Anda di halaman 1dari 5

Istilah hukum yang sering keliru penerapannya adalah istilah Paten,

Gratifikasi dan Deponering.

A. Paten

Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari
kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik), dan
juga berasal dari istilah letters patent, yaitu surat keputusan yang
dikeluarkan kerajaan yang memberikan hak eksklusif kepada individu dan
pelaku bisnis tertentu.[2]  Menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Paten, Pasal 1 angka 1 berbunyi :

“Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor


atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu
melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan  persetujuan
kepada pihak lain untuk melaksanakannya”

Sering terdengar dalam sosialisasi kekayaan intelektual, peserta


sosialisasi bertanya kepada narasumber, “saya telah mematenkan
merek saya di kanwil kemenkumham, tetapi sampai sekarang belum
keluar sertifikatnya ?”. 

Terlihat juga dalam suatu percakapan di website kaskus, ada member


kaskus yang menanyakan tentang merek, demikian pertanyaannya : “Misi
agan2 sekalian.. Ane seorang wirausaha, rencananya ane mau
mematenkan merk dagang ane.. Prosedurnya gimana ya? Trus gimana
cara tau nya merk yg mau ane paten kan, sudah dipatenkan/blm oleh
orang lain? Mohon infonya yaa... Thankzzz gan...”[3]

Dalam suatu percakapan pada saat seorang temen sedang sakit, seorang
teman lainnya berkata: “supaya cepat sembuh, minum ini nih … Obat
Paten, sekali minum langsung sembuh”.

Dari uraian diatas, maksud istilah kata “mematenkan merek” adalah


mendaftarkan merek, sedangkan istilah kata “Obat Paten” adalah obat
yang manjur/mujarab, bukan resep obat yang masih dalam perlindungan
hak paten.

Masyarakat harus tahu bahwa merek dan paten, merupakan dua istilah
yang berbeda dan keduanya merupakan bagian dari kekayaan intelektual.
Merek diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2016 Tentang Merek.
B. Gratifikasi

Menurut  penjelasan Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang


Perubahan atas UU No. 31/ 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi, Pengertian Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni
meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman
tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.  Gratifikasi tersebut baik
yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan
dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Apabila merujuk pada kamus bahasa Inggris, nampaknya sudah terjadi


kekeliruan dalam penggunaan istilah ’gratifikasi’ yang merupakan kata
terjemahan dari Bahasa inggris : “gratification”.  Definisi dari Collins English
Dictionary - Complete & Unabridged 2012 Digital Edition, yaitu “gratification”
is [4] :

1. pleasure, especially when gained from the satisfaction of a


desire (kenikmatan, khususnya kepuasan yang didapat karena
terpenuhinya keinginan)
2. something that gratifies (sesuatu yang memuaskan)
3. an obsolete word for ’gratuity’ (kata usang yang bermakna ’hadiah’
atau ’ganjaran’).

Dari definisi di atas, (setidak-tidaknya di wacana bahasa Inggris) gratifikasi


tidak dipakai untuk merujuk kepada ’uang sogok atau uang suap’. Seperti
terlihat pada definisi istilah ’gratuity’ lebih sesuai (lebih mutakhir) dipakai
ketimbang istilah ’gratification’. Namun sekali lagi, kata ’gratuitas’
menyiratkan ’uang sebagai tanda terima kasih yang tulus’, bukan ’uang
tanda terima kasih yang mempunyai pamrih terselubung’. [5]

C. Deponering

Akhir tahun 2009, terjadi perseteruan antara pimpinan Komisi


Pemberantasan Korupsi (Bibit & Chandra) dengan Bareskrim POLRI.
Perseteruan tersebut memunculkan istilah “ CICAK VS BUAYA”[6], dan
istilah yang sering muncul saat itu adalah “Deponering” ketika Jaksa Agung
mengenyampingkan perkara pidana dengan  menerbitkan Surat
Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) sebagaimana rekomendasi
Tim 8 [7]. Begitu pula saat pimpinan KPK (Samad & Bambang) dijadikan
tersangka tahun 2015 dan Jaksa Agung mengenyampingkan perkara
pidana dengan  menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan
(SKPP) [8], istilah “Deponering” muncul kembali di media cetak maupun
elektronik.

Deponering berasal dari Bahasa Belanda. Deponering bentuk kata benda


dari deponeren, menurut definisi dalam bahasa aslinya di Negeri Belanda
artinya menyerahkan, melaporkan, mendaftarkan. Ini bisa ditemukan
dalam hukum dagang, administrasi maupun perpajakan. Contoh
kalimat : Het bedrijf wilde zijn merknaam deponeren (Perusahaan itu ingin
mendaftarkan nama mereknya). atau Gedeponeerde merk = merek
terdaftar. Proses penyerahan, pelaporan atau pendaftarannya
disebut deponering. Deponeren jaarstukken = laporan tahunan.[9]

Pasal 35 huruf c  Undang-Undang No 16 Tahun 2004  Tentang Kejaksaan


R.I. berbunyi:

“Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang menyampingkan


perkara demi kepentingan umum”.  

Dalam Penjelasan pasal 35 huruf c Undang-Undang No 16 Tahun 2004 


Tentang Kejaksaan R.I. disebutkan:

“Yang dimaksud dengan ‘kepentingan umum’ adalah kepentingan bangsa


dan Negara dan/atau kepentingan
masyarakat. mengesampingkan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas opportunitas, yang hanya
dapat dilakukan oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan
pendapat dari badan-badan kekuasaan Negara yang memepunyai
hubungan dengan masalah tersebut”.

Kemudian lebih lanjut kewenangan menyampingkan  perkara demi


kepentingan umum terdapat dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c KUHAP yang
berbunyi:

“Perkara tersebut dikesampingkan demi kepentingan umum atau


perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh
dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu
tindak pidana”, dan terdapat dalam Penjelasan Pasal 77 KUHAP berbunyi:
“Yang dimaksud dengan penghentian penuntutan tidak
termasuk penyampingan perkara untuk kepentingan umum menjadi
wewenang Jaksa Agung”.
Dari uraian diatas, menjadi permasalahan Istilah apakah yang tepat untuk
menggantikan kata atau ungkapan khusus dari  “pengesampingan
perkara demi kepentingan umum” ?

Guru Besar Hukum Acara Pidana, yang juga Ketua Tim Penyusun RUU
KUHAP, Prof. Andi Hamzah berpendapat istilah yang benar
adalah seponering. Istilah ini berasal dari kata kerja seponeren, dengan
kata dasar sepot. Pandangan Andi Hamzah itu juga dia sampaikan secara
terbuka di depan peserta Seminar Pengkajian Hukum Nasional 2010 yang
dilaksanakan Komisi Hukum Nasional. Dua pakar hukum pidana, Prof.
Mardjono Reksodiputro dan Prof. J.E. Sahetapy berada di acara tersebut
ketika Prof. Andi Hamzah menyampaikan pandangannya. Ketika
melakukan studi banding ke Belanda untuk kebutuhan penyusunan RUU
KUHAP, Andi Hamzah membuktikan istilah yang dipakai adalah seponeren.
[10]

Lebih lanjut,  menghentikan atau menyampingkan perkara seperti


dimaksudkan para ahli hukum di tanah air adalah bukan deponering,
melainkan seponeren. Seponeren artinya terzijde
leggen (menyampingkan), niet vervolgen (tidak menuntut). Terminologi ini
hanya dikenal dalam hukum pidana sebagaimana diatur dalam Het
Nederlands Strafprocesrecht (KUHAP Belanda).[11]

Atau  kenapa tidak dipergunakan kalimat lengkap sesuai peraturan


perundang-undangan yang berlaku yaitu “pengesampingan perkara
demi kepentingan umum”, daripada menggunakan istilah
Belanda deponering tapi keliru, karena toh dalam KUHAP dan UU
Kejaksaan R.I. tidak menggunakan istilah itu.

“Suatu istilah hukum memiliki makna tertentu dan terkadang


membawa akibat hukum tertentu.”

Kiranya sedikit tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

[1] http://kbbi.web.id/istilah diakses tanggal 17 Juli 2017

[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Paten diakses tanggal 17 Juli 2017

[3] https://www.kaskus.co.id/thread/52987153bdcb17e20e0000bd/
askinfo-merk-dagang-yg-sudah-dipatenkan/ diakses tanggal 17 Juli 2017

[4] http://www.dictionary.com/browse/gratification  diakses tanggal 17 Juli


2017
[5] Kusno, Gustaaf, Gara-gara Alat Vital dan Kancing Gigi (Bunga Rampai
Bahasa), PT Gramedia Pustaka Tama, 2014, Hal. 35

[6] https://id.wikipedia.org/wiki/Konfrontasi_Cicak_dan_Buaya diakses
tanggal 17 Juli 2017

[7] https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi_Bibit_%26_Chandra diakses
tanggal 17 Juli 2017

[8] https://www.voaindonesia.com/a/jagung-deponering-kasus-abraham-
samad-dan-bambang-widjojanto--/3219269.html  diakses tanggal 17 Juli
2017

[9] http://www.kompasiana.com/sahatsigiro_placebo/mana-yang-
bener_54fff86aa333112b6c50f9a5 diakses tanggal 17 Juli 2017

[10] Disarikan dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cecd0c51fb6b/bahasa-
hukum-iseponeringi-atau-ideponeringi tanggal 17 Juli 2017

[11]Disarikan
dari http://www.kompasiana.com/sahatsigiro_placebo/mana-yang-
bener_54fff86aa333112b6c50f9a5 diakses tanggal 17 Juli 2017

Penulis : Budiman Muhammad


Penyuluh Muda pada Kanwil Kemenkumham Jabar

Anda mungkin juga menyukai