analisa. Kekuasaan
hukum sebagai perintah dari souvereign (kekuasaan tertinggi) memberi jalan kearah
pemusatan sistem. Sistem yang matang (atau kadang-kadang dinamakan beradab),
karena seorang souvereign dengan alat-alatnya yang kuat dapat mempertahankan
hukum (hanya terdapat ada) apabila negara sudah mencapai tingkat kemajuan yang
cukup tinggi.
Tetapi sekarang makin diakui bahwa walauppun analisa adalah berfaedah, tetapi
tidak mencukupi untuk menjawab semua masalah-masalah ilmu hukum. Satu analisa
dari peraturan-peraturan yang statis lebih merupakan satu badan organis azas-azas
dengan kekuatan berkembang yang tidak dapat dipisahkan.
Hukum ayan ada, yang oleh beberapa pengikut Austin sangat dibanggakan, tidak
dapat begitu tajam dipisahkan dari hukum yang seharusnya ada, padahal hakim selalu
mempedomani hukum positif, peraturan yang seharusnya ada. Dari mana hakim
mengambil bahannya?
18
Tetapi sekarang kita dapat melihat bahwa penganut yang paling setiapun terhadap
analytical school, tidak berhasil memisahkan hukum yang ada dengan unsur-unsur yang
ideal (yang dicita-citakan). Seorang analis tidak mendapatkan azas-azasnya dan
klasifikasi dalam keadaan yang sudah sempurna, melainkan sudah mengadakan
penyelidikan yang lama dan cermat, tetapi suatu gambaran cita-cita dari hukum Inggris
dan Romawi.
Dengan tidak disadari oleh para analis melatakan sebagai tujuan yang tingi yaitu
hukum merupakan satu cita-cita harmoni (kesesuaian) atas dasar akal. Hukum yang
diperlakukan sebagai suatu sistem yang bergantung satu sama lain didasarkan pada
azas-azas yang tertentu dari mana peraturan-peraturan khusus dapat diturunkan. Tenatu
saja tidak ada sistem hukum yang sepenuhnya berdiri sendiri.
Tetapi suatu peraturan yang tidak dapat disesuaikan kedalam kerangka analisis dari
suatu kejadian sejarah atau penyimpangan akal, yang segera akan lenyap. Kekuatan di
dalam merupakan satu sifat yang diinginkan dalam sistem hukum, karena kalau hukum
berhubungan satu sama lain atas dasar akal, hukum lebih mudah dimengerti, diterapkan,
dan diluaskan dari peraturan-peraturan khusus.
Tetapi golongan analis menerima bahwa hukum berdiri sendiri atas dasar akal adalah
tujuan tunggal dari hukum. Ini tidak ditulis dalam begitu banyak kata, tetapi
ketidakbenarannya akan menjadi jelas. Tetapi penerimaan yang terselip didalamnya pada
aliran analisis mendasarkan pekerjaannya. Jelas bahwa hukum itu ada/tidak untuk
kepentingannya. Hukum itu karena banyak peraturan yang teoritis adalah menyimpang,
didasarkan pada pandangan-pandangan yang sehat politik umum.
19
Hukum Inggris yang tidak adil akan lebih konsekuen, kalau tanggungjawab tidak
timbul dalam keadaan tidak ada kesalahan, tetapi alasan-alasan keadilan yang kuat
membawa hukum kearah menciptakan instansi-instansi yang bertanggung jawab. Salah
satu kebaikan yang terbesar ahli hukum Romawi ialah bahwa ia tidak suka memaksakan
satu azas kepada pikirannya yang ekstrim, kalau hal ini hanya akan menghasilkan
ketidakadilan.
Jadi kritik atas Analytical School meletakkan titik berat pada dua kebenaran yang
kuat untuk ilmu hukum.
1) Hukum yang ada tidaklah berdiri sebagai satu badan dari peraturan-peraturan yang
diukur secara sempurna dan diturunkan dari beberapa azas yang pokok. Tekanan
sosial dari jaman yang silam membawa kepada penyimpangan yang dapat
diterima. Oleh sebab itu setiap usaha untuk menyesuaikan peraturan-peraturan
atas dasar yang logis dan mudah berkembang menjadi satu pelajaran, tidak dari
hukum yang ada, tetapi dari hukum yang seharusnya ada, kalau akal yang akan
menguasainya.
Tidak diketemukan, bahwa salah untuk mencoba membuat peraturan-peraturan
yang harmonis mungkin atas dasar akal. Semua yang ditegaskan ialah, bahwa
aliran analisis, di samping membangakan ia hanya memperhatikan kenyataan-
kenyataan saja, menyusun satu cita-cita dari logika self-consistenney (berdiri sendiri
atas dasar akal) dengan alat ia memajukan hukum.
20
2) Sangatlah sulit untuk setiap aliran penentang penyusunan satu cita-cita, yang dapat
dijadikan dasar untuk kritik membangun hukum. Aliran analistis membanggakan,
bahwa mereka hanya mempersoalkan hukum yang senyata ada, tetapi dengan
tidak disadari oleh cita-cita mereka, itu sebenarnya merupakan kekuatan yang
mendorong pekerjaan mereka.
Hampir satu abad kurun waktu yang memisahkan tulisan Hans Kelsen dengan
tulisan Austin. Kalau Austin didorong untuk menciptakan ilmu hukum yang kaku (rigid)
oleh karena kekacauan yang terdapat pada penulisan-penulisan sebelumnya. Tulisan
Hans Kelsen menunjukkan suatu reaksi terhadap aliran-aliran modern, yang telah begitu
jauh meluas sampai batas ilmu-ilmu pengetahuan kemasyarakatan.
Kalau Austin dengan tidak sadar merumuskan satu dilsafat yang luas, sedangkan
Hans Kelsen umum diakui membangun atas dasar ajaran Kant. Banyak ahli-ahli filsafat
menegaskan bahwa ilmu hukum harus mempelajari hubungan antara hukum dan
keadilan. Tetapi ajaran Kelsen tampanya hendak membahas “hukum dari kabut
metaphysis yang meliputinya sepanjang masa dengan spekulasi-spekulasi atau dengan
ajaran dari ius nature”.
Jadi Kelsen adalah seorang filosof yang berontak terhadap kecenderungan-
kecenderungan filosof yang lain kearah filsafat, akhirnya banyak berpengaruh. Kelsen
ingin menciptakan suatu ilmu pengetahuan hukum yang murni, terlepas dari semua bahan
yang diperlukan dan memisahkan ilmu hukum dari ilmu-ilmu pengetahuan sosial.
21
Ahli ilmu pasti tidak memperhatikan cara bagaimana orang berpikir, baginya tidak
lengsung menjadi masalah apakah tulisannya dipergunakan untuk membangun satu
jembatan atau untuk mengolah satu sistem baru untuk memecah Bank Monte Carlo.
Begitu pula ahli hukum, kalau ia berilmu, harus mempelajari peraturan-peraturan hukum
terlepas dari semua keadaan-keadaan sosial.
Kelsen menolak untuk mensifatkan hukum sebagai suatu perintah, karena itu
menimbulkan pertimbangan-pertimbangan yang subyektif dan politis dan ia
menghendaki pengetahuannya benar-benar obyektif.
Pertama, Kelsen hendak memisahkan lapangtan ilmu hukum dari lapangan ilmu
pengetahuan alam kodrat. Yang terakhir berhubungan dengan sebab akibat; misalnya
Newton mencoba merumuskan satu asas umum yang akan menerangkan apa yang
sebenarnya terjadi dengan buah apel, kalau dahannya terlepas dari batangnya.
Hukum sebaliknya, tidak mencoba menguraikan apa yang terjadi, tetapi lebih
menerangkan peraturan-peraturan tertentu untuk meletakkan ukuran-ukuran dari
perbuatan-perbuatan yang seharusnya orang ikuti. Kalau X melanggar hukum pidana,
maka ia harus dihukum. Obyek studi yang tunggal untuk ilmu adalah sifat dari norma-
norma (ukuran-ukuran) yang diadakan oleh hukum.
Satu sistem hukum ada untuk dapat membebankan kewajiban-kewajiban pada
individu tertentu untuk mengetahui apakah dalam satu hal yang khusus ada satu
peraturan, dan bagi yang melanggarnya akan menerima satu hukuman ? Tetapi Kelsen
tidak mengikuti langkah Austin untuk mensifatkan hukum sebagaimana satu perintah.
22
Satu susunan hukum menjadi negara kalau ia mengadakan badan-badan untuk
menciptakan, mengumumkan dan mempertahankan hukum. Kalau kita memperhatikan
peraturan-peraturan yang abstrak kita teringat akan susunan hukum, kalau kita
menyelidiki lembaga-lembaga yang menjalankan hukum, kita teringat kepada negara.
Tetapi terhadap hal ini kita semata-mata melihat kepada barang yang sama dari dua
sudut.
Apabila kita tidak dapat menerima metode yang mudah untuk mensifatkan hukum
dalam istilah – istilah dari negara dengan apa kita dapat membedakan satu peraturan
hukum ? Norma-norma hukum tidak dapat diuji menurut isinya, masalah pokok yang
sebenarnya ia berhubungan semenjak hukum dapat meliputi suatu pokok pembicaraan.
Kecenderungan modern hukum adalah mengatur begitu banyak permasalahan penduduk,
berarti bahwa lapangan hukum setiap hari bertambah.
Walaupun demikian kita tidak dapat mensifatkan hukum dalam istilah-istilah keadilan,
karena tampak banyak peraturan-peraturan yang tidak adil, tetapi oleh sebab itu ia tidak
berhenti sebagai hukum. “Justice adalah satu cita-cita yang irasional” yaitu tidak dapat
dengan jelas disifatkan oleh akal dan oleh sebab itulah ia telah merupakan satu
pengertian menyenangkan untuk satu ilmu pengetahuan hukum yang murni.
23
Oleh sebab itu kita harus mengikuti kembali suatu tindakan hukum sampai pada satu
norma, yang memuat hukum yang kuat untuk menjamin perbuatan manusia. Dihukumnya
Jones dapat dibenarkan karena keputusan pengadilan pidana; pengadilan mempunyai
kekuasaan ini karena undang-undang hukum pidana; undang-undang hukum pidana
mempunyai akibat hukum karena adanya undang-undang hukum pidana.
Undang-undang hukum pidana mempunyai akibat hukum karena ia ditetapkan oleh
badan perundang-undangan yang berhak, yang diberi kekuasaan oleh konstitusi untuk
membuat undang-undang, tetapi bagaimana kita dapat menerangkan kekuasaan hukum
suatu konstitusi ? Apakah yang merupakan dasar hukum atas kekuasaan raja dalam
parlemen untuk merubah undang-undang.
Yang harus menerima hipotesa yang pertama atau groundnorm diluar mana ia tidak
berjalan. Kalau sudah diterima satu kali sebagai dasar, bahwa kehendak raja dalam
parlemen harus ditaati, kita dapat mengikuti kekuatan dari setiap peraturan hukum yang
khusus. Tetapi untuk menetapkan apakah yang merupakan groundnorm untuk suatu
negara, kita harus melangkah keluar dari ilmu hukum, melihat dunia kenyataan, dan
mendapat suatu hipotesa yang mempunyai beberapa perasaan dan kejadian.kejadian.
24
Tidak akan ada gunanya diumumkan kalau hipotesa yang pertama untuk USSR
merupakan kehendak dari raja yang harus ditaati. Tetapi harus dicatat, bahwa hipotesa itu
tidak perlu secara mutlak bersamaan dengan kejadian-kejadian. Di Inggris kehendak raja
dalam parlemen harus ditaati tetapi tidak seorangpun menggangap, bahwa setiap
anggota masyarakat benar-benar mematuhi hukum dalam setiap kejadian.
Ini menegaskan lagi bahwa hukum tidak menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi
tetapi meletakkan apa yang harusnya terjadi; ia harus menjamin satu kepastian hukum.
Jadi lapangan ilmu hukum adalah satu studi tentang sifat dari susunan norma-norma
dan kekuatan dari tiap-tiap norma yang lebih tinggi sampai kita mencapai hipotesa
pertama, yang dapat diterima oleh ilmu hukum dan tidak dapat diharapkan
pembuktiannya. Hipotesa yang pertama itu adalah abstrak, tetapi kalau kita menuruti
tangga norma-norma itu bersangsur-angsur menjadi konkrit (nyata) sampai kita mencapai
norma yang terakhir yang membebankan kewajiban kepada seorang patikelir.
Misalnya baik oleh keputusan pengadilan, perintah dari seseorang pegawai tata
usaha ataupun perbuatan kontrak antara dua orang penduduk. Tiga macam pelaksanaan
ini semata-mata menjalankan satu norma yang lebih tingi dan meletakkan paksaan pada
perseorangan.
Tampaknya sulit untuk dapat menghargai arti tulisan Kelsen, sebelum orang
memahami penjelasan dari teori itu, tetapi sekarang kita hanya berurusan dengan
hubungan dari teori ini, dengan masalah batas-batas ilmu hukum. Pokok persoalan
ilmu hukum adalah norma hukum dan semua ini yang praktis.
25
Semua masalah kesusilaan atau filsafat kemasyarakatan adalah diluar
pengamatan ahli hukum. Tuntutan bahwa Kelsen telah menciptakan satu ilmu hukum
yang universal dapat dibenarkan, tetapi apakah kita tidak dibiarkan tinggal dengan
tulang-tulang kering dari hukum yang telah dirampas daging dan darahnya, yang
memberikan kepadanya ?
Nilai yang besar dari tulisan ini adalah kekuatan mengkritik, semenjak Kelsen
sanggup menunjukkan, bahwa banyak penulis mempergunakan kehebatannya asas-
asas pertama ilmu hukum yang hanya merupakan anggapan-anggapan mereka saja.
Kelsen tidaklah sendirian dalam memberi “Politik menyamar sebagai ilmu hukum”.
26
Adalah mungkin untuk setiap peraturan umum dapat mengadakan persiapan untuk
segala kemungkinan-kemungkinan dan peraturan umum harus dijadikan tempat oleh
mereka yang mempunyai kewajiban menerapkannya. Tetapi untuk memelihara suasana
tidak memihak, Kelsen menganggap semua pembicaraan tentang hukum alam kodrat
adalah diluar lapangan ilmu hukum dan juga penyelidikan sumber-sumber dari mana
hakim mengambil peraturan-peraturannya, kalau tidak ada kekuasaan untuk ini.
Kelsen kelihatannya sangat tidak sabar terhadap setiap alasan, bahwa ilmu hukum
harus melayani kebutuhan hidup, maksudnya ialah untuk dapat memungkinkan kita
memahami sifat dari hukum dan negara. Tetapi yang sebenarnya bahwa metode
Kelsen tidak dapat memberikan kepada kita satu gambaran yang sebenarnya dari
hukum, karena ilmu hukum harus keluar dari susunan formil dari norma-norma untuk
mempelajari kekuatan-kekuatan sosial untuk menciptakan hukum.
27
Ajaran tentang hukum alam kodrat memang salah dipergunakan, tetapi oleh
sebab itu apakah ilmu hukum harus mengesampingkan seluruh masalah kesusilaan ?
Betul, Kelsen sendiri keluar dari batas-batas metodenya dalam membicarakan sifat
hukum internasional dan benar-benar mendasarkan pada cita-cita kesatuan dunia.
Juga kita tidak dapat memahami sifat yang sebenarnya tentang negara dengan
menunjukkan jalan formil yang murni saja.
Kesulitan-kesulitan yang bersifat filsafat yang terkandung dalam dunia kenyataan
tidak dapat dibicarakan di sini, tetapi ada baiknya ditunjukkan bahwa bagaimanapun
murninya ilmu pengetahuan hukum premis yang pertama untuk setiap susunan
hukum hanya dapat diketemukan dengan mempelajari kenyataan-kenyataan dalam
masyarakat tertentu.
6. Aliran Historis
Aliran historis mendahului tulisan Kelsen, tetapi alasan mengundurkan
pembicaraan tentang these histories ialah, bahwa bertentangan dengan ajaran ilmu
pengetahuan hukum yang murni. Aliran historis menggangap hukum berhubungan
langsung dengan kehidupan masyarakat dan dengan demikian meletakkan dasar
atas aliran sosiologi modern dibangun.
28
Abad 18 adalah satu abad rasinalisme, orang percaya bahwa dengan jalan
kesepakatan, mungkin dapat menyusun satu badan hukum, yang umum dan tak dapat
diubah, yang dapat dipakai untuk semua negara, dengan mempergunakan sebagai
premis sifat manusia yang berdasarkan akal. Aliran historis sebagian adalah satu hasil
dari aliran kebangsaan yang timbul pada akhir abad ke 18, sebagai ganti dari individu,
penulis-penulis mulai melatakkan titik berat pada jiwa rakyat yaitu Volkgeist.
Dalam tahun 1814 satu program untuk aliran ini dikemukakan oleh Savigny.
Pusat perhatiannya ialah “bagaimana terjadinya hukum”. Sebagaimana juga bahasa,
berkembang berangsur-angsur dan sama dengan bahasa adalah satu hasil istimewa
dari jiwa bangsa, demikian pulalah keadaannya dengan hukum.
Sumber hukum bukanlah perintah dari souvereign, juga bukan kebiasaan-
kebisaaan masyarakat, tetapi kesadaran hukum yang dimiliki oleh tiap-tiap bangsa.
Kebiasaan mungkin merupakan bahan hukum, tetapi sumber yang sebenarnya
terletak lebih dalam, yaitu pikiran diri manusia, “kehidupan hukum” adalah rahasia
dari kekuatannya.
29
Demikian pembahasan dari aliran historis, yang tentu saja membawa kearah
tidak mempunyai usaha untuk mengubah hukum. Perundang-undangan hanya dapat
berhasil, kalau ia sesuai dengan keyakinan dari bangsa yang bersangkutan. Kalau ia
bergerak lebih jauh, ia akan mengalami kegagalan.
Sehubungan aliran historis kepada masalah batas-batas ilmu hukum ialah, dapat
dipakai dan dapat dipahami dengan tidak menghargai keadaan sosial dimana ia
berkembang. Kemajuan hukum yang lambat sudah ditegaskan, begitupun
hubungannya yang erat, sifat-sifatnya yang khusus dari rakyat. Semenjak Savigny
menulis, nilai yang mungkin didapat dalam ilmu hukum dari metode historis diakui
sepenuhnya di Inggris.
Maine dan Vinogradoff dalam hidupnya memperhatikan masalah nilai untuk ahli
hukum dapat terlihat jelas dari hubungan yang erat antara hukum kebiasaan, sejarah
sosial dan politik Inggris.
Tetapi pendapat Savigny yang khusus ada hal-hal yang berlebihan yakni darimana
metode historis harus dibebaskan, kalau hendak memainkan bagiannya yang sebanrnya.
30
c. Hasil dan usaha ciptaan hakim dan ahli hukum tampak dipandang terlampau ringan.
Kehidupan rakyat mungkin memberikan bahan-bahan mentah, tetapi hakim harus
mematahkan hambatan dan membuat tepat bentuk hukum.
Terdapat kemungkinan untuk melebih-lebihkan interpretasi sejarah dari “Hakim
Agung”, sebab semua orang adalah anak-anak dari abad dimana mereka hidup. Tetapi
untuk menganggap hakim sebagai wakil yang pasif dari Volkgeist adalah sama
bahayanya. Baik dalam keadilan maupun dalam hukum kebiasaan, kita masih dapat
mengikuti pengaruh dari guru-guru jaman lampau, dan setiap orang yang bukan ahli
akan tercengang kalau diberitahu, bahwa ia mempunyai kesadaran hukum mengenai
peraturan-peraturan tentang peninggalan-peninggalan yang kebetulan atau
pembersihan-pembersihan yang kecil dari kejadian-kejadian yang terakhir.
d. Peniruan permainan peranan yang lebih besar dari apa yang dapat dibiarkan oleh
aliran historis. Banyak hukum Romawi dipinjam dengan sadar dan apabila
kesuksesan French Code sudah diakui, bangsa-bangsa lain banyak berhutang budi
kepadanya. Kalau Timur mulai mencampurkan secara cepat dengan cita-cita Barat,
ia dengan bebas memimjam kodifikasi dari Jerman dan Perancis.
Savigny sendiri tidak pernah dapat mengabaikan sama sekali jiwa atas
penerimaan hukum Romawi di Jerman. Theses, bahwa ahli-ahli hukum dalam
mengenyam peraturan-peraturan Romawi ke dalam hukum kebiasaan, semata-mata
merupakan wakil-wakil dari Volksgeist, akan ditertawakan petani-petani yang menuduh
doctoresiurs merampas petani dari hak-haknya yang biasa atas natah dengan
memasukkan peraturan-peraturan asing.
31
Savigny sendiri tidak pernah dapat mengabaikan sama sekali jiwa atas
penerimaan hukum Romawi di Jerman. Theses, bahwa ahli-ahli hukum dalam
mengenyam peraturan-peraturan Romawi ke dalam hukum kebiasaan, semata-mata
merupakan wakil-wakil dari Volksgeist, akan ditertawakan petani-petani yang menuduh
doctoresiurs merampas petani dari hak-haknya yang bisa atas tanah dengan
memasukkan peraturan-peraturan asing.
Pada suatu waktu di mana hukum pidana dari negeri ini dalam satu keadaan
yang akan dapat mencemarkan satu masyarakat yang setengah beradab dan hakim-
hakim tinggi serta penulis-penulis menulis tentang itu, bahwa itu kesempurnaan dari
pengetahuan manusia.
32
Oleh sebab itu metode yang historis dalam ilmu hukum harus ditambah dengan
pembahasan yang kritis didasarkan pada satu filsafat hukum, agar supaya dapat
dipelihara satu masa datang yang baik. Perkembangan tidak harus merupakan
kemauan dan salah satu dari bantuan-bantuan yang terbaik untuk pandangan kita
yang singkat dalam membicarakan hukum kebiasaan yang kita kenal, ialah perkenalan
dengan banyak sistem. Ini memang diakui oleh mereka yang mengikuti metode
hostoris yang sekarang ini
Dean Pound biasanya dihormati sebagai pemimpin Amerika dalam aliran ilmu
pengetahuan hukum sosiologis (Sosiological) pernah dipergunakan dalam hal ini,
kalau kita namakan metode yang bertugas akan lebih tepat dan kurang
mengacaukan. Ajaran yang pokok aliran ini ialah, kita tidak dapat mengerti apakah
barang suatu ini sebelum kita mempelajari apa yang dikerjakannya.
Dalam hal tidak ada kekuasaan, maka “premis mayor yang kurang jelas” atau
gambaran “sosial” dari hakim akan menentukan yang mana dari dua analogis yang
bersaingan seharusnya diterima. Kalau hakim seluruhnya mengesampingkan
masalah-masalah kepentingan sosial, dari kepatutan dan kesenggangan yang praktis,
setiap sistem hukum tidak akan bertahan.
33
Tetapi sikap apa akan diambil oleh ilmu hukum terhadap masalah yang pelik dari
nilai-nilai ini, yang memimpin kemajuan hukum? Kelsen mengesampingkannya untuk
memelihara metode ilmu pengetahuan, tetapi Pound beranggapan, bahwa ia harus
dianalisis dengan sungguh-sungguh untuk dapat memahami kemajuan hukum, dan
satu pengharaan terhadap kemajuan ia pandang sebagai satu kumpulan norma-norma
yang abstrak atau susunan hukum.
Andaikata waktu dan tenaga yang dipergunakan untuk berdebat dipakai untuk
pekerjaan itu, ilmu hukum akan lebih dekat pada pelaksanaan tugas-tugasnya. Ia
tidak mengharapkan langit baru dengan satu goresan pena, tetapi mendesak supaya
hakim akan mempelajari akibat-akibat sosial yang sebenarnya dari lembaga-lembaga
hukum dan mencoba menjadikan peratuan hukum benar-benar berfaedah untuk
tujuan hukum mengapa diadakan. Bekerjanya hukum dalam masyarakat mungkin
sangat berbeda dengan hukum dalam buku-buku.
34
Apapun juga yang menjadi ukuran yang harus dipergunakan dalam mencapai
kompromi antara kepentingan-kepentingan yang bertentangan, beberapa dari padanya
tak boleh tidak harus dikorbankan.
Pandangan Pound pada batinnya adalah relatif (tidak mutlak) oleh karena ia
menegaskan, bahwa ahli hukum tidak mempunyai hak tertinggi untuk menentukan
tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh hukum, tetapi hanya dapat dengan mencoba
mengusahakan kompromi-kompromi yang lebih untuk jaman dan keturunannya, karena
ia didasarkan tidak pada cita-cita yang mutlak, tetapi atas pandangan-pandangan yang
diadakan oleh masyarakat yang khususnya di waktu itu.
Sayap kiri aliran fungsional seringkali disebutkan aliran realistis. Tetapi beberapa
penulis menunjukkan cara pembahasan yang sama terahdap masalah-masalah
hukum, dan istilah realisme mengikuti pelopor-pelopor ilmu pengetahuan, mereka
sampai pada scepticisme Holmes J. dan Pound dianggap sebagai telah melihat
kenyataan, tetapi sebagai yang telah gagal untuk menerapkan terhadap ilmu hukum.
Jasa yang besar dari kedua ahli hukum ini adalah harmoni dan ilustrasi dari
tulisannya, karena timbangan yang sama berat diberikan kepada bangun hukum yang
logis dan pengaruh dari kekuatan-kekuatan sosial. Tetapi orang-orang realistis
meletakkan titik berat pada unsur yang tidak pasti dalam hukum dan peranan yang
dijalankan oleh sifat perseorangan hakim. Hukum disifatkan, tidak sebagai satu
kumpulan-kumpulan peraturan yang logis, tetapi dalam istilah-istilah perbuatan resmi.
35
Hukum adalah apa yang dikerjakan oleh pengadilan-pengadilan (atau pejabat-
pejabat lainnya), tidak apa yang diucapkan oleh mereka. Sampai saat satu pengadilan
melalui kejadian-kejadian tertentu, tidak ada hukum pada subyek yang masih ada,
sebab pendapat daripara pembela (lawyers) hanya merupakan satu pikiran tentang apa
yang hendak diputuskan oleh pengadilan.
Semenjak hukum disifatkan dalam istilah-istilah dari perbuatan resmi (dan tidak
ada peraturan-peraturan yang seharusnya memimpin perbuatan), dapat ditarik
kesimpulan, bahwa setiap kekuatan yang hendak mempengaruhi hakim dalam
mengadakan satu keputusan (baik korupsi, perencanaan yang kurang baik,
kelemahan terhadap sekte lain) adalah satu subyek yang sesuai untuk ilmu hukum.
Banyak celaan ditujukan kepada ahli-ahli hukum klasik karena tertipu oleh apa ayang
dikatakan pengadilan. Mereka bekerja dan tidak menyelidiki apa yang sebenarnya
mereka kerjakan.
36
Kata-kata tidak dapat dengan tepat menggambarkan kenyataan, dan
peraturan-peraturan tidak mempunyai arti yang terlepas dari penerapannya
dalam hal yang khusus, Judge Frank menuduh ahli-ahli hukum klasik terlalu
mengemukakan asas-asas hukum, penyaringan kata-kata pikiran-pikiran yang
tidak dewasa, menyebabkan peraturan-peraturan melebihi unsur dari kepastian
hukum.
37
Judge Frank menegaskan, bahwa ilmu hukum cenderung memusatkan
perhatiannya pada pengadilan-pengadilan apel dan tidak cukup menyoroti
ketidakpastian yang timbul dari kesalahan juridis dan teknis dalam mendapatkan
kenyataan. Walaupun demikian, sekarang setelah abu perselisihan yang terdahulu
telah menghilang, kelihatannya lebih berkurang perbendaan antara sayap kanan dan
kiri dan functional school yang menjadi anggapan dahulu.
Jiwa dari keduanya adalah ahli hukum harus mempelajari pelaksanaan hukum
dalam masyarakat. Satu penyelidikan yang realistis dari perkembangan yuridis tentu
saja sebagian dari pembahasan yang demikian itu. Walaupun demikian tak dapat
disangkal perbedaan-perbedaan dalam titik berat akan muncul antara berbagai
penulis.
8. Sosiologi Hukum
38
Sosiologi hukum disifatkan dalam banyak cara, tetapi perbedaan yang pokok
dengan ilmu pengetahuan hukum fungsional ialah sosiologi hukum menciptakan satu
ilmu pengetahuan dari kehidupan sosial sebagai satu kebutuhan dan untuk merangkap
sebagian besar dari sosiologi hukum dan ilmu politik. Tekanan pelajaran diletakkan
pada masyarakat dan hukum sebagai satu penjelmaan yang murni. Sedangkan
Pound lebih suka memusatkan perhatiannya terhadap hukum dan mengangap
masyarakat berhubungan dengannya.
Thus Ehrlich (1862-1920) membangun atas dasar yang diletakkan Savigny satu
teori yang luas, bahwa hukum tergantung pada penerimaan rakyat dan tiap-tiap
golongan menciptakan hukumnya sendiri yang hidup sebagai satu-satunya kekuatan
yang menciptakan. Segala sesuatu yang dikerjakan hakim adalah menetapkan dan
mensifatkan bahan mentah yang sudah diadakan masyarakat. Hakim
mempertentangkan hukum yang hidup dengan norma semata-mata untuk memberikan
keputusan. Pemutusan perhatian pada yang terakhir berarti meninggalkan jiwa yang
sebenarnya dari hukum.
Percobaan yang pertama harus mempelajari yang hidup persis (Juist) seperti
ahli psykologi mempelajari bagian dari tubuh yang hidup. Tidak mutlak, bahwa
hukum harus diciptakan oleh negara, atau diterapkan oleh pengadilan, bahwa ada
satu sistem dan paksaan hukum. Hukum yang sebenarnya tidak terdiri atas
ketentuan-ketentuan, tetapi dari lembaga-lembaga hukum yang diciptakan oleh
kehidupan golongan-golongan yang senyatanya menciptakan hukum.
Ia menganggap, bahwa ahli hukum harus mempelajari pabrik, bank, jalan
kereta api, dan seribu satu bentuk kehidupan lainnya setiap bagian satu pabrik harus
dipelajari sehingga tidak ada perkembangan dari perbuatan dan perjalanan dapat
lepas dari pandangan ahli hukum. Dengan kekurangan nafas, seorang akan
bertanya apakah satu masa hidup akan cukup mempelajari satu industri.
40
Allen cenderung dengan tidak melecehkan usaha-usaha dari seorang ahli hukum
yang terpelajar, sungguh-sungguh dan asli, untuk menanamkan proyek yang demikian
“Megalomania jurisprudence”. Harus diadakan pembatasan sedikit banyaknya atau
ilmu hukum, bagaimanapun besarnya kesungguhan pengikutnya akan memboroskan
tenaganya di atas lapangan yang terlalu lepas.
41
Tentang hal ini ada baiknya untuk mengadakan beberapa penyelidikan umum
terhadap perbedaan-perbedaan Pound dengan orang-orang dari aliran realistis Cairs.
Banyak yang telah mengkritik aliran-aliran atas dasar, bahwa mereka sedikit
membicarakan dari setiap barang sesuatu kecuali hukum. Satu buku pengantar
tentang sosiologi tidak mungkin dijadikan satu tulisan tentang ilmu hukum dengan
semata-mata mengubah normanya. Satu pengetahuan tentang sifat dari tanah liat
mungkin berfaedah untuk seorang pembuat patung, tetapi dua puluh tahun yang
dipergunakan untuk analisa ilmu pengetahuan tentang bahan merupakan satu
kegagalan dari kecakapan seniman.
Benar bahwa tuan akan mendapatkan pengetahuan dari satu analisa mayat dan
dalam praktik akan berhubungan dengan tubuh-tubuh mereka yang paling kurang
sampai saat mereka menerima perawatan tuan, masih hidup. Benar juga, bahwa
dalam hal ini si sakit mungkin terpengaruh bau kita harus meninggalkan mereka
sendiri.
42
Austin mengatakan, bahwa beberapa dari hal-hal ini akan mempengaruhi
pekerjaan tuan, tetapi ia dengan cerdas memuastkan perhatiannya pada anatomi saja.
Saya nasehati tuan untuk bertindak sedemikian rupa dan menyelamatkan pekerjaan
tuan untuk mempunyai ilmu pengetahuan dari setiap ilmu pengetahuan kecuali
anatomi. Tentu saja analogi tidak pasti, tidak juga berarti pasti, karena masing-masing
mengajukan pertanyaan apa arti hukum.
43
Kedua, sungguhpun pandangan-pandangan manusia tentang kesusilaan dan kebutuhan-
kebutuhan sosialnya berubah dengan perubahan dari abad-abad, tetapi unsur
kepentingan manusia memberikan dasar kesamaan yang lebih besar dari yang
dilakukan oleh bangunan logis hukum. Perbandingan hukum sering menggambarkan
bahwa sementara teori-teori hukum dari dua sistem mungkin terpisah sama
jauh sebagai kutub masing-masing mungkin karena alasan kesengajaan terpaksa
berubah penerapan dari asas-asas teorinya, hingga akhirnya hasil-hasil praktis tidak
jauh berpindah.
Banyak keputusan-keputusan Romawi dalam Lex Aquilo tidak dipaksa sama
pengaruhnya dengan hukum Inggris yang tidak adil. Hukum Jerman menerima satu
teori subyektif tentang perjanjian. Inggris yang subyektif tetapi masing-masing
terpaksa menyesuaikan asas teorinya dengan kebutuhan-kebutuhan perdagangan.
Walaupun terdapat teori-teori yang berbeda peraturan-peraturan Inggris dan
Romawi tentang milik dibangun di bawah tekanan kebutuhan-kebutuhan dan keadaan-
keadaan yang tidak mungkin tidak sama sepenuhnya.
Ketiga, walaupun pandangan dari Kelsen ahli hukum jangan membicarakan masalah
kepentingan-kepentingan sosial adalah menarik dalam hal ia memperkuat ilmu hukum
yang tidak memihak. Namun demikian satu studi adalah penting untuk ahli hukum
untuk memungkinkan ia memahami sistem hukum.
Sebagai suatu masalah istilah semata-mata, tidak menjadi soal bagaimana sempitnya
ilmu pengetahuan kita yang murni, kalau ditambah dengan ajaran yang lebih luas.
Tetapi ada bahaya bahwa kalau kita memandang ilmu hukum benar-benar sebagai
ilmu pengetahuan hukum yang murni (menurut pengertian Kelsen) penyelidikan dari
maslah yang lebih luas akan hilang dari buku-buku yang diselidiki oleh ahli hukum.
44
Kita menghendaki hakim yang netral, tetapi hukum sendiri tidak dapat tidak memihak
(dalam satu arti) karena Raison d’etre yang sebenarnya lebih menyukai kepentingan
sosial yang satu dari pada yang lain. Apakah hakim kurang suka membuat satu
iktisar yang jelas, karena masalah kepentingan – kepentingan sosial yang termasuk
dalam masalah yang khusus dapat dibicarakan dengan bebas dari premisse mayor
yang kurang jelas ?
Politik umum adalah alasan pertimbangan yang kurang berbahaya kalau sebab-sebab
untuk sesuatu penerangan khusus dikemukakan dengan jelas, semenjak usaha yang
sungguh-sungguh untuk membenarkan satu keputusan dapat membatasi faedah dari
pertimbangan sebelumnya.
45
Mungkin tidak ada peratuan hukum kebiasaan pernah menerima celaan yang
begitu hebat seperti ajaran dari pekerjaan umum yang sekarang diterima House of
Lord. Hasil-hasil yang jelek dari peraturan itu sudah dijelaskan dan walaupun tidak
sanggup untuk meniadakan seluruhnya.
Lord yang terpelajar itu mengurangi kekuasannya sampai ada ikatan dari
keputusan yang terdahulu. Hukum tata usaha mula-mula dipandang sebagai barang
sesuatu yang masuk dengan mendesak, sekarang dipelajari dengan kerelaan menuju
tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh pemerintah modern. Psikologi sudah
memperbaharui pembatasannya tentang masalah-masalah hukum pidana.
46
Semua ini harus ditempatkan sebagai pengaruh dari alisan-aliran fungsional dan
realistis, tetapi harus diakui, bahwa masalah metode belum lagi dipecahkan.
Huntington Cairs tidak dapat disangkal meletakkan satu lapangan yang terlampau
luas bagi ilmu hukum untuk pengertian ahli hukum. Tetapi banyak dari pendapatnya,
yang sebelum ilmu pengetahuan sosial sendiri memajukan satu ilmu hukum
fungsional, bekerja dalam kegelapan.
47
b. Ahli ilmu semata-mata memperhatikan kejadian-kejadian; dalam masyarakat kita
tidak saja berhubungan dengan apa yang ada, tetapi dengan pelaksanaan dari
ukuran-ukuran yang berhubungan dengan apa yang seharusnya ada. Tidaklah
mungkin untuk menarik satu garis yang jelas antara kejadian dan cita-cita, sebab
masing-masing mempengaruhi satu sama lain. Tidak ada percobaan yang diawasi
pernah dapat menerangkan kepada kita, apa yang seharusnya merupakan tujuan
dari hukum.
Penyelidikan dapat memberikan hasil-hasil yang berguna, yang dapat memimpin
pemilihan kita, tetapi alasan yang terakhir untuk pemilihan dari satu bentuk
kehidupan sosial lebih dari yang lain adalah filsafat kita tentang nilai. Satu
masyarakat yang bijaksana tidak selalu menerima bentuk dari organisasi yang
akan menciptakan banyak kenyataan tingkat dari penderitaan manusia mungkin
terlalu tinggi.
Tetapi pemilihan antara kenyataan dan penderitaan manusia bukanlah suatu yang
dapat ditentukan penyelidikan, ia tergantung pada pandangan baru masyarakat
terhadap tujuan dan kehidupan sendiri.
c. Terdapat jarak yang lebar antara penyelidikan dan penerapannya. Dalam ilmu-ilmu
pengetahuan alam keuntungan – keuntungan pemakaian tenaga atom begitu
bersanya, sehingga tidak ada yang diijinkan menentang penerapannya. Dalam
ilmu-ilmu sosial pemakaian penyelidikan dapat bertentangan dengan kebodohan
dan pertimbangan-pertimbanga, jadi itu memperlambat tindakan.
48
Oleh sebab itu kemajuan dala, ilmu-ilmu sosial tidak dapat cepat, dan lebih sulit
berkembang untuk dapat memecahkan satu ilmu hukum yang luas. Ahli hukum tidak
dapat menerapkan semua lapangan ajaran sosial, dan sampai ada kesimpulan-
kesimpulan yang lebih jelas yang dapat ditariknya.
Ini ditekankan untuk memperkecil tulisan dari Pound dan Cairns, tetapi untuk
menjelaskan, bahwa kemajuan berjalan lambat serta adanya kesalahan ini tidak boleh
diletakkan pada ahli-ahli hukum saja.
Psychiatri hanya dapat dimajukan sesudah ilmu kesehatan mencapai satu tingkat
tertentu, dan kalau ilmu bukan ilmu sosial ia hanya dapat membuat kemauan-
kemajuan yang sebenarnya, kalau sudah diletakkan dasar-dasar yang lebih baik untuk
sosiologi sendiri.
Sampai sekarang kita mempunyai program-program yang besar, bebeapa hasil
empiris yang berguna, membangkitkan semangat baru ke dalam ilmu hukum dan satu
analisa yang realistis, tetapi bukan penciptaan yang sebenarnya dari ilmu
pengetahuan hukum.
9. Aliran Teleologis
a. Dapat dikemukakan bahwa satu jawaban yang benar harus diberikan terhadap
masalah kekuatan hukum; Austin berkata, bahwa hukum itu kuat, kalau ia
merupakan perintah dari seorang souvergein, seorang realist kalau hukum itu
berbentuk dalam satu keputusan dari satu pengadilan, tetapi bagi ahli-ahli filsafat
ini lebih merupakan jawaban-jawaban yang sepintas lalu.
b. Aliran ini menekankan, bahwa hukum berhubungan erat dengan keadilan, dan
harus diadakan beberapa percobaan untuk mengetahui satu ukuran yang mutlak
agar hukum dapat dipertimbangkan. Sadar atau tidak sadar kita semuanya
mempergunakan ukuran-ukuran kesusilaan dalam mempertimbangkan hukum.
Aliran analistis membangun satu cita-cita harmoni yang logis, sedangkan Pound
yang pragmatis (mementingkan faedah) mengangap hukum, harus memuaskan
sebanyak mungkin kepentingan-kepentingan sosial. Orang-orang realist sering
digerakkan oleh semangat yang tingi untuk memperbaharui hukum, denansatu
keinginan, bahwa hukum harus dijadikan senjata yang lebih berfaedah untuk
mengawasan sosial.
Kalau kita tinggal pada tingkat kejadian bahwa ini lebih merupakan anggapan-
angapan yang tidak dapat dibuktikan.
50
Pandangan-pandangan yang demikian itu didasarkan pada cita-cita apa hukum
seharusnya. Dengan cara yang sama, banyak orang mempertimbangkan satu perbedaan
atas dasar historis, yang menganggap bahwa satu cita-cita untuk hukum bahkan
dipatahkan. Beberapa ahli hukum historis memegang teguh cita-cita, bahwa semua
kemajuan adalah satu perkembangan kepada nilai-nilai yang lebih baik membukakan
anggapan-anggapan kesusilaan yang tidak sadar dari pikiran kita.
Alasan itu tidak dapat dibantah. Kesusilaan ditinjau secara luas adalah semata-mata
suatu percobaan untuk mendapatkan satu dasar untuk pertimbangan-pertimbangan nilai
yang selalu kita adakan.
Oleh sebab itu aliran ini bertanya: “Apakah seharusnya tujuan yang ideal hukum?
Apa yang memimpin kita dalam memaukan hukum? Functional school menunjukkan
perhatian yang agak sama karena ajaran Pound tentang ilmu sosial mengangap,
bahwa hukum harus dimajukan untuk menghadapi nilai-nilai sosial yang berubah.
Tetapi Pound dengan segera mengakui, bahwa filsafat telah gagal untuk
mengadakan satu skala yang ideal dari nilai-nilai dan apa yang dapat dilakukan oleh
ahli hukum yang terbaik ialah meneruskan tugas menyesuaian dengan kebutuhan
generasi diwaktu itu pemilihan ideologi-ideologi yang bertentangan adalah suatu untuk
masyarakat yang penting.
51
Aliran Teleologis cukup optimis untuk menganggap bahwa satu skala yang cukup
dari nilai-nilai dapat diketemukan sebagai satu dasar untuk kemajuan hukum.
Sebagian besar tulisan aliran ini terletak dalam lapangan filsafat, dan oleh sebab itu
ilmu hukum yang filosofis adalah satu yang sering dipergunakan.
Tetapi filsafat meliputi banyak aliran-aliran ilmu hukum kita temukan jejak dari
ajaran-ajaran pada Savigny, Kelsen dan Pound untuk menyebutkan tiga nama. Istilah
Teleological school lebih pantas, kalau ia meletakkan titik berat pada penyelidikan
fundamental tujuan hukum.
52
Ia membedakan :
a. Perbandingan hukum yang menguraikan, yang tujuan utamanya ialah
mengadakan penerangan.
b. Perbandingan hukum yang mengharapkan, yang mempunyai satu obyek tertentu
dimukanya.
Perbandingan hukum secara relatif adalah satu disiplin baru dan isinya masih
dipersoalkan. Secara apriori tidak ada perbedaan antara ilmu hukum dan
perbandingan hukum.
Kedua pelajaran itu meliputi lapangan yang sama. Satu kumpulan semua
peraturan-peraturan dalam dunia yang mengenai wanita-wanita yang kawin akan
merupakan sesuatu yang berguna untuk perbandingan hukum praktis terbatas
sampai pada penyelidikan-penyelidikan yang menguraikan satu pandangan yang
teratur cita-cita dan metode-metode yang diinsyafi berlainan dalam sistem yang
sebenarnya.
Tetapi pembelaan-pembelaan terhadap perbandingan hukum tidak senang
dengan tugas yang rendah ini dan bertambah lama mereka menggali kedalam teori
metode hukum, semakin tidak dapat dibdeakan dari ilmu hukum.
53
11. Lapangan Ilmu Hukum
Tidak betul untuk menganjurkan, bahwa hanya satu jalan yang berfaedah bagi
ahli hukum untuk ditempuh. Masing-masing harus bekerja sesuai dengan keahliannya
sendiri-sendiri dan kesukaan perseorangan akan menentukan jalan keluar.
Bagi seseorang penulis ilmu hukum ajaran fungsional kelihatannya memberikan
hasil-hasil yang paling berguna, walaupun sudah ditegaskan bahwa hasil-hasil ini
masih terletak dalam masa datang, karena sebelum ilmu-ilmu kemasyarakatan
berkembang lebih jauh, ahli hukum menghadapi lapangan yang besar.
Satu kesulitan pokok yang lain adalah perbedaan dalam sistem - sistem hukum
yang sebenarnya dan kekuarangan pengetahuan tentang banyak kodifikasi-kodifikasi
di masa yang silam. Walaupun sudah dapat diketemukan satu copy yang sempurna
dari Twelve Tables, kita akan sedikit mengatahui kehidupan dari rakyat yang dapat
menerangkan pelaksanaan peraturan-peraturan ini.
54
Hasil – hasil tulisan abad ini pada pokoknya merusak. Banyak tuntutan –
tuntutan yang palsu diperlihatkan. Orang tidak mengharapkan lagi untuk
mendapatkan peraturan-peraturan hukum universal untuk menciptakan satu skema
pembagian yang tajam dimana semua sistem hukum dapat dimasukan atau untuk
mendapatkan beberapa asas-asas umum dari mana jawaban terhadap setiap
masalah hukum dapat diturunkan.
Akhirnya sifat yang sebenarnya komplek dari masalah sudah diakui dan itu
paling kurang adalah satu keuntungan. Asas sudah dibersihkan dan terdapat
pekerjaan yang berguna dimasa datang daripada mencari asas yang tidak berubah.
55
Semua masyarakat-masyarakat yang sudah mencapai tingkat kemajuan tertentu
menciptakan satu sistem hukum untuk melindungi kepentingan – kepentingan hukum
menjadi lebih halus dan kepentingan – kepentingan yang dilindungi akan berubah.
Tidak ada dua negara akan tepat mengejar kemajuan yang sama dan belum ada
peraturan – peraturan universal yang dirumuskan untuk menerangkan semua
perubahan – perubahan hukum. Tetapi walaupun masalah itu adalah sulit tidak ada
alasan apa sebenarnya kita akan mencoba menjawabnya.
Secara ringkas ilmu hukum adalah satu studi yang fungsional (bertugas)
dari pengertian – pengertian yang memajukan sistem – sistem hukum dan dari
kepentingan sosial yang dilindungi hukum dan dari kepentingan – kepentingan
termuat masalah nilai. Oleh sebab itu jelas bahwa ajarang fungsional tidak
dapat berkembang memuaskan tanpa studi tambahan tentang tujuan dimana
masyarakat ada.
56