MAKALAH FALSAFAH KEPERAWATAN Awal
MAKALAH FALSAFAH KEPERAWATAN Awal
DISUSUN OLEH:
AWALUDDIN WARIS
PO7120316 011
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang atas rahmat-Nya
Trajectory Illness”.
makalah ini, khususnya kepada dosen yang telah memberikan tugas dan petunjuk
Dalam penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
Palu,
Penyususn :
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................
B. Tujuan .................................................................................................
C. Sistematika Penulisan ..........................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Sejarah Teori.........................................................................................
B. Sumber Teoris.......................................................................................
C. Konsep Utama dan Definisi..................................................................
D. Asumsi Utama.......................................................................................
E. Penegasan Teoritis................................................................................
F. Penggunaan Bukti Empiris....................................................................
BAB III PEMBAHASAN
A. Penerapan Teori.....................................................................................
B. Ketidakpastian Temporary ....................................................................
C. Ketidakpastian Identitas.........................................................................
D. Ketidakpastian Tubuh ...........................................................................
E. Kelebihan dan Kekurangan Penerapan Teori.........................................
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori Middle Range yang merupakan level kedua dari teori keperawatan.
Teori Middle Range cukup spesifik untuk memberikan petunjuk riset dan
praktik, cukup umum pada populasi klinik dan mencakup fenomena yang
sama. Sebagai petunjuk riset dan praktek, middle range theory lebih banyak
digunakan dari pada grand theory, dan dapat diuji dalam pemikiran empiris.
Perlu diyakini bahwa penerapan suatu teori keperawatan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan akan berdampak pada peningkatan kualitas asuhan
keperawatan. Pelayanan keperawatan sebagai pelayanan profesional akan
berkembang bila didukung oleh teori dan model keperawatan serta
pengembangan riset keperawatan dan diimplementasikan didalam praktek
keperawatan.
Pelayanan keperawatan merupakan bagian penting dalam pelayanan
kesehatan yang bersifat komprehensif meliputi biopsikososiokultural dan
spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat,
baik dalam keadaan sehat maupun sakit dengan pendekatan proses
keperawatan. Pelayanan keperawatan yang berkualitas didukung oleh
pengembangan teori dan model konseptual keperawatan. Asuhan keperawatan
merupakan pendekatan ilmiah dan rasional dalam menyelesaikan masalah
keperawatan yang ada, dengan pendekatan yang dilakukan tersebut bentuk
penyelesaian masalah keperawatan dapat terarah dan terencana dengan baik,
dimana dalam asuhan keperawatan terdapat beberapa tahap yaitu pengkajian,
penegakkan diagnosa, perencanaan, implimentasi tindakan, dan evaluasi.
Model konseptual keperawatan dikembangkan oleh para ahli keperawatan
dengan harapan dapat menjadi kerangka berpikir perawat, sehingga perawat
perlu memahami konsep ini sebagai kerangka konsep dalam memberikan askep
dalam praktik keperawatan.Salah satu teori keperawatan dalam
tingkatan middle range theory adalah teori trajectory illness yang bisa
diterapkan dalam proses keperawatan. Teori Trajectory Illness membahas
tentang perangkap teoritis tersebut dengan membingkai fenomena ini dalam
perspektif sosiologis yang menekankan pengalaman gangguan yang berkaitan
dengan penyakit dalam konteks perubahan proses interaksional dan sosiologis
yang pada akhirnya mempengaruhi respons seseorang terhadap gangguan
tersebut. Pendekatan teoritis ini mendefinisikan kontribusi teori ini terhadap
keperawatan, yaitu koping bukanlah fenomena stimulus-respons sederhana
yang dapat dipisahkan dari konteks kehidupan yang kompleks. Kehidupan
berpusat pada tubuh yang hidup, oleh karena itu gangguan fisiologis penyakit
merasuki konteks kehidupan lainnya untuk menciptakan cara baru untuk hidup,
dan perasaan yang baru terhadap diri sendiri. Sesuai dengan tingkatannya
sebagai middle range teori keperawatan, teori trajectory illness sudah dapat
diterapkan secara langsung dalam praktik keperawatan. Teori tersebut memiliki
karakteristik khusus sebagai middle range theory, yaitu terdapat scope tertentu
dalam penerapannya. MenurutMurray (2005), pasien dengan kanker
merupakan satu dari tiga cakupan teori trajectory illnessyaitu yang termasuk
dalam kategori periode singkat penurunan fungsi. Berdasarkan hal di atas,
penulis tertarik membahas teori trajectory illness yang dikaitkan dengan
analisis teori terhadap pendekatan proses keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami penerapan teori trajectory illness dalam proses asuhan
keperawatan
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis konsep dan definisi Teori trajectory illness
b. Menganalisis proposisi / asumsi Teori trajectory illness
c. Menganalisis cakupan/scope Teori trajectory illness
d. Menganalisis Teori trajectory illness berdasarkan pendekatan proses
keperawatan
C. Sistematika Penulisan
TINJAUAN TEORITIS
biografi diubah
(kegagalan tubuh)
Ketidakpastian
Identitas
Interpretasi diri
terdistorsi sebagai
tubuh gagal
untuk melakukan Kegagalan tubuh dan
dengan cara biasa, kesulitan membaca tubuh
dan harapan terkait baru ini membuat kesulitan
Latihan kehidupan yang
dengan arus kejadian pembentukan konsep diri.
diharapkan hancur
(temporalitas) Keterlambatan temporalitas berantakan.
diubah oleh penyakit menganggu harapan.
Bukti didapat dari
dan pengobatan.
kemampuan membaca
tubuh tidak bisa ditafsirkan
dalam hal kerangka
pemahaman.
Harapan dipertahankan
meski mengubah keadaan.
D. Asumsi Utama
Manusia adalah fokus dari teori Wiener dan Dodd tentang trajektori sakit.
Teori ini menjelaskan asumsi utama yang mencerminkan turunannya dalam
sebuah perspektif sosiologis Teori ini meliputi tidak hanya komponen fisik dari
penyakit, tetapi “total organisasi kerja yang dilakukan selama perjalanan
penyakit” (Wiener&Dodd, 1993 dalam Alligood, 2014). Trajektori sakit secara
teoritis berbeda dari perjalanan suatu penyakit. Dalam teori ini, trajektori sakit
tidak terbatas pada orang yang menderita penyakit. Sebaliknya, organisasi
keseluruhan melibatkan orang sakit, keluarga, dan professional perawatan
kesehatan yang memberikan perawatan (Alligood, 2014).
Teori ini menjelaskan penggunaan istilah kerja. “Para pemain yang
bervariasi dalam organisasi memiliki berbagai jenis pekerjaan; namun, pasien
adalah pekerja sentral dalam trajektori sakit”. Pekerjaan yang hidup dengan
penyakit menghasilkan konsekuensi tertentu yang menyerap kehidupan orang-
orang yang terlibat. Pada gilirannya, konsekuensi dan konsekuensi timbal balik
berada diseluruh organisasi, melibatkan organisasi, melibatkan organisasi
keseluruhan dengan pekerja pusat (yaitu, pasien) melalui trajektori hidup
dengan penyakit. Hubungan antara para pekerja di dalam trajektori adalah
sebuah atribut yang “memengaruhi baik manajemen dari perjalanan penyakit
itu, maupun nasib orang yang sakit” (Wiener & Dodd, 1993, dalam Alligood,
2014).
E. Penegasan Teoritis
Konteks untuk pekerjaan dan hubungan sosial yang memengaruhi
pekerjaan hidup dengan penyakit dalam teori trajektori sakit berbasis pada
karya yang dipengaruhi oleh Corbin dan Strauss (1988). Sebagai pekerja pusat,
tindakan-tindakan dilakukan seseorang untuk mengelola dampak hidup dengan
penyakit dalam berbagai konteks, termasuk biografis (konsepsi diri) dan
sosiologis (interkasi dengan orang lain). Dari perspektif ini, mengelola
gangguan (atau koping terhadap ketidakpastian) melibatkan interaksi pasien
dengan berbagai pemain dalam organisasi serta kondisi sosial eksternal.
Mengingat kompleksitas interaksi tersebut di beberapa konteks dan dengan
banyak pemain di seluruh trajektori sakit, koping adalah sebuah proses yang
sangat bervariasi dan dinamis (Alligood, 2014).
Awalnya, diantisipasi bahwa trajektori hidup dengan kanker memiliki
fase-fase yang kelihatan atau tahapan yang dapat diidentifikasi oleh pergeseran
besar masalah, tantangan, dan kegiatan yang dilaporkan. Ini adalah alasan
untuk mengumpulkan data kualitatif di tiga titik selama pengobatan
kemoterapi. Bahkan, gagasan ini tidak berlaku: status fisik pasien dengan
kanker dan konsekuensi sosial-psikologis penyakit dan pengobatan adalah tema
sentral pada semua titik pengukuran sepanjang trajektori (Alligood, 2014).
Para penulis secara konseptual menyamakan ketidakpastian dengan
hilangnya kontrol, menggambarkan sebagai “aspek yang paling bermasalah
dari hidup dengan kanker”. Penegasan teoritis ini tercermin lebih lanjut dalam
identifikasi proses sosial-psikologis inti dari hidup dengan
kanker, :mentoleransi ketidakpastian yang menyertai penyakit”
(Wiener&Dodd, 1993 dalam Alligood, 2014). Faktor-faktor yang memengaruhi
tingkat ketidakpastian diungkapkan oleh pasien dan keluarga yang berbasis
dalam kerangka kerja teoritis dari total organisasi dan kondisi sosiologis
eksternal, termasuk sifat dukungan keluarga, sumber daya keuangan, dan
kualitas bantuan dari penyedia layanan kesehatan (Alligood, 2014).
F. Penggunaan Bukti Empiris
Teori Trajectory sakit diperluas melalui analisis sekunder data kualitatif
yang dikumpulkan selama studi longitudinal prospektif yang memeriksa
koping dan perawatan diri keluarga selama 6 bulan pengobatan kemoterapi.
Sampel untuk studi yang lebih besar termasuk 100 pasien dan keluarga mereka.
Setiap pasien telah didiagnosis menderita kanker (payudara, paru-paru,
kolorektal, ginekologi, atau limfoma) dan sedang dalam proses menerima
kemoterapi untuk pengobatan penyakit awal atau untuk kekambuhan kembali.
Subjek dalam studi ini didesain setidaknya satu anggota keluarga yang bersedia
untuk berpartisipasi dalam studi ini.
Meskipun ukuran kuantitatif maupun kualitatif digunakan dalam
pengumpulan data untuk studi yang lebih besar, teori ini diperoleh melalui
analisis kualitatif data. Wawancara terstruktur seputar koping keluarga
dilakukan di tiga titik selama pengobatan kemoterapi. Para pasien dan anggota
keluarga diminta untuk mengingat bulan sebelumnya dan kemudian
mendiskusikan masalah paling penting atau tantangan yang harus mereka
hadapi, tingkat kesulitan yang diciptakan oleh masalah itu dalam keluarga, dan
kepuasan mereka dengan manajemen dari masalah itu.
Perhatian yang cermat diberikan untuk konsistensi pengumpulan data:
anggota keluarga konsisten dan hadir untuk setiap wawancara, panduan
wawancara yang terstruktur, dan perawat-pewawancara yang sama melakukan
setiap titik pengumpulan data terhadap sebuah keluarga yang diberikan. Proses
wawancara direkam, dibuat transkripsi secara kata perkata, dan kehadiran
perawat yang merekam di setiap wawancara untuk mencatat frase kunci ketika
wawancara berlangsung lebih lanjut untuk meningkatkan ketelitian
metodologis. Hasil pengumpulan data terdiri dari 300 wawancara (tiga
wawancara untuk masing-masing 100 unit pasien-keluarga) diperoleh pada
titik-titik yang bervariasi dengan tujuan pengobatan kemoterapi untuk kanker.
Ketika data untuk studi yang lebih besar dianalisis, menjadi jelas bagi
Dodd (peneliti utama) bahwa data wawancara kualitatif memberikan wawasan
yang signifikan yang selanjutnya dapat menginformasikan studi. Wiener,
seorang ahli teori grounded yang bekerja sama dengan Strauss,salah satu
pendiri metode ini, kemudian direkrut untuk melakukan analisis data
wawancara sekunder. Perlu dicatat bahwa metode teori grounded biasanya
melibatkan sebuah proses perulangan bersamaan dalam pengumpulan dan
analisis data (Glaser, 1978; Glaser & Strauss, 1965). Ketika wawasan teoretis
diidentifikasi, pengumpulan data sampling dan selanjutnya secara teoritis
didorong untuk menyempurnakan konsep, dimensi, variasi, dan kasus negatif
yang muncul. Namun, dalam proyek ini, data telah dikumpulkan sebelumnya
menggunakan panduan wawancara terstruktur; dengan demikian, ini adalah
analisis sekunder dari kumpulan data yang telah ada.
Keahlian Wiener dalam teori grounded menunjukkan adaptasi dari metode
teori ground untuk aplikasi data sekunder yang terbukti berhasil. Pada
dasarnya, prinsip yang mendasari analisis (yaitu, paradigma
coding/pengkodean) diterapkan untuk kumpulan data yang sudah ada
sebelumnya. Penyelidikan analitis melanjutkan secara induktif untuk
mengungkapkan prosessosial-psikologis inti di seputar yang dijelaskan oleh
teori ini. Dimensi ketidakpastian, proses manajemen, dan konsekuensi-
konsekunsi dijelaskan lebih lanjut untuk mengungkapkan konsistensi internal
dari perspektif teoritis dari trajektori sakit.
Ketika mempertimbangkan penggunaan metode teori grounded yang
diadaptasi untuk menganalisis bukti empiris yang sudah ada sebelumnya,
beberapa wawasan mendukung integritas karya ini. Pertama, Wiener
dipersiapkan dengan baik untuk pengembangan aplikasi baru dari metode ini
melalui pelatihan dan pengalamannya sebagai ahli teori grounded. Kredibilitas
metodologis peneliti ini mendukung perluasannya dari sebuah metode
penelitian tradisional menjadi sebuah aplikasi baru dalam perspektif
disiplinnya (sosiologi). Dukungan lebih lanjut adalah dari ukuran kumpulan
data: 100 pasien dan keluarga diwawancarai masing-masing tiga kali, untuk
total 300 wawancara, satu kumpulan data yang sangat besar untuk penelitian
kualitatif. Oberst menunjukan bahwa volume data yang diberikan ini,beberapa
kemiripan sampling teoritis (dalam kumpulan data penuh) kemungkinan akan
diizinkan oleh para peneliti (Oberst, 1993). Tapi ukuran kumpulan data belaka
tidak menceritakan keseluruhan cerita.
Sampling pasien yang memiliki kankerkisaran jenis-jenis yang relatif luas
(mulai dari kanker ginekologi sampai kanker paru-paru) dan baik pasien yang
menjalani pengobatan kemoterapi awal maupun mereka yang menerima
pengobatan untuk kekambuhan berkontribusi secara signifikan terhadap variasi
dalam kumpulan data. Strategi-strategi pengambilan sampel pada akhirnya
memberikan kontribusi untuk membangun sampel yang sesuai, terutama untuk
mengungkapkan perspektif perubahan trajektori dari waktu ke waktu.
Akhirnya, meskipun format wawancara yang terstruktur, adalah penting untuk
dicatat bahwa pasien dan keluarga berdialog tentang peristiwa-peristiwa bulan
sebelumnya dalam bentuk "brainstorming" (Wiener & Dodd, 1993, hal 18).
Teknik ini memungkinkan subjek untuk memperkenalkan hampir semua topik
yang menjadi perhatian mereka (terlepas dari struktur wawancara berikutnya).
Transkripsi rekaman secara kata per kata dari dialog-dialog ini memberikan
kontribusi terhadap variasi dan ketepatan kumpulan data yang dihasilkan. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa bukti empiris diambil melalui wawancara
yang dilakukan dalam studi yang lebih besar menyediakan data yang memadai
dan sesuai untuk analisis sekunder menggunakan metode teori ground yang
secara tepat disesuaikan.
BAB 3
PEMBAHASAN
C. Ketidakpastian Identitas
Ketidakpastian identitas merupakan interpretasi diri yang menyimpang
sebagai tubuh yang gagal untuk melakukan aktivitas dengan cara biasa dan
harapan terkait dengan arus kejadian (temporalitas) yang diubah oleh penyakit
dan pengobatan. Identitas ego berarti definisi ego berdasarkan atribut atau trait
yang membedakan diri dengan orang lain dan hubungan personal yang
dimilikinya. Setiap individu memiliki identitas yang berbeda sesuai dengan
latar belakang budaya, nilai-nilai diri, kepercayaan, tujuan masa depan dan cara
kita mendefinisikan diri bergantung pula pada situasi dan konteks sosial.
Perkembangan identitas ego terbukti menjadi prediktor yang penting bagi
tingkat rasa keingintahuan individu (Jones & Hartmann, 1988 dalam Dumas,
2012)
Sebuah ketidakpastian identitas ini bersumber dari kegagalan tubuh dan
kesulitan membaca tubuh dalam membuat pembentukan konsep diri. Pada
pasien kanker saat pertama kali mendapati diagnosanya adalah kanker sebagai
sebuah kejutan. Ada perasaan ilusif, shock, sesuatu yang tidak nyata, perasaan
kaget, kesal, ketakutan, rasa tidak berdaya dan kesulitan untuk percaya bahwa
mereka sakit parah. Sehingga pasien mencoba untuk mendorong mengeluarkan
pikiran tersebut, tetapi faktanya itu adalah “aku”.(Missel, Pedersen,
Hendriksen, Tewes, & Adamsen, 2015
Kegelisahan dan depresi yang terjadi terus menerus akan berakibat
pemikiran yang negative tentang kanker. Sehingga identifikasi awal akan
memfasilitasi intervensi yang akan ditargetkan. Intervensi pencegahan harus
fokus pada pengurangan ruminasi dan memberikan dukungan emosional. (Lam
et al., 2013). Perawat merupakan bagian penting dari manajemen
ketidakpastian. Perawat dapat menyesuaikan intervensi untuk memenuhi
kebutuhan spesifik seseorang. Penanganan ketidakpastian identitas berbeda
tergantung fase yang dialami. Misalnya, saat menangani ketidakpastian di fase
akut atau krisis, intervensi mungkin berbeda dengan fase stabil. Selama fase
krisis, mungkin ada sedikit ketidakpastian daripada saat penyakit stabil. Ini bisa
jadi karena selama tahap penyakit yang lebih serius, tujuan pengelolaannya
adalah untuk menghapus ancaman hidup.Sebaliknya, selama fase stabil atau
comeback persepsi ketidakpastian dapat mengungkapkan ketidakpastian yang
meningkat. (Christensen, 2015).
D. Ketidakpastian Tubuh
Ketidakpastian penderita kanker juga meliputi ketidakpastian tubuh.
Ketidakpastian tubuh meliputi perubahan yang berhubungan dengan penyakit
dan perawatan berpusat di kemampuan seseorang tampil dalam kegiatan yang
melibatkan penampilan, fungsi fisiologis, dan respon terhadap pengobatan pada
penderita kanker. Menurut Desen (2008), banyak terapi yang dilakukan
terhadap kanker, diantaranya kemoterapi yang umumnya digunakan untuk
terapi sistemik dan kanker dengan metastasis klinis ataupun subklinis. Pada
kanker stadium lanjut secara lokal, kemoterapi sering menjadi satu satunya
metode pilihan yang efektif. Hingga saat ini obat anti kanker jenis kemoterapi
yang sudah dapat digunakan secara klinis mencapai 70 jenis lebih.Obat-obat
kemoterapi sering menimbulkan efek samping bagi pasien terutama mual
muntah dengan derajat yang bervariasi. Obat golongan Sisplatin, Karmustin,
dan Siklofospamid merupakan jenis obat yang mempunyai kemampuan tinggi
dalam menimbulkan mual muntah. Lebih dari 90% pasien yang menggunakan
obat golongan ini mengalami muntah (Hesketh, 2008). Mual muntah yang
dialami pasien kanker menyebabkan penderita kanker tidak dapat beraktivitas
optimal dikarenakan rasa tidak nyaman dari keluhan mual serta kondisi tubuh
yang tidak stabil akibat terjadinya muntah yang sering terjadi. Penderita kanker
dapat tidak berdaya dalam menghadapi respon dari pengobatan kanker ini jika
tidak didukung oleh support system dari berbagai sumber.
Fakta lain dari pengobatan kemoterapi pada pasien kanker yaitu tidak
selektif kerjanya. Dampak dari terapi itu beberapa sel-sel normal/ sehat yang
memiliki aktifitas pembelahan yang tinggi seperti sel-sel sumsum tulang, akar
rambut, kulit, kelenjar kelamin akan terhambat (Sutandio , 1999). Dampak
rambut rontok dapat menyebabkan ketidakpastian tubuh pada pasien.
Bagaimana koping pasien agar dapat tetap produktif dengan penampilan
tubuhnya yang telah berubah dari keadaan sebelumnya, akan sangat ditentukan
oleh support system yang adekuat. Dari keseluruhan ketidakpastian yang ada,
perawat bertugas untuk menjembatani dan mengkomunikasikan pentingnya
peningkatan support system bagi pasien.
E. Kelebihan dan kekurangan penerapan theory of illness trajectory pada
pasien Kanker
Sesuai dengan tingkatannya sebagai middle range teori keperawatan,
teori trajectory illness sudah dapat diterapkan secara langsung dalam praktik
keperawatan. Teori tersebut memiliki karakteristik khusus sebagai middle
range theory, yaitu terdapat scope tertentu dalam penerapannya.
Menurut Murray (2005), pasien dengan kanker merupakan satu dari tiga
cakupan teori trajectory illness yaitu yang termasuk dalam kategori periode
singkat penurunan fungsi. Pasien dengan kanker mengalami penurunan fungsi
yang cukup drastis, yang digambarkan dalam grafik berikut.Implikasi
keperawatan yang muncul dari fenomena tersebut adalah bagaimana perawat
dan tenaga kesehatan lainnya dapat mempersiapkan kematian yang terbaik bagi
pasien, sesuai dengan konsep perawatan paliatif. Adanya kebutuhan akan
pemberian asuhan yang berkelanjutan pada pasien kanker, teori trajectory
illness banyak dikembangkan, salah satunya oleh Christensen (2015).
Kelebihan dari modifikasi teori trajectory illness adalah teori tersebut memiliki
struktur pengkajian, intervensi, dan management goal yang lengkap dan
komprehensif, serta mencakup seluruh fase yang mungkin muncul pada pasien
dengan penyakit terminal. Struktur perawatan tersebut dapat membantu
memudahkan perawat dalam mengetahui kebutuhan fokus pasien di setiap fase,
sehingga perawat dapat memenuhi kebutuhan pasien dengan tepat.
Kerangka kerja dari teori trajectory illness juga dapat digunakan untuk
mendeskripsikan perilaku penderita kanker dalam menjalani kehidupannya,
seperti yang dilakkan oleh Klimmek & Wenzel (2013). Hasil pengamatan
tentang perilaku pasien dengan kanker juga dapat menberikan peringatan bagi
perawat agar mampu mengenali gejala ketidakpastian pasien dengan penyakit
kanker lebih awal, agar pasien terhindar dari keadaan keputusasaan.
Namun kembali pada prinsip bahwa teori trajectory illness ini hanya
memberikan gambaran konseptual, pasien tidak boleh hanya dimasukkan ke
dalam kategori yang ditetapkan tanpa melakukakn tinjauan kondisi. Pasien
memiliki kemungkinan untuk meninggal pada tahap yang berbeda dengan
pasien yang lain, serta memiliki tingkat perkembangan penyakit bisa saja
bervariasi. Seorang pasien bisa saja memiliki penyakit penyerta lain selain
kanker sehingga prioritas dan kebutuhannya berubah. Kekurangan dari teori
trajectory illness ini juga masih membutuhkan pengembangan terhadap poin-
poin pengkajian yang lebih aplikatif, seperti pertanyaan-pertanyaan yang
digunakan dalam pengkajian yang disatukan menjadi intrumen pengkajian.
Namun karena beragamnya jenis pengkajian yang dibedakan berdasarkan fase,
maka pada fase tertentu perawat tidak bisa menggunakan pengkajian dari fase
yang lain. Hal ini menjadi kekurangan karena perawat harus bisa
mengidentifikasi terlebih dahulu seorang pasien sedang berada di fase apa, lalu
menentukan jenis pengkajian serta intervensi apa yang tepat digunakan pada
pasien tersebut.
BAB 4
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Theory of Illness Trajectory dikenalkan oleh dua tokoh yaitu Carolyn L.
Wiener dan Marylin J. Dodd. Carolyn L. Wiener. Teori ini menjelaskan
penggunaan istilah kerja. “Para pemain yang bervariasi dalam organisasi
memiliki berbagai jenis pekerjaan; namun, pasien adalah pekerja sentral dalam
trajektori sakit”. Pekerjaan yang hidup dengan penyakit menghasilkan
konsekuensi tertentu yang menyerap kehidupan orang-orang yang terlibat.
Pada gilirannya, konsekuensi dan konsekuensi timbal balik berada diseluruh
organisasi, melibatkan organisasi, melibatkan organisasi keseluruhan dengan
pekerja pusat (yaitu, pasien) melalui trajektori hidup dengan penyaki Menjalani
sebuah penyakit dapat menciptakan gangguan dalam kehidupan normal
seseorang. Gangguan tersebut dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan,
termasuk fungsi fisiologis, interaksi sosial, dan konsep diri. Salah satu hal yang
menjadi respon terhadap gangguan tersebut adalah koping. Karena proses
seputar perjalanan penyakit terapat di dalam konteks kehidupan seseorang,
maka respon koping secara inheren terletak pada interaksi sosiologis dengan
orang lain dan proses biografi diri.
Asumsi utama teori ini adalah Manusia adalah fokus dari teori Wiener dan
Dodd tentang trajektori sakit. Teori ini menjelaskan asumsi utama yang
mencerminkan turunannya dalam sebuah perspektif sosiologis Teori ini
meliputi tidak hanya komponen fisik dari penyakit, tetapi “total organisasi
kerja yang dilakukan selama perjalanan penyakit. Konsep utama teori ini
adalah ketidakpastian identitas, peran dan tubuh. Kelebihan dari modifikasi
teori trajectory illness adalah teori tersebut memiliki struktur pengkajian,
intervensi, dan management goal yang lengkap dan komprehensif, serta
mencakup seluruh fase yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit
terminal. Struktur perawatan tersebut dapat membantu memudahkan perawat
dalam mengetahui kebutuhan fokus pasien di setiap fase, sehingga perawat
dapat memenuhi kebutuhan pasien dengan tepat.Kerangka kerja dari
teori trajectory illness juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan perilaku
penderita kanker dalam menjalani kehidupannya
DAFTAR PUSTAKA
Lam, W. W. T., Soong, I., Yau, T. K., Wong, K. Y., Tsang, J., Yeo, W., …
Fielding, R. (2013). The evolution of psychological distress trajectories in women
diagnosed with advanced breast cancer: A longitudinal study. Psycho-
Oncology, 22(12), 2831–2839. https://doi.org/10.1002/pon.3361
Missel, M., Pedersen, J. H., Hendriksen, C., Tewes, M., & Adamsen, L. (2015).
Diagnosis as the First Critical Point in the Treatment Trajectory. Cancer
Nursing, 38(6), E12–E21. https://doi.org/10.1097/NCC.0000000000000209