Makalah Fiqih
Makalah Fiqih
makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih
Dosen Pengampu:
Ust.Dede Permana.Lc.
Di susun oleh:
Mujahidah
Rifky Rusmana
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Shalat Berjama’ah
berikut syarat-syaratnya”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang
diberikan dalam mata kuliah” Fiqh”.
Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami dalam hal ini “Ust.Dede
Permana.Lc”. yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN....................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................2
C. TUJUAN......................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBASAN............................................................................................................3
BAB III...................................................................................................................10
PENUTUP..............................................................................................................10
A. KESIMPULAN..........................................................................................10
B. KRITIK DAN SARAN..............................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian shalat jamaah dan hukum-hukum yang terkait?
2. Apa saja kategori udzur syar’I dalam pelaksanaan shalat jum’ah
dan jama’ah?
3. Apa saja syarat sah shalat jama’ah?
4. Kapan makmum yang masbuq dinyatakan mendapatkan 1 rokaat?
5. Sunnah-sunnah apa saja yang berhubungan dengan shalat
berjama’ah?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian shalat jama’ah dan hukum-hukum yang
terkait.
2. Mengetahui kategori udzur syar’I dalam pelaksanaan shlat jum’at
dan jama’ah.
3. Mengetahui syarat sah shalat jama’ah.
4. Mengetahui kapan makmum yang masbuq dinyatakan
mendapatkan 1 rokaat.
5. Mengetahui sunnah-sunnah yang berhubungan dengan shalat
berjama’ah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Kategori udzur syar’I dalam pelaksanaan shalat jum’ah dan jama’ah
4
3. Syarat-syarat sah shalat berjamaah
5
2) Syarat kedua:
Ma’mum harus mengetahui perpindahan-perpindahan
posisi imamnya dengan melihat atau mendengar, walaupun
dari orang yang menyampaikannya.
3) Syarat ketiga:
Ma’mum dan imam berkumpul dalam satu masjid,
meskipun jauh jaraknya dan terhalang oleh bangunan-
bangunan serta pintunya ditutup dengan syarat bisa
dilewati.
Apabila ma’mum dan imam berada ditempat selain masjid,
disyaratkan jarak antara keduanya dan antara setiap dua
shaf tidak lebih dari 300 hasta kurang lebih. Dan tidaklah
berpengaruh tambahan 3 hasta.
Hendaklah tidak ada diantara keduanya atau pintu tertutup
atau jendela.
Tidaklah berpengaruh bila terdapat jalan raya dan sungai
besar dan laut diantara dua kapal karena tidak dianggap
sebagai penghalang.
Andaikata orang yang satu (imam) berada dibawah dan
yang yang lain (ma’mum) berada diatas disyaratkan yang
satu sejajar dengan yang lain di luar masjid dan bukit-bukit.
Andaikata imam berada didalam masjid dan ma’mum di
luarnya, maka ukuran 300 hasta dihitung dari akhir masjid.
Dan jika iya kerjakan shalat diatas rumahnya mengikuti
shalat imam didalam masjid, Asy-Syafi’I mengatakan:
tidak sah.
Di hukum makruh (di dalam masjid) posisi imam atau
ma’mum yang lebih tinggi dari yang lain tanpa keperluan.
4) Syarat keempat
Niat mengikuti imam atau jama’ah. Andaikata ia mengikuti
imam tanpa niat atau di sertai keraguan mengenainya,
batallah shalatnya jika lama menunggu.
6
5) Syarat kelima:
Adanya kesesuaian bentuk shalat imam dan ma’mum.
Apabila keduanya berbeda, seperti shalat fardhu dengan
gerhana matahari atau shalat jenazah, tidaklah sah bagi
ma’mum dalam mengikuti imam itu.
Adalah sah mengerjakan shalat dhuhur dibelakang orang
yang mengerjakan shalat ashar dan shalat maghrib
dibelakang orang yang mengerjakan shalat isya’ (meskipun
makruh karena menghilangkan keutamaan jama’ah).
Adalah sah pula mushalli gadha’ yang menjadi ma’mum
dari imam yang mengerjakan shalat pada waktunya dan
sebaliknya. Begitupun pada mushalli yang mengerjakan
shalat fardhu di belakang shalat sunnah dan sebaliknya.
6) Syarat keenam:
Bertepatan dalam sunnah yang berat pelanggarannya.
Andaikata imam meninggalkan sujud tilawah dan
ma’mumnya sujud atau sebaliknya. Atau imam
meninggalkan tasyahhud awal sedangkan ma’mum
membacanya, maka batallah shalatnya.
Apabila imam membaca tasyahhud dan ma’mumnya berdiri
dengan sengaja, tidaklah batal shalatnya dan disunnahkan
baginya untuk kembali.
7) Syarat ketujuh:
Mengikuti imam. Jika ma’mum bersamaan dengan imam
dalam takbiratul ihram, batallah shalatnya. begitu pula
apabila ma’mum mendahului imam dengan dua rukun fi’li
atau terlambat dengan dua raka’at fi’li tanpa alasan.
Apabila ma’mum bersamaan dengan imam dalam selain
takbiratul ihram atau mendahuluinya atau terlambat darinya
dengan satu rukun fi’li tidaklah berpengaruh.
7
Dan diharamkan atas ma’mum mendahului imamnya
dengan satu rukun fi’li sempurna.
Apabila ma’mum terlambat karena suatu alasan seperti
lambat membaca tanpa merasa was-was dan kesibukan
ma’mum dengan do’ iftitah atau imamnya ruku’ lalu ia ragu
menegnai al-fatihah atau teringat meninggalkannya atau
imam membaca dengan cepat (dan ruku’ sebelum ma’mum
menyelesaikan fatihah-nya), maka ia bisa dimaafkan hingga
tiga rukun yang panjang .
Apabila ketinggalannya lebih dari itu, ia boleh berniat
memisahkan diri atau tetap mengikutinya dan mengerjakan
satu raka’at setelah memberi salam. Semua itu berlaku
mengenai ma’mum muwafiq, yaitu ma’mum yang
mendapati bersama imam sekedar bacaan Al-fatihah.
Adapun ma’mum yang masbuq bila mana imam ruku’
sedangkan ia membaca Al-fatihah, maka jika ia sibuk
sebelumnya dengan sunnah, seperti membaca doa iftitah
atau ta’awwudz, maka ia membaca sekedarnaya.
Kemudian, jika ia mendapati imam dalam ruku’, ia pun
telah mendapat satu raka’at. Kalau tidak, maka ia
ketinggalan satu rakaat, dan ia ikuti imamnya dalam i’tidal
dan seterusnya dan mengerjakan satu raka’at setelah
imamnya memberi salam.
Apabila ma’mum yang masbuq tidak sibuk dengan sunnah
setelah mengucapkan takbiratul ihram, sedangkan imamnya
ruku’, maka ia putuskan bacaan fatihah-nya dan ruku’
bersama imam.
8
tenang sebelum bangkit dari ruku’ maka ia telah
mendapatkan satu raka’at.
Apabila ia mendapati imam dalam ruku’ yang lebih atau
dalam ruku’ kedua dari dua shalat gerhana, maka ia tidak
mendapat satu raka’at.
9
BAB 111
PENUTUP
A. Kesimpulan
10
DAFTAR PUSTAKA
11