Anda di halaman 1dari 7

SELASA 4 JANUARI 2022

NAMA : EKO DWI PRASETYO

KELAS : PAI 3/1

NPM. : 20.02.0026

UAS SEJARAH PERADABAN ISLAM SEMESTER GANJIL

1. Ada 4 khalifah utama dalam Khulafaur Rasyidin. Pilih salah satu diantaranya, kemudian Jelaskan
tentang kepemimpinan beliau dari sejak diangkat menjadi khalifah sampai akhir masa kekhalifahannya
dengan runut!

2. Ada banyak khalifah pada masa Bani Umayyah. Pilih salah satu diantaranya, kemudian jelaskan
tentang kepemimpinannya dari awal pengangkatan hingga akhir masa kepemimpinannya dengan segala
kelebihan atau kekurangannya yang menjadi catatan sejarah hingga kini!

3. Tentang Andalusia. Bagaimana sejarah penguasaan Islam terhadapnya hingga berakhirnya kekuasaan!

4. Masuknya Islam di Asia Tenggara khususnya di Nusantara. Bagaimana sejarah dan perkembangannya?

1. Khulafaur Rasyidin fase " Ali Bin Abi Thalib "

Ali bin Abi Thalib r.a adalah khalifah ke-4 sekaligus yang terakhir dari 4 khalifah pertama sepeninggal
Nabi Muhammad S.A.W, yang sering disebut Khulafaur Rasyidin. Ali adalah sepupu dari Nabi
Muhammad S.A.W sekaligus menantu beliau karena menikahi Fatimah Az-Zahra, putri Nabi Muhammad
S.A.W.

Pengangkatan Ali sebagai Klalifah berbeda dengan pengangkatan Khalifah sebelumnya. Abu Bakar
diangkat dengan peristiwa pembai’atan di Saqifah Bani Sa’idah, Umar bin Khattab diangkat dengan
wasiat Abu Bakar, dan Utsman bin Affan diangkat dengan hasil Syura seperti yang diperintahkan oleh
Umar.

Setelah Utsman bin Affan, Khalifah ke-3, terbunuh oleh para pemberontak, situasi politik sangat rawan.
Kendali keamanan kota Madinah untuk sementara dipegang oleh Ibn Harb sampai terpilihnya Khalifah
baru. Segera setelah wafatnya Utsman, kaum muslimin meminta kesediaan Ali untuk dibai’at menjadi
Khalifah. Pada awalnya Ali menolak pembai’atan itu, namun kaum Muslimin terus mendesaknya karena
menganggap tidak ada lagi yang lebih tepat menjadi Khalifah selain beliau. Setelah Ali akhirnya
menerima, segenap kaum muslimin beramai-ramai membai’at Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah.
2. Masa Khalifah " Muawiyah bin abu Sufyan " khalifah Bani Umayyah

Muawiyah bin Abu Sufyan (602 – 26 April 680) adalah seorang sahabat dari Bani Umayyah. Sebagai
seorang khalifah yang memerintah dari tahun 661 M, Umayyah adalah tokoh yang kontroversial. Dia
dipandang negatif karena upayanya merebut kekuasaan. Namun dia juga dipandang positif sebagai
perintis Dinasti Umayyah, yang kemudian berhasil meluaskan wilayah kekhalifahan yang menaklukkan
wilayah di Afrika Utara hingga Spanyol.

Umayyah memulai karir politiknya pada tahun 639 M, ketika ia diangkat oleh khalifah Umar sebagai
gubernur Syria di Damaskus, menggantikan kakaknya Yazid bin Abu Sufyan yang meninggal.

Ketika khalifah Usman, yang seperti Muawiyah berasal dari suku Bani Umayyah, tewas dibunuh pada
656 M, Muawiyah melakukan pemberontakan, karena menganggap khalifah Ali tidak menghukum para
pembunuh Usman. Pemberontakan ini berujung pada pertempuran Shiffin pada tahun 657 M dan
perjanjian damai, namun khalifah Ali kemudian tewas pada tahun 661 M ditangan kaum Khawarij.

Setelah meninggalnya Ali, Muawiyah memproklamasikan dirinya sebagai khalifah. Hasan bin Ali, anak
khalifah Ali, menjadi pesaingnya sebagai khalifah. Untuk mencegah perang saudara, Hasan dan
Muawiyah mengadakan perjanjian damai, Hasan mengakui Muawiyah sebagai khalifah, namun
Muawiyah berjanji tidak menjadikan keturunannya sebagai pengganti.

Sebagai khlifah, Muawiyah melakukan perluasan wilayah dengan membangun kota Kairouwan di
Tunisia. Kota ini kemudian menjadi pusat perluasan kekuasaan kekhalifahan di Afrika Utara pada masa
penerus Muawiyah.

Ketika menjadi gubernur Syria, Muawiyyah merintis pendirian angkatan laut, yang kemudian
mengalahkan Romawi Timur pada tahun 654 M. Armada laut ini kemudian digunakan untuk menerang
kota Konstantinopel, ibukota Romawi Timur, pada tahun 674-678 M. Meskipun serangan ini gagal pada
akhirnya, ini adalah seranga pertama dari kekhalifahan yang berupaya menaklukkan kota
Konstantinople.

Muawiyah melibatkan alat perang ”manjaniq” atau katapult untuk melempar batu yang dapat
menghancurkan benteng pertahanan Romawi.

Muawiyah terkenal karena toleransinya. Meski banyak anggota keluarga Bani Umayyah yang tewas saat
mereka masih menentang Nabi Muhammad, Muawiyyah tidak menuntut balas dendam pada para
sahabat. Muawiyah juga memberi kebebasan beribadah kebada orang Kristen dan Yahudi, dan memberi
tempat bagi mereka di pemerintahan.

Prestasi Muawiyah bin Abu Sufyan sesudah menjadi khalifah:

1. Mendirikan kota Kairouan di Tunisia

2. Membangun angkatan laut kekhalifahan

3. Menyerang kota Konstantinopel


4. Menerapkan toleransi beragama

3. Islam masuk ke Andalusia tahun 92 H. Saat itu Andalusia dikuasai oleh orang-orang Goth (Gothic).
Dipimpin oleh Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad, kaum muslimin yang berada di Afrika Utara
memasuki benua biru tersebut. Sejak awal masuk dan menguasai Andalusia, umat Islam langsung
membangun pondasi-pondasi peradaban. Hingga Andalusia menjadi Menara ilmu dan agama di jantung
Eropa.

Periode Pertama, Periode al-Wulat (Para Gubernur) 92-138 H.

Dalam kamus sejarah, periode pertama ini dikenal dengan istilah periode wulat. Wulat adalah jamak dari
kata wali (pemimpin). Periode ini dimulai sejak penaklukkan Andalusia hingga berakhirnya Daulah Bani
Umayyah. Pada awalnya, Andalusia adalah wilayah kekuasaan Daulah Umayyah yang ber-ibu kota di
Damaskus. Di masa ini, Andalusia dipimpin sebanyak 23 gubernur Umayah. Kondisi awal ini adalah
kondisi babat alas. Sampai-sampai sebagian gubernurnya gugur di medan jihad Eropa. Baik untuk
mempertahankan wilayah maupun untuk perluasan. Periode ini ditandai dengan beberapa peristiwa
penting. Di antaranya:

Pertama: Merebaknya Isu Rasisme

Periode pertama ini ditandai dengan merebaknya sensitivitas ras di tengah pasukan perang. Antara ras
Arab yang terdiri dari kabilah Qays, Yaman, dan wilayah lainnya. Dengan orang-orang Berber penghuni
asli Afrika Utara. Isu ini menimbulkan permasalahan serius. Sampai mengakibatnya perang saudara. Dan
tidak sedikit nyawa yang melayang. Gara-gara pertikaian ini, wilayah-wilayah utara Andalusia pun
terlepas dari kekuasaan kaum muslimin. Pertikaian seperti ini menjadi sebab terbesar yang membuat
runtuhnya Islam di Andalusia.

Kedua: Tersebarnya pemikiran Khawarij.

Masuknya pemikiran Khawarij dari Timur Tengah menuju Maroko dan Andalusia. Bani Umayyah terus
menekan kelompok Khawarij dari Timur Tengah. Mereka pun melarikan diri menuju Afrika Utara.
Kemudian mereka rangkul orang-orang Berber yang merasa tersubordinasi (direndahkan). Dengan
tersebarnya paham Khawarij, muncullah pemberontakan. Pembangunan menjadi lambat. Karena
ketidak-stabilan negara.

Ketiga: Habis Energi Untuk Perancis

Pada periode ini, umat Islam berulang kali umat Islam berusaha menaklukkan Perancis. Namun gagal.
Puncaknya pada tahun 114 H, saat terjadi Perang Balath Syuhada. Sejumlah besar kaum muslimin gugur
dalam perang ini. Hingga dinamakan Balath Syuhada (rumah para syahid). Di antara mereka yang gugur
adalah seorang tabi’in Abdurrahman al-Ghafiqi.

Periode Kedua, Periode Daulah Umayyah II (138 – 238 H)


Periode ini adalah respon terhadap runtuhnya Daulah Umayyah di Damaskus. Kerajaan besar itu runtuh
dikalahkan orang-orang Abbasiyah. Setelah runtuh di Damaskus, klan Bani Umayyah mengalami
pembantaian besar-besaran. Tapi ada tokoh muda mereka yang selamat. Namanya Abdurrahman. Kelak
ia dikenal sebagai Abdurrahman ad-Dakhil. Ia melarikan diri ke Andalusia. Kemudian berhasil
mengkonsolidasi sisa-sisa kekuatan Umayyah di sana. Akhirnya, di usia yang sangat muda, 25 tahun, ia
berhasil mendirikan Daulah Umayyah II di Andalusia.

Berdiri pada tahun 138, selama 100 tahun kedepan kerajaan ini dibangun oleh empat orang raja.
Mereka adalah Abdurrahman yang mendapat laqob ad-Dakhil. Kemudian anaknya yang bernama
Hisyam. Setelah itu, cucunya yang bernama al-Hakam. Beriktunya, cicitnya yang juga bernama
Abdurrahman. Masa ini adalah masa keemasan Daulah Bani Umayyah II di Andalusia. Di masa ini
terdapat beberapa peristiwa penting. Di antaranya:

Pertama: Pemberontakan yang terjadi berulang kali.

Pemberontakan di masa ini dipimpin oleh kabilah-kabilah Arab yang menolak tunduk pada Daulah
Umayyah II yang berpusa di Cordoba. Pemberontakan-pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh
Abdurrahman ad-Dakhil.

Kedua: Serangan Dari Abbasiyah.

Setelah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah di Damaskus, Daulah Abbasiyah yang berpusat di
Baghdad ingin menuntaskan misi mereka. Mereka juga hendak menaklukkan Daulah Umayyah yang baru
berdiri di Andalus. Namun semua usaha yang mereka lakukan berakhir gagal.

Ketiga: Serangan Kerajaan Eropa

Melihat kuatnya negara Islam di Andalusia, kerajaan-kerajaan Eropa tak tinggal diam. Mereka
mengadakan perlawanan. Di antaranya kerajaan Aragon dan Lyon. Mereka berupaya mengembalikan
kekuasaan leluhur mereka, namun mereka bukanlah tandingan Daulah Umayyah kala itu.

Keempat: Masa Kejayaan

Abdurrahman ad-Dakhil berhasil membangun kerajaan yang kuat. Pemerintahan yang stabil dan kokoh.
Militer yang disegani. Dan markas-markas angkatan bersenjata yang strategis. Kemudian kekuatan itu ia
wariskan kepada anak-anaknya

Kelima: Pembangunan Yang Pesat

Di masa ini, khususnya di masa Abdurrahman II, terjadi pembangunan yang pesat. Kemakmuran
tersebar. Bahkan sebagian hidup dengan mewah. Masa kejayaan ini lama-kelamaan membuat lalai.
Muncullah tempat-tempat musik dan aktivitas yang sia-sia.

Keenam: Muncul seruan pemberontakan terhadap Daulah Umayyah II.

Periode Ketiga, Kemunduran Tahap Pertama (238-300 H)


Setelah muncul pemimpin-pemimpin kuat dan negara yang maju, sunnatullah berjalan. Tidak selamanya
kejayaan itu hadir. Demikian juga dengan Daulah Umayyah II di Andalusia. Pada tahun 238 H, periode
kemunduran dimulai. Inilah tahap pertama dari kemunduran umat Islam di Andalusia.

Di masa ini Daulah Umayyah II dipimpin oleh tiga orang raja. Tiga orang raja ini menghadapi
pembeontakan di wilayah perbatasan. Mulailah muncul bayangan gelap di kerajaan Islam itu. Di antara
peristiwa penting di masa ini adalah:

Pertama: Terjadi Disintegrasi

Banyak wilayah menyatakan merdeka dari kekuasaan Daulah Umayyah di Cordoba. Terutama wilayah
utara dan selatan.

Kedua: Muncul Kembali Isu Ras.

Konflik antara ras Arab dan Berber kembali muncul. Khususnya di wilayah bagian selatan kerajaan.

Ketiga: Muncul Pemberontakan dari Keturunan Arab

Muncul pemberontakan dari orang-orang keturunan Arab. Mereka adalah orang-orang Spanyol yang
merupakan keturunan dari pernikahan orang Arab dan Berber. Keturunan Arab dan Berber yang
memeluk Islam disebut al-Maulud. Sedangkan keturunan mereka yang tetap memegang agama Nasrani
dikenal dengan al-Musta’rob. Kelompok terakhir inilah yang kemudian menjadi duri dalam daging dalam
sejarah umat Islam di Andalusia.

Periode Keempat, Kembali Masa Kejayaan (300-368 H)

Periode keempat ini Daulah Umayyah II memperpanjang nafas kejayaan mereka. Namun tak berjalan
lama, hanya enam puluh delapan tahun saja. Hanya dua raja yang berkuasa di masa ini, Abdurrahaman
an-Nashir dan putranya, al-Hakam al-Mustanshir. Abdurrahman an-Nashir berhasil mengembalikan
kejayaan Islam di Andalusia setelah kelesuan yang terjadi sebelumnya. Ia juga menjalin kembali
persatuan yang sebelum terkoyak.

Karena kekuatan yang besar dan legalitas yang kuat, Abdurrahman an-Nashir sampai disebut sebagai
seorang khalifah. Ia berhasil memperluas wilayah, memajukan kerajaan, dan menyebarkan ilmu.

Periode Kelima, Masa al-Hajib al-Manshur (368-399 H)

Masa ini adalah periode terbaik yang belum pernah dicapai di masa-masa sebelumnya. Pada masa ini,
orang yang menjalankan pemerintahan adalah al-Hajib al-Manshur bin Abi Amir. Sementara Khalifah
Hisyam hanya sebagai simbol semata. Hal ini disebabkan usianya yang masih begitu muda. Ia masih
anak-anak yang berusia 10 tahun saat sang ayah, al-Hakam al-Mustanshir, wafat.

Al-Manshur adalah pemimpin terbesar dan terkuat yang pernah memimpin Andalusia. Kehebatannya
melebihi Abdurrahman ad-Dakhil sekalipun. Jihad fi sabilillah begitu kuat di zaman ini. Al-Manshur
memimpin hingga 50 pertempuran melawan Nasrani Spanyol. Tak sekalipun ia mengalami kekalahan.
Untuk pertama kalinya seluruh wilayah Spanyol dikuasai oleh kaum muslimin. Dengan pencapaian yang
demikian hebat, masih saja ada orang yang tak mendukungnya. Bahkan memeranginya.

Pada tahun 392 H, al-Hajib al-Manshur wafat. Kedudukannya digantikan oleh anaknya, Abdul Malik.
Sang anak pun sukse meneruskan pemerintahan ayahnya hingga tahun 399 H. Setelah itu Andalus
dirasuki oleh kemunafikan dan kegelapan dalam masa yang panjang.

4.. Agama Islam pertama kali lahir di Mekkah, Arab Saudi. Para pemeluknya menyebarkan agama Islam
lewat berbagai jalur. Salah satu teori menyebutkan bahwa agama Islam di Indonesia masuk lewat jalur
perdagangan. Ketika Islam menyebarkan agama dan kebudayaannya ke Indonesia, prosesnya cenderung
berjalan dengan damai. Karena itu, raja hingga rakyat biasa menerimanya dengan hangat.

Selain perdagangan, ada saluran lain yang menyebabkan agama Islam dapat masuk dan berkembang di
Indonesia. Saluran tersebut di antaranya adalah saluran perkawinan, pendidikan, dan seni budaya.

Ada teori-teori yang menyebutkan tentang asal penyebar Islam di Indonesia, yaitu teori Gujarat, teori
Arab, dan teori Persia.

Teori Gujarat ini diajukan oleh kalangan sejarawan Belanda, seperti Jan Pijnappel, Snouck Hurgronje,
dan Jean Piere. Menurut teori ini, penyebar Islam di Indonesia berasal dari Gujarat (India) antara abad
ke-7 hingga abad ke-13 M. Kalangan yang berperan khususnya adalah para pedagang. Sejak abad ke-7,
mereka telah memeluk Islam dan di tengah kegiatannya berdagang, mereka turut mengenalkan agama
Islam, termasuk di Indonesia.

Sementara itu, teori Arab diajukan oleh Jacob Cornelis van Leur dan Buya Hamka. Teori ini menyebutkan
bahwa pengaruh Islam dibawa langsung oleh pedagang Arab sekitar abad ke-7. Teori Arab didukung
dengan adanya pemukiman Islam di Barus, pesisir barat Sumatera, di abad ke-7. Ada pula nisan pada
makam wanita di Gresik, Jawa Timur, yang ditulis dengan huruf Arab bergaya Kufi.

Teori lainnya adalah teori Persia yang didukung oleh Hoesein Djajadiningrat. Teori ini berpendapat
bahwa pengaruh Islam di Indonesia dibawa masuk oleh orang-orang Persia sekitar abad ke-13. Argumen
yang diajukan oleh teori ini adalah terdapat kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara
masyarakat Persia dan Indonesia, seperti peringatan 10 Muharram, kesamaan ajaran sufi, kesamaan
seni kaligrafi pada nisan makan, dan terdapat perkampungan Leran yang sempat menjadi perintis
penyebaran Islam di Jawa.

Perkembangan agama Islam di Indonesia semakin pesat dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.
Perkembangan kerajaan Islam di Indonesia berlangsung antara abad ke-13 hingga abad ke-18. Kerajaan
tersebut dapat dibagi berdasarkan lokasi pusat pemerintahan mereka, yaitu di Sumatera, Jawa,
Sulawesi, dan Maluku.

Kerajaan Islam yang didirikan pertama kali adalah Kerajaan Perlak. Bukti sejarah yang menunjukkan
terdapat masyarakat dan kerajaan Islam dilaporkan oleh Marco Polo dari Venesia yang singgah di
Kerajaan Perlak dalam perjalanan pulang ke Italia tahun 1292. Di perlak, Marco Polo juga menjumpai
adanya penduduk yang telah memeluk Islam dan pedagang Islam dari India yang menyebarkan agama
Islam.

Menyusul Kerajaan Perlak, berdiri pula Kerajaan Samudra Pasai. Bukti sejarah adanya kerajaan ini ditulis
oleh Ibnu Batutah, seorang utusan kerajaan Delhi ke Tiongkok. Dalam perjalanan dari India ke Tiongkok,
Ibnu Batutah singgah di Samudra Pasai dan mengunjungi istana Sultan Malik Az-Zahir. Dari hasil
kunjungannya ke kerajaan Islam di Samudra Pasai, diketahui bahwa Samudra Pasai merupakan
pelabuhan penting tempat kapal-kapal India dan Tiongkok berlabuh.

Selain kedua kerajaan tersebut, kerajaan Islam lain yang pernah berdiri di Indonesia di antaranya adalah
Kerajaan Demak, Kerajaan Banten, Kerajaan Mataram, Kerajaan Makassar, Kerajaan Ternate, Kerajaan
Tidore, dan Kerajaan Aceh Darussalam.

Anda mungkin juga menyukai