Anda di halaman 1dari 14

PENGERTIAN SHALAT BERJAMAAH DAN SYARAT SYARATNYA

makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih

Dosen Pengampu:

Ust.Dede Permana.Lc.

Di susun oleh:
Mujahidah
Rifky Rusmana

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QUR’AN (STIQ) AR-RAHMAN

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Shalat Berjama’ah
berikut syarat-syaratnya”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang
diberikan dalam mata kuliah” Fiqh”.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami dalam hal ini “Ust.Dede
Permana.Lc”. yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Megeamendung, 17 november 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN....................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................2
C. TUJUAN......................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

PEMBASAN............................................................................................................3

1. Mengenai Shalat Jamaah Dan Hukum Yang Terkait...................................3


2. Kategori udzur syar’I dalam pelaksanaan shalat jum’ah dan jama’ah.........4
3. Syarat-syarat shalat berjama’ah...................................................................5
4. Penjelasan tentang ma’mum yang masbuq mendapatkan satu rakaat..........8
5. Sunnah-sunnah yang berhubungan dengan shalat berjamaah......................9

BAB III...................................................................................................................10

PENUTUP..............................................................................................................10

A. KESIMPULAN..........................................................................................10
B. KRITIK DAN SARAN..............................................................................10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia terhadap


tuhannya dan dengan ibadah manusia akan mendapatkan ketenangan dan
kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat nanti. Bentuk dan jenis Ibadah sangat
bermacam-macam, seperti Shalat, puasa, naik haji, membaca Al Qur’an,
jihad dan lainnya.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang
sudah baligh berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin dalam
keadaan bagaimanapun.
Shalat merupkan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Islam
didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga
barang siapa yang mendirikan shalat, maka dia telah mendirikan agama,
dan barang siapa yang meninggalkan shalat, maka ia meruntuhkan agama
(Islam).
Shalat yang wajib harus didirikan dalam sehari semalam sebanyak
lima kali, berjumlah 17 raka’at. Shalat tersebut wajib dilaksanakan oleh
muslim baligh tanpa terkecuali baik dalam keadaan sehat maupun sakit,
dalam keadaan susah maupun senang, lapang ataupun sempit. Selain shalat
wajib yang lima ada juga shalat sunat.
Dalam makalah ini akan di kupas tentang shalat jama-ah dan
hukumnya, syarat shalat jama-ah, udzur syar’I dalam shalat jum’at dan
shalat jama-ah, kapan waktu masbuq mendapatkan rokaat shalat, dan
sunnah-sunnah yang berhubungan dengan shalat berjamaah.

1
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian shalat jamaah dan hukum-hukum yang terkait?
2. Apa saja kategori udzur syar’I dalam pelaksanaan shalat jum’ah
dan jama’ah?
3. Apa saja syarat sah shalat jama’ah?
4. Kapan makmum yang masbuq dinyatakan mendapatkan 1 rokaat?
5. Sunnah-sunnah apa saja yang berhubungan dengan shalat
berjama’ah?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian shalat jama’ah dan hukum-hukum yang
terkait.
2. Mengetahui kategori udzur syar’I dalam pelaksanaan shlat jum’at
dan jama’ah.
3. Mengetahui syarat sah shalat jama’ah.
4. Mengetahui kapan makmum yang masbuq dinyatakan
mendapatkan 1 rokaat.
5. Mengetahui sunnah-sunnah yang berhubungan dengan shalat
berjama’ah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Mengenai shalat jamaah dan hukum yang terkait

Shalat jama’ah ( dalam shalat jum’ah adalah fardhu ‘ain) dan


dalam shalat fardu yang di laksanakan oleh laki-laki merdeka yang muqim
adalah fardhu kifayah sehingga nampak syi’arnya, Dan disunnahkan shalat
jama’ah dalam shalat tarawih dan witir sesudahnya. Shalat jamaah bagi
orang lelaki dimasjid adalah lebih utama, kecuali apabila jama’ah didalam
rumah lebih banyak. Dan tempat yang banyak jama’ahnya seperti masjid
atau lainnya lebih utama dari pada yang sedikit jama’ahnya, kecuali bila
imamnya bermadzhab hanafi atau seorang yang fasik atau ahli bid’ah.
Atau tidak bisa menghadiri jama’ah dimasjid yang dekat, maka jama’ah
yang sedikit lebih utama.
Apabila tidak menemukan selain jama’ah yang imamnya adalah
ahli bid’ah dan sebagainya, maka jama’ah itu lebih utama dari pada shalat
sendirian. (ini adalah pendapat sebagian ulama periode terakhir. Yang
lebih tepat ialah makruh secara mutlak. Bahkan haram bila sudah jelas
kekufurannya.)
Shalat jama’ah bisa diikuti selama imamnya belum mengucapkan
salam. Dan keutamaan takbiratul ihram bisa di peroleh dengan menghadiri
takbir imam dan mengikutinya dengan segera. Dianjurkan bagi imam dan
orang yang shalat sendirian untuk menunggu orang yang masuk ketempat
shalat di waktu ruku’ atau dalam tasyahhud akhir dengan syarat tidak lama
menunggu dan tidak membedakan antara orang-orang yang masuk.
Disunnahkan memgulangi shalat fardhu dengan niat fardhu
bersama orang yang shalat sendirian atau berjamaah, meskipun ia sudah
mengerjakannya bersama jama’ah, dan fardunya adalah yang pertama.
Apabila ia teringat kekurangan dalam shalat pertama, maka batallah shalat
yang kedua, dan tidakklah disunnahkan bagi seseorang untuk mengulangi
shalat jenazah.

3
2. Kategori udzur syar’I dalam pelaksanaan shalat jum’ah dan jama’ah

Udzur-udzur (halangan-halangan) shalat jum’ah dan jama’ah ialah


a) Hujan jika membasahi bajunya dan tidak menemukan payung
untuk berteduh.
b) Penyakit yang memberatkannya serta merawat orang sakit yang
tidak ada perawatnya.
c) Termasuk halangannya ialah: kerabat yang mendekati
kematiannya, baik ia tidak terhibur dengannya. Yang seperti kerbat
ialah, istri, ipar, budak, teman, guru, tuan yang membebaskannya
(dari perbudakan) dan budak yang di bebaskannya.
d) Termasuk halangannya ialah: khawatir atas jiwanya atau
kehormatannya atau hartanya dan takut menemui orang yang dia
berhutang padanya sedang ia tidak mampu membayar.
e) Dan apabila ia mengharapkan maaf dari orang yang akan
menghukumnya.
f) Termasuk juga menahan hadats (kencing atau kentut atau buang air
besar) sedangkan waktunya lapang.
g) Termasuk juga tidak ada pakaian yang layak atau tertidur, angin
yang bertiup kencang di waktu malam, merasa sangat lapar, haus
dan dingin adanya lumpur atau cuaca yang sangat panas di waktu
dhuhur dan bepergian dalam rombongan.
h) Termasuk halangannya ialah: makan makanan yang berbau busuk,
baik dalam keadaan mentah maupun sudah di masak, dan tidak
bisa dihilangkan baunya.
i) Dan menetesnya air dari atap pasar yang dilaluinya menuju
jama’ah
j) Dan terjadinya gempa bumi.

4
3. Syarat-syarat sah shalat berjamaah

Disyaratkan untuk sahnya shalat jama’ah ada tujuh syarat:


1) Syarat pertama:
 Ma’mum tidak melewati imamnya dengan tumitnya atau
kedua pantatnya, jika ia mengerjakan shalat sambil duduk
atau dengan sisi tubuhnya jika ia shalat sambil berbaring.
 Jika posisinya sama maka di hukum makruh, di sunnahkan
bagi ma’mum untuk berada sedikit di belakanganya.
 Ma’mum lelaki berdiri di sebelah kanan imam, jika datang
yang lain maka ia berdiri di sebelah kirinya. Kemudian
imam maju atau kedua ma’mum mundur dan itu lebih
utama.
 Andai kata dua orang lelaki hadir, maka keduanya berdiri di
belakangnya, begitu pula ma’mum perempuan atau
ma’mum-ma’mum perempuan apabila hadir bersama imam,
mereka berdiri di belakangnya. Dan apabila ma’mumnya
bermacam-macam, maka orang-orang lelaki berdiri di
belakang imam, kemudian anak-anak kecil bilamana
mereka tidak mendahului keshaf pertama.
 Jika mereka mendahului, maka mereka(anak-anak) lebih
berhak atas shaf pertama, kemudian dibelakang mereka
orang banci, kemudian orang perempuan.
 Imam perempuan berdiri di tengah ma’mum-ma’mum
perempuan.
 Imam orang-orang lelaki yang telanjang dan tidak tertutup
berdiri di tengah mereka.
 Dihukum makruh bagi ma’mum yang berdiri sendirian di
belakang shaf. Jika ia tidak menemukan tempat lowong , ia
ucapkan takbiratul ihram, kemudian ia menarik satu orang
dan dianjurkan orang yang ditarik itu membantunya.

5
2) Syarat kedua:
 Ma’mum harus mengetahui perpindahan-perpindahan
posisi imamnya dengan melihat atau mendengar, walaupun
dari orang yang menyampaikannya.
3) Syarat ketiga:
 Ma’mum dan imam berkumpul dalam satu masjid,
meskipun jauh jaraknya dan terhalang oleh bangunan-
bangunan serta pintunya ditutup dengan syarat bisa
dilewati.
 Apabila ma’mum dan imam berada ditempat selain masjid,
disyaratkan jarak antara keduanya dan antara setiap dua
shaf tidak lebih dari 300 hasta kurang lebih. Dan tidaklah
berpengaruh tambahan 3 hasta.
 Hendaklah tidak ada diantara keduanya atau pintu tertutup
atau jendela.
 Tidaklah berpengaruh bila terdapat jalan raya dan sungai
besar dan laut diantara dua kapal karena tidak dianggap
sebagai penghalang.
 Andaikata orang yang satu (imam) berada dibawah dan
yang yang lain (ma’mum) berada diatas disyaratkan yang
satu sejajar dengan yang lain di luar masjid dan bukit-bukit.
 Andaikata imam berada didalam masjid dan ma’mum di
luarnya, maka ukuran 300 hasta dihitung dari akhir masjid.
 Dan jika iya kerjakan shalat diatas rumahnya mengikuti
shalat imam didalam masjid, Asy-Syafi’I mengatakan:
tidak sah.
 Di hukum makruh (di dalam masjid) posisi imam atau
ma’mum yang lebih tinggi dari yang lain tanpa keperluan.
4) Syarat keempat
 Niat mengikuti imam atau jama’ah. Andaikata ia mengikuti
imam tanpa niat atau di sertai keraguan mengenainya,
batallah shalatnya jika lama menunggu.

6
5) Syarat kelima:
 Adanya kesesuaian bentuk shalat imam dan ma’mum.
Apabila keduanya berbeda, seperti shalat fardhu dengan
gerhana matahari atau shalat jenazah, tidaklah sah bagi
ma’mum dalam mengikuti imam itu.
 Adalah sah mengerjakan shalat dhuhur dibelakang orang
yang mengerjakan shalat ashar dan shalat maghrib
dibelakang orang yang mengerjakan shalat isya’ (meskipun
makruh karena menghilangkan keutamaan jama’ah).
 Adalah sah pula mushalli gadha’ yang menjadi ma’mum
dari imam yang mengerjakan shalat pada waktunya dan
sebaliknya. Begitupun pada mushalli yang mengerjakan
shalat fardhu di belakang shalat sunnah dan sebaliknya.
6) Syarat keenam:
 Bertepatan dalam sunnah yang berat pelanggarannya.
Andaikata imam meninggalkan sujud tilawah dan
ma’mumnya sujud atau sebaliknya. Atau imam
meninggalkan tasyahhud awal sedangkan ma’mum
membacanya, maka batallah shalatnya.
 Apabila imam membaca tasyahhud dan ma’mumnya berdiri
dengan sengaja, tidaklah batal shalatnya dan disunnahkan
baginya untuk kembali.
7) Syarat ketujuh:
 Mengikuti imam. Jika ma’mum bersamaan dengan imam
dalam takbiratul ihram, batallah shalatnya. begitu pula
apabila ma’mum mendahului imam dengan dua rukun fi’li
atau terlambat dengan dua raka’at fi’li tanpa alasan.
 Apabila ma’mum bersamaan dengan imam dalam selain
takbiratul ihram atau mendahuluinya atau terlambat darinya
dengan satu rukun fi’li tidaklah berpengaruh.

7
 Dan diharamkan atas ma’mum mendahului imamnya
dengan satu rukun fi’li sempurna.
 Apabila ma’mum terlambat karena suatu alasan seperti
lambat membaca tanpa merasa was-was dan kesibukan
ma’mum dengan do’ iftitah atau imamnya ruku’ lalu ia ragu
menegnai al-fatihah atau teringat meninggalkannya atau
imam membaca dengan cepat (dan ruku’ sebelum ma’mum
menyelesaikan fatihah-nya), maka ia bisa dimaafkan hingga
tiga rukun yang panjang .
 Apabila ketinggalannya lebih dari itu, ia boleh berniat
memisahkan diri atau tetap mengikutinya dan mengerjakan
satu raka’at setelah memberi salam. Semua itu berlaku
mengenai ma’mum muwafiq, yaitu ma’mum yang
mendapati bersama imam sekedar bacaan Al-fatihah.
 Adapun ma’mum yang masbuq bila mana imam ruku’
sedangkan ia membaca Al-fatihah, maka jika ia sibuk
sebelumnya dengan sunnah, seperti membaca doa iftitah
atau ta’awwudz, maka ia membaca sekedarnaya.
 Kemudian, jika ia mendapati imam dalam ruku’, ia pun
telah mendapat satu raka’at. Kalau tidak, maka ia
ketinggalan satu rakaat, dan ia ikuti imamnya dalam i’tidal
dan seterusnya dan mengerjakan satu raka’at setelah
imamnya memberi salam.
 Apabila ma’mum yang masbuq tidak sibuk dengan sunnah
setelah mengucapkan takbiratul ihram, sedangkan imamnya
ruku’, maka ia putuskan bacaan fatihah-nya dan ruku’
bersama imam.

4. Penjelasan tentang ma’mum yang masbuq mendapatkan satu raka’at


 Barang siapa mendapati imam yang dalam keadaan suci
sedang ruku’ dan ia ruku’ bersamanya dalam keadaan

8
tenang sebelum bangkit dari ruku’ maka ia telah
mendapatkan satu raka’at.
 Apabila ia mendapati imam dalam ruku’ yang lebih atau
dalam ruku’ kedua dari dua shalat gerhana, maka ia tidak
mendapat satu raka’at.

5. Sunnah-sunnah yang berhubungan dengan shalat berjama’ah


 Dianjurkan bagi setiap orang untuk tidak berdiri, kecuali setelah
selesai menyerukan iqamat dan meluruskan shaf-shaf dan
menyuruh melakukannya.
 Perintah untuk melakukan itu dari imam lebih ditekankan.
 Shaf yang paling utama adalah shaf pertama bagi laki-laki.
 Di sunnahkan bagi imam untuk bertakbir dengan suara yang keras
dan ketika mengucapkan: sami’allahu liman hamidahu dan
mengucapkan salam.
 Ma’mum yang masbuq mengikutinya dalam membaca dzikir-dzikir

9
BAB 111
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan makalah diatas, maka dapat di simpulkan


bahwa, Shalat berjama'ah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang
atau lebih secara bersama-sama dan salah satu diantara mereka diikuti oleh
orang lain. Orang yang mengikuti dinamakan imam. Dan Orang yang,
mengikuti dinamakan makmum. dengan syarat-syarat yang ditentukan
dimana makmum wajib mengikuti imam dari mulai takbiratul ihram
sampai salam.

B. Kritik dan Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya


penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan makalah diatas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bafadhal,asy-Syeikh Abdullah bin Abdurrahman.2014.MUQODDIMAH


AL-HADHRAMIYYAH. Terjemahan: Zaid bin Husin Alhamid, darul abidin
publisher,surabaya. 246hal.

11

Anda mungkin juga menyukai