Anda di halaman 1dari 3

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Audit

Menurut Mautz dan Sharaf, teori auditing tersusun atas lima konsep dasar, yaitu :

1. Bukti (Evidence)
Tujuan memperoleh dan mengevaluasi bukti adalah untuk memperoleh pengertian,
sebagai dasar untuk memberikan kesimpulan, yang dituangkan dalam pendapat auditor.
Bukti ini harus diperoleh dengan cara-cara tertentu agar dapat dicapai hasil yang
maksimal. Cara-cara tersebut yaitu :
 Authoritarianisme, bukti yang diperoleh berdasarkan informasi dari pihak lain.
 Mistikisme, yaitu bukti dihasilkan dari intuisi. Misalnya dengan pemeriksaan
buku besar, penelaahan atas keterangan dari pihak luar.
 Rasionalisasi, yaitu pemikiran asumsi yang diterima. Misalnya perhitungan
kembali oleh auditor.
 Empidikisme, yaitu pengalaman yang sering terjadi. Misalnya perhitungan dan
pengujian secara fisik.
 Pragmatisme, yaitu merupakan hasil praktik misalnya berdasarkan penelusuran
kejadian atau peristiwa.
2. Kehatian – hatian dalam pemeriksaan (Due audit care)
Konsep ini didasarkan pada isu pokok tingkat kehati-hatian yang diharapkan pada
auditor yang bertanggungjawab. Konsep ini lebih dikenal dengan konsep konservatif.
Walaupun sebagai manusia, auditor tak luput dari kesalahan, namun sebagai seorang
yang profesional ia dituntut utk dpt melaksanakan pekerjaannya dengan tingkat kehati-
hatian yang tinggi (meminimalkan kesalahan ygbersifat kesalahan manusiawi).
3. Penyajian atau Pengungkapan yang Wajar
Dalam konsep ini menuntut adanya informasi laporan keuangan yang bebas
(tidakmemihak) dan mencerminkan posisi keuangan, hasil operasi, dan aliran kas
perusahaan yang wajar. Konsep ini dijabarkan lagi dalam tiga sub konsep, yaitu:
 Accounting propriety, berhubungan dengan penerapan prinsip akuntansi tertentu,
dalam kondisi tertentu.
 Adequate Disclosure, berkaitan dengan jumlah dan luasnya pengungkapan.
 Audit obligation, berkaitan dengan kewajiban auditor untuk bersikap
independendalam memberikan pendapat.
4. Independensi
Merupakan suatu sikap mental yang dimiliki auditor untuk tidak memihak dalam
melakukan audit. Masyarakat pengguna jasa audit memandang bahwa auditor akan
independen dalam laporan keuangan yang diperiksanya, dari pembuat dan pemaikai
laporan keuangan. Konsep independensi berkaitan dengan independensi pada diri pribadi
auditorsecara individual (practitioner-independence), dan independen pada seluruhauditor
secara bersama-sama dalam profesi (profession-independence).
Practioner- Independence Merupakan pikiran, sikap tidak memihak, dan percaya
diri yang mempengaruhi pendekatan auditor dalam pemeriksaan. Untuk itu auditor harus
independen dalam menggunakan teknik dan prosedur audit (programming independence),
harus independen dalam memilih aktivitas yang berhubungan secara profesional, dan
kebijakan manajemen yg akan diperiksannya (investigation –independence), dan harus
independen dalam mengemukakan fakta hasil pemeriksaannya yang tercermin dalam
pemberian pendapat dan rekomendasi yg diberikan (reporting- independence. Sedangkan
Profession Independence Merupakan persepsi yang timbul dari anggota masyarakat
keuangan / bisnisdan masyarakat umum tentang profesi akuntan sebagai kelompok.
5. Etika Perilaku
Etika dalam auditing, berkaitan dengan konsep perilaku yang ideal dari seorang auditor
profesional yang independen dalam melaksanakan audit. Pengguna laporan keuangan
yang diaudit mengharapkan auditor untuk melaksanakan audit dengan kompetensi teknis,
integritas, independensi, dan objektivitas, selanjutnya mencari dan mendeteksi salah saji
yang material, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, serta mencegah
penerbitan laporan keuangan yang menyesatkan. Prinsip Etika Profesi Akuntan Indonesia
yang diputuskan dalam kongres VIII tahun 1998 terdiri dari tanggungjawab profesi,
kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati- hatian profesional,
kerahasiaan, prilaku profesional, dan standar teknis.

Anda mungkin juga menyukai