LAPORAN PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(06. Retensi Air, Equilibrium Moisture Content (EMC))
Oleh :
Nama : Rafa Elmira Cromaggi
NPM : 240110200065
Hari, Tanggal Praktikum : Selasa, 26 Oktober 2021
Waktu/Shift : 15.30 – 17.30 WIB/B
Asisten Praktikum : 1. Farinissa Deliana Putri
2. Muhammad Nashir Effendy
3. Ruth Anggia Assyera
𝑊𝑏 = 𝐷𝑏 1 − 𝐷𝑏 × 100% (𝟔)
dimana :
Wb = Kadar air basis basah, (%)
Db = Kadar air basis kering, (%)
ma = Massa air terkandung dalam bahan, (gram atau kg)
mk = Massa bahan kering mutlak, (gram atau kg)
mt = Massa total = ma + mk, (gram atau kg)
(Rusmono et al., 2011)
2.2 Respirasi
Respirasi adalah suatu proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat
sumber energi melalui proses kimia dengan menggunakan oksigen. Respirasi bisa juga
diartikan sebagai reaksi oksidasi senyawa organik untuk menghasilkan energi. Energi
ini digunakan untuk aktivitas sel dan kehidupan tumbuhan seperti sintesis
(anabolisme), gerak, pertumbuhan, perkembangan. Energi kimia yang dihasilkan dari
proses respirasi adealah energi kimia dalam bentuk ATP atu senyawa berenergi tinggi
lainnya (NADH dan FADH). Respirasi juga menghasilkan karbondioksida yang
berperan pada keseimbangan karbon di alam.
Respirasi pada tumbuhan berlangsung siang dan malam karena cahaya bukan
merupakan syarat. Jadi proses respirasi selalu berlangsung sepanjang waktu selama
tumbuhan hidup (Setiawan, 2020).
2.5 Pengeringan
Pengeringan merupakan kegiatan yang sering dilakukan dalam proses
pascapanen untuk memperpanjang umur simpan komoditas pertanian. Menurut
Hall (1957) dan Brooker dkk (1974), proses pengeringan adalah proses
pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat
memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis sebelum
dimanfaatkan. Pengurangan kandungan air dari dalam bahan ini diharapkan dapat
mengurangi resiko kerusakan bahan akibat aktifitas enzimatis dan biologi sehingga
kualitas bahan pertanian dapat dipertahankan. Pengeringan bertujuan mengurangi
kandungan massa air dari dalam bahan. Pengurangan tersebut ditujukan untuk
memudahkan penanganan selanjutnya, mengurangi biaya trasportasi dan
pengemasan, mengawetkan bahan, meningkatkan nilai guna suatu bahan atau agar
dapat memberikan hasil yang baik, mengurangi biaya korosi (Irawan, 2011).
Lama proses pengeringan tergantung pada karakteristik internal bahan yang
dikeringkan (ukuran bahan, kadar air bahan, dan tekanan parsial di dalam bahan)
dan metode yang digunakan. Semakin tinggi kadar air juga semakin besar bentuk
dan ukuran bahan, maka proses pengeringan akan berlangsung lebih lama. Metode
sun drying juga memakan waktu yang lebih lama dalam pengeringan bahan karena
hanya mengandalkan panas sinar matahari yang tidak dapat dikontrol karena iklim
dan kelembaban udara yang sulit diprediksi, sedangkan metode artificial drying
dapat berlangsung lebih cepat karena dapat dikontrol. Proses pengeringan
menyebabkan enzim – enzim dalam bahan menjadi inaktif dan pertumbuhan
mikoorganisme pun terhambat sehingga bahan memiliki umur simpan yang lebih
lama (Rachmawan, 2001).
2.6 Pendinginan
Pendinginan bahan dapat dikerjakan dalam 2 cara yaitu : secara alami
(natural refrigeration) dan secara mekanis (mechanical refrigeration). Pendinginan
secara alami dapat dilakukan dengan menggunakan air dingin, es, campuran air dan
es, dan larutan garam yang bertitik beku rendah. Pendinginan secara mekanis
dilakukan dengan menggunakan mesin-mesin yang mengatur terjadinya siklus
pergantian fase uap dan fase cair dari suatu zat refrigerant yang mampu menjadi
penerima dan pembawa panas, seperti freon dan amonia (Rachmawan, 2001).
Menurut Gelman et al. (2001), temperatur rendah atau dingin menyebablam
pertumbuhan bakteri pembusuk dan proses-proses biokimia yang berlangsung akan
menjadi lebih. Pendinginan pada menyebabkan aktivasi enzim dalam sel bahan.
Aktivitas enzim dapat meningkatkan hidrolisis zat-zat dalam sel. Proses hidrolisis
menghasilkan CO2 dan H2O sehingga kandungan air dalam bahan meningkat
(Asgar, 2017).
2.7 Refrigerator
Mesin pendingin (refrigerator) adalah suatu alat yang digunakan untuk
memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan untuk menjadikan
temperatur benda/ruangan tersebut lebih rendah dari temperatur lingkungannya
sehingga menghasilkan suhu/temperatur dingin (Terry Gunawan, 2014). Sehingga
proses kerja mesin pendingin selalu berhubungan dengan proses-proses aliran panas
dan perpindahan panas.
2.9 Desikator
Desikator adalah wadah yang terbuat dari bahan gelas yang kedap udara.
Desikator digunakan untuk mengeringkan senyawa yang bersifat higroskopis
(menyerap uap air) (Khamidinal, 2009).
Cara menggunakan desikator yaitu senyawa padat/kristal yang akan
dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator menggunakan wadah yang sesuai,
misalnya gelas arloji atau krus porselin. Kemudian di dalam dasar desikator
diberikan senyawa higroskopis (senyawa yang dapat menyerap uap air). Contoh
senyawa yang bersifat higroskopis yang palin sering digunakan adalah silika gel.
Kemudian desikator ditutup rapat. Proses pengeringan dengan desikator dapat
memerlukan waktu hingga 2-3 hari (Khamidinal, 2009).
Gambar 1. Desikator
(sumber : Humaidah, 2011)
BAB III
METODOLOGI
15 11,8 9 11,7
15 11,0 9,6 11
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar Air Jagung Segar Metode ISTA
Ma + Kadar Air (%)
Ma+Massa
Massa massa
Bahan
Bahan Cawan Ma bahan
akhir Mc Wb Db
(gr) awal Mb
(gr)
(gr)
4.2 Perhitungan
Perhitungan Data Kelompok 1
𝑀𝑏−𝑀𝑐
a. Kadar Air (Wb) = 𝑀𝑏−𝑀𝑎 × 100%
7,95 𝑔𝑟−7,45 𝑔𝑟
= × 100%
7,95 𝑔𝑟−2,95 𝑔𝑟
0,5 𝑔𝑟
= × 100% = 9,4%
5 𝑔𝑟
𝑀𝑏−𝑀𝑐
b. Kadar Air (Db) = 𝑀𝑐−𝑀𝑎 × 100%
7,95 𝑔𝑟−7,45 𝑔𝑟
= × 100%
7,45 𝑔𝑟−2,95 𝑔𝑟
0,5 𝑔𝑟
= × 100% = 10,4%
4,5 𝑔𝑟
10
8
Oven
6
4 Refrigirator
2
0
0 5 10 15 20
Waktu (menit)
8
6 Oven
4 Refrigirator
2
0
0 5 10 15 20
Waktu (menit)
Kadar Air Kacang Kedelai
12
6
Oven
4
Refrigirator
2
0
0 5 10 15 20
Waktu (menit)
10
8 Refrigirator
6 Awal
4 Oven
2
0
5 10 15
Waktu (menit)
Kadar Air Jagung
14
12,1 12 12 11,711,8
12 11,4
10,7
9,5 9
10
Kadar Air (%)
8
Refrigirator
6
Awal
4
Oven
2
0
5 10 15
Waktu (menit)
6 Refrigirator
4 Awal
Oven
2
0
5 10 15
Waktu (menit)
BAB V
PEMBAHASAN
Setiap bahan hasil pertanian memiliki kadar air di dalamnya, air dalam bahan
akan terus berpindah (keluar masuk) dari bahan jika tekanan dalam bahan lebih
tinggi ketimbang tekanan parsial uap air di udara. Kadar air bahan akan menjadi
setimbang ketika tekanan uap air dalam bahan setimbang dengan tekanan parsial
uap air yang berada di lingkungan sekitarnya. Penganalisaan kadar air dilakukan
dengan metode thermogravimetri yaitu mengetahui kadar air berdasarkan
perhitungan berat bahan berdasarkan ISTA Rules dan metode konduktometri
dengan menggunakan moisture tester. Penganalisaan kadar air pada bahan ini
dilakukan dengan mengondisikan bahan terlebih dahulu dalam oven (pengeringan)
dan dalam kulkas (pendinginan) secara berkala yaitu dalam watku 5 menit, 10
menit, dan 15 menit.
Praktikum kali ini, praktikan mengamati perubahan kadar air bahan hasil
pertanian. Kadar air penting untuk diketahui karena menjadi salah satu faktor untuk
menjaga kualitas dari bahan hasil pertanian. Kadar air berkaitan dengan retensi air
dimana retensi air adalah keadaan suatu bahan hasil pertanian untuk menahan air
pada saat keadaan suhu normal namun akan lepas saat suhu naik/tinggi. Kadar air
juga berkaitan dengan kadar air kesetimbangan atau Equilibrium Moisture Content
(EMC) yang didefinisikan sebagai kadar air pada bahan hasil pertanian yang
seimbang dengan udara sekitarnya dengan suhu dan kelembaban tertentu.
Sebelum melakukan percobaan, dilakukan terlebih dahulu pengukuran
terhadap suhu dan kelembaban pada masing-masing perlakuan yaitu suhu dan RH
pada refrigerator dan juga pada oven serta suhu dan RH pada ruangan pun diukur.
RH rata-rata ruangan ialah 71,67% dengan suhu rata-rata 22,83oC, pada
refrigerator terdapat 71,33% untuk RH dan 19,67oC untuk suhu, sedangkan pada
oven terdapat RH pengukuran rata-rata sebesar 71,67% dan 35,93oC untuk suhu.
Penurunan kadar air seharusnya terjadi pada bahan yang mendapatkan perlakuan
pengeringan dalam oven sedangkan peningkatan kadar air seharusnya terjadi pada
bahan yang mendapatkan perlakuan pendinginan dalam refrigerator (kulkas). Lalu
diukur nilai penurunan dan peningkatan kadar air akhir dengan perlakuan
refrigerator dan oven. Didapat pada perlakuan oven kadar air tertinggi yaitu 13,8%
pada beras sedangkan pada perlakuan refrigerator nilainya mencapai 11,4%. Nilai
kadar air awal terbesar yaitu beras sebesar 13,4%.
Berdasarkan perhitungan kadar air jagung yang dilakukan oleh kelompok 1
sampai 3 memiliki nilai kadar air basah dan kering yang berbeda-beda. Nilai kadar
air basah dan kering kelompok 1 yaitu 9,4% dan 10,4%, kadar air basah dan kering
kelompok 2 yaitu 7,69% dan 8,33%, kadar air basah dan kering kelompok 3 yaitu
12,8% dan 14,68%. Hasil perhitungan tersebut berbeda dikarenakan massa cawan
(ma) yang diukur oleh setiap kelompok tidak jauh berbeda. Perbedaan massa bahan
awal (mb) dan massa bahan akhir (mc) pun menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan kejadian tersebut. Secara keseluruhan hasil kadar air basah dan
kering dari masing-masing kelompok tidak memiliki perbedaan yang tidak terlalu
signifikan.
Perbedaan fluktuasi kadar air bahan di setiap tahap proses pendinginan
maupun pengeringan bahan disebabkan karena bahan beradaptasi dengan suhu dan
tekanan udara di sekitarnya sampai mencapai kadar air kesetimbangannya (EMC).
Selain itu, fluktuasi bahan yang tidak beraturan dimana pada setiap tahapnya bahan
tidak selalu mengalami peningkatan atau penurunan kadar air secara konstan, bisa
jadi disebabkan karena terlalu lamanya bahan didiamkan sebelum pada akhirnya
diproses sehingga bahan sudah menyesuaikan dengan lingkungannya yang
menyebabkan kadar air bisa naik atau turun. Faktor lain yang membuat hasil setiap
kelompok berbeda karena kesalahan pada praktikan terjadi error ketika dilakukan
pengukuran oleh moisture tester. Seharusnya alat yang digunakan dapat mendeteksi
nilai data yang akan dimasukkan ke dalam perhitungan. Termasuk terjadi error
pada praktikum yang memberi waktu jeda dalam pemasukan bahan ke dalam
desikator selama lima menit di suhu ruang yang menyebabkan kadar air tidak
langsung di hitung. Hal ini dapat terjadi akibat dari kesalahan pada praktikan dalam
cara pengukuran atau membaca hasil kadar air.
Peningkatan dan penurunan kadar air ini wajar terjadi selama tahapan proses
sampai pada akhirnya diperoleh kadar air akhir dimana dapat dilihat sebetulnya
bahan mengalami peningkatan atau penurunan kadar air. Kadar air yang diperoleh
dari setiap bahannya berbeda-beda hal ini juga dipengaruhi oleh karakteristik dan
kualitas masing-masing bahan. Selain itu, suhu dan RH juga memengaruhi kadar
air bahan, jika suhu naik maka kelembaban turun sehingga kadar air berkurang dan
jika suhu turun maka kelembaban naik sehingga kadar air bertambah.
Aplikasi kadar air bahan di bidang pertanian menentukan adalah untuk
menentukan panas isosterik sorpsi (sorption isosteric heat) dan kebutuhan energi
untuk pengeringan bahan hasil pertanian. Isoterm juga dapat digunakan untuk
mengetahui derajat keterikatan air (degree of bound water) pada bahan sehingga
dapat ditentukan mekanisme sorpsi yang dibutuhkan untuk pengolahan bahan.
Mekanisme sorpsi yang dapat dilakukan dalam pengolahan bahan dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu adsorpsi (pembasahan) dan desorpsi (pengeringan). Selain
itu, kadar air juga merupakan salah satu karakteristik dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan hasil pertanian. Kadar air dalam
bahan menjadi parameter penentu kesegaran dan umur simpan bahan, semakin
rendah kadar air bahan maka semakin awet bahan hasil pertanian.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:
1. Kadar air basis kering lebih besar ketimbang kadar air basis basah;
2. Kadar air berbanding lurus dengan kelembaban dan berbanding terbalik
dengan suhu;
3. Diperoleh data RH rata-rata ruangan ialah 71,67% dengan suhu rata-rata
22,83oC, pada refrigerator terdapat 71,33% untuk RH dan 19,67oC untuk
suhu, sedangkan pada oven terdapat RH pengukuran rata-rata sebesar
71,67% dan 35,93oC untuk suhu;
4. Aktivitas air (Aw) berbanding lurus dengan kadar air dan mengindikasikan
potensi berkembangnya mikroorganisme dalam bahan yang memicu
kerusakan pada bahan;
5. Nilai kadar air basah dan kering dari kelompok 1 yaitu 9,4% dan 10,4%,
kadar air basah dan kering kelompok 2 yaitu 7,69% dan 8,33%, kadar air
basah dan kering kelompok 3 yaitu 12,8% dan 14,68%, dan lumayan
menunjukkan perbedaan yang signifikan;
6. Perbedaan kadar air setiap kelompok terjadi karena adanya perbedaan
massa cawan (ma), massa bahan awal (mb), dan massa bahan akhir (mc);
7. Fluktuasi kadar air dalam bahan tidak stabil naik atau turun secara konstan
disebabkan perilaku adaptasi bahan menyesuaikan tekanan dalam bahan
dengan lingkungannya untuk mencapai Equilibrium Moisture Content
(EMC);
8. Faktor lain yang membuat hasil setiap kelompok berbeda karena kesalahan
pada praktikan terjadi error ketika dilakukan pengukuran (human error);
dan
9. Aplikasi kadar air dalam bahan digunakan untuk penentuan panas
isosterik, evaluasi material balance, dan dijadikan sebagai parameter
standar mutu dan gizi bahan atau produk hasil pertanian.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari praktikum kali ini adalah:
1. Praktikan lebih teliti lagi agar tidak ada prosedur yang terlewat.
2. Dalam penggunaan alat lebih hati-hati lagi agar tidak terjadi kerusakan
pada alat ataupun luka pada praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, S. (2018). Apa itu Moisture Meter?. Blog. Terdapat di : Lab Think
Indonesia:
https://labthinkindonesia.wordpress.com/2018/03/16/apa-itu-
moisture-meter/ (Diakses pada hari Jum'at, 23 Oktober 2020 pukul
22.09 WIB)
Asgar, A. 2017. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Jumlah Perforasi
Kemasan Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Brokoli (Brassica
oleracea var. Royal G) FreshCut. Jurnal Hortikultura. 27(1). 129.
Terdapat di : https://media.neliti.com/media/publications/83435-ID-
pengaruh-suhupenyimpanan-dan-jumlah-per.pdf (Diakses pada hari
Minggu, 25 Oktober 2020 pukul 09.13 WIB)
Aventi. 2015. Penelitian Pengukuran Kadar Air Buah. Seminar Nasional
Cendekiawan. I, p. 4. Jakarta: Universitas Trisakti.
doi:http://dx.doi.org/10.25105/semnas.v0i0.108
Gelman, A., Glatman, L., Drabkin, V., & Harpaz, S. (2001). Effect of
Storage Temperature and Preservative Treatment on Shelf Life of
The Pondraised Freshwaterfish, Silver Perch (Bidyanus bidyanus).
Journal Food Protec, 1587
Humaidah, S. (2011). Potensi Desikator untuk Inkubator Anaerob.
Surabaya. Terdapat di: http://digilib.its.ac.id/ITS-Undergraduate-
3100012045536/17785 (Diakses pada hari Jum'at, 16 Oktober 2020
pukul 11.23 WIB)
Kaslam, Salengke, & Koto, H. A. (2020). Sorpsi Isotermi dan Daya Patah
Emping Jagung Pulut. Jurnal Agritechno, 3(1).
doi:10.20956/at.v13i1.228 (Diakses pada hari Jum'at, 16 Oktober
2020 pukul 11.25 WIB)
Litaay, C., Wisudo, S. H., Haluan, J., & Harianto, B. (2017). Pengaruh
Perbedaan Metode Pendinginan dan Waktu Penyimpanan terhadap
Mutu Organoleptik Ikan Cakalang Segar. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, 9(2), 717- 718. Terdapat di:
https://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt/article/view/19304/134
01 (Diakses pada hari Sabtu, 17 Oktober 2020 pukul 08.34 WIB)
Nurba, D., Wulandani, D., Purwanto, Y. A., Paramawati, R., & Nolwan, L.
O. 2016. Analisis Sebaran Kadar Air Jagung Selama Proses
Pengeringan dalam In-Store Dryer (ISD). Jurnal Rona Teknik
Pertanian, 9(1), 17. Terdapat di :
https://core.ac.uk/download/pdf/297822444.pdf (Diakses pada hari
Jum'at , 23 Oktober 2020 pukul 20.36 WIB)
Sandulachi, E. 2012. Water Activity Concept and Its Role in Food
Preservation. 40-41. Terdapat di:
https://www.researchgate.net/publication/310605656_WATER_A
CTIVITY_
CONCEPT_AND_ITS_ROLE_IN_FOOD_PRESERVATION
(Diakses pada hari Jum'at, 23 Oktober 2020 pukul 20.45 WIB)
Sitompul, I. J., & Sumardiono, S. (2000). Pemilihan Korelasi Kandungan
Air Setimbang (Tiga Parameter) untuk Produk Pertanian Padi.
Agricultural Engineering 2000 (AE2000) (p. 2). Bogor: Universitas
Diponegoro. Terdapat di : http://eprints.undip.ac.id/178/ (Diakses
pada hari Jum'at, 16 Oktober 2020 pukul 19.12 WIB)
LAMPIRAN
Gambar 11. Mengukur Suhu Input dan Output pada Refrigerator dan Oven
(sumber : dokumentasi pribadi)