September 2017
70
Jurnal Humanika, Th. XVII, No. 1. September 2017
71
Jurnal Humanika, Th. XVII, No. 1. September 2017
72
Jurnal Humanika, Th. XVII, No. 1. September 2017
73
Jurnal Humanika, Th. XVII, No. 1. September 2017
74
Jurnal Humanika, Th. XVII, No. 1. September 2017
dibaca para siswa adalah cara yang yang sangat akurat ditinjau dari
mudah dan penting untuk membangun perspektif historis, yaitu membangun
nilai moral dalam diri siswa, disamping makna dan menanamkan nilai-nilai yang
juga akan meningkatkan tujuan diinginkan, keyakinan moral, dan
pembelajaran secara akademik. karakter yang diinginkan dalam diri
Strategi lainnya adalah dengan pendengarnya (peserta didik).
bercerita (story telling) dimulai dari
rumah atau keluarga, tetapi dapat juga b.Metode keteladanan
dilakukan di sekolah, terutama di Keteladanan merupakan bentuk
sekolah-sekolah dasar. Pada zaman mengestafetkan moral yang digunakan
dahulu, sebelum tidur anak-anak oleh masyarakat religius tradisional, dan
diceritakan kisah-kisah yang ajaib dari digunakan pula oleh masyarakat modern
negeri dongeng sebagai pengantar tidur sekarang ini. Dalam masyarakat
sekaligus pendidikan moral. Biasanya tradisional, keteladanan diterima secara
cerita-cerita tentang binatang seperti Si terberi tanpa harus mengejar
Kancil dan Buaya, Si Kancil dan Kera, argumentasi rasionalnya; sedangkan
Si Kancil dan Kura-kura, dsb. Juga ada pada masyarakat modern sekarang
cerita-cerita seperti Putri Salju, Ciung keteladanan diterima dengan
Wanara, Jaka Tarub yang semuanya pemahaman dan argumentasi rasional
mengajarkan kebaikan. Juga ada cerita- (Muhadjir, 2004: 163). Orang tua dan
cerita heroisme atau kepahlawanan guru merupakan sosok yang harus
tokoh-tokoh besar dalam sejarah yang memberikan teladan baik kepada subjek
dikagumi dan patut dijadikan teladan. didik. Anak-anak lebih mudah meniru
Bercerita juga dapat dilakukan guru di perilaku dari pada harus mengingat dan
sekolah dengan tidak kalah menarik dari mengamalkan kata-kata yang diucapkan
orang tua siswa. Terlebih lagi di sekolah, oleh orang tua dan guru.
media untuk bercerita dapat dibuat
bersama-sama antara guru dan siswa c. Metode klarifikasi nilai
sehingga pembelajaran yang dihasilkan Dalam masyarakat liberal, moral
lebih mencapai banyak sasaran dan diperkenalkan lewat proses klarifikasi,
keterampilan serta lebih kreatif. penjelasan agar terjadi pencerahan pada
Kirschenbaum mengatakan bahwa subjek didik. Seberapa jauh sesuatu
metode bercerita merupakan metode moral diterima oleh anak, sangat
75
Jurnal Humanika, Th. XVII, No. 1. September 2017
ditentukan oleh anak itu sendiri. Anak anak dibiarkan tidak mendirikan salat,
diberikan kebebasan untuk memutuskan sebelum anak sadar akan pentingnya
sendiri. Pendekatan klarifikasi nilai salat. Jika dibiarkan, maka
adalah salah satu contoh yang dikhawatirkan anak tidak akan
memberikan kebebasan untuk anak melakukan salat sampai ia dewasa. \
menentukan nilai-nilainya. Sebagaimana
dinyatakan oleh Sidney B. Simon, dkk d. Metode fasilitasi nilai
(1974: 6) bahwa pendekatan klarifikasi Guru dan pihak sekolah
nilai mencoba untuk membantu anak- memberikan berbagai fasilitas yang
anak muda menjawab beberapa dapat digunakan siswa agar dapat
pertanyaan dan membangun sistem nilai merealisasikan nilai-nilai moral dalam
sendiri. Di dalam bukunya: Values dirinya baik secara individu maupun
Clarification, Simon menjelaskan 79 berkelompok, misalnya fasilitas
strategi klarifikasi nilai yang dapat beribadah berupa mesjid dan mushola,
diterapkan, khususnya oleh para guru di fasilitas membuat kompos dari sampah
sekolah. Strategi-strategi yang disajikan sekolah, fasilitas berupa ruang diskusi,
di dalam buku tersebut disusun oleh perpustakaan dengan buku-buku cerita
Louis Raths yang diturunkan dari yang memuat nilai-nilai moral, dan
pemikiran John Dewey. Berbeda dengan sebagainya.
pendekatan teoritis yang lain, Raths Di sebuah sekolah dasar Islam
tidak mempermasalahkan isi dari nilai- terpadu di Sleman, di samping fasilitas
nilai yang dimiliki seseorang, tetapi umum yang telah banyak disediakan
lebih memperhatikan proses penilaian. oleh berbagai sekolah, terdapat pula
Fokusnya adalah bagaimana orang fasilitasi sarana prasarana kegiatan luar
sampai pada keyakinan tertentu yang kelas yang menjadi prioritas utama
dipegangnya dan membentuk pola untuk pengembangan moral dan
perilaku tertentu. kecakapan hidup anak seperti fasilitas
Di Indonesia, strategi klarifikasi untuk meluncur (flying fox), fasilitas
nilai telah diperkenalkan sejak tahun panjat tebing, fasilitas pohon-pohon
1980-an dan banyak para pendidik yang tanaman keras (untuk latihan memanjat).
mengkritik dan menolaknya. Hal-hal Kesemuanya disiapkan untuk latihan
yang tidak dapat diterima, adalah yang percaya diri, keberanian, bersyukur, dan
terkait dengan pilihan anak, misalnya rendah hati.
76
Jurnal Humanika, Th. XVII, No. 1. September 2017
77
Jurnal Humanika, Th. XVII, No. 1. September 2017
78
Jurnal Humanika, Th. XVII, No. 1. September 2017
79
Jurnal Humanika, Th. XVII, No. 1. September 2017
80