Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN

PENGABDIAN MAHASISWA KEPADA MASYARAKAT

PENDIDIKAN KESEHATAN

PENCEGAHAN STUNTING PADA BALITA DI PUSKESMAS TITI PAPAN

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

1. Ratna Dewi (1801031024)


2. Bella Nur Hasana (1801031001)
3. Sherly Wardana ( 1801031028)

Dosen Pembimbing :
Ainun Mardhiah, S.Tr.Keb.,M.K.M

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIAMEDAN
2022
RINGKASAN PENGABDIAN MASYARAKAT

Judul: Pencegahan Stunting Pada BalitaDi Puskesmas Titi Papan 2021

Rumpun Bidang Ilmu Tema Topik

D4 KEBIDANAN Pendidikan Kesehatan Pentingnya pencegahan


Terhadap Pengetahuan Ibu stunting pada balita
Tentang Pencegahan Stunting
Pada Balita
ABSTRAK

Stunting merupakan masalah gizi kronis yang muncul sebagai akibat dari keadaan kurang
gizi yang berlangsung cukup lama. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi kejadian stunting
secara langsung dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan kurangnya asupan gizi secara kualitas
maupun kuantitas. Adapun faktor secara tidak langsung yaitu dari faktor sosial ekonomi,
pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, ASI eksklusif, status imunisasi, jangkauan fasilitas
pelayanan kesehatan serta pola asuh yang kurang memadai. Tujuan dari penelitian ini yaitu
menganilisis factor-faktor yang berhubungan dengan upaya Pencegahan Stunting pada Balita. .
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah ibu
memilki balita dipuskesmas Titi Papan. Tujuan Pengabdian masyarakat ini memberikan
konseling, informasi, edukasi dan meningkatkan kesadaran pada ibu khususnya dalam menjaga
kesehatan pada balita untuk Pencegahan Stunting. Maka Disarankan kepada petugas kesehatan
untuk memberikan penyuluhan tentang Pencegahan Stunting.

Kata Kunci : Pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan ibu memiliki balitatentang


Pencegahan Stunting
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat Ridho-Nya pengabdian kepada
masyarakat ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Kegiatan pengabdian kepada
masyarakat ini berjudul : “Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Iibu Tentang
Pencegahan Stunting Pada Balita Di Puskesmas Titi Papan Tahun 2022.

Kegiatan ini merupakan salah satu upaya melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Tujuannya adalah untuk memberikan atau mendarma baktikan ilmu yang telah ada kepada
masyarakat umum. Diharapkan kegiatan seperti ini akan terus berkelanjutan pada masa yang
akan datang, tidak hanya. Di Puskesmas Titi Papan.

Demikian kata pengantar ini kami perbuat, semoga laporan pertanggung jawaban
pengabdian masyarakat ini disetujui.

Medan, Januari 2022

Yang Mengajukan

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stunting adalah keadaan paling umum dari bentuk kekurangan gizi (PE / mikronutrien),
yang mempengaruhi bayi sebelum lahir dan awal setelah lahir, terkait dengan ukuran ibu, gizi
selama ibu hamil, dan pertumbuhan janin. Menurut Sudiman dalam Ngaisyah, stunting pada
anak balita merupakan salah satu indikator status gizi kronis yang dapat memberikan
gambaran gangguan keadaan sosial ekonomi secara keseluruhan di masa lampau dan pada 2
tahun awal kehidupan anak dapat memberikan dampak yang sulit diperbaiki. Salah satu faktor
sosial ekonomi yang mempengaruhi stunting yaitu status ekonomi orang tua dan ketahanan
pangan keluarga.

Status ekonomi orang tua dapat dilihat berdasarkan pendapatan orang tua. Pendapatan
keluarga merupakan pendapatan total keluarga yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu
hasil kepala keluarga, hasil istri, hasil pemberian, hasil pinjaman, dan hasil usaha sampingan
per bulan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ngaisyah pada tahun 2018
menunjukkan bahwa pada kelompok stunting lebih banyak pendapatannya adalah dibawah
UMR yakni sebanyak 67 responden (35,8%) , sedangkan yang memiliki pendapatan diatas
UMR hanya sedikit yakni sebanyak 45 orang (22%). Hasil penelitian lain yang dilakukan
oleh Lestari et all. tahun 2014 menunjukkan bahwa pendapatan keluarga yang indah
merupakan f aktor resiko kejadian stunting pada balita 6- 24 bulan. Anak dengan pendapatan
keluarga yang rendah memiliki resiko menjadi stunting sebesar 8,5 kali dibandingkan pada
anak dengan pendapatan tinggi. Rendahnya tingkat pendapatan secara tidak langsung akan
menyebabkan terjadinya stunting hal ini dikarenankan menurunnya daya beli pangan baik
secara kuantitas maupun kualitas atau terjadinya ketidaktahanan pangan dalam keluarga.

Menurut Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2002 dan UU Pangan No 18 Tahun


2012 tentang Ketahanan Pangan, maka ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik
jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan konsumsi pangan yang cukup merupakan
syarat mutlak terwujudnya ketahanan pangan rumah tangga. Ketidaktahanan pangan dapat
digambarkan dari perubahan konsumsi pangan yang mengarah pada penurunan kuantitas
dan kualitas termasuk perubahan frekuensi konsumsi makanan pokok. Ketahanan pangan
keluarga erat hubungannya dengan ketersediaan pangan yang merupakan salah satu faktor
atau penyebab tidak langsung yang berpengaruh pada status gizi anak. Gizi buruk
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan pada balita, sehingga tinggi badan anak tidak sesuai
dengan umurnya atau disebut dengan balita pendek atau stunting.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2018 kasus
stunting di Indonesia mencapai (30,8 %), tahun 2019 (27,7%), dan tahun 2020 (24,2 %). Hal
tersebut menunjukkan penurunan yang signifikan. Sementara itu dari presentase menurut
Provinsi Sumatera Utara tahun 2018 memiliki prevalensi stunting sebanyak (32,4%) balita
Stunting. Sedangkan tahun 2019 , prevalensi disumut (30,11%) . Adapun , 15 kabupaten /kota
lokus pencegahan stunting disumut yakni Nias, Nias Selatan , Padang Lawas Utara,
Mandailing Natal, Simalungun, Dairi, Nias Barat, Deli Serdang , padang Lawas , Pakpak
Bharat, Tapanuli Tengah, Medan , Langkat , Gunungsitoli dan Nias Utara. yang terjadi pada
balita dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan intelektual anak. Secara tidak
langsung dampak tersebut dapat berakibat pada penurunan produktivitas, peningkatan risiko
penyakit degenaratif, peningkatan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah di masa
mendatang. Dampak tersebut dapat meningkatkan kemiskinan dimasa yang akan datang dan
secara tidak langsung akan mempengaruhi ketahanan pangan keluarga.

Stunting pada balita di negara berkembang dapat disebabkan karena faktor genetik dan
factor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak yang optimal. Salah
satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada balita yaitu
pendapatan orang tua. Pendapatan orang tua yang memadai akan menunjang tumbuh kembang
anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun
yang sekunder.

Sedangkan, apabila pendapatan orang tua rendah maka sebagian besar pendapatan akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan sehingga dapat menyebabkan keluarga rawan
pangan. Keluarga yang pemiliki pendapatan rendah dan rawan pangan dapat menghambat
tumbuh kembang balita (stunting).
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diambil rumusan
masalah dalam pengabdian masyarakat ini adalah:

1. Apakah status ekonomi orang tua menjadi faktor resiko terjadinya stunting pada balita di
puskesmas titi papan ?

2. Apakah ketahanan pangan keluarga menjadi faktor resiko terjadinya stunting pada balita di
puskesmas titi papan ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian bertujuan untuk mengkaji faktor resiko status ekonomi orang tua dan ketahanan
pangan keluarga terhadap kejadian stunting pada balita di puskesmas titi papan

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui kasus stunting pada balita di puskesmas titi papan

b. Mengetahui status ekonomi orang tua di puskesmas titi papan

c. Mengetahui ketahanan pangan keluarga pada balita di puskesmas titi papan

d. Menganalisis faktor resiko status ekonomi orang tua terhadap kejadian stunting pada balita di
puskesmas titi papan

e. Menganalisis faktor resiko ketahanan pangan keluarga terhadap kejadian stunting pada balita
di puskesmas titi papan.
1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan mempunyai
manfaat dalam pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat
penelitian ini sebagai berikut :

1.4.1. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan dalam menentukan program


penanggulangan stunting pada balita usia 24-59 bulan.

b. Bagi Masyarakat Titi papan

Pendidikan Kesehatan ini bermanfaat agar ibu memperhatikan gizi, pertumbuhan dan
perkembangan pada anak agar mencegah terjadinya stunting.

c. Bagi Institut Kesehatan Helvetia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi bagi penelitian
selanjutnya untuk meneliti variabel yang lain kaitannya dengan stunting.

d. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendapatkan informasi dan wawasan tentang faktor
ekonomi keluarga dan ketahanan pangan keluarga yang berhubungan dengan stunting
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN STUNTING

Stunting adalah keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui defisit 2 SD dibawah
median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi refrensi internasional. Tinggi badan
berdasarkan umur rendah, atau tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak lain
seumurnya merupakan definisi stunting yang ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak
yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai
dengan umur anak (WHO, 2019). Stunting dapat diartikan sebagai kekurangan gizi kronis atau
kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi
kurang pada anak.

Administrative Committee on Coordination/Sub Committee on Nutrition (ACC/SCN)


tahun 2000, diagnosis stunting dapat diketahui melalui indeks antopometri tinggi badan menurut
umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan
dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai atau
kesehatan. Stunting yaitu pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai
akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit.

Stunting diartikan sebagai indicator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus
dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih
pendek dibandingkan dengan ana-anak lain seumurnya, ini merupakan indikator kesehatan anak
yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang
dipengaruhi lingkungan dan sosial ekonomi (UNICEF II, 2017; WHO, 2019).

2.2. PENYEBAB STUNTING

Kejadian stunting pada anak merupakan suatu proses komulaif menurut beberapa
penelitian, yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan.
Proses terjadinya stunting pada anak dan peluang peningkatan stunting terjadi dalam 2 tahun
pertama kehidupan.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak. Faktor
penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak langsung. Penyebab
langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan
penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersediaan pangan, faktor
budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya (UNICEF, 2017; Bappenas, 2018).

2.2.1. Faktor langsung

1) Asupan gizi balita

Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan
tubuh balita. Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan mengalami tumbuh kembang dan
tumbuh kejar. Balita yang mengalami kekurangan gizi sebelumnya masih dapat diperbaiki
dengan asupan yang baik sehingga dapat melakukan tumbuh kejar sesuai dengan
perkembangannya. Namun apabila intervensinya terlambat balita tidak akan dapat mengejar
keterlambatan pertumbuhannya yang disebut dengan gagal tumbuh. Balita yang normal
kemungkinan terjadi gangguan pertumbuhan bila asupan yang diterima tidak mencukupi.
Penelitian yang menganalisis hasil Riskesdas menyatakan bahwa konsumsi energi balita
berpengaruh terhadap kejadian balita pendek, selain itu pada level rumah tangga konsumsi energi
rumah tangga di bawah rata-rata merupakan penyebab terjadinya anak balita pendek (Sihadi dan
Djaiman, 2020).

2) Penyakit infeksi

Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung stunting, Kaitan antara
penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi tidak dapat dipisahkan. Adanya penyakit infeksi
akan memperburuk keadaan bila terjadi kekurangan asupan gizi. Anak balita dengan kurang gizi
akan lebih mudah terkena penyakit infeksi. Untuk itu penanganan terhadap penyakit infeksi yang
diderita sedini mungkin akan membantu perbaikan gizi dengan diiimbangi pemenuhan asupan
yang sesuai dengan kebutuhan anak balita.

Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan, Infeksi saluran pernafasan
Atas (ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat erat hubungannya dengan status mutu pelayanan
kesehatan dasar khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan perilaku sehat (Bappenas,
2017). Ada beberapa penelitian yang meneliti tentang hubungan penyakit infeksi dengan stunting
yang menyatakan bahwa diare merupakan salah satu faktor risiko kejadian stunting pada anak
umur dibawah 5 tahun (Paudel et al, 2019).

2.2.2. Faktor tidak langsung

1) Ketersediaan pangan

Ketersediaan pangan yang kurang dapat berakibat pada kurangnya pemenuhan asupan
nutrisi dalam keluarga itu sendiri. Rata-rata asupan kalori dan protein anak balita di Indonesia
masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dapat mengakibatkan balita perempuan dan
balita laki-laki Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6,7 cm dan 7,3 cm
lebih pendek dari pada standar rujukan WHO 2005 (Bappenas, 2017). Oleh karena itu
penanganan masalah gizi ini tidak hanya melibatkan sektor kesehatan saja namun juga
melibatkan lintas sektor lainnya. Ketersediaan pangan merupakan faktor penyebab kejadian
stunting,

ketersediaan pangan di rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, pendapatan


keluarga yang lebih rendah dan biaya yang digunakan untuk pengeluaran pangan yang lebih
rendah merupakan beberapa ciri rumah tangga dengan anak pendek (Sihadi dan Djaiman, 2017).
Penelitian di Semarang Timur juga menyatakan bahwa pendapatan perkapita yang rendah
merupakan faktor risiko kejadian stunting (Nasikhah, 2018). Selain itu penelitian yang dilakukan
di Maluku Utara dan di Nepal menyatakan bahwa stunting dipengaruhi oleh banyak faktor salah
satunya adalah faktor sosial ekonomi yaitu defisit pangan dalam keluarga (Paudel et al, 2019).

2) Status gizi ibu saat hamil

Status gizi ibu saat hamil dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor tersebut dapat terjadi
sebelum kehamilan maupun selama kehamilan. Beberapa indikator pengukuran seperti 1) kadar
hemoglobin (Hb) yang menunjukkan gambaran kadar Hb dalam darah untuk menentukan anemia
atau tidak; 2) Lingkar Lengan Atas (LILA) yaitu gambaran pemenuhan gizi masa lalu dari ibu
untuk menentukan KEK atau tidak; 3) hasil pengukuran berat badan untuk menentukan kenaikan
berat badan selama hamil yang dibandingkan dengan IMT ibu sebelum hamil (Yongky, 2020;
Fikawati, 2019).
A) Pengukuran LILA

Pengukuran LILA dilakukan pada ibu hamil untuk mengetahui status KEK ibu
tersebut. KEK merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kekurangan energi dan
protein dalam jangka waktu yang lama (Kemenkes R.I, 2018). Faktor predisposisi yang
menyebabkan KEK adalah asupan nutrisi yang kurang dan adanya faktor medis seperti
terdapatnya penyakit kronis. KEK pada ibu hamil dapat berbahaya baik bagi ibu maupun
bayi, risiko pada saat prsalinan dan keadaan yang lemah dan cepat lelah saat hamil sering
dialami oleh ibu yang mengalami KEK (Direktorat Bina Gizi dan KIA, 2019).

Penelitian di Sulawesi Barat menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan


kejadian KEK adalah pengetahuan, pola makan, makanan pantangan dan status anemia
(Rahmaniar dkk, 2019). Kekurangan energi secara kronis menyebabkan cadangan zat gizi
yang dibutuhkan oleh janin dalam kandungan tidak adekuat sehingga dapat menyebabkan
terjadinya gangguan baik pertumbuhan maupun perkembangannya. Status KEK ini dapat
memprediksi hasil luaran nantinya, ibu yang mengalami KEK mengakibatkan masalah
kekurangan gizi pada bayi saat masih dalam kandungan sehingga melahirkan bayi dengan
panjang badan pendek (Najahah, 2017). Selain itu, ibu hamil dengan KEK berisiko
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Panjang badan lahir rendah
dan BBLR dapat menyebabkan stunting bila asupan gizi tidak adekuat. Hubungan antara
stunting dan KEK telah diteliti di Yogyakarta dengan hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa ibu hamil dengan riwayat KEK saat hamil dapat meningkatkan risiko
kejadian stunting pada anak balita umur 6-24 bulan (Sartono, 2019).

B) Kadar Hemoglobin

Anemia pada saat kehamilan merupakan suatu kondisi terjadinya kekurangan sel
darah merah atau hemoglobin (Hb) pada saat kehamilan. Ada banyak faktor predisposisi
dari anemia tersebut yaitu diet rendah zat besi, vitamin B12, dan asam folat, adanya
penyakit gastrointestinal, serta adanya penyakit kronis ataupun adanya riwayat dari
keluarga sendiri (Moegni dan Ocviyanti, 2019).

Ibu hamil dengan anemia sering dijumpai karena pada saat kehamilan keperluan
akan zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum
tulang (Wiknjosastro, 2017). Nilai cut-off anemia ibu hamil adalah bila hasil pemeriksaan
Hb <11,0 g/dl.

Akibat anemia bagi janin adalah hambatan pada pertumbuhan janin, bayi lahir
prematur, bayi lahir dengan BBLR, serta lahir dengan cadangan zat besi kurang
sedangkan akibat dari anemia bagi ibu hamil dapat menimbulkan komplikasi, gangguan
pada saat persalinan dan dapat membahayakan kondisi ibu seperti pingsan, bahkan
sampai pada kematian (Direktorat Bina Gizi dan KIA, 2019). Kadar hemoglobin saat ibu
hamil berhubungan dengan panjang bayi yang nantinya akan dilahirkan, semakin tinggi
kadar Hb semakin panjang ukuran bayi yang akan dilahirkan (Ruchayati, 2017).
Prematuritas, dan BBLR juga merupakan faktor risiko kejadian stunting, sehingga secara
tidak langsung anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan kejadian stunting pada balita.

C) Kenaikan berat badan ibu saat hamil

Penambahan berat badan ibu hamil dihubungkan dengan IMT saat sebelum ibu
hamil. Apabila IMT ibu sebelum hamil dalam status kurang gizi maka penambahan berat
badan seharusnya lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang status gizinya normal atau
status gizi lebih. Penambahan berat badan ibu selama kehamilan berbeda pada masing–
masing trimester. Pada trimester pertama berat badan bertambah 1,5-2 Kg, trimester
kedua 4-6 Kg dan trimester ketiga berat badan bertambah 6-8 Kg. Total kenaikan berat
badan ibu selama hamil sekitar 9- 12 Kg.

Pertambahan berat badan saat hamil merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi status kelahiran bayi (Yongky, 2018). Penambahan berat badan saat hamil
perlu dikontrol karena apabila berlebih dapat menyebabkan obesitas pada bayi sebaliknya
apabila kurang dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, prematur yang
merupakan faktor risiko kejadian stunting pada anak balita.

3) Berat badan lahir

Berat badan lahir sangat terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang
anak balita, pada penelitian yang dilakukan oleh Anisa (2017) menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara berat lahir dengan kejadian stunting pada balita di Kelurahan
Kalibaru. Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yaitu bayi yang lahir dengan
berat badan kurang dari 2500 gram, bayi dengan berat badan lahir rendah akan mengalami
hambatan pada pertumbuhan dan perkembangannya serta kemungkinan terjadi kemunduran
fungsi intelektualnya selain itu bayi lebih rentan terkena infeksi dan terjadi hipotermi (Direktorat
Bina Gizi dan KIA, 2020).

Banyak penelitian yang telah meneliti tentang hubungan antara BBLR dengan kejadian
stunting diantaranya yaitu penelitian di Klungkung dan di Yogyakarta menyatakan hal yang
sama bahwa ada hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian stunting (Sartono, 2017).
Selain itu, penelitian yang dilakukan di Malawi juga menyatakan prediktor terkuat kejadian
stunting adalah BBLR (Milman, 2020)

4) Panjang badan lahir

Asupan gizi ibu yang kurang adekuat sebelum masa kehamilan menyebabkan gangguan
pertumbuhan pada janin sehingga dapat menyebabkan bayi lahir dengan panjang badan lahir
pendek. Bayi yang dilahirkan memiliki panjang badan lahir normal bila panjang badan lahir bayi
tersebut berada pada panjang 48-52 cm (Kemenkes R.I, 2018). Panjang badan lahir pendek
dipengaruhi oleh pemenuhan nutrisi bayi tersebut saat masih dalam kandungan.

Penentuan asupan yang baik sangat penting untuk mengejar panjang badan yang
seharusnya. Berat badan lahir, panjang badan lahir, umur kehamilan dan pola asuh merupakan
beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting. Panjang badan lahir merupakan salah
satu faktor risiko kejadian stunting pada balita (Anugraheni, 2017; Meilyasari, 2019).

5) ASI Eksklusif

ASI Eksklusif menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012
tentang Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa menambahkan dan atau
mengganti dengan makanan atau minuman lain yang diberikan kepada bayi sejak baru dilahirkan
selama 6 bulan (Kemenkes R.I, 2012). Pemenuhan kebutuhan bayi 0-6 bulan telah dapat
terpenuhi dengan pemberian ASI saja. Menyusui Eksklusif juga penting karena pada umur ini,
makanan selain ASI belum mampu dicerna oleh enzim-enzim yang ada di dalam usus selain itu
pengeluaran sisa pembakaran makanan belum bisa dilakukan dengan baik karena ginjal belum
sempurna (Kemenkes R.I, 2012). Manfaat dari ASI Eksklusif ini sendiri sangat banyak mulai
dari peningkatan kekebalan tubuh, pemenuhan kebutuhan gizi, murah, mudah, bersih, higienis
serta dapat meningkatkan jalinan atau ikatan batin antara ibu dan anak.

Penelitian yang dilakukan di Kota Banda Aceh menyatakan bahwa kejadian stunting
disebabkan oleh rendahnya pendapatan keluarga, pemberian ASI yang tidak Eksklusif,
pemberian MP-ASI yang kurang baik, imunisasi yang tidak lengkap dengan faktor yang paling
dominan pengaruhnya adalah pemberian ASI yang tidak Eksklusif (Al-Rahmad dkk, 2019). Hal
serupa dinyatakan pula oleh Arifin pada tahun 2017 dengan hasil penelitian yang menyatakan
bahwa kejadian stunting dipengaruhi oleh berat badan saat lahir, asupan gizi balita, pemberian
ASI, riwayat penyakit infeksi, pengetahuan gizi ibu balita, pendapatan keluarga, jarak antar
kelahiran namun faktor yang paling dominan adalah pemberian ASI (Arifin dkk, 2017). Berarti
dengan pemberian ASI Eksklusif kepada bayi dapat menurunkan kemungkinan kejadian stunting
pada balita, hal ini juga tertuang pada gerakan 1000 HPK yang dicanangkan oleh pemerintah
Republik Indonesia.

6) MP-ASI

Pengertian dari MP-ASI menurut WHO adalah makanan/minuman selain ASI yang
mengandung zat gizi yang diberikan selama pemberian makanan peralihan yaitu pada saat
makanan/ minuman lain yang diberikan bersamaan dengan pemberian ASI kepada bayi.
Makanan pendamping ASI adalah makanan tambahan yang diberikan pada bayi setelah umur 6
bulan. Jika makanan pendamping ASI diberikan terlalu dini (sebelum umur 6 bulan) akan
menurunkan konsumsi ASI dan bayi bisa mengalami gangguan pencernaan. Namun sebaliknya
jika makanan pendamping ASI diberikan terlambat akan mengakibatkan bayi kurang gizi, bila
terjadi dalam waktu panjang (Al-Rahmad, 2019). Standar makanan pendamping ASI harus
memperhatikan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan kelompok umur dan tekstur
makanan sesuai perkembangan umur bayi (Azrul, 2020).

Penelitian yang dilakukan di Purwokerto, menyatakan bahwa umur makan pertama


merupakan faktor resiko terhadap kejadian stunting pada balita. Pemberian MP-ASI terlalu dini
dapat meningkatkan risiko penyakit infeksi seperti diare hal ini terjadi karena MP-ASI yang
diberikan tidak sebersih dan mudah dicerna seperti ASI. Zat gizi seperti zink dan tembaga serta
air yang hilang selama diare jika tidak diganti akan terjadi malabsorbsi zat gizi selama diare yang
dapat menimbulkan dehidrasi parah, malnutrisi, gagal tumbuh bahkan kematian (Meilyasari,
2019).

2.3. Penilaian stunting secara antropometri

Untuk menentukan stunting pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran
tinggi bada menurut umur dilakukan pada anak umur diatas dua tahun. Antropometri merupakan
ukuran dari tubuh sedangkan antropometri gizi adalah jenis pengukuran dari beberapa bentuk
tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui
ketidakseimbangan energi dan protein. Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan
tinggi badan dan berat badan (Gibson, 2020).

Standar digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan rekomendasi National


Canter of Health Statistics (NCHS) dan WHO. Standarisasi pengukuran ini membandingkan
pengukuran anak dengan median, dan standar deviasi atau Z-score adalah unit standar deviasi
untuk mengetahui perbedaan Antara nilai individu dan nilai tengah (median) populasi referent
untuk umur/tinggi yang sama, dibagi dengan standar deviasi dari nilai populasi rujukan.
Beberapa keuntungan penggunaan Z-score antara lain untuk mengidentifikasi nilai yang tepat
dalam distribusi perbedaan indeks dan peredaan umur, juga memberikan manfaat untuk menarik
kesimpulan secara statistic dari pengakuan antropometri.

Indikator antropometrik seperti tinggi badan menurut umur adalah penting dalam
mengevaluasi kesehatan dan status gizi anak-anak pada wilayah dengan banyak masalah gizi
buruk. Dalam menentukan klasifikasi gizi kurang dengan stunting sesuai dengan “Cut off point”,
dengan penilaian Z-score, dan pengukuran pada anak balita berdasarkan tinggi badan menurut
umur (TB/U) standar baku WHO-NCHS (WHO 2020).

Berikut Klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator TB/U:

a. Sangat pendek : Z-score < -3,0

b. Pendek : Z-score < -2,0 s.d Z-score ≥ -3,0

c. Normal : Z-score ≥ -2,0

2.4. Dampak stunting

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut, dalam
jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan
fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan dalam jangka panjang akibat buruk
yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,
menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit
diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada
usia tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas
ekonomi (Kemenkes R.I, 2016)

Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda, dengan
dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Studi menunjukkan bahwa
anak pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama pendidikan yang
menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa. Anak-anak pendek menghadapi
kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang berpendidikan,
miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu, anak
pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas,
yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang
(UNICEF, 2019).
Stunting memiliki konsekuensi ekonomi yang penting untuk laki-laki dan perempuan di
tingkat individu, rumah tangga dan masyarakat. Bukti yang menunjukkan hubungan antara
perawakan orang dewasa yang lebih pendek dan hasil pasar tenaga kerja seperti penghasilan
yang lebih rendah dan produktivitas yang lebih buruk. Anak-anak stunting memiliki gangguan
perkembangan perilaku di awal kehidupan, cenderung untuk mendaftar di sekolah atau
mendaftar terlambat, cenderung untuk mencapai nilai yang lebih rendah, dan memiliki
kemampuan kognitif yang lebih buruk daripada anak-anak yang normal (Hoddinott et al, 2017;
Prendergast dan Humphrey 2016). Efek merusak ini diperparah oleh interaksi yang gagal terjadi.
Anak yang terhambat sering menunjukkan perkembangan keterampilan motorik yang terlambat
seperti merangkak dan berjalan, apatis dan menunjukkan perilaku eksplorasi kurang, yang
semuanya mengurangi interaksi dengan teman dan lingkungan.

2.5. Upaya pencegahan stunting pada balita

Upaya pencegahan stunting sudah banyak dilakukan di negara-negara berkembang


berkaitan dengan gizi pada anak dan keluarga. Upaya tersebut oleh WHO (2019) dijabarkan
sebagai berikut:

A. Zero Hunger Strategy

Stategi yang mengkoordinasikan program dari sebelas kemeterian yang berfokus


pada yang termiskin dari kelompok miskin

B. Dewan Nasional Pangan dan Keamanan Gizi

Memonitor strategi untuk memperkuat pertanian keluarga, dapur umum dan


strategi untuk meningkatkan makanan sekolah dan promosi kebiasaan makanan
sehat

c. Bolsa Familia Program

Menyediakan transfer tunai bersyarat untuk 11 juta keluarga miskin. Tujuannya


adalah untuk memecahkan siklus kemiskinan antar generasi

d. Sitem Surveilans Pangan dan Gizi

Pemantauan berkelanjutan dari status gizi populasi dan yang determinan

e. Strategi Kesehatan Keluarga

Menyediakan perawatan kesehatan yang berkualitas melalui strategi perawatan


primer.

Upaya penanggulangan stunting menurut Lancet pada Asia Pasific Regional Workshop
(2010) diantaranya:
a. Edukasi kesadaran ibu tentang ASI Eksklusif (selama 6 bulan)

b. Edukasi tentang MP-ASI yang beragam (umur 6 bulan- 2 tahun)

c. Intervensi mikronutrien melalui fortifikasi dan pemberiam suplemen

d. Iodisasi garam secara umum

e. Intervensi untuk pengobatan malnutrisi akut yang parah

f. Intervensi tentang kebersihan dan sanitasi

Di Indonesia upaya penanggulangan stunting diungkapkan oleh Bappenas (2011) yang


disebut strategi lima pilar, yang terdiri dari:

a. Perbaikan gizi masyarakat terutama pada ibu pra hamil, ibu hamil dan anak

b. Penguatan kelembagaan pangan dan gizi

c. Peningkatan aksebilitas pangan yang beragam

d. Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat

e. Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan

Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan
dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil
harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe),
dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai
umur 6 bulan (Eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi Makanan Pendamping ASI (MPASI)
yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi
suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis
seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan
secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang
sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat
dilakukan pencegahan terjadinya balita stunting (Kemenkes R.I, 2019).
BAB III

RENCANA PELAKSANAAN PENGABDIAN MASYARAKAT

3.1. Metode Penerapan Ipteks

Pengabdian masyarakat ini dilakukan sehubungan dengan adanya teori, angka kejadian
permasalahan tentang Pencegahan Stunting , serta hasil penelitian yang diperoleh. Pengabdian
ini penting dilakukan untuk mencegah Stunting pada balita, sehingga terwujud kesehatan pada
bayi secara menyeluruh. Pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, metode penerapan
ipteks yang digunakan adalah ceramah, diskusi, tanya jawab tentang Pendidikan Kesehatan
Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang pencegahan Stunting pada balita.

3.2. Alat dan Bahan pada pengabdian masyarakat ini adalah :

1. Leaflet

3.3. Khalayak Sasara

Sasaran dalam kegiatan ini adalah Ibu memiliki balita di puskesmas Titi Papan , yang
memerlukan pengetahuan tentang pentingnya pencegahan Stunting pada balita.

3.4. Proses Pengumpulan Data

1. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari responden dengan
observasi tanya jawab pada Ibu yang memiliki balita

2. Data sekunder dalam penelitian ini adalah pengumpulan data yang diambil secara
langsung dari Puskesmas Titi Papan tahun 2022.

3. Data tertier dalam penelitian ini dari naskah yang telah dipublikasikan dari WHO,
Riskesdas, dan Profil Kesehatan Sumatera Utara.
No. Tahapan Materi/ Metode Tempat
kegiatan
1. Persiapan : Mempersiapkan Studi literatur Inkes Helvetia
a. Persiapan bahan, surat surat tugas, surat Penelusuran Medan
menyurat, administrasi, izin melakukan barang Inkes Helvetia
materi, dll kegiatan, materi. inventaris dan Medan
b. Persiapan media Lembar leaflet koleksi pribadi Inkes Helvetia
c. Persiapan leaflet Medan
d. Persiapan petugas Inkes Helvetia
Meda
2. Kegiatan penyuluhan : Melakukan tanya jawab Aula
Pembukaan aktivitas Puskesmas Titi
Pelaksanaan penyuluhan, Papan
Evaluasi pembagian
leaflet di awal
pertemuan
3. Evaluasi hasil Evaluasi hasil Diskusi Inkes Helvetia
kegiatan medan
penyuluhan

3.5. Analisa Data

Analisa data dalam pengabdian masyarakat ini adalah dengan menganalisis kegiatan
penyuluhan tentang pentingnya Pencegahan Stunting dengan cara menggunakan evaluasi post
test dengan memberikan pertanyaan (pre-post test), untuk melihat sejauh mana ibu memahami
tentang penyuluhan yang diberikan. Analisa data menggunakan analisis univariat dan
bivariate, dimana analisis bivariate menggunakan uji Wilcoxon dengan tingkat kemaknaan 5%.

3.6. Rancangan Evaluasi

Rancangan Evaluasi dari kegiatan ini adalah ibu memiliki balitadiharapkan dapat
mengetahui informasi mengenai pentingnya pencegahan Stunting dapat mendukung peningkatan
pengetahuan melalui pemberian informasi yang benar dan tepat sehingga dapat meningkatkan
informasi terkait pentingnya pencegahan Stunting

3.7. Jadwal Pelaksanaan

Jadwal pelaksanaan pengabdian masyarakat dilaksanakan pada tanggal 11 september


2021.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengabdian Masyarakat

Pelaksanaan kegiatan Pengabdian masyarakat dilaksanakan pada hari sabtu, tanggal 11


September 2021 di Puskesmas Titi Papan, Jumlah keseluruhan peserta sebanyak 3 orang. Hal ini
dikarenakan masa pandemi dilarang untuk melakukan kegiatan dengan jumlah peserta yang
terlalu banyak. Pelaksanaan kegiatan dimulai pukul 14.00 WIB yang dilaksanakan di aula
puskesmas titi papan.

Sebelum kegiatan penyuluhan dilaksanakan, leaflet dibagikan kepada ibu dan bukti
absensi sebagai daftar hadir peserta penyuluhan juga telah dibagikan. Penyuluhan dilaksanakan
kepada ibu yang memiliki balita. Ibu yang hadir cukup antusias dan terlihat nyaman dalam
mengikuti kegiatan yang dilaksanakan, hal ini terlihat dari beberapa ibu yang bertanya langsung
setelah penyuluhan disampaikan dalam sesi tanya jawab. Setelah kegiatan penyuluhan ini
dilakukan maka diharapkan agar ibu dapat bersedia untuk melakukan pencegahan terjadinya
stunting pada balita.

Di akhir kegiatan penyuluhan, kami ucapan terima kasih kepada ibu-ibu yang telah
bersedia dan meluangkan waktunya untuk mengikuti kegiatan penyuluhan. Dan melakukan
dokumentasi sebagai bukti pengadian kepada masyarakat.

4.2 Pembahasan

Hasil kegiatan ini berupa pemberian informasi mengenai penyuluhan tentang pendidikan
kesehatan terhadap pengetahuan ibu tentang Pencegahan Stunting pada Balita. Pelaksanaan
kegiatan PKM ini merupakan suatu hal yang sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan
dan wawasan bagi ibu memiliki balita. Tujuan Pengabdian masyarakat ini memberikan
konseling, informasi, edukasi dan meningkatkan kesadaran pada ibu khususnya dalam menjaga
kesehatan pada balita untuk Pencegahan Stunting. Maka Disarankan kepada petugas kesehatan
untuk memberikan penyuluhan tentang Pencegahan Stunting.
Administrative Committee on Coordination/Sub Committee on Nutrition (ACC/SCN)
tahun 2000, diagnosis stunting dapat diketahui melalui indeks antopometri tinggi badan menurut
umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan
dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai atau
kesehatan. Stunting yaitu pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai
akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit.

Stunting diartikan sebagai indicator status gizi TB/U sama dengan atau kurang dari minus
dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih
pendek dibandingkan dengan ana-anak lain seumurnya, ini merupakan indikator kesehatan anak
yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada masa lalu dan yang
dipengaruhi lingkungan dan sosial ekonomi (UNICEF II, 2017; WHO, 2019).

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting pada anak. Faktor
penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun tidak langsung. Penyebab
langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan
penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh, pelayanan kesehatan, ketersediaan pangan, faktor
budaya, ekonomi dan masih banyak lagi faktor lainnya (UNICEF, 2017; Bappenas, 2018).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan pengabdian masyarakat tersebut, maka dapat disimpulkan

1. Peserta PKM adalah ibu yang memiliki balita di puskesmas titi papan.

2. ibu memiliki balita dapat mengikuti kegiatan penyuluhan yang dilaksanakan dan
memahami informasi yang diberikan.

3. Pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik dan materi yang disampaikan dapat
dimengerti oleh ibu-ibu memilki balita

1.2 Saran

1. Bagi ibu memilki balitaPendidikan kesehatan ini bermanfaat agar ibu memilki balita
lebih aktif dan ikut berperan dalam mendukung program PENCEGAHAN STUNTING.

2. Bagi masyarakat TITI PAPAN. Pendidikan kesehatan ini bermanfaat sebagai masukan
bagi masyarakat agar lebih memperhatikan keberhasilan pencapaian program
PENCEGAHAN STUNTING dan melakukan promosi kesehatan berkaitan dengan program
PENCEGAHAN STUNTING.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Hadir Peserta Pengabdian Masyarakat

Pengabdian Masyarakat

Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Pencegahan Stunting pada


Balita Di Puskesmas Titi Papan Tahun 2022

N NAMA UMUR ALAMAT PARAF


O
1. Yana 27 Tahun Jl. Karya

2. Lestari 25 Tahun Jl.Karya


3. Yanti 30 Tahun Jl. Karya
Dokumentasi Pengabdian Masyaraka
Leaflet Pengabdian Masyaraka
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

“PENCEGAHAN STUNTING”

Topik : PENCEGAHAN STUNTING

Sub pokokpembahasan : 1.Pengertian Stunting

: 2. Penyebab Stunting

: 3. Risiko Kesehatan Pada Anak Stunting

: 4. Cara Mencegah Stunting

Sasaran : Ibu memiliki balita

Hari/Tanggal : 11 September 2021

Tempat : Puskesmas Titi Papan

Waktu : 30 Menit

Penyaji : Mahasiswa

A. Tujuan
1. TujuanUmum
Setelah di lakukan penyuluhan Tentang Stunting Diharapkan keluarga dapat
mengetahui dan memahami penyebab stunting dan cara pencegahanya.
2. Tujuankhusus
Setelah di lakukan penyuluhan,di harapkan :

1. Keluarga Dapat Mengetahui Pengertian Stunting

2. Keluarga Dapat Mengetahui Penyebab Stunting

3. Keluarga Dapat Mengetahui Risiko Kesehatan Pada Anak Stunting

4. Keluarga Dapat Mengetahui cara pencegahan Stunting

B. Materi

1. Pengertian Stunting
2. Penyebab Stunting

3. Risiko Kesehatan Pada Anak Stunting

4. Cara Pencegahan Stunting

C. Kegiatan

No Wakt Kegiatan
. u Penyaji Peserta
1 5 Pembukaan - Menjawabsal
menit 1. Salam pembukaan am
2. Memperkenalkandiri - Memperhatik
3. Mengkomunikasikantujuan an

2 15 Penyajianisi - Memperhatik
menit 1. Menjelaskandanmenguraikanmateri an
2. Memberikankesempatankepadapesertapenyuluhanuntuk penyuluhan
bertanya dengan
3. Menjawabpertanyaanpesertapenyuluhan yang cermat
berkaitandenganmateri yang belumjelas - Menanyakan
hal-hal yang
belum jelas

3    10 Penutup : - Memperhatik


menit1. Menyimpulkanmateri an
2. Evaluasipenyuluhandenganpertanyaansecaralisan - Menjawabsal
3. am
4. Salam

B. METODE
1. Ceramah
2. Tanya Jawab
3. Diskusi
C. MEDIA
1. Leflet
D. EVALUASI
1. Evaluasi struktura

a. Keluarga ikut dalam kegiatan penyuluhan.


b.Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di aula Puskesmas

2.Evaluasi proses

a. Keluarga antusias terhadap materi penyuluhan.

b.Keluarga terlibat langsung dalam kegiatan penyuluhan (diskusi).

3.Evaluasi hasil

a.70% keluarga mampu menjelaskan pengertian Stunting

b.65% keluarga mampu menyebutkan penyebab Stunting

c.70% keluarga mampu menyebutkan Risiko Kesehatan Pada Anak Stunting

d.75 % keluarga mampu menyebutkan cara pencegahan Stunting


MATERI

A. Pengertian Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada tubuh dan otak akibatkekurangan
gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek dari anaknormal seusianya dan
memiliki keterlambatan dalam berpikir. Stunting adalahmasalah gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam waktulama, umumnya karena asupan makan yang
tidak sesuai kebutuhan gizi.Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat
saat anak berusiadua tahun.

Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anakusia 0 sampai 59


bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang danberat) dan minus tiga (stunting kronis)
diukur dari standar pertumbuhan anakkeluaran WHO. Selain pertumbuhan terhambat, stunting
juga dikaitkan denganperkembangan otak yang tidak maksimal, yang menyebabkan
kemampuanmental dan belajar yang kurang, serta prestasi sekolah yang buruk.

Stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, juga dianggap sebagai salahsatu faktor
risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi.

2.Penyebab Stunting

Secara umum, kekerdilan atau stunting ini disebabkan oleh gizi burukpada ibu, praktik
pemberian dan kualitas makanan yang buruk, seringmengalami infeksi serta tidak
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.

Stunting dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

a.Pemberian nutrisi atau makanan yang buruk

Calon ibu yang tidak bisa menjaga asupan nutrisi makanannya ketika hamil,memiliki
resiko yang cukup besar untuk melahirkan anak dengan denganmasalah kesehatan
seperti stunting. Bahkan, dalam beberapa kasus, hal sepertiini menyebabkan stunting menjadi
penyakit turun-temurun. Tak sampai disitusaja, pemberian nutrisi atau makanan terhadap
bayi dimasa-masa awalpertumbuhan, juga bisa menjadi penyebab stunting. Kurangnya
pemberian ASIeksklusif di 6 bulan awal menjadi salah satunya

b.infeksi yang berasal dari lingkungan sekitar

Kondisi lingkungan sekitar yang buruk menjadi salah satu faktor penyebabmunculnya
beberapa masalah kesehatan. Stunting menjadi salah satunya. Bayiyang sudah diberi nutrisi
cukup melalui ASI namun hidup dikawasan atau daerahyang tidak terjaga kehigienisannya,
masih berpotensi cukup besar untukmengidap penyakit stunting. Kenapa? Sebab,
infeksi yang disebabkan olehburuknya lingkungan sekitar dapat mengurangi kemampuan
usus untuk bekerjadengan baik. Dampaknya tentu saja langsung menuju ke tumbuh kembang
anak.

c.Kelahiran dengan berat badan yang rendah

stunting bisa muncul jikalau calon ibu tidak dapat menjaga pola makannyaketika masih
hamil. Pola makan yang tidak dijaga, dengan kecenderungan malasmakan menjadi yang paling
utama. Beberapa penelitian menyebut bahwa bayi yang lahir dengan berat badan rendah (yang
notabene hasil dari kurangnyaasupan nutrisi sang ibu), memiliki peluang yang cukup tinggi
untuk mengidapstunting. Untuk mencegahnya, para ibu bisa melakukan pengecekan rutin
terkaitberat badannya setiap satu bulan sekali.

d.Kondisi ekonomi yang buruk

Sebuah penelitian yang dilakukan di Guatemala, menunjukkan bahwa sebagianbesar anak


pengidap stunting disana, tidak mendapatkan pendidikan yang layakdan hidup dalam kondisi
ekonomi yang buruk. Tingkat ekonomi yang buruktentu saja memiliki dampak yang sangat kuat
dengan pemberian nutrisi si calonibu kepada calon anaknya. Dengan fakta ini, kita bisa
menyimpulkan apabilastunting biasa terjadi di negara atau kawasan dengan tingkat
pertumbuhanekonomi yang lambat atau tidak baik.

Penyebab lain

Anak yang terlahir dengan sindrom alkohol janin (Fetus AlcoholSyndrome/FAS) juga
dapat mengalami stunting. FAS merupakan pola cacatyang dapat terjadi pada janin karena Sang
Ibu mengonsumsi terlalu banyakminuman beralkohol saat sedang hamil. Anak dengan FAS
memiliki sekelompokrangkaian gejala yang mencakup bentuk wajah yang berbeda dari anak
normal,pertumbuhan fisik terhambat, serta beberapa gangguan mental.

3.Risiko Kesehatan pada Anak Stunting

Berikut adalah beberapa risiko kesehatan pada anakstunting.

1. Stunting dikaitkan dengan otak yang kurang berkembang dengan konsekuensiberbahaya untuk
jangka waktu lama, termasuk kecilnya kemampuan mental dankapasitas untuk belajar, buruknya
prestasi sekolah di masa kecil, dan mengalamikesulitan mendapat pekerjaan ketika dewasa
yang akhirnya mengurangipendapatan, serta peningkatan risiko penyakit kronis terkait gizi
seperti diabetes,hipertensi, dan obesitas.

2. Memiliki risiko yang lebih besar untuk terserang penyakit, bahkan kematian dini.

3. Kekerdilan dapat menurun pada generasi berikutnya, disebut siklus kekurangangizi


antargenerasi.
4. Ketika dewasa, seorang wanitastunting memiliki risiko lebih besar untukmengalami
komplikasi selama persalinan karena panggul mereka lebih kecil,dan berisiko melahirkan bayi
dengan berat badan lahir rendah.

4.Cara Mencegah Stunting

Stunting dapat di cegah dengan hal-hal berikut :

1.Seorang ibu harus mengonsumsi nutrisi yang dibutuhkan selama hamil dannutrisi yang
dibutuhkan selama menyusui.

2.Memberikan nutrisi yang baik kepada Si Buah Hati, seperti memberikan ASIeksklusif dan
nutrisi penting lainnya seiring pertambahan usia.

3.Menerapkan pola hidup bersih dan sehat, terutama mencuci tangan sebelummakan, meminum
air yang aman, mencuci peralatan makan dan peralatan dapur,membersihkan diri setelah buang
air besar atau kecil, serta memiliki sanitasiyang ideal (toilet yang bersih).

Menjaga asupan nutrisi yang ideal dan bervariatif ditambah dengan perilakuhidup bersih dan
sehat memegang peranan yang krusial bagi kesehatan ibuhamil, terutama bagi janin. Hal ini
untuk mencegah terjadinya kekerdilan demikelangsungan hidup anak dalam jangka pendek dan
dalam jangka panjang yangsehat, serta untuk memastikan anak tumbuh menjadi orang dewasa
yang kuat,terdidik, dan produktif.

5.Penatalaksanaan Gizi Kurang

Adapun cara mengatasi gizi kurang adalah:

1. Pemberian makanan TKTP dengan ukuran yang telah dianjurkan dandiberikan


secara bertahap.

2. Tetap memberikan ASI sesuai dengan aturan secara terus-menerus bagi anak dibawah usia 2
tahun.

3. Pemberian makanan tambahan.

4. Pemberian terapi cairan dan elektrolit bila perlu.

5. Kontrol berat badan secara rutin

5. Berikan obat/ vitamin sesuai dengan anjuran pengobatan.

6. Penyuluhan tentang gizi seimbang terutama bagi orang tua yang memiliki anak balita.

Anda mungkin juga menyukai