Anda di halaman 1dari 112

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIV (Human

Immunodeficiency Virus) AIDS (Acquired ImmunodeficiencySyndrome) DI


RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM RSUP. DR. M. DJAMIL

PADANG

STUDI KASUS

BELA MONIKA FABIOLA

NIM 18112140

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

TAHUN 2021

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Permasalahan mengenai kesehatan reproduksi sudah sepantasnya

menjadi perhatian berbagai pihak. Tingginya angka pecandu narkoba,

HIV/AIDS, seks bebas, hamil di luar nikah, dan aborsi merupakan bukti

rusaknya tata pergaulan, yang tidak lain merupakan dampak langsung dari

sistem sekularisme-kapitalisme, serta akibat dari sistem pendidikan yang tidak

mementingkan nilai-nilai moral. Hal tersebut menjadikan para pelajar bergaya

hidup materalis dan hedonis. Sementara budaya sekuler liberal mendorong

munculnya berbagai rangsangan seksual melalui berbagai media, yang dengan

mudah bisa diakses oleh para pelajar. Semua itu di tambah dengan kemudahan

dalam mengakses internet, yang telah berdampak sangan serius pada

kerusakan generasi muda di Indonesia.(Mega, 2017)

Perilaku seksual merupakan bagian alamiah dari kehidupan yang

merupakan bentuk tindakan yang di dasari rasa keinginan atau hasrat seksual

terhadap lawan atau sesama jenis. Karena orang yang didalam masa transisi

kehidupan sedang mengalami perubahan biologis, kognitif dan sosial-


emosional serta proses kematangan produksi dan seksualnya. Sedangkan

seorang pada masa transisi awal menggunakan narkoba awal hanya sekedar

coba-coba dan mengikuti teman atau lingkungan, sehingga lama kelamaan

menjadi pecandu pemakai narkoba tersebut baik di konsumsi dengan

menghisap atau dengan menggunakan jarum suntik yang di pakai secara terus

menerus. Karena seringnya melakukan seks bebas dan pengguna narkoba

dengan jarum suntik memicu terjadi suatu penyakit HIV/AIDS.(Muflih, 2017)

HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia termasuk

di Indonesia karena dampak nya bagi kesehatan dapat menyebabkan

penurunan daya tahan tubuh, infeksi oportunistik, dan menyebabkan

kematian. UNAIDS telah mengeluarkan data pravelensi kasus HIV/AIDS di

dunia selalu mengalami peningkatan setiap tahun nya.(Dhika dkk, 2018)

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

RNA yang spesifik menyerang imunitas atau sistem kekebalan tubuh yang

kemudian menyebabkan Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).

Infeksi HIV berjalan dengan sangat progresif dalam merusak sistem

kekebalan tubuh, sehingga infeksi yang di sebabkan oleh jamur, parasite,

bakteri, ataupun virus tida bisa di tahan oleh tubuh penderita. HIV termasuk

ke dalam famili retrovirus dengan sub-class lentivirus yaitu virus berselubung

yang mempunyai enzim yang mampu mensintesis kopi DNA (Asam


Deoksiribonukleat) dari genom RNA (Asam Ribonukleat), yaitu enzim

reseverse transcriptase.(Agus dkk, 2020)

Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom

retroviral akut atau Acute Retroviral syndrome. Sindrom ini diikuti oleh

penurunan jumlah CD4 dan peningkatan kadar RNA HIV dalam plasma. CD4

secara perlahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan

CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam

keadaan AIDS. Viral load (jumlah virus HIV dalam darah) akan cepat

mningkat pada awal infeksi dan pada fase akhir penyakit akan ditemukan

jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti timbulnya infeksi oportunistik,

berat badan turun secara cepat dan muncul komplikasi neurologis. Pada pasien

tanpa pengobatan ARV, rata – rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun <

200/mm3 adalah 3,7 tahun.(Ririy febrina, 2018)

WHO menyampaikan bahwa komunitas internasional berkomitmen

untuk mengakhiri epidemic AIDS sebagai ancaman kesehatan masyarakat di

tahun 2030. Salah satu strategi yang di tempuh yaitu dengan pendekatan

people centered treatment approach dibangun dengan landasan hak asasi dan

keseimbangan kesehatan. Diharapkan strategi ini mampu menurunkan kasus

HIV baru dan menurunkan kematian akibat HIV. Terapi HIV jangka panjang

juga memerlukan pendekatan yang komprehensif terhadap ODHA (orang

dengan HIV/AIDS).(Herleeyana, 2018)


Di Indonesia sendiri kasus HIV/AIDS juga terlihat meningkat setiap

tahunnya. Berdasarkan data kementrian kesehatan Republik Indonesia, pada

tahun 2014 tercatat 32.711 kasus HIV baru. Terapi jangka panjang juga perlu

dimonitoring efek samping ataupun gejala toksisitas ARV pada pasien.

Pemantauan derajat toksisitas dibagi menjadi tahap 1 (ringan), tahap 2

(sedang), tahap 3 (berat), dan tahap 4 (potensial mengancam jiwa)

Pengobatan antiretroviral (ARV) kombinasi merupakan terapi terbaik

bagi pasien terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) hingga saat ini.

Tujuan utama pemberian ARV adalah untuk menekan jumlah virus (viral

load), sehingga akan meningkatkan status imun pasien HIV dan mengurangi

kematian akibat infeksi opurtunistik. Antiretroviral selain sebagai antivirus

juga berguna untuk mencegah penularan HIV kepada pasangan seksual,

maupun penularan HIV dari ibu ke anaknya. Hingga pada akhirnya di

harapkan mengurangi jumlah kasus orang terinfeksi HIV baru di berbagai

negara.(Teguh, 2017)

Di Indonesia sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah Orang

Dengan HIV dan AIDS (ODHA) pada kelompok orang berperilaku resisko

tinggi tertular HIV, yaitu para pekerja seks dan pengguna NAPZA suntikan

(penasun), kemudian diikuti dengan peningkatan pada kelompok lelaki yang

berhubungan seks dengan lelaki (LSL) dan perempuan beresiko rendah. Saat

ini dengan prevalensi rerata sebesar 0,4% sebagian besar wilayah di Indonesia
termasuk dalam kategori daerah dengan tingkat epidemi HIV terkonsentrasi.

Sementara itu, Tanah Papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas,dengan

prevalensi HIV sebesar 2,3%. Prevalensi global HIV meningkat dari 31,0 juta

pada tahun 2002, menjadi 35,3juta di tahun 2012, karena orang – orang yang

menggunakan terapi antiretroviral hidup lebih lama, sedangkan insiden global

telah menurun dari 3,3 juta pada tahun 2002, menjadi 2,3 juta pada tahun

2012. Pemahaman mengenai mekanisme infeksi, perjalanan klinis infeksi HIV

dan pentingnya peran reservoir infeksi dalam penularan HIV diharapkan dapat

terus menekan kejadian baru HIV di masyarakat.(Afif dkk,2019)

Berdasarkan data dari world healt organization (WHO) menyatakan

bahwa HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan global dan tercatat

sebagai penyebab kematian 32 juta orang di dunia. Sejak pertama kali

ditemukan tahun 1987 sampai dengan Juni 2019, HIV/AIDS telah dilaporkan

oleh 436 (90,07%) kabupaten/kota diseluruh provinsi di Indonesia. Jumlah

kasus HIV/AIDS yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2019

mengalami kenaikan tiap tahunnya.

Di Indonesia, data kumulatif HIV yang dilaporkan dari bulan Oktober

sampai dengan Desember 2019 sebanyak 14.038 orang, dimana sebagian

besar pada kelompok umur 25 – 49 tahun (68,3%). Faktor resiko dari kasus

HIV yang dilaporkan 19% merupakan Lelaki Seks Lelaki (LSL) dan 18%

heteroseksual. Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan


Desember 2019 sebanyak 377.584 (65,5% dari target 90% estimasi odha

tahun 2016 sebanyak 640.443). Kasus AIDS yang dilaporkan dari tahun 2005

sampai dengan 2019 sebanyak 121.101 orang dimana jumlah kasusnya

relative stabil setiap tahun. (kemenkes,RI 2019)

Angka kejadian HIV/AIDS di Sumatera Barat pada tahun 2018 yaitu

971 orang, pada tahun 2019 mengalami penurunan yaitu angka kejadian

HIV/AIDS sebanyak 799 orang, sedangkan pada tahun 2020, sebanyak 448

kasus (kemenkes, RI 2020)

Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos) mengungkapkan

HIV/AIDS adalah virus dan penyakit yang mematikan dalam tubuh manusia,

dimana saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkannya. Setiap orang

yang terinfeksi HIV/AIDS akan mengalami berbagai permasalahan besar,

karena mempunyai dampak yang luas dan kompleks baik masalah fisik,

psikologis maupun sosial (Ners Jurnal Keperawatan Vol 11,2015)

Angka kejadian HIV/AIDS di RSUP DR.MDJamil Padang

berdasarkan Data Registrasi pada tahun 2018 sebanyak 342 kasus, pada tahun

2019 sebanyak 461, pada tahun 2020 sebanyak 332.

Dampak buruk HIV/AIDS baik dari segi kesehatan penderita

HIV/AIDS akan mudah terserang berbagai penyakit ringan hingga berat

dikarenakan daya tahan tubuhnya semakin melemah dan memberikan dampak


buruk lain bagi kesehatan penderita. Dalam jangka panjang penderita

HIV/AIDS pada umumnya akan berujung pada kematian. Dari segi social

kemasyarakatan, penderita HIV/AIDS rentan mengalami diskriminasi oleh

masyarakat karena penderita HIV/AIDS dianggap memiliki perilaku amoral

dan masyarakat mengganggap bahwa AIDS merupakan penyakit menural

berbahaya (Rian,2019)

Dampak lain yang ditimbulkan HIV/AIDS adalah infesi opurtunistik

(OI), ini merupakan penyebab kematian utama penyandang AIDS dengan

persentase 90%. Dampak penyakit infeksi opurtunistik yang dominan muncul

pada penyandang AIDS adalah tuberculosis paru (50%), hepatitis (30%),

kandidias (25%) serta (33%) pneumonia. (Aghina,2015)

Perawat harus mempunyai kemampuan berupa pengetahuan dan

keterampilan yang baik untuk pasien maupun dirinya didalam menghadapi

masalah yang menyangkut etika. Perawat harus berfikir secara rasional, bukan

emosional dalam membuat keputusan etis. Dengan kata lain, perawat harus

dapat berfikir secara logis, dan tak mendahulukan perasaan dan emosionalnya.

(Nasution, 2020)

Peran perawat dalam melakukan pelayanan asuhan keperawatan untuk

pasien HIV/AIDS adalah sebagai konseling, perawat sebagai tempat

konsultasi terhdap masalah keperawatan HIV/AIDS yang tepat untuk yang


diberikan kepada klien. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap

informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan HIV/AIDS yang diberikan

kepada klien. (budiono,2015)

Pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien

merupakan bentuk pelayanan profesional yang bertujuan untuk memulihkan

dan meningkatkan kemamouan diri pasien. Perilaku perawat yang tidak

membedakan saat memberikan perawatan antara pasien yang terinfeksi

maupun tidak terinfeksi HIV/AIDS dapat memberikan arti yang cukup besar

bagi kesembuhan pasien. (Nursalam dan Ninuk, 2018)


B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan dengan latar belakang yang sudah diuraikan diatas maka

dapat dirumuskan

Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS di Ruangan

Penyakit Dalam RSUP. DR. MDJAMIL Padang.

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam pembuatan proposal ini adalah agar dapat gambaran

nyata dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan tentang

penerapan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS di ruangan

penyakit dalam RSUP. DR. MDjamil Padang.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada pasien

yang menderita HIV/AIDS di Ruang Penyakit Dalam RSUP. DR.

Mdjamil Padang.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien yang

menderita HIV/AIDS di Ruang Penyakit Dalam RSUP. DR. Mdjamil

Padang.

c. Mampu menyusun intervensi keperawatan yang timbul pada pasien

yang menderita HIV/AIDS di Ruang Penyakit Dalam RSUP. DR.

Mdjamil Padang.

d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien yang

menderita HIV/AIDS di Ruang Penyakit Dalam RSUP. DR. Mdjamil

Padang.

e. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien yang

menderita HIV/AIDS di Ruang Penyakit Dalam RSUP. DR. Mdjamil

Padang.

f. Mampu mendokumentasikan setiap asuhan keperawatan yang di

berikan pada pasien yang menderita HIV/AIDS di Ruang Penyakit

Dalam RSUP. DR. Mdjamil

Padang.

D. MANFAAT PENULISAN

1. Bagi pasien

Meningkatkan pemahaman dan peran pasien untuk melakukan

perawatan pada pasien yang menderita HIV/AIDS.

2. Bagi institusi
Sebagai bahan referensi institusi dalam memahami asuhan

keperawatan pada pasien yang menderita penyakit HIV/AIDS,

sehingga dapat manambah pengetahuan dan acuan dalam memahami

asuhan keperawatan pada pasien penderita penyakit HIV/AIDS.

3. Bagi institusi Rumah Sakit

Memahami laporan dalam bentuk dokumentasi asuhan

keperawatan pada tim kesehatan Rumah Sakit dalam asuhan

keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi HIV/AIDS

Humman Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus yang

menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive

T-sel dan makrofag komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan

menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan

terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan

mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sedangkan Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS) menggambarkan berbagai gejala dan

infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV

telah ditetapkan sebagai penyebab AIDS, tingkat HIV dalam tubuh dan

timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV

telah berkembang menjadi AIDS (Hoyle,2017;180)

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

gejala penyakit yang disebabkan oleh Humman Immunodeficiency Virus

(HIV). Penderita yang terinfeksi HIV dinyatakan sebagai penderita AIDS

ketika menunjukkan gejala atau penyakit tertentu yang merupakan akibat dari
penurunan daya tahan tubuh yang disebabkan virus HIV atau tes darah

menunjukkan jumlah DC4 < 200/mm (Depkes RI, 2019;98)

AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome) adalah penyakit infeksi

yang menular (gejalanya adalah kelompok tanda-tanda dan gejala yang

dihubungkan dengan sakit atau penyakit tertentu). Penyakit ini ditularkan

lewat kontak seksual, berbagai jarum yang tercemar dan menerima darah yang

terinfeksi serta alat-alat untuk trasfusi darah. Perempuan hamil yang terinfeksi

AIDS dapat menularkan penyakit itu kepada anaknya.(Dr.Boyke,2010;187)

2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 anatomi sistim imun


Sistem imun adalah kemampuan untuk melawan hampir semua

organisme atau toksin yang cenderung masuk ke jaringan organ. Kemampuan

ini dinamakan imunitas (kekebalan) yang khusus untuk membentuk antibody

serta limfosit untuk menyerang dan menghancurkan mikroorgansime spesifik

atau toksin.

Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur

pathogen, misalnya bakteri, virus, fungus, protozoa, dan parasite yang dapat

menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada orang yang

normal umumnya singkat dan jarang meninggalkan kerusakan permanen. Hal


ini disebebkan tubuh manusia memiliki suatu sistem yang disebut sistem imun

yang memberikan respons imun sangat bergantung pada kemampuan sistem

imun untuk mengenali mulekul asing (antigen) yang terdapat pada pathogen

potensial dan kemudian membangkitkan reaksi yang tepat untuk

menyingkirkan sumber antigen bersangkutan. Proses pengenalan antigen

dilakukan oleh unsure utama sistem imun – yaitu linfosit – yang kemudian

diikuti oleh faktor efektor yang melibatkan beberapa jenis sel. Sel-sel yang

terdapat dalam jaringan ini berasal dari sel induk (stem cell) dalam sumsum

tulang yang berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel kemudian beredar

dalam tubuh melalui darah, getah bening, serta jaringan limfiod dan dapat

menunjukkan respon terhadap suatu ransangan sesuai dengan sifat dan

fungsinya masing-masing. Ransangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila

ke dalam tubuh masuk suatu zat yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap

asing. Lalu sistem imun membedakan zat asing (non-self) dari zat yang

berasal dari tubuh sendiri (self). Pada beberapa keadaan patologik, sistem

imun tidak dapat membedakan self dari non-self sehingga sel-sel dari sistem

imun membentuk zat inti terhadap jaringan tubuh sendiri. Zat anti itu disebut

autoantibodi.

Bila sistem imun terpapar pada zat yang dianggap asing maka ada dua

jenis respon imun yang mungkin terjadi :

1) Respon imun non-spesifik


Merupakan imunitas bawaan (innate immunity) bahwa respon terhadap

zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar zat

tersebut. Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap

masuknya antigen misalnya antigen bakteri, adalahb menghancurkan bakteri

bersangkutan secara non spesifik dengan proses fagositosis, tanpa

memperdulikan perbedaan-perbedaan kecil yang ada di antara subtansi asing

itu. Selain fogositosis respon imun non spesifik yang lainnya adalah reaksi

inflamasi. Sel-sel imun tersebar di seluruh tubuh, tetapi bila terjadi infeksi di

suatu tempat perlu upaya memusatkan sel-sel sistem imun itu dan produk-

produk yang dihasilkan ke lokasi infeksi.

Selama respons ini berlangsung terjadi tiga proses penting yaitu :

1. Peningkatan aliran darah diarea infeksi

2. Peningkatan pernea bilitaskapiler akibat reaksi sel-sel endotel yang

mengakibatkan mulekul-mulekul besar dapat menembus dinding

vascular

3. Migrasi leukosit ke luar vascular

Reaksi ini terjadi akibat dilepasnya moditor-moditor tertentu oleh

beberapa jenis sel misalnya histamine yang dilepaskan oleh basophil dan

mastosit vacuativ amine yang dilepaskan oleh trombosit, serta anafilatoksin

berasal dari komponen komplemen yang meransang pengelepasan mediator

sebagai umpan balik. Mediator ini antara lain meransang bergeraknya sel-sel

menuju lokasi masuknya antigen serta meningkatkan permeabilitas dinding


vascular yang mengakibatkan eskudasi protein plasma dan cairan. Gejalan ini

yang disebut respon inflamasi akut,

2) Respon imun spesifik

Merupakan respon didapat (acquired) yang timbul terhadap antigen

tertentu, terhadap mana tubuh pernah terpapar sebelumnya.

Ciri-ciri utama sistem imun :

a. Spesifisitas, berarti bahwa respon yang timbul terhadap

antigen.

b. Diversitas, jumlah total spesifisitas limfosit terhadap antigen

dalam satu individu yang disebut lymphocyte repertoiter sangat

besar.

c. Memory, limfosit memiliki kemamouan meningkat antigen

yang pernah dijumpai dan memberikan respons yang lebih

efektif pada jumpaan berikutnya.

d. Spesialisasi, sitem imun yang memberikan respon dengan cara

yang berbeda terhadap berbagai mikroba yang berlainan.

e. Membatasi diri (self limition) semua respon imun mereda

dalam waktu tertentu setelah ransangan antigen.

f. Membedakan self dan non –self, sistem imun menunjukkan

toleransi terhadap antigen tubuh sendiri.


Dengan uraian diatas bahwa linfosit merupakan inti dalam proses imun

spesifik karena sel-sel ini dapat mengenal setiap jenis antigen, baik antigen

yang terdapat di intra seluler maupun ekstra seluler misalnya dalam cairan

tubuh atau dalam darah.

Respons imun yang terjadi merupakan interaksi antara limfosit dan

pagosit, respons imun spesifik dimulai dengan aktifitas magrof atau antigen

presenting.

Sell (APC) yang memproses antigen demikian rupa sehingga dapat

menimbulkan interaksi. Sel-sel sistem imun berproliferasi dan berdiferensiasi

sehingga menjadi sel-sel yang memiliki kopetensi imunologik dan mampu

bereaksi dengan antigen.

Sel-sel berperan dalam respon imun :

a) Limfosit B

Adalah sel yang bertanggung jawab atas pembentukan

immunoglobulin (ig) dan merupakan 5-15% dari linfosit dalam

sirkulasi darah. Jumlah ini tidak mencakup sel-sel yang

merupakan cikal-bakal sel B (precursors) yang tidak menunjukan

immunoglobulin permukaan (surface immunoglobulin=slg) tingkat

pematangan sel B dapat diketahui dengan menentukan ciri-ciri sel

B sesuai dengan stadium pematangannya, yaitu ada tidaknya

immunoglobulin intra-sitoplasmik (clg), immunoglobulin

permukaan (slg) dan antigen permukaan lainnya.


Limfosit sel B akan mengalami proses perkembangan melalui

dua jalur yaitu :

1. Berdiferesiasi menjadi sel plasma membentuk

immunoglobulin .

2. Membelah lalu kembali dalam keadaan istirahat sebagai

limfosit B memory.

b) Limfosit T

Limfosit sel T merupakan limfosit yang ada dalam sirkulasi

pada awal perkembangan dalam korteks tius. Sel T disebut juga

Pro-T. Dalam proses maturasi selanjutnya berlangsung dalam

medulla, sebagian antigen menghilang, sebagian menetap dan

muncul antigen lain.

Sel ini tidak mengeluarkan antibody, hanya berkontak

langsung dengan sasaran suatu proses yang dikena dengan

imunitas yang diperentarai oleh Sel T. Setiap Sel T memiliki

protein-protein reseptor yang diaktifkan oleh antigen asing apabila

antigen yang berada dipermukaan sel dapat mengikat se lasing.

Terdapat tiga sub pipulasi sel T bergantung pada perannya setelah

diaktifkan :

1. Sel T sitoksik, menghancurkan sel penjamu yang memiliki

antigen asing. Misalnya sel tubuh yang dimasuki oleh virus,

sel kanker, dan sel cangkokan


2. Sel T penolong, yang meningkatkan sel B aktif menjadi sel

plasma, memperkuat aktifitas sel T toksit, dan sel T

penekan yang sesuai dan mngaktifkan makrofag.

3. Sel T penekan yang menekan produksi antibody sel B dan

aktifitas sel T sitotoksik dan penolong.

Sebagian besar Sel T tergolong populasi penolong atau

penekan yang tidak secara langsung ikut serta dalam distruksi

pathogen imunologik (terkait dengan imun) secara kolektif

memodulasi aktifitas sel B dan sel T sitotoksik serta aktifitas

magrofag.

Sel T memiliki umur panjang karena harus secara terus

menerus menghasilkan antibody setelah diubah menjadi sel

plasma akibat stimulasi antigen. Dengan demikian imunisasi pada

respon seluler serupa dengan respon humoral, tetapi berlangsung

lama. Sel T secara silmutan dapat menekan atau mempermudah

sekresi antibody sel B, juga dapat meningkatkan atau menghambat

kemampuan sel-sel T sitotoksik menghancurkan sel korban. (Siti

boedina,2009)

3. Etiologi
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human

Immunodeficiency Virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun

1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1 pada tahun 1986. Di afrika

ditemukan lagi virus yang diberi nama HIV-2. HIV-2 di anggap sebagai virus

kurang pathogen dibandingkan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan

keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri lima fase yaitu :

a. Priode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.

Tidak ada gejala.

b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala

flu likes illness.

c. Infedi aimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih dengan gejala tidak

ada.

d. Supresi imun sistomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam,

keringat malam hari, diare, neoropati, lemah limfadenopati, lesi

mulut.

e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS

pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi opurtunis berat dan

tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi neurologist.

f. AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria

maupun wanita.
Yang termasuk beresiko tinggi adalah :

a) Lelaki homoseksual atau beseks.

b) Bayi dan bapak atau ibu yang terinfeksi.

c) Orang yang ketagihan obat intravena.

d) Partner seks dari penderita AIDS.

e) Penerima darah atau produk darah (transfusi)

Penularan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat ditular melalui :

1. Hubungan seksual (resiko 0,1 – 1%)

2. Darah Transfusi yang mengandung HIV (resiko 90-98) :

a) Tertusuk jarum yang mengandung HIV (resiko 0,3).

b) Terpapar mukosa yang mengandung HIV (resiko 0,09).

c) Transmisi dari ibu ke anak (rusak 25-45%) :

1. Selama kehamilan (rusak 7%)

2. Saat persalinan (rusak 18%)

3. Air susu ibu (rusak 14%). (Padila,2012).

4. Patofisiologi

Menginfeksi limfosit T4 dan monosit. Partikel-2 HIV bebas yang

dilepas dari sel yang terinfeksi dapat berkaitan dengan sel lain yang tidak
terinfeksi. Segera setelah masuk kedalam sel, enzim dalam kompleks

nucleoprotein menjadi aktif dan mulailah siklus reproduksi.

Limfosit T, monosit / magrofag adalah sel pertama yang terinfeksi.

Besar kemungkinan bahwa sel dendrite berperan dalam penyebaran HIV

dalam jaringan limfoid, mungkin sel dendritik menangkap antigen dalam

epitel lalu masuk melalui kontak antar sel. Dalam beberapa hari jumlah virus

dalam kelenjer berlipat ganda dan mengakibatkan viremia. Viremia

menyebabkan virus menyebar diseluruh tubuh dan menginfeksi sel T, monosit

maupun magrofag dalam jaringan limfoid perifer.

Sistem imun spesifik akan berupaya mengedalikan infeksi yang

Nampak dari menurunnya kadar viremia. Setelah infeksi akut, berlangsung

fasekedua dimana kelenjer getah bening dan linfa merupakan tempat replikasi

virus dan dekstruksi jaringan secara terus menerus. Destruksi sel T dalam

jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T semakin lama

semakin menurun (jumlah sel T jaringan limfoid 90% dari jumlah sel T,

selanjutnya penyakit bertambah progresif dan mencapai fase letal yang

disebut AIDS.

1) Verimis meningkat drastis karena replikasi virus di bagian lain

dalam tubuh meningkat pasien menderita infeksi oportunistik,

cacheksia, keganasan dan degenerasi susunan saraf pusat.


2) Kehilangan limfosit Th menyebabkan pasien peka terhadap

berbagai jenis infeksi dan menunjukkan respon immune yang

infektif terhadap virus onkogenik. Masa inkubasi diperkirakan

berfariasi 2-5 tahun. (Magareht,2013)


6. Manifestasi Klinis

a. Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya

mengenai setiap organ.

b. Pneumonia disebabkan oleh protozoa pneumocystis carini (paling

sering ditemukan pada AIDS) sangat jarang mempengaruhi orang

sehat. Gejala : sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada, demam tidak

teratasi dapat gagal nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan

perubahan status mental).

c. Gagal nafas dapat terjadi 2-3 hari

d. TBC

e. Nafsu makan menurun, mual, muntah

f. Diare merupakan maslaah pada klien AIDS  50% - 90%


g. Kandidiasis oral – infeksi jamur

h. Bercak putih dalam rongga mulut  tidak terobati dapat ke

esophagus dan lambung

i. Wasthing syndrome  penurunan berat badan (malnutrisi akibat

penyakit kronis, diare, anoreksia, amblabsorbsi gastrointestinal)

j. Kanker : klien AIDS insiden lebih tinggi  mungkin adanya

stimulasi HIV terhadap sel-2 kanker yang sedang tumbuh atau

berkaitan dengan defesiensi kekebalan  mengubah sel yang

rentang menjadi sel maligna

k. Sarcoma kaposis  kelainan maligna berhubungan dengan HIV

(paling sering ditemukan)  penyakit yang melibatkan endotel

pembuluh darah dan limfe. Secara khas ditemukan sebagai lesi pada

kulit sebagai tungka terutama pada pria. Ini berjalan lambat dan

sudah terobati. Lokasi dan ukuran lesi dapat menyebabkan statis

aliran vena, limfedema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan merusak

integritas kulit dan meningkatkan ketidaknyamanan serta

kerentanan terhadap infeksi.

l. Diperkirakan 80% klien AIDS mengalami kelainan neurologis 

gngguan pada syaraf pusat mencakup imflamasi, atropi,

demielinisasi, degenerasi dan nekrosis.

m. Herpes zoster  pembentukan vesikel yang nyeri pada kulit.


n. Dermatitis seboroik  serum yang difus, bersisik yang mengenai

kulit kepala dan wajah.

o. Pada wanita : kandidiasi vagina  dapat merupakan tanda pertama

yang menunjukkan HIV pada wanita (Magareht,2012)

7. Komplikasi

a. Oral lesi

Karena kandidia, herpes simolek, sarcoma Kaposi, HPV oral,

gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia

oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat,

kondidiasis oral akan berlanjut mengenai esophagus dan lambung. Tanda dan

gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan dan sulit dan rasa sakit di

bilik sternum (nyeri retrosternal).

Neurologik :

1. Ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS

(ADC,AIDS dementia complex). Manifestasi dini mencakup

gangguan daya ingat, sakit kepala, kesulitan berkonsentrasi, konfusi

progresif, perlambatan psikomotorik, apatis dan antaksia. Stadium

lanjut mencakup gangguan kognitif global, kelmbatan dalam respons

verbal, gangguan efektif seperti pandangan yang kosong, hiperefleksi

paraparesis spastic, psikosis, halusinasi, tremor, inkontinensia, dan

kematian.
2. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit

kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan statys mental

dan kejang-kejang. Diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan

serebbospinal.

b. Gastrointestinal

Waising syndrome kini diikut sertakan dalam defenisis kasus yang

diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup penurunan

BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih dari 30 hari atau

kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuh dan menetap tanpa adanya

penyakit lain yang dapat menjelaskan gejala ini.

1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,

limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat

badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.

2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, nyeri abdomen,

ikterik, demam atritis.

3. Penyakit analrektall karena abses dan fistula, ulkus dan

imflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek

inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare

a. Respirasi

Pneumocystic Carinii. Gejala nafas yang pendek, sesak

nafas (dyspnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan

dan demam akan menyertai berbagai infeksi oportunis,


seperti yang disebabkan oleh Mycobacterium intracellulsre

(MAI), cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus,

dan strongyloides.

b. Dermatologic

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zaster,

dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tum, dan

dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi

sekunder dan sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster

dan herpes simpleks akan disertai dengan pembentukan

vesikel yang nyeri dan merusak integritas kulit. Moloskum

kontagiosum merupakan infeksi virus yang ditandai oleh

pembentukan plak yang disertai deformitas. Dermatitis

sosorika akan disertai ruam yang difus, berisik dan indurasi

yang mengenai kulit kepala serta wajah. Penderita AIDS

juga dapat memperlihatkan folikulitis menyekuruh yang

disertai dengan kulit yang kering yang mengeluoas atau

dengan dermatitis atopik seperti eczema dan psoriasis.

c. Sensorik

1) Pandangan : sarcoma koposi konjungtiva atau kelopak

mata : reternitas sitomegalovirus berefek kebutaan.

2) Pendengaran : oyitis eksternal akut dan ototis media,

kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang


berhubungan dengan meilopati, meningitis,

sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

(taqiyyah,2013)

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Tes untuk dignose infeksi HIV :

1) ELISA (positif, hasil tes yang positif dihasilkan dengan

westrem blot).

2) Westrem blot (positif).

3) P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)

4) Kultur HIV (positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-

turut mendeteksi enzim reverse transcrptase atau antigen P24

dengan kadar yang meningkat).

b. Tes untuk deteksi gangguan sistem imun

1) LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami

penurunan)

2) CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan

untuk bereaksi terhadap antigen)

3) Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)

4) Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan

berlanjutnya penyakit)

5) Kadar immunoglobulin (meningkat)

(taqiyyah,2013)
9. Penatalaksanaan

a. Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV

perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh.

b. Pengobatan pada infeksi imun

c. Penatalaksanaan diare

d. Penatalaksanaan nutrisi yang adekuat

e. Penekanan gagasan

f. Terapi antiretrovirus

g. Terapi alternative : terapi spiritual, terapi nutrisi, terapi obattradisional,

terapi tenaga fisik dan akupuntur, yoga, terapi messege, dan terapi

sentuhan. (Magareht,2012)

(Padila,2012) menambahkan penatalaksanaan yang lainnya yaitu :

a) Pengobatan suportif :

Tujuan :

1. Meningkatkan keadaan umum pasien

2. Memberikan gizi yang sesuai

3. Obat sistommatik dan vitamin

4. Dukungan psikososial
b) Pengobatan infeksi oportunistik

Infeksi :

1. Kandidiasis esophagus

2. Tuberculosis

3. Toksoplasmosis

4. Herpes

5. Pengobatan yang terkait AIDS, limfoma, sarcoma Kaposi dan

sarcoma serviks, disesuaikan dengan standar terapi penyakit kanker

Terapi :

1) Flikonasol

2) Pirazinamid, stremptomisin

3) Sulfadiazine

4) Asiklovir

5) Kontrimoksazol

c) Pengobatan anti retro virus (ARV)

Tujuan :

1. Mengurangi kematian dan kesakitan

2. Menurunkan jumlah virus

3. Meningkatkan kekebalan tubuh

4. Mengurangi resiko penularan

B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi nama, nomor MR, umur, pendidikan, alamat, jenis kelamin,

agama, suku bangsa, pekerjaan, tanggal masuk RS, alas an masuk,

cara masuk, riwayat alergi.

b. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya klien merupakan pecandu narkoba (dengan

menggunakan jarum suntik bebas) klien suka merokok, dan klien

suka melakukam free sexs atau gonta ganti pasangan secara bebas.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien mengalami diare, mual, muntah, demam

berkepanjangan yang drastis, klien merasa pusing, nyeri telan,

sariawan, nafsu makan menurun dan sesak nafas.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya keluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit

seperti klien dan tidak ada keluarga yang menderita penyakit

menular, maupun penyakit keturunan,

c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum

a) Tingkat kesadaran

Biasanya kesadaran klien mengalami penurunan, stupor (koma

ringan)

b) Tanda-tanda vital

Biasanya tekanan darah meningkat, denyut nadi meningkat,

pernafasan biasanya terjadi ISPA (infeksi saluran pernafasan

akut), nafas pendek yang progresif, batuk produktif atau non

produktif, sesak pada dada, takipnou (pernafasan cepat), bunyi

nafas tambahan, sputum kering dan suhu badan biasanya

meningkat.

2. Kepala

Biasanya bentuk kepala simetris kiri dan kanan, tidak ada oedema

dan tidak adanya perlukaan.

a. Rambut

Biasanya tidka ada lesi pada kulit kepala, dan tidak ada

kelainan pada rambut klien, rambut berwarna hitam.

b. Wajah

Biasanya wajah simetris kiri dan kanan, tidak adanya oedema

dan tidak terluka disekitar wajah.

c. Mata
Biasanya mata klien simetris kiri dan kanan, mata tampak

cekung, konjungtiva anemis, sclera tudak icterus, pupil isokor.

d. Hidung

Biasanya hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada cairan atau

serumen yang keluar, dan biasanya menggunakan cuping

hidung kadang tidak.

e. Bibir

Biasanya bibir terdapat sariawan, serta pecah-pecah

dipermukaan bibir.

f. Gigi

Biasanya gigi dan gusi tidak ada kelainan, dan gigi lengkap.

g. Lidah

Biasanya lidah terdapat candidiasis.

3. Leher

Biasanya pada klien tidak ada gangguan seperti pembesaran

kelenjer getah bening dan biasanya reflex menelan kurang baik dan

nyeri telan.

4. Dada/thorak

a. Inspeksi

Biasanya simetris kiri dan kanan tidak ada bekas luka,

pengembangan dada kanan dan kiri sama.

b. Palpasi
Biasanya vocal premitus teraba kiri dan kanan

c. Perkusi

Saat dilakukan perkusi dada klien biasanya sonor

d. Auskultasi

Biasanya saat di auskultasi veskuler, tidak ada terdapat suara

tambahan

5. Jantung

a. Inspeksi

Biasanya ictus cordis tidak terlihat

b. Palpasi

Biasanya ictus cordis teraba 1 jari di RIC V

c. Perkusi

Biasanya batas jantung normal, batas jantung kanan RIC II

linea sternalis dekstra, batas jantung kiri RIC V, 1 jari mardia

linea clavikularis sinistra

d. Auskultasi

Biasnaya irama jantung teratur

6. Abdomen

a. Inspeksi

Biasanya tidak ada pembesaran pada abdomen, tidak ada lesi

b. Auskultasi

Biasanya bising usus (+)


c. Palpasi

Biasanya nyeri tekan (+) di empigastrium

d. Perkusi

Biasanya berbunyi timpani

7. Genitourinaria

Biasanya pada genetalia terdapat lesi atau eksudat pada genital,

ada bentuk kutil menyerupai benjolan kemerah-merahan di sekitar

kelamin dan anus. Klien terpasang kateter

8. Ektremitas

a. Atas

Biasanya kelemahan otot, menurunnya masa otot

b. Bawah

Biasanya tidak ada oedem pada kaki atau tungkai, kelemahan

otot, menurunnya masa otot

9. Sistem integument

Biasanya ruam kulit kering, melepuh, lesih, turgor jelek dan

kekuatan otot menurun.

Kekuatan otot :

444 444

444 444
d. Pola kebiasaan sehari-hari

No. Nutrisi Sehat Sakit 1

1. a. Nutrisi Biasanya klien makan 3x Biasanya klien tidak ada

1) makanan sehari dengan porsi habis. nafsu makan (karena

Kebiasaan makan saat anoresksia mual dan

perut terasa lapar baru muntah).

makan dan tidak Biasanya diit yang

terjadwal jamnya. diberikan melalui oral,

Kompisisi makan yaitu jika tidak bisa menelan

nasi dan lauk pauk. melalui sonde.

Biasanya jenis makanan

yang diberikan yang

mengandung energi

tinggi protein dan

karbohidrat tinggi, lemak

cukup, tinggi vitamin dan

mineral.

Biasanya keluhan pasien

2) Minuman yaitu susah untuk

Biasanya klien minum menelan.

lebih kurang 2000 cc/hari,


berupa air putih, the dan Biasanya klien minum

kopi kurang dari 2000 cc/hari.

Biasanya diit oasien

harus minum yang

banyak untuk membantu

menghilangkan sariawan

dan demam pasien.

Biasanya keluhan klien

yaitu susah minum

karena ada candidiasis

pada lidah.

2. Eliminasi Biasanya klien BAB 1x Biasanya klien

/hari dengan tidak ada mengalami diare, feses

keluhan. encer disertai mucus atau

darah, nyeri pinggul.

Urin berbau pekat, rasa

Biasanya klien BAK 4- terbakar saat berkemih,

5x/hari dengan tidak ada dan terjadi perubahan

keluhan warna urin.

3. Istirahat dan tidur Biasanya klien tidur 7-8 Biasanya klien

jam/hari dan tidak ada mengalami kesulitan tidur


kesulitan dalam tidur. karena dadanya terasa

lemas akibat diare yang

berkepanjangan dan

seluruh badan terasa letih

akibat sistem imun dalam

tubuh mengalami

penurunan.

4. Aktifitas sehari- Biasanya klien mandi 2x Biasanya klien merasa

hari dan perawatan sehari, gosok gigi, cuci kesulitan untuk

diri/hygiene rambut, dan berpakaian melakukan aktifitas,

rapi dan tidak mengalami kelemahan, dan

kesulitan dalam kebutuhan sehari-hari

melakukan aktifitas klien dibantu oleh

sehari-hari. keluarganya.

e. Riwayat psikososial

Biasanya klien mengungkapkan perasaan takut, cemas dan meringis,

kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup.

f. Riwayat spiritual

Biasanya klien pasrah terhadap penyakitnya, dan klien menjalankan

ibadah selama sakit dan merasa lemah.


2. Diagnosa keperawatan

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

2. Risiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas,

posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

5. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare.

6. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan

makanan, ketidakmampuan mencerna makanan.

7. Gangguan identitas diri berhubungan dengan gangguan peran sosial.

3. Intervensi keperawatan

N Diagnosa SLKI SIKI

O keperawatan

1. Hipertermia Setelah dilakukan Menajemen hipertermia

berhubungan intervensi (l.15506)

dengan proses keperawatan selama Defenisi :

penyakit. 3 jam maka mengidentifikasi dan

termoregulasi menglola peningkatan


Membaik dengan suhu tubuh akibat

kriteria hasil: disfungsi termoregulasi.

(L.14134) Tindakan

1 Mengigil Observasi

menurun 1 Identifikasi

(skala 5) penyebab

2 Kulit merah hipertermia

menurun 2 Monito suhu

(skala 5) tubuh

3 Kejang 3 Monitor kadar

menurun elektrolit

(skala 5) 4 Monitor haluaran

4 Akrosianosis urine

menurun 5 Monitor

(skala 5) komplikasi akibat

5 Konsumsi hipertermia

oksigen Terapeutik

menurun 1 Sediakan

(skala 5) lingkungan yang

6 Piloerasi dingin

menurun 2 Longgarkan atau


(skala 5) lepaskan pakaian

7 Pucat 3 Basahi dan kipasi

menurun permukaan tubuh

(skala 5) 4 Berikan cairan

8 Takikarida oral

menurun 5 Lakukan

(skala 5) pendinggin

9 Takipnea eksternal

menurun 6 Hindari

(skala 5) pemberian

10 Bradikardi antipiretik atau

menurun aspirin

(skala 5) 7 Berikan oksigen

11 Hipoksia jika perlu

menurun Edukasi

(skala 5) 1 Anjurkan tira

12 Suhu tubu baring

membaik Kolaborasi

(skala 5) 1 Kolaborasi

13 Suhu kulit pemberian cairan

membaik dan elktroit


(skala 5) intravena,jika

14 Tekanan perlu

darah

membaik

(skala 5)

2. Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi

berhubungan intervensi (l.14539)

dengan keperawatan selama Defenisi:

imunosupresi 3 jam maka tingkat mengidentifikasi dan

infeksi Menurun menurunkan resiko

dengan kriteria hasil: terserang organisme

(L.14137) patogenik

1 Kebersihan Tindakan

tangan Observasi

meningkat 1 Monitor tanda dan

(skala 5) gejala infeksi

2 Kebersihan lokasi dan

badan sistemik

meningkat Terapeutik

(skala 5) 1 Batasi jumlah

3 Nafsu makan pengunjung


meningkat 2 Beri perawatan

(skala 5) kulit pada area

4 Demam edema

menurun 3 Cuci tangan

(skala 5) sebelum dan

5 Kemerahan sesudah kontak

menurun dengan pasien dan

(skala 5) lingkungan pasien

6 Nyeri 4 Pertahankan

menurun teknik aseptik

(skala 5) pada pasien

7 Bengkak beresiko tinggi

menurun Edukasi

(skala 5) 1 Jelaskan tanda dan

8 Vesikel gejala infeksi

menurun 2 Ajarkan cara

(skala 5) mencuci tangan

9 Cairan berbau dengan benar

busuk 3 Ajarkan etika

menurun batuk

(skala 5) 4 Ajarkan cara


10 Sputum memeriksa

berwarna kondisi luka atau

hijau bekas operasi

menurun 5 Anjurkan

(skala 5) meningkatkan

11 Alergi asupan nutrisi

menurun 6 Anjurkan

(skala 5) meningkatkan

12 Kadar sel asupan cairan

darah merah Kolaborasi

membaik Kolaborasi memberian

(skala 5) imunisasi, jika perlu

13 Kultur darah

membauk

(skala 5)

14 Kultur area

luka

membaik

(skala 5)

15 Kadar sel

darah putih
membaik

(skala 5)

3. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Menajemen jalan nafas

efektif intervensi (l.01011)

berhubungan keperawatan selana 3 Defenisi:

dengan jam maka pola nafas mengidentifikasi dan

hambatan upaya membaik dengan mengelola kepantenan

nafas, posisi kriteria hasil: jalan nafas.

tubuh yang (L.01004) Tindakan

menghambat 1 Ventilasi Observasi

ekspansi paru semenit 1 Monitor pola

meningkat nafas

(skala 5) 2 Monitor bunyi

2 Kapasitas nafas tambahan

vital 3 Monitor sputum

meningkat Terapeutik

(skala 5) 1 Pertahankan

3 Diameter kepatenan jalan

thoraks napas dengan

anterior- head-tiit dan chin-

posterior lift
meningkat 2 Posisikan semi

(skala 5) fowler atau fowler

4 Tekanan 3 Berikan minuman

ekspirasi hangat

meningkat 4 Lakukan

(skala 5) fisioterapi

5 Tekanan dada,jika perlu

inspirasi 5 Lakukan

meningkat penghisapan

(skala 5) lendir dari 15

6 Dispnea detik

menurun 6 Kelurkan

(skala 5) sumbatan benda

7 Penggunanan padat dengan

otot bantu forsep mcgill

nafas 7 Berikan oksigen,

menurun(skal jika perlu

a5) Edukasi

8 Pemanjangan 1 Anjurkan asupan

fase ekspirasi cairan 2000

menurun ml/hari, jika tidak


(skala 5) kontraindikasi

9 Ortopnea 2 Ajarkan teknik

menurun batuk efektif

(skala 5) Kolaborasi

10 Pernafasan 1 Kolaborasi

cuping pemberian

hidung bronkodilator,

menurun ekspektorat,mukot

(skala 5) ilik,jika perlu

11 Frekuensi

nafas

membaik

(skala 5)

12 Kedalaman

nafas

membaik

(skala 5)

13 Ekskursi dada

membaik

(skala 5)

4. Intoleransi setelah dilakukan Menajemen energi


aktifitas intervensi (l.05178)

berhubungan keperawatan selama Defenisi:

dengan 3 jam maka toleransi mengidentifikasi dan

kelemahan, aktifitas meningkat mengelolah pengguanan

ketidakseimban dengan kriteria hasil: energi untuk mengatasi

gan antara (L.05047) atau mencegah kelelahan

suplai dan 1 Frekuensi dan mengoptimalkan

kebutuhan nadi proses pemulihan.

oksigen meningkat Tindakan

(skala 5) Observasi

2 Saturasi 1 Identifikasi

oksigen gangguan fungsi

meningkat tubuh yang

(skala 5) mengakibatkan

3 Kemudahan kelelahan

dalam 2 Monitor kelelahan

melakukan fisik dan

aktivitas emosiaonal

sehari-hari 3 Monitor pola dan

meningkat jam tidur

(skala 5) 4 Monitor lokasi


4 Kecepatan dan

berjalan ketidaknyamanan

meningkat selama melakukan

(skala 5) aktivitas

5 Jarak jalan Terapeutik

meningkat 1 Sediakan

(skala 5) lingkungan

6 Kekuatan nyaman dan

tubuh bagian rendah stimulus

atas 2 Lakukan latihan

meningkat rentang gerak fasif

(skala 5) dan aktif

7 Kekuatan 3 Berikan aktivitas

tubuh bagian distraksi yang

bawah menenangkan

meningkat 4 Fasilitasi dudu di

(skala 5) sisi tempat tidur,

8 Keluhan lelah jika dapat

menurun berpindah atau

(skala 5) berjalan

9 Dispnea saat Edukasi


aktivitas 1 Anjurkan tira

menurun baring

(skala 5) 2 Anjurkan

10 Dispnea melakukan

setelah aktivitas secara

aktivitas bertahap

menurun 3 Anjurkan

(skala 5) menghubungi

11 Perasaan perawat jika tanda

lema dan gejala

menurun kelelahan tidak

(skala 5) berkurang

12 Sianosis 4 Ajarkan strategi

menurun koping untuk

(skala 5) mengurangi

13 Warna kulit kelelahan

membaik Kolaborasi

(skala 5) 1 Kolaborasi

14 Tekanan dengan ahli gizi

darah tentang cara

membaik meningkatkan
(skala 5) asupan makanan

15 Frekuensi

nafas

membaik

(skala 5)

16 EKG iskemia

membaik

(skala 5)

5. Risiko Setelah dilakukan Pemantauan elektrolit

ketidakseimban intervensi (I.03122)

gan elektrolit keperawatan selama Definisi : mengumpulkan

berhubungan 3 jam maka dan menganalisis data

dengan diare. keseimbangan terkait regulasi

elektrolit meningkat keseimbangan elektrolit.

dengan kriteria hasil: Tindakan

(L.03021) Observasi

1 Serum 1. Identifikasi

natrium kemungkinan

meningkat penyebab
(skala 5) ketidakseimbanga

2 Serum kalium n elektrolit

meningkat 2. Monitor kadar

(skala 5) elektrolit serum

3 Serum 3. Monitor mual,

klorida muntah dan diare

meningkat 4. Monitor

(skala 50 kehilangan cairan

4 Serum 5. Monitor tanda dan

kalsium gejala

meningkat hipokalemia

(skala 5) 6. Monitor tanda dan

5 Serum gejala

magnesium hiperkalemia

meningkat 7. Monitor tanda dan

(skala 5) gejala

6 Serum fosfor hiponatremia

meningkat 8. Monitor tanda dan

(skala 5) gejala

hipernatremia

9. Monitor tanda dan


gejala

hipokalsemia

10. Monitor tanda dan

gejala

hiperkalsemia

11. Monitor tanda dan

gejala

hipomagnesemia

12. Monitor tanda dan

gejala

hipermagnesemia

Teraupetik

1. Atur interval

waktu

pemantauan

sesuai dengan

kondisi pasien

2. Dokumentasikan

hasil pemantauan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan
dan prosedur

pemantauan

2. Informasikan hasil

pemantauan

6. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi

berhubungan intervensi (I.03119)

dengan keperawatan selama Definisi :

ketidakmampua 3 jam maka status mengidentifikasi dan

n menelan nutrisi membaik mengola asupan nutrisi

makanan, dengan kriteria hasil yang seimbang

ketidakmampua : (L.03030) Tindakan

n mencerna 1. Porsi Observasi

makanan. makanan 1. Identifikasi status

yang nutrisi

dihabiskan 2. Identifikasi alergi

meningkat dan intoleransi

(skala 5) makanan

2. Kekuatan otot 3. Identifikasi

pengunyah makanan yang

meningkat disukai

(skala 5) 4. Identifikasi
3. Kekuatan otot kebutuhan kalori

menelan dan jenis nutrien

meningkat 5. Identifikasi

(skala 5) perlunya

4. Verbalisasi penggunaan

keinginan selang nasogastrik

untuk 6. Monitor asupan

meningkatkan makanan

nutrisi 7. Monitor berat

meningkat badan

(skala 5) 8. Monitor hasil

5. Pengetahuan pemeriksaan

tentang laboratorium

pilihan Teraupetik

makanan 1. Lakukan oral

yang sehat hygiene sebelum

meningkat makan

(skala 5) 2. Fasilitasi

6. Pengetahuan menentukan

tentang pedoman diet

pilihan 3. Sajikan makanan


minuman secara menarik

yang sehat dan suhu yang

meningkat sesuai

(skala 5) 4. Berikan makanan

7. Pengetahuan tinggi serat untuk

tentang mencegah

standar konstipasi

asupan nutrisi 5. Berikan makanan

yang tepat tinggi kalori dan

meningkat tinggi protein

(skala 5) 6. Berikan suplemen

8. Penyiapan makanan

dari 7. Hentikan

penyimpanan pemberian makan

makanan melalui selang

yang aman nasogatrik jika

meningkat asupan oral dapat

(skala 5) ditoleransi

9. Penyiapan Edukasi

dari 1. Anjurkan posisi

penyimpanan duduk
minuman 2. Ajarkan diet yang

yang aman diprogramkan

meningkat Kolaborasi

(skala 5) 1. Kolaborasi

10. Sikap pemberian

terhadap medikasi sebelum

makanan/min makan

uman sesuai 2. Kolaborasi

dengan tujuan dengan ahli gizi

kesehatan untuk menentukan

meningkat jumlah kalori dan

(skala 5) jenis nutrien yang

11. Perasaan dibutuhkan

cepat

kenyang

menurun

(skala 5)

12. Nyeri

abdomen

menurun

(skala 5)
13. Sariawan

menurun

(skala 5)

14. Rambut

rontok

menurun

(skala 5)

15. Diare

menurun

(skala 5)

16. Berat badan

membaik

(skala 5)

17. Indeks massa

tubuh (IMT)

membaik

(skala 5)

18. Frekuensi

makan

membaik

(skala 5)
19. Nafsu makan

membaik

(skala 5)

20. Bising usus

membaik

(skala 5)

21. Tebal lipatan

kulit trisep

membaik

(skala 5)

22. Membran

mukosa

membaik

(skala 5)

7. Gangguan Setelah dilakukan Orientasi realita (I.09297)

identitas diri intervensi Definisi : meningkatkan

berhubungan keperawatan selama kesadaran terhadap

dengan 3 jam maka identitas identitas diri, waktu, dan

gangguan peran diri membaik dengan lingkungan

sosial kriteria hasil : Tindakan

(L.09070) Observasi
1. Perilaku 1. Monitor

konsisten perubahan

meningkat orientasi

(skala 5) 2. Monitor

2. Hubungan perubahan

yang efektif kognitif dan

meningkat perilaku

(skala 5) Teraupetik

3. Strategi 1. Perkenalkan nama

koping efektif saat memulai

meningkat interaksi

(skala 5) 2. Orientasikan

4. Penampilan orang, tempat, dan

peran efektif waktu

meningkat 3. Hadirkan realita

(skala 5) 4. Sediakan

5. Perasaan lingkungan dan

fluktuatif rutinitas secara

terhadap diri konsisten

menurun 5. Atur stimulus

(skala 5) sensorik dan


6. Kebingungan lingkungan

dengan nilai- 6. Gunakan symbol

nilai budaya dalam

menurun mengorientasikan

(skala 5) lingkungan

7. Kebingungan 7. Libatkan dalam

dengan tujuan terapi kelompok

hidup orientasi

menurun 8. Berikan waktu

(skala 5) istirahat dan tidur

8. Kebingungan yang cukup

dengan jenis 9. Fasilitasi akses

kelamin informasi

menurun Edukasi

(skala 5) 1. Anjurkan

9. Kebingungan perawatan diri

dengan nilai- secara mandiri

nilai ideal 2. Anjurkan

menurun penggunaan alat

(skala 5) bantu

10. Persepsi 3. Ajarkan keluarga


terhadap diri dalam perawatan

membaik orientasi realita

(skala 5)

4. Implementasi

Tahap ini merupakan pengelolahan, perwujudan, serta bentuk tindakan

nyata dari rencana keperawatan yan telah disusun dari tahap intervensi.

Setelah tindakan keperawatan disusun secara istemik. Selanjutnya

rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata

dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang

diharapkan.

5. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan suatu penelitian terhadap proses

keperawatan yang telah dilakukan. Dengan kata lain, evaluasi merupakan

suatu bentuk perbandingan antara hasil – hasil yang diperoleh dengan

kriteria hasil yang dibuat sebelumnya. Disamping itu perawat juga

melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan

belum berhasil/teratasi.
6. Dokumentasi keperawatan

Secara keseluruhan asuhan keperawatan dapat di evaluasi sesuai

dengan tujuan yang diharapkan dan dapat didokumentasikan secara tepat

dan benar, dalam status klien sebagai petanggung jawab atau tindakan

yang selalu dilakukan dan studi kasus untuk perkembangan ilmu

pengetahuan selanjutnya.
BAB III

LAPORAN KASUS

A. LAPORAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Biodata umum

Nama : Tn. A

Umur : 29 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Guru Honorer

Diagnosa medis : CAP SIDA putus obat, Diare kronis

b. Keluhan Utama

Klien masuk dengan keluhan demam tinggi sejak 1 minggu yang lalu,

diare dengan frekuensi 3 kali dalam sehari frekuensi cair, berwarna

kuning, badan terasa lemah dan letih, nafsu makan menurun, berat

badan menurun.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Dahulu

Klien pernah dirawat 3 bulan yang lalu dan di diagnosa

HIV/AIDS, klien mendapat terapi ARV namun dihentikan karena


klien mengeluh mual saat makan obat tersebut. Klien mengatakan

pernah berhubungan seksual dengan sesame jenis 9 tahun yang

lalu.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada saat pengkajian keadaan umum klien tampak lemah dan letih.

Klien mengatakan diare, BAB cair dengan frekuensi 3 kali sehari

konsistensi cair, berwarna kuning. Klien mengatakan nyeri perut

bagian atas dan punggung kanan, nyeri terasa seperti mendesak,

klien mengatakan skala nyeri berkisar antaran 6 sampai 7, nyeri

dirasakan hilang timbul. Klien juga mengatakan sering merasa

haus, nafsu makan menurun, berat badan berkurang.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki

penyakit yang sama atau penyakit menular.

d. Pemeriksaan fisik

1) Tanda-tanda vital

Keadaan umum : Klien tampak lemah

TD : 80/60 mmHg

N : 89x/i

RR : 19x/i

S : 36,0 oC.

2) Wajah
Klien tampak pucat.

3) Kepala

Rambut tampak berwarna pirang distribusi rambut tidak merata,

rambut mudah rontok dan berketombe.

4) Mata

Konjungtiva anemis.

5) Hidung

Tidak ada masalah.

6) Mulut

Bibir tampak kering dan pecah-pecah, mulut sariawan, terdapat

kandidiasis oral.

7) Dada/thorax

Hasil auskultasi paru didapatkan fase ekspirasi memanjang

dikedua sisi paru.

8) Abdomen

Terdapat sistensi abdomen, bising usus terdengar 20x/i, saat di

palpasi teraba pembesaran hepar, saat dilakukan perkusi

didapatkan bunyi pekak.

9) Kulit

Kulit pasien terlihat kering, lesi turgor kulit kembali > 2 detik.

10) Ekstremitas
Tidak ada edema, akral teraba dingin, CRT > 3 detik, dan tonus

otot melemah.

Kekuatan otot :

3333 3333

3333 3333

e. Kebiasaan sehari-hari

No Nutrisi Sakit

1. a. makanan Saat sakit klien mengatakan nafsu makan

berkurang, sering merasa mual dan

muntah. Klien mendapatkan diet ML

rendah serat + ekstra ikan gabus. Porsi

makan hanya dihabiskan 2 sendok makan.

b. minuman Saat sakit klien sering merasa haus dan

klien minum 3 gelas sehari ±600 cc.

2. Eliminasi Klien mengalami diare 3-4 kali dalam

sehari, berwarna kuning, konsistensi cair,

jumlah tinja 300 cc sekali BAB.

BAK klien lebih kurang 4-5 kali dalam

sehari, 1500 cc.

3. Istirahat dan tidur Saat sakit jam tidur klien meningkat, waktu
klien lebih banyak digunakan untuk tidur

dan istirahat, masalah yang ditemukan

klien saat tidur yaitu pada malam hari

terbangun karena BAB , demam serta

keringat malam. Keringat yang dikeluarkan

200 cc.

4. Aktifitas dan Saat sakit aktivitas klien banyak dibantu

latihan oleh keluarga.

f. Data psikososial

Klien tampak murung dan lesu. Klien mengatakan cemas karena

merasa kondisinya semakin memburuk dan belum merasakan

perubahan dari kesehatannya. Mekanisme koping : klien tampak

kurang bersemangat dalam menjalani pengobatannya dan merasa

pasrah terhadap penyakit yang dideritanya.

Klien mampu di ajak berkomunikasi, namun saat berkomunikasi klien

lebih banyak merunduk, saat bicara klien hanya sesekali melihat lawan

bicara. Klien mengatakan malu dengan kondisinya saat ini, klien tidak

percaya diri dengan tubuhnya saat ini dan malu jika bertemu dengan

orang lain, klien mengatakan pasrah dengan penyakitnya saat ini.

g. Data sosial ekonomi


Ibu klien mengatakan saat sakit klien lebih sering menyendiri di

kamar. Klien bekerja sebagai guru honorer, berpenghasilan 900.000

per bulannya. Gajinya digunakan untuk membiayai kehidupannya

sendiri, klien masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Klien

memakai kartu BPJS kelas III untuk membiayai rumah sakit.

h. Data spritual

Klien mengatakan berdoa untuk kesembuhannya.

i. Pemeriksaan diagnostik

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan

Hematologi Hemoglobin 9,2 g/dl 14-18 g/dl

Leukosit 3230/mm³ 5.000-10.000/mm3

Eritrosit 3,0 Juta 4,5-5,5 Juta

Trombosit 265.000/mm³ 150.000-400.000/ mm3

Hematokrit 29 % 40-48%

Retikulosit 0,3 % 0,5 – 2 %

LED 75 mm 0 – 10 mm

MCV 96 fL 82 – 92 fL

MCH 31 pg 27 – 31 pg

MCHC 32 32 – 36

Hitung jenis Basofil 05 0 - 1,0 %

Eosinofil 0% 1,0 – 3,0 %


N.Batang 6% 2,0 – 6,0 %

N.Segmen 84 % 50 – 70 %

Limfosit 9% 20 – 40 %

Monosit 1% 2,0 – 8,0 %

Kimia Klinik GDS 107 mg/dl < 200 mg/dl

Ureum darah 14 mg/dl 10,9-50,0 mg/dl

Kreatinin darah 0,6 mg/dl 0,6-1,1 mg/dl

Albumin 2,8 gr/dl 2,8 gr/dl

Globulin 2,6 g/dl 1,3 – 2,7 g/dl

SGOT 99 u/i < 38 u/i

SGPR 336 u/i < 41u/i

AGD PH 7,49

PCO2 34

PO2 86

HCO3- 25,6

Pemeriksaan Urin Warna Kuning muda Kuning – Coklat

Kekeruhan Negatif Negatif

BJ 1,010 1,003 – 1,030

PH 6,5 4,6 – 8,0

Leukosit 0–1 ≤5

Eritrosit 0–1 ≤1
Protein Negatif Negatif

Glukosa Negatif Negatif

Bilirubin Negatif Negatif

Urobinogen Positif Positif

Imunologi-serologi HbsAg Negatif < 0,13 ( Negatif )

Anti HCV Negatif < 1 ( Negatif )

CD4 24 ≥ 600 Sel/μL

procalation 0,41 (low risk) < 0,5 Low Risk

j. Terapi

1) IVFD NaCl 0,9% 8J/kolf

2) Caeftazidime 2 x 1 g (IV)

3) Paracetamol 3 x 500 g (PO)

4) Nacetilsistein 3 x 200 g (PO)

5) Flukonazole 1 x 150 g (PO)

6) Cotrimoxazole 1 x 960 g (PO)

7) Ciprofloxacin 2 x 120 (IV)

8) Tranfusi albumin 20% 100 cc (IV)

9) KCL 400 mg (IV)

10) WIDA KN-2 1kolf


2. Analisa data

Data Masalah Penyebab

DS : Hipovolemia Kehilangan cairan aktif

- Klien mengatakan badan

terasa lemah

- Klien mengatakan diare sejak

1 minggu yang lalu

- Klien mengatakan BAB cair

- Frekuansi BAB 3-4 kali sehari

- Klien mengatakan BAK 4-5

kali sehari

- Klien mengatakan jika suhu

tubuh naik, keringat sering

berlebih

DO :

- Klien tampak lemah

- Bibir klien tampak kering dan

pecah-pecah

- Kulit tampak kering

- pasien minum air putih 2

sampai 3 gelas ±600 cc


perhari

- CRT > 3 detik

- BC : 2350 – 3075 = -725

- TD : 80/60 mmHg

- N : 89x/i

- Klien mendapatkan terapi

IVFD, WIDA KN-2

DS : Nyeri akut Agen pencedera biologis

- Klien mengatakan nyeri perut

bagian atas dan punggung

kanan

- Klien mengatakan nyeri terasa

seperti mendesak

- Klien mengatakan skala nyeri

berkisar antara 6 sampai 7

- Klien mengatakan nyeri terasa

hilang timbul

DO :

- Nyeri pada abdomen kuadran

atas

- TD : 80/60 mmHg
- N : 89x/i

DS : Gangguan mobilitas fisik Perubahan metabolisme

- Klien mengatakan cemas

bergerak karena merasa

kondisinya semakin

memburuk

- Klien mengatakan badan

terasa lemas dan tidak mampu

beraktivitas

- Klien mengatakan aktivitas

hanya di tempat tidur saja

DO :

- Klien tampak lemah

- Klien tampak di bantu oleh

keluarga

- Kekuatan otot klien menurun

Kekuatan otot :

3333 3333

3333 3333

- TD : 80/60 mmHg

- N : 89 x/i
DS : Defisit nutrisi Peningkatan kebutuhan

- Klien mengatakan berat badan metabolisme

berkurang

- Klien mengatakan nafsu

makan menurun

- Klien mengatakan makanan

habis hanya 2 sendok

- Klien mengatakan mual dan

muntah

DO :

- Klien tampak kurus

- Porsi makan tidak habis

- Bising usus 20 x/i

- Binir kering dan pecah-pecah

- Terdapat sariawan

DS : Harga diri rendah Perubahan pada citra tubuh

- Klien mengatakan merasa situasional

malu dengan kondisinya saat

ini

- Klien mengatakan tidak

percaya diri dengan tubuhnya


saat ini dan malu jika bertemu

dengan orang lain

- Klien mengatakan pasrah

dengan penyakitnya saat ini

- Ibu klien mengatakan saat

sakit klien lebih sering

menyendiri di kamar

DO :

- Klien tampak murung

- Klien tampak lesu

- Klien tampak kurang

bersemangat dalam menjalani

pengobatannya

- Saat berkomunikasi klien

lebih bnyak merunduk

- Saat bicara klien hanya

sesekali me

- lihat lawan bicara

3. Diagnosa keperawatan

a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis.

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan

metabolisme.

d. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme.

e. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan perubahan citra

tubuh.

4. Intervensi keperawatan

No. Diagnosa keperawatan SLKI SIKI

1. Hipovolemia Setelah dilakukan intervensi Manajemen hipovolemia

berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam maka (I.03116)

kehilangan cairan aktif. status cairan membaik dengan Tindakan

(D.0003) kriteria hasil : Observasi

(L.03028) - Periksa tanda dan

- Turgor kulit cukup gejala hipovolemia

meningkat (skala4) - Monitor intake dan

- Output urine sedang output cairan

(skala 3) Terapeutik

- Berat badan meningkat - Hitung kebutuhan

(skala 1) cairan

- Perasaan lemah menurun - Berikan asupan


(skala 5) cairan oral

- Frekuensi nadi membaik Edukasi

(skala 5) - Anjurkan

- Tekanan darah membaik memperbanyak

(skala 5) asupan cairan oral

- Membrane mukosa - Anjurkan

membaik (skala 5) menghindari

- Intake cairan membaik perubahan posisi

(skala 5) mendadak

- Status mental cukup Kolaborasi

membaik (skala 4) - Kolaborasi

- Suhu tubuh membaik pemberian cairan

(skala 5) koloid

2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri (I.08238)

dengan agen pencedera keperawatan 3 jam maka tingkat Tindakan

biologis. nyeri menurun dengan kriteria Observasi

(D.0077) hasil : - Identifikasi lokasi,

(L.08066) karakteristik, durasi,

- Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas,

(skala 5) intensitas nyeri

- Meringis menurun (skala - Identifikasi skala


5) nyeri

- Gelisah menurun (skala - Monitor efek

5) samping penggunaan

- Menarik diri cukup analgetik

menurun (skala 4) Terapeutik

- Ketegangan otot - Berikan teknik

menurun (skala 5) nonfarmakologis

- Muntah menurun (skala untuk mengurangi

5) rasa nyeri

- Mual menurun (skala 5) - Fasilitasi istirahat

- Frekuensi nadi membaik dan tidur

(skala 5) Edukasi

- Pola napas membaik - Jelaskan penyebab,

(skala 5) periode, dan pemicu

- Tekanan darah membaik nyeri

(skala 5) - Jelaskan strategi

- Nafsu makan membaik meredakan nyeri

(skala 5) - Anjurkan

- Pola tidur membaik menggunakan

(skala 5) analgetik secara

tepat
- Ajarkan teknik

nonfarmakologis

untuk mengurangi

rasa nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi

pemberian analgetik

3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi Dukungan mobilisasi

berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam maka (I.05173)

perubahan metabolisme. mobilitas fisik meningkat Tindakan

(D.0054) dengan kriteria hasil : Observasi

(L.05042) - Identifikasi adanya

- Pergerakan ekstremitas nyeri atau keluhan

cukup meningkat (skala fisik lainnya

4) - Identifikasi toleransi

- Kekuatan otot cukup fisik melakukan

meningkat (skala 4) pergerakan

- Rentang gerak (ROM) - Monitor frekuensi

cukup meningkat (skala jantung dan tekanan

4) darah sebelum

- Kecemasan cukup memulai mobilisasi


menurun (skala 4) - Monitor kondisi

- Kelemahan fisik cukup umum selama

menurun (skala 4) melakukan

mobilisasi

Terapeutik

- Fasilitasi aktivitas

mobilisasi dengan

alat bantu

- Fasilitasi melakukan

pergerakan

- Libatkan keluarga

untuk membantu

pasien dalam

meningkatkan

pergerakan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan

prosedur mobilisasi

- Anjurkan melakukan

mobilisasi dini

- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang

harus dilakukan

4. Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen nutrisi

berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam maka (I.03119)

peningkatan kebutuhan status nutrisi membaik dengan Tindakan

metabolisme. kriteria hasil : Observasi

(D.0019) (L.03030) - Identifikasi status

- Porsi makanan yang nutrisi

dihabiskan meningkat - Identifikasi alergi

(skala 5) dan intoleransi

- Pengetahuan tentang makanan

pilihan makanan yang - Identifikasi

sehat meningkat (skala 5) kebutuhan kalori dan

- Pengetahuan tentang jenis nutrien

pilihan minuman yang - Monitor asupan

sehat meningkat (skala 5) makanan

- Pengetahuan tentang - Monitor berat badan

standar asupan nutrisi - Monitor hasil

yang tepat meningkat pemeriksaan

(skala 5) laboratorium

- Penyiapan dan Terapeutik


penyimpanan makanan - Lakukan oral

yang aman meningkat hygiene sebelum

(skala 5) makan

- Penyiapan dan - Fasilitasi

penyimpanan minuman menentukan

yang aman meningkat pedoman diet

(skala 5) - Berikan makanan

- Nyeri abdomen menurun tinggi kalori dan

(skala 5) tinggi protein

- Sariawan cukup menurun Edukasi

(skala 4) - Anjurkan posisi

- Rambut rontok cukup duduk

menurun (skala 4) - Ajarkan diet yang

- Diare menurun (skala 5) diprogramkan

- Berat badan cukup Kolaborasi

membaik (skala 4) - Kolaborasi dengan

- Frekuensi makan cukup ahli gizi untuk

membaik (skala 4) menentukan jumlah

- Nafsu makan cukup kalori dan jenis

membaik (skala 4) nutrien yang

- Bising usus membaik dibutuhkan


(skala 5)

- Membran mukosa

membaik (skala 5)

5. Harga diri rendah Setelah dilakukan intervensi Manajemen perilaku

situasional berhubungan keperawatan 3x24 jam maka (I.12463)

dengan perubahan citra harga diri meningkat dengan Tindakan

tubuh. kriteria hasil : Observasi

(D.0087) (L.09069) - Identifikasi harapan

- Perasaan memiliki untuk

kelebihan atau mengendalikan

kemampuan positif perilaku

meningkat (skala 5) Terapeutik

- Berjalan menampakkan - Ciptakan dan

wajah cukup meningkat pertahankan

(skala 4) lingkungan dan

- Postur tubuh kegiatan perawatan

menampakkan wajah konsisten setiap

cukup meningkat (skala dinas

4) - Batasi jumlah

- Tidur meningkat (skala pengunjung

5) - Bicara dengan nada


- Kontak mata cukup rendah dan tenang

meningkat (skala 4) - Beri penguatan

- Perasaan malu cukup positif terhadap

menurun (skala 4) keberhasilan

- Perasaan bersalah cukup mengendalikan

menurun (skala 4) perilaku

- Perasaan tidak mampu - Hindari bersikap

melakukan apapun cukup menyudutkan dan

menurun (skala 4) menghentikan

pembicaraan

- Hindari sikap

mengancam dan

berdebat

Edukasi

- Informasikan

keluarga bahwa

keluarga sebagai

dasar pembentukan

kognitif

5. Implementasi keperawatan
Intervensi yang akan diimplementasikan adalah dari diagnosa hipovolemia

berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu kolaborasi pemberian

cairan berupa Ringer Laktat (RL) melalui intravena(IV) dengan prosedur

pemasangan infus. Tindakan pemberian cairan infus sangat tepat dengan

kondisi klien untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Karena

hipovolemia merupakan penurunan volume cairan intravaskular,

interstisial, dan/ atau intraselular. Sehingga kehilangan cairan ini akan

menyebabkan terjadinya kombinasi kekurangan natrium dan air.

Link video :

https://drive.google.com/file/d/1h7xIPxiy3ZrVXrQL9_3A7orgVxWasvbJ/

view?usp=drivesdk

SOP pemasangan infus

NO LANGKAH/PROSEDUR

PERSIAPAN ALAT PEMASANGAN INFUS

1. a. Stand infus
b. Infus set
c. Cairan Ringer Laktat (RL)
d. IV ket
e. Pengalas
f. Torniket
g. Kapas alcohol
h. Plester
i. Gunting
j. Kassa
k. Handscon
l. Baki
m. Bengkok
TINDAKAN SEBELUM MELAKUKAN TINDAKAN

2. Menyiapkan alat-alat pemasangan infus


3. Memberitahukan klien tentang prosedur yang akan dilakukan
4. Petugas cuci tangan dibawah air mengalir
TINDAKAN PADA SAAT MELAKUKAN TINDAKAN

5. Siapkan tiang infus disebelah klien dengan tinggi 90 cm dari


tempat tidur
6. Buka set infus, periksa kelengkapan dan fungsi bagian-bagiannya,
letakkan control 1/3 atas slang dan matikan
7. Hubungkan infus set ke botol cairan, isi tabung komtrol 1/2
bagian, keluarkan udara dari slang infus set dengan mengalirkan
cairan sambil menaikkan ujung slang ke atas, dengan tidak
membuka jarum set infus. Matikan
8. Gantung cairan infus pada tiang infus
9. Buka set infus, letakkan kontrol 1/3 atas slang dan matikan
10. Periksa jika masih ada udara pada slang infus, jika ada slang infus
deregangkan dan slang dijentik dari bawah keatas
11. Pilih vena yang akan dipasang
- Vena yang besar dan lurus
- Mulai dari bagian bawah
12. Pasang perlak pengalas dibawah vena yang akan dipasang
13. Letakkan bengkok didekat klien
14. Buka bak instrument
15. Ambil handscon, pasang kedua tangan
16. Pasang torniket 10-15 cm dari daerah penusukan dan suruh klien
mengepalkan tangan
17. Desinfeksi area penusukan, tusukkan IV ket pada vena dengan
sudut 15’ dengan lubang jarum menghadap keatas
18. Bila IV ket sudah masuk vena, darah akan terlihat pada
pangkalnya, tarik jarum sambil mendorong IV ket masuk kedalam
vena semuanya, torniket dilepas dan kepalan tangan klien dibuka
19. Tekan bagian atas area penusukan, cabut jarum IV ket,
sambungkan dengan infus set, alirkan cairan dengan membuka
kontrol dengan perlahan
20. Buka handscon
21. Fiksasi IV ket dengan plester dengan cara menyilang, dan beri
plester 2 buah
22. Atur tetesan cairan sesuai dengan yang telah ditentukan
23. Botol cairan ditulis jam pemberian, jumlah tetesan
24. Plester di tulis tgl pemasangan

TINDAKAN PASCA MELAKUKAN TINDAKAN


25. Rapikan alat-alat
26. Komunikasikan prosedur telah selesai dilaksanakan
27. Cuci tangan
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis akan membandingkan antara tinjauan teoritis dengan

masalah-masalah yang didapatkan pada Tn.A dengan HIV/AIDS. Setelah penulis

melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Tn.A dengan HIV/AIDS, penulis masih

menemukan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang ditemukan. Untuk lebih

jelas akan di uraikan satu persatu sesuai langkah-langkah proses keperawatan yaitu

pengkajian, penegakkan diagnosa, intervensi.

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dari proses keperawatan,

dari pengkajian ini dapat dilihat uraian dari proses keperawatan secara teoritis

dan kasus :

1. Identitas pasien

Identitas pasien diperoleh melalui pasien, keluarga pasien dan buku

rekam medis pasien. Penulis mendapatkan respon yang baik dari

komunikasi yang dilakukan, serta pasien dan keluarga pasien

kooperatif, hal ini tidak lepas dari pendekatan terapeutik yang

dilakukan terlebih dahulu. (S omatri I.2009)

2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu

Berdasarkan teori biasanya klien merupakan pecandu narkoba

(dengan menggunakan jarum suntik bebas) klien suka merokok,

dank lien suka melakukan free sexs atau gonta ganti pasangan

secara bebas.

Sedangkan pada kasus Tn.A pengkajian yang dilakukan klien

riwayat pernah dirawat 3 bulan yang lalu dan di diagnosa

HIV/AIDS dan mengatakan bahwa pernah berhubungan seksual

dengan sesame jenis 9 tahun yang lalu.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan bahwa ada kesamaan antara

teori dan kasus klien, hanya saja Tn.A tidak pernah melakukan

pemakaian narkoba dan tidak terjadi kesenjangan antara teoritis

dengan kasus.

b. Riwayat kesehatan sekarang

Berdasarkan dalam teori yang telah dijelaskan riwayat penyakit

sekarang pada klien HIV/AIDS yaitu biasanya klien mengalami

diare, mual, muntah, demam berkepanjangan yang drastis, klien

merasa pusing, nyeri telan, sariawan, nafsu makan menurun dan

sesak nafas.

Sedangkan pada kasus Tn.A didapatkan klien lemah dan letih,

klien demam tinggi dan diare sejak 1 minggu yang lalu, BAB cair,

berwarna kuning, nyeri perut bagian atas dan punggung kanan,


nyeri terasa seperti mendesak, skala nyeri berkisar antara 6 sampai

7, nyeri dirasakan hilang timbul, klien juga mengatakan sering

merasa haus, nafsu makan menurun, berat badan berkurang.

Berdasarkan uraian diatas didapatkan kesamaan antara teori dan

kenyataan pada kasus. Hanya saja yang tidak ditemukan pada

kasus berdasarkan teori adalah tidak ditemukannya sesak nafas,

karena pada teori biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami

sesak nafas disebabkan oleh penurunan sistim imun pasien

sehingga berkomplikasi pada sistem pernafasan yang membuat

klien sesak nafas.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Berdasarkan teori yang dijelaskan berhubungan dengan HIV/AIDS

adalah biasanya keluarga klien tidak ada yang mengalami penyakit

seperti klien dan tidak ada keluarga yang menderita penyakit

menukar, maupun penyakit keturunan.

Pada kasus Tn.A tidak ada anggota keluarga yang memiliki

penyakit yang sama atau penyakit menular.

Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan kesamaan dan

tidak terjadi kesenjangan antara teori dengan kasus.

3. Pemeriksaan fisik
Dari data pemeriksaan fisik yang penulis lakukan ada ditemukan

kesenjangan antara teori dan praktek keperawatan yang penulis

lakukan pada Tn.A, seperti uraian berikut ini :

a. Keadaan umum

Berdasarakan teori biasanya kesadaran klien dari compos mentis,

sampai terjadi penurun tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor

bahkan coma. Biasanya tekanan darah ditemukan dalam batas

normal, terkadang frekuensi nadi meningkat, biasanya frekuensi

pernafasan meningkat, ditemukan suhu tubuh meningkat karena

demam, biasanya BB mengalami penurunan (bahkan hingga 10%).

Pada kasus Tn.A didapatkan klien tampak lemah, TTV dalam batas

normal.

Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan kesenjangan antara

teori dengan kasus, karena pada teori frekuensi nadi meningkat,

frekuensi pernafasan meningkat, suhu tubuh meningkat, tetapi

pada kasus ditemukan TTV klien dalam batas normal.

b. Wajah

Secara teori klien dengan HIV/AIDS biasanya wajah kliensimetris

kiri dan kanan, tidak ada oedema. Pada kasus Tn.A wajah klien

tampak pucat.
Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan kesamaan antara

teori dengan kasus, hanya saja pada teori tidak ada masalah, tetapi

pada kasus ditemukan wajah klien tampak pucat.

c. Kepala

Secara teori biasanya bentuk kepala simetris kiri dan kanan,

ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika,

biasanya rambut klien tampak kotor, berminyak, tidak ada

ketombe, rambut tidak beruban, rambut tampak kering, mulai

rontok, bau tidak sedap, dan rambut tidak rapi.

Sedangkan pada kasus Tn.A rambut tampak berwarna pirang,

distribusi rambut tidak merata, rambut mudah rontok dan

berketombe.

Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada

kesamaan, hanya saja pada teori klien tidak berketombe, tetapi

pada kasus di temukan berketombe.

d. Mata

Secara teori biasanya mata klien simetris kiri dan kanan, mata

tampak cekung, konjungtiva anemis, sclera ikterik, pupil isokor.

Pada kasus Tn.A konjungtiva klien anemis.

Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada

kesamaan dan tidak ada terjadi kesenjangan antara teori dengan

kasus.
e. Hidung

Secara teori hidung klien simetris kiri dan kanan, tidak ada cairan

atau serumen yang keluar, dan biasanya menggunakan cuping

hidung kadang tidak. Sedangkan pada kasus Tn.A tidak ada

masalah.

Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada

kesamaan dan tidak terjadi kesenjangan antara teori dengan kasus.

f. Mulut dan gigi

Secara teori biasanya bibir terdapat sariawan, serta pecah-pecah

dipermukaan bibir. Biasanya gigi tidak lengkap, gigi berkaries.

Sedangkan pada kasus Tn.A bibir tampak kering dan pecah-pecah,

mulut sariawan, terdapat kandidiasis oral.

Berdasarkan uraian diatas penulis menemukan bahwa ada

kesamaan, hanya saja pada teori biasanya gigi tidak lengkap, gigi

berkaries, tetapi pada kasus gigi klien normal.

g. Dada/thorax

Secara teori inspeksi simetris kiri dan kanan palpasi biasanya

fremitus kiri sama dengan kanan, perkusi basanya sonor , dan

auskultasi biasanya bunyi nafas wheezing. Sedangkan pada kasus

Tn.A hasil auskultasi paru didapatkan fase ekspirasi memanjang.

Berdasarkan uraian diatas penulis menemukan kesenjangan antara

teori dan kasus, karena pada teori auskultasi biasanya bunyi nafas
wheezing, sedangkan pada kasus yang didapatkan fase ekspirasi

memanjang.

h. Abdomen

Secara teori biasanya inspeksi tidak ada pembesaran pada abdomen

dan tidak ada lesi, auskultasi biasanya bising usus 18x/i, palpasi

biasanya nyeri tekan di empigastrium, perkusi berbunyi timpani.

Sedangkan pada kasus Tn.A terdapat sistensi abdomen, bisisng

usus terdengar 20x/i, palpasi teraba pembesaran hepar, perkusi

didapatkan bunyi pekak.

Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada

kesamaan antara teori dan kasus, hanya saja pada teori inspeksi

tidak ada pembesaran pada abdomen, sedangkan pada kasus

terdapat sistensi abdomen.

i. Kulit

Secara teori biasanya ruam kulit kering, turgor jelek, terdapat

tanda-tanda lesi (lesi sarcoma kaposi). Sedangkan pada kasus Tn.A

kulit klien terlihat kering, lesi turgor, kulit kembali > 2 detik.

Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada

kesamaan dan tidak terjadi kesenjangan antara teori dengan kasus.

j. Ekstremitas
Secara teori ekstremitas atas biasanya kelemahan otot, menurunnya

masa otot, ekstremitas bawah biasanya tidak ada oedema pada kaki

atau tungkai, kelemahan otot, menurunnya masa otot.

Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada

kesamaan dan tidak terjadi kesenjangan antara teori dengan kasus.

4. Kebiasaan sehari-hari

a. Nutrisi

Secara teori biasanya klien tidak ada nafsu makan (karena

anoreksia mual dan muntah) biasanya diit yang diberikan melalui

oral, jika tidak bisa menelan melalui sonde, biasanya jenis

makanan yang diberikan yang mengandung energy tinggi, protein

dan karbohidrat tinggi, lemak cukup, tinggi vitamin, dan mineral,

biasanya keluhan klien yaitu nyeri menelan. Biasanya klien minum

kurang dari 2000 cc/hari, biasanya diit pasien harus minum yang

banyak untuk membantu menghilangkan sariawan dan demam

klien, biasanya keluhan klien yaitu susah minum karena ada

candidiasis pada lidah.

Sedangkan pada kasus Tn.A nafsu makan klien berkurang, sering

merasa mual dan muntah. Klien mendapatkan diit ML rendah serat

+ ekstra ikan gabus. Porsi makan hanya habiskan 2 sendok makan.

Biasanya klien minum 3 gelas sehari ±600 cc.


Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada

kesamaan hanya saja klien makan tidak melalui sonde tetapi

melalui oral, dan tidak terjadi kesenjangan antara teori dengan

kasus.

b. Eliminasi

Secara teori biasanya klien mengalami diare, feses encer disertai

mucus atau darah, rasa terbakar saat berkemih, dan perubahan

warna urin. Sedangkan pada kasus Tn.A BAB klien mengalami

diare 2 kali dalam sehari, berwarna kuning, konsistensi cair.

Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada

kesamaan dan tidak ada terjadi kesenjangan antara teori dengan

kasus.

c. Istirahat dan tidur

Secara teori biasanya klien mengalami kesulitan dalam tidur

karena badannya terasa lemas akibat diare yang berkepanjangan

dan seluruh badan letih akibat sistem imun dalam tubuh

mengalami penurunan. Sedangkan pada kasus Tn.A saat sakit jam

tidur klien meningkat, waktu klien lebih banyak digunakan untuk

tidur dan istirahat, masalah yang ditemukan klien saat tidur yaitu

pada malam hari terbangun karena BAB, demam serta keringat

malam.
Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada

kesamaan antara teori dan kasus, hanya saja pada teori klien

mengalami sulit tidur, tetapi pada kasus tidur klien meningkat.

d. Aktivitas dan latihan

Secara teori biasanya klien merasa kesulitan untuk melakukan

aktivitas, kelemahan dan kebutuhan sehari-hari klien dibantu oleh

keluarganya. Sedangkan pada kasus Tn.A saat sakit aktivitas klien

banyak dibantu oleh keluarga.

Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada

kesamaan dan tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus.

5. Riwayat psikologis

Secara teori biasanya klien mengungkapkan perasaan takut, cemas dan

meringis, kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola

hidup. Sedangkan pada kasus Tn.A klien mengatakan cemas karena

mesara kondisinya semakin memburuk dan belum merasakan

perubahan dari kesehatannya.

Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada kesamaan

dan tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus.

6. Riwayat spiritual

Secara teori biasanya klien pasrah terhadap penyakitnya. Dan klien

tidak menjalankan ibadah selama sakit dan merasa lemah. Sedangkan

pada kasus Tn.A klien hanya berdoa untuk kesembuhannya.


Berdasarkan uraian diatas penulis mendapatkan bahwa ada kesamaan

dan tidak terjadi kesenjangan antara teori dan kasus.

B. Diagnosa keperawatan

Menurut teori dan kasus dapat ditegakkan 2 diagnosa keperawatan dan 3

berbeda dengan teoritis. Diagnosa yang peneliti temukan dapat ditegakkan

berdasarkan dukungan dari data subjektif dan data objektif serta sesuai

dengan sumber penulis temukan dan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti. Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan :

1. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif

Didapatkan sesuai dengan diagnosa keperawatan pada teori. Diagnosa

ini diangkat karena adanya data pendukung, Tn.A mengalami demam

1 minggu yang lalu, badan terasa lemah, BAB cair, frekuensi BAB 3x

sehari, suhu tubuh naik dan keringat sering berlebih, bibir kering dan

pecah-pecah, kulit kering. Sehingga tujuan yang diangkat yaitu status

cairan membaik, indikator yang dimiliki : turgor kulit cukup

meningkat, output urine sedang, berat badan meningkat, perasaan

lemah menurun, frekuensi nadi membaik, tekanan darah membaik,

membrane mukosa membaik, intake cairan membaik, status mental

cukup membaik, suhu tubuh membaik.

2. Nyeri akut b/d agen pencedera biologis

Didapatkan sesuai dengan diagnosa keperawatan pada kasus. Diagnosa

ini diangkat karena adanya data pendukung, Tn.A mengatakan nyeri


perut bagian atas dan punggung kanan, nyeri terasa seperti mendesak,

skala nyeri berkisar antara 6 sampai 7, nyeri terasa hilang timbul..

Sehingga tujuan yang diangkat yaitu tingkat nyeri menurun, indikator

yang dimiliki : keluhan nyeri menurun, meringis menurun, gelisah

menurun, menarik diri cukup menurun, ketegangan otot menurun,

muntah menurun, mual menurun, frekuensi nadi membaik, pola napas

membaik, tekanan darah membaik, nafsu makan membaik, pola tidur

membaik.

3. Gangguan mobilitas fisik b/d perubahan metabolisme

Didapatkan sesuai dengan diagnosa keperawatan pada kasus. Diagnosa

ini diangkat karena adanya data pendukung, Tn.A Klien mengatakan

cemas bergerak karena merasa kondisinya semakin memburuk, klien

mengatakan badan terasa lemas dan tidak mampu beraktivitas, klien

mengatakan aktivitas hanya di tempat tidur saja, klien tampak lemah,

klien tampak di bantu oleh keluarga, kekuatan otot klien menurun.

Sehingga tujuan yang diangkat yaitu eliminasi fekal membaik,

indikator yang dimiliki : kontrol pengeluaran feses sedang, konsistensi

feses membaik, frekuensi defekasi membaik, peristaltik usus membaik.

4. Defisit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolisme

Didapatkan sesuai dengan diagnosa keperawatan pada teori. Diagnosa

ini diangkat karena adanya data pendukung, Tn.A mengatakan berat

badan berkurang, nafsu makan menurun, makanan habis hanya 2


sendok, mual dan muntah, tampak kurus, bibir kering dan pecah-

pecah, terdapat sariawan. Sehingga tujuan yang diangkat yaitu status

nutrisi membaik, indikator yang dimiliki : porsi makanan yang

dihabiskan meningkat, pengetahuan tentang pilihan makanan yang

sehat meningkat, pengetahuan tentang pilihan minuman yang sehat

meningkat, pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat

meningkat, penyiapan dan penyimpanan makanan yang aman

meningkat, penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman

meningkat, nyeri abdomen menurun, sariawan cukup menurun, rambut

rontok cukup menurun, diare menurun, berat badan cukup membaik,

frekuensi makan cukup membaik, nafsu makan cukup membaik, bising

usus membaik, membrane mukosa membaik.

5. Harga diri rendah situasional b/d perubahan citra tubuh

Didapatkan sesuai dengan diagnosa keperawatan pada kasus. Diagnosa

ini diangkat karena adanya data pendukung, Tn.A mengatakan merasa

malu dengan kondisinya saat ini, tidak percaya diri dengan tubuhnya

saat ini dan malu jika bertemu dengan orang lain, pasrah dengan

penyakitnya saat ini, saat sakit klien lebih sering menyendiri di kamar,

tampak murung dan lesu, saat berkomunikasi klien lebih banyak

merunduk, tampak tidak bersemangat, saat bicara klien hanya sesekali

melihat lawan bicara. Sehingga tujuan yang diangkat yaitu harga diri

meningkat, indikator yang dimiliki : perasaan memiliki kelebihan atau


kemampuan positif meningkat, berjalan menampakkan wajah cukup

meningkat, postur tubuh menampakkan wajah cukup meningkat, tidur

meningkat, kontak mata cukup meningkat, perasaan malu cukup

menurun, perasaan bersalah cukup menurun, perasaan tidak mampu

melakukan apapun cukup menurun.

Sedangkan untuk diagnosa yang tidak ditegakkan yaitu :

a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

Tidak diangkat karena data yang didapatkan pada Tn.A lebih

mengarah pada hipovolemia sehingga penulis mengangkat

diagnosa tersebut dan tidak mengambil diagnosa hipertermia,

karena hipertermia adalah suhu tubuh meningkat di atas rentang

normal tubuh, sementara data yang didapat saat melakukan

pengkajian pada Tn.A badan terasa lemah, BAB cair, frekuensi

BAB 3x sekali, jika suhu tubuh naik, keringat sering berlebih. Dari

itu penulis merobah diagnosa baru.

Sehingga saat diagnosa ini ditegakkan tidak bisa diangkat karena

tidak ditemukan data untuk mengangkat diagnosa tersebut.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya

nafas.

Tidak diangkat karena data yang didapatkan yaitu tidak

ditemukannya pada kasus Tn.A batuk, ada suara tambahan.


Sehingga diagnosa ini ditegakkan tidak bisa diangkat karena tidak

ditemukan data untuk mengangkat diagnosa tersebut.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Tidak diangkat karena data yang didapatkan pada Tn.A lebih

mengarah pada hambatan mobilitas fisik sehingga penulis

mengangkat diagnosa tersebut dan tidak mengambil diagnosa

intoleransi aktivitas, karena intoleransi aktivitas adalah ketidak

cukupan energi psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan

aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin

dilakukan, yang mana batasan karakteristiknya yaitu dispenia

setelah beraktivitas, perubahan EKG, respon tekanan darah

abnormal terhadap aktivitas, sementara data yang didapat saat

melakukan pengkajian Tn.A hanya keletihan, aktivitas sehari-hari

dibantu keluarga. Dari itu penulis merubah diagnosa baru.

Sehingga saat diagnosa ini ditegakkan tidak bisa diangkat karena

tidak ditemukan data untuk mengangkat diagnosa tersebut.

d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status

nutrisi

Tidak diangkat karena data yang didapatkan yaitu tidak

ditemukannya pada kasus Tn.A kerusakan jaringan dan lapisan

kulit. Sehingga diagnosa ini ditegakkan tidak bisa diangkat karena

tidak ditemukan data untuk mengangkat diagnosa tersebut.


C. Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan merupakan landasan seorang perawat untuk

melakukan implementasi keperawatan kepada seorang pasien, sehingga

dengan matangnya intervensi yang dilakukan akan berdampak baik

didalam pelaksanaan implementasi yang diberikan oleh pasien.

Pada teori yang dibahas pada BAB II dalam studi kasus ini, setelah

dituliskan mengenai intervensi keperawatan pada masing-masing diagnosa

keperawatan yang mungkin muncul pada pasien HIV/AIDS sehingga pada

pengaplikasian langsung pada Tn.A penulis menemukan beberapa

kesamaan dalam intervensi keperawatan karena diagnosa yang muncul

pada teori dengan kasus menemukan beberapa kesamaan.

1. Hipovolemia b/d kehilangan cairan aktif

Intervensi yang dipilih yaitu manajemen hipovolemia dimana ada 7

aktivitas yang telah direncanakan yaitu : periksa tanda dan gejala

hipovolemia, monitor intake dan output cairan, hitung kebutuhan

cairan, berikan asupan cairan oral, anjurkan memperbanyak asupan

cairan oral, anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak,

kolaborasi pemberian cairan koloid, distribusikan selama 24 jam,

dukung pasien dengan keluarga untuk membantu dalam pemberian

makan dengan baik, monitor reaksi pasien terhadap terapi cairan yang

diresepkan, konsultasikan dengan dokter jika ada tanda dan gejala

berlebih volume cairan menetap atau memburuk.


2. Nyeri akut b/d agen pencedera biologis

Intervensi yang dipilih yaitu manajemen nyeri dimana ada 10

aktivitas yang telah direncanakan yaitu : identifikasi lokasi,

karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, identifikasi

skala nyeri, monitor efek samping penggunaan analgetik, berikan

teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri, fasilitasi

istirahat dan tidur, jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri,

jelaskan strategi meredakan nyeri, anjurkan menggunakan analgetik

secara tepat, ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa

nyeri, kolaborasi pemberian analgetik.

3. Gangguan mobilitas fisik b/d perubahan metabolisme

Intervensi yang dipilih yaitu dukungan mobilisasi dimana ada 10

aktivitas yang telah direncanakan yaitu : identifikasi adanya nyeri atau

keluhan fisik lainnya, identifikasi toleransi fisik melakukan

pergerakan, monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum

memulai mobilisasi, monitor kondisi umum selama melakukan

mobilisasi, fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu, fasilitasi

melakukan pergerakan, libatkan keluarga untuk membantu pasien

dalam meningkatkan pergerakan, jelaskan tujuan dan prosedur

mobilisasi, anjurkan melakukan mobilisasi dini, ajarkan mobilisasi

sederhana yang harus dilakukan

4. Defisit nutrisi b/d peningkatan kebutuhan metabolisme


Intervensi yang dipilih yaitu manajemen nutrisi dimana ada 12

aktivitas yang telah direncanakan yaitu : identifikasi status nutrisi,

identifikasi alergi dan intoleransi makanan, identifikasi kebutuhan

kalori dan jenis nutrient, monitor asupan makanan, monitor berat

badan, monitor hasil pemeriksaan laboratorium, lakukan oral hygiene

sebelum makan, fasilitasi menentukan pedoman diet, berikan makanan

tinggi kalori dan tinggi protein, anjurkan posisi duduk, ajarkan diet

yang diprogramkan, kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan.

5. Harga diri rendah situasional b/d perubahan citra tubuh

Intervensi yang dipilih yaitu manajemen perilaku dimana ada 8

aktivitas yang telah direncanakan yaitu : identifikasi harapan untuk

mengendalikan perilaku, ciptakan dan pertahankan lingkungan dan

kegiatan perawatan konsisten setiap dinas, atasi jumlah pengunjung,

bicara dengan nada rendah, beri penguatan positif terhadap

keberhasilan mengendalikan perilaku, hindari bersikap menyudutkan

dan menghentikan pembicaraan, hindari sikap mengancam dan

berdebat, informasikan keluarga bahwa keluarga sebagai dasar

pembentukan kognitif.

D. Implementasi Keperawatan

Intervensi yang akan diimplementasikan adalah dari diagnosa hipovolemia

berhubungan dengan kehilangan cairan aktif yaitu kolaborasi pemberian


cairan berupa Ringer Laktat (RL) melalui intravena(IV) dengan prosedur

pemasangan infus. Tindakan pemberian cairan infus sangat tepat dengan

kondisi klien untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Karena

hipovolemia merupakan penurunan volume cairan intravaskular,

interstisial, dan/ atau intraselular. Sehingga kehilangan cairan ini akan

menyebabkan terjadinya kombinasi kekurangan natrium dan air.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, penatalaksanaan adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian

Berdasarkan pengkajian yang didapatkan bahwa Tn.A mengalami

HIV/AIDS dengan manifestasi klinis sama dengan yang terdapat pada

teori dan kasus yaitu : diare, mual, muntah, lemah, lesu, tidak nafsu

makan, penurunan berat badan, nyeri dan sariawan, serta demam hilang

timbul. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus yang sama

dengan teori yaitu hasil pemeriksaan laboratorium.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Tn.A terdapat 5

diagnosa yaitu : hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,

nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis, gangguan

mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan metabolisme, defisit nutrisi

berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme, harga diri

rendah situasional berhubungan dengan perubahan citra tubuh. Dan ada 4


diagnosa yang tidak diangkat karena penulis tidak menemukan masalah

dan data yang dapat mendukung untuk ditegakkan diagnose tersebut.

3. Perencanaan keperawatan

Perencanaan tindakan keperawatan dibuat berdasarkan teori yang ada dan

disesuaikan dengan kasus Tn.A pada saat itu.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulam diatas izinkan penulis memberikan beberapa saran

pada asuhan keperawatan klien dengan HIV/AIDS yaitu :

1. Bagi penulis

Studi kasus berguna untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari

mahasiswa, dan untuk menambah wawasan bagi penulis, selain itu

mahasiswa juga mampu memahami konsep tentang HIV/AIDS dan

melakukan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa,

intervensi.

2. Bagi klien

Dengan adanya studi kasus ini, klien bisa mendapatkan asuhan

keperawatan yang komprehensif.

3. Bagi akademik

Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa-mahasiswa STIKes

MERCUBAKTIJAYA Padang dalam menerapkan asuhan keperawatan

pada klien dengan HIV/AIDS.

Anda mungkin juga menyukai