Bahan Ajar Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional)
Bahan Ajar Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional)
MATA KULIAH
Dosen Pengampu:
Nama : Siti Raihan, S.Pd., M.Pd.
NIP : 199305252019032027
NIDN : 0025059301
Menurut Goleman (1999:7), asal kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin
yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e-” untuk memberi arti “bergerak
menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi,
emosi memancing tindakan dan akar dorongan untuk bertindak dalam menyelesaikan suatu
masalah dengan seketika. Menurut Goleman (2002:45) kecerdasan emosi merujuk pada
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan
dorongan hati dan tidak melebih–lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga
agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, dan berempati. Cooper dan Sawaf
(dalam Efendi, 2005: 172) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagaimana di bawah ini:
“Emotional Intelligence is the ability to sense, understand, and effectivelly apply the power
and acumen of emotions as a source of human energy, information, connection, and influence.”
(Kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif
mengaplikasikan kekuatan serta kecerdasan emosi sebagai sebuah sumber energi manusia,
informasi, hubungan, dan pengaruh). Menurut Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2003: 513)
kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan
orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk secara sah alasan dengan emosi
dan menggunakan emosi untuk meningkatkan pemikiran. EI (Emotional Intelegent) sebagai
kapasitas untuk alasan tentang emosi, dan emosi untuk meningkatkan pemikiran. Ini termasuk
kemampuan untuk secara akurat memahami emosi, untuk mengakses dan menghasilkan emosi
sehingga dapat membantu pikiran, memahami emosi dan pengetahuan emosional, dan reflektif
mengatur emosi sehingga untuk mempromosikan pertumbuhan emosional dan intelektual.
Kecerdasan emosional mengacu pada kemampuan untuk mengenali makna emosi dan
hubungan mereka, dan untuk alasan dan memecahkan masalah atas dasar mereka. Kecerdasan
emosional terlibat dalam kapasitas untuk merasakan emosi, mengasimilasi perasaan emosi
yang terkait, memahami informasi dari emosi, dan mengelolanya.
1. Emosi. Dalam model ini, emosi mengacu pada keadaan perasaan (termasuk respon
fisiologis dan kognisi) yang menyampaikan informasi tentang hubungan. Misalnya,
kebahagiaan adalah keadaan perasaan yang juga menyampaikan informasi tentang
hubungan biasanya, salah satu yang ingin bergabung dengan orang lain. Demikian pula,
rasa takut adalah keadaan perasaan yang sesuai dengan hubungan dorongan untuk
melarikan diri orang lain.
2. Intelijen. Dalam model ini, intelijen mengacu pada kapasitas untuk alasan sah tentang
informasi.
Adapun ciri orang yang mempunyai kecerdasan emosi adalah mudah bergaul, tidak
mudah takut, bersikap tegas, berkemampuan besar untuk melibatkan diri dengan orang lain,
konsisten, tidak emosional, lebih mengutamakan rasio daripada emosi, dapat memotivasi
dirinya sendiri, dan lebih penting dapat memecahkan solusi dalam keadaan yang darurat.
Seperti dikatakan oleh Doug Lennick seorang executive vice president di Amerika
Express Financial Services (dalam Goleman, 2003: 36) bahwa yang diperlukan untuk sukses
dimulai dengan ketrampilan intelektual, tetapi orang memerlukan kecakapan emosi untuk
memanfaatkan potensi bakat mereka secara maksimal, jadi kecerdasan emosional dapat
membantu seseorang dalam menggunakan kemampuan kognitifnya sesuai dengan potensi yang
dimilikinya secara maksimum.
Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi merupakan
aspek yang sangat dibutuhkan dalam bidang kehidupan sehari-hari kita baik di lingkungan
keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Selain itu, kecerdasan emosionallah yang
memotivasi kita untuk mencari manfaat, potensi dan mengubahnya dari apa yang kita pikirkan
menjadi apa yang kita lakukan.
Dengan demikian kecerdasan emosi adalah sejumlah kemampuan dan keterampilan
yang berkaitan dengan pembinaan hubungan sosial dengan lingkungan yang merujuk pada
kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri
sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik dan dalam hubungan dengan orang lain
dengan indikator:
1. Kesadaran diri,
Meliputi: kesadaran diri emosi yaitu membaca emosi diri sendiri dan mengenali
dampaknya dan menggunakan “insting” untuk menuntun keputusan, penilaian diri
yang akurat adalah mengetahui kekuatan dan keterbatasan diri, dan kepercayaan diri
meliputi kepekaan yang sehat mengenai harga diri dan kemampuan diri.
2. Pengelolaan diri
Meliputi: kendali diri emosi yaitu mengendalikan emosi dan dorongan yang meledak-
ledak, transparansi adalah menunjukkan kejujuran dan integritas serta kelayakan untuk
dipercaya, kemampuan menyesuaikan diri meliputi kelenturan di dalam beradaptasi
dengan perubahan situasi atau mengatasi hambatan, pencapaian yaitu dorongan untuk
memperbaiki kinerja untuk memenuhi standar-standar prestasi yang ditentukan oleh
diri sendiri, inisiatif merupakan kesiapan untuk bertindak dan menggunakan
kesempatan, dan optimisme yaitu melihat sisi positif suatu peristiwa.
3. Kesadaran sosial
Meliputi: empati merasakan emosi orang lain, memahami sudut pandang mereka, dan
berminat aktif pada kekhawatiran mereka, kesadaran organisasional adalah membaca
apa yang sedang terjadi, keputusan jaringan kerja, dan politik di tingkat organisasi,
pelayanan yaitu mengenali dan memenuhi kebutuhan pengikut, klien, atau pelanggan.
4. Pengelolaan relasi
Meliputi: kepemimpinan yang menginspirasi yaitu membimbing dan memotivasi
dengan visi yang semangat, pengaruh adalah menguasai berbagai taktik membujuk,
mengembangkan orang lain meliputi menunjang kemampuan orang lain melalui
umpan-balik dan bimbingan, katalis perubahan yaitu memprakarsai, mengelola dan
memimpin di arah yang baru, pengelolaan konflik yaitu menyelesaikan pertengkaran,
membangun ikatan adalah menumbuhkan dan memelihara jaringan relasi, kerja
kelompok dan kolaborasi yaitu kerjasama dan pembangunan kelompok.
3. Faktor pendidikan
Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk
mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk
emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan. Pendidikan tidak hanya
berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem
pendidikan di sekolah tidak boleh hanya menekankan pada kecerdasan akademik saja,
memisahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta menjadikan ajaran agama sebagai ritual
saja. Sebagai contoh, pelaksanaan puasa sunah Senin Kamis yang berulang-ulang dapat
membentuk pengalaman keagamaan yang memunculkan kecerdasan emosi. Puasa
sunah Senin Kamis mampu mendidik individu untuk memiliki kejujuran, komitmen,
visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan, peguasaan
diri atau sinergi, sebagai bagian dari pondasi kecerdasan emosi
Kecerdasan emosi dapat ditinggkatkan. Ada beberapa aspek penting yang perlu
diperhatikan sebagai langkah awal guna meningkatkan kecerdasan emosi. Berikut adalah cara
untuk meningkatkan kecerdasan emosional.
Ketrampilan ini berkaitan dengan kemampuan Anda untuk memahami dampak dari
emosi negatif terhadap diri Anda. Sebagai contoh keinginan untuk memperbaiki situasi ataupun
memenuhi target pekerjaan yang membuat Anda mudah marah ataupun frustasi seringkali
justru merusak hubungan Anda dengan bawahan maupun atasan serta dapat menyebabkan
stres. Jadi, selama Anda dikendalikan oleh emosi negatif Anda justru Anda tidak bisa mencapai
potensi terbaik dari diri Anda. Solusinya, lepaskan emosi negatif melalui teknik
pendayagunaan pikiran bawah sadar sehingga Anda maupun orang-orang di sekitar Anda tidak
menerima dampak negatif dari emosi negatif yang muncul.
3. Mengelola emosi diri sendiri
Anda jangan pernah menganggap emosi negatif atau positif itu baik atau buruk. Emosi
adalah sekedar sinyal bagi kita untuk melakukan tindakan untuk mengatasi penyebab
munculnya perasaan itu. Jadi emosi adalah awal bukan hasil akhir dari kejadian atau peristiwa.
Kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengelola emosi dapat membantu Anda mencapai
kesuksesan. Ada beberapa langkah dalam mengelola emosi diri sendiri, yaitu: Pertama adalah
menghargai emosi dan menyadari dukungannya kepada Anda. Kedua berusaha mengetahui
pesan yang disampaikan emosi, dan meyakini bahwa kita pernah berhasil menangani emosi ini
sebelumnya. Ketiga adalah dengan bergembira kita mengambil tindakan untuk menanganinya.
Kemampuan kita mengelola emosi adalah bentuk pengendalian diri yang paling penting dalam
manajemen diri, karena kitalah sesungguhnya yang mengendalikan emosi atau perasaan kita,
bukan sebaliknya.
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan merupakan hal yang sangat penting
dalam kaitan untuk memberi perhatian, untuk memotivasi diri sendiri dan menguasai diri
sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional–menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati–adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.
Ketrampilan memotivasi diri memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala
bidang. Orang-orang yang memiliki ketrampilan ini cenderung jauh lebih produktif dan efektif
dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
Jika ketrempilan mengenali emosi orang lain merupakan dasar dalam berhubungan
antar pribadi, maka ketrampilan mengelola emosi orang lain merupakan pilar dalam membina
hubungan dengan orang lain. Manusia adalah makhluk emosional. Semua hubungan sebagian
besar dibangun atas dasar emosi yang muncul dari interaksi antar manusia. Ketrampilan
mengelola emosi orang lain merupakan kemampuan yang dahsyat jika kita dapat
mengoptimalkannya. Sehingga kita mampu membangun hubungan antar pribadi yang kokoh
dan berkelanjutan. Dalam dunia industri hubungan antar korporasi atau organisasi sebenarnya
dibangun atas hubungan antar individu. Semakin tinggi kemampuan individu dalam organisasi
untuk mengelola emosi orang lain.
Goleman, seorang peneliti dan juga penulis buku best seller tentang kecerdasan emosi
juga mengatakan bahwa setinggi-tingginya, IQ hanya menyumbang kira-kira 20 persen bagi
faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatan-
kekuatan lain. Kekuatan-kekuatan lain dimaksud salah satunya adalah kecerdasan emosi.
Selain itu, Cooper dan Ayman (dalam Efendi, 2005: 65) juga menulis “Voltaire” menunjukkan
bahwa bagi bangsa romawi, sensus communis dan sensibility (kemampuan), mencakup seluruh
penggunaan indera, hati dan intuisi. Memang, bisnis berjalan di atas kekuatan otak (brain
power). Tetapi, untuk berpikir dengan baik dan agar kesuksesan itu bertahan lama, kita harus
belajar untuk menyaingi setiap aspek kecerdasan kita, bukan hanya dari kepala saja. Di
samping itu, bukti-bukti mutakhir neurologis menunjukkan bahwa emosi merupakan bahan
bakar yang sangat diperlukan bagi kekuatan penalaran otak...”.
Keuntungan tambahan atas sukses dalam kehidupan yang didorong oleh motivasi,
selain karena kemampuan bawaan lainnya, dapat dilihat pada unjuk kerja yang menakjubkan
oleh mahapeserta didik-mahapeserta didik Asia yang belajar di sekolah-sekolah Amerika serta
di berbagai bidang pekerjaan. Kita termotivasi oleh perasaan antusiasme dan kepuasan pada
apa yang kita kerjakan. Atau bahkan kadar optimal kecemasan emosi-emosi itulah yang
mendorong kita untuk berprestasi. Dalam artian inilah kecerdasan emosional merupakan
kecakapan utama, kemampuan yang secara mendalam mempengaruhi kemampuan lainnya,
baik memperlancar maupun menghambat kemampuan-kemampuan itu. Dari uraian di atas
dapat kita ketahui betapa besarnya peran kecerdasan emosi dalam kehidupan kita. Kecerdasan
emosi memang merupakan isu hangat yang selalu menarik untuk diteliti dan dikaji lebih dalam.
Atas dasar pemikiran sebagaimana terurai di atas dapat diasumsikan bahwa kecerdasan
emosional mempunyai peran yang sangat besar dalam penentu keberhasilan hidup seseorang
khususnya pada waktu mereka masih dalam proses pendidikan formal yang ditunjukkan
dengan keberhasilan meraih prestasi belajar. Puncak kecerdasan emosional akan dapat dicapai
jika seseorang mencapai keadaan flow, yaitu sebuah keadaan ketika seseorang sepenuhnya
terserap ke dalam apa yang sedang dikerjakannya, perhatiannya hanya terfokus ke pekerjaan
itu, dan kesadarannya menyatu dengan tindakan. Flow merupakan prasyarat penguasaan
keahlian tertentu, profesi, atau seni. Proses belajarpun memprasyaratkannya. Mahapeserta
didik-mahapeserta didik yang belajar saat memasuki keadaan flow, maka prestasinya akan
lebih baik, terlepas dari bagaimana potensi mereka diukur oleh tes-tes prestasi,” tulis Goleman
(dalam Efendi, 2005: 184).
Jadi dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional sangat
berhubungan dengan prestasi. Dengan kecerdasan emosional yang tinggi, misalnya ketika
seorang anak berada dalam keadaan flow maka mereka akan lebih mudah dalam menerima
pelajaran yang diajarkan oleh guru mereka yang pada akhirnya dapat mencapai prestasi belajar
yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Goleman, Daniel. (2000). Working with Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Gottman, John. (2001). Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional
(terjemahan). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Muhibbin, Syah. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Suatu Pendekatan baru. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Nana, Sudjana. (2001). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Cetakan ketujuh. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Sia, Tjundjing. (2001). Hubungan Antara IQ, EQ, dan QA dengan Prestasi Studi
Pada Peserta didik SMU. Jurnal Anima. Vol.17 no.1.
Sumadi, Suryabrata. (1998). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
TUGAS POKOK BAHASAN EMOTIONAL INTELLIGENCE