Anda di halaman 1dari 14

Yayasan (stichting) sudah dikenal masyarakat sejak zaman Hindia Belanda.

Pengaturannya telah
mengalami perkembangan yang sangat dinamis dari masa ke masa. Yayasan sebagai badan hukum
telah diterima dalam suatu yurisprudensi tahun 1882. Hoge Raad yang merupakan badan peradilan
tertinggi di negeri Belanda berpendirian bahwa yayasan sebagai badan hukum adalah sah menurut
hukum dan karenanya dapat didirikan. Pendapat Hoge Raad ini diikuti oleh Hooggerechtshof di
Hindia Belanda dalam putusannya dari tahun 1884. Pendirian Hoge Raad di negeri Belanda tersebut
dikukuhkan dengan diundangkannya Wet op Stichting Stb. Nomor 327 Tahun 1956, yang kemudian
pada Tahun 1976 Undang-undang tersebut disatukan ke dalam buku kedua Burgelijk Wetboek yang
mengatur perihal badan hukum (buku kedua titel kelima Pasal 285 sampai dengan 305 BW
Belanda).1 1 Arie Kusumastuti Maria Suhardiadi. 2002. Hukum Yayasan di Indonesia. Jakarta. PT.
Abadi. hlm. 18-19. Sebagaimana di jelaskan di atas bahwa yayasan sebenarnya telah dikenal cukup
lama dengan berbagai bidang kegiatannya seperti pendidikan, kesehatan dan kegiatan sosial
lainnya.Namun demikian, hingga tahun 2001 keberadaan yayasan tersebut hanya berdasarkan pada
kebiasaan, doktrin dan yurisprudensi.Tidak terdapatnya aturan hukum yang secara khusus mengatur
tentang yayasan ini mengakibatkan terjadinya berbagai penafsiran terkait misalnya status hukum,
hakikat dan tujuan suatu yayasan serta aspek-aspek lain dalam pengelolaan yayasan. Dalam rangka
menjamin kepastian dan ketertiban hukum maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2001 tentang Yayasan, yang mulai berlaku 1 (satu) tahun kemudian terhitung sejak tanggal
diundangkan dan kemudian diubah dengan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2004 tentang
perubahan atas UndangUndang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.2 Dasar hukum tentang
yayasan lainnya adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang tentang Yayasan. Dinamika perkembangan peraturan tentang Yayasan yang cepat ini
menunjukkan bahwa masalah yayasan tidak 2 Undang-Undang No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan
Lembaran Negara RI tahun 2001 No. 112; Undang-Undang No. 28 tahun 2004 tentang Perubahan
atas Undang-Undang No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan Lembaran Negara RI Tahun 2004 No. 115
sesederhana yang dibayangkan banyak orang, sebab kecenderungan akan timbul berbagai masalah
tetap ada, baik masalah yang berkaitan yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang
tercantum dalam Anggaran Dasar, sengketa antara Pengurus dengan Pendiri (tanggung jawab
internal), ataupun masalah dengan pihak lain (tanggung jawab eksternal). Salah satu contoh masalah
yang berkaitan dengan yayasan yaitu kasus Universitas Trisakti. Kasus ini tentang sengketa status
kepemilikan Universitas Trisakti, yaitu antara Senat Universitas Trisakti dan Yayasan Trisakti.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan pasal 1 angka 1, yang
dimaksud dengan yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang
tidak mempunyai anggota. Dengan demikian, tujuan yayasan memang berbeda, ada yang bergerak
di bidang sosial, agama, atau kemanusiaan. Kegiatan sosial yang dilakukan yayasan diperkirakan
muncul dari kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan kekayaannya untuk
membantu masyarakat yang mengalami kesusahan. Dipilihnya yayasan sebagai wadah untuk
beraktivitas sosial tentu bukan tanpa alasan.Dibanding dengan bentuk badan hukum lain yang hanya
terkonsentrasi pada bidang ekonomi dan usaha, yayasan dinilai lebih memiliki ruang gerak untuk
menyelenggarakan kegiatan sosial seperti pendidikan, kesehatan serta keagamaan yang pada
umumnya belum ditangani oleh badan-badan hukum lain3. Dilihat dari kedudukannya, yayasan
bukanlah sebuah perusahaan karena dalam perusahaan kegiatannya melakukan suatu usaha dengan
tujuan mencari keuntungan4. Yayasan memiliki peran yang khusus yang sangat diperlukan untuk
mendukung visi dan misi serta tujuan pembentukan negara, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.5 Keberadaan yayasan (di luar status hukum yayasan), pada awalnya ditentukan oleh
kehendak pendirinya atau kesepakatan para pendirinya (pendiri yayasan) karena memiliki kesamaan
visi yang diikat dalam hukum perjanjian dan selanjutnya berkembang dalam praktek.Keinginan
mendirikan yayasan atau kesepakatan 3Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi, mendirikan yayasan
tersebut selanjutnya diwujudkan dalam bentuk akta notariil (akta notaris pendirian yayasan), dan
biasanya dalam akta tersebut ditentukan tujuan dari pendirian yayasan tersebut, misalnya bertujuan
sosial, keagamaan, atau kemanusiaan. Pada masa sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan
terdapat kecenderungan masyarakat memilih bentuk yayasan antara lain karena alasan: 6 1. Proses
pendiriannya sederhana 2. Tanpa pengesahan dari Pemerintah 3. Adanya persepsi (yang salah) dari
masyarakat bahwa yayasan bukan merupakan subyek pajak Pengakuan terhadap kedudukan
yayasan dalam suatu perundang-undangan baru terjadi pada Tahun 2001, yaitu dengan disahkannya
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yang diundangkan pada tanggal 6 Agustus
2001 dan berlaku efektif 1 (satu) tahun kemudian terhitung sejak tanggal diundangkannya, yaitu
tanggal 6 Agustus 2002. Undang-undang ini berasaskan transparansi dan akuntabilitas, artinya
maksud dan tujuan yayasan adalah untuk kepentingan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Dengan
adanya Undang-Undang tentang Yayasan pada prinsipnya menghendaki yayasan bersifat terbuka
dan pengelolaannya bersifat profesional, maka sudah ada kaidah hukum yang menjadi pegangan
bagi mereka yang bergerak dalam yayasan dan sebagai pegangan bagi masyarakat pada umumnya.
Masyarakat dapat melihat bagaimana kehidupan yayasan di Indonesia setelah berlakunya undang-
undang yayasan. Dalam perkembangannya, UU Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan ternyata
belum dapat menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat. Masih
terdapat berbagai penafsiran tentang yayasan, disamping itu masalah penegakan hukum juga belum
dapat dilakukan secara maksimal, sehingga menimbulkan ketidakpastian dan ketidaktertiban hukum
yang akhirnya memberi peluang bagi pendiri yayasan untuk tidak mematuhi ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam UU tersebut. Oleh karena itu dilakukan perubahan terhadap UU Yayasan
tersebut dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Namun demikian, dalam prakteknya ternyata masih
terdapat problematika yang muncul berkaitan dengan peraturan perundang-undangan tentang
Yayasan, salah satunya adalah PP No. 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tentang
Yayasan, ternyata masih kurang jelas. Hal itu tampak pada pasal 36 PP No. 63 Tahun 2008 yang
menyatakan bahwa: “(1) Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU dan tidak diakui
sebagai badan hukum dan tidak melaksanakan ketentuan pasal 71 ayat (2) UU, harus mengajukan
permohonan pengesahan akta pendirian untuk memperoleh status badan hukum sebagaimana
dimaksud pasal 15. (2) akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam premise aktanya
disebutkan asal-usul pendirian Yayasan termasuk kekayaan Yayasan yang bersangkutan. (3)
perbuatan hukum yang dilakukan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum
memperoleh badan hukum menjadi tanggung jawab pribadi anggota organ Yayasan secara tanggung
renteng.” Berdasarkan pasal 36 tersebut akan timbul pertanyaan kapan batas akhir pendirian
Yayasan dapat dilakukan? Mengingat berbagai masalah yang timbul dalam kegiatan yayasan ini,
maka Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI,
memandang perlu untuk melakukan kegiatan Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan
tentang Yayasan.Peraturan perundangundang yang harmonis dan terintegrasi (baik secara vertikal
maupun horizontal) sangat diperlukan untuk mewujudkan ketertiban, menjamin kepastian, dan
perlindungan hukum, dalam rangka mendukung kegiatan kesejahteraan sosial dengan tanpa
merugikan kepentingan nasional. Dengan dilakukannya review dan harmonisasi pengaturan hukum
yang berlaku, diharapkan akan dapat mengurangi faktor penghambat (lanstraat) dari sisi pengaturan
hukumnya sendiri, sehingga sistem pengaturan perundang-undangan yang terkait dengan
kewenangan pemerintah di bidang yayasan ini dapat memberikan pemahaman yang benar kepada
masyarakat mengenai Yayasan.
Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam
masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan
pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya
wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan
kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial,
keagamaan dan kemanusiaan itu dapat diwujudkan di dalam suatu
lembaga yang telah diakui dan diterima keberadaannya. Bahkan ada
pendapat mengatakan bahwa yayasan merupakan nirlaba, artinya
tujuannya bukan mencari keuntungan, melainkan melaksanakan sesuatu
yang bersifat amal. Namun tidak semua yayasan yang ada dalam
masyarakat itu didaftarkan untuk menjadikannya suatu badan hukum
menurut peraturan yang berlaku. Di Indonesia kegiatan sosial
kemanusiaan yang dilakukan yayasan diperkir akan muncul dari
kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan
kekayaannya untuk membantu masyarakat yang mengalami
kesusahan. Adapun alasan mereka memilih mendirikan yayasan karena
jika dibandingkan dengan bentuk badan hukum lain yang hanya
terkonsentrasi pada bidang ekonomi dan usaha, yayasan dinilai lebih
memilih ruang gerak untuk menyelenggarakan kegiatan sosial seperti
pendidikan, kesehatan serta keagamaan yang pada umumnya belum
ditangani oleh badan – badan hukum lain.
Pendirian suatu yayasan di Indonesia, sebelum adanya Undang –
Undang
Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004
tentang Yayasan
hanyalah berdasarkan kebiasaan yang hidup
dalam masyarakat dan yurisprudensi
Mahkamah Agung. Proses pendirian yaya
san yang mudah mendorong orang untuk
mendirikan yayasan dalam menjalankan kegi
atan mereka. Oleh karenanya yayasan
berkembang di masyarakat tanpa ada
aturan yang jelas, banyak yayasan
disalahgunakan dan menyimpang dari tujuan semula yaitu
bidang sosial
kemanusiaan. Sedangkan status hukum
nya sebagai badan hukum masih sering
dipertanyakan oleh banyak pihak, karena
keberadaan yayasan sebagai subyek hukum
belum mempunyai kekuatan hukum yang tegas dan kuat.
2
Pada waktu itu ada kecendrungan masyarakat memilih bentuk yayasan
antara
lain karena alasan proses pendirian sederhana, tanpa pengesahan dari
pemerintah,
adanya persepsi dari masyarakat ba
hwa yayasan bukan merupakan subyek hukum.
3
Dalam Putusan Mahkamah Agung Repub
lik Indonesia tanggal 27 Juni 1973
Nomor 124K/Sip/1973 telah berpendapat bahw
a yayasan adalah badan hukum. Akan
tetapi bagaimana tata cara yang harus di
penuhi oleh pengelola yayasan untuk
memperoleh status badan hukum tersebut ma
sih juga belum secara jelas diatur dalam
1
Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi,
Hukum Yayasan Di Indonesia
, PT.Abadi , Jakarta,
2003, halaman 1.
2
Yahya Zein,
Status Hukum Yayasan
, http://yahya
zein.blokspot.com/2008/11/Status-hukum-
yayasan.html,diakses 12 November 2008
3
ibid
Universitas
Sumatera
Utara
peraturan perundang – undangan, keberadaan
lembaga yayasan hanya didasarkan
pada kebiasaan, doktrin dan yurisprudens
i Mahkamah Agung. Hal ini menunjukkan
walaupun tidak disebutkan secara tegas, ya
yasan di Indonesia
telah diakui pula
sebagai badan hukum.
Untuk diakui sebagai badan
hukum yayasan harus memenuhi :
4
a.
Syarat materiil yang terdiri dari, haru
s ada pemisahan harta kekayaan, adanya
tujuan tertentu dan mempunyai organisasi.
b.
Syarat formil yaitu didirikan dengan akta autentik
Umumnya yayasan selalu didirikan denga
n akta notaris seba
gai syarat bagi
terbentuknya suatu yayasan. Namun ada juga
yayasan yang didirikan oleh badan –
badan pemerintah dilakukan atau dengan
suatu Surat Keputusan dari pihak yang
berwenang untuk itu atau dengan akta not
aris. Didalam akta notaris yang dibuat
tersebut dimuat ketentuan tentang pemisa
han harta kekayaan oleh pendiri yayasan,
yang kemudian tidak boleh lagi dikuasai
oleh pendiri. Akta notaris itu tidak
didaftarkan di Penga
dilan Negeri dan tidak pula di
umumkan dalam berita negara.
Para pengurus yayasan tidak diwajibkan
untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta
pendiriannya, juga tidak disyaratkan pe
ngesahan aktanya Kementeri Hukum Dan Hak
Azasi Manusia.
4
Http
:
www.kompas
com/Anwar
Borahima
/
Menulis
Disertasi
Tentang
Yayasan
/diakses
pada
tanggal
5
Agustus
2010.
Universitas
Sumatera
Utara
Selama ini beberapa peraturan Peru
ndang – Undangan yang berlaku hanya
menyebutkan mengenai yayasan tanpa menjel
askan atau mengatur tentang pengertian
yayasan, seperti yang terdapat dalam Pa
sal 365, Pasal 899, Pasal 900 dan Pasal 1680
KUHPerdata. Didalam pasal – pasal ini sa
ma sekali tidak memberikan pengertian
tentang yayasan.
Agar pengertian yayasan tidak menyim
pang maka pemerintah mengeluarkan
Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang
Nomor 28 Tahun
2004 tentang Yayasan. Pengertian yayasan pada Pasal 1 angka (1) Undang
– Undang
Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – U
ndang Nomor 28 Tahun 2004 menyatakan
bahwa :
”Yayasan adalah suatu badan hukum
yang terdiri atas kekayaan yang
dipisahkan untuk mencapai tujuan tert
entu dibidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.”
Setelah keluarnya Undang – Undang
Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasa
n, maka penentuan status badan
hukum yayasan harus mengikuti ketentuan yang ada didalam Undang
– Undang
tersebut. Dalam Undang – Undang tersebut
menyatakan bahwa ya
yasan memperoleh
status badan hukum setelah akta pendirian
memperoleh pengesahan dari Menteri
Hukum dan Hak Azasi Manusia.
Dengan ketentuan tersebut dapat diketahui yayasan menjadi badan
hukum
karena Undang – Undang atau berdasarkan Undang – Undang bukan
berdasarkan sistem terbuka yaitu berdasarkan pada
kebiasaan, dokrin dan yurisprudensi. Modal
berupa kekayaan pendiri yang dipisahkan dari kekayaanpribadinya yang
lain. Memiliki tujuan tertentu yang merupakan konkretisasi nilai – nilai
keagamaan,
sosial dan kemanusiaan, tidak memiliki anggota.
Yayasan sebagai suatu badan hukum,
memiliki hak dan kewajiban yang
independen, yang terpisah da
ri hak dan kewajiba
n orang atau badan yang mendirikan
yayasan, maupun para Pengurus se
rta organ yayasan lainnya.
6
Yayasan merupakan
suatu badan yang melakukan berbagai kegiat
an yang bersifat sosial dan mempunyai
tujuan idiil.
7
Dengan diberlakukannya Undang – Undang
Yayasan, status badan hukum yang
jelas pada sebuah yayasan diperoleh setelah ada akta pendirian yayasan,
dan syarat –
syarat pendiriannya adalah sebagai berikut :
a.
Didirikan oleh satu orang atau lebih.
b.
Ada kekayaan yang dipisahkan
dari kekayaan pendirinya
c.
Dilakukan dengan akta notaris dan
dibuat dalam Bahasa Indonesia
d.
Harus memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum Dan Hak Azasi
Manusia
e.
Diumumkan dalam Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia
f.
Tidak boleh memakai namayang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain
atau
bertentangan dengan ketertiban
umum dan atau kesusilaan.
g.
Nama yayasan harus didahului dengan kata ”Yayasan”

Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, bahwa yayasan adalah badan hukum
yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di
bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. Yayasan merupakan
badan usaha yang bergerak dalam bidang sosial, termasuk usaha-usaha kemanusiaan. Yayasan
didirikan dengan akta notaris dengan menunjukkan modal pendirian yayasan, dan memperkenalkan
para pengurusnya.50 Dengan demikian sebagai konsekuensi Yayasan sebagai badan hukum, maka
ada pemisahan antara harta kekayaan yayasan dengan harta pribadi, demikian pula hak dan
kewajiban serta tanggung jawabnya. Akta pendirian yayasan yang telah memperoleh pengesahan
sebagai badan hukum atau perubahan anggaran dasar yang telah disetujui, wajib diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia atas permohonan yang diajukan oleh pengurus
yayasan.51 Selama pengumuman belum dilakukan, pengurus yayasan bertanggung jawab secara
tanggung renteng atas seluruh kerugian yayasan dan kerugian pihak ketiga. Yayasan sebagai badan
hukum yang mandiri terlepas dari pribadi perseorangan, sehingga ia dianggap seperti halnya
manusia sebagai subjek hukum, dapat mempunyai hak dan kewajiban sendiri, dapat melakukan
perbuatan hukum dapat dipertanggungjawabkan sendiri. Sedang yang melaksanakan kepengurusan
semua itu adalah pengurusnya. Sebagai subjek hukum badan, yayasan tidak dapat menjalankan
sendiri apa yang harus dilakukan oleh badan tersebut. Maka demikian perlu alat perlengkapan (yang
dinamakan organ) yang berwujud manusia alamiah untuk mengurus dan bertindak mewakili badan
ini. Organ-organ dalam yayasan adalah sebagai berikut. Pertama, Pengurus adalah organ yang
melakukan kepengurusan yayasan baik untuk urusan ke dalam maupun keluar, serta berhak
mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai
pembina atau pengawas, karena untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan,
tugas dan tanggung jawab antara pembina, pengurus dan pengawas yang dapat merugikan
kepentingan yayasan atau pihak lain. Untuk pengecualian dari pengurus, bahwa pengurus dapat
menerima upah, gaji, atau honorarium apabila pengurus bukan pendiri dan tidak terafiliasi oleh
pendiri, pembina dan pengawas. Kedua, Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan
pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan yayasan supaya
tidak terjadi kerugian. Dalam Pasal 40 UndangUndang Yayasan, pengawas adalah organ yayasan
yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan
kegiatan yayasan. Yayasan memiliki pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang pengawas atau
lebih, dengan wewenang, tugas dan tanggungjawabnya diatur dalam Anggaran Dasar. Pengawas
tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus. Ketiga, Pembina adalah organ yayasan yang
tertinggi, memiliki hak veto. Pengangkatan anggota pembina berdasarkan rapat pembina atau
pendiri yayasan. Anggota pembina dilarang rangkap jabatan sebagai pengurus, pengawas dan
sebagai anggota direksi, komisaris (di PT tempat yayasan mendirikan atau menanamkan sahamnya).
Pembina mempunyai kewenangan yang meliputi, keputusan mengenai perubahan anggaran dasar,
pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas, penetapan kebijakan
umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan, pengesahan program kerja dan dan rancangan
anggaran tahunan yayasan, serta penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran
yayasan. Dengan kewenangan tersebut, diketahui bahwa Pembina hanya dapat bertindak secara ke
dalam, terutama hal-hal yang bersifat kebijakan umum yang mendasari kegiatan yayasan dan harus
dilaksanakan oleh pengurus. Pembina tidak dapat bertindak keluar atas nama yayasan. Pada
umumnya yang menjadi Pembina adalah pendiri yayasan, namun bisa juga pihak lain berdasarkan
keputusan rapat Pembina.

Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang di pisah dan di peruntukan untuk
mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan dan kemanusian, yang tidak mempunyai
anggota. Badan hukum yayasan lahir setelah akta pendirian di sahkan oleh menteri hukum dan hak
asasi manusia (MENHUKHAM).  Adapun syarat-syarat formal pendirian badan hukum yayasan, yang
dibahas dalam undang-undang Pasal 9 ayat (4) dan ayat (5) UUY Jo Pasal 15 PP No 63/2008,
adalah:
 Salinan akta Yayasan yg di buat notaris dalam bahasa indonesia
 Surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap yayasan yang di tanda tangani oleh
pengurus yayasan dan di ketahui oleh lurah atau kepala desa setempat
 FC NPWP Yayasan
 Bukti Pembayaran PNBP Rp. 100.000 Untuk pemesanan nama yayasan
 Bukti pembayaran PNBP Rp.300.000. Untuk pengumuman yayasan dalam TBNRI
 Bukti penyetoran atau keterangan bank atas nama yayasan atau pernyataan tertulis dari pendiri yang
memuat keterangan nilai kekayaan yang di pisahkan sebagai kekayaan awal mendirikan yayasan
 Surat pernyataan pendiri mengenai keabsahan kekayaan awal yayasan.
Sementara syarat bagi Orang Asing yang akan mendirikan Yayasan di Indonesia, selain syarat diatas
ada beberapa tambahan seperti:
 Identitas pendiri yg di buktikan dengan paspor sah
 Pemisaha harta pendiri minimal Rp.100.000.000
 Surat penyataan pendiri bahwa kegiatan yayasan yang didirikan tidak merugikan masyarakat, bangsa
dan negara indonesia.
Aktifitas Yayasan meliputi:
Kegiatan sosial, antara lain:
 Pendidikan formal dan non formal
 Panti asuhan, panti jompo, panti wreda
 Rumah sakit, poliklinik dan laboratorium
 Pembinaan olahraga
 Penelitian di bidang ilmu pengentahuan
 Studi banding
Kegiatan keagamaan, antara lain:
 Mendirikan sarana ibadah
 Mendirikan pondok pesantren
 Menerima dan menyalurkan amal zakat, infaq dan sedekah
 Meningkatkan pemahaman keagamaan
 Melaksanakan syiar agama
 Studi banding keagamaan
Kegiatan kemanusian,antara lain :
 Memberi bantuan kepada korban bencana alam
 Memberi bantuan kepada pengungsi akibat perang
 Memberi bantuan kepada tuna wisma, fakir miskin dan gelandangan
 Mendirikan dan menyelanggarakan rumah singgah dan rumah duka
 Memberikan perlindungan konsumen
 Melestarikan lingkungan hidup
Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan badan usaha (PT) Dan atau ikut serta
dalam badan usaha (PT) dengan ketentuan :
 Penyertaan modal maksimal 25% dari aset yayasan
 Kegiatan usaha (pT) yang didirikan yayasan sesuai dangan maksud dan tujuan yayasan
 hasil kegiatan usaha tidak boleh di bagikan kepada organ yayasan
 Organ yayasan tidak boleh merangkap sebagai direksi dan komisaris pada badan usaha (PT) Yang di
dirikan.
 Yayasan tidak mengenal pewarisan terkait asetnya
 PNS Boleh ikut mendirikan yayasan
 Yayasan dapat di dirikan oleh satu orang saja
Adapun Isi dari Anggaran Dasar Yayasan adalah sebagai berikut:
 Nama dan tempat kedudukan (tidak boleh sama)
 Jangka waktu pendirian
 Kekayaan awal (cara memperoleh dan pengunaanya)
 Organ yayasan, pembina, pengurus, pengawas
 Tata cara pengangkatan, pemberhentian dan penggantian, pembina, pengurus, pengawas
 Hak dan kewajiban pembina, pengurus, pengawas.
 Tata cara penyelenggaraan rapat organ yayasan
 Tahun buku (01 januari s/d 31 desember)
 Perubahan anggaran dasar
 Penggabungan dan pembubaran yayasan
 Penggunaan kekayaan yayasan sisa likuidasi dan penyaluran kekayaan yayasan setelah bubar
 Peraturan penutup
 Identitas pendiri, pembina, pengurus,dan pengawas
Perubahan Anggaran Dasar dalam Yayasan diperbolehkan asal tidak mengubah maksud dan tujuan.
Perubahan tersebut harus berdasarkan mufakat rapat pembina atau persetujuan 2/3 anggota
Pembina. Untuk perubahan nama dan kegiatan Yayasan harus didasarkan atas keputusan
MENHUKHAM, sementara untuk perubahan selain dua hal tersebut hanya cukup memberikan surat
pemberitahuan kepada MENHUKHAM atas persetujuan kurator. Sebuah Yayasan juga tidak boleh
membagikan hasil usaha dan kekayaannya kepada Pembina dan pengurus.
Organ dalam sebuah Yayasan meliputi:
 Pembina di sarankan minimal 3 orang
 Pengawas minimal 1 orang
 Pengurus terdiri dari : ketua, sekretaris, bendahara
 Pengurus bertindak untuk dan atas nama yayasan
 Masa tugas yayasan 5 tahun kecuali pembina
Setiap organ memiliki kewenangan dalam melaksanakan mandat yayasan, berikut kewenangan dari
masing-masing organ:
 Kewenangan Pembina
 Kewenangan Pengurus
 Keputusan mengenai perubahan anggaran dasar
 Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas
 Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan
 Pengesahkan program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan
 Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran  yayasan
 Pengesahan laporan tahunan
 penunjukan likuidator dalam hal yayasan di bubarkan
 Rapat gabungan hanya dapat di lakukan oleh pengurus dan pengawas, agendanya adalah
mengangkat pembina, hasilnya di laporkan kepada menteri
 Bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk kepentingan yayasan
 Wajib menyusun program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan yang di sahkan pembina
 Wajib memberikan penjelasan tentang segala hal yang di nyatakan oleh pengawas
 Wajib dengan etikad baik dan tanggung jawab menjalankan tugasnya dengan mengindahkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
Berhak mewakili yayasan di dalam dan di luar pengadilan tentang segala hal dengan pembatasan
sebagai berikut:
 Meminjam atau meminjamkan uang atas nama yayasan (tidak temasuk mengambil uang yayasan di
bank)
 Mendirikan suatu usaha baru atau melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha baik di dalam
maupu di luar negeri
 Memberikan atau menerima pengalihan harta tetap
 Membeli atau dengan cara lain mendapat/memperoleh harta tetap atas nama yayasan
 Menjual atau dengan cara lain melepaskan harta kekayaan serta mengagunkan/ membebani
kekayaan yayasan
 Mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliansi dengan yayasan, pembina, pengurus,
pengawas yayasan atau seseorang yang bekerja pada yayasan, perjanjian tersebut bermanfaat bagi
tercapainya maksud dan tujuan yayasan
Kewenangan Pengawas
 Wajib dengan etikad baik dan tanggung jawab menjalankan tugas pengawasan untuk kepentingan
yayasan
 Memeriksa dokumen
 Memeriksa pembukuan dan mencocokannya dengan uang kas
 Mengentahui segala tindakan yang telah di jalankan oleh pengurus
 Memberi peringatan kepada pengurus
 Pengawas dapat memberhentikan untuk sementara pengurus, apabila pengurus tersebut bertindak
bertentangan dengan anggaran dasar atau peraturan perundang-undangan yang berlaku
Sanksi terhadap Yayasan yang melakukan pelanggaran adalah Pidana penjara tahun, jika melanggar
pasal 5 UUY , kemudian Pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang atau
kekayaan yayasan yang dibagikan.
Perkumpulan
Perkumpulan adalah sekumpulan orang, didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud  dan tujuan
tertentu dan atau di bidang sosial, dan atau kemanusian dan tidak membagikan keuntungan kepada
anggotanya. adapun syarat pendirian perkumpulan sebagai berikut:
Asli salinan akta pendirian perkumpulan. adapun isi akta tersebut;
 Nama dan tempat kedudukan
 Maksud, tujuan, kegiatan
 Jangka waktu
 Jumlah kekayaan
 Keanggotaan
 Hak dan kewajiban anggota, pengurus dan pengawas
 Tatacara pengangkatan, pemberhentian, penggantian anggota, pengurus dan pengawas
 Penetapan tempat dan tatacara penyelenggaraan rapat perkumpulan dan rapat pengurus
 Kewenangan tertinggi pada rapat umum anggota, bukan organ lain
 Pembubaran, penggabungan korum ¾ rapat umum anggota dan penggunaan sisa kekayaan hasil
likuidasi
 Perubahan anggaran dasar korum 2/3 Rapau umum anggota
 Susunan nama anggota, pengurus, pengawas
 Fc surat domisili atas nama perkeumpulan dari lurah/kepala desa
 NPWP atas nama perkumpulan
 Bukti setor pembayaran PNBP atas nama perkumpulan Rp.250.000
 Asli bukti pembayaran pengumuman TBNRI PERKUMPULAN sebagai badan hukum lahir setelah
medapat pengakuan dari KEMENHUKHAM.

B. Teori-Teori tentang Badan Hukum Ada lima teori yang menganalisis tentang badan hukum,
sebagaimana akan dikemukakan berikut ini. 1. Teori fiksi, teori ini berpendapat bahwa kepribadian
hukum atas kesatuankesatuan lain daripada manusia adalah hasil khayalan. Badan hukum adalah
suatu abstraksi, bukan merupakan suatu hal yang konkrit. Jadi karena hanya suatu abstraksi, maka
tidak mungkin menjadi suatu subjek hukum, sebab hukum memberi hak-hak kepada yang
bersangkutan suatu kekuasaan dan menimbulkan kehendak berkuasa (wilmacht). Menurut alam
hanya manusia sebagai subjek hukum, badan hukum hanya fiksi saja. Sesungguhnya badan hukum
tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) yang
diperhitungkaan sama dengan manusia. Kepribadian yang sebenarnya hanya pada manusia. Negara-
negara, korporasi, lembaga-lembaga, tidak dapat menjadi subjek dari hak-hak dan kepribadian tetapi
diperlakukan seolah-olah badan-badan itu manusia. Tokoh teori ini adalah Von Savigny (sarjana
Jerman), dan pembelanya adalah Salmond (sarjana Inggris). 2. Teori Organ, teori ini dikemukakan
oleh Otto Von Gierke. Menurut pendapatnya badan hukum itu seperti manusia, sebagai realita
sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia yang ada di dalam pergaulan hukum.
Badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukanlah
suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu suatu organisme yang riil, yang
hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Tujuan badan hukum menjadi kolektivitas, terlepas dari
individu, ia suatu ‘Verband personlichkeit yang memiliki Gesamwille’. Berfungsinya badan hukum
dipersamakan dengan fungsinya manusia. Badan hukum tersebut harus mempunyai organisasi atau
alat untuk mengelola dan melaksanakan kegiatan agar mencapai tujuannya. Dengan demikian,
menurut teori organ, badan hukum bukan suatu khayalan tetapi suatu kenyataan. Oleh karena itu,
badan hukum juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat
perlengkapannya seperti pengurus atau anggota-anggotanya dan modal yang dimiliki.60 3. Teori
Harta Kekayaan Bertujuan atau ZweckVermogen yang diajarkan oleh A. brinz dan E.J.J. van der
Heyden. Menurut teori ini hanya manusia yang menjadi subjek hukum dan badan hukum adalah
untuk melayani kepentingan tertentu. Tetapi badan hukum itu dibentuk berdasarkan maksud dan
tujuannya sehingga untuk mencapai maksud dan tujuan itu diperlukan pengabdian dari orang-orang
yang mengelola badan hukum tersebut. 4. Teori Kekayaan Bersama, teori ini dikemukakan oleh
Rudolf von Jhering (1818-1892). Menurut teori ini badan hukum bukan abstraksi dan bukan
organisme. Pada hakikatnya hak dan kewajiban badan hukum adalah hak dan kewajiban anggota
bersama-sama. Badan hukum itu sebagai kumpulan manusia, kepentingan badan hukum adalah
kepentingan seluruh anggotanya. Teori ini berpendapat bahwa yang dapat menjadi subjeksubjek hak
badan hukum, yaitu: (a) manusia-manusia yang secara nyata ada di belakangnya, (b) anggota-
anggota badan hukum, (c) mereka yang mendapat keuntungan dari suatu yayasan (Stiftung). Inti
kajian dari teori ini adalah pada pemilikan bersama dari harta kekayaan badan hukum. 5. Teori
Kenyataan Yuridis, yang diajarkan oleh Meijers dan Paul Scholten. Menurut Meijers, badan hukum
itu merupakan suatu realitas, konkrit, riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu
kenyataan yuridis. Teori yang dianut Paul Scholten ini berasal dari teori organ yang sudah diperhalus.
Jadi menurut teori kenyataan yuridis, badan hukum adalah wujud yang riil, sama riilnya dengan
manusia dan lain-lain perikatan. Teori ini dianggap yang terbaru dan dianggap yang paling dapat
diterima karena dianggap riilnya atau nyatanya suatu badan hukum landasannya adalah hukum.
Dengan kata lain, wujud riil atau nyata dari badan hukum seperti halnya riilnya manusia diberikan
landasan oleh hukum. C. Pendirian Yayasan Dalam praktek hukum yayasan itu berdiri dengan adanya
keputusan atau tindakan sepihak (eenzidige handeling) dari pendirinya dengan maksud mendirikan
suatu badan atau suatu korporasi yang berdiri sendiri dan diatur sendiri atau terpisah dengan tujuan
agar dengan bantuan dengan kekayaan yang oleh pendirinya telah dipisahkan itu dapat dicapai
suatu cita-cita yang tidak bersifat komersil. Berdirinya suatu yayasan ialah karena didirikan oleh
mereka yang masih hidup tetapi juga oleh mereka yang sudah tidak ada lagi dengan suatu surat
wasiat. Badan ini merupakan suatu badan hukum yang harus diatur dengaan suatu akta notaris.65
Untuk mendirikan suatu yayasan diperlukan syarat-syarat materiil (kekayaan yang dipisahkaan,
tujuan tertentu, dan organisasi yang teratur) dan syarat formil (akta pendirian yang autentik) sebagai
berikut

 Landasan Hukum
Berdasarkan bentuk badan hukum privat di atas, dari aspek regulasi, hanya badan hukum
perkumpulan yang pengaturannya belum diperbaharui sejak Indonesia merdeka dan pengaturannya
sangat sedikit sekali, sedangkan Badan Hukum Usaha Dagang (UD), Comanditer (CV), dan Firma,
sampai saat ini landasan hukumnya masih tunduk pada ketentuan dalam KUHPerdata dan
KUHDagang. Sementara Untuk PT, Koperasi, Ormas dan Parpol semuanya diatur dalam UU. berikut
rinciannya:
 Badan hukum Perseroan Terbatas telah diperbaharui, pertama kali dengan UU No. 1 Tahun 2005
tentang Perseroan Terbatas,  kemudian diperbaharui kembali dengan UU No. 40 Tahun 2007, dan
berlaku hingga sekarang.
 Badan Hukum Koperasi, landasan hukumnya UU No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perkoperasian, kemudian diperbaharui kembali dengan UU No. 25 Tahun 1995 tentang
Perkoperasian , diubah lagi dengan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian;
 Badan hukum Organisasi Kemasyarakatan (Ormas),  telah diperbaharui dengan Undang-undang No.
8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan yang masih berlaku sampai saat ini,
 Badan hukum Partai Politik (PARPOL), pengaturan tentang badan hukum ini, semenjak era reformasi
tahun 1997,  setiap 5 (lima) tahun (sebelum pelaksanaan pemilu)  selalu mengalami revisi, saat ini
badan hukum tentang Parpol diatur dalam Undang-undang N0. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
 Badan hukum Yayasan,  telah diperbaharui dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang
Yayasan dan kemudian diperbahui lagi dengan Undang-undang No. 21 Tahun 2004, dan masih
berlaku sampai sekarang.
 Adapun badan hukum Perkumpulan, sebagaimana disebutkan di atas, sampai saat ini belum
diperbaharui, sehingga berdasarkan Pasal 1 Aturan Peralihan UUD 1945, maka untuk badan hukum
Perkumpulan masih tunduk pada aturan hukum zaman penjajahan berdasarkan asas konkordasi  
(asas hukum yang menyatakan bahwa semua peraturan hukum di Negara penjajah berlaku juga di
Negara jajahannya). Pengaturan mengenai badan hukum Perkumpulan  di Indonesia, diatur dalam
KUHPerdata (“KUHPer“) Buku III bab IX tentang Perkumpulan yaitu Pasal 1653 – Pasal  1665,
kemudian di perbaiki dengan Staatsblad 1870  No. 64 (“Stb.1870-64“) dan disempurnakan dengan
Staatsblad 1939 No. 570 mengenai Perkumpulan Indonesia (Inlandsche Vereniging) (“Stb. 1939-
570″) yang pada awalnya hanya berlaku untuk daerah Jawa Madura saja. Kemudian berdasarkan
Staatsblad 1942 No. 13 jo No. 14 (“Stb. 1942-13 jo 14″) belaku untuk seluruh wilayah Indonesia.

C.Tujuan Kegiatan Kegiatan ini bertujuan: 1. Untuk menganalisis dan mengevaluasi apakah Undang-
Undang tentang Yayasan telah terlaksana sebagaimana mestinya. 2. Untuk menganalisis dan
mengevaluasi peraturan perundangundangan tentang yayasan apa sajakah yang substansinya
disharmoni atau inkonsisten baik secara vertikal maupun secara horizontal. 3. Untuk membuktikan
bahwa peraturan perundang-undangan tentang yayasan yang ada saat ini menjadi salah satu faktor
penyebab tidak terselenggaranya yayasan dengan baik. 4. Untuk memberikan rekomendasi langkah-
langkah yang diperlukan terhadap permasalahan disharmoni peraturan perundang-undangan
tentang yayasan. D. Kegunaan Kegiatan 1. Kegunaan Teoritis Kegunaan teoritis kegiatan ini adalah
untuk data pendukung penyusunan naskah akademis dan untuk memberikan bahan masukan bagi
pemerintah dalam penyusunan Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional terutama yang terkait
dengan yayasan. 2. Kegunaan Praktis Kegunaan praktis kegiatan ini adalah sebagai bahan masukan
bagi pemangku kepentingan dalam membuat kebijakan terkait penyelenggaraan yayasan. E. Metode
Penyusunan Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundangundangan tentang Yayasan ini dilakukan
dengan metode yuridis normatif yang dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama)
data sekunder terutama Peraturan Perundangundangan, hasil penelitian, hasil pengkajian dan
referensi lainnya. Metode ini juga digunakan untuk mengungkapkan berbagai perangkat hukum yang
digunakan dalam mengatur yayasan di Indonesia. Selain itu, untuk mendapatkan pemahaman yang
menyeluruh terkait perkembangan yayasan di negara lain, dilakukan pula pendekatan perbandingan
yaitu dengan negara Amerika Serikat dan Belanda. Pengumpulan data dilakukan dengan meneliti
data mengenai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ketentuan dan tata cara
prosedur pembentukan yayasan dan peraturan perundang-undangan lain dibawahnya yang
berkaitan dengan hal tersebut. Sedangkan untuk teknik pengumpulan data bagi kegiatan ini
dilakukan melalui penelitian kepustakaan.Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari landasan
filosofis, yuridis, sosiologisdan juga berbagai informasi mengenai pelaksanaan yayasan di Indonesia.
Data yang didapatkan atau dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif. Penggunaan
metode analisis kualitatif didasarkan pada dua pertimbangan, yaitu pertama data yang dianalisis
beragam, memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya, serta tidak mudah untuk dikuantitatifkan.
Kedua, data yang dianalisis adalah menyeluruh (comprehensive) dan merupakan satu kesatuan bulat
(holistic). Hal ini ditandai dengan keaneka ragaman datanya serta memerlukan informasi yang
mendalam (indepth information).7

Anda mungkin juga menyukai