Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut Ruland, kemampuan dalam berpikir kritis akan

memberikan arahan yang lebih tepat dalam berpikir, bekerja, dan

membantu lebih akurat dalam menentukan keterkaitan sesuatu dengan

lainnya. Neolaka (2019:76) juga menyatakan bahwa kemampuan berpikir

kritis sangat diperlukan dalam pemecahan masalah atau pencarian solusi.

Menurut Ayu Indri Wijayanti dkk (2015 : 2) Kemampuan berpikir

kritis adalah modal intelektual yang penting dimiliki oleh peserta didik jika

berhadapan dengan permasalahan permasalahan dalam kehidupannya sehari

hari. Pengertian berpikir kritis yang mengatakan bahwa Keterampilan

berpikir kritis merupakan kemampuan dasar untuk memecahkan masalah

Menurut Maulana (2017:5), kemampuan berpikir kritis merupakan

salah satu kemampuan manusia yang sangat umum, sehingga menyentuh

hampir setiap aktivitas berpikir yang dilakukan dalam kehidupan sehari-

hari.

Kemampuan berpikir kritis dapat dikembangkan melalui

pembelajaran matematika di sekolah ataupun perguruan tinggi, yang

menitik beratkan pada sistem, struktur, konsep, prinsip, serta kaitan yang

ketat antara suatu unsur dan unsur lainnya (Maulana, 2008 :39).

Selanjutnya Ruggiero dalam Mujib (2017:188) menyatakan berpikir kritis


merupakan keterampilan hidup, bukan hobi di bidang akademik. Kemudian

ia menambahkan bahwa berpikir kritis adalah hobi berpikir yang bisa

dikembangkan oleh setiap orang, maka hobi ini harus diajarkan di Sekolah

Dasar, SMP, dan SMA. Selain itu proses berpikir setiap siswa berbeda-beda

dalam memcahkan masalah matematika (Yanti & syazali, 2016 : 64-73).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat diambil

kesimpulan mengenai pengertian kemampuan berpikir kritis yaitu sebuah

kemampuan yang dimiliki setiap orang untuk menganalisis ide atau gagasan

ke arah yang lebih spesifik untuk mengejar pengetahuan yang relevan

tentang dunia dengan melibatkan evaluasi bukti. Kemampuan berpikir kritis

sangat diperlukan untuk menganalisis suatu permasalahan hingga pada

tahap pencarian solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

2.2 Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah

Cukwuyenum (2013) menjelaskan berpikir kritis meliputi usaha

seseorang dalam mengumpulkan, menafsirkan, menganalisis dan

mengevaluasi informasi untuk sampai pada simpulan yang dapat diandalkan

dan valid. Sementara itu Shapiro (2000) mengungkapkan berpikir kritis adalah

suatu aktivitas mental yang berkaitan dengan penggunaan nalar yang

menggunakan proses mental seperti memperhatikan, mengkategorikan,

menyeleksi, dan memutuskan pemecahan suatu masalah.

Memahami masalah dengan baik penting untuk dapat memecahkan

masalah (Surya, 2013:45). Selain itu berpikir kritis juga secara sistematis

menganalisis sebuah informasi, tidak hanya menerima begitu saja cara


mengerjakan sesuatu hanya karena selama ini begitu cara mengerjakannya dan

menganggap suatu pernyataan benar hanya karena orang lain

membenarkannya (Surya, 2013:46). Dari penjelasan tersebut dapat dipahami

bahwa berpikir kritis erat kaitannya dengan pemecahan masalah.

Jadi berpikir kritis merupakan aktivitas mental seseorang dalam

mengumpulkan, mengkategorikan, menganalisa, dan mengevaluasi informasi

ataupun bukti agar dapat membuat suatu simpulan untuk memecahkan

masalah.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa berpikir kritis erat

kaitannya dengan pemecahan masalah. Adapun hubungan Pemecahan Masalah

dengan Kemampuan Berpikir Kritis Jika kita perhatikan langkah-langkah

pemecahan masalah yang dikemukakan Polya, maka kita lihat sangat

diperlukan keterampilan/kemampuan berpikir kritis mulai dari memahami

masalah, merencanakan pemecahan, melaksanakan rencana, sampai

melihat/memeriksa Kembali pemecahan yang telah dilaksanakan.

Pada tahap memahami masalah agar siswa dapat memahami masalah

dia harus mempunyai kemampuan interpretasi agar dia memahami secara tepat

masalah matematika yang diajukan kepadanya. Selain itu dia juga harus

mempunyai kemampuan evaluasi untuk mengevaluasi pemikirannya dalam

memahami masalah. Kemampuan inferensi juga diperlukan untuk

mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang ditanya dalam masalah.
Pada tahap merencanakan pemecahan masalah, keterampilan

interpretasi, analisis, dan evaluasi juga diperlukan karena untuk dapat

menentukan rencana apa yang akan dilaksanakan siswa harus mampu

memaknai informasi yang ada pada masalah dan menghubungkan setiap unsur

yang ada pada masalah. Bahkan Polya (1973) mengemukakan bahwa

sesungguhnya kemampuan memecahkan masalah ada pada ide menyusun

rencana pemecahan. Jadi pada tahap ini sangat diperlukan kemampuan

berpikir kritis dari siswa. Pada tahap melaksanakan rencana pemecahan siswa

akan menggali semua konsep dan prosedur yang telah dipelajarinya sehingga

dapat memecahkan masalah dengan benar. Semua keterampilan/kemampuan

berpikir kritis diperlukan di sini terutama kemampuan eksplanasi. Pada tahap

ini siswa mengorganisasikan semua pengetahuan dan konsep matematika yang

telah dimilikinya agar dia berhasil memecahkan masalah. Pada tahap

melihat/memeriksa kembali hasil pemecahan yang telah didapat semua

kemampuan berpikir kritis juga sangat diperlukan untuk menguji apakah

pemecahan masalah yang telah dilaksanakan sudah benar.

Terlihat bahwa pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah

akan melatih siswa berpikir kritis sehingga akan bertumbuh dan berkembang

kemampuan berpikir kritis dalam kehidupannya. Juga dapat dilihat bahwa

pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah sekaligus akan dapat

membelajarkan siswa berpikir kritis. Ada beberapa hal lain yang didapat dari

pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah (Marcut, 2005):


1. Fokus pemecahan masalah adalah perhatian siswa yaitu pada ide-ide

dan indera lebih mengingat fakta.

2. Pemecahan masalah mengembangkan keyakinan siswa bahwa mereka

mampu memecahkan masalah matematika dan bahwa matematika

masuk akal.

3. Melalui pembelajaran dengan pemecahan masalah yang menyenangkan

siswa akan mengingat pelajaran dengan lebih baik.

2.3 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Indikator kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

indikator kemampuan berpikir kritis dari Perkins & Murphy (Kurniasih,2010: 56-

57) yang membagi tahap berpikir kritis menjadi 4 tahap sebagai berikut.

1) Tahap Klarifikasi (clarification)

Tahap ini merupakan tahap menyatakan, mengklarifikasi, menggambarkan

(bukan menjelaskan) atau mendefinisikan masalah. Aktivitas yang

dilakukan adalah menyatakan masalah, menganalisis pengertian dari

masalah, mengidentifikasi sejumlah asumsi yang mendasari,

mengidentifikasi hubungan diantara pernyataan atau asumsi,

mendefinisikan atau definisi pola-pola yang relevan.

2) Tahap Assesmen (assesment)

Tahap ini merupakan tahap menilai aspek-aspek seperti membuat

keputusan pada situasi, mengemukakan fakta-fakta argumen atau

menghubungkan masalah dengan masalah yang lain. Aktivitas yang


dilakukan adalah penalaran yang dilakukan relevan, menentukan kriteria

penilaian seperti kredibilitas sumber, membuat penilaian keputusan

berdasarkan kriteria penilaian atau situasi atau topik, memberikan fakta

bagi pilihan kriteria penilaian.

3) Tahap strategi/taktik (strategy/tactic)

Tahap ini merupakan tahap mengajukan, mengevaluasi sejumlah tindakan

yang mungkin. Aktivitas yang dilakukan antara lain melakukan tindakan,

menggambarkan tindakan yang mungkin, mengevaluasi tindakan, dan

memprediksi hasil tindakan.

4) Tahap penyimpulan (inference)

Tahap ini menunjukkan hubungan diantara sejumlah ide, menggambarkan

kesimpulan yang tepat dengan deduksi dan induksi, menggeneralisasi,

menjelaskan (bukan menggambarkan) dan membuat hipotesis. Aktivitas

yang dilakukan antara lain membuat deduksi yang tepat, membuat

kesimpulan yang tepat, membuat generalisasi, mendeduksi hubungan di

antara sejumlah ide-ide.

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini mengadaptasi dari

indikator tersebut. Indikator kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan

pada penelitian ini disajikan pada tabel 2.1 sebagai berikut.

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

N Kemampuan
Berpikir Kritis Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
o
1 Klarifikasi Menyatakan masalah
2 Assesment Memberikan fakta
3 Strategi Mengevaluasi tindakan
4 Inferensi Membuat kesimpulan
2.4 Ruang Lingkup Materi

Adapun ruang lingkup dalam materi aritmatika sosial berdasarkan

kurikulum 2013 dalam buku matematika SMP/MTs kelas VII semester 2

adalah sebagai berikut.

2.4.1 Tinjauan Materi Aritmetika Sosial

Kompetensi inti dalam materi pokok ini adalah mencoba,

mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai,

merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis,

membaca, menghitung,menggambar, dan mengarang) sesuai dengan

yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut

pandang/teori. Sedangkan kompetensi dasarnya adalah menggunakan

konsep aljabar dalam menyelesaikan masalah aritmatika sosial

sederhana. Materi matematika aritmetika sosial ini menyangkut

kehidupan sosial, terutama penggunaan mata uang. Hampir setiap

aktivitas manusia berkaitan dengan penggunaan uang, baik digunakan

dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangga,kegiatan usaha

perorangan dan badan maupun dalam bidang pemerintahan. Uang juga

jadi penentu nilai dari suatu barang.Materi aritemtika sosial dalam

penelitian ini meliputi harga pembelian, harga penjualan, untung rugi,

persentase untung/rugi terhadap harga pembelian, diskon, pajak, bruto,

netto, tara, dan bunga tunggal.Berikut adalah uraian materi tersebut.


2.4.2 Harga Pembelian, Harga Penjualan, Untung, dan Rugi

Harga penjualan diperoleh dari harga suatu sesuatu barang yang

dijual dan harga pembelian diperoleh dari harga sesuatu barang yang

dibeli. Keuntungan diperoleh jika harga penjualan lebih tinggi dari ada

harga pembelian dan kerugian diperoleh jika harga penjualan lebih

rendah dari pada harga pembelian. Dapat disimpulkan sebagai berikut:

Rugi = Harga Pembelian – Harga penjualan

Dengan syarat penjualan kurang dari harga


pembelian

Untung = Harga penjualan – harga pembelian

Dengan syarat penjualan lebih dari harga pembelian

2.4.3 Persentase Untung/Rugi terhadap Harga Pembelian.

Besarnya untung atau rugi dapat dinyatakan dalam persen (%). Biasanya,

persentase untung atau rugi terhadap harga pembelian atau modal (kecuali

ada ketentuan lain).

Untung
Persentase Untung = ×100 %
Harga Pembelian

Rugi
Persentase Rugi = ×100 %
Harga Pembelian
2.4.4 Diskon (Rabat) dan Pajak

Diskon (rabat) adalah potongan harga suatu barang, yang biasanya

dalam bentuk persen (%). Misalkan diskon suatu barang adalah a %, maka

nilai diskon adalah:

a
Nilai diskon = ×harga barang sebelum diskon.
100

Pajak adalah kewajiban masyarakat untuk menyerahkan Sebagian

kekayaan kepada negara berdasarkan undang-undang. Hasil dari pajak

digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan umum. Ada macam-macam

pajak, antara lain:

a. Pajak Pertambahan (PPn)

Yaitu pajak yang dikenakan ketika membeli barang. Besar PPn

merupakan perbandingan (dalam persen) terhadap harga barang yang

dibeli.

Besar PPn yang harus dibayar = Besar PPn (dalam persen) × harga

pembelian

Harga beli konsumen = harga mula-mula – besar PPn yang harus di

bayar

b. Pajak Penghasilan (PPh)


Yaitu pajak yang dikenakan pada penghasilan seseorang jika

penghasilannya telah melewati batas minimal penghasilan terkena

pajak.

Besar PPh merupakan perbandingan (dalam persen) terhadap

penghasilan terkena pajak.

Besar PPh yang harus dibayar = Besar PPh (dalam persen) ×

penghasilan

terkena pajak Penghasilan yang diterima pegawai = penghasilan kotor –

besar PPh yang harus di bayar.

2.4.5 Bruto, Netto, dan Tara.

Bruto atau berat kotor adalah berat suatu barang dengan

kemasannya/tempatnya. Netto atau berat bersih adalah berat suatu barang

tanpa kemasan/tempatnya. Sedangkan Tara adalah berat kemasan/tampat

suatu barang. Beberapa rumus untuk menentukan Bruto, Netto, dan Tara

Bruto = Netto – Tara

Netto = Bruto – Tara

Tara = Bruto – Netto

Jika diketahui persen Tara dan Bruto, maka dapat digunakan rumus:

Tara = Persen Tara × Bruto

Untuk menentukan harga bersih setelah memperoleh potongan berat (tara)

dapat dirumuskan:

Harga
Harga bersih = Netto ×
Satuan
Menghitung persentase tara:

Tara
Persen tara = × 100%
Bruto

2.4.6 Bunga Tunggal

Bunga tunggal adalah bunga uang yang diperoleh pada setiap akhir

jangka waktu tertentu yang tidak mempengaruhi besarnya modal. Modal

dalam hal ini besarnya tetap dan tidak berubah. Besarnya bunga berbanding

senilai dengan persentase dan lama waktunya dan umumnya berbanding

senilai pula dengan besarnya modal. Jika modal sebesar M ditabung dengan

bunga b% setahun,maka besarnya bunga tunggal (B) dirumuskan sebagai

berikut.

(1) Setelah t tahun, besarnya bunga:

b
B=M x xt
100

(2) Setelah t bulan, besarnya bunga:

b t
B=M x x
100 12

(3) Setelah t hari (satu tahun adalah 365 hari), besarnya bunga:

b t
B=M x x (Rahman 2016:329)
100 365

2.5 Penelitian Relevan


2.5.1 Penelitian oleh Tri Agustin Puja Pertiwi (2018) berjudul “Analisis

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VII F SMPN 5 Mataram dalam

Pemecahan Masalah Materi Segiempat dan Segitiga Tahun Ajaran

2017/2018” menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dalam

pemecahan masalah secara umum dominan berada pada level 1 dan level 2

dengan jumlah masing-masing level adalah 11 orang dari 27 orang.

Kemudian siswa yang berada pada level 3 terdapat 3 orang dan level 4

terdapat 2 orang. Hal ini dapat dilihat pada lembar jawaban siswa dalam

menyelesaikan soal tes yang diberikan. Kemudian untuk indikator berpikir

kritis yaitu kemampuan interpretasi dominan pada menulis yang diketahui

dan ditanyakan dari soal dengan tepat tetapi kurang lengkap. Kemudian,

kemampuan analisis dominan pada menuliskan konsep dari soal yang

diberikan tetapi tidak tepat. Selanjutnya, kemampuan menarik kesimpulan

dominan pada menuliskan kesimpulan yang tidak tepat dan tidak lengkap.

Kemampuan eksplanasi dominan pada mengemukakan alasan yang tidak

tepat dan tidak sesuai dengan konteks soal.

2.5.2 Penelitian oleh Nunung Nisa’ul Kasanah (2015) berjudul “Analisis

Penyelesaian Soal Cerita dalam Pembelajaran Matematika Berdasarkan

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII Pada Materi Aljabar”

menyimpulkan bahwa dari penelitian ini didapatkan hasil dengan tiga

tingkatan kemampuan berpikir kritis yaitu siswa dengan kemampuan tinggi

berdasarkan hasil tes berada pada kriteria sangat baik dengan presentase

79%, berdasarkan hasil observasi saat pembelajaran berlangsung, siswa


dengan kemampuan tinggi ini berada pada kriteria baik dengan presentase

70%. Siswa dengan kemampuan sedang berdasarkan hasil tes kemampuan

berpikir kritis berada pada kriteria baik dengan presentase 61% dan

berdasarkan hasil observasi berada pada kriteria baik dengan presentase

52.5%. Sedangkan siswa dengan kemampuan rendah berdasarkan hasil tes

memiliki kriteria cukup dengan presentase 47% dan berdasarkan hasil

observasi dikelas berada pada kriteria kurang dengan presentase 45%.

2.6 Kerangka Berpikir

Dalam menyelesaikan soal cerita dibutuhkan proses kemampuan

berpikir. Salah satunya adalah berpikir kritis. Berpikir kritis adalah

kemampuan menganalisis atau menelaah suatu ide atau gagasan setelah

memahami suatu ide atau gagasan tersebut. Berpikir kritis juga dianggap

sebagai kemampuan yang perlu untuk dikembangkan agar meningkatnya

kualitas apa yang ada pada diri seseorang.

Kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilihat dari penyelesaian

masalah yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal cerita secara

runtut sesuai dengan indikator. Adapun indikator berpikir kritis meliputi

merumuskan pokok-pokok permasalahan (klarifikasi), kemampuan

memberikan alasan untuk menghasilkan argumen yang benar (assessment),

menyelesaikan masalah dengan beragam alternatif penyelesaian

berdasarkan konsep (strategi dan taktik), serta menarik kesimpulan dengan

jelas dan logis dari hasil penyelidikan (inferensi). Merumuskan pokok-

pokok permasalahan (klarifikasi) dalam soal cerita, artinya siswa dapat


menuliskan apa yang diketahui dengan tepat berdasarkan masalah atau

informasi yang ada pada soal. Kemampuan memberikan alasan untuk

menghasilkan argumen yang benar (assessment) dalam soal cerita, artinya

siswa dapat memahami maksud dari informasi yang ditulisnya, mampu

memberikan argumen yang tepat berdasarkan masalah atau informasi yang

ada serta dapat memberikan alasan yang jelas dan logis. Menyelesaikan

masalah dengan beragam alternative penyelesaian berdasarkan konsep

(strategi dan taktik) yang dimaksudkan dalam soal cerita adalah siswa

dapat menyelesaikan masalah dengan tidak hanya menggunakan satu cara

saja, melainkan dengan lebih dari satu cara. Menarik kesimpulan dengan

jelas dan logis dari hasil penyelidikan (inferensi) dalam soal cerita, artinya

siswa dapat menarik kesimpulan dengan jelas dan logis dari suatu masalah

atau informasi yang terdapat pada soal. Apabila siswa menyelesaikan soal

tersebut sesuai dengan indikator, maka dapat dikatakan siswa tersebut

memiliki kemampuan berpikir kritis yang tinggi

Deskripsi kemampuan berpikir kritis ini merupakan langkah awal

untuk mengetahui bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa.

Kemampuan berpikir kritis siswa dapat dilakukan dengan bermacam cara,

salah satu cara mengukur kemampuan berpikir kritis adalah dengan

memberikan soal cerita berbentuk tes esai dalam materi Aritmetika Sosial

dan dilakukannya wawancara terhadap siswa. Hasil analisis data tersebut

kemudian dijadikan kesimpulan mengenai kemampuan berpikir kritis

siswa kelas VIII SMPN 1 Labuhan Haji. Setelah diketahui bagaimana


kemampuan berpikir kritis siswa dapat digunakan sebagai acuan untuk

upaya-upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam

pembelajaran matematika. Adapun kerangka berpikir yang disajikan dalam

bentuk diagram sebagai berikut.

Berpikir
Kritis

Soal Cerita Wawancara

Indikator Kemampuan Berpikir Kritis,


yaitu: Pedoman Wawancara

1. Klarifikasi
2. Assesment
3. Strategi/taktik
4. Kesimpulan

Mengkategorikan Berpikir Kritis Siswa


dilihat dari Soal Cerita dan Wawancara

Kesimpulan Mengenai Kemampuan Berpikir


Kritis Siswa

Gambar 2.1 Diagram Kerangka Berpikir


BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai

berikut.

Kemampuan berpikir kritis siswa dalam menyelesaikan soal cerita

materi aritmatika sosial menunjukkan siswa telah mampu dalam

merumuskan pokok-pokok permasalahan dari suatu masalah atau

informasi, siswa belum mampu dalam memberikan alasan untuk

menghasilkan argumen yang benar, siswa telah mampu menyelesaikan

masalah dengan beragam alternatif penyelesaian berdasarkan konsep,

dan siswa juga telah mampu dalam menarik kesimpulan dengan tepat dan lengkap.

Dari 3 kategori tersebut bahwa ada 3 orang siswa dengan kategori tinggi,

dapat menunjukkan bahwa melalui tahap klarifikasi, assesment, strategi, dan

inferensi. Dengan sub indikator yang dilakukan yaitu dapat menentukan pokok

permasalahan dengan menyebut informasi yang diketahui dan ditanyakan dari

permasalahan dengan kurang lengkap, dapat menentukan keputusan atau

menentukan pertanyaan penting dalam soal dengan tepat dan lengkap, dapat

menentukan langkah-langkah penyelesaian yang mengarah pada solusi dengan

tepat dan lengkap, dan dapat membuat kesimpulan yang sesuai dengan langkah-

langkah penyelesaian masalah yang telah dilakukan dengan tepat dan lengkap.
Subjek dengan kategori sedang terdapat 5 orang siswa yang berkemampuan

sedang, yang dapat menunjukkan bagian klarifikasi bahwa mereka melalui tahap

klarifikasi dengan tidak sama sekali menuliskan diketahui dan ditanyakan dalam

soal, selanjutnya pada bagian assesment,strategi dan inferensi menuliskan dengan

tidak tepat, namun ada 2 orang siswa yang melalui bagian tersebut dengan tepat

dan lengkap.

Selanjutnya kategori rendah terdapat 12 orang siswa yang berkemampuan

rendah mereka melalui tahap klarifikasi tidak dapat menentukan pokok

permasalahan dengan menyebut informasi yang diketahui dan ditanyakan, tahap

assesment tidak dapat menentukan keputusan penting dalam soal, tahap startegi

tidak dapat menentukan langkah – langkah penyelesaian yang mengarah pada

solusi, kemudian untuk tahap inferensi tidak dapat membuat kesimpulan yang

sesuai dengan langkah – langkah nya. namun ada 3 orang siswa yang melalui tahap

klarifikasi tersebut dengan kurang lengkap. Sebagian ada yang melalui tahap

assesment dengan kurang lengkap, dan pada tahap strategi terdapat 2 orang siswa

dengan tidak tepat. Tahap inferensi terdapat 6 orang siswa dengan tidak tepat.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian ini, maka peneliti

memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi guru hendaknya perlu mengetahui seberapa jauh kemampuan

berpikir kritis siswa untuk dimaksimalkan, agar pada pembelajaran yang

akan datang bisa mendapatkan proses pembelajaran dengan hasil yang


maksimal. Soal-soal yang diberikan kepada siswa hendaknya juga selalu

diarahkan pada soal pemecahan masalah agar siswa nantinya mampu

menerapkan kemampuan berpikir kritis yang dimiliki untuk mengambil

keputusan dan memecahkan masalah berkaitan dengan soal cerita yang

terkait dengan kehidupan sehari-hari.

2. Bagi peserta didik, hendaknya dapat lebih fokus pada saat pembelajaran

berlangsung dan senantiasa membiasakan diri untuk mengerjakan soalsoal

pemecahan masalah dengan teliti dan tidak tergesa-gesa dalam

melakukan perhitungan agar kemampuan pemecahan masalah yang

dimiliki dapat meningkat.

3. Bagi Peneliti Lain diharapkan agar lembar jawaban siswa dikembalikan

agar siswa sendiri tahu, dimana letak kesalahannya dan bisa memperbaiki

dan digunakan untuk belajar dirumahnya. serta hendaknya melalukan

penelitian yang relevan dengan penelitian ini pada materi lain.


4.

DAFTAR PUSTAKA

A, M. Sardiman. (1996). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:


PT.Raja Grafindo Persada.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktek.
Chukwuyenum, A. N. (2013). Impact Of Critical Thingking Of Performance in
Mathematics Among Secondary School Student in Lagos State. Journal Of
Research & Metode in Education, 3(5), 18-25.
Djaali. (2014). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ekawati E , d. S. (2011). Modul : Pengembangan Instrumen Penilaian
Pembelajaran Matematika SD/SMP.
Khasanah. U, d. S. (2015). Kesulitan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Pada
Siswa SMP.Prosding Seminar Nasional Pendidikan Matematika UMS.
ISBN: 978-602-719-934-7
Kurniasih, A. W. (2010). Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa
Prodi Pendidikan Matematika FMIPA UNNES dalam menyelesaikan
Masalah Matematika. Seminar nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika, 56-57.
Marcrut, I. (2005). Critical Thingking-Aplied to The Metodology Of Teaching
Mathematics . University.
Maulana. (2008). Pendekatakan Metakognitif sebagai Alternatif Pembelajaran
Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
PGSD. jurnal Pendidikan Dasar, 10, 39-46.
Maulana. (2017). Konsep Dasar Matematika dan Pengembangan Kemampuan
Berpikir Kritis-Kreatif. .
Maulana. (2018). Dasar-dasar Konsep Peluang. Sebuah Gagasan Pembelajaran
Dengan Pendekatan Metakognitif.
Mujib, M. (2017). Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Berdasarkan Kecerdasan
Mutiple Intelligens. Jurnal Pendidikan Matematika, 8(2), 187-196.
Muliana , S. D. (2016). Analisis Proses Berpikir Kritis Siswa kelas VIII DSMP
Negeri 1 Gambut. dalam Prosisng Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika 1(1), 254-264.
Neolaka , A. (2019). Isu-isu Pendidikan: Utama dan Tetap Penting Namun
Terabaikan. Jakarta: PRENAMEDIA GROUP.
Polya, G. (1973). How to Solve it (New Mathematics Method) (Second Edition
ed.). New Jersey: Prence University Press.
Pratama. L.D, d. L. (2017). Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dalam
Menyelesaikan soal Performance Task. Seminar Matematika dan
Pendidikan Matematika UNY.
Pratiwi, W. (2016). Analisis Kesulitan Belajar Siswa pada Materi Himpunan di
SMP Muhammadiyah 10 Surakarta Tahun Pelajaran 2015/2016.Surakarta.
Putri, R. (2015). Analisis Keterampilan Metakognitif Siswa dalam Menyelesaikan
Masalah Aritmatika Berbasis Polya Subpokok Bahasan Garis dan Sudut
Kelas VII-C di SMP Negeri 1 Genteng Banyuwangi. Artikel Ilmiah
Mahasiswa UNEJ, 2 (1), 1-7.
Rahman, A. D. (2016). Pegangan Belajar Matematika Untuk SMP/MTS Kelas VII.
Balitbang: Depdiknas.
Retna, M. S. (2013, September). Proses Berpikir Siswa dalam Menyelesaikan Soal
Cerita Ditinjau Berdasarkan Kemampuan Matematika (The Student
Thinking Process in Solving Math Story Problem). Jurnal Pendidikan
Matematika STKIP PGRI , 1(2337- 8166), 71-82.
Riyadi, E. S. (2016). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Masalah
Matematika Matematika Kontekstual Pada Materi Segiempat Berdasarkan
Analisis Nnewman DItinjau dari Perbedaan Gender ( Studi Kasus Pada
Siswa Kelas VII SMPN 20 Surakarta ). Jurnal Elektronika Pembelajaran
Matematika, 4(7), 2-2.
Shapiro. (2000). Thingking About Mathematics: The Philosopy Of Mathematics.
New York: OXFORD University Press.
Sugiyono. (2010). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono.(2015). Metode Penelitian Manajemen. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alpabeta Bandung.
Suherman, E. D. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer .
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Surya, H. (2013). Cara Belajar Orang Genius . Jakarta: Gramedia.
Wijayanti dkk, A. I. (2015). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V
Dalam Pembelajaran Ipa di SD 3 Gugus X Kecamatan Buleleng. e-journal
PGSD Universitas Ganesha, 3(1), 5.
Yanti, D. (2016). Analisis Proses Berpikir Siswa dalam Memecahkan Masalah
Matematika berdasarkan Langkah-langkah Bransford dan Stein Ditinjau
dari Adversitu Outient.

Anda mungkin juga menyukai