Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan pesat dalam dunia bisnis sekarang ini menuntuk perusahaan-

perusahaan, khususnya perusahaan go public untuk menciptakan keunggulan

kompetitif mendapatkan dana eksternal untuk menunjang kegiatan operasi

perusahaannya. Perusahaan berlomba-lomba menciptakan produk untuk

memberikan kepuasan bagi pengguna dan juga mempertahankan kepercayaan

masyarakat terhadap produknya, serta menarik minat investor terhadap saham

perusahaannya. Perkembangan pesat industri barang konsumsi di Indonesia

mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini

ditandai dengan meningkatnya minat investor dalam menanamkan sahamnya pada

sektor industri barang konsumsi.

Seiring dengan meningkatnya minat para investor, maka perusahaan

melakukan manajerial secara maksimal, khususnya pada manajemen laba

perusahaan. Hal ini dikarenakan tingkat fluktuatif laba perusahaan yang ada pada

laporan keuangan menjadi fokus utama para investor untuk melakukan kegiatan

monitoring terhadap saham yang mereka tanamkan pada perusahaan tersebut

(Mona, 2013). Kondisi ini akan memotivasi para manajer perusahaan untuk

melakukan strategi-strategi tertentu untuk menghasilkan laba yang sesuai dengan

ekspetasi para investor. Dalam suatu perjanjian bisnis, pemegang saham akan

memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atas kinerja manajer

dalam menjalankan operasional perusahaan. Bonus yang relatif lebih besar


nilainya hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian

bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.

Pengukuran kinerja berdasarkan laba dan skema bonus tersebut memotivasi

para manajer untuk memberikan performa terbaiknya sehingga tidak menutup

peluang mereka melakukan tindakan manajemen laba untuk menampilkan kinerja

yang baik demi mendapatkan bonus yang maksimal. Motivasi tersebutlah yang

nantinya menyebabkan laporan keuangan akhirnya disalahgunakan dengan

berbagai cara, misalnya meratakan, menaikkan, dan menurunkan laba untuk

mempengaruhi nilai laba yang akan dilaporkan yang dikenal dengan manajemen

laba (Purnama, 2017). Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan

keputusan tertentu dalam laporan keuangan dan mengubah transaksi untuk

mengubah laporan keuangan. Hal ini dapat menyesatkan stakeholder yang ingin

mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk

mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang

dilaporkan dalam laporan keuangan.

Sebagaimana disebutkan dalam PSAK No.01 (revisi 2009) paragraf 7,

laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan

kinerja keuangan suatu entitas. Laporan keuangan berupa informasi laba yang

diterbitkan dalam suatu periode akan memengaruhi ekspetasi investor mengenai

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba di masa mendatang. Hal

tersebut tercermin dalam perubahan harga salam perusahaan yang bersangkutan

di pasar modal (Riyatno, 2017). Ketika perusahaan tidak mampu untuk mencapai

laba yang diharapkan, hal ini memicu manajer untuk melakukan praktik yang
tidak sehat dalam perusahaan, seperti melakukan manajemen laba. Manajemen

laba (earning management) merupakan suatu konsep yang dilakukan perusahaan

dalam mengelola laporan keuangan perusahaan agar laporan keuangan tersebut

terlihat memiliki kualitas (Bestivano, 2013).

Dikarenakan manajer memiliki akses yang lebih banyak terhadap informasi

laba perusahaan, maka manajer tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan

manipulasi data laba perusahaan sesuai dengan keinginannya (asymetric

information). Jika informasi laba yang diberikan tidak benar, maka hal tersebut

akan menyamarkan kinerja sesungguhnya dan mengurangi kemampuan investor

untuk membuat keputusan. Manajemen laba juga dapat menambah bias dalam

laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang

mempercayai sepenuhnya pada angka laba hasil rekayasa tersebut. Selain

merugikan investor, manajemen laba juga merugikan manajemen. Jika investor

mengetahui informasi yang disajikan tidak benar, maka harga saham yang

overvalued bisa menjadi undervalued.

Sampai saat ini praktik manajemen laba masih sering terjadi di Indonesia.

Salah satu kasus manajemen laba yang terjadi adalah kasus dari PT Timah Tbk.

PT Timah memberikan informasi kondisi keuangan perusahaan yang berbeda

kepada publik dari yang sebenarnya terjadi, di mana sejak tahun 2013 direksi PT

Timah (Persero) Tbk menurut Ikatan Karyawan Timah (IKT) yang berasal dari

Provinsi Bangka Belitung dan Kepulauan Riau, telah banyak melakukan

kesalahan dan kelalaian semasa menjabat selama tiga tahun sejak tahun 2013 lalu,

yaitu dengan memberikan informasi yang berbeda kepada publik mengenai


pencapaian kondisi keuangan perusahaan sehingga mereka menilai direksi telah

banyak melakukan kebohongan publik melalui media. Contohnya adalah pada

press release laporan keuangan semester I-2015 yang mengatakan bahwa efisiensi

dan strategi yang dilakukan oleh pihak PT Timah Tbk telah menghasilkan kinerja

yang positif. Padahal kenyataannya pada semester I-2015 PT Timah mengalami

rugi sebesari Rp 59 miliar. Hal ini dilakukan tentu agar kinerja perusahaan dinilai

baik oleh publik sehingga dapat menarik minat investor pada perusahaan. Selain

mengalami penurunan laba, PT Timah juga mencatat peningkatan untung hampir

100 persen dibanding tahun 2013. Pada tahun 2013, utang perseroan hanya

mencapai Rp 263 miliar. Namun, jumlah utang ini meningkat hingga Rp 2,3

triliun pada tahun 2015.

Salah satu penyebab terjadinya manajemen laba adalah leverage.

Pemenuhan sumber dana melalui utang (pinjaman) akan mempengaruhi tingkat

leverage perusahaan. Leverage merupakan pemakaian utang oleh perusahaan

untuk melakukan kegiatan operasional perusahaan. Kinerja manajemen dapat

dilihat dari tingkat leverage atau tingkat utang. Leverage adalah penggunaan aset

dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap, sumber dana yang

berasal dari pinjaman karena mereka memiliki bunga sebagai beban tetap untuk

meningkatkan potensi keuntungan pemegang saham (Sjahrial, 2015). Menurut

Agustia (2013), leverage dapat berpengaruh terhadap manajemen laba ketika

tingkat leverage perusahaan tinggi. Hal ini dapat terjadi karena manajer berusaha

menghindari kegagalan pada perjanjian utang dan tingkat leverage yang tinggi

memotivasi untuk menghasilkan laba yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh
Utari dan Sari (2016) menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif pada

manajemen laba. Hal ini berarti leverage yang tinggi akan mendorong manajemen

untuk melakukan pengelolaan laba untuk menghindari terjadinya pelanggaran

perjanjian utang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nanok, et.al. (2014) yang menunjukkan bahwa leverage memiliki pengaruh

positif terhadap manajemen laba. Namun, hasil yang berbeda ditemukan pada

penelitian yang dilakukan Gunawan et.al. (2015) bahwa leverage tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Almadara (2017) yang menyatakan bahwa leverage

berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

Selain tingkat leverage, profitabilitas juga diduga memiliki pengaruh

terhadap manajemen laba. Menurut Kasmir (2011), profitabilitas merupakan rasio

untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Profitabilitas

mempunyai informasi yang penting bagi pihak eksternal. Hal ini dikarenakan

apabila tingkat profitabilitas tinggi, maka kinerja perusahaan dapat dikatakan baik

dan begitu pula sebaliknya (Yatulhusna, 2015). Melihat tingginya persaingan di

pasar akhirnya menimbulkan dorongan atau tekanan pada perusahaan-perusahaan

untuk berlomba-lomba untuk menunjukkan kualitas dan kinerja yang baik. Oleh

karena hal tersebut, keterkaitan antara profitabilitas dengan manajemen laba

adalah ketika profitabilitas yang diperoleh perusahaan menjadi kecil pada periode

waktu tertentu yang mana hal tersebut memicu perusahaan untuk melakukan

manajemen laba dengan cara meningkatkan pendapatan yang diperoleh sehingga

akan meperlihatkan saham dan mempertahankan investor yang ada (Yohanna,


2018). Ulya dan Khairunnisa (2015) menyatakan bahwa profitabilitas

berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibisana et.al. (2014) yang menyatakan

bahwa tingkat profitabilitas berpengaruh terhadap tingkat manajemen laba yang

dilakukan perusahaan. Namun, hasil yang berbeda ditemukan pada penelitian

yang dilakukan oleh Bestivano (2013) yang menyatakan bahwa profitabilitas tidak

memberikan pengaruh terhadap manajemen laba karena investor mengabaikan

informasi Return on Assets (ROA) sehingga manajemen mengabaikan

profitabilitas.

Menurut Rachmawati (2013), manajemen laba muncul sebagai dampak

masalah keagenan yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara

pemilik dan manajemen perusahaan atau disebut agency conflict. Konflik itu

terjadi karena kepentingan principal dalam memperoleh laba yang terus

bertambah dan agent yang tertarik untuk menerima kepuasan berupa kompensasi

keuangan. Adanya konflik-konflik keagenan yang terjadi akan menimbulkan

biaya-biaya yang digunakan untuk mengendalikan konflik. Biaya-biaya tersebut

dinamakan sebagai biaya keagenan atau agency cost. Menurut Jensen dan

Meckling (1976), agency cost adalah biaya-biaya yang ditanggung oleh pemegang

saham untuk mencegah atau meminimalkan masalah-masalah keagenan dan

memaksimumkan keuntungan pemegang saham. Keuntungan yang dimaksud

adalah laba perusahaan yang dibagikan dalam bentuk dividen. Menurut Jensen

dan Meckling (1976), agency cost dibagi menjadi tiga kategori, yaitu monitoring

cost, bonding cost, dan residual loss. Monitoring cost adalah biaya pemantauan
perilaku agen yang dikeluarkan oleh principal untuk mengukur, memantau, dan

mengendalikan perilaku agen. Contoh dari monitoring cost adalah biaya audit,

kompensasi manajemen (management compensation), pembatasan anggaran

(budget restriction), dan aturan operasi. Iskak (1999) mendefinisikan fee audit

sebagai honorarium yang dibebankan oleh akuntan publik kepada perusahaan

auditee atas jasa audit yang dilakukan akuntan publik terhadap penetapan fee audit

yang dilakukan KAP berdasarkan perhitungan dari biaya pokok pemeriksaan yang

terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Menurut Leventis (2011),

ketika auditor berada di bawah tekanan dari klien agar mengendalikan atau

mengurangi biaya keagenan, tekanan tersebut mengakibatkan auditor perlu untuk

mengurangi biaya atas perjanjian audit yang dilakukan oleh pihak auditor dan

perusahaan klien. Hal ini tentunya akan menciptakan tekanan biaya yang

meningkat pada perusahaan klien dan membuat manajer lebih sensitif terhadap

struktur biaya. Jika biaya operasi pada suatu perusahaan cukup besar, maka

agency cost yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan akan semakin besar

(Widanaputra dan Ratnadi, 2007). Artinya, manajemen akan cenderung

melakukan praktik perataan laba (income smoothing) jika agency cost yang

dikeluarkan perusahaan cukup besar.

Berdasarkan uraian later belakang di atas, peneliti terdorong untuk

mengangkat permasalahan dalam bentuk penelitian dengan judul “PENGARUH

LEVERAGE DAN PROFITABILITAS TERHADAP MANAJEMEN LABA

DENGAN MONITORING COST SEBAGAI VARIABEL MODERASI”.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin

dicapai adalah sebagai berikut.

1. Apakah leverage berpengaruh terhadap manajemen laba?

2. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap manajemen laba?

3. Apakah monitoring cost memoderasi hubungan antara leverage dengan

manajemen laba?

4. Apakah monitoring cost memoderasi hubungan antara profitabilitas dengan

manajemen laba?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin

dicapai adalah sebagai berikut.

1. Membuktikan pengaruh antara leverage terhadap manajemen laba.

2. Membuktikan pengaruh antara profitabilitas terhadap manajemen laba.

3. Membuktikan monitoring cost memoderasi hubungan antara leverage

dengan manajemen laba.

4. Membuktikan monitoring cost memoderasi hubungan antara profitabilitas

dengan manajemen laba.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diberikan dari penelitian ini terbagi menjadi 2, yaitu sebagai

berikut:
a. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam

pengembangan teori keagenan (agency theory). Penelitian ini juga

diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk mengetahui apakah tingkat

leverage dan profitabilitas yang dimoderasi oleh monitoring cost memiliki

pengaruh terhadap manajemen laba. Apabila pembuktian empiris

menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan, maka makna dari agency

theory dapat diverifikasi dan diimplementasikan dalam pengujian

pengaruh tingkat leverage dan profitabilitas terhadap manajemen laba.

Selain itu, penelitan ini diharapkan dapat digunakan untuk

mengembangkan ilmu dibidang akuntansi keuangan mengenai faktor-

faktor yang mempengaruhi manajemen laba.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi kepada investor untuk lebih berhati-hati, terutama dalam

menilai laporan keuangan perusahaan sebagai langkah untuk menilai

kinerja perusahaan sebelum melakukan investasi pada perusahaan

tersebut.

2. Bagi pemilik perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

kecenderungan manajer dalam melakukan praktik manajemen laba.

Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan

pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait pengawasan dan


pengendalian internal perusahaan agar praktik manajemen laba tidak

terjadi.

3. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi

bagi mahasiswa lain untuk mengembangkan penelitian ini agar menjadi

lebih baik lagi serta menjadi bahan pembelajaran.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Teori Agensi (Agency Theory)

Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan hubungan keagenan sebagai

kontrak di antara principal (pemegang saham) dan agen (manager) di mana

principal mendelegasikan pengambilan keputusan kepada agen. Teori ini

menganggap bahwa setiap individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri.

Principal atau pemegang saham diasumsikan hanya tertarik kepada laba yang

dihasilkan oleh perusahaan atau dari investasi yang telah mereka tanamkan di

perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan dari

memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonominya. Karena adanya kepentingan

yang berbeda antara prinsipal dan agen, maka muncullah konflik kepentingan.

Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori keagenan menggunakan tiga

asumsi sifat manusia, yaitu manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri

(self interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa

mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari risiko (risk

averse). Berdasarkan asumsi-asumsi sifat dasar manusia tersebut, manajer sebagai

manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan

pribadinya.

Menurut Rachmawati (2013), manajemen laba muncul sebagai dampak

masalah keagenan yang terjadi karena adanya ketidakselarasan kepentingan antara

pemilik dan manajemen perusahaan atau disebut agency conflict. Konflik itu
terjadi karena kepentingan principal dalam memperoleh laba yang terus

bertambah dan agent yang tertarik untuk menerima kepuasan berupa kompensasi

keuangan.

Menurut teori keagenan dari Jensen & Meckling (1976), permasalahan

keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan dan informasi yang

tidak lengkap (asymetry information) di antara pemilik perusahaan (principal)

dengan agen (agent). Sebagai hasilnya akan timbul apa yang dinamakan biaya

keagenan (agency cost) yang meliputi monitoring costs, bonding costs, dan

residual losses. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh

principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan

mengontrol perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya audit dan biaya untuk

menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-

aturan operasi. Sementara bonding cost adalah biaya yang ditanggung oleh agen

untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen yang

bertindak untuk kepentingan principal, misalnya biaya yang dikeluarkan oleh

manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham.

Pemegang saham hanya akan mengijinkan bonding cost terjadi jika biaya tersebut

dapat mengurangi monitoring cost. Sedangkan residual loss timbul dari kenyataan

bahwa kadangkala agen bertindak di luar dari tindakan yang dapat

memaksimumkan kepentingan principal.

Jensen & Meckling (1976) menyatakan konsekuensi dari pemisahan

fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan adalah pengambil keputusan relatif

tidak menanggung risiko atas kesalahan dalam pengambilan keputusan. Risiko


tersebut sepenuhnya ditanggung oleh principal. Akibatnya manajer sebagai

pengambil keputusan dalam perusahaan cenderung untuk meningkatkan

kesejahteraan mereka seperti peningkatan gaji dan status sehingga mendorong

manajer untuk melakukan manajemen laba.

2.2 Manajemen Laba

Secara umum, manajemen laba didefinisikan sebagai tindakan

manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan sehingga dapat

menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingannya

(Nabila dan Daljono, 2013). Menurut Meutia (2004) dalam Soraya dan Harto

(2014), manajemen laba didefinisikan sebagai usaha manajer untuk merekayasa

laporan keuangan dengan sengaja dalam batasan yang diperbolehkan oleh prinsip-

prinsip akuntansi yang bertujuan untuk kepentingan manajer. Menurut teori

akuntansi positif, manajemen laba dilakukan dengan berbagai motivasi, antara

lain: memaksimalkan bonus, memenuhi persyaratan tertentu dalam kontrak utang,

dan politik (Watts & Zimmerman, 1986).

Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan yang

menggunakan basis akrual (accrual bassis). Konsep model akrual terdiri dari dua

komponen, yaitu discretionary accrual dan non-discretionary accrual (Healy,

1985). Discretionary accrual adalah komponen akrual yang dapat diatur sesuai

dengan diskresi yang dimiliki oleh manajemen. Sementara itu, non-discretionary

accrual adalah komponen akrual yang tidak dapat diatur sesuai dengan diskresi
manajemen. Dengan demikian, manajemen laba pada umumnya diproksikan

dengan menggunakan discretionary accrual.

2.3 Leverage

Leverage merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh suatu

perusahaan dalam hal menginvestasikan dana atau memperoleh sumber dana yang

disertai dengan adanya beban/biaya tetap yang harus ditanggung perusahaan

(Irawati, 2006). Leverage dapat menanggung sejumlah beban atau biaya, baik

biaya tetap operasi maupun biaya finansial. Biaya tetap operasi merupakan beban

atau biaya tetap yang harus diperhitungkan sebagai akibat dari fungsi pelaksanaan

investasi, sedangkan biaya finansial adalah beban atau biaya yang harus

diperhitungkan sebagai akibat dari pelaksanaan fungsi pendanaan.

Ada beberapa macam rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat

leverage (tingkat utang), yaitu:

1. Total Debt to Equity Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur bagian modal sendiri yang dijadikan

jaminan untuk keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumus untuk

menghitungnya adalah hutang lancar ditambah hutang jangka pendek

dibagi dengan jumlah modal sendiri.

2. Total Debt to Total Capital Assets

Rasio ini digunakan untuk mengukur bagian aktiva yang digunakan untuk

menjamin keseluruhan kewajiban atau hutang. Rumus untuk


menghitungnya adalah aktiva lancar ditambah hutang jangka panjang

dibagi dengan jumlah aktiva.

3. Long Term Debt to Equity Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur bagian dari modal sendiri yang

dijadikan jaminan untuk hutang jangka panjang. Rumus untuk

menghitungnya adalah hutang jangka panjang dibagi dengan modal

sendiri.

4. Tangible Assets Debt Coverage

Rasio ini digunakan untuk mengukur besar aktiva tetap tangible yang

digunakan untuk menjamin hutang jangka panjang, rumusnya adalah

jumlah aktiva ditambah tangible dan hutang lancar dibagi dengan hutang

jangka panjang

5. Times Interest Earned Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur besar jaminan keuntungan yang

digunakan untuk membayar bunga hutang jangka panjang. Rumusnya

adalah EBIT dibagi dengan bunga hutang jangka panjang.

2.4 Profitabilitas

Profitabilitas memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan

menghasilkan laba untuk periode tertentu menggunakan semua kemampuan dan

sumber daya yang dimilikinya, baik dari kegiatan penjualan, penggunaan aset,

atau penggunaan modal (Hery, 2017). Perubahan tingkat profitabilitas yang tinggi

akan berdampak pada tingginya tingkat fluktuasi kemampuan dalam


menghasilkan laba (Perdana, 2012). Menurut Riyanto (2011), profitabilitas

merupakan rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi.

Kasmir (2014) menjelaskan bahwa hasil pengukuran dapat dijadikan

sebagai alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja

secara efektif atau tidak. Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai

bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus kemungkinan untuk

menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama

mengalami kegagalan.

Dalam Kasmir (2016:117), terdapat beberapa jenis-jenis yang digunakan

dalam menilai tingkat profitabilitas, diantaranya:

a. Profit Margin (Profit Margin on Sales)

Margin atas laba penjualan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur

margin atas laba penjualan. Untuk mengukur rasio ini adalah membandingkan

antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih.

b. Return on Investment (Return on Assets)

Return On Investment (Return on Assets) merupakan rasio yang menunjukkan

hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Untuk

mengukur rasio ini adalah dengan cara membandingkan antara laba bersih

setelah pajak dengan total aset perusahaan.

c. Return on Equity

Return on Equity adalah rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak

dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukkan efisiensi penggunaan modal


sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin kuat pula posisi sebuah

perusahaan.

d. Rasio Laba Per Lembar Saham

Rasio Laba per Lembar Saham atau Earning Per Share adalah rasio yang

digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai

keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang lebih rendah berarti

manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham dan begitu

pula sebaliknya.

e. Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan atau Growth Ratio merupakan rasio yang menggambarkan

kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya ditengah

pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. Dalam rasio ini, yang

dianalisis adalah pertumbuhan penjualan, pertumbuhan laba bersih,

pertumbuhan pendapatan per saham, dan pertumbuhan dividen per saham.

2.5 Monitoring Cost

Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari

biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap agen.

Biaya keagenan dapat timbul saat kepentingan yang dimiliki agen tidak selaras

dengan kepentingan yang dimiliki prinsipal dan mempengaruhi kinerja serta

keputusan manajer berdasarkan kepentingan pribadi maupun keputusan

pembentengan (entrenchment) yang dapat mengurangi kesejahteraan prinsipal

(Jensen dan Meckling, 1976).


Menurut Jensen dan Meckling (1976), monitoring cost adalah biaya

pemantauan perilaku agen yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk mengukur,

memantau, dan mengendalikan perilaku agen. Biaya yang dikeluarkan untuk

mengawasi aktivitas manajerial contohnya biaya audit, kompensasi manajemen

(management compensation), pembatasan anggaran (budget restriction), dan

aturan operasi. Selain itu, monitoring cost dapat berupa kompensasi manajemen

atau pembatasan anggaran yang dilakukan prinsipal. Sebagai contoh ketika

seorang agen atau manajer yang baik dan bertindak untuk kepentingan prinsipal

atau shareholders, maka biaya monitoring yang dikeluarkan akan lebih kecil

namun agen akan memperoleh gaji lebih besar dan begitu juga sebaliknya. Audit

juga dapat menurunkan konflik antara prinsipal dan agen. Dewan direksi yang

berasal dari luar perusahaan akan membantu perusahaan dalam melakukan

monitoring terhadap manajemen (agen) karena hal itu juga merupakan bagian dari

monitoring cost.
2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 1. Penelitian Terdahulu


Peneliti Variabel Penelitian
No Hasil Penelitian
(Tahun) dan Metode Analisis
1 Dilla Febria Variabel Penelitian: Profitabilitas
(2020) Y = Manajemen Laba berpengaruh positif
X1 = Leverage terhadap manajemen
X2 = Profitabilitas laba, Leverage dan
X3 = Kepemilikan kepemilikan manajerial
Manajerial tidak memiliki pengaruh
terhadap manajemen
Metode Analisis: laba.
Menggunakan proksi
discretionary accrual
sesuai dengan model
Modified Jones Models

2 Viana Variabel Penelitian: Profitabilitas tidak


Fandriani & Y = Manajemen Laba berpengaruh terhadap
Herlin Tunjung X1 = Profitabilitas manajemen laba, Leverage
(2019) X2 = Leverage berpengaruh positif
terhadap manajemen laba,
X3 = Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan tidak
X4 = Kualitas Audit berpengaruh terhadap
manajemen laba, Kualitas
Metode Analisis: audit berpengaruh negatif
Menggunakan Modified terhadap manajemen laba.
Jones Models, Regresi
Linear Berganda

3 Chandra Variabel Penelitian: Net profit margin


Prasadhita & Y = Manajemen Laba berpengaruh positif
Provita Citra X1 = Profitabilitas terhadap manajemen
Intani (2017) Z = Ukuran Perusahaan laba, Return on
Investment berpengaruh
Metode Analisis: negative terhadap
Menggunakan Modified manajemen laba, dan
Jones Models, Regresi Size tidak memoderasi
logistik hubungan profitabilitas
dengan manajemen laba.
(dilanjutkan di halaman berikutnya...)
(lanjutan...)
Peneliti Variabel Penelitian
No Hasil Penelitian
(Tahun) dan Metode Analisis
4 Norhayati Variabel Penelitian: Leverage berpengaruh
Zamri, Y = Manajemen Laba Riil negatif terhadap manajemen
Rahayu X1 = Leverage laba.
Abdul
Rahman, Metode Analisis :
Noor Statistik deskriptif
Saatila
Mohd Isa
(2013)
5 Pipit W. Variabel Penelitian: 1. Profitabilitas tidak
(2017) Y = Manajemen Laba berpengaruh terhadap
X1 = Profitabilitas manajemen laba
X2 = Ukuran Perusahaan 2. Ukuran perusahaan
X3 = Leverage berpengaruh terhadap
X4 = Kualitas Audit manajemen laba
3. Leverage tidak
Metode Analisis : berpengaruh terhadap
diproksikan menggunakan manajemen laba
abnormal discretionary 4. Kualitas audit tidak
expenses (Abn DISC), berpengaruh terhadap
Regresi Linear Berganda manajemen laba

6 Katarina Variabel Penelitian: Profitabilitas berpengaruh


Rere W, Y = Manajemen Laba terhadap manajemen laba,
Ida X1 = Profitabilitas Leverage dan Ukuran
Herlina, X2 = Leverage Perusahaan tidak
Deyson X3 = Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap
Shandi, & manajemen laba.
M. Rizky Metode Analisis :
B. (2020) Analisis regresi dengan data
cross-sectional

7 Luh Variabel Penelitian: Asimetri Informasi tidak


Komang Y = Income Smoothing berpengaruh terhadap income
Y.E & I X1 = Asimetri Informasi smoothing, Agency Cost tidak
Wayan X2 = Agency Cost berpengaruh terhadap income
Suartana X3 = Kepemilikan Institusional
smoothing, dan Kepemilikan
(2018) Institusional berpengaruh
Metode Analisis : negatif terhadap income
Uji Statistik Deskriptif, smoothing.
Relative Bid-Ask Spread

(dilanjutkan di halaman berikutnya...)


(lanjutan...)
No Peneliti Variabel Penelitian Hasil Penelitian
(Tahun) dan Metode Analisis
8. Rina Dwiarti, Variabel Penelitian: Profitabilitas tidak
Anna Nubua Y = Manajemen Laba berpengaruh signifikan
Hasibuan X1 = Profitabilitas terhadap manajemen laba,
(2019) X2 = Resiko Keuangan Resiko keuangan tidak
X3 = Pertumbuhan Perusahaan
berpengaruh terhadap
manajemen laba, dan
Metode Analisis : Pertumbuhan perusahaan
Uji Statistik Deskriptif, tidak berpengaruh terhadap
Analisis Regresi Linier manajemen laba.
Berganda

9 Rahyuningsih Variabel Penelitian: Leverage berpengaruh


& Sri Ayem Y = Manajemen Laba negatif terhadap agency cost,
(2020) X1 = Leverage Kepemilikan manajerial
X2 = Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh terhadap
Z = Agency Cost agency cost, Leverage tidak
Metode Analisis : berpengaruh terhadap
Menggunakan cara manajemen laba,
Modified Jones Model, Path Kepemilikan manajerial
analysis (Analisis Jalur), tidak berpengaruh terhadap
Analisis Statistik Deskriptif manajemen laba, Agency
cost berpengaruh positif
terhadap manajemen laba
dengan proksi SG&A.
10 Nanda Variabel Penelitian: Corporate Governance dan
Sadewa & Y = Agency Cost Leverage berpengaruh
Gerianta X1 = Corporate Governance positif signifikan terhadap
Wirawan Y X2 = Leverage biaya keagenan.
(2016)
Metode Analisis :
Regresi Linier Berganda

11 Hsihui Variabel Penelitian: Ditemukan bahwa adanya


Chang, L.C. X1 =Income Smoothing hubungan negatif antara
Jennifer Ho, X2 = Audit Fees tingkat income smoothing
Zenghui Liu, dengan audit fees
& Bo
Ouyang
(2021)
Sumber : Data diolah, 2022
2.7 Urgensi Penelitian dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Berdasar isu yang telah dikemukakan sebelumnya (Bab I) bahwa praktik

manajemen laba sampai saat ini masih seringkali dilakukan oleh manajer demi

mempertahankan eksistensinya dalam perusahaan, bahkan untuk tujuan

meningkatkan kekayaan pribadi (bonus). Oleh sebab itu, berdasar isu tersebut,

fokus kajian kali ini adalah menjelaskan perilaku atau tindakan manajer baik

dalam operasinya maupun dalam pelaporan akuntansi pada suatu periode tertentu,

yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka

untuk memanipulasi data keuangan yang dilaporkan.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Dilla Febria

(2020) dengan menambahkan variabel monitoring cost yang dianggap mampu

mempengaruhi manajemen laba. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian

tambahan untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif untuk

mengidentifikasi bagaimana monitoring cost dapat mempengaruhi terjadinya

praktik manajemen laba dalam suatu perusahaan. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian terdahulu adalah penambahan variabel monitoring cost sebagai variabel

moderasi. Hal ini dikarenakan variabel ini dianggap mampu mempengaruhi

manajer dalam melakukan praktik manajemen laba.

2.8 Pengembangan Hipotesis Penelitian

2.8.1 Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba

Dalam pengambilan keputusan, manajer bisa mengambil keputusannya

dengan mempertimbangkan dua hal, yaitu tingkat pengembalian dan risiko.


Dalam penggunaannya, pihak perusahaan akan memberikan manfaat dalam return

(Sawir, 2004). Jika tingkat leverage lebih tinggi, maka kemungkinan untuk

melakukan manajemen laba sangat besar, sehingga perusahaan mempunyai

kewajiban yang lebih besar dalam pengungkapan publik.

Menurut Guna & Herawaty (2010), leverage berpengaruh positif terhadap

manajemen laba. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat leverage, maka praktik

manajemen laba akan semakin tinggi pada suatu perusahaan. Jika perusahaan

tidak dapat menggunakan dana yang dimiliki secara efisien, maka akan

menyebabkan utang yang besar bagi perusahaan sehingga perusahaan akan

kesulitan membayar utangnya.

Hal ini sejalan dengan penelitian Putri dan Titian (2014) yang menyatakan

bahwa leverage mempunyai arah koefisien positif terhadap manajemen laba, yang

berarti semakin besar leverage maka akan meningkatkan praktik manajemen laba

yang semakin oportunis. Robert (2011) menyatakan bahwa leverage tidak akan

mempengaruhi manajemen laba karena perusahaan yang memiliki tingkat

leverage tinggi akibat total utang terhadap total aset akan menghadapi risiko tidak

mampu memenuhi kewajiban membayar utang.

H1: Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

2.8.2 Pengaruh Profitabilitas terhadap Manajemen Laba

Menurut Kasmir (2014), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas

manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari
penjualan dan pendapatan investasi. Menurut Riyanto (2011), profitabilitas

merupakan rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi.

Profitabilitas dapat dinilai menggunakan rasio return on assets (ROA), di mana

rasio tersebut menghitung tingkat pengembalian total aset setelah bunga dan pajak

(Brigham dan Joel, 2010). Pada umumnya nilai profitabilitas suatu perusahaan

dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja suatu perusahaan.

Semakin tinggi ptofitabilitas suatu perusahaan, maka kinerja dan kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba juga tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Wibisana et al., (2014) yang menyatakan bahwa tingkat

profitabilitas berpengaruh terhadap tindakan perataan laba yang dilakukan

perusahaan, dimana tindakan perataan laba merupakan salah satu metode yang

dilakukan perusahaan dalam manajemen laba. Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Budi Setyawan dan Harnovinsah (2016) juga menyatakan bahwa

profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Namun, hasil yang

berbeda diungkapkan oleh Bestivano (2013) yang menyatakan bahwa

profitabilitas tidak memberikan pengaruh terhadap manajemen laba karena

investor mengabaikan informasi Return on Assets (ROA) sehingga manajemen

mengabaikan profitabilitas.

H2: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba.


2.8.3 Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba dengan Monitoring

Cost sebagai Variabel Moderasi

Leverage adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban

finansialnya baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang atau mengukur

sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang (Wiagustini, 2010). Struktur utang

dapat berperan sebagai alat untuk memonitor biaya agensi dalam suatu perusahaan

(Linda, 2012). Nilai rasio leverage yang tinggi akan dianggap mempunyai banyak

utang kepada pihak eksternal yang mendorong manajemen perusahaan untuk

melakukan praktik manajemen laba dengan tujuan untuk menghindari

pelanggaran perjanjian utang (Purnama, 2017). Hal ini terjadi akibat dari

kurangnya pengawasan dan membuat manajemen perusahaan lebih sulit dalam

membuat prediksi jalannya perusahaan kedepannya (Almadara, 2017). Menurut

Jensen dan Meckling (1976), konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan

pemegang saham (principal) dapat dikurangi dengan suatu mekanisme

pengawasan. Dengan adanya pengawasan tersebut, maka perusahaan akan

mengeluarkan biaya yang disebut sebagai monitoring cost. Berdasarkan uraian

tersebut, hipotesis yang diajukan adalah:

H3: Monitoring Cost dianggap dapat mengendalikan pengaruh antara

leverage dan manajemen laba.


2.8.4 Pengaruh Profitabilitas terhadap Manajemen Laba dengan Monitoring

Cost sebagai Variabel Moderasi

Menurut Kasmir (2014), profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

dalam mencari keuntungan. Profitabilitas sendiri juga memberikan ukuran tingkat

efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal itu tampak dari laba yang dihasilkan

dari penjualan dan pendapatan investasi. Keterkaitan antara profitabilitas dengan

manajemen laba adalah ketika profitabilitas yang diperoleh perusahaan kecil pada

periode. Nilai rasio profitabilitas yang rendah akan dianggap bahwa manajemen

perusahaan tidak efektif dalam menjalankan perusahaan sehingga memicu

manajemen perusahaan untuk melakukan praktik manajemen laba untuk

mempertahankan investor (Purnama, 2017). Hal ini terjadi akibat dari kurangnya

pengawasan dan membuat manajemen perusahaan lebih sulit dalam membuat

prediksi jalannya perusahaan kedepannya (Almadara, 2017). Menurut Jensen dan

Meckling (1976), konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang

saham (principal) dapat dikurangi dengan suatu mekanisme pengawasan. Dengan

adanya pengawasan tersebut, maka perusahaan akan mengeluarkan biaya yang

disebut sebagai monitoring cost. Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang

diajukan adalah:

H4: Monitoring Cost dianggap dapat mengendalikan pengaruh antara

profitabilitas dan manajemen laba.


2.10 Rerangka Teoretis

Menurut Sekaran & Bougie (2019), rerangka teoretis merupakan fondasi

di mana seluruh proyek penelitian didasarkan. Rerangka teoritis yang baik akan

menjelaskan secara teoretis hubungan antara variabel yang akan diteliti,

ditunjukkan pada gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Rerangka Teoretis

2.12 Desain Penelitian

Desain pada penelitian ini didapat dari lima variabel yang digunakan

dalam penelitian ini, yaitu manajemen laba sebagai variabel dependen (Y),

monitoring cost sebagai variabel pendukung (pemoderasi), serta leverage dan

profitabilitas sebagai variabel independen (X). Sehingga dapat digambarkan

desain penelitian sebagai berikut.

(dilanjutkan di halaman berikutnya...)


Gambar 2. Desain Penelitian
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan pendekatan kausalitas. Menurut Silaen (2018), penelitian

kuantitatif adalah metodologi penelitian yang menghasilkan data berupa angka-

angka dan umumnya dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif atau

inferensial. Menurut V. Wiratna Sujarweni (2014), penelitian kuantitatif adalah

jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai

(diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistic atau cara lain dari

kuantifikasi (pengukuran). Menurut Sugiyono (2017), metode penelitian

kuantitatif adalah metode penelitan yang berlandaskan pada filsafat positifisme,

digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistic,

dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang ditetapkan.

Menurut Sekaran & Bougie (2019), pendekatan kausalitas adalah

pendekatan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya

hubungan sebab-akibat antara variabel satu dengan variabel lainnya. Hubungan

sebab-akibatdapat diartikan bahwa perubahan besaran dari variabel dependen

dapat diakibatkan karena ada pengaruh dari perubahan besaran dari variabel

independen. Selain perubahan ini nampak dalam perubahan koefisien masing-


masing variabel (dependen dan independen), bahwa perubahan keduanya

diakibatkan karena terjadi hubungan (korelasi).

3.2 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Menurut Sekaran & Bougie (2019), variabel penelitian adalah apa pun

yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai. Nilai bisa berbeda

pada berbagai waktu untuk objek atau orang yang sama atau pada waktu yang

sama untuk objek atau orang yang berbeda. Dalam penelitian itu terdapat tiga

variabel yang digunakan, yaitu variabel independen, variabel dependen, dan

variabel moderasi.

3.2.1 Variabel Dependen (Y)

Menurut Sekaran dan Bougie (2017), variabel dependen adalah variabel

yang menjadi perhatian utama peneliti. Dengan kata lain variabel terikat

merupakan variabel utama yang sesuai dalam investigasi. Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang kemudian diberi simbol (Y).

Manajemen laba merupakan kebijakan manajemen atas laporan keuangan

eksternal, tujuan manajemen adalah untuk menyajikan laba dengan cara yang

berbeda (naik atau turun) dari apa yang mereka ketahui untuk mencapai manfaat

pribadi (Diri,2017). Menurut Scott (2015) manajemen laba merupakan tindakan

manajer dalam penyusunan laporan keuangan yang akan diberikan kepada pihak

eksternal dan kebijakan tersebut berupa menaikkan, menurunkan atau bahkan

meratakan pelaporan laba. Manajer dapat memanfaatkan diskresinya dalam


penggunaan metode akuntansi seperti mempercepat pengakuan suatu biaya. Hal

tersebut mungkin terjadi saat manajer menggunakan pertimbangan dalam

pelaporan keuangan dan penataan transaksi untuk memodifikasi metode

pengakuan maupun penghitungan, atau metode lainnya terhadap akun-akun

akuntansi. Namun begitu, upaya modifikasi tersebut memungkinkan dapat

menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai kinerja perusahaan

(Ronen,2016). Variabel dependen dalam penelitian ini diukur dengan

menggunakan proksi discretionary accrual sesuai dengan Modified Jones Models

Dechow (1995), yaitu sebagai berikut.

a. Menghitung total accruals dengan persamaan :

TA ¿ =N ¿ −CFO¿ ...........................(1)

Keterangan :

Nit = laba bersih perusahaan i pada tahun t

CFOit = arus kas perusahaan i pada tahun t

b. Menghitung nilai accruals dengan persamaan regresi linear sederhana

atau Ordinary Least Square (OLS) dengan persamaan:

TA ¿ =α 0(1/ A t −1)+ α 1(∆ REV t / At −1)+ α 2(PPE t / At −1)+ e .........(2)

Keterangan:

TAit = Total akrual perusahaan i pada tahun t

At-1 = Total aset pada periode t

∆REVt = Pendapan periode t dikurangi dengan pendapatan periode t-1

∆RECt = Piutang periode t dikurangi periode t-1

PPEt = Aktiva tetap (gross property, plant, and equipment) pada periode t
e = Error term perusahaan i pada tahun t

c. Menghitung non-discretionary accruals model (NDA)

NDA ¿=α 0(1/ At −1)+α 1(∆ REV t / A t−1)+α 2( PPE t / A t−1).........(3)

Keterangan:

NDAit = nondiscretionary accruals pada tahun t

At-1 = Total aset pada periode t

∆REVt = Pendapan periode t dikurangi dengan pendapatan periode t-1

∆RECt = Piutang periode t dikurangi periode t-1

PPEt = Aktiva tetap (gross property, plant, and equipment) pada periode

α = fitted coefficient diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan total

accruals

d. Menghitung discretionary accruals dengan persamaan:

DA ¿ =TA ¿ −NDA ¿ ...........................( 4)

Keterangan:

DAit = discretionary accruals perusahaan i pada periode t

TAit = Total akrual perusahaan i pada tahun t

3.2.2 Variabel Independen (X)

Menurut Zulfikar (2016), variabel independen merupakan variabel yang

menjadi penyebab adanya atau timbulnya perubahan pada variabel dependen,

disebut juga variabel yang mempengaruhi. Sedangkan menurut Sekaran & Bougie

(2019), variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang


memengaruhi variabel terikat. Dalam penelitian ini yang termasuk variabel

independen (variabel bebas) adalah sebagai berikut.

a. Leverage (X1)

Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa besar perusahaan

dibiayai dengan utang. Penggunaan utang yang terlalu tinggi akan

membahayakan perusahaan karena perusahaan akan terancam mengalami

extreme leverage (utang ekstrim). Menurut Weston dan Brigham (1998)

mendefinisikan financial leverage sebagai tingkat penggunaan hutang sebagai

sumber pembiayaan perusahaan. Menurut Weston dan Brigham (1998),

karakteristik sebuah perusahaan yang menggunakan pendanaan hutang

memiliki tiga implikasi penting, yaitu :

1. Dengan meningkatkan pendanaan melalui hutang, para pemilik

perusahaan atau para pemegang saham dapat mempertahankan kendali

mereka atas perusahaan atau para pemegang saham dapat

mempertahankan kendali mereka atas perusahaan dengan investasi yang

terbatas.

2. Kreditur mensyaratkan adanya dana yang disediakan oleh pemilik

perusahaan sebagai suatu batas keamanan, sehingga semakin tinggi

proporsi jumlah modal yang diberikan oleh pemegang saham maka

semakin kecil resiko yang akan dihadapi oleh kreditur.

3. Apabila perusahaan memperoleh laba yang lebih besar daripada bunga

yang dibayarkan, maka pengembalian modal pemilik akan lebih besar.


Sedangkan menurut Van Horne dan Wachowicz (2012) financial

leverage merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap,

dengan harapan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar

daripada beban tetap, sehingga keuntungan pemegang saham bertambah.

Menurut Hery (2016), rasio leverage digunakan untuk mengukur

kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, baik

kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Dalam penelitian

ini untuk mengukur leverage digunakan proksi Debt to Assets Ratio (DAR).

Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat leverage adalah sebagai

berikut.

total hutang
DAR= ×100 … … … … … … …(5)
total asset

b. Profitabilitas (X2)

Profitabilitas adalah kemampuan dari perusahaan untuk mengatur sumber

dayanya agar dapat menghasilkan keuntungan (Lestari dan Oky, 2019). Rasio ini

juga menggambarkan kemampuan efektivitas suatu perusahaan yang ditunjukkan

dengan laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Menurut

Riyanto (2011), profitabilitas merupakan rasio yang menghubungkan laba dari

penjualan dan investasi. Dalam penelitian ini, untuk mengukur profitabilitas

digunakan proksi Return on Assets (ROA). Rumus yang digunakan untuk

menghitung tingkat profitabilitas adalah sebagai berikut.

Laba setelah pajak


ROA= x 100 … … … … … … …(6)
Total asset
3.2.3 Variabel Moderasi (Z)

Variabel pemoderasi adalah tipe variabel yang memperkuat atau memperlemah

hubungan langsung antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel

pemoderasi dalam penelitian ini adalah monitoring cost. Menurut Jensen dan Meckling

(1976), monitoring cost adalah biaya yang muncul untuk mengawasi, mengukur,

mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Dalam penelitian ini, untuk mengukur

monitoring cost digunakan proksi fee audit. Data mengenai fee audit diwakili oleh akun

professional fees yang terdapat dalam laporan keuangan. Dasar pengambilan keputusan

ini adalah belum tersedianya data tentang fee audit dikarenakan pengungkapan data

tentang fee auditor di Indonesia masih berupa voluntary disclosures, sehingga belum

banyak perusahaan yang mencantumkan data fee auditor dalam annual report (Rifki

Ramdani, 2016). Pengukuran variabel ini dilakukan dengan menggunakan logaritma

natural dari total fee audit dengan rumus sebagai berikut.

ln=fee audit … … … … … (7)

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah kumpulan semua elemen di mana memiliki kesempatan

yang sama untuk diambil sebagai sampel (Sekaran & Bougie, 2019). Menurut

Silaen (2018), populasi adalah keseluruhan dari objek atau individu yang

memiliki karakteristik (sifat-sifat) tertentu yang akan diteliti. Populasi juga

disebut sebagai universum (universe) yang berarti keseluruhan obyek (benda) atau

subyek (individu) yang dapat berupa benda hidup ataupun benda mati. Sedangkan
menurut Notoadmojo (2018), populasi adalah sekumpulan individu dengan

kualitas dan ciri yang dapat ditetapkan oleh peneliti sesuai dengan tujuan yang

ingin dicapai. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2015 sampai tahun 2020.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil dengan cara-cara

tertentu untuk diukur atau diamati karakteristiknya (Silaen, 2018). Notoatmodjo

(2018) mendefinisikan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Menurut Sekaran & Bougie (2019), pengertian

sampel adalah sebagian dari populasi yang terdiri atas sejumlah anggota yang

dipilih dari populasi. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari

semua yang ada pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang

diambil dari populasi tersebut. Sampel dalam penelitian ini ditentukan

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, yaitu sebagai berikut.

1. Merupakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

untuk periode 2015-2020.

2. Perusahaan manufaktur sektor industri makanan dan minuman yang

menyajikan laporan keuangan dengan mata uang rupiah.

3. Perusahaan manufaktur sektor industri makanan dan minuman yang

memiliki data keuangan sesuai dengan yang dibutuhkan untuk melakukan

penelitian.
3.4 Data dan Sumber Data

3.4.1 Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.

Menurut Sialen (2018), pengertian dari penelitian kuantitatif adalah metodologi

kuantitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa angka-

angka dan umumnya dianalisis

Data yang digunakan dalam penelitian ini dihasilkan dari laporan

keuangan perusahaan manufaktur sektor industri makanan dan minuman yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2015-2020.

3.4.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Sekaran

dan Boogie (2019), data sekunder adalah data yang mengacu pada informasi yang

dikumpulkan dari sumber-sumber yang sudah ada. Data ini digunakan untuk

mendukung informasi primer yang telah diperoleh yaitu dari bahan pustaka,

lteratur, penelitian terdahulu, buku, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, data

sekunder diperoleh dari laporan keuangan perusahaan manufaktur sektor makanan

dan minuman pada tahun 2015-2020.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sekaran & Bougie (2019), metode pengumpulan data ialah bagian

internal dari desain penelitian. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2018), teknik

pengumpulan data adalah studi yang disengaja dan sistematik tentang fenomena sosial
dan gejala-gejala psikis dengan jalan mengamati dan mencatat. Cara atau teknik

pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan melakukan

wawancara (interview), kuisioner dengan menyebarkan angket, observasi atau

pengamatan, dan gabungan dari ketiga cara tersebut. Pengumpulan data dalam penelitian

ini dilakukan dengan cara mendokumentasikan data yang terdapat pada laporan

keuangan perusahaan.

3.6 Uji Kualitas Data

Pengujian data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program

SPSS (Statistical Package for Social Sciences) untuk mengetahui pengaruh antara

variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis data dalam penelitian ini

melalui beberapa tahap seperti berikut.

3.6.1 Analisis Statistik Deskripstif

Menurut Ghozali (2016), analisis statistik deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai

rata-rata, standar deviasi, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness.

Statistik deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan

keterangan mengenai suatu data atau keadaan. Dengan kata lain, statistika deskriptif

berfungsi menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada

statistika deskriptif (jika ada) hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada.
3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik merupakan pengujian yang dilakukan sebelum

analisis regresi linear berganda. Uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji

asumsi yang ada dalam permodelan regresi linear berganda. Hal ini menyebabkan

data dapat dianalisis lebih lanjut tanpa menghasilkan data yang bias. Berikut ini

adalah asumsi yang harus dipenuhi:

a. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

independen, variabel dependen atau keduanya memiliki distribusi normal atau

tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau

mendekati normal (Ghozali, 2009:107). Proses uji normalitas data dilakukan

dengan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S). Untuk melihat normal tidaknya data

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, maka dapat dilihat pada bagian

Asymp Sig (2-tailed). Jika nilai signifikansi atau nilai probabilitas <0.05,

maka data tidak terdistribusi secara normal, namun sebaliknya, jika nilai

signifikansi > 0.05, maka data terdistribusi secara normal (Suganda, 2018).

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

keterkaitan atau hubungan yang erat antar variabel independen dalam model

regresi. Untuk Jurnal Akuntansi, menguji multikolinearitas, maka dapat

dilakukan pengujian dengan menggunakan uji Variance Inflation Factor (VIF)


dan Tolerance. Suatu model regresi dikatakan baik jika tidak ada korelasi

yang tinggi di antara variabel-variabel independennya. Suatu model regresi

dikatakan bebas dari multikolinearitas apabila memiliki nilai VIF mendekati

atau sama dengan 10, kemudian angka Tolerance sekitar 0.1 hingga angka 1

(Suganda, 2018).

c. Uji Heterokedastisitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi

terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari satu pengamatan ke

pengamatan lainnya. Jika varian dari residual dari satu pengamatan ke

pengamatan lainnya tetap, maka disebut homokedastisitas, dan jika berbeda

disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik bersifat homokedastisitas

dan tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2009:125). Apabila terjadi

gejala heteroskedastisitas dalam model regresi, maka akan mengakibatkan

varians koefisien regresi menjadi minimum, sehingga uji signifikansi statistik

menjadi tidak valid.

Konsekuensi dari adanya heteroskedastisitas adalah analisis regresi dapat

menghasilkan estimator yang bias untuk nilai variasi Ut. Akibatnya, uji t, uji F,

dan estimasi nilai variabel dependen menjadi tidak valid. Untuk melihat

apakah dalam suatu model regresi apakah terdapat heteroskedastisitas, maka

dapat dilakukan beberapa uji, diantaranya adalah Uji Glejser, Uji Spearmen,

Uji Park, dan uji tambahan berupa Uji Scatter Plot (Suganda, 2018)
d. Uji Autokorelasi

Menurut Santoso (2012:241), tujuan uji autokorelasi adalah untuk

mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara

kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1

(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.

Autokorelasi pada sebagian besar kasus ditemukan pada regresi yang datanya

adalah time series, atau berdasarkan waktu berkala, sepeti bulanan, tahunan,

dan seterusnya, karena itu ciri khusus uji ini adalah waktu (Santoso, 2012:241).

Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson

dengan ketentuan sebagai berikut.

a. Tolak Ho yang menyatakan tidak ada autokorelasi positif, bila nilai

Durbin Watson Statistik terletak antara 0<dw<dl.

b. Tolak H0 yang menyatakan tidak ada autokorelasi negatif, bila nilai

Durbin Watson Statistik terletak antara 4-dl<dw<.

c. Terima H0 yang menyatakan tidak ada autokorelasi positif atau negatif,

bila nilai Durbin Watson Statistiknya terletak antara du<dw<4-du

d. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi positif bila dl≦dw≦du.

e. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi negatif bila du≦dw≦4-dl.

3.7 Teknik Analisis Data

3.7.1 Analisis Regresi Linear Berganda

Menurut Sugiyono (2017), analisis data merupakan kegiatan setelah data

dari seluruh responden terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah


mengelompokkan data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan

data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis

yang diajukan.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode

analisis regresi berganda (multiple regression). Analisis regresi berganda

digunakan untuk menguji pengaruh antar variabel bebas (independent) dengan

variabel terikat (dependent). Model regresi pada penelitian ini adalah sebagai

berikut.

ML=α + β 1 Lev+ β 2 Prof +(β ¿¿ 3 Lev∗MC )+( β ¿¿ 4 Prof ∗MC )+ ε ¿ ¿.... 8

Keterangan:

α = Konstanta

β = Variabel Koefisien

Lev = Leverage

Prof = Profitabilitas

MC = Monitoring Cost

ε = Error

Dalam melakukan analisis regresi linear berganda, dilakukan uji sebagai berikut.

1. Uji F (Goodness of Fit)

Uji F dilakukan untuk menguji kelayakan model penelitian. Tingkat

signifikansi yang digunakan adalah 5%. Dasar pengambilan keputusan adalah

apabila nilai Goodness of Fit Test < 0.05 (nilai signifikansi Pearson dan

Deviance < 0.05) maka model yang terbentuk adalah layak (Ghozali, 2016).
2. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Uji koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur kemampuan model

dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2016). Nilai koefisien

determinasi berkisar antara 0-1. Semakin nilai adjusted R2 mendekati 1, maka

variabel independen semakim mampu memberikan hampir semua informasi

yang dibutuhkan dalam memprediksi variabel dependen.

3. Uji Parsial (Uji t)

Uji t adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar

masing-masing variabel independen memengaruhi variabel dependen. Tingkat

signifikansi dalam penelitian ini adalah 5%. Jika p-value yang terdapat pada

kolom sig ≤ 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya, jika p-value > 0,05,

maka H0 diterima dan Ha ditolak (Santoso, 2014).

3.8 Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

H01 = Leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Ha1 = Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

H02 = Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

Ha2 = Profitabilitas berpengaruh positif terhadap manajemen laba.

H03 = Monitoring cost tidak berpengaruh terhadap hubungan antara leverage

dengan manajemen laba.

Ha3 = Monitoring Cost dianggap dapat mengendalikan pengaruh antara leverage

dan manajemen laba.


H04 = Monitoring cost tidak berpengaruh terhadap hubungan antara profitabilitas

dengan manajemen laba.

Ha4 = Monitoring Cost dianggap dapat mengendalikan pengaruh antara

profitabilitas dan manajemen laba.

Anda mungkin juga menyukai