Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok, yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat
pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada
dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri.
Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan
Istilah anestetik dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit.
Anestetik dibedkan menjadi 2 kelompok yaitu
1. Anestetik lokal yaitu penghilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran
2. Anestetik umum yaitu penghilang rasa sakit yang disertai hilangnya kesadaran.
Mekanisme kerja obat anestesi umum sampai sekarang belum jelas, meskipun mekanisme kerja
susunan saraf pusat dan susunan saraf perifer mengalami banyak kemajuan pesat, maka
timbullah berbagai teori. Beberapa teori yang dikemukan adalah
1. teori koloid
zat anestesi akan menggumpalkan sel koloid yang menimbulkan anestesi yang bersifat
reversibel diikuti dengan proses pemulihan. Christiansen (1965) membuktikan bahwa
pemberian eter dan halotan akan menghambat gerakan dan aliran protoplasma dalam
amuba
2. teori lipid
Ada hubungan kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anestesi. Makin tinggi
klerutan dalam lemak makin kuat sifat anestestetiknya. Teori ini cocok untk obat
anestetik yang larut dalam lemak
3. teori adsorpsi dan tegangan permukaan
Pengumpulan zat anestesi pada permukaan sel menyebabkan proses metabolisma
dan transmisi neural terganggu sehingga timbul anestesi.
4. teori biokimia
pemberiaan zat anestesi invitro menghambat pengambilan oksigen di otak dengan cara
menghambat sistem fosforilasi oksidatif. Akan tetapi hal ini mungkin hanya menyertai
anestesi bukan penyebab anestesi.
5. teori neurofisiologi
pemberian zat anestesi akan menurunkan transmisi sinaps di ganglion cervicalis superior
dan menghambat formatio retikularis asenden untuk berfungsi mempertahankan
kesadaran.
6. teori fisika
zat anestesi dengan air di dalam susunan saraf pusat dapat membentuk mikrokristal
sehingga menggangu fungsi sel otak.
Semua zat anestesi umum menghambat susunan saraf secara bertahap, mula-mula fungsi yang
kompleks akan dihambat dan yang paling akhir adalah medula oblongata yang mengandung
pusat vasomotor dan pusat pernafasan yang vital. Guedel (1920) membagi anestesi umum
dengan eter menjadi 4 stadia:
1. Stadium I (analgesia) yaitu stadia mulai dari saat pemberian zat anestesi hingga hilangnya kesadaran. Pada stadia ini
penderita masih bisa mengikuti perintah tetapi rasa sakit sudah hilang
2. Stadium II (delirium/eksitasi) yaitu hilangnya kesadaran hingga permulaan stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat
jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, seperti tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, gerakan
pernafasan yang tak teratur, takikardia, hipertensi hingga terjadinya kematian, sehingga harus segera dilewati
3. Stadium III yaitu stadia sejak mulai teraturnya lagi pernafasan hingga hilangnya pernafasan spontan. Stadia ini ditandai
oleh hilangnya pernafasan spontan, hilangnya refleks kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan kekanan
dengan mudah. Stadia ini dibagi lagi menjadi 4 tingkat yaitu
a. Tingkat I : pernafasn teratur, spontan, gerakan bola mata tak teratur, miosis, pernafasan dada dan perut
seimbang. Belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna
b. Tingkat II : pernafasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan tingkat I, bola mata tak bergerak, pupil
melebar, relaksasi otot sedang, refleks laring hilang.
c. Tingkat III: pernafasan perut lebih nyata daripada pernafasan dada karena otot interkostal mulai mengalami
paralisis, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih lebar tetatpi belum maksimal
d. Tingkat IV: pernafasan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal sempurna, tekanan darah mulai
menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya menghilang.
4. Stadium IV (Paralisis mediula oblongata) yaitu stadium dimulai dengan melemahnya pernafasan perut dibanding
stadoium III tingkat 4, tekanan darah tak terukur, jantung berhenti berdenyut dan akhirnya penderita meninggal.
Sebelum diberikan zat anestesi pada pasien diberikan medikasi preanestesi dengan tujuan
untuk mengurangi kecemasan, memperlancar induksi, merngurangi keadaan gawat anestesi,
mengurangi timbulnya hipersalivasi,bradikardia dan muntah sesudah atau selama anestesia.
Untuk tindakan ini dapat digunakan
a. analgesia narkotik untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan, mengurangi rasa sakit dan menghindari
takipneu. Misalnya morfin atau derivatnya misalnya oksimorfin dan fentanil
b. barbiturat biasanya diguankan untuk menimbulkan sedasi. Misalnya pentobarbital dan sekobarbital.
c. Antikolinergik untuk menghindari hipersekresi bronkus dan kelenjar liur terutama pada anestesi inhalasi. Obat
yang dapat digunakan misalnya sulfas atropin dan skopolamin.
d. Obat penenang digunakan untuk efek sedasi, antiaritmia, antihistamin dan enti emetik. Misalnya prometazin,
triflupromazin dan droperidol
B. Obat Analgesik
Obat analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu
kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Mekanisme
kerja obat analgesik adalah menghambat ensim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakhidonat menjadi PGG2 terganggu dan reaksi inflamasi akan tertekan.
Obat-obat analgesik ini juga mempunyai sifat antipiretik dan antiinflamasi, tetapi ada perbedaan
dari masing-masing obat, contohnya parasetamol bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat
antiinflamasinya lemah sekali.
Efek samping obat-obat analgesik yang paling sering adalah iritasi pada lambung hingga tukak
lambung, gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa tromboksan A2 (TXA2)
dengan akibat perpanjangan waktu perdarahan, gangguan fungsi ginjal dan fungsi hati pada
pemamakaian lama dan reaksi alergi.
Obat-obat yang tergolong analgesik adalah salisilat, paraaminofenol (fenasetin dan asetaminofen
atau parasetamol), pirazolon (antipirin, aminopirin, dipiron), fenilbutazon dan oksifenbutazon.
Obat AINS yang lainnya adalah asam mefenamat dan meklofenamat, diklofenak, fenbufen,
ibuprofen, ketoprofen, nafroksen, indometasin, piroksikam.