Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan jendela kehidupan. Melalui indera inilah kita dapat melihat dan
menikmati indahnya kehidupan. Mata merupakan organ yang keberadaannya
berhubungan langsung dengan lingkungan luar sehingga sering menyebabkan
mata terkena dampak dari posisi anatominya tersebut. Mata sering terpapar
dengan keadaan lingkungan sekitar seperti udara, debu, benda asing dan suatu
trauma yang dapat langsung mengenai mata.

Trauma merupakan salah satu keadaan gawat darurat pada mata. Trauma pada
mata meliputi trauma tumpul, trauma tajam, trauma kimia, dan trauma radiasi.1
Trauma dapat terjadi karena kecelakaan atau kurangnya proteksi terhadap
keamanan mata. Setiap kerusakan yang terjadi pada mata dapat mengganggu
fungsi penglihatan bahkan kebutaan. Trauma kimia merupakan salah satu jenis
trauma dan dapat menyebabkan komplikasi seperti glaukoma, perforasi kornea,
katarak, dan ulkus kornea. Sebuah studi melaporkan sepertiga dari 131 pasien
dengan trauma kimia mengalami kecacatan sementara 15% mengalami kebutaan.2
Sekitar 20% dari trauma kimia berujung pada kecacatan dalam bidang kosmetik
dan penglihatan sedangkan hanya 15% pasien dengan trauma kimia yang berat
yang dapat memperoleh kembali penglihatannya.3

Trauma kimia dapat disebabkan oleh zat kimia baik yang bersifat asam atau basa.
Trauma kimia asam biasanya kurang berbahaya dibandingkan trauma alkali
karena asam kurang dapat menembus ke dalam jaringan bola mata kecuali asam
hidroflorik. Dampak yang ditimbulkan dari trauma asam sangat tergantung pada
tingkat pH, kecepatan, dan jumlah bahan kimia yang mencapai mata. Walaupun
demikian, setiap bahan kimia yang masuk ke dalam mata perlu diwaspadai agar
tidak meningkatkan morbiditas dan mengganggu fungsi penglihatan dari organ
ini. Trauma pada mata memerlukan penanganan yang tepat untuk mencegah
kerusakan yang lebih berat agar tidak berujung pada kebutaan.
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan substansi
dengan pH yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam) dengan trauma kimia basa
yang menyebabkan proses pencairan dan trauma asam yang menyebabkan
koagulasi.4 Trauma kimia asam merupakan trauma kimia yang mengiritasi mata
akibat bahan yang bersifat asam dengan pH < 7.

2.2 Epidemiologi
Trauma pada mata dilaporkan sekitar 7-18% dari trauma okuli yang datang ke
tempat pelayanan kesehatan. Sekitar 3-4% trauma mata ini turut menyumbang
angka keseluruhan trauma dari kecelakaan kerja. Trauma kimia diperkirakan
sebesar 84%. Angka perbandingan bahan kimia asam dan alkali sebagai agen
penyebab trauma ini bervariasi dari 1:1 sampai 1:4.2 Trauma kimia umumnya
didapatkan pada usia 16-45 tahun.3 Trauma kimia sering terjadi pada laki-laki
dikarenakan laki-laki lebih banyak bersinggungan dengan bidang perindustrian,
konstruksi, atau pertambangan.2 Salah satu agen penyebab trauma kimia asam
yaitu asam hidroflorida. Lebih dari 1.000 kasus paparan asam hidroflorida
dilaporkan walaupun angka insiden pastinya masih belum diketahui. Suatu pusat
pelayanan melaporkan asam hidroflorida tercatat sekitar 35 (17%) pasien dari 205
pasien yang datang dengan keluhan trauma kimia.5

2.3 Etiologi
Bahan-bahan asam yang dapat merusak mata seperti bahan anorganik, bahan
organik (asetat, formiat), dan organik anhidrat (asetat). 1 Beberapa zat asam yang
sering mengenai mata adalah asam sulfat, asam asetat, hidroflorida, asam nitrat,
asam klorida, dan asam hidroklorida.

Ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin
merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimiawi pada mata. Asam
hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap
aluminum, dan cairan pembersih yang kuat. Industri tertentu menggunakan asam
3

hidroflorida dalam pembersih dinding, glass etching (pengukiran pada kaca


dengan cairan kimia), electropolishing, dan penyamakan kulit. Asam hidroflorida
juga digunakan untuk pengendalian fermentasi pada  breweries (pengolahan bir).

2.4 Patofisiologi
Asam didefinisikan sebagai pendonor proton (H+). Kekuatan keasaman ditentukan
dengan seberapa mudahnya melepas proton. Kekuatan asam diukur menggunakan
skala pH dengan pH 1 merupakan asam yang kuat sedangkan pH 14 merupakan
basa yang kuat. Bahan asam yang mengenai mata akan menyebabkan
pengendapan atau penggumpalan protein namun bila konsentrasinya sedikit, tidak
menimbulkan kerusakan dibandingkan bahan yang bersifat basa.1 Asam
berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan anion dalam kornea. Molekul hidrogen ini
dapat menghancurkan permukaan okular dengan mengubah pH sedangkan anion
menyebabkan protein mengalami denaturasi dan koagulasi. Anion dari asam dapat
menyebabkan proses koagulasi pada epitel kornea, namun koagulasi protein ini
dapat membantu mencegah penetrasi yang lebih lanjut dari asam ke dalam mata. 3
Sehingga efek trauma ini bersifat nonprogresif dan superfisial.

Asam hidroflorik merupakan bentuk pengecualian dan dapat berefek seperti basa
yang menyebabkan proses nekrosis liquefaksi karena ion florida mempunyai
penetrasi yang lebih baik terhadap stroma kornea dibandingkan asam lainnya. 3 Ion
florida bergabung dengan kalsium dan magnesium masuk penetrasi ke dalam
membentuk garam tak larut. Garam larut dapat dibentuk dengan kation lain
namun dapat terlepas dengan mudah. Ion florida terlepas dan merusak jaringan
sementara kerusakan lain diakibatkan deplesi kalsium dan magnesium yang
berujung pada disfungsi selular dan enzimatik.5 Nyeri lokal yang hebat dihasilkan
dari imobilisasi kalsium yang mengarah pada stimulasi saraf. Gejala sistemik lain
dapat muncul pada jantung, pernapasan, gastrointestinal, dan saraf bila ion florida
masuk ke sistem sirkulasi.2

2.5 Gejala Klinis


Trauma kimia pada mata dapat didiagnosis berdasarkan anamnesis dari tanda dan
gejala. Pasien umumnya mengeluh nyeri, fotofobia, pengelihatan kabur, dan
adanya halo berwarna disekitar cahaya. Jika trauma kimianya parah, mata tidak
4

menjadi merah namun akan tampak putih karena iskemia pada pembuluh darah
konjungtiva. Perlu juga ditanyakan onset kejadian dan bahan kimia apa yang
mengenai mata pasien. Pemeriksaan fisik dapat memakai senter, tetapi lebih baik
menggunakan slitlamp. Beberapa tanda klinis yang dapat terjadi antara lain :
1. Penurunan visus mendadak akibat defek pada kornea berupa defek pada
epitel kornea atau defek pada lapisan kornea yg lebih dalam lagi. Akan
tetapi trauma asam akan membentuk sawar presipitat jaringan nekrotik
yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut.
2. Edema pada kelopak matadisebabkan adanya peningkatan permeabilitas
pembuluh darah. Kerusakan pada jaringan pada palpebra sehingga mata
tidak dapat menutup sempurna dan terbentuknya jaringan parut pada
palpebra.
3. Hiperemis konjungtiva hingga dapat terbentuknya kemosis.

Gambar: Kemosis
4. Kerusakan pada kornea dapat bervariasi dari yang paling ringan, yaitu
keratitis pungtata superfisial hingga defek epitel luas berupa erosi kornea,
hilangnya epitel kornea hingga perforasi kornea. Walaupun jarang,
perforasi kornea permanen dapat terjadi dalam beberapa hari hingga
minggu pada trauma kimia parah yang tidak ditangani dengan baik . Pada
defek epitel luas, hasil tes flouresin mungkin negatif.
5. Kabut stroma dapat bervariasi dari kornea bersih hingga opasifikasi
sempurna.
6. Iskemik perilimbus merupakan indikator untuk prognosis penyembuhan
kornea, karena stem sel di limbus yang berperan dalam repopulasi epitel
kornea. Semakin luas iskemik yang terjadi di limbus, maka prognosis
5

juaga semakin buruk. Tetapi keberadaan stem sel perilimbus yang intak
tidak dapat menjamin terbentuknya reepitalial yang normal.
7. Terjadinya reaksi peradangan pada bagian anterior, reaksi yang terbentuk
bervariasi dari flare sampai reaksi fibrinoid. Secara umum trauma basa
lebih sering menyebabkan peradangan bilik mata depan akibat
kemampuannya yang dapat menembus lapisan kornea.
8. Peningkatan tekanan intraokular (TIO) dapat terjadi secara mendadak
akibat dari deformasi dan pengurangan serabut kolagen serta keikutsertaan
prostaglandin. Peningkatan TIO yang terus menerus secara langsung
berhubungan dengan derajat kerusakan segmen anterior akibat
peradangan.6

2.6 Diagnosis
Diagnosis trauma kimia asam ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
meliputi tajam penglihatan yang menurun, pemeriksaan segmen anterior yang
akan ditemukan hiperemi konjungtiva, kekeruhan pada kornea dan pupil yang
suram. Selain dari anamesis dan pemeriksaan fisik juga ditambah dengan
pemeriksaan penunjang berupa tes kertas lakmus atau dengan menggunakan
kertas PH universal. Tes flouresin dilakukan untuk mengetahui kerusakan epitel
kornea. Sebelum dilakukan pemeriksaan penunjang tersebut, sebelumnya mata di
tetesi anastesi pantokain.

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari trauma kimia asam adalah trauma kimia basa.
Perbedaannya terdapat pada kerusakan yang ditimbulkan, kemampuan penetrasi
pada organ mata, mekanisme terjadinya kerusakan pada mata, derajat kerusakan
dan prognosisnya. Garg,A. et al. Clinical Diagnosis and Management of Occular
Trauma. Jaype Brothers Medical Publishers. USA. 2009.
No Perbedaan Trauma Kimia Asam Trauma Kimia Basa
1 Kerusakan yang Kerusakan yang Kerusakan yang
ditimbulkan ditimbulkan lebih ditimbulkan lebih berat
terbatas, batas tegas dan karena sudah mencapai
bersifat tidak progresif bagian yang lebih dalam
yaitu stroma
2 Kemampuan penetrasi Tidak sekuat trauma basa Penetrasi bisa terjadi lebih
pada organ mata dalam hingga mencapai
stroma
6

3 Mekanisme terjadinya Koagulasi pada -Saponifikasi dari selular


kerusakan pada mata permukaan protein yang barrier
akan membentuk barier -Denaturasi mukoid
-Pembengkakan kolagen
-Disrupsi
mukopolisakarida stroma
4 Derajat kerusakan Lebih ringan karena Lebih berat
hanya di bagian
permukaan
5 Prognosis Lebih baik Lebih Buruk

2.8 Klasifikasi
Klasifikasi umum yang dipakai pada trauma kimia yakni Ralph, Hughes, Thoft
dan DUA. Kunci atau elemen penting yang menentukan perluasan trauma kimia
mata dan prognosis yakni:(E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of The Eye. 2003)
a. Total area epitel kornea yang mengalami trauma kimia
b. Area defek epitel konjungtiva
c. Derajat atau “number of clock hours” dari limbus yang mengalami
iskemik
d. Area dan derajat ketebalan dari opaksitas atau pengapuran kornea
e. Peningkatan tekanan intara ocular (TIO)
f. Menurunnya atau hilangnya kejernihan lensa
Dua elemen terakhir menyatakan secara tidak langsung kerusakan struktur mata
lebih dalam.

Penyulit jangka panjang dari trauma kimia adalah glaucoma sudut tertutup,
pembentukan jaringan parut kornea, simblefaron, enteropion, dan keratitis sika.
Semakin banyak jaringan epitel perilimbus dan pembuluh darah sclera maupun
konjungtiva yang rusak, semakin buruk prognosisnya. Secara umum trauma asam
memiliki nilai prognostik yang baik.(Asbury Taylor. Oftalmologi Umum. edisi
14. 1996. Jakarta : Widya Medika.)

Trauma kimia pada mata menurut Hughes diklasifikasi menjadi 4 stadium,


yaitu(Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009):
1. Stadium I
Pada stadium ini terjadi iskemia limbus yang minimal atau tidak ada.
7

2. Stadium II
Pada stadium II sudah terjadi iskemia yang kurang dari 2 kuadran limbus.
3. Stadium III
Pada stadium III terjadi iskemia yang lebih dari 3 kuadran limbus, kornea
tampak keruh dan pupil masih tampak.
4. Stadium IV
Pada stadium IV sudah terjadi iskemia pada seluruh limbus, seluruh
permukaan epitel konjungtiva dan bilik mata depan, seluruh kornea keruh
dan pupil tidak tampak/tidak bisa di evaluasi.

Klasifikasi trauma menurut Thoft (Trudo, E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of


The Eye. 2003):
Derajat Temuan klinis Prognosis
Grade I Kerusakan epitel kornea, iskemik tidak ada Bagus
Grade II Kornea keruh, tapi iris masih tampak, Iskemik Bagus
kurang dari 1/3 limbus
Grade III Hilangnya epitel kornea secara total, stroma Sedang
berkabut penampakan iris berkabut, Iskemik 1/3 to
1
/2 limbus
Grade IV Kornea opak, Iris dan pupil tampak tidak jelas, Buruk
Iskemil lebih dari 1/2 of limbus

Klasifikasi trauma kimia menurut DUA: (Garg,A. et al. Clinical Diagnosis and
Management of Occular Trauma. Jaype Brothers Medical Publishers. USA. 2009)
Grade Prognosis Temuan klinis Keterlibatan
konjunctiva
I Very good 0 clock hours of limbal involvement 0%

II Good <3 clock hours of limbal involvement <30%

III Good >3-6 hours of limbal involvement >30-50%


IV Good to >6-9 hours of limbal involvement >50-75%
guarded
V Guarded to >9-<12 hours of limbal involvement >75-<100%
poor
VI Very poor Total limbus involved 100%
8

Klasifikasi RALPH untuk trauma kimia: (Trudo, E.W., Rimm, W. Chemicals


Injuries of The Eye. 2003)
Klinis Yang Ditemukan
K
o
d
e

P
r
o
 
g
n
o
s
i
s
(Skor total merupakan nilai
  prognosis)
Hiperemis perilimbus   0
Kemosis   1
Iskemik perilimbus yang berbintik-bintik   1
Epitel yang berkabut   1
Epitel yang gundul dan berbintik-bintik   1
Hilangnya epitel lebih dari 50%   2
Kekeruhan stroma ringan (iris masih terlihat)   2
Pupil lonjong vertikal (long posterior ciliaries)   2
Iridocyclitis   2
Iskemik Perilimbus < 1/3 lingkaran   2
Hilangnya epitel seluruhnya   3
Kekeruhan Stroma sedang (iris hampir tidak
terlihat)   3
Iskemik perilimbus 1/3 to 1/2 lingkaran   3
bertambahnya tekanan intra okular selama 23
jam pertama   3
Kekeruhan stroma berat (Iris tidak terlihat)   4
Iskemik perilimbus > 1/2 lingkaran   4
   
Skor Total Kategori perlukaan Prognosis
   
0 sampai 3 Perlukaan yang tidak signifikan Pemulihan yang cepat tanpa gejala
  sisa
4 sampai 6 Perlukaan yang ringan Reepitelisasi yang cepat dan
pembersihan kekeruhan stroma.
  Kembalinya visus 1-2 minggu
7 sampai 9 Perlukaan sedang berat Reepitelisasi 2-3 minggu
  Visus turun akibat kekeruhan yang
9

persisten
Umumnya pannus yang stabil
  berukuran 1-2 mm
  Tidak ada perforasi
10 sampai 12 Perlukaan berat Reepitelisasi Pannus yang lambat
  Aktivitas colagenolitik dan
meningkatnya aktivitas
  pembentukan pannus
  Perforasi mungkin terjadi
  Visus rendah karena pannus dan
  kekeruhan stroma
> 13 Worse cases Inflamasi menetap hingga 1 bulan
  Pannus yang padat
  Adanya perforasi
  Sikatrik kornea tervaskularisasi,
  katarak, and glukoma sekunder
terjadi akibat masih di biarkannya
    bola mata

2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Trauma Kimia Asam
Secara umum penatalaksaan trauma kimia pada mata terdiri dari 6 langkah utama
yakni membersihkan bahan kimia melalui irigasi, memfasilitasi proses reepiteliasi
kornea, mengendalikan proses peradangan, mencegah terjadinya infeksi,
mengendalikan tekanan intraokuler dan menurunkan rasa nyeri.

1. Membersihkan bahan kimia melalui irigasi

Pengobatan untuk semua trauma kimiawi harus dimulai sesegera mungkin.


Ini adalah satu-satunya cara untuk dapat mempertahankan kemampuan
penglihatan, adalah untuk memulai irigasi sesegera mungkin dan
mempertahankannya sedikitnya sekitar 30 menit. Tujuan dari pengobatan
pada luka bakar kimiawi adalah untuk mengurangi peradangan, nyeri, dan
resiko infeksi. Jika pasien datang ke tempat praktek atau ke unit gawat
darurat, larutan garam fisiologis adalah yang terpilih, akan tetapi, jika
tidak tersedia, air keran dapat digunakan. Mata dapat diberikan anestetik
bila diperlukan untuk memfasilitasi irigasi yang baik. Pemeriksaan pH
dari air mata dengan kertas lakmus jika tersedia dilakukan setiap 5 menit
dan dilanjutkan sampai pH menjadi netral (warna kertas akan berubah
menjadi biru jika terkena basa dan menjadi merah jika terkena asam).
10

Larutan steril dengan osmolaritas tinggi seperti larutan amphoter


(Diphoterine) atau larutan buffer (BSS atau Ringer Laktat) merupakan
pembilas ideal. Jika tidak tersedia, larutan garam isotonis steril merupakan
pembilas yang cocok. Larutan hipotonik, seperti air biasa, dapat
menyebabkan penetrasi lebih dalam dari larutan korosif kedalam struktur
kornea karena kornea memiliki gradien osmotik yang lebih tingi (420
mOs/L).

Setelah dilakukan irigasi dengan larutan fisiologis, penanganan trauma


kimia asam pada mata dapat dilanjutkan dengan melakukan netralisasi
dengan bikarbonat natrikus 1% steril (hal ini yang membedakan
penanganannya dengan trauma kimia basa). Netralisasi dapat dilakukan
selama satu hari, mula-mula tiap menit, kemudian 3 menit, 5 menit, 10
menit, 15 menit, 30 menit, sampai seriap jam dr.nana

2. Memfasilitasi proses reepiteliasi kornea

Setelah bahan kimia dibersihkan dari permukaan bola mata, proses


reepiteliasi mulai terjadi. Proses ini dapat difasilitasi dengan pemberian air
mata artifisial, karena pada mata yang terkena trauma kimia, produksi air
mata cenderung tidak stabil. Sebagai tambahan, beberapa ahli mengajukan
penggunaan vitamin C oral (sampai dengan 2 gram QID) karena telah
terbukti meningkatkan produksi kolagen.

3. Mengendalikan proses peradangan

Pemberian steroid topikal adalah penting untuk mencegah infiltrasi sel-sel


netrofil sehingga akan mencegah pengumpulan kolagenase dan
menurunkan pembentukan fibroblas pada kornea, namun penggunaan
steroid tidak boleh digunakan untuk lebih dari satu minggu karena
menghambat reepitelisasi (vaughan) yang mengakibatkan resiko
melelehnya korneosklera. Tetapi, beberapa referensi lain
mempermasalahkan resiko potensi infeksi dan ulserasi yang melebihi
keuntungan yang didapatkan. Pemberian sitrat selain mempercepat proses
penyembuhan kornea, juga dapat menghambat agregasi sel PMN via
penghambatan ion kalsium. Sedangkan pemberian asetilsistein (10% atau
11

20%) dapat memfasilitasi proses kolagenasi sehingga menghambat


ulserasi kornea, walaupun penggunaan secara klinis masih dalam
predebatan.

4. Mencegah terjadinya infeksi

Pasien dengan trauma pada kornea, konjungtiva, dan sklera dapat


dilakukan pemberikan antibiotik tetes mata atau salep mata topikal
profilaksis. Pilihan antibiotik adalah yang berspektrum luas, seperti
tobramisin, gentamisin, siprofloxacin, norfloxacin, bacitrasin. Neomycin
dan golongan sulfa lebih jarang digunakan karena banyaknya kasus alergi.
Pada trauma kimia ringan hingga sedang, Pemberian salep antibiotik dapat
diberikan tiap 1 sampai 2 jam.

5. Mengendalikan tekanan intra okuler

Peninggian tekanan intraokular harus diterapi dengan Diamox jika perlu,


namun pemberian beta-blocker topikal dapat digunakan sendirian maupun
sebagai tambahan.

6. Menurunkan rasa nyeri

Pemberian sikloplegik dapat membantu dalam pencegahan spasme siliar.


Ditambah lagi, bahan ini dipercaya menstabilisasi permeabilitas pembuluh
darah yang oleh karenanya, mengurangi peradangan dan menurunkan rasa
nyeri. Homatropine 5% sering direkomendasikan karena memiliki masa
kerja rata-rata 12-24 jam, waktu dimana pasien harus menemui ahli mata
untuk pemeriksaan lanjutan. Sikloplegik jangka panjang, seperti
scopolamine dan atropine, lebih jarang digunakan.

Sebagai tambahan, beberapa ahli mata menganjurkan pengunaan tetes mata


diklofenak. Terapi ini memungkinkan pasien tetap dapat menggunakan kedua
mata selama pengobatan. Trauma kimia sedang sampai berat harus dirujuk ke
spesialis mata, bila perlu ke sub spesialis kornea, jika tersedia, dan harus dirawat
inap. Amniotic membranes (AM) telah terbukti memfasilitasi migrasi sel-sel
epitel, menguatkan adesi sel epitel bagian basal, mencegah apoptosis epitel, dan
meningkatkan diferensiasi epitel. Cangkok AM (AM grafts) telah digunakan untuk
12

membantu mengurangi jaringan parut, peradangan, dan neovaskularisasi dari mata


yang terkena trauma.

Penatalaksanaan pada trauma akibat asam hidrofluorida

Pada pengobatan luka akibat asam hidrofluorida, belum ada pengobatan optimal
yang tersedia. Beberapa penelitian telah menggunakan 1% calcium gluconate
sebagai bahan pembilas atau sebagai tetes mata untuk luka semacam ini. Senyawa
Magnesium juga telah digunakan secara anekdotal untuk luka akibat asam
hidrofluorida; namun demikian, sedikit penelitian yang mendukung
keberhasilannya. Irigasi dengan magnesium khlorida telah terbukti nontoksik pada
mata. Keuntungan dengan pendekatan semacam ini telah dilaporkan secara
anekdotal bahkan 24 jam dari cedera ketika pengobatan yang lain tidak berhasil.
Beberapa penulis merekomendasikan penetesan tiap 2-3 jam karena
menggunakannya sebagai pembilas dapat menyebabkan iritasi dan lebih lanjut
dapat menyebabkan ulserasi kornea.

Pelumas bisa juga diberikan. Lubrikasi yang adekuat membantu mencegah


terjadinya simblefaron. Beberapa penulis merekomendasikan penggunaan steroid
topikal pada beberapa pasien, terutama pada trauma basa dan akibat asam
hidrofluorida. Mereka percaya steroid dapat membatasi peradangan intraocular
dan menurunkan pembentukan fibroblasts pada kornea. Beberapa yang lain
mempermasalahkan resiko potensi infeksi dan ulserasi melebihi keuntungan yang
didapatkan.8
13

Trauma kimia parah disertai neovaskularisasi kornea

Terapi Pembedahan

Pada stadium II (konjungtiva kemosis, degenerasi vaskuler dari epitel kornea) dan
Stadium III (nekrose pada konjungtiva dan kornea, yang menjadi keruh dan
anastesia samapai perforasi) perlu dilakukan tindakan pembedahan (operatif) bk
dr.nana

1. Terapi pembedahan tambahan jika terdapat gangguan penyembuhan luka


setelah trauma kimiawi yang amat parah

Suatu transplantasi conjunctival dan limbal (stem cell transfer) dapat


mengganti sel induk yang hilang yang penting untuk penyembuhan kornea.
Sehingga akan menyebabkan re-epitelisasi.

Jika kornea tidak mengalami penyembuhan, suatu lem cyanoacrylate dapat


digunakan untuk melekatkan suatu hard contact lens (epitel buatan) untuk
membantu penyembuhan.

Prosedur Tenon’s capsuloplasty (mobilisasi dan penarikan maju suatu flap


[lembaran/sayap] dari jaringan subconjunctival ke kapsula Tenon’s untuk
menutupi defek yang ada) dapat membantu menghilangkan defek pada
konjunctiva dan sclera.6

2. Penatalaksanaan bedah lanjutan setelah mata stabil

Lisis dari symblepharon untuk meningkatkan motilitas okuler dan palpebra.

Bedah plastik pada palpebra untuk membebaskan bola mata. Ini hanya boleh
dilakukan sekitar 12 sampai 18 bulan setelah cedera.

Jika terdapat kehilangan total dari sel goblet, transplantasi dari mukosa nasal
biasanya menghilangkan nyerinya.

Penetrating keratoplasty dapat dilakukan untuk mengembalikan pengelihatan.


Karena kornea yang rusak sangat banyak mendapatkan vaskularisasi, prosedur ini
diwarnai oleh banyaknya insidensi penolakan cangkokan. Kornea yang jernih
jarang bisa didapatkan pada mata yang mengalami trauma parah bahkan dengan
suatu cangkok kornea dengan tipe HLA yang sama dan terapi imunosupresif
14

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : NWK
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat :-
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
MRS : 30 Maret 2011
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Sakit pada mata kanan oleh karena tidak sengaja ditetesi
abotyl
Anamnesa :

Pasien datang dengan keluhan sakit pada mata sebelah kanan setelah secara
tidak sengaja mata kanan ditetesi abotyl sekitar 4 jam sebelum masuk rumah
sakit (MRS). Pasien tidak sengaja menetesi mata kanannya dengan abotyl
karena pasien salah mengambil obat tetes mata setelah ± 12 jam yang lalu
mata kanan pasien terkena getah pisang saat menebang pohon pisang. Pasien
merasakan nyeri pada mata kanannya. Mata pasien dikatakan masih dapat
melihat tetapi dengan pandangan kabur. Pasien juga mengeluhkan pandangan
menjadi silau. Pada pemeriksaan didapatkan merah pada mata kanan pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan


15

Riwayat trauma maupun kemasukan benda asing sebelumnya disangkal.


Pasien juga mengatakan tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya.
Riwayat pemakaian obat tetes mata sebelumnya juga disangkal. Riwayat
penyakit sistemik seperti diabetes melitus dan hipertensi disangkal. Riwayat
sakit gigi, sakit tenggorokan, sakit telinga disangkal. Riwayat kacamata
disangkal.

Riwayat Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat Sosial

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Fisik Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90x/menit
Respirasi : 16x/menit
Temperatur axila : 36,5o C

Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)


Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra
Visus 6/30 6/15
Refraksi/Pin Hole Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Supra cilia
Madarosis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Palpebra superior
Edema Ada Tidak ada
Hiperemi Ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
16

Palpebra inferior
Edema Tidak ada Tidak ada
Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Enteropion Tidak ada Tidak ada
Ekteropion Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior
Hiperemi Ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada
Sekret Ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hipermi Ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Benjolan Tidak ada Tidak ada

Konjungtiva bulbi
Kemosis Tidak ada Tidak ada
Hiperemi
- Konjungtiva Ada Tidak ada
- Silier Ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Perdarahan di bawah konjungtiva
Tidak ada Tidak ada
Pterigium
Tidak ada Tidak ada
Pingueculae
Sklera
17

Warna Putih Putih


Pigmentasi Tidak ada Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
Odem FL(+) Tidak ada
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Keratik presifitat Tidak ada Tidak ada
Kamera okuli anterior
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Normal Normal
Iris
Warna Coklat Coklat
Koloboma Tidak ada Tidak ada
Sinekia anterior Tidak ada Tidak ada
Sinekia posterior Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Regularitas Reguler Reguler
Refleks cahaya langsung Ada Ada
Refleks cahaya konsensual Ada Ada
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Dislokasi/subluksasi Tidak ada Tidak ada

3.4 Resume

Perempuan 48 tahun satang dengan keluhan sakit pada mata kanan setelah
secara tidak sengaja menetesi abotyl pada mata kanan sekitar 4 jam sebelum
masuk rumah sakit. Pasien mengaku tidak sengaja menetesi abotyl pada mata
kanan karena ingin mengambil obat tetes mata setelah kurang lebih 12 jam
18

yang lalu mata kanan pasien terkena getah pisang. Pasien mengaku masih
dapat melihat tetapi dengan pandangan yang kabur. Pasien juga mengeluhkan
nyeri pada mata kanannya, pandangan silau, dan merah pada mata pasien.

Dari pemeriksaan fisik ditemukan visus OD 6/30, OS 6/15. Pada OS


didapatkan palpebra terdapat oedem, konjunctiva didapatkan CVI (+), PCVI
(+). Pada kornea didapatkan fl. Pada OS ditemukan dalam batas normal.
Pemeriksaan lokal

OD Pemeriksaan OS
6/30 Visus 6/15
Normal Silia Normal
Oedem (+) Palpebra Normal
CVI (+), PCVI(+) Konjungtiva Bulbi Tenang
Normal Sklera Normal
Fluorescence (+) Kornea Normal
Normal Kamera Okuli Anterior Normal
Bulat, Reguler Iris/Pupil Bulat, ireguler
Positif Refleks Pupil Positif
Jernih Lensa Jernih

3.5 Diagnosis
OD Trauma Kimia Asam klasifikasi dua grade 1.

3.6 Planning
- Irigasi dengan RL 500 cc
- Midriatil 1 tetes
- C. Xitrol ed 6x1 qtt OD
- Cen-Fresh ed 6x1 qtt OD
- Diclofenac 30 mg 2x1
- Vit. C 1x500mg

3.7 Prognosis
Ad vitam : Dubius et bonam
Ad fungsionam : Dubius et bonam
19

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan sakit pada mata sebelah kanan setelah secara tidak
sengaja mata kanan ditetesi abotyl sekitar 4 jam sebelum masuk rumah sakit
(MRS). Pasien tidak sengaja menetesi mata kanannya dengan abotyl karena pasien
salah mengambil obat tetes mata setelah ± 12 jam yang lalu mata kanan pasien
terkena getah pisang saat menebang pohon pisang. Pasien merasakan nyeri pada
mata kanannya. Mata pasien dikatakan masih dapat melihat tetapi dengan
20

pandangan kabur. Pasien juga mengeluhkan pandangan menjadi silau. Pada


pemeriksaan didapatkan merah pada mata kanan pasien.

Keluhan utama pasien yaitu nyeri pada mata kanannya. Nyeri pada mata kanan ini
disebabkan terkena abotyl. Beberapa pustaka menyebutkan trauma kimia sering
terjadi di rumah atau lingkungan kerja. Albotyl merupakan obat…………..

Pasien juga mengeluhkan pandangan menjadi kabur dan didapatkan visus pasien
yang menurun. Penurunan visus dapat terjadi karena adanya lesi pada kornea yang
didapatkan dari fluoresin (+), peningkatan lakrimasi atau ketidaknyamanan.
Pasien juga mengeluh silau akibat iritasi pada kornea. Keluhan silau ini
dikarenakan kontraksi iris akibat dilatasi pembuluh iris yang merupakan refleks
akibat iritasi ujung saraf kornea. Terjadi peningkatan pembentukan air mata
sebagai respon untuk proteksi pada mata. Mata merah atau hiperemi pada
konjunctiva menandakan trauma kimianya tidak sangat parah. karena bila parah
akan tampak putih akibat iskemia pada pembuluh darah konjungtiva.

Edema pada kelopak atas mata kanan pasien disebabkan adanya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah. Pelebaran pembuluh darah berupa CVI
dikarenakan adanya reaksi peradangan yang meluas sampai ke arteri konjungtiva
posterior dan arteri siliaris anterior. Pada pasien ini terjadi erosi kornea, asam
berdisosiasi menjadi ion hidrogen dan anion di kornea. Molekul hidrogen merusak
permukaan bola mata dengan merubah pH, sementara anion menyebabkan
denaturasi dan koagulasi protein. Koagulasi protein dapat mencegah penetrasi
lebih dalam tidak seperti yang terjadi pada trauma kimia alkali. Sehingga, trauma
asam biasanya nonprogresif dan sifatnya superfisial. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan pasien didiagnosis OD Trauma Kimia Asam klasifikasi Dua grade I.

Penatalaksanaan pertama yang diberikan berupa irigasi dengan RL 500 cc dan


dibiarkan selama minimal 30 menit. Larutan RL merupakan larutan fisiologis
yang dipilih dan digunakan pada pasien dengan trauma kimia. Pada pasien ini
diberikan cendo xitrol yang mengandung steroid dan antibiotik. Pemberian
antibiotik ini untuk mencegah terjadinya infeksi. Pasien dengan trauma pada
kornea, konjungtiva, dan sklera dapat dilakukan pemberikan antibiotik tetes mata
atau salep mata topikal profilaksis. Pilihan antibiotik adalah yang berspektrum
21

luas, seperti tobramisin, gentamisin, siprofloxacin, norfloxacin, bacitrasin. Steroid


digunakan untuk menekan proses peradangan. Pemberian steroid topikal lebih
baik daripada sistemik yang mempunyai efek samping lebih banyak. Pasien juga
dapat diberikan midriatil 1 tetes, C. Xitrol ed 6x1 qtt OD, Cen-Fresh ed 6x1 qtt
OD, Diclofenac 30 mg 2x1, dan vitamin C 1x500 mg dapat meningkatkan
produksi kolagen. Setelah bahan kimia dibersihkan dari permukaan bola mata,
proses reepiteliasi mulai terjadi.

Derajat iskemik konjungtiva dan pembuluh darah daerah limbus merupakan


indikator tingkat keparahan cedera dan prognosis penyembuhannya. Makin besar
iskemia dari konjungtiva dan pembuluh darah limbus, luka yang terjadi akan
makin parah. Bentuk paling parah dari trauma kimia adalah cooked fish eye. Pada
pasien ini berdasarkan indikator tingkat keparhan cedera yang ada mengarah ke
baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. 2nd ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2005. p: 266-280.

2. Emedicine. Ocular Burns. [cited 2010 May]. Available from:


http://emedicine.medscape.com/article/798696-overview#a0199.
3. Emedicine. Ophthalmologic Approach to Chemical Burns. [cited 2011
February]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1215950-
overview#a0104.
22

4. Medical dictionary. Chemical Eye Injury. [cited 2002]. Available from:


http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/chemical+eye+injury.
5. Emedicine. Hydrofluoric Acid Burns. [cited 2010 January]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/773304-overview#a0199.
6. Emedicine. Ophthalmologic Approach to Chemical Burns Clinical
Presentation. [cited 2011 February]. Available from : http://emedicine.
medscape.com/article/1215950-clinical#a0217.

1. Stevens S, Comelia CL, Walters AS, and Hening WA. Sleep and
Wakefulness. In: Goetz CG (eds). Textbook of Clinical Neurology. 2nd ed.
Philadelphia: Saunders; 2003. p. 19-31.

2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 11 th ed. Jakarta: EGC;
2007. p. 777-86.

Garg,A. et al. Clinical Diagnosis and Management of Occular Trauma. Jaype


Brothers Medical Publishers. USA. 2009.

(E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of The Eye. 2003)

(Asbury Taylor. Oftalmologi Umum. edisi 14. 1996. Jakarta : Widya Medika.)

(Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK


UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009):
23

(Trudo, E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of The Eye. 2003) :

(Garg,A. et al. Clinical Diagnosis and Management of Occular Trauma. Jaype


Brothers Medical Publishers. USA. 2009)

(Trudo, E.W., Rimm, W. Chemicals Injuries of The Eye. 2003)

7. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi


Umum. Edisi 14. 1996. Jakarta : Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai