TUBERKULOSIS PARU
Oleh
dr. Roy Johannes
Pendamping
dr. Amelia Sakul
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan
sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. Prevalensi TB di
Indonesia dan negara-negara sedang berkembang lainnya cukup tinggi. Pada tahun 2006,
kasus baru di Indonesia berjumlah lebih dari 600.000 dan sebagian besar diderita oleh
masyarakat yang berada dalam usia produktif (15–55 tahun). Angka kematian karena infeksi
TB berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi lebih dari 100.000 kematian per tahun.
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) dalam Global Report 2009, pada
tahun 2008 Indonesia berada pada peringkat 5 dunia penderita TB terbanyak setelah India,
China, Afrika Selatan dan Nigeria. Peringkat ini turun dibandingkan tahun 2007 yang
menempatkan Indonesia pada posisi ke-3 kasus TB terbanyak setelah India dan China.
Klasifikasi kasus TB dibagi menjadi beberapa macam menurut tipe pasien TB, yaitu
kasus baru, kasus kambuh, kasus default atau drop out, kasus gagal, kasus kronik, dan kasus
bekas TB. Salah satu diantaranya adalah TB kasus kambuh adalah pasien TB yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat, dengan hasil pemeriksaan dahak Basil Tahan Asam
(BTA) positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif gambaran radiologi
dicurigai lesi aktif atau perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan diantaranya adalah lesi bukan TB (pneumoniae, bronkiektasis, jamur,
keganasan, dll) atau TB paru kambuh yang ditentukan dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus TB.
Konsekuensi yang dapat terjadi pada penderita TB paru yang tidak melakukan
pengobatan, setelah lima tahun menderita diprediksikan 50% dari penderita TB paru akan
meninggal. Sedangkan sekitar 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi dan
25% lainnya sebagai “kasus kronis” yang tetap menular (WHO, 1996).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan paru disebabkan
infeksi basil Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis).
2.2 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang penting khususnya di
negara berkembang. Berdasarkan laporan Penanggulangan TB Global yang dikeluarkan
oleh WHO pada tahun 2007, angka insidensi TB pada tahun 2007 mencapai 555.000 kasus
(256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Asia termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia sebesar
33%. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit ini.
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina
dan India Perkiraan kejadian BTA positif di Indonesia adalah 266.000 kasus tahun 1998. TB
menempati peringkat nomor 3 sebagai penyebab kematian teringgi di Indonesia setelah
penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.
2.3 Etiologi
Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah mikobakterium yang paling
banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis. Kuman ini berbentuk batang, bersifat aerob,
dinding sel mengandung; lipid, fosfatida polisakarida, tuberkulo protein, mudah mati pada
air mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C), dan apabila terkena
sinar ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar
dan ruangan yang lembab. Ia mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
2.5 Patogenesis
2.5.2 Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan ke alveolus dan menetap di sana.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Di sini kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang
di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut
kompleks primer atau fokus Ghon. Kompleks primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer
adalah 3-8 minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi
tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada
umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman
persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis.
Kompleks primer tersebut selanjutnya dapat menjadi:
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena
kuman yang dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.
b. Gejala sistemik
1. Demam
Demam merupakan gejala pertama dari TB paru, biasanya subfebril, mirip demam influenza
yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan
demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan (multiplikasi 3 bulan).
Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40-41°C.
2. Keringat malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru.
Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang
dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini.
3. Malaise dan nafsu makan berkurang
Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak enak badan, pegal-
pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala dan mudah lelah.
4. Gangguan Menstruasi
Terjadi pada proses tuberkulosis paru sudah menjadi lanjut.
2.8 Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar
a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik dan keluhan
sistemik.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus atau berat badan
menurun.
Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi meliputi alveoli dan
beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini berupa konsolidasi serta didapatkan sekret
dibronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun, maka biasanya penderita
datang dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan fisik mudah diketahui, berupa:
- Kelainan parenkim yaitu konsolidasi, fibrosis, atelektasis,
dan/atau kerusakan parenkim dengan sisa suatu kavitas.
- Kelainan saluran pernafasan : berupa radang dari mukosa
disertai dengan penyempitan maupun penimbunan sekret.
- Kelainan pleura : oleh karena proses terletak dekat pleura,
maka hampir selalu terjadi reaksi pleura berupa penebalan
atau nyeri pleura.
Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan saluran pernafasan yang masih
terbuka akan meningkatkan penghantaran getaran suara sehingga fremitus suara meningkat.
Suara nafas menjadi bronko-vesikuler atau bronkial, didapatkan bronkofoni atau suara bisik
yang disebut whispered pectoraliloque.
Sekret yang berada didalam bronkus akan menyebabkan suara tambahan berupa
ronki basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung dari tempat sekret berada. Penyempitan
saluran pernafasan menimbulkan ronki kering, dan penyempitan ini disertai kavitas dapat
terdengar suara yang disebut hallow sound sampai amforik.
c. Pemeriksaan laboratorium
Sputum
Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis
tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. BTA dari sputum bisa juga
didapat dengan cara bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung,
jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan tinja. Hal ini sering dikerjakan pada anak-
anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Bila sputum sudah didapat, kuman BTA
pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat
proses penyakit ini terbuka ke luar. Cara pengambilan sputum yaitu 3 kali (sewaktu-pagi-
sewaktu). Pembacaan hasil pemeriksaan sediaaan sputum dilakukan dengan menggunakan
skala International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD), sebagai
berikut:
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+), minimal dibaca 50
lapang pandang.
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+), minimal dibaca 20
lapang pandang.
Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS
hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu pemeriksaan rontgen dada atau pemeriksaan sputum SPS diulang.
Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyokong
diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak menunjukkan gambaran yang khas.
Tapi gambaran darah kadang-kadang dapat membantu menentukan aktivitas penyakit.
- Laju endap darah
Laju endap darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang
normal tidak dapat mengesampingkan proses tuberkulosis aktif.
- Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses yang aktif.
- Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan anemi derajat sedang.
Bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi.
Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen
lainnya.
d. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran
radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah paru.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sebagai berikut:
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas
- Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kekambuhan
dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan
fase lanjutan:
a. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap intensif
diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam 2
minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif pada akhir
pengobatan
b. Tahap lanjutan
Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan obat tambahan.
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a. Isoniazid (INH), bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan.
b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak dapat
dibunuh INH.
c. Pirazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam.
d. Streptomisin, bersifat bakterisid.
e. Ethambutol, bersifat bakteriostatik.
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi
(Fixed Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila tidak dilakukan pengawasan
menelan obat.
Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan paduan OAT:
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif rontgen
positif yang sakit berat, dan penderita TB paru ekstra paru berat.
2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)
Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan penderita
dengan pengobatan lalai (drop out).
3. Kategori III (2HRZ/4H3R3)
Diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan, pasien
ekstra paru ringan yaitu limfadenitis TB, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang),
sendi dan kelenjar adrenal.
4. Obat sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intendif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori I
atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori II hasil pemeriksaan dahak
masih BTA positif.
2.10 Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, yang dibagi atas
- Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, dan laringitis
- Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (SOPT : Sindrom Obstruksi Paska
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor pulmonal, sindrom
gagal nafas, yang sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
Adapun komplikasi lainnya yaitu hemoptitis adalah peredaran dari saluran nafas yang
dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial, sehingga terjadi ketidakmampuan menampung
atau menyimpan oksigen dari lobus. Pneumotorak adalah adanya udara dalam rongga pleura.
Penyebabnya adalah tekanan pneumotorak udara dalam membran berada dalam tekanan
yang lebih tinggi dari udara dalam paru-paru yang berdampingan dan pembuluh darah,
sehingga kapasitas oksigen yang dihirup hanya sebagian.
Bronkiektasis adalah endapan nanah pada bronkus setempat karena terdapat infeksi
pada bronkus. Penyebab nya yaitu kerusakan yang berulang pada dinding bronchial dan
keadaan abnormal dari jaringan penghilang mucus mengakibatkan rusaknya jaringan yang
menuju saluran nafas. Fibrosis adalah pembentukan jaringan ikat pada proses penyembuhan.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti Otak, tulang, persendian, ginjal, dan yang lain.
Insufisiensi kardio pulmonal atau penurunan fungsi jantung dan paru-paru sehingga kadar
oksigen dalam darah rendah.
BAB III
KASUS
1. Identitas pasien
Nama : Nn. J K
Usia : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Desa Kali Jaga III
Status : Belum Menikah
Agama : Kristen Protestan
2. Anamnesis
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 4 jam SMRS
Keluhan Tambahan
Batuk dan demam
Riwayat pengobatan
Empat minggu sebelumnya ke puskesmas, pasien diberikan obat panas, batuk, dan antibiotik
namun pasien lupa nama obatnya
Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi, dan Kebiasaaan
- Pasien bekerja sebagai buruh
- Riwayat minum alkohol tidak ada
- Riwayat merokok tidak ada
- Sosial-ekonomi : kurang
-
Riwayat Alergi
Alergi makanan dan obat-obatan disangkal
3. Pemeriksaan Fisik
Kepala
- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera tidak ikterik (-/-), pupil bulat (+/+),
isokor (+/+), reflek cahaya (+/+)
- Leher :Pembesaran kelenjar getah bening (-) Tidak ada peningkatan JVP (5-2 cm
H20)
Toraks
Paru :
Thoraks depan :
Inspeksi
Statis : Simetris kanan dan kiri
Dinamis : Tidak ada pergerakan dinding dada yang tertinggal
kanan = kiri
Palpasi :Vokal fremitus kanan = kiri.
Perkusi :Sonor kanan = kiri
Auskultasi :Kanan : Bronkovesikuler, Rhonki (+), Wheezing (-),
Kiri :Bronkovesikuler, Rhonki (+), Wheezing (-),
Thoraks Belakang :
Inspeksi :
– Statis : Simetris kanan dan kiri
– Dinamis : Tidak ada pergerakan dinding dada yang tertinggal kanan = kiri
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor kanan = kiri
Auskultasi :Kanan: Bronkovesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Kiri :Bronkovesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-),
Abdomen
Inspeksi : Perut datar
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani seluruh kuadran abdomen.
Ekstremitas
- Atas : Akral hangat, oedema (-/-)
- Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema tungkai (-/-)
4. Pemeriksaan Penunjang :
Tanggal 27 Juli 2017
LABORATORIUM DARAH RUTIN :
• Hb : 12,1 gr %
• Eritrosit : 5,1 juta/UL
• Leukosit : 26.000 / mm3
• Trombosit : 516.000 / mm3
• Ht : 45,5 vol %.
FOTO THORAKS
Intepretasi
- Sudut costo frenikus tumpul
- Jantung: besar & bentuk dalam batas normal
- Terdapat infiltrat dikedua lapangan paru
Kesan : TB Paru
5. Resume
Perempuan 21 tahun datang dengan sesak napas sejak 4 jam SMRS. Sesak napas dirasakan
sejak 1 minggu lalu dan memberat 4 jam SMRS. Pasien juga mengeluh batuk berdahak yang
tidak sembuh sejak 2 bulan lalu, dan pasien juga mengeluh demam terutama pada malam
hari, nafsu makan menurun, cepat lelah. Pasien merasa berat badannya turun dalam sebulan
terakhir. Tidak ada nyeri dada, tidak ada batuk darah. Satu bulan sebelumnya pasien pergi ke
puskesmas, pasien di berikan obat batuk dan demam. Tetapi keluhan batuk, demam tidak
berkurang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis pada kedua mata, pada
pemeriksaan paru didapatkan suara pernapasan bronkovesikuler dan rhonki pada paru kanan
dan kiri. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan leukosit sebesar 26.000 dan
pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan sudut costo frenikus tumpul dan infiltrate pada
paru kiri dan kanan.
Diagnosa tuberculosis paru dengan differential diagnose pneumonia.
6. Penatalaksanaan:
Non Farmakologi :
Edukasi
Pasien perlu diingatkan bahwa pengobatan TB paru ini berlangsung lama yakni
minimal 6 bulan. Obat harus diminum secara teratur dan tidak boleh putus. Pasien
juga diberitahu tentang efek samping obat seperti rifampisin yang dapat
mengakibatkan air seni berwarna merah, sehingga jika ditemukan kondisi tersebut
pasien tidak menghentikan minum obat.
Tidak membuang dahak sembarangan.
Anjuran untuk menutup mulut jika batuk
Pola hidup sehat yakni menjaga kebersihan lingkungan dan tempat tinggal.
Farmakologi :
- O2 2-4 lpm
– IVFD NaCL 0,9% 20 tpm
– Inj.Ceftriakson 2 x 1 gr
– Inj Ranitidin 2 x 1 amp
– Paracetamol 3 x 500mg
– Ambroxol 3 x 30 mg
Planning :
- Pemeriksaan sputum BTA
- Pemeriksaan Darah Rutin
FOLLOW UP
28 Juli 2017
S : Sesak (+), Mual (+)
O : TD = 130/80 mmHg
N = 80 x/i
RR = 24 x/i
T = 36,7oC
Pemeriksaan Paru
Inspeksi:
– Statis : Simetris kanan dan kiri
– Dinamis : Simetris gerakan dada kanan dan kiri
Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas bronkovasikuler Rh (+/+)
A : TB. Paru
P: O2 2-4 lpm
IVFD NaCL 0,9% 20 tpm
Inj.Ceftriakson 2 x 1 gr
Inj Ranitidin 2 x 1 amp
Paracetamol 3 x 500mg
Ambroxol 3 x 30 mg
Plan: Periksa hematologi rutin, LED, Sputum BTA
29 Juli 2017
S : Sesak berkurang, demam
O : TD = 120/80 mmHg
N = 84 x/i
RR = 22 x/i
T = 36,5oC
Pemeriksaan paru
Inspeksi:
– Statis : Simetris kanan dan kiri
– Dinamis : Simetris gerakan dada kanan dan kiri
Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas bronkovasikuler Rh (+/+)
A : TB. Paru
P: IVFD NaCL 0,9% 20 tpm
Inj.Ceftriakson 2 x 1 gr
Inj Ranitidin 2 x 1 amp
Paracetamol 3 x 500mg
Ambroxol 3 x 30 mg
Hasil Laboratorium
• Hb : 12,5 gr %
• Eritrosit : 5,4 juta/UL
• Leukosit : 20.100 / mm3
• Trombosit : 501.000 / mm3
• Ht :46,5 vol %.
LED : 120 jam /mm
30 Juli 2017
S : Sesak berkurang
O : TD = 110/80 mmHg
N = 76 x/i
RR = 22 x/i
T = 36,8oC
Pemeriksaan paru
Inspeksi:
– Statis : Simetris kanan dan kiri
– Dinamis : Simetris gerakan dada kanan dan kiri
Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas bronkovasikuler Rh (+/+)
A : TB. Paru
P: IVFD NaCL 0,9% 20 tpm
Inj.Ceftriakson 2 x 1 gr
Ranitidin 2 x 150mg
Paracetamol 3 x 500mg
31 Juli 2017
S : demam
O : TD = 110/70 mmHg
N = 78 x/mnt
RR = 24 x/mnt
T = 36,5oC
Pemeriksaan paru
Inspeksi:
– Statis : Simetris kanan dan kiri
– Dinamis : Simetris gerakan dada kanan dan kiri
Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas bronkovasikuler Rh (+/+)
A : TB. Paru
P:
Ranitidin 2 x 150mg
Paracetamol 3 x 500mg
OAT kategori 1, fase awal 1x2 tab
1 Agustus 2017
S : mual
O : TD = 120/70 mmHg
N = 70x/mnt
RR = 22 x/mnt
T = 36,5oC
Pemeriksaan paru
Inspeksi:
– Statis : Simetris kanan dan kiri
– Dinamis : Simetris gerakan dada kanan dan kiri
Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas bronkovasikuler Rh (+/+)
A : TB. Paru Klinis Kasus Baru
P:
Ranitidin 2 x 150mg
Paracetamol 3 x 500mg
OAT kategori 1, fase awal 1x2 tab
Sputum BTA (-)
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik dan keluhan
sistemik. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik antara lain batuk, batuk darah,
nyeri dada, dispneu. Gejala sistemik antaralain deman, keringat malam, malaise, dan nafsu
makan berkurang.
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus atau
berat badan menurun. Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi
meliputi alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini berupa konsolidasi
serta didapatkan sekret dibronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun,
maka biasanya penderita datang dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan fisik
mudah diketahui.
Suara nafas menjadi bronko-vesikuler atau bronkial, didapatkan bronkofoni atau
suara bisik yang disebut whispered pectoraliloque. Sekret yang berada didalam bronkus akan
menyebabkan suara tambahan berupa ronki basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung
dari tempat sekret berada. Penyempitan saluran pernafasan menimbulkan ronki kering, dan
penyempitan ini disertai kavitas dapat terdengar suara yang disebut hallow sound sampai
amforik.
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyokong
diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak menunjukkan gambaran yang khas.
Tapi gambaran darah kadang-kadang dapat membantu menentukan aktivitas penyakit
Pemeriksaan standar foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah paru.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila
apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang
positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu pemeriksaan rontgen dada atau
pemeriksaan sputum SPS diulang.
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase yaitu
fase intensif dan fase lanjutan. Jenis obat utama kategori satu yang digunakan adalah
isoniazid (INH), rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Obat-obatan tersebut
tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi (Fixed Dose Combination/FDC)
BERITA ACARA PRESENTASI LAPORAN KASUS
Pendamping
dr. Amelia Sakul