Anda di halaman 1dari 14

Ahda Fithriani, Penghalang Kewarisan dalam Pasal 173 Huruf (a) Kompilasi Hukum Islam 93

PENGHALANG KEWARISAN DALAM PASAL 173 HURUF (a) KOMPILASI


HUKUM ISLAM

Oleh:
Ahda Fithriani
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Antasari,
Jl. Jenderal Ahmad Yani Km 4,5 Banjarmasin
Email: ahda_fithriani@yahoo.co.id

Abstract: The presence of Article 173 (a) Compilation of Islamic Law brought changes in Indonesia
because Islamic inheritance particularly attempted murder and persecution to enter weight as a barrier
inheritance. Previously, jurists agreed only three things that make an unobstructed heir to inherit that
slavery, religious differences, and murder. Through the viewpoint of Islamic law, attempted murder and
persecution weight of a renewal in Islamic law which is supported by one of the methods of ijtihad is
sadd al-zari'at. Methods sadd al-zari'at closed the road for someone to expedite the distribution of the estate
with attempted murder and severe persecution against muwarris. Through this method, the inheritance
rights of the offender will be hindered because of his actions.

Abstrak: Kehadiran pasal 173 huruf a Kompilasi Hukum Islam membawa perubahan dalam kewarisan
Islam khususnya Indonesia karena memasukkan percobaan pembunuhan dan penganiyaan berat sebagai
penghalang kewarisan. Sebelumnya, fuqaha hanya menyepakati tiga hal yang menjadikan seorang ahli waris
terhalang untuk mendapatkan warisan yaitu perbudakan, perbedaan agama, dan pembunuhan. Melalui
sudut pandang hukum Islam, percobaan pembunuhan dan penganiyaan berat merupakan pembaharuan
dalam hukum Islam yang didukung oleh salah satu metode ijtihad yaitu sadd al-zari’at. Metode sadd al-
zari’at menutup jalan bagi seseorang untuk mempercepat pembagian harta warisan dengan melakukan
percobaan pembunuhan dan penganiyaan berat terhadap muwarrisnya. Melalui metode ini maka hak
waris pelaku akan terhalang karena perbuatannya tersebut.

Kata Kunci: Penghalang, kewarisan, percobaan, pembunuhan, penganiyaan

Pendahuluan
Al Qur’an sebagai kitab suci umat Islam Prodjodikoro, waris adalah berbagai aturan tentang
memuat petunjuk-petunjuk untuk kehidupan dunia perpindahan hak milik seseorang yang telah
dan akhirat yang sebagian besar dijelaskan secara meninggal dunia kepada ahli warisnya.2 Dalam
global. Di dalamnya terdapat hukum-hukum yang istilah lain, waris disebut juga dengan faraidh yang
menjadi landasan umat Islam. Namun, diantara artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama
berbagai permasalahan hukum yang dijelaskan Islam kepada semua yang berhak menerimanya.3
dalam Al quran, terdapat satu permasalahan hukum Kata al-faraidh ini dalam bahasa Arab menunjukkan
yaitu mengenai aturan pembagian harta warisan jama’ dari mufradnya al-faridhah yang bermakna al-
yang diuraikan secara terperinci. mafrudhah atau sesuatu yang diwajibkan. Artinya,
Kata “warits” dari ‘yaritsu-irtsan-wamiratsan’ pembagian yang telah ditentukan kadarnya.4
terdapat dalam Al Quran surah An-Naml: 16 “Dan Dari beberapa definisi waris di atas, dapat
Sulaiman telah mewarisi Daud ....1 disimpulkan bahwa ilmu waris atau ilmu faraidh
Arti “mirats” menur ut bahasa adalah
2
berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada Wirjono Prodjodikoro, Hukum Waris Indonesia, (Bandung:
Sumur Bandung, 1991) hal 13
orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum 3
Mohammad Rifa’i, Kifayatul Akhyar, (Semarang: Toha
lainnya. Mengutip definisi yang diberikan Wirjono Putra, 1978), hal 242
1 4
Departemen Agama RI, AL-Qur’an dan Terjemahnya, Wahidah, Al-Mafqud: Kajian Tentang Kewarisan Orang
(Jakarta: CV. Naladana, 2004) Hilang, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008), hal 2

93
94 SYARIAH Jurnal Ilmu Hukum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 93-106

adalah pengetahuan yang membahas seluk beluk “Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta
pembagian harta waris, ketentuan ahli waris, dan yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat,
bagian-bagiannya. kami jadikan pewaris-pewarisnya dan (jika ada)
orang-orang yang kamu telah bersumpah setia
Ketentuan dari waris mewarisi ini adalah
dengan mereka, maka berilah kepada mereka
manifestasi dari pengakuan adanya hak milik bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan
perorangan, baik terhadap harta bergerak maupun segala sesuatu.
tidak bergerak karena secara otomatis hukum waris Asas terpenting dalam ilmu waris adalah
mengakui adanya perpindahan hak dan kepemilikan asas ‘adalah yakni prinsip keadilan. Ciri keadilan
si pewaris kepada ahli warisnya, ketika terjadi Allah adalah tidak melalaikan dan mengabaikan
peristiwa kematian.5 hak setiap ahli waris. Bahkan dengan aturan yang
Penyelesaian hak-hak dan kewajiban sebagai sangat jelas dan sempurna, Allah menentukan
akibat dari adanya peristiwa hukum kematian pembagian hak setiap ahli waris dengan adil dan
maka harta peninggalan seseorang akan diatur penuh kebijaksanaan. Allah menetapkan hal
oleh hukum kewarisan. Oleh karena itu, perlu itu dengan tujuan mewujudkan keadilan dalam
pengaturan kewarisan menetapkan secara rinci kehidupan manusia, meniadakan kezaliman laki-
agar tidak ada perselisihan antara sesama ahli waris laki atas perempuan, menutup rapat-rapat ruang
sepeninggal orang yang hartanya diwarisi.6 gerak para pelaku kezaliman dan membangkitkan
Syariat Islam telah menetapkan aturan semangat persamaan derajat untuk semua manusia
waris dengan bentuk yang sangat teratur dan yang hidup di muka bumi.7
adil. Di dalamnya ditetapkan perpindahan hak Untuk memperoleh harta warisan tersebut,
dan kepemilikan harta bagi semua warisnya, baik harus ada sebab-sebab seseorang berhak menerima
laki-laki maupun perempuan, besar ataupun kecil, warisan yaitu adanya pertalian nasab baik bersifat
sedikit ataukah banyak harta yang ditinggalkan lurus ke bawah, ke atas, ataupun menyamping.
kerabat (pewarisnya), sebagaimana disebutkan Selain itu, hubungan perkawinan juga menjadi
dalam firman-Nya: sebab seseorang menerima warisan.
Namun, seorang ahli waris tidak akan
memperoleh harta warisan apabila dalam dirinya
terdapat hal-hal yang menjadi penghalang dalam
menerima harta warisan. Dalam faraidh, penghalang
tersebut dinamakan dengan mawani’ al-irtsi. Kata
mawani’ adalah bentuk jamak dari mani’ yang
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta menurut etimologi berarti pengahalang di antara
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi dua hal dan terminology berarti sesuatu yang
orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta mengharuskan ketiadaan sesuatu yang lain.
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik Orang yang terhalang mewarisi disebut
sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
dengan mamnu’ atau mahrum. Istilah tersebut
ditetapkan.”
harus dibedakan dengan istilah mahjub yang juga
Selain itu, terdapat ayat-ayat lain yang berkaitan
mempunyai arti sama dengan mamnu’ atau mahrum.
dengan masalah kewarisan baik secara langsung
Perbedaan keduanya terletak pada kemutlakan tidak
maupun tidak langsung di dalam Al Qur’an,
memperoleh harta warisan. Mahjub adalah ahli waris
diantaranya:
yang terhalang mendapat warisan karena adanya
ahli waris lain yang lebih dekat kekerabatannya
dengan pewaris. Ahli waris yang mahjub sifatnya
hanya sementara karena apabila ahli waris yang
menghalanginya sudah tidak ada maka ia akan
$%%& "# ! tampil sebagai ahli waris. Adapun mamnu’ atau
5
mahrum adalah ahli waris yang terhalang karena
Ibid
6
Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Kewarisan, Hukum
kedudukannya yang diharamkan oleh Islam dan ini
Perkawinan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat berlaku selamanya.
7
Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1990), hal Beni Ahmad Saebani, Fikih Mawaris, (Bandung: Pustaka
993 Setia, 2000), hal 75.
Ahda Fithriani, Penghalang Kewarisan dalam Pasal 173 Huruf (a) Kompilasi Hukum Islam 95

Penghalang warisan (mamnu’/mahrum)


‫ﻋﻦ ﻋﻤﺮو ﺑﻦ ﺷﻌﻴﺐ ﻋﻦ اﺑﻴﻪ ﻋﻦ ﺟﺪﻩ ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ‬
mengakibatkan gugurnya hak ahli waris untuk
menerima harta warisan dari harta peninggalan
‫ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻟﻴﺲ ﻟﻠﻘﺘﺎل ﻣﻦ اﳌﲑاث ﺷﻲء‬
pewaris walaupun jarak kekerabatannya dengan si “Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari
pewaris sangat dekat seperti anak yang membunuh kakeknya berkata ia: berkata Rasulullah saw:
orang tuanya atau anak yang berbeda agama dengan “Tidak ada hak bagi pembunuh sedikitpun untuk
orang tuanya yang meninggalkan harta warisan mewarisi”9
tersebut. Selain itu, Ibnu Abbas juga meriwayatkan
Para ulama mazhab sepakat bahwa ada tiga sebuah hadis yang berbunyi:
hal yang menghalangi warisan yaitu perbudakan, ‫ﻣﻦ ﻗﺘﻞ ﻗﺘﻴﻼ ﻓﺈﻧﻪ ﻻﻳﺮﺛﻪ وان ﱂ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ وارث ﻏﲑﻩ وان ﻛﺎن ﻟﻪ‬
perbedaan agama, dan pembunuhan. Para faradhiyun ‫وﻟﺪﻩ ﻓﻠﻴﺲ ﻟﻘﺎﺗﻞ ﻣﲑاث‬
telah bulat pendapatnya untuk menetapkan
perbudakan itu adalah suatu hal yang menjadi “Barang siapa membunuh seorang korban,
pengahalang waris mewarisi berdasarkan adanya maka ia tidak dapat mempusakainya walaupun
si korban tidak mempunyai ahli waris selainnya
petunjuk umum dari suatu nash yang sharih yang
dan jika si korban itu bapaknya atau anaknya,
menafikan kecakapan bertindak seorang budak maka bagi pembunuh tidak berhak menerima
dalam segala bidang yang termaktub dalam firman harta peninggalan”
Allah surah An-Nahl: 75 berikut: Beberapa hadis tersebut menjelaskan
bahwa pembunuhan pewaris menghalangi yang
bersangkutan mewarisi harta warisan pewaris yang
dibunuh. Kaitannya dengan beberapa hadis di atas
adalah kaidah fiqhiyah berikut:
!"# ‫ﻣﻦ اﺳﺘﻌﺠﻞ اﻟﺸﻲء ﻗﺒﻞ اواﻧﻪ ﻋﻮﻗﺐ ﲝﺮﻣﺎﻧﻪ‬
Allah membuat perumpamaan dengan seorang “Barang siapa ingin mempercepat mendapatkan
hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat sesuatu sebelum waktunya maka ia dikenakan
bertindak terhadap sesuatupun dan seorang sanksi tidak boleh mnedapatkannya”10
yang kami beri rezki yang baik dari kami, lalu Fuqaha sepakat dalam menetapkan
dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara bahwa pembunuhan itu menurut prinsipnya
sembunyi dan secara terang-terangan, Adakah menjadi penghalang mewarisi, namun mereka
mereka itu sama? segala puji hanya bagi Allah, memperselisihkan macam-macam pembunuhan
tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui.
yang bisa dikategorikan sebagai penghalang
Berkaitan dengan adanya perbedaan agama, mewarisi.
para ulama mazhab sepakat bahwa non muslim Ulama Hanafiyah menentukan bahwa
tidak bisa mewarisi muslim. Walaupun masih pembunuhan yang dapat menggugurkan hak
terdapat perbedaan pendapat terkait apakah seorang waris adalah semua jenis pembunuhan yang wajib
muslim bisa mewarisi non muslim. membayar kafarat. Adapun ulama Malikiyah
Halangan mewarisi yang ketiga adalah pembunuhan berpendapat hanya pembunuhan yang disengaja
terhadap pewaris. Sangat beralasan jika seseorang atau yang direncanakan yang dapat menggugurkan
pembunuh tidak berhak atas harta yang ditinggalkan hak waris. Ulama Hanabilah berpendapat bahwa
oleh orang yang dibunuhnya. Ahli waris ini ingin pembunuhan yang dinyatakan sebagai penggugur
mempercepat memperoleh harta warisan dengan hak waris adalah setiap jenis pembunuhan yang
cara yang sangat tidak dibenarkan oleh hukum mengharuskan pelakunya diqishash, membayar diyat,
manapun baik hukum agama maupun hukum yang atau membayar kafarat. Sedangkan ulama Syafi’iyah
dibuat oleh manusia. Jumhur ulama telah sepakat berpendapat bahwa pembunuhan dengan segala
untuk menetapkan bahwa pembunuhan itu pada cara dan macamnya tetap menjadi penggugur hak
prinsipnya menjadi penghalang mempusakai bagi
si pembunuh terhadap harta peninggalan orang 9
Abi Bakar bin Husein bin Ali Al-Baihaki, Sunanul Qubra,
yang telah dibunuhnya.8 Sesuai dengan sabda Nabi juz 6 (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hal 220.
yang berbunyi : 10
H.A. Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Hukum
Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis,
8
Beni Ahmad Saebani, Op Cit, hal 115. (Jakarta: Kencana, 2006), hal 106.
96 SYARIAH Jurnal Ilmu Hukum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 93-106

waris.11 dapat dicabut kembali kecuali ada dalil yang kuat.


Pendapat terkuat adalah dari ulama Hanabilah Dicabutnya hak seseorang untuk memperoleh harta
karena pendapat mereka selaras dengan dalil- warisan karena percobaan pembunuhan ataupun
dalil yang menegaskan pembunuhan menjadi penganiayaan, apalagi memfitnah-meskipun
penghalang mewarisi di samping pendapat tiga ketiganya adalah tindak kejahatan-tidak serta
mazhab yang lain. merta dapat menghilangkan hak seseorang dalam
Berbeda dengan ketentuan di atas yang kewarisan.
menjelaskan bahwa salah satu penghalang menerima
waris karena alasan pembunuhan, Kompilasi Pokok Bahasan
Hukum Islam (KHI) yang substansinya mengacu Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini
kepada berbagai literature fikih, justru menyatakan ingin mengetahui alasan atau dasar hukum dari
bahwa bukan saja pembunuhan yang dapat menjadi perumusan pasal penghalang kewarisan khususnya
penghalang mewarisi, namun juga kepada perbuatan pasal 173 huruf (a) kemudian akan ditelaah dari
percobaan pembunuhan.12 sudut pandang hukum Islam.
Sejauh ini, kehadiran KHI diharapkan Penelitian ini bersifat studi kepustakaan
menjadi pedoman dan acuan bagi setiap Pengadilan (library research) yang sifatnya deskriptif analisis
Agama dalam wilayah hukum Indonesia untuk yang berdasarkan pada kajian teks. Metode ini
menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan diperlukan untuk menggali data, fakta, serta
kepadanya, tidak terkecuali dalam masalah kewarisan teori yang membuat suatu kepercayaan itu benar.
yang tertuang dalam buku II nya memuat tentang Pendekatan yang digunakan adalah adalah normative
halanagn mewarisi yaitu dalam pasal 173 yang legal research yaitu penelaahan hukum normative
berbunyi: “seorang terhalang menjadi ahli waris dengan memusatkan kajian pada interpretasi teks
apabila dalam putusan hakim yang telah mempunyai Kompilasi Hukum Islam khususnya pasal 173
kekuatan hukum tetap, dihukum karena: a) huruf (a).
dipersalahkan telah membunuh atau mencoba
membunuh atau menganiaya berat para pewaris; b) Penghalang Kewarisan dalam Hukum Waris
dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan Islam
pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu Ulama Hanafiyah menyebutkan ada empat
kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun macam penghalang kewarisan yang masyhur yaitu
penjara atau hukuman yang lebih berat. perbudakan, pembunuhan, perbedaan agama,
Berdasarkan pasal di atas, tertera jelas bahwa dan perbedaan negara. Al-Quduri menambahkan
KHI menyatakan bahwa bukan hanya pembunuhan murtad dalam penghalang kewarisan.13 Sementara
yang mengahalani kewarisan namun juga perbuatan itu ada juga yang menambahkan ketidaktahuan
percobaan pembunuhan. Perbuatan percobaan waktu kematian seperti peristiwa kebakaran atau
pembunuhan belum mengakibatkan kepada tenggelam, dikarenakan salah satu syarat kewarisan
hilangnya nyawa seseorang. Selain itu, penganiyaan adalah hidupnya ahlli ketika pewaris meninggal
berat dan memfitnah pewaris pun juga termasuk dunia dan waris mewarisi tidak bisa dilaksanakan
dalam halangan mewarisi. bila ada keraguan.
Adapun dalam beberapa literature fikih Selain itu, ketidaktahuan ahli waris juga
hanya ada tiga hal yang mengakibatkan seseorang dimasukkan dalam kategori penghalang kewarisan
terhalang mewarisi atau gugur haknya sebagai yang terdapat dalam beberapa hal diantaranya
ahli waris yaitu perbedaan agama, perbudakan, sebagai berikut:14
dan pembunuhan. Pembunuhan yang dimaksud 1. Seorang wanita yang mengasuh bayi orang
adalah pembunuhan yang disengaja sedangkan lain dan juga bayinya sendiri. Wanita tersebut
pembunuhan yang tidak disengaja masih menjadi meninggal dunia dan tidak diketahui yang
perdebatan yang berujung pada khilafiyah di mana anaknya diantara dua bayi tersebut,
kalangan fuqaha. maka tidak ada yang mewarisi diantara
Kewarisan adalah hak seseorang yang telah keduanya.
ada ketetapannya dalam Al Qur’an dan tidak 13
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, juz x,
11
Ibid. (Dmsyk: Dar al-Fikr, 1997), hal 7710.
12 14
Lihat pasal 173 Kompilasi Hukum Islam Ibid.
Ahda Fithriani, Penghalang Kewarisan dalam Pasal 173 Huruf (a) Kompilasi Hukum Islam 97

2. Seorang yang muslim dan seorang yang Sebagaimana firman Allah dalam surah An-
kafir menyewa satu orang pengasuh untuk Nahl ayat 75 yang dijadikan petunjuk umum dari
anak mereka sampai mereka dewasa. Tidak suatu nash yang sharih yang menafikan kecakapan
diketahui yang mana anak dari si muslim bertindak seorang hamba sahaya dalam segala
dan yang mana anak si kafir, sedangkan bidang yaitu sebagai berikut:
kedua anak tersebut muslim. Maka, kedua
anak tersebut tidak bisa mewarisi dari orang
tuanya masing-masing
Sebagian ulama Hanafiyah menyebutkan ada
sepuluh penghalang kewarisan yaitu perbedaan !"#
agama, perbudakan, pembunuhan sengaja, li’an,
zina, keraguan dalam menentukan kematian “Allah membuat perumpamaan dengan seorang
muwarris, kehamilan, keraguan tentang hidupnya hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat
seeorang anak, keraguan dalam menentukan bertindak terhadap sesuatupun dan seorang
kematian yang lebih dulu antara muwarris dan yang kami beri rezki yang baik dari kami, lalu
dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara
ahli waris, dan keraguan dalam menentukan jenis
sembunyi dan secara terang-terangan, Adakah
kelamin laki-laki atau perempuan.15 mereka itu sama? segala puji Hanya bagi Allah,
Adapun ulama Syafi’iyah dan Hanabilah tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui.”
menyebutkan hanya ada tig a penghalang Seorang hamba sahaya atau budak tidak dapat
kewarisan yaitu perbudakan, perbedaan agama, bertindak terhadap sesuatu apapaun karena ia
dan pembunuhan. Namun, ada beberapa ulama berada di bawah kekuasaan tuannya. Ia tidak cakap
Syafi’iyah yang menambahkan tiga lagi penghalang mengurusi hak milik kebendaan dengan jalan apa
kewarisan yaitu pertama, perbedaan kekafiran saja. Dalam soal pusaka mempusakai terjadi di satu
antara kafir dzimmi dan kafir harabah (kafir dzimmi pihak melepaskan hak milik kebendaan dan di satu
dan kafir harabah tidak saling mewarisi karena pihak yang lain menerima hak milik kebendaan.
putusnya tali perwalian antara mereka); kedua, Oleh karena itu, terhalangnya budak dalam pusaka
riddah.16 Orang yang murtad tidak bisa mewarisi mempusakai dapat ditinjau dari dua jurusan yaitu
harta orang yang muslim ataupun kafir, harta yang mempusakai harta peninggalan dari ahli warisnya
dimilikinya pun tidak bisa diwarisi dan diserahkan dan mempusakakan harta peninggalan kepada ahli
kepada baitul mal. warisnya.18
Pada dasarnya, halangan mewarisi yang Seorang budak tidak mempusakai harta
disepakati oleh fuqaha ada tiga macam yaitu peninggalan ahli warisnya karena pertama, ia
perbudakan, berbeda agama, dan pembunuhan. dipandang tidak cakap mengurusi harta milik, dan
Perbudakan menjadi halangan mewarisi bukanlah kedua, status kekeluargaannnya terhadap kerabat-
karena status kemanusiannya, tetapi semata-mata kerabatnya sudah putus karenanya ia sudah menjadi
karena status formalnya sebagai hamba sahaya orang asing bagi keluarganya.19 Oleh karena itu,
(budak). Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang apabila seorang hamba sahaya meninggal dan
budak terhalang untuk menerima warisan karena mempunyai harta peninggalan, maka hartanya itu
ia dianggap tidak cakap melakukan perbuatan tidak dapat diwariskan kepda ahli warisnya sendiri
hukum. 17 karena ia dianggap melarat dan tidak mempunyai
15
Wahbah Zuhaili, Op Cit harta peninggalan sedikitpun. Pada dasarnya, segala
16
Fa’il dari riddah adalah murrtad yaitu orang yang sesuatu yang dimiliki oleh seorang budak adalah
meninggalkan agama Islam dan memeluk agama lain milik tuannya sehingga ia tidak mewarisi ataupuan
atau tidak beragama sama sekali yang biasanya disebut mewariskan apa yang ada padanya.
istilah atheis
17
Budak dibagi dalam lima macam yaitu (1) budak mudabbar (budak yang kebebasannya tergantung kematian
Qinnan (budak murni), (2) budak muba’ad (setengah tuannya, status kebudakannya kekal selama tuannya
budak setengah merdeka), (3) budak mukatab (budak masih hidup), (5) ummu al-walad (budak perempuan yang
yang berusaha memerdekakan dirinya sendiri dengan kekal menjadi milik tuannya sampai tuannya meninggal).
18
kesanggupan untuk membayar angsuran sejumlah uang Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT. Al-Ma’arif,
atau melalui suatu pekerjaan, menurut perjanjian yang 1975), hal 84
19
telah disepakati antara dirinya dan tuannya), (4) budak Ibid.
98 SYARIAH Jurnal Ilmu Hukum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 93-106

Secara yuridis, hamba sahaya dipandang tidak anak-anaknya yang kafir yaitu ‘Uqail dan Thalib,
cakap melakukan perbuatan hukum karena hak-hak sedangkan anak-anaknya yang sudah masuk Islam
kebendaannya ada pada tuannya sehingga ia tidak tidak diberi bagian oleh Nabi.24
bisa menerima bagian warisan dari tuannya. Sebagai Penghalang kewarisan ketig a adalah
“harta” milik tuannya tentu ia tidak bisa memiliki pembunuhan. Jumhur ulama sepakat bahwa
dan dimiliki karena yang memiliki hanyalah ahlli waris yang membunuh muwarrisnya menjadi
yang berstatus merdeka yaitu tuannya. Bahkan, terhalang menerima warisan karena haknya sebagai
hubungan kekerabatan budak dengan saudaranya ahli waris telah gugur disebabkan perbuatan
atau kerabatnya sendiri terputus karena statusnya pembunuhan tersebut. Pembunuhan terhadap calon
sebagai hamba sahaya tersebut.20 muwarris25nya adalah perbuatan yang memutuskan
Penghalang kewarisan kedua adalah perbedaan tali silaturrahmi di antara mereka sebagai kerabat.
agama. Berbedanya agama antara muwarris dengan Hubungan kekerabatan adalah salah satu penyebab
ahli warisnya yang beragama Islam dengan agama terjadinya hubungan waris mewarisi diantara
lainnya menjadi penghalang dalam kewarisan muwarris dan ahli warisnya.26
berdasarkan kesepakatan mazhab hanafi, mazhab Pembunuhan adalah suatu tindak pidana
Maliki, mazhab Syafi’i, dan mazhab Hambali. kejahatan yang di dalam istilah agama disebut dengan
Seorang muslim tidak bisa mewarisi harta dari maksiat, sedangkan hak kewarisan merupakan
seorang yang kafir dan sebaliknya walaupun ada nikmat, maka dengan sendirinya maksiat tidak
hubungan kekerabatan atau perkawinan.21 Petunjuk boleh dipergunakan sebagai suatu jalan untuk
umum terkait hal ini ada pada surah an-Nisa: 141 mendapatkan nikmat.27 Membunuh muwarrisnya
yang berbunyi: disinyalir ada indikasi untuk mempercepat
terjadinya proses kewarisan. Pembunuhan sebagai
halangan mewarisi adalah salah satu cara untuk
mencegah seseorang yang ingin mempercepat
“…dan Allah sekali-kali tidak akan member jalan kepa- proses pembagian warisan dengan cara tersebut.
da orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang Jumhur ulama se pakat pembunuhan
yang beriman”
merupakan salah satu penghalang kewarisan,
Selain itu, diperkuat pula oleh hadis Nabi yang namun terdapat perbedaan pendapat mengenai
berbunyi: jenis dan macam yang menjadi penghalang
‫ﻋﻦ أﺳﺎﻣﺔ اﺑﻦ زﻳﺪ ﻗﺎل ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬ tersebut. Ulama mazhab Hanafiyah menyatakan
٢٢
‫ رواﻩ اﻟﺒﺨﺎرى‬. ‫ﻻﻳﺮث اﳌﺆﻣﻦ اﻟﻜﺎﻓﺮ وﻻﻳﺮث اﻟﻜﺎﻓﺮ اﳌﺆﻣﻦ‬ bahwa jenis pembunuhan yang menjadi halangan
mewarisi adalah 1) pembunuhan yang dapat
“Dari Usamah ibn Zaid berkata: Rasulullah diberlakukan qishas yaitu pembunuhan sengaja ,
saw bersabda ‘orang Islam tidak mewarisi harta direncanakan, dan menggunakan alat yang dapat
orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi harta menghilangkan nyawa orang lain; 2) pembunuhan
orang Islam’”. HR. Bukhari. yang hukumannya berupa kafarat yaitu pembunuhan
٢٣
‫ﻻﻳﺘﻮارث اﻫﻞ اﳌﻠﺘﲔ ﺷﱴ‬ mirip sengaja seperti seseorang sengaja memukul
atau menganiaya orang lain tanpa disertai niat dan
“Tidak dapat saling mewarisi antara dua orang
pemeluk agama yang berbeda-beda” tujuan membunuh; 3) pembunuhan khilaf yang
Nabi sendiri mempraktikkan hal tersebut terdiri dari dua macam yaitu khilaf maksud seperti
ketika membagikan warisan paman beliau Abu seseorang menembakkan peluru kepada sasaran
Thalib yang meninggal sebelum masuk Islam. Harta yang dikira binatang dan mengenai sasaran yang
peninggalan Abu Thalib hanya dibagikan kepada ternyata adalah manusia, lalu meninggal. Khilaf
kedua adalah khilaf tindakan seperti seseorang
20
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo menebang pohon yang tiba-tiba pohon tersebut
Persada, 2001), hal 39
21 24
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, juz x Ahmad Rofiq, Op. Cit, hal 36.
25
(Dmsyk: Dar al-Fikr, 1997), hal 7719 Orang yang mewariskan harta.
22 26
Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim al- Suhrawardi K. Lubis & Komis Simanjuntak, Hukum
Bukhari, Shahih Bukhari, juz IV (Beirut: Dar al-Shab, t.th) Waris Islam (Lengkap dan Praktis), (Jakarta: Sinar Grafika,
23
Abu Dawud Sulaiman al-Asy’as al-Sajistani, Sunan Abi 1999), hal 55-56.
27
Dawud, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, t.th), Ibid.
Ahda Fithriani, Penghalang Kewarisan dalam Pasal 173 Huruf (a) Kompilasi Hukum Islam 99

roboh dan menimpa keluarganya. yang berlebih-lebihan untuk membela diri.


Abd al-Qadir Audah dalam buku al- Adapun ulama Malikiyah menyatakan bahwa
Tasyri’ al-Jina’i al-Islamy memberi contoh, pembunuhan yang menjadi penghalang kewarisan
seseorang melepaskan tembakan pada suatu adalah pembunuhan sengaja, mirip sengaja, dan tidak
sasaran dengan maksud latihan, tetapi ternyata langsung yang disengaja. Sedangkan pembunuhan
mengenai keluarganya. Kekeliruan ini terletak pada yang tidak menjadi penghalang kewarisan adalah
tindakannya yaitu tidak menggenai sasaran yang pembunuhan karena khilaf, pembunuhan yang
dimaksud dan justru mengenai sasaran lain yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap melakukan
berakibat keluarganya meninggal dunia.28 Jenis perbuatan hukum, pembunuhan yang dilakukan
pembunuhan selanjutnya, 4) pembunuhan dianggap karena hak atau tugas, dan pembunuhan karena
khilaf seperti seseorang membawa barang bawaan ‘uzur uuntuk membela diri.30
yang berat, tanpa disengaja bawaan tersebut jatuh Ulama mazhab Syafi’iyah menyatakan bahwa
dan menimpa saudaranya hingga tewas. semua jenis pembunuhan merupakan penghalang
Lebih lanjut ulama Hanafiyah mengatakan mewarisi yang berlaku secara mutlak. Mereka tidak
bahwa pembunuhan tidak langsung tidak menjadi membedakan jenis pembunuhan, apakah yang
penghalang kewarisan seperti seseorang menggali dilakukan secara langsung maupun tidak langsung,
lubang di tengah jalan yang bukan miliknya beralasan atau tidak beralasan.31
sendiri dan belum mendapat izin dari pemerintah. Dasar hukum yang digunakan adalah petunjuk
Kemudian ada keluarganya yang terperosok ke umum sabda Rasulullah SAW riwayat al-Nasa’i
lubang tersebut dan meninggal. Selain pembunuhan seperti dikutip terdahulu. Selain itu, diperkuat lagi
tidak langsung, pembunuhan karena hak juga tidak bahwa tindakan pembunuhan dengan segala macam
menjadi penghalang mewarisi seperti seseorang tipenya itu memutuskan tali perwalian/hubungan
yang melakukan qishas atau untuk membela diri, kekerabatan. Hubungan kekerabatan adalah salah
kehormatan, ataupun harta milik. Sebab, larangan satu penyebab adanya kewarisan.
mempusakai itu adalah sanksi bagi pembunuhan Sedangkan ulama Hanabilah mengemukakan
yang diharamkan sedangkan pembunuhan karena pendapat yang lebih realistis yaitu bahwa
hak bukan termasuk pembunuhan yang diharamkan pembunuhan yang menjadi penghalang kewarisan
oleh syara’.29 Sebagaimana firman Allah SWT adalah pembunuhan yang diancam dengan
dalam surah Al-Isra: 33 sebagai berikut: hukuman qishas, kafarat, dan diyat yaitu pembunuhan
sengaja, mirip sengaja, dianggap khilaf, khilaf, tidak
langsung, dan pembunuhan oleh orang yang tidak
cakap hukum.32
Terdapat tiga macam unsur pembunuhan
sengaja, yaitu 1) korban yang dibunuh adalah
manusia yang masih dalam keadaan hidup termasuk
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang manusia yang dalam keadaan sekarat (sakit
diharamkan Allah (membunuhnya),melainkan keras); 2) kematian korban adalah hasil dari
dengan suatu (alasan) yang benar. dan perbuatan pelaku artinya kematian yang terjadi
barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka merupakan akibat dari perbuatan pelaku, jika
Sesungguhnya kami Telah memberi kekuasaan hubungan sebab akibat tersebut terputus (kematian
kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli disebabkan oleh keadaan lain) maka pelaku
waris itu melampaui batas dalam membunuh.
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
tidak dianggap sebagai pembunuhan sengaja;
pertolongan.” dan 3) pelaku tersebut menghendaki terjadinya
Selain itu, pembunuhan yang tidak dianggap kematian. 33 Artinya, pembunuhan dianggap
30
sebagai penghalang kewarisan adalah pembunuhan Ahmad Rofiq, Op. Cit, hal 31-33.
31
yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap hukum Muhammad Jawad Mugniyah, Al-Akhwalusy Syakhshiyyah
‘alaa Madzahibil Khamsah (bab Mirats) diterjemahkan oleh
dan pembunuhan karena ‘uzur seperti membunuh
Sarmin Syukur dan Luluk Radliyah, (Surabaya: Al-Ikhlas,
28
‘Abd al-Qadir ‘Audah, al-Tasyri’ al-Jina’i al-Islamy, juz I, 1988), hal 25.
32
(Mesir: Dar al-Fikr al-‘Araby, t.th), hal 84. Ahmad Rofiq, Op. Cit, hal 34.
29 33
Dibenarkan oleh syara’ seperti qishas membunuh orang Lihat A. Dzajuli, Fikih Jinayat, ( Jakarta: Raja Grafindo
murtad, rajam, dan sebagainya. Persada, 1996), hal 128.
100 SYARIAH Jurnal Ilmu Hukum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 93-106

sebagai pembunuhan sengaja jika dalam diri pelaku pasal dengan distribusi yangn berbeda-beda untuk
terdapat niat untuk menghilangkan nyawa korban. masing-masing buku. Buku I tentang perkawinan
Niat untuk menghilangkan nyawa orang lain ini memuat 170 pasal, buku II tentang kewarisan
yang membedakan pembunuhan sengaja dengan memuat 44 pasal, dan buku III tentang perwakafan
pembunuhan menyerupai sengaja. memuat 15 pasal.
Pendapat tersebut dikemukakan oleh jumhur Buku II KHI tentang kewarisan tergolong
fuqaha yang terdiri dari Imam Abu Hanifah, Imam cukup singkat dibandingkan buku II tentang
Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal. Adapun perkawinan karena hanya terdiri atas 44 pasal.
Imam Malik tidak menyaratkan adanya syarat Namun, terlepas dari itu, dalam buku II ini juga
khusus dalam perbuatan pembunuhan ataupun cukup banyak menawarkan terobosan-terobosan
terkait peralatan yang dipakai untuk melakukannya. baru terkait hukum kewarisan untuk mengimbangi
Dalam pembunhan sengaja yang penting adalah kemajuan zaman dengan segala kecanggihan
apakah perbuatannya itu sengaja atau tidak. Apabila teknologinya. Dalam bab II tentang ahli waris, pasal
pelaku sengaja melakukan pemukulan misalnya, 173 huruf a dan b berbicara tentang penghalang
meskipun tidak ada maksud untuk membunuh kewarisan yang berbunyi:
korban maka perbuatannya itu sudah termasuk Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila
pembunuhan sengaja.34 dengan putusan hakim yang telah mempunyai
hukum tetap, dihukum karena:
Penghalang Kewarisan dalam Kompilasi a. Dipersalahkan telah membunuh atau
Hukum Islam mencoba membunuh atau menganiaya berat
Dalam perjalanan perkembangan hukum pada pewaris;
Islam di Indonesia, Kompilasi Hukum Islam (KHI) b. Dipersalahkan secara memfitnah telah
lahir setelah eksistensi Peradilan agama diakui mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah
dengan hadirnya UU No. 7 Tahun 1989 tentang melakukan suatu kejahatan yang diancam
Peradilan Agama. KHI adalah kitab himpunan dengan hukuman 5 tahun penjara atau
atau rangkaian kitab fikih serta bahan-bahan hukuman yang lebih berat.
lainnya yang merupakan hukum materiil PA dalam Dalam huruf a diatur tentang terhalangnya
menyelesaikan masalah perkawinan, kewarisan, dan seseorang untuk menjadi ahli waris yang pada
perwakafan. dasarnya berupa kejahatan terhadap pewaris yaitu
Tema utama penyusunan KHI ialah membunuh, mencoba membunuh, dan menganiaya
mempositifkan hukum Islam di Indonesia yang berat. Adapun halangan lainnya seperti yang
dijadikan pedoman oleh para hakim dalam sudah disepakati fuqaha yaitu perbedaan agama
melaksanakan tugasnya sehingga terjamin adanya tidak dikemukakan secara jelas dalam pasal ini.
kesatuan dan kepastian hukum. Sebab untuk dapat Namun, KHI hanya menegaskan indikator untuk
berlakunya hukum Islam di Indonesia, harus ada mengatakan bahwa seseorang itu harus beragama
antara lain hukum yang jelas dan dapat dilaksanakan Islam36 sebagaimana dalam pasal 172 berikut ini:
oleh aparat penegak hukum dan masyarakat. “Ahli waris dipandang beragama Islam apabila
Dengan lahirnya KHI semua hakim di lingkungan diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau
Peradilan Agama diarahkan kepada persepsi amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang
penegakan hukum yang sama.35 baru lahir atau anak yang belum dewasa beragama
Kompilasi Hukum Islam terdiri atas 3 buku menurut ayahnya atau lingkungannya”
yaitu buku I tentang perkawinan, buku II tentang 1. Tinjauan Normatif
kewarisan, dan buku III tentang perwakafan.
Masing-masing buku terdiri dari beberapa bab yang Percobaan pembunuhan dan penganiayaan
dirinci lagi dalam beberapa pasal. KHI memiliki 229 berat sebagai bentuk tindak pidana tampaknya baik
dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah tidak memberi
34
Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ al-Jina’iy al-Islamiy: pengaturan secara tegas bahwa tindakan tersebut
Muqaaranan bi al-Qanun al-Wadh’iy, juz I, (Beirut: Ar- dapat menghalangi seseorang ahli waris untuk
Risalah Publishing House, 1997), hal 26-27. mendapatkan warisan. Percobaan pembunuhan
35
M. Yahya Harahap, Informasi Materi Hukum Islam:
36
Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam , (Jakarta: Logos H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
Wavana Ilmu, 1999) hal 31-32. (Jakarta: Akademika Pressindo, 2010) hal 78.
Ahda Fithriani, Penghalang Kewarisan dalam Pasal 173 Huruf (a) Kompilasi Hukum Islam 101

dan penganiayaan berat kepada pewaris sebagai setiap percobaan (memulai) sesuatu perbuatan
penghalang kewarisan merupakan hal baru yang yang dilarang hanya dijatuhi hukuman ta’zir dan
tidak ditemukan dalam dua sumber hukum tersebut. percobaan itu sendiri dianggap maksiat yakni
Sebagaimana dalam uraian terdahulu dijelaskan jarimah yang telah selesai juga, meskipun merupakan
bahwa walaupun fuqaha masih berselisih pendapat satu bagian saja di antara bagian-bagian lain yang
mengenai jenis pembunuhan yang menjadi membentuk jarimah yang tidak selesai, selama satu
penghalang kewarisan namun pada dasarnya mereka bagian itu sendiri dilarang.39
bersepakat bahwa pembunuhan adalah perbuatan Masalah percobaan melakukan jarimah ada
yang menghalangi seseorang untuk mendapat diperbincangkan dalam fase-fase pelaksanaan
haknya sebagai ahli waris dari pewaris yang menjadi jarimah. Seseorang yang melakukan jarimah
korbannya. setidaknya melewati tiga fase yaitu fase pemikiran
Pada masa lahirnya pendapat para fuqaha dan perencanaan, fase persiapan, dan fase
tersebut, belum ditemukan usaha atau cara untuk pelaksanaan. Percobaan jarimah terletak pada fase
memberikan pertolongan kepada korban yang pelaksanaan karena dalam fase ini seorang pelaku
sedang sekarat akibat perbuatan seseorang yang telah dapat dikenai sanksi bila perbuatannya itu
ingin membunuhnya. Sehingga bisa dipahami merupakan suatu maksiat meskipun belum selesai.40
mengapa perdebatan fuqaha pada masa itu hanya Jadi, yang dimaksud dengan percobaan di sini adalah
seputar jenis atau macam dari pembunuhan yang mencakup dari ketiga fase tersebut dimana pelaku
bisa menjadi penghalang kewarisan. berpikir, bersiap-siap, kemudian melaksanakan
Akibat pesatnya perkembangan teknologi, perbuatan namun perbuatan tersebt belum selesai
alat-alat canggih yang menunjang ilmu kedokteran sehingga hasil akhirnya tidak sebagaimana yang
mulai bermunculan dan hal tersebut mempunyai diharapkan.
pengaruh yang sangat signifikan dalam tindakan Menurut Asywadie Syukur, hukum Islam
penyelematan korban dan memberikan peluang meng ang g ap percobaan dalam kejahatan
besar untuk kesembuhan korban. pembunuhan termasuk kejahatan yang sempurna,
Berdasarkan kenyataan itulah muncul istilah tanpa melihat kepada akibat dari perbuatan
percobaan pembunuhan. Istilah ini muncul karena tersebut.41
perbuatan yang sudah direncanakan sejak awal oleh Adapun dalam hukum pidana positif,
pelaku, gagal akibat suatu hal yang menyebabkan perbuatan pidana yang tidak selesai dikenal dengan
niatnya untuk membunuh tidak terlaksana dengan istilah “percobaan”. Kitab Undang-Undang Hukum
sempurna. Usaha percobaan berarti suatu perbuatan Pidana (KUHP) tidak memberikan rumusan
yang menjadi bagian dari serangkaian perbuatan pengertian tentang istilah “percobaan”. Namun,
yang apabila tidak terganggu akan dapat berakibat N.E. Algra, percobaan adalah berusaha keras
dilakukannya kejahatan yang lebih besar.37 menyelesaikan perbuatan yang dapat dipidana,
Para ulama tidak banyak berbicara tentang dimana pelakunya tidak dapat menyelesaikan
percobaan melakukan tindak karena perbuatan perbuatan itu karena hal di luar kehendaknya
ini termasuk jarimah ta’zir yang banyak berubah sendiri. Menurutnya, kesengajaan pelaku harus
sesuai ruang dan waktu, kebiasaan, serta karakter nyata dengan adanya permulaan perbuatan
suatu masyarakat.38 Selain itu, dengan adanya kejahatan oleh perbuatan penyelenggaraan.42
aturan-aturan khusus untuk percobaan tidak perlu Bab IV Pasal 53 KUHP43 menjelaskan bahwa
diadakan, sebab hukuman ta’zir dijatuhkan atas 39
Makhrus Munajat, Hukum Pidana Islam di Indonesia,
setiap perbuatan maksiat yang tidak dikenakan
(Jogjakarta: TERAS, 2009), hal 42-43.
hukuman had atau kifarat. Karena hukuman had 40
Ibid
dan kifarat hanya dikenakan atas jarimah-jarimah 41
H.M. Asywadie Syukur Lc, Studi Perbandingan Tentang
tertentu yang benar-benar telah selesai, maka artinya Beberapa Macam Kejahatan dalam KUHP dan Fikih Islam,
(Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press,
37
Soedjono Dirdjosisworo, Filsafat Peradilan Pidana dan 1990), hal 62.
42
Perbandingan Hukum , (Bandung: CV. Armico, 1984), hal Arvan Sakidjo & Bambang Poernomo, Hukum Pidana:
70. Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi, (Jakarta:
38
H. A. Djadzuli, Fikih Jinayat: Upaya Menanggulangi Ghalia Indonesia, 1990), hal 118.
43
Kejahatan dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, (1) mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat
1997), hal 21. itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan
102 SYARIAH Jurnal Ilmu Hukum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 93-106

percobaan pembunuhan baru dapat dihukum sengaja dilakukan namun tidak berakhir dengan
apabila telah memenuhi tiga syarat berikut: 1) adanya kematian korban. Penganiayaan berat atau
niat untuk membunuh; 2) pelaku sudah memulai penganiayaan terhadap tubuh manusia dibagi
melakukan perbuatannya; dan 3) perbuatannya menjadi lima macam bentuk penganiayaan, yaitu:
gagal karrena terhalang oleh sesuatu yang timbul di 1) ibanat al-athraf, yaitu memotong anggota badan;
luar dari kemauan pelaku.44 Pengertian niat dalam 2) idzhab ma’al athraf, yaitu menghilangkan fungsi
pasal tersebut pada umumnya tidak mempunyai arti anggota badan; 3) as-syaj, yaitu pelukaan terhadap
lain daripada kesengajaan. kepala dan muka; 4) al-jarh, yaitu pelukaan terhadap
Namun, Moeljatno seperti yang dikutip selain wajah dan kepala; dan 5) pelukaan yang tidak
oleh Arvan Sakidjo dan Bambang Poernomo, masuk ke dalam salah satu dari empat macam
berpandangan bahwa niat tidak bisa disamakan sebelumnya tersebut.46
dengan kesengajaan, tetapi niat bisa berubah Adapun dalam hukum pidana positif,
menjadi kesengajaan apabila sudah ditunaikan penganiayaan diartikan sebagai suatu perbuatan
menjadi perbuatan yang dituju. Jadi, makna niat yang menyebabkan perasaan tidak enak, rasa sakit,
dalam delik percobaan mempunyai arti bahwa rusak kesehatan, atau luka. Penganiayaan dibagi
dalam hal percobaan selesai arti niat adalah sama dalam dua macam yaitu penganiyaan ringan dan
dengan kesengajaan dan dalam hal percobaan penganiyaan berat. Dikatakan penganiyaan apabila
tertunda arti niat hanya merupakan unsur sifat dilakukan dengan sengaja, tidak dengan itikad baik
melawan hukum yang subyektif.45 atau melampaui batas.47
Syarat berikutnya ialah perbuatan pembunuhan Dalam pasal 352 dijelaskan bahwa penganiyaan
itu sudah dimulai dilakukan. Artinya, ia sudah yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
melakukan perbuatan pelaksanaan, tetapi kalau untuk menjalankan pekerjaan atau jabatan atau
belum dimulai atau baru melakukan persiapan, pencarian disebut dengan penganiyaan ringan.
tidak dapat dihukum. Namun, bagi ahli hukum Sedangkan penganiyaan berat adalah penganiyaan
yang menganut teori percobaan objektif, perbuatan yang menyebabkan korban luka berat.48
tersebut dapat dihukum jika objeknya sempurna, KHI tidak memberikan penjelasan yang
karena jika objeknya belum sempurna maka sama konkrit tentang apa yang dimaksud dengan
sekali tidak dapat dihukum. Niat jahat belum cukup percobaan pembunuhan dan penganiyaan berat.
untuk dihukum, kecuali sudah ada bahaya yang akan Namun, jika redaksi pasal penghalang kewarisan
menima objek. ditelaah dengan seksama yaitu “seorang terhalang
S e l a i n p e m b u nu h a n d a n p e r c o b a a n menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim
pembunuhan, huruf a pasal 173 KHI juga yang telah mempunyai hukum yang tetap…”
memasukkan penganiayaan berat terhadap pewaris maka disimpulkan bahwa percobaan pembunuhan
dijadikan penghalang kewarisan. Hukum Islam dan penganiyaan berat yang dimaksud adalah
membagi penganiayaan menjadi penganiayaan sebagaimana dalam hukum pidana yang berlaku
yang menyebabkan kematian (diistilahkan oleh di Indonesia.
fuqaha sebagai pembunuhah semi sengaja) dan Baik percobaan pembunuhan ataupun
penganiayaan terhadap tubuh yaitu penganiyaan penganiyaan berat adalah suatu tindak pidana yang
terhadap tubuh manusia yang tidak sampai melanggar hukum. Oleh karena itu, dalam pasal 173,
membawa kepada kematian. KHI menegaskan bahwa seseorang yang melakukan
Seperti halnya percobaan pembunuhan, perbuatan tersebut kehilangan haknya sebagai ahli
penganiayan berat juga tindakan kejahatan yang waris dari pewaris yang adalah korbannya jika ia
dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata
telah terbukti bersalah dan putusan hakim pun
disebabkan karena kehendaknya sendiri; (2) maksimum harus berkekuatan hukum tetap (in kracht).
pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan Di samping itu, karena ada banyak cara yang
dapat dikurangi sepertiga; (3) jika kejahatan diancam bisa dilakukan oleh pelaku untuk merealisasikan
dengan pidana mati dan pidana penjara seumur hidup, niatnya misalnya menyewa pembunuh bayaran,
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun; maka penetapan pelaku atas perbuatan tersebut
(4) pidana tambahan bagi percobaan adalah sama dengan
46
kejahatan selesai. Topo Santoso, Op Cit, hal 85
44 47
Aswadie Syukur, Op. Cit, hal 7. Arvan Sakidjo & Bambang Poernomo, Op Cit.
45 48
Arvan Sakidjo & Bambang Poernomo, Op. Cit Moeljatno, Op. Cit. hal 126.
Ahda Fithriani, Penghalang Kewarisan dalam Pasal 173 Huruf (a) Kompilasi Hukum Islam 103

perlu keputusan hakim. Oleh karena itu, percobaan melalui ijtihad. KHI mengakomodir permasalahan
pembunuhan dan penganiyaan berat ini baru bisa baru yang muncul dengan merumuskan beberapa
dijadikan alasan penghalang kewarisan apabila telah pasalnya terkait hal tersebut.
melalui proses persidangan untuk mengetahui Dalam Islam, ijtihad menempati posisi yang
apakah perbuatannya tersebut sudah memenuhi sangat penting. Terbukti dari banyaknya ayat-ayat
unsur-unsur dari tindak pidana. Lebih dari itu Al-Qur’an dan hadis Nabi yang menyinggung
juga untuk membuktikan bahwa pelaku terbukti tentang ijtihad. Islam bukan saja memberi legalitas
mempunyai itikad atau motif untuk melakukan pada ijtihad, akan tetapi ia juga mentolerir adanya
perbuatan tersebut atau tidak. perbedaan pendapat sebagai konsekuensinya. Ijtihad
Di Indonesia, perkara pidana termasuk dalam sendiri merupakan sarana untuk menyelesaikan
wewenang Pengadilan Negeri yang mengacu berbagai problematika kehidupan baru yang tidak
kepada KUHP warisan kolonial. Oleh karena dijelaskan ketentuan hukumnya dalam Al-Qur’an
itu, melihat pasal 173 yang menyaratkan “… dan Hadis Nabi. Dalam catatan sejarah yang
dengan putusan hakim…” maka pengertian panjang, melalui instrument ijtihad inilah doktrin-
percobaan pembunuhan dan penganiyaan berat doktrin Islam bisa berkembang secara dinamis dan
yang dimaksud mengacu pada KUHP. Sebelum mencapai kejayaannya.50
KHI mengakomodir percobaan pembunuhan dan Secara umum, para pencetus tema-tema
penganiyaan berat sebagai penghalang kewarisan, pemikiran hukum di Indonesia meyakini bahwa
jauh sebelumnya Kitab Undang-Undang Hukum ijtihad merupakan perwujudan kegiatan berpikir
Perdata (Burgerlijk Wetbook/BW) telah lebih dulu yang inheren dengan inti ajaran Islam itu sendiri
mengeluarkan satu pasal yang memuat tentang (Al-Qur’an maupun hadis). Ijtihad lahir atas
ketentuan itu yaitu pada buku II tentang kebendaan dorongan Al-Qur’an dan hadis agar manusia
pasal 838 yang berbunyi: mempergunakan pikirannya dalam menghadapi
“yang dianggap tak patut menjadi waris dan berbagai problem kehidupan. Penggunaan ijtihad
karenanya pun dikecualikan dari pewarisan ialah: menurut mereka dibutuhkan untuk memecahkan
1. Mereka yang telah dihukum karena persoalan-persoalan yang muncul dan melakukan
dipersalahkan telah membunuh atau terobosan-terobosan hukum sebagai langkah
mencoba membunuh si yang meninggal; reaktualisasi dan pengembangan hukum Islam
2. Mereka yang dengan putusan hakim pernah dalam era modernisasi dan globalisasi.51
dipersalahkan karena secara memfitnah Sebagai respon terhadap era tersebut dimana
telah mengajukan pengaduan terhadap si umat Islam dihadapkan pada persoalan kontemporer
yang meninggal, ialah suatu pengaduan yang yang belum pernah dibahas oleh ulama terdahulu,
terancam dengan hukuman penjara lima maka untuk menjawabnya memerlukan sarana
tahun atau hukuman lebih berat; ijtihad agar Islam benar-benar shalihun li kulli
3. Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan zaman wa makan. Seperti yang dikemukakan oleh
telah mencegah si yang meninggal untuk Fathurrahman Djalil bahwa untuk hukum yang
membuat atau mencabut surat wasiatnya; lebih rinci, syari’at Islam hanya menetapkan kaidah
dan membrikan patokan umum. Maka, untuk
4. Mereka yang telah menggelapkan, merusak, pengembangan hukum tersebut perlu ijtihad yang
atau memalsukan surat wasiat si yang tetap bersumber pada Al-Qur’an dan hadis nabi.52
meninggal49 Salah satu metode yang bisa diterapkan terkait
Proses penyusunan KHI memiliki pedoman percobaan pembunuhan dan penganiyaan berat
yang telah ditetapkan dan tidak boleh dilampaui yaitu ditetapkan sebagai penghalang kewarisan oleh KHI
berpegang pada sumber hukum utama (Al-Qur’an adalah metode qiyas. Metode ini mempunyai empat
dan As-Sunnah) namun tidak menutup langkah yang unsur yang harus dipenuhi yaitu ashal, hukum ashal,
mengacu kepada pemikiran dan pengkajian seperti
merumuskan hal yang tidak terdapat dalam nash 50
Lihat Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia: Dari nalar
dan mengutamakan pemecahan masalah masa kini Parsipatoris Hingga Emansipatoris, (Yogyakarta: PT. LKis
Pelangi Aksara, 2005), hal 188
49 51
R. Subekti & R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Ibid
52
Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2007), Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta:
hal 223 Logos Wacana Ilmu, 1997), hal 30.
104 SYARIAH Jurnal Ilmu Hukum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 93-106

furu’, dan illat hukum. Pembunuhan yang dijadikan ini dapat kehilangan gairah hidup dan mengalami
penghalang kewarisan adalah sebagai ashal, hukum trauma berat yang tidak ubahnya seperti orang mati.
ashalnya adalah terhalang mewarisi, dan percobaan Dilihat dari akibat yang diderita, penganiyaan berat
pembunuhan sebagai furu’. lebih sadis daripada pembunuhan.
Seseorang yang dipersalahkan telah melakukan Berdasarkan uraian tersebut, maka illat yang
percobaan pembunuhan berarti unsur-unsur terdapat pada ashal yaitu pembunuhan sama
percobaan tersebut sudah terpenuhi sebagaimana jenisnya dengan illat yang terdapat dalam furu’
disyaratkan dalam KUHP. Unsur-unsur tersebut dari segi rukun dan syarat qiyas terpenuhi, maka
yaitu telah ada niat/maksud untuk berbuat, percobaan pembunuhan dan penganiyaan berat bisa
perbuatan tersebut sudah mulai dilaksanakan, dihukumkan sama dengan pembunuhan melalui
perbuatannya gagal karena terhalang oleh sesuatu metode qiyas yaitu qiyas adna atau qiyas yang illat
yang muncul di luar kehendaknya.53 pada cabangnya lebih rendah bobotnya daripada
Dilihat dari adanya unsur niat tersebut, maka illat yang terdapat pada ashal.
terlihat jelas bahwa pelaku memang berkeinginan Oleh karena itu, percobaan pembunuhan
untuk membunuh namun hasil akhir dari perbuatan dan penganiyaan berat dapat dimasukkan dalam
tersebut tidak sesuai keinginan. Dalam Islam niat penghalang kewarisan sebagaimana pembunuhan.
sangat berperan penting untuk membedakan jenis Pada dasar nya, pembunuhan, percobaan
perbuatan yang satu dengan yang lainnya. pembunuhan, dan penganiyaan berat memutus
Berdasarkan pengertian percobaan tali silaturrahmi keluarga.
pembunuhan itu sendiri, maka niatnya adalah 2. Tinjauan Filosofis
bukan sekedar untuk coba-coba tetapi benar- Salah satu prinsip hukum Islam yaitu menjauhi
benar ingin menghilangkan nyawa seseorang. kemudharatan dan mengambil kemashlahatan.
Niat ini sama dengan niat yang ada dalam Prinsip tersebut bisa tercapai apabila lima unsur
pembunuhan sehingga dapat disimpulkan bahwa yang pokok dapat dipelihara dan diwujudkan yaitu
pembunuhan dan percobaan pembunuhan memiliki pemeliharaan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan,
kesamaan niat. Persamaan lainnya adalah alat dan harta. Berdasarkan prinsip tersebut, maka
yang digunakan adalah alat mematikan. Baik ketika percobaan pembunuhan dan penganiyaan
pembunuhan maupun percobaan pembunuhan berat menjadi penghalang kewarisan oleh KHI
sama-sama menggunakan alat mematikan yang dapat dianggap sebagai upaya untuk menjauhi
diyakini pelaku pada dasarnya dapat menghilangkan kemudharatan. Memelihara jiwa atau hifzh nafs
nyawa orang lain. Selain itu, apabila seseorang adalah salah satu aplikasi dari maqashid syariah
dinyatakan telah melakukan pembunuhan, berarti ddalam rangka mencapai kemashlahatan.
perbuatan tersebut sudah terlaksana hingga Seseorang yang mencoba membunuh atau
mengakibatkan kematian korbannya. Sedangkan menganiaya berat “calon muwarris” nya disinyalir
dalam percobaan pembunuhan, pelaku juga sudah ingin mempercepat pembagian warisan karena
mulai melaksanakan niatnya, namun hasilnya tidak pada dasarnya warisan akan diperoleh apabila
sesuai rencana. pemilik harta tersebut meninggal. Jalan/cara untuk
Oleh karena itu, pembunuhan dan percobaan mempercepat pembagian warisan tersebut harus
pembunuhan memiliki kesamaan dari aspek niat, ditutup sebagai tindakan preventif. Dalam ranah
alat yang digunakan, dan sudah terlaksananya ushul fikih, tindakan preventif itu disebut metode
niat tersebut. Perbedaan keduanya hanya terdapat sadd al-zariah.
pada hasil akhir. Namun, jika menelisik lebih Para ulama mengemukakan dua sisi yang
jauh bahwa gagalnya hasil akhir yang diinginkan dapat dilihat dari zari’at yaitu dari sisi motivasi
tersebut bukan atas kehendak si pelaku maka pada seseorang dalam melakukan suatu perbuatan dan
dasarnya percobaan pembunuhan juga termasuk sisi dampak atau akibat yang ditimbulkan oleh
pembunuhan. perbuatan tersebut.54 Mencoba membunuh dan
Adapun penganiyaan berat yang menganiaya berat “calon muwarris”nya memiliki
menitikberatkan pada anggota tubuh dapat unsur kesengajaan dan indikasi kuat untuk
menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan mempercepat mendapat warisan. Dua perbuatan
bagi korban. Bahkan seseorang yang dianiaya berat 54
Rachmat Syafi’I, Ilmu Ushul Fikih, (Bandung: CV.
53
Moeljatno, Op. Cit, hal 24. Pustaka Setia, 2007), hal 136,
Ahda Fithriani, Penghalang Kewarisan dalam Pasal 173 Huruf (a) Kompilasi Hukum Islam 105

ini memiliki dampak yang tidak kalah hebat dari Dirdjosisworo, Soedjono, Filsafat Peradilan Pidana
pembunuhan. Oleh karena itu, orang yang ingin dan Perbandingan Hukum , Bandung, CV.
mempercepat warisan dengan dua perbuatan Armico, 1984
tersebut dapat dicegah jika jalannya tertutup yaitu Djamil, Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam,
dengan menutup hak warisnya. Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997
Fuad, Mahsun, Hukum Islam Indonesia: Dari
Penutup nalar Parsipatoris Hingga Emansipatoris,
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat Yogyakarta, PT. LKis Pelangi Aksara, 2005
beberapa simpulan yaitu sebagai berikut:
1. Kompilasi Hukum Islam sebagai perwujudan Harahap, M. Yahya, Informasi Materi Hukum Islam:
hukum Islam yang bercorak keindonesian ini Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam , ,
ingin menerapkan konsep maqashid al-syari’ah Jakarta, Logos Wavana Ilmu, 1999
dengan menitikberatkan pada nilai-nilai berupa K. Lubis, Suhrawardi & Komis Simanjuntak,
kemashlahatan manusia di antaranya adalah Hukum Waris Islam (Lengkap dan Praktis),
menjaga kemashlahatan jiwa. Menghalangi hak Jakarta, Sinar Grafika, 1999
waris seseorang karena percobaan pembunuhan Mugniya, Muhammad Jawad , Al-Akhwalusy
dan penganiyaan berat terhadap muwarrisnya, Syakhshiyyah ‘alaa Madzahibil Khamsah (bab
maka jiwa manusia dapat dipelihara karena Mirats) diterjemahkan oleh Sarmin Syukur
pada dasarnya Islam sangat menghargai jiwa dan Luluk Radliyah, Surabaya, Al-Ikhlas,
manusia. 1988
2. Kompilasi Hukum Islam adalah kumpulan Munajat, Makhrus, Hukum Pidana Islam di Indonesia,
hasil ijtihad para ulama Indonesia dalam rangka (Jogjakarta: TERAS, 2009
mencanangkan fikih keindonesian dengan tetap Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Waris Indonesia,
memegang nilai-nilai Islam yang universal. Bandung, Sumur Bandung, 1991
Ada beberapa metode ijtihad yang diterapkan
R. Subekti & R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang
dalam pasal 173 huruf (a) yaitu metode qiyas
Hukum Perdata, Jakarta, PT. Pradnya
dan sadd al-zari’at. Dua metode ini secara umum
Paramita, 2007
digunakan untuk tindakan preventif terhadap
perbuatan mempercepat pembagian warisan Rahman, Fatchur, Ilmu Waris, Bandung, PT. Al-
dengan melakukan percobaan pembunuhan Ma’arif, 1975
dan penganiyaan berat kepada muwarrisnya. Ramulyo, Mohd. Idris, Hukum Kewarisan, Hukum
Perkawinan, Hukum Acara Peradilan Agama
Daftar Pustaka dan Zakat Menurut Hukum Islam, Jakarta,
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Sinar Grafika, 1990
Jakarta, Akademika Pressindo, 2010 Rifa’i, Mohammad, Kifayatul Akhyar, Semarang:
A. Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih: Kaidah-Kaidah Toha Putra, 1978
Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah- Rofiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, Jakarta, PT. Raja
Masalah yang Praktis, Jakarta, Kencana, 2006 Grafindo Persada, 2001
Al-Baihaki, Abi Bakar bin Husein bin Ali, Sunanul Saebani, Beni Ahmad, Fikih Mawaris, Bandung,
Qubra, juz 6 Beiru, Dar al-Fikr, t.th Pustaka Setia, 2000
Al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Sakidjo, Arvan & Bambang Poernomo, Hukum
Ibn Ibrahim , Shahih Bukhari, juz IV, Beirut, Pidana: Dasar Aturan Umum Hukum Pidana
Dar al-Shab, t.th Kodifikasi, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1990
Al-Sajistani, Abu Dawud Sulaiman al-Asy’as, Sunan Syafi’I, Rachmat, Ilmu Ushul Fikih, (Bandung:
Abi Dawud, Beiru, : Dar al-Ma’rifah, t.th CV. Pustaka Setia, 2007
‘Audah, Abd al-Qadir, al-Tasyri’ al-Jina’i al-Islamy, juz
Syukur,. Asywadie, Studi Perbandingan Tentang
I, Mesir, Dar al-Fikr al-‘Araby, t.th Beberapa Macam Kejahatan dalam KUHP
dan Fikih Islam, Banjarmasin, Lambung
Departemen Agama RI, AL-Qur’an dan Terjemahnya,
Mangkurat University Press, 1990
Jakarta, CV. Naladana, 2004
106 SYARIAH Jurnal Ilmu Hukum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2015, hlm. 93-106

Wahidah, Al-Mafqud: Kajian Tentang Kewarisan


Orang Hilang, Banjarmasin, Antasari Press,
2008
Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu,
juz x, Dmsy, Dar al-Fikr, 1997

Anda mungkin juga menyukai