Aborsi
Aborsi
BAB I
PENDAHULUAN
I. Pandangan Umum
Dalam kehidupan manusia, akan timbul berbagai persoalan baik itu yang
bersifat individu maupun umum. Terkadang pemecahan dari setiap persoalan tidak
kehidupan. Tentunya manusia sebagai mahluk yang bebas dan dalam kebebasannya
itu manusia juga dapat mengambil sikap untuk bertindak dari “apa yang seharusnya”
ditengah realitas “apa yang ada “. Ini tidak dapat dipungkiri akan muncul
dimana manusia dapat mengambil keputusan secara dewasa dan bertanggung jawab,
menyelami secara eksistensial dan dengan demikian sikap etis dapat diambil secara
bertanggung jawab.2
1
Martin L. Sinaga Dkk. (eds), 2001, Pergulatan Kehadiran Kristen Di Indonesia, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, hlm. 669.
2
Ibid, hlm. 670
2
etis yang diambil dalam masalah Aborsi yang tentunya sesuai dengan dan
sangat pelik, terutama masalah Aborsi. Walaupun masalah ini telah lama ada dan
banyak pendapat yang telah dikemukakan. Namun terasa masih sangat relevan karena
hal ini terus dilakukan oleh mereka yang mengerti atau yang hanya sekedar mencari
untung.
begitu krusial. Masalah ini juga merupakan topik yang sangat emosional, sebab
dilema yang menyakitkan.3 Dalam Ilmu Etika ada enam sistem besar yang dipakai
suatu jawaban atau pedoman yang baik, yang dapat digunakan oleh orang kristen
pada umumnya.
Jika pada tahun 1997, Prof. Dr. J. E. Sahetapy dan Prof. Dr. Farid A.M
menyimpulkan ada 1.000.000 jiwa korban Aborsi ilegal sebagai akibat kehamilan
yang tidak direncanakan, maka hanya sekitar 3 tahun kemudian Manado Post pada
3
John Stott, 1996, Isu-isu Global, Jakarta: YKBK/OMF, hlm.402
3
bulan Mei 2000 menulis memperkirakan pada saat itu ada sebanyak 2.600.000 jiwa
Oktober 2002 memperkirakan saat ini jumlah Aborsi di Indonesia telah mencapai
Keadaan ini semakin parah pada saat badai krisis ekonomi hebat menghantam
Indonesia pada tahun 1997 sampai saat ini. IMF (International Moneter Fund) dan
World Bank (Bank Dunia) memaksakan Indonesia sebagai negara kreditor dipaksa
sebenarnya sama dengan Aborsi untuk menekan pertumbuhan jumlah penduduk, dan
Indonesia menerapkan standar ganda yaitu “No Abortion” ( Tidak Pada Aborsi) akan
Terutama yang menjadi taruhan dalam isu Aborsi adalah tak kurang dari ajaran iman
Kristen mengenai Allah dan manusia, atau lebih tajam lagi , kedaulatan Allah dan
4
Norman L. Geisler, 2001, Etika Kristen: Pilihan dan Isu, Malang: SAAT, hlm.28
5
Surat Terbuka, Gerakan Pro-Life, Surabaya
6
Ibid
7
John Stott, Op. Cit, hlm.402
4
dipertaruhkan dalam silang pendapat tentang Aborsi ini, maka tindakan bagaimana
yang harus dilakukan oleh orang-orang Kristen yang juga merupakan bagian integral
B. Rumusan Masalah
masalah yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah: Karena begitu peliknya masalah
Aborsi ini dan tidak cukup hanya sistem etis yang menjawabnya. Maka diperlukan
suatu solusi pemecahan dan tanggung jawab orang kristen dalam menghadapi
masalah Aborsi.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang akan diambil oleh penulis dalam skripsi ini adalah
sikap Etis Teologis Kristen dalam menghadapi masalah Aborsi. Dan pengertian kata
dalam hal ini adalah sebagai berikut ; Etis adalah sesuai dengan etika bersusila,
beradab sesuai dengan ukuran nilai yang dianut masyarakat luas; Teologis adalah
sesuatu yang bersifat atau berdasarkan teologi; Aborsi adalah abortus yaitu terjadinya
8
JS. Badudu, 1996, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
5
orang Kristen khususnya dan para pembaca dalam mengambil keputusan secara Etis
Teologis Kristen.
E. Hipotesa
Skripsi ini, maka dirumuskan hipotesa sebagai berikut; Jika memahami masalah
Aborsi dengan benar dan sesuai dengan Etika Kristen, maka kegiatan Aborsi akan
dapat dihindari.
F. Metodologi Penulisan
mendapatkan berbagai data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian ini,
maka penelitian ini mengunakan metode dokumentasi dengan cara membaca berbagai
sumber bacaan berupa buku-buku, majalah, jurnal , internet yang membahas tentang
Aborsi. Dan data-data yang telah diperoleh akan dianalisis sedemikian rupa untuk
G. Sistematika Penulisan
Penulisan Skripsi ini akan disusun secara sistematis untuk mendapatkan suatu
hasil yang memuaskan , maka kerangka sistematis adalah sebagai berikut ini:
terdapat sub-sub judul sebagi berikut yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan dan kegunaan penulisan, hipotesa, metodologi penulisan dan
sistematika penulisan
Pada Bab Dua akan membahas landasan teori dengan sub-sub judul sebagai
hidup manusia dengan sub judul teori janin dan pandangan-pandangan lain.
Pada Bab Tiga akan membahas tentang padangan terhadap Aborsi dengan sub
judul Aborsi dalam prespektif iman Kristen; Aborsi dalam prespektif etis sosial;
pertimbangan etika tentang Aborsi dan pandangan John Wesley tentang Aborsi.
Indonesia dan solusi yang akan dikemukan didalam memgatasi masalah Aborsi.
Pada Bab Lima merupakan suatu kesimpulan dari keseluruhan isi Skripsi ini
dan kemudian saran-saran dari penulis dalam mengatasi masalah Aborsi di Indonesia
jurnal-jurnal yang penulis gunakan sebagai sumber bacaan dan juga dapat sebagai
LANDASAN TEORI
A. Pengertian – pengertian
Banyak istilah-istilah yang sering dipakai untuk menelaah aborsi. Namun sering
kali antara istilah yang satu dengan lainnya tumpang tindih. Demikian juga, banyak
pengurangan embrio.
1. Aborsi
Kata aborsi diambil dari istilah bahasa latin yaitu Abortus Provocotus yang
secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Dengan kata lain yaitu
yang sedang hamil. Kata abortus provocotus memiliki perbedaaan arti dengan
abortus spontaneus, yang memilki arti dimana kandungan seorang perempuan yang
sedang hamil dengan spontan gugur. Dari dua pengertian tersebut menimbulkan
presepsi antara “abortus yang disengaja” dengan “ abortus spontan”. Dalam bahasa
7
istilah “aborsi”, yang terbentuk berdasarkan kata dalam bahasa Inggris yaitu
abortion.9
spontaneus (aborsi spontan) secara bersama. Hal ini pernah terdapat dalam surat
kabar yang menyatakan bahwa setiap tahun di Indonesia diperkirakan terjadi sekitar
2,3 juta abortus, diantaranya disebabkan oleh kegagalan kontrasepsi, kebutuhan yang
tidak mencukupi, kehamilan remaja, dan abortus spontan. Hal ini merupakan suatu
perempuan dewasa maupun remaja. Pendapat ini dikemukakan oleh Dr. Biran
2. Keguguran/ Miscarriage
kandungan tanpa campur tangan manusia. Secara alamiah kurang lebih 30-50 % dari
jumlah sel telur yang dibuahi (zygot) akan mengalami keguguran oleh karena
9
K. Bertens, 2001, Aborsi Sebagai Masalah Etika, Jakarta: Grasindo, hlm.1
10
Ibid, hlm.2
8
berbagai macam sebab alamiah. Keguguran ini juga sering disebut aborsi spontan.
Dalam bidang moral dan hukum, keguguran semacam ini tidak menjadi suatu
permasalah, sebab kematiannya diluar kontrol manusia itu sendiri. Kalau berhentinya
kehamilan itu terjadi sesudah janin sudah bisa hidup diluar kandungan dan bayinya
3. AborsiTherapeutic/ Medicianis
untuk menyelamatkan nyawa ibu sijanin, atau menghindari si ibu dari kesusahan fatal
pada kesehatan/ tubuhnya bisa dikembalikan lagi. Disini terjadi suatu konflik hak,
yakni hak hidup janin dan hak hidup si ibu. Dalam pelaksanaanya, merupakan suatu
keadaan yang sulit dan dilematis, yang terpaksa harus memilih. Oleh karena itu harus
dicermati dengan benar apakah nyawa si ibu hanya bisa diselamatkan dengan cara
aborsi.12
4. Aborsi Kriminalis
diluar kandungan dengan alasan lain, selain treapeutic, dan dilarang oleh hukum.
Disetiap negara berbeda dengan pengertian aborsi ini. Dibeberapa negara aborsi boleh
dilakukan ketika usia janin masih dibawah 3 bulan, sedangkan di Indonesia semua
11
CB. Kusmaryanto, 2002, Kontroversi Aborsi, Jakarta: Grasindo, hlm.12
12
Ibid, hlm. 13
9
bentuk aborsi dilarang, kecuali alasan indikasi medis (treapeutic) adalah aborsi
kriminalis.13
5. Aborsi Eugenetic
bayi cacat atau bayi yang mempunyai kelainan genetis. Eugenisme adalah ideologi
yang diterapkan untuk merdapatkan keturunan hanya yang unggul saja. Kreteria ini
jadi bermasalah jika diterapkan kepada manusia, sebab dengan ini berarti tidak dapat
menerima orang-orang yang memiliki kelemahan mental dan fisik dan mereka harus
dibunuh.14
B. Dasar Alkitabiah
Semua orang Kristen bahwa Allah yang maha kuasa adalah satu-satunya
pemberi, pemelihara, dan yang berhak mengambil hidup manusia. Dipihak lain
“Allahlah yang berhak memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua
orang” ( Kis 17:25), dan didalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada ( Kis 17:28 ).
13
Log. Cit
14
Ibid, hlm. 14
10
Dan pemazmur mengatakan “apabila Engkau mengambil roh mereka, mereka mati
Dalam bahasa Ibrani kata yang digunakan unutk “keguguran” adalah yahtzah,
yang berarti melahirkan. Kata ini adalah kata yang digunakan secara tetap untuk kata
“melahirkan”. Sedangkan kata Ibrani untuk “keguguran” adalah shakol dan kata
yang digunakan untuk keturunan adalah yaled yang bearti anak. Kata ini merupakan
kata yang sama digunakan untuk bayi dan anak kecil ( Kej. 21:8, Kel. 2:3 ).
Disebutkan juga jika ada terjadi kecelakaan apapun yang menimpa baik ibu dan anak
hukuman yang sama diberikan “ nyawa ganti nyawa “ (ayat 23).Hal ini
mengungkapkan bahwa bayi yang lahir dianggap memiliki nilai yang sama dengan
ibunya.16
Disini mengambarkan bahwa bayi yang belum dilahirkan itu sepenuhnya manusia.
Bayi yang berada didalam kandungan dimaksudkan sebagai “diciptakan” (bara), kata
15
John Stott, Op. Cit,hlm.402
16
Norman L. Geisler, 2002, Etika Kristen Pilihan dan Isu, Malang: SAAT, hlm.185
11
yang sama digunakan oleh Alkitab didalam Kejadian 1 :12 menunjukan penciptaan
penting yaitu:
menenun aku dalam kandungan ibuku” (ayat 13). Disini memakai dua
metafora dari kehidupan sehari-hari yakni juru tembikar dan penenun. Buah
yang membentuk dan membuat aku”. Para penulis Alkitab tegas menyatakan
bahwa proses pertumbuhan janin bukan acakan atau bahkan bukan otomatis,
orang dewasa, mempunyai identitas yang sama dengan janin yang berada
sama.
terungkap hampir dalam setiap baris. Bahkan hal ini dapat dimaknai sebagai
suatu perjanjian anugerah yang diprakasai Allah dan dipelihara oleh Allah.
Dengan demikian maka kita semua adalah yang sudah menjadi suatu pribadi
sejak dalam kandungan kita sudah dikenal dan diketahui oleh Allah.
12
Dengan adanya ketiga pengetian ini, memberikan suatu prespektif
Alkitabiah yang diperlukan sebagai titik tolak bagi pemikiran kita. Dalam tafsiran
Alkitab masa kini ayat 13 – 16 adalah penggambaran Allah yang serba berdaulat.
Allah adalah pencipta yang mengawasi baik struktur psikologis (buah pinggang, 13a)
maupun struktur fisik (menenun aku, 13b). ini merupakan kekuasaan adikodrati; ini
juga membuktikan pengenalan Allah yang sangat dalam terhadap ciptaan-Nya. Disini
juga mencakup suatu kebenaran bahwa Allah merencakan setiap kehidupan. Buah
pinggang (bagian dalam) juga memiliki pengertian suatu kedudukan emosi dan kasih
sayang (Bnd. Mazmur 73:21 ; Yeremia 12:2) ini merupakan unsur psikologis
ia bertumbuh; hal ini memiliki arti kepedulian Allah atas kerangka tubuh manusia.17
Dalam Perjanjian Baru, reprensi akan hal ini, yaitu ketika Maria bertemu
salam pada bayi Maria ( Yesus ). Dalam bahasa Yunaninya Lukas memakai kata
Brephos yang sama artinya untuk anak yang masih dalam kandungan (Luk. 1:41,44)
seperti yang kemudian hari dipakainya untuk bayi yang baru dilahirkan (Luk.
2:12,16) dan untuk anak-anak yang dibawa orang kepada Yesus untuk diberkati (Luk.
18:15).18
17
Tafsiran Alkitab Masa Kini 2,1999, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, hlm.280
18
John Stott, Op.Cit, hlm.418
13
Maka dapat dimengerti baik dalam Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru, menjelaskan dengan jelas bahwa bayi dalam kandungan merupakan
suatu “pribadi” yang sama dengan manusia dewasa. Jika kita melakukan abortus
dapat diartikan juga sebagai “pembunuhan” mahluk hidup. Dalam Sepuluh Perintah
Allah, hukum yang ke lima jelas melarang kita untuk membunuh. Kata membunuh
b. Secara tidak langsung, yaitu dilihat bukan dari tujuan perbuatan itu,
Jika kita membunuh jelas kita tidak menghargai kehidupan manusia; tidak
pertanyaan, kapan hidup manusia dimulai. Pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh
Ilmu pengetahuan,namun tidak bisa menjawab ini tanpa IPTEK, khusunya ilmu-ilmu
19
Al. Budyapranoto pr, 1999, Etika Praktis Berdasarkan 10 Perintah Allah, Yogjakarta : Yayasan
ANDI, hlm.25
14
pengetahuanya akan bidang ini. Bidang ini melampui wilayah ilmu pengetahuan
1. Pandangan Aristoteles
aktif seperti benih ditanamkan kedalam rahim perempuan yang seolah-olah berfungsi
sebagai tanah (unsur pasif). Disitu benih bercampur dengan darah dalam rahim,
Perkembangan embrio terjadi dalam tiga fase. Fase pertama adalah fase
tumbuhan atau vegetatif, pada waktu itu embrio mempunyai jiwa vegetatif.
Aristoteles mengerti jiwa sebagai prinsip kehidupan dan karena itu tumbuhan
memiliki jiwa. Fase pertama ini merupakan konsekwensi dari model tumbuhan yang
dipilih oleh Aristoteles unutk menjelaskan permulaan pertama hidup manusia. Fase
kedua adalah fase animal. Selama fase kedua, embrio mempunyai jiwa animal atau
jiwa seperti hewan. Fase ketiga adalah fase insani dalam arti yang sebenarnya. Baru
disini embrio memiliki jiwa manusiawi. Untuk embrio laki-laki hal ini terjadi pada
hari ke- 40 (empat puluh) dan untuk embrio perempuan pada hari ke- 90 (sembilan
puluh). Beberapa ahli berpendapat hal ini mungkin observasi Aristoteles terhadap
20
Aborsi, Op.Cit, hlm.12
15
organ kelamin dalam embrio-embrio yang diperiksanya. Walaupun kemudian hari hal
Pengaruh pandangan ini sangat besar dan bertahan sampai zaman modern.
Para ahli filsafat dan teologi, baik Kristen maupun Islam mengikuti pandangan ini
berabad-abad lamanya. Baru pada abad ke-16, pandangan ini mulai pudar, tepatnya
sekitar tahun 1620, seorang dokter dari Universitas Lauven, Belgia, bernama Thomas
sudah memiliki jiwa manusiawi sejak pembuahan. Pandangan ini kemudian memiliki
pengaruh yang besar dalam kalangan medis dan agama. Pada akhir abad ke-17,
miskroskop sudah banyak dipakai dan tentu langkah penting sekali unutk memajukan
penelitian biologi. Baru sekitar tahun 1827, Karl Ernest von Baer dapat melihat sel
telur perempuan dan ovum dan sekitar tahun 1875, unutk memastikan penggabungan
baru. Ketika spermatozoa dan oosit bertemu, mereka membuhkan waktu 22-32 jam
untuk meleburkan inti-inti selnya. Dan ketika selesai fusi sel ini telah terbentuk
mahluk hidup yang baru. Ovum yang telah dibuahi itu disebut zigot. Sebagai fusi dari
spermatozoa dan oosit, zigot merupakan suatu kesatuan genetic tersendiri yang
21
Ibid, hlm.13
16
memilki 46 kromosom, 23 dari ayah dan 23 dari ibunya. Zigot itu mempunyai
dari mahluk yang lainnya. Ia sudah menjadi hidup manusiawi yang tidak mungkin
berubah lagi. Banyak ciri manusia kemudian hari sudah ditentukan dalam zigot.
Semua ciri-ciri ini sudah ditentukan dalam gen-gen, sudah dipastikan dalam zigot,
dan pendidikan. Mulai dengan pembuahan, hidup sebagai manusia merupakan proses
yang berkesinambungan sampai matinya. Jika semua syarat terpenuhi dan proses
Jadi kapan mahluk manusiawi yang baru itu merupakan individu ? Sesuai
dengan data ilmiah yang menjadi pertimbangan disini adalah zigot dan pembelahan
kedalam 8 – 16 sel ( disebut morula ) masih bersifat totipoten, artinya setiap sel bisa
menjadi apa saja. Membran yang akan membungkus embrio, plasenta atau ari-ari,
dan embrio itu sendiri. Totipotensi ini berlangsung selama tiga hari sesudah
pembuahan. Baru sesudah diferensiasi sel yang pertama pada prinsipnya semua sel-
sel yang semuanya mempunyai potensi sama seperti zigot awal dan mempunyai
indentitas genetic yang sama. Pada hari ke- 5 sesudah pembuahan, mulai terjadi
implantasi atau nidasi, bearti embrio muda pada perjalanannya ke dalam rahim, dan
mulai menempel pada dinding rahim (en dometrium ). Proses implatasi ini selesai
pada hari ke-15, baru sesudah impletasi selesai, embrio muda tidak bisa membelah
22
Loc.Cit
17
lagi menjadi kembar. Saat ini sudah terbentuk primitive streak (garis primitive) dan
embrio” untuk menunjukan embrio muda sebelum implatarasi. Hal ini menimbulkan
selamnya berlangsung secara mulus. Data ilmiah menunjukan bahwa lebih dari
sepertiga zigot selama dua minggu pertama, hal ini biasanya tidak tersadari. Dari
kehamilan secara klinis, kira-kira 15 persen menggalami keguguran dan sekitar 50-60
persen aborsi spontan terjadi karena kelainan kromoson. Bisa terjadi juga embrio
muda tidak berjalan ke rahim, tetapi tertinggal dalam tuba fallopii ( kehamilan
hidatidosa” (pertumbuhan abnormal dari embrio dan plasenta). Dan dengan cara lain
Dalam buku “When did I begin ? “, Norman Ford, setelah mempelajari semua
data embriologi moderen, ia sampai pada kesimpulan bahwa “aku” dimulai setelah
implantasi selesai dan primitive streak terbentuk, artinya 15-16 hari sesudah
pembuahan. Saat pembuahan sudah ada kehidupan manusiawi yang baru, tetapi
belum ada kehidupan personal. Namun walaupun embrio muda belum merupakan
23
Ibid, hlm.19
18
pesona dalam arti yang sebenarnya, ia memiliki potensi menjadi manusia yang baru.
Karena itu embrio muda tersebut sudah mempunyai status moral yang istimewa,
karena itu, embrio muda harus dihormati sebagai suatu pesona yang potensial. Dasar
untuk adalah individualitas genetiknya, yang mengakibatkan zigot serta embrio muda
berbeda dari semua sel atau kumpulan sel manusiawi yang lain.
berpendapat bahwa selama dua minggu pertama lebih mudah ditemukan pengecualian
pembuahan. Tidak bisa dianggap bahwa janin yang sudah ada adalah suatu benda
atau belum manjadi manusia. Saat terjadi pembuahan itulah awal terjadinya suatu
Pada umumnya sistem etika terbagi dalam dua kategori; yaitu non
situasionisme dan generalisme. Dalam kategori yang kedua adalah absolutisme total,
24
Ibid, hlm.22
19
absolutisme yang bertentangan dan absolutisme yang bertingkat. Untuk memahami
secara keseluruhan apakah etika itu maka dapat dijelaskan secara umum dan
1. Etika Umum
Etika bisa digunakan untuk menjelaskan apakah kelakuan dan tindakan seseorang
baik atau buruk. Atau untuk mengetahui norma-norma apakah yang digunakan oleh
Etika juga dapat didefinisikan secara lain. Dapat dikatakan, bahwa yang kita
bicarakan dalam etika ialah pertanyaan tentang apa yang baik dan apa yang buruk,
tentang apa yang benar dan apa yang salah. Tindakan dan perbuatan manusia selalu
ditinjau dari sudut tersebut, yaitu dari apa yang baik dan apa yang buruk. Dapat juga
ditinjau dengan menggunakan tinjauan dan kreteria yang lain, misalnya kriteria yang
25
Ibid, hlm.2
20
2. Etika dan Moral
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani Kuno. Kata Yunani “ethos” dalam
bentuk tunggal mempunyai arti antara lain; tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kadang, kebiasaan, adat akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam
bentuk jamak “ta etha” artinya adalah kebiasaan. Dan Aristoteles (384-322sM)
Jadi jika dibatasi dari asal usul dari kata ini, maka etika berarti; ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Tetapi menelusuri arti etimologis
saja belum cukup untuk mengerti apa yang dimaksudkan dengan masalah etika.
Kata yang cukup dekat dengan kata etika adalah moral. Kata ini berasal dari
bahasa Latin “mos” (jamak: “mores”) yang bearti juga: kebiasaan, adat. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia 1998.28 Kata mores mempunyai arti yang sama. Jadi
secara etimologi kata moral dan etika memiliki arti yang sama. Ada perbedaan yang
menyolok dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia ( Tahun 1993)29 etika dijelaskan
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang Baru30menjelaskan arti kata etika sebagai
berikut:
1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak).
26
J.L Ch. Abineno, 1996, Sekitar Etika dan Soal-soal Etis, Jakarta: BPK GM, hlm.1
27
K. Bertens, 1999, Etika, Jakarta : Gramedia, hlm.4
28
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998, Jakarta : P dan K
29
Poerwadarminta, 1953, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta
21
3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
3. Etika Kristen
yang berlaku tersebut. Jadi etika termasuk dalam golongan ilmu pengetahuan
normatif. Ia memajukan tentang masalah apa yang baik. Dari cara pandang hukum
Taurat dan Injil: segala sesuatu yang dikehendaki Allah, itulah yang baik. Inilah yang
menjadi pokok etika teologi yang menjadi sumber mutlak dari pengetahuan etika
teologis adalah Alkitab. “mata” etika teologis harus terbuka untuk memperhatikan
dan kemasyarakatan, dimana umat kristen hidup dalam negara tertentu. “telinga”
etika teologis harus terbuka pula untuk mendengarkan firman Allah yang tertulis
dalam Alkitab.31
Menurut beberapa ahli, etika kristen adalah etika yang bertolak dari hukum
Allah dan karena itu memilki sifat heteronom. Dalam etika Kristen iman bertumbuh
diatas akal budi (= rasio). Menurut beberapa teolog Protestan, memang seharusnya
manusia menaklukan diri – dengan hati dan akal budinya – pada Allah. Manusia tidak
memilki hak untuk “ meng- eks Komunikasikan” akal – budi (= rasio) nya dalam
30
Kamus Besar, Op. Cit
31
J. Verkuyl, 1997, Etika Kristen Bagian Umum, Jakarta: BPK GM, hlm.10
32
Abineno, Op. Cit, hlm.14
22
Pandangan tentang manfaatnya peraturan-peraturan dan tentang manfaatnya
moral atau kesusilaan erat hubungan dengan pandangan hidup kita. Firman atau
membebaskan” (bnd. Yak. 2:12 ) dan tentang “ baik dan tidak haramnya segala
Kitab suci merupakan sumber pengetahuan manusia akan Allah. Akan tetapi
mengaibakan Allah sebagai penciptannya. Maka etika Kristen tidak akan dapat
1. Antinomianisme
penganti hukum, menganggap bahwa tidak ada hukum moral yang mengikat, bahwa
segala sesuatu bersifat relatif. Antinomianisme etis memilki sejarah yang panjang.
Sedikitnya ada tiga gerakan dalam dunia kuno yang membangkitkan paham ini yaitu
33
Ibid, hlm.15
34
Ibid, hlm.16
35
Norman L. Geisler, Op. Cit, hlm. 34
23
a. Prosesisme
percaya segala sesuatu di dunia ini ada di dalam keadaan yang secara konstan
berubah terus menerus. Juga Cratylus, karena begitu yakinnya bahwa semuanya
berubah terus menerus sehingga ia tidak yakin akan dirinya sendiri. Paham ini jika
ditetapkan dalam bidang etika, tidak ada hukum-hukum moral yang tetap. Setiap nilai
b. Hedonisme
Kata ini berasal dari bahasa Yunani “hedone” yang memiliki arti kenikmatan.
membuat kenikmatan sebagai esensi kebaikan dan rasa sakit sebagai esensi kejahatan.
Jika hal ini diterapkan dalam bidang moral, maka apa yang secara moral baik bagi
c. Skeptisisme
skeptis bersikeras bahwa setiap masalah memilki dua sisi dan setiap pertanyaan dapat
36
Log. Cit
37
Log. Cit
24
dibantah terus menerus. Jika diterapkan dalam bidang etika hal ini berarti bahwa tidak
lain:
a. Intensionalisme
Pada abad ke-12, Peter Abelard berpendapat bahwa suatu tindakan itu benar,
jika dikerjakan dengan maksud yang buruk. Jadi, kelihatan benar atau salah tindakan
b. Voluntarisme
Pada abad ke-14, William dari Ocklam berpendapat bahwa seluruh prinsip
moral dapat ditemukan dalam kehendak Allah. Jadi Allah dapat memutuskan secara
berbeda mengenai apa yang benar dan apa yang salah. Namun penganut
Voluntarisme kristen mereka tidak dapat bersifat yakin bahwa hukum moral tidak
dapat berubah.40
c. Nominalisme
universal. Universal hanya ada dalam pikiran, bukan dalam realitas. Dunia
sebenarnya hanya bersifat individual. Jika alasan ini diterapkan dalam etika, maka
tidak ada yang namanya kebaikan atau keadilan. Yang ada hanya tindakan-tindakan
38
Log. Cit
39
Log. Cit
40
Ibid, hlm.35
25
keadilan individual yang berbeda dari yang lain, tetapi tidak ada hal seperti keadilan
itu sendiri.41
a. Utilitarianisme
menghasilkan kebaikan yang paling besar bagi sejumlah besar manusia dalam waktu
selama mungkin. Dalam peristiwa apapun juga, tidak ada hukum-hukum moral yang
b. Eksistensialisme
tidak ada alasan atau pembenaran moral untuk tindakan seperti itu, dan dalam hal ini
melampaui keputusan etis. Kemudian Paul Sautre berpendapat bahwa tidak ada
c. Evolusionisme
Hal ini dipelopori Darwin, Herbeth Spencer yang meluaskan dalam teori
kosmik. Pada prinsip pokoknya adalah bahwa apapun juga yang membantu proses
41
Log. Cit
42
Log. Cit
43
Ibid, hlm. 36
26
Penganutnya yang terkenal adalah Adolf Hilter dengan bukunya “mein Kampt”
(1924).44
moralitas yang tidak memiliki hukum. Tiga gerakan yang menonjol adalah
a. Emotivisme
ekspresi dari perasaan. Karena itu tidak ada hukum-hukum moral yang objektif dan
b. Nihilisme
membunuh Dia”. Pada saat Allah mati maka seluruh nilai-nilai yang objektif mati
bahwa dia lebih suka menghendaki ketiadaan daripada tidak berkehendak sama
sekali.46
44
Log. Cit
45
Ibid, hlm.37
27
c. Situasionisme
Menurut pandangan ini segala sesuatu itu relatif yaitu bergantung pada
sistuasi orang itu. Menurut Joseph Flecther tidak ada prinsip-prinsip moral yang
berlaku unutk semua orang disegala zaman. Semua keputusan etis bergantung pada
menmyalahkan diri sendiri dan menyangkal nilai moral yang mengikat. Kedua,
2. Situasionisme
satu hukum untuk segala sesuatu, yaitu hukum kasih. Penganut situasionisme
memilki satu hukum kasih (agape), banyak peraturan hikmat yang umum (sophia)
yang lebih kurang dapat diandalkan dan saat pengambilan keputusan tertentu
( kairos).
Ada empat prinsip yang digunakan dalam paham ini yaitu pragmatis,
absolutisme satu norma. Namun bagaimanapun juga ternyata satu prinsip moral
sebenarnya adalah sesuatu yang formal dan kosong. Paham ini tidak memilki isi
46
Log. Cit
47
Ibid, hlm.38
28
sebelumnya atau terlepas dari situasi tersebut. Karena pada prinsipnya hukum moral
absolut yang kosong dalam prakteknya sebenarnya tidaklah lebih baik daripada tidak
3. Generalisme
beberapa prinsip moral yang mengikat, paham ini bersikeras bahwa tidak ada satupun
dari hukum-hukum moral yang bersifat mutlak. Kecuali ada beberapa ketentuan-
ketentuan moral yang objektif mengenai isi yang sesungguhnya yang mengikat
manusia disegala jaman, maka pada saat tertentu adalah mungkin bahwa tindakan
4. Absolutisme Total
Meskipun ada aspek-aspek positif dari paham ini dan usaha-usahnya yang
mulia untuk memelihara hal-hal mutlak yang tidak berubah. Namun sikap ini tidak
realistis dan tidak mampu menghindarkan perubahan yang tidak terelakan dari hal-
hal yang mutlak untuk memberikan suatu jawaban yang memadai terhadap sejumlah
48
Ibid, hlm.72
49
Ibid, hlm.95
29
pertentangan-pertentangan Alkitabiah dan kehidupan yang nyata dari perintah-
perintah ilahi.50
5. Absolutisme Konflik
Pandangan ini yakin bahwa banyak hal-hal moral yang mutlak yang kadang
Allah itu bersifat mutlak dan karenanya tidak dapat dilanggar. Sebaliknya, pandangan
ini mengakui bahwa dunia ini telah jatuh dalam dosa. Dan didalam keadaan ini
terdapat dilema-dilema moral yang nyata. Namun demikian walaupun ada wawasan-
wawasan yang sangat membantu, pandangan ini nampaknya tidak mempunyai dasar
6. Absolutisme Bertingkat
Didalam banyak hal pandangan ini meyakini hal-hal moral yang mutlak.
mereka sendiri tidak terdapat konflik, dan bersifat mutlak dalam urutan prioritas
50
Ibid,hlm.119
51
Ibid, hlm.140
30
Prinsip-prinsip dasar dari absolutisme bertingkat adalah: ada banyak prinsip-
prinsip moral yang berakar didalam karakter moral Allah mutlak; ada kewajiban-
Beberapa uraian tentang sistem etika yang berlaku didalam masyarakat. Pada
dasarnya, tidak memberikan jawaban yang tepat terhadap persoalan etika khususnya
dianutnya, bukan berdasarkan nilai-nilai iman kristen yang hakiki. Apabila masalah
aborsi adalah masalah yang begitu rumit, jelaslah kita membutuhkan landasan yang
52
Ibid, hlm. 167
31
BAB III
MASALAH ABORSI
A. Sejarah Aborsi
Secara umum dahulu, aborsi hampir selalu dipraktikan diluar profesi medis atau
pinggiran profesi medis ; oleh “dukun” atau profesional medis yang tidak resmi,
seperti bidan. Salah satu alasan ialah bahwa kondisi kehamilan yang normal saat
itu tidak dilihatnya sebagai wilayah profesi medis. Ibu hamil tidak dianggap
sebagai orang sakit. Pengasuhan ibu hamil ditangani oleh bidan-bidan atau dukun
beranak. Baru sekitar abad ke-19 kehamilan mulai diterima sebagai kondisi medis
Association ( AMA ) yang didirikan pada tahun 1847 dengan tegas menolak
aborsi. Sikap anti aborsi ini menandai juga ikatan-ikatan dokter yang terbentuk di
negara-negara lain dan memberikan dampak yang kuat atas kebijakan negara
masing-masing.
Di Amerika Serikat, sebelum tahun 1800 tidak ada satu pun negara bagian
yang memilki peraturan yang melarang aborsi. Yang menjadi alasan utama
kedokteran ikut mendorong ke arah itu. Maka sekitar tahun 1900 semua negara
32
bagian di Amerika Serikat mempunyai peraturan anti-aborsi yang ketat. Demikian
Fenomena histories dimulai ketika Hippokrates dari Kos (abad ke-5/ ke-4
sM), orang Yunani Kuno yang digelari sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran” karena
Oath ) yang menyatakan : “Aku tidak akan memberikan seorang wanita hamil
sarana yang abortif”. Walaupun ahli-ahli sejarah menjelaskan bahwa dokumen ini
Sumpah Hippokrates ini sendiri bertentangan dengan tata nilai yang menandai
masyarakat Yunani pada waktu itu. Dalam kalangan Yunani kuno, aborsi dan
pembunuhan anak kecil diterima tanpa keberatan dan ramai dipraktekan. 39 Kunci
untuk mengerti larangan Hippokrates ini barangkali disajikan dalam kalimat yang
menyusul larangan aborsi tersebut yaitu : “Dalam kemurnian dan kesucian akan
menegaskan: “I will maintain the utmost respect for human life from the time of
dimulai saat pembuahan ). . Kata terakhir “from the time of conception” ( dimulai
saat pembuahan ) menjadi “from its beginning”( dimulai pada permulaan ) artinya
37
Op. Cit, Aborsi, hlm.5
38
Mary Anne Warren, 1989, The Abortion Struggle In America, Bioethics 3 nr.4, hlm.320-332
39
Ludwig Edelstein, 1943, The Hippocratic Oath ( Text, Translation and Interpretation ),
Baltimore : The Jhon Hopkins Press, hlm. 10-14
33
kapanpun kehidupan manusia dianggap dimulai, profesi kedokteran harus
Ada etikawan yang berpendapat bahwa suatu syarat lain harus dipenui
lebih dahulu, sebelum kita bicarakan tentang kehidupan yang personal. Tidak
mungki dibayangkan pesona tanpa otak yang berfungsi. Jadi, kita boleh berbicara
tentang kehidupan manusia yang personal, bila fungsi otak tampak dalam
perkembangan embrio. Tentang pendapat ini perlu diakui bahwa fungsi otak
merupakan syarat bagi pesona dalam arti yang sebenarnya. Tetapi didalam embrio
yakni dimana saat manusia baru menerima jiwa rohani dan baka dari Tuhan. Hal
ini dapat dimaksudkan bahwa manusia lebih daripada hewan. Sifat rohani dan
manusia bersifat rohani dan baka, serta dicurahkan langsung oleh Tuhan dalam
40
Op. Cit, hlm.22
34
embrio tersebut. Setelah data-data embriologi diketahui, agama harus memikirkan
kembali saat penjiwaan. Norman Ford dan cukup banyak teolog Kristen lain
16 sesudah pembuahan.41
keputusan etis didalamnya. Di sekitar tahun 1970-an, muncul suatu disiplin ilmu
baru yang muncul yaitu Bioetika, yang mempelajari tingkah laku manusia dalam
lingkup ilmu pengetahuan yang terkait erat dengan kehidupan manusia. Disiplin
ilmu ini hampir mencakup semua etika medis tradisional namun tidak terbatas
obat bius, hak pasien untuk mengetahui kebenaran,rahasia jabatan ) dan lain-
lain.42 Juga sekitar tahun 1985, Mennonite Mutual Aid ( MMA ) di Goshen,
tanggapan yang tepat terhadap dilema etis yang dihadapi sehubungan dengan
perawatan medis.43
Namun sejarah aborsi lebih panjang dari dua hal tersebut diatas. Sekitar
pertengahan abad ke- 20, peraturan hukum anti aborsi dibanyak negara mulai
tahun sebelum Perang Dunia ke II. Sesudah masa Perang Dunia ke II berakhir,
41
Ibid, hlm.24
42
Edouars Bone, 2001, Bioteknologi dan Bioetika, Yogjakarta : Kanisius, hlm. 24
43
John Rogers ( Penyuting ), 2001, Etika Medis Suatu Prespektif Kristen, Jakarta : BPK GM,
hlm.xvii
35
Jepang adalah negara pertama yang mengizinkan aborsi, seperti Rusia, Cina dan
banyak negara komunis lainnya beberapa tahun kemudian dan disusul oleh
dunia menghadapi suatu situasi baru dan pada tahun 1970 mengeluarkan sebuah
mengakhiri kehamilan harus disetujui oleh dua dokter yang berkompeten dengan
memenuhi persyaratan hukum setempat. Akan tetapi, deklarasi ini tidak mengikat
sesudah deklarasi Oslo ini tidak pernah diperluas lagi. Samapai meliputi aborsi
bahwa aborsi terapeutik dilakukan untuk menyelamatkan nyawa si ibu. Hal ini
yang lebih luas tentang aborsi terapeutik. Dalam konsistusi dari Organisasi
Kesehatan Dunia ( WHO ) tahun 1946 memberikan interpretasi yang luas tentang
44
K. Bertens, OP. Cit, hlm.10
45
Ibid , hlm. 11
36
Akhirnya interpretasi tentang kesehatan tidak semudah itu, sebenarnya
secara implisif diakui oleh deklarasi Oslo, dengan ditetapkan bahwa dokter yang
kepentingan dan kesulitan hati nurani akan makin mempersulit hal ini.
janin belum viable, belum dapat hidup secara mandiri diluar rahim, artinya
sampai kira-kira usia janin berumur 24 minggu atau sampai awal trimester ke tiga.
Tetapi dalam hal ini – usia janin bukan merupakan kreteria yang paling
menentukan karena pertimbangan yang tidak kalah penting adalah adalah berat
dan panjang janin. Dan yang terpenting adalah tersedianya teknologi modern
seperti yang dipakai dalam Unit Rawat Intensif Neonatal. Dengan memakai
teknologi canggih, kini janin dapat diselamatkan beberapa minggu sebelum usia
24 minggu. Dipandang dari segi medis – teknis, aborsi paling mudah dilakukan
dalam trimester pertama kehamilan. Yaitu pada saat usia janin 7-12 minggu
dengan istilah Kuret Isap ( suction curettage ). Disini cukup memakai anestesi
lokal dalam serviks sedangkan ketika usia janin berumur 13-20 minggu biasanya
dipakai metode dilatasi ( dilation and evacuation atau D and R ). Bagi si ibu,
metode ini lebih berat dan harus disertai anestesi total. Hal ini hanya dapat
dilakukan klinik yang terampil. Sesudah abad ke 20 metode yang dipakai adalah
disuntikan dalam rongga amnion, lalu isi rahim dikeluarkan secara alami. Aborsi
37
trimester kedua keatas biasanya dilakukan dalam Rumah Sakit, agar setiap
Prancis ditemukan pil aborsi atau RU-486. Nama kimianya adalah “Mifepristone”.
Menyusul kemudian pada tahun 2000 yang lalu, Amerika melalui Food and Drug
ini. RU-486 ini dianggap efektif guna mengakibatkan aborsi sampai tujuh minggu
sejak menstruasi terakhir. Perempuan harus mengunjungi dokter tiga kali. Pada
sehingga embrio mati. Dua hari kemudian ia harus ke dokter lagi agar
akan keluar secara alami. Sesudah tiga minggu, kunjungan terakhirnya ke dokter
menjamin privasi bagi si perempuan, karena tidak perlu diklinik untuk melakukan
prosedur bedah.47
mengatur masalah aborsi. Di Inggris aborsi dilegalisasi pada tahun 1967 dengan
dengan keputusan terkenal dari Supreme Court mengenai Roe V. Wade pada tahun
46
K. Bertens, OP. Cit, hlm. 19
38
1973. Belanda mengijinkan aborsi legal sejak tahun 1976. Syarat dan cara
legalisasi aborsi di setiap negara berbeda misalnya ketentuan usia janin, syarat
lain yang sering ditentukan adalah mewajibkan konsultasi dengan dokter kedua
menunjuk beberapa rumah sakit atau klinik tertentu, pengawasan tertentu atas
mengatakan : “Kesehatan adalah keadaan – sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup prodiktif secara sosial dan ekonomis”.
Pada pasal 1 ayat 1 “Jika seorang wanita hamil tidak ingin melanjutkan
kehamilanya, barangkali ia tetap dalam keadaan fisik yang prima, tetapi ia pasti
tidak “ dalam keadaaan kesejahteraan Psikhis dan sosial yang menyeluruh”. Jika
ia tidak sehat dalam arti itu tindakan terapeutik dapat diambil untuk memulihkan
kesehatannya.49
Pasal 52
1. Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial
dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem fungsi, dan proses reproduksi
pada saat hamil dan melahirkan juga mencakup masa sebelum dan sesudah
47
Ibid , hlm. 5
48
Aborsi, Log. Cit
39
sampai dewasa, kesehatan seksual, dan kesehatan setelah melewati masa
subur.
Pasal 53
pasal 52 :
a. Setiap orang mempunyai hak untuk dapat menjalani kehidupan reproduksi dan
kehidupan seksual yang sehat, aman, bebas dari paksaan, atau kekerasan.
Pasal 54
kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau bagi masyarakat yang
memerlukan.
Pasal 55
49
Ibid, hlm. 11
40
2. Penyelenggaran pelayanan reproduksi sebagimana dilaksudkan dalam ayat (1)
Pasal 56
2. Pelayanan penguguran kandungan yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
tindakan;
bersangkutan ;
Undang-undang (RUU) tahun 2003, pada pasal 53 ( butir b, c ), pasal 54, pasal 56
50
Surat Terbuka, 2004, Surabaya: Yayasan Pro Life, lamp. 1
41
E. Aborsi Dari Sudut Etika
alasan untuk apa yang dilakukan oleh manusia. Hal ini menyangkut baik atau
buruknya suatu kelakuan manusia itu sendiri. Aborsi sendiri merupakan topik
yang sangat kontraversi dan menyangkut moralitas. Dalam hal ini maka
pembahasan tidak terlepas dari sudut etis secara murni dan netral. Beberapa
1. Wacana Hak
Bagi pihak yang menyetujui aborsi, pendekatan hak adalah jalur pemikiran
yang paling banyak ditempuh. Penekanan mereka bertitik tolak bahwa perempuan
untuk melanjutkan kehamilannya atau tidak. Dalam hal ini pihak luar tidak boleh
ikut campur. Bahayanya adalah jika hal ini demengerti secara estrim maka timbul
hak yang mutlak. Akan tetapi, jika argumentasi dikemukakan dengan cara yang
lebih moderat, hak atas aborsi bisa dipertimbangkan dengan faktor-faktor yang
lain.
tidak benar bahwa perempuan hamil boleh melakukan apa saja dengan tubuhnya.
hamil tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab atas kondisinya tersebut.
Ketiga, yang terpenting, janin dalam kandungan tidak bisa dikatakan merupakan
tubuh perempuan hamil. Janin tersebut adalah manusia baru dan karena itu harus
42
b. Hak Janin
Hak ini biasa digunakan oleh mereka yang menolak aborsi. Namun ada
kesulitan-kesulitan secara nyata akan hal ini. Pertama, tidak dikatakan bahwa
janin mempunyai hak secara legal. Belum ada sistem hukum yang mengakui hak-
hak janin dalam arti hukum. Kedua, hak yang dapat dimaksudkan disini adalah
hanyalah hak moral. Hak moral merupakan hak dalam arti yang sesungguhnya,
walaupun tidak dapat dituntut secara hukum. Namun demukian, kalau janin belum
mempunyai hak yang sesungguhnya, tidak boleh dikatakan bahwa orang lain tidak
perempuan) yang telah mengakibatkan kehidupan baru itu. Mereka dan kita semua
Choice)
polarisasi antara kelompok anti aborsi yang telah menamakan dirinya pro-
mahluk hidup yang tidak bersalah. Sebagaimana pandangan bahwa mahluk hidup
tak bersalah tidak boleh dibunuh dalam lingkup situasi apapun; kelompok
51
K. Bertens, Op Cit, hlm. 26-28.
43
Kelompok pro-pilihan cenderung percaya bahwa janin itu bukanlah
mahluk manusiawi, atau dia (jikalau mahluk manusia) tidak mempunyai hak dan
kepentingan dan tidak logis dilukiskan sebagai tak bersalah ataupun bersalah.
Roma, dan para Klerus Islam. Akan tetapi, mereka bukan satu-satunya yang
melawan aborsi. Demikian juga banyak pengikut Mahatma Gandhi dan sejumlah
Adapun beberapa alasan lain yang menjadi titik tolak pemikiran mereka
adalah ;
mendukung posisi pro- pilihan. Pada umunya mereka berpendapat bahwa janin
Abortion yang diterbitkan pada tahun 1973 dan juga Michael Tooley menerbitkan
and individual freedom, menyatakan bahwa kedua proposisi berikut ini benar :
Pertama, kehidupan manusia, termasuk kehidupan embrio, itu suci ; Kedua, setiap
wanita mempunyai hak mutlak untuk permintaan aborsi. Namun jika dilihat lagi
52
Jenny Teichman, 1998, Etika Sosial, Jogjakarta : Kanisius, hlm. 103-105
44
Joel Finberg berpendapat bahwa janin tidak boleh dicederai, namun ia
jati diri, pengalaman, eksistensi, kehidupan yang lestari. Maka jika sebuah janin
tidak mempunyai konsep sama sekali, jelas ia tidak mempunyai sakit. Dua premis
disimpulkan bahwa janin itu adalah manusia, yang memilki entitas manusiawi.
organisme manusia dalam rahim in walaupun intuisi –intuisi bahkan dari pihak
pro- kehidupan (atau paling tidak sebagian dari mereka) mungkin mendukung
53
Ibid, hlm. 109-111
45
gagasan bahwa membunuh janin pada saat awal tidaklah seburuk menjalankan
pengguran terlamabat dan kemudian membunuh bayi takkala dia muncul dari
rahim ibunya.
manusia, potensi-potensi manusia, dan sifat-sifat khas dirinya – misalnya dia laki-
laki atau perempuan, besar atau kecil, kulit terang atau gelap, sehat atau tidak
Tak ada satu alasanpun yang dikenal biologi untuk menyangkal bahwa ada
organisme manusiawi yang hadir sejak saat pengandungan, dan takada alasan
untuk berfikir bahwa organisme ini merupakan bagian dari sebuah yang lain
Supaya menjadi lebih jelas betapa sulitnya dilema moral yang ditampilkan
oleh masalah aborsi, maka akan dikemukakan beberapa kasus konkret. Kasus-
kasus ini bukan merupakan kasus individual (dalam arti dialami oleh orang-orang
beda dan tidak semua orang akan memilih pemecahan yang sama. Tentunya,
banyak kasus lain yang terjadi. Disini hanya diberikan beberapa contoh yang
54
D. Braine, 1981, Why Abortion ? Dalam Light in Darkness, Disable Lives ? Papers in some
Contemporary Medical Problem. Dikumpulkan oleh komisi Medis, „Order Of Christian Unity‟,
London : Unity
55
Jenny Teichman, Op. Cit, hlm.112-116
46
a. Ibu Hamil dengan Kanker Rahim
Dalam kasus ini, biasanya seorang ibu hamil dan didiagnosis terkena
hysterectomy ). Jika usia kehamilanya belum cukup, janin pasti akan mati.
Kasus seperti ini sudah lama dikenal dalam etika dan secara umum
si janin. Dasar pertimbangan yang biasa digunakan disini adalah prinsip efek
ganda ( The Principle of Double Effect ). Artinya operasi ini mempunyai dua efek
sekaligus. Efek baik adalah si ibu akan sembuh dari penyakitnya, sedangkan efek
buruk adalah janin akan mati. Karena itu operasi yang diserati aborsi itu dapat
dibenarkan.
Sering terjadi sesudah pembuahan, embrio muda tidak sampai pada tempat
ditempat lain, biasanya dalam tuba Fallopii. Sementara itu, embrio muda tersebut
tumbuh terus menerus dan mengakibatkan problem san ibu. Kalau dibiarkan
berkembang ibu pasti akan mati dan janin tidak dapat diselamatkan. Kondisi ini
dan embrio tidak langsung. Disini aborsi dilakukan karena indikasi medis.
47
c. Pasien Jantung Yang Hamil
hamil, karena jantungnya tidak kuat untuk menahan kehamilan selama sembilan
bulan. Namun jika wanita ini hamil apa yang akan dilakukan ?
Biasanya jika resiko terlalu besar untuk si ibu, dengan jelas ada indikasi
medis untuk mengakhiri kehamilan. Jalan keluar yang lain adalah dengan istirahat
total ditempat tidur, maka resiko akan dibatasi sampai ke tingkat minimum. Dan
keputusan akhir sedikit banyak tergantung pada situasi konkret keluarga yang
bersangkutan.
d. Janin Anensetal
Ini adalah salah satu bentuk abnormalitas janin. Janin anensetal tidak
mempunyai otak atau hanya mempunyai batang otak jika dia lahir akan hidup
hanya beberapa bulan. Ia tidak akan pernah mencapai taraf kesadaran. Ia tidak
kasus ini, dengan alasan bahwa janin anensetal bukan manusia dalam arti
sesungguhnya. Karena itu tidak ada arti untuk melanjutkn kehamilan ini.
e. Janin Cacat
beberapa metode lain (amnio centesis, biopsi chorion, fetuskopy) dapat dipastikan
bahwa janin dalam kandungan mempunyai cacat. Menurut ilmu kedokteran, 9-6
48
persen dari semua bayi yang lahir mempunyai kelainan tertentu dan kira-kira
Walaupun dalam praktek medis sekarang janin yang cacat berat diaborsi,
namun argumentasi moral untuk praktik ini tidak akan dapat meyakinkan semua
pihak. Tetapi perlu diakui, kreteria inipun dapat diinterpretasi dengan pelbagai
cara. Sebab tidak semua orang tidak mempunyai presepsi yang sangat berat –
Sesudah kerusuhan bulan Mei 1998 di Jakarta dan Solo, timbul diskusi
dalam masyarakat tentang boleh tidaknya dilakukan aborsi bagi korban perkosaan.
Ketua Umum IDI (Ikatan Dokter Indonesia) mengatakan bahwa wanita hamil
akibat tidak perkosaan hanya dapat dilakukan bilamana terdapat indikasi medis
56
F. Abel e.a, 1988, Human Life : its beginnings and development, Paris : L‟ Hormattan, hlm. 117
49
Pregnancy) perseribu kelahiran. Di Jerman angka itu hanya 8,5 , di Spanyol 7,7 ,
Salah satu faktor terpenting disini adalah pendidikan seks yang diberikan
kepada kaum muda. Penyuluhan seksual yang baik selama pendidikan di sekolah
Kasus ini adalah diamana pasangan yang belum menikah. Tanpa terduga
sebelumya, pasangan ini hamil, karena merasa malu karena dianggap aib hendak
menggugurkan kandungan.
terhadap jenis kelamin tertentu. Perbedaan kelamin ini juga dapat dipastikan sejak
Namun dalam hal ini harus diakuinya kesetaraan kedua jenis kelamin.
Karena kesetaraan inilah harus diakui persamaan hak mereka dan tidak boleh
dilakukan diskriminasi. Dan tidak ada alasan apapun untuk tidak memngakui
57
Newsweek, 21-6-1999
58
K.Bertens, Op. Cit, hlm.41-52
50
BAB IV
memberikan suatu solusi yang terbaik, bukan hanya sebuah teori yang indah namun
tidak dapat digunakan. Seperti pernah diucapkan almarhum John Mackay. Sewaktu ia
dibahas secara etis teologis iman Kristen, yakni dengan jalan mengembangkan setiap
akal budi kristiani. Artinya, akal budi yang berdiri teguh diatas landasan praduga-
praduga asasi Alkitabiah. Hanya akal budi yang demikian dapat berpikir secara utuh
Mengapa iman, menjadi sentral dalam hal ini. Karena kehidupan orang
kristen, segala tindakan dan perbuatannya tidaklah terlepas dari ukuran iman. Iman
Perjanjian Lama kata iman berasal dari kata aman, yang memiliki arti memegang
teguh. Kata inipun muncul dalam berbagai bentuk , misalnya dalam arti memegang
83
John Stoot, Op. Cit, hlm.17
51
teguh pada janji seseorang. Jika hal ini diterapkan pada iman Kristen , maka kata
iman adalah Allah harus dianggap sebagai yang teguh atau yang kuat. Iman juga
mengamini bukan hanya dengan akal saja, akan tetapi dalam tindakan juga. Harun
Hadiwijono, memberi arti iman lebih luas lagi yaitu mengamini dengan segenap
kepribadian dan cara hidupnya kepada janji Allah, bahwa ia didalam Kristus telah
mendamaikan orang berdosa dengan Allah, sehingga segenap hidup orang yang
benar, tetapi bukan juga pengetahuan yang tidak dapat kita buktikan. Melainkan suatu
kepercayaan yang praktis pada sesuatu yang lebih dihargai daripada hal yang lain.
Iman merupakan suatu sentral yang memberi arti kepada seluruh kehidupan. Kita
beriman kepada hal yang kita pegang meskipun harus menyerahkan semua yang lain
Inilah yang harus mendasari setiap tindakan yang dilakukan dalam menagani
masalah aborsi. Sudut pandang iman Kristen yang bersumber dari Firman Allah itu
sendiri, harus menjadi acuan dalam pengambilan kepurusan terutama dalam masalah
aborsi. Karena perintah-perintah Allah harus dipahami dan dilakukan secara mutlak.
Dasar pemikiran yaitu percaya kepada Allah yang hidup. Aborsi, jelas adalah suatu
84
Harun Hadiwijono, 1997, Iman Kristen, Jakarta: BPK GM, hlm.17
85
Malcom Brownlee, 1996, Pengambilan Keputusan-keputusan Etis dan Faktor-faktor Didalamnya,
Jakarta : BPK GM, hlm.71
52
hakekatnya janin dalam kandungan adalah suatu pribadi yang dihargai sama dengan
manusia dewasa.86
kan tetapi janin adalah manusia. Dan aborsi adalah pembunuhan terhadap manusia.
Alkitab baik itu dalam Perjanjian Lama (bnd. Maz.139:15-16) dan juga dalam
manusia sudah terbentuk.87 Sebab sejak pembuahan tersebut janin bukan lagi hanya
sekedar sesuatu yang berpotensi menjadi manusia, akan tetapi merupakan manusia itu
sendiri yang memiliki potensi untuk berkembang akan mengaktualkan dirinya dengan
Jadi bukan juga karena janin belum memiliki fungsi otak, maka janin
dianggap sebagai suatu benda. Agama tidak dapat membatasi kapan dimulainya suatu
kandungan Allah turut “menenun dan membentuk buah pinggang” ( bnd. Maz.
139:13 ) dan manusia diciptakan seturut dan segambar dan serupa dengan Allah (
imagodei ).88 Karena manusia itu serupa dan segambar dengan Allah berarti disini
ada sesuatu nilai “kekudusan” di dalam kehidupan. Maka, ketika kita membunuh
dengan cara melakukan aborsi terlihat disini tidak ada penghargaan terhadap
86
Baca : Kej. 21:8, Kel.2:3
87
Ibid, hlm. 76-77
88
Bnd : Pendapat beberapa etikawan yang menyetujui masalah aborsi (pada Bab III, Footnote 56)
53
kekudusan hidup dan mengingkari iman kristen karena melanggar hukum Allah
Penghargaan yang sama juga diberikan kepada janin dan ibunya di dalam
Perjanjian lama yaitu apabila terjadi suatu kecelakaan yang menggugurkan janin
dalam kandungan hukum yang sama akan diberikan yaitu nyawa ganti nyawa.
pengajaran ini tampak dalam kehidupan Yesus. pada dasarnya ada dua prinsip yang
diajarkan oleh Yesus. Pertama, yaitu prinsip kasih, dan prinsip yang lain yaitu prinsip
moral yang sempurna. Kasih disini adalah mengasihi Allah dan sesama manusia.
Jika kita mengasihi sesama manusia ( janin ) dan sama seperti mengasihi
Allah, maka tidak mungkin ada tindakan aborsi sebab iman religius dipersembahkan
bukan kepada benda yang mati melainkan kepada pribadi yang hidup. Karena Allah
bersifat pribadi, bukan benda, maka iman kita memiliki dua arah yaitu pemeliharaan
Allah kepada kita dan kepercayaan kepada Allah. Hubungan ini diperdalam lagi
dengan sikap doa, yaitu keterbukaan kepada Allah dan kerelaan selalu merubah
rencana kita supaya sesuai dengan rencana Allah. Ini adalah sebagai suatu bukti
kesetiaan kepada Allah dengan cara memegang teguh kewajiban yang utama , yaitu
untuk melayani Allah sekalipun pelayanan itu berbahaya dan tidak popular.
89
Albert C. Knudson, The Principles of Christian Ethics, New York; Nasville: Abingdon – Cokesbury
press, hlm. 35-36.
54
a. Pandangan Aborsi Secara Medis
karena secara bersamaan pengertian aborsi secara tidak disengaja dan sengaja
tidak terlepas dari medis, baik itu yang secara nyata-nyata dilakukan ataupun yang
dilakukan oleh profesi medis “pinggiran” ( yang justru membawa dampak yang lebih
parah ), karena keselamatan sang ibu juga ikut terancam. Dipihak lain masalah aborsi
di Indonesia merupakan pilihan yang sulit antara aborsi dilegalkan atau ditolak sama
sekali.
terikat oleh sumpah dan memiliki kode etik tersendiri. Di Indonesia hal ini diatur
dalam kode etik kedokteran Indonesia ( Kodeki ) dan beberapa perangkat hukum
yakni KUHP dan UU No. 18 tahun 1981, kemudian diperbaharui dalam UU No. 23
tahun 1992, khususnya pasal 15 dan 80. Undang-undang tersebut berlaku sejak
makhluk insani”
Jelas pasal ini memberikan pedoman bahwa dokter tidak boleh melakukan aborsi,
sebab dokter harus melindungi setiap makhluk insani sejak dalam pembuahan hingga
90
CB. Kusmaryanto, Op. Cit, hlm. 37.
91
Lo.cit
55
Dalam uraian-uraian tersebut di atas terangkum suatu arti bahwa baik menurut
oleh Prof. Dr. Budi Utomo, dkk. Menyebutkan bahwa 70% aborsi di desa dilakukan
oleh dukun, sedangkan di perkotaan sekitar 15%. Diperkirakan juga sekitar 70%
sebelum datang ke klinik atau ke rumah sakit dengan berbagai cara, misalnya minum
jamu, memijar perut, memasukan benda-benda tertentu ke dalam perut dan lain-lain.
pembiayaan untuk aborsi biasanya berkisar antara 1-10 juta rupiah ( pada tahun 2001
).92
banyak aborsi yang dilakukan secara ilegal yang sangat sulit untuk dikontrol baik itu
yang ditangani oleh dokter maupun tenaga medis tradisional ( dukun ). Yang bisa
dilakukan menurut pemikiran penulis adalah memperbaiki cara pandang, ahklak dan
moral. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius, namun disisi yang lain
banyak tindakan yang jauh dari sikap kereligiusan itu sendiri. Profesi medis disisi lain
sulit untuk dipersalahkan, namun keberadaan mereka ikut memeberi andil makin
banyaknya aborsi. Iman kristen jelas menyatakan bahwa segala tindakan kita harus
92
Ibid, hlm. 47.
56
bersumber pada Allah, yaitu dengan cara mengerti yang segala difirmankanNya
Iman kristiani mengakui bahwa Allah turut membentuk manusia sejak dalam
kandungan dan larangan yang jelas dalam sepuluh perintah “jangan membunuh”.
Inilah yang menjadi landasan pemikiran bahwa dasar tindakan setiap orang kristen
adalah imannya kepada Allah. Dan aborsi adalah tindakan pembunuhan karena bayi
dalam kandungan adalah suatu pribadi yang nilainya sama dengan manusia dewasa.
Menurut H. Richard Nieburh, etika / prinsip moral kristen adalah berpusat pada
Tuhan yang berkuasa, yang bertindak, prinsip moral ini tidak hanya milik gereja,
tetapi juga untuk peristiwa-peristiwa politik, ekonomi dan sosial kehidupan. Orang
percaya telah hidup di dalam anugerah namun bila jatuh di dalam dosa panggilannya
tetap yaitu untuk meresponi tindakan Tuhan dimanapun itu diberikan kepada.93
Sikap medis ini, yang banyak ikut andil dalam pelaksaan aborsi. Banyak alas
an yang melatarbelakangi mengapa mereka melakukan hal itu. Salah satu sebab
adalah didasari sikap kemanuisaan yaitu untuk menolong. Juga begitu mudahnya
praktek aborsi ini dilakukan.94 juga diberikannya suatu keleluasaan untuk dokter
illegal diberikan suatu bayaran yang cukup tinggi bila mau melakukannya. Kan
menjadi suatu pemandangan yang tidak seimbang jika hanya mempersalahkan profesi
medis. Karena banyak pihak yang ikut andil juga diluar profesi medis itu sendiri.
93
Paul Ramsey (ed), Faith and Ethics The Theology of H. Richard Niebuhr, New York : Harper an
Row, Publishers, hlm. 135-136.
57
b. Pandangan Aborsi secara Hukum
Pidana no. 18 tahun 1981, menegaskan bahwa segala macam aborsi dilarang dengan
tidak ada pengeculian.95 Secara singkat, menurut KUHP, yang dihukum dalam kasus
1. Pelaksana Aborsi, yakni tenaga medis atau dukun atau orang lain dengan
hukuman maksimal 4 tahun atau 4 tahun ditambah sepertiga dan bisa dicabut hak
praktiknya.
celah untuk melakukan Aborsi bila ada indikasi medis, bahkan dalam draf. RUU
Indonesia. Kalau dicermati lebih dalam, ada beberapa hal yang menarik dari UU
Kesehatan ini.
1. Aborsi hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat (adanya indikasi medis),
sebagai cara untuk menyelamatkan ibunya. Jadi aborsi yang dilakukan oleh
karena alasan lain, jelas-jelas dilarang ( misalnya kehamilan diluar nikah dsb).
2. Indikasi medis disini berarti bahwa ada kemungkinan bahwa indikasi medis
Aborsi itu untuk menyelamatkan janin. Padahal hasil akhir Aborsi pasti kematian
94
Lihat : Sejarah Aborsi pada Bab II
95
CB. Kusmaryanto, SC, ibid, hlm.38
58
janin, bukan untuk menyelamatkan hidup janin. Indikasi medis ini sangat terbatas,
yakni hanya dalam keadaan darurat (adannya indikasi medis ) sebagai upaya
kandungan. Misalnya, bayi yang cacat tidak boleh menjadi alasan untuk
3. Indikasi medis itu tidak sama dengan indikasi kesehatan. Oleh karena itu, alasan
demi kesehatan baik ibu maupun janin tidak boleh menjadi alasan untuk Aborsi.
gangguan itu tidak mengancam nyawanya, maka ini tidak boleh menjadi alasan
ini, sebab UU Kesehatan ini tidak sejalan dengan KUHP. Dalam KUHP segala
bisa dilakukan. Padahal, keduanya masih tetap berlaku dalam tata hukum
5. Perumusan Aborsi dalam UU ini tidak jelas. Pada umumnya, secara medis
janin bisa hidup diluar kandungan (umur 20-24 minggu). Dengan definisi ini, janin
yang dikeluarkan akan mati. Pengeluaran janin yang terjadi pada umur sesudah itu
dan janinnya mati, maka tidak disebut aborsi tetapi disebut pembunuhan bayi
96
log. cit
59
(infanticide). Sedangkan kalau bayinya hidup maka disebut kelahiran immature,
Di lain pihak, dalam perkara aborsi, perempuan selalu yang menjadi korban
utama dan dirugikan. Ini terlihat dalam hampir sebagian mereka yang diseret ke
pengadilan berkaitan dengan masalah Aborsi, umumnya adalah wanita. Padahal peran
orang yang ada disekitarnya dan masyarakat disekelilingnya sangat besar, sehingga
seorang wanita memutuskan untuk Aborsi. Hal ini merupakan bentuk ketidakadilan
adilnya dan harus bersifat jelas, bukan dualisme. Sebab Allah yang kita imani adalah
Yang menjadi dasar penyerahan bagi orang Kristen harus selalu kepada
kehendak Allah, karena Allah telah memberikan pengetahuan dan kemampuan untuk
menyelamtkan nyawa si ibu. Tetapi pada relalitanya aborsi dapat dilakukan karena
indikasi apa saja, asal pasien dapat membayar. Karena itu di Indonesia diskusi
tentang legalisasi aborsi sebaiknya tidak terlepas dari kerangka lebih umum yang
97
Yaitu kelahiran bayi lebih awal, diluar kebiasaan yaitu antara 7-9 bulan.
98
Norman Anderson, 1978, Issues of Life and Death, Illinois: Inter Varsity Press Downers Grove,
hlm.84
60
2. Dalam Perspektif Etis Teologis
kepada Tuhan, manusia, masyarakat, keluarga dan diri sendiri. Namun semuanya itu
akan berpusat pada tanggung jawab manusia kepada Tuhan. Hal ini mendasari
pemikiran dan juga tindakan etis teologis bagi setiap umat Kristen didalam
baik bagi masyarakat, keluarga, diri sendiri ( yang melakukan aborsi ) dan terutama
lagi sebagai tanggung jawab kepada Tuhan yang menciptakan kehidupan itu karena
yang menjadi taruhan dalam masalah aborsi adalah kedaulatan Allah dan kesucian
hidup manusia.99
Masyarakat (dalam hal ini negara) bertugas untuk menciptakan keadaan yang aman
dan sehat, sehingga warga tidak terancam akan dibunuh atau dilukai, dan dapat
menikmati kesehatan secara optimal (air minum yang sehat, tidak ada polusi
berlebihan, sistem pelayanan kesehatan diatur dengan baik, dsb). Tugas melindungi
kehidupan ini tentunya tidak terbatas hanya pada yang sudah lahir, namun yang
belum lahir juga. Dengan hal ini, negara akan menaruh perhatian khusus kepada
kondisi kesehatan ibu-ibu hamil, antara lain dengan mengakui hak cuti hamil. Dalam
99
Lihat : pendapat John stoot
61
rangka tugas ini pula, UU Anti Aborsi dapat dibenarkan, walaupun secara historis UU
Anti Aborsi yang kita kenal sekarang tidak selalu berasal dari motivasi melindungi
kehidupan saja. Tetapi seringkali memiliki motivasi yang lebih luas, seperti kebijakan
mendekriminilisasi Aborsi.
kehidupan manusia yang baru. Karena itu masyarakat yang peduli dengan kehidupan,
melarang segala tindakan Aborsi menurut hukum. Akan tetapi, melarang Aborsi
satu sisi dari suatu situasi dilematis. Alasan lain yang biasa digunakan atau barangkali
dibutuhkan tetapi tidak tersedia secara resmi, akan mengakibatkan pasar gelap. Suatu
keniscayaan ekonomis dan sosial mendikte keadaan ini. Misalnya, jika aborsi
dilakukan oleh tenaga profesional membutuhkan biaya yang tinggi, namun jika tidak
(kematian ibu pada waktu hamil atau dalam proses persalinan) yang disebabkan oleh
sendiri, Angka Kematian Ibu (AKI) masih tinggi, yaitu sekitar 373/100.000 kelahiran
hidup (Survei Kesehatan Rumah Tangga 1995) atau malah mencapai 390/100.000
kelahiran (World Development Indicators 1998, World Bank).100 Walaupun nilai ini
100
Loc. Cit
62
urutan tertinggi. Tidak mengherankan bila mereka yang bertanggung jawab atas
kebijakan dalam bidang kesehatan merasa prihatin dengan tingginya AKI dan
berusaha keras untuk menurunkan angka tersebut. Maka pada konferensi PBB tentang
masalah kependudukan di Kairo (1994) dan pada konferensi Ke-4 PBB tentang
Tetapi, Argumen untuk legalisasi Aborsi ini pantas ditanggapi dengan kritis.
Jika Aborsi dilegalisasi di Indonesia, fasilitas ini akan tersedia di kota besar-besar
bila safe abortion menjadi selogan yang sangat memukau. Terlalu berfokus pada
yang memiliki nilai AKI tertinggi, perlu diberikan penyuluhan secara intensif tentang
aborsi. Dan dapat mengunakan metode-metode KB yang aman dan praktis perlu
akibat aborsi tidak aman akan menurun, karena aborsi tidak dibutuhkan.Nilai etika
adalah unutk melihat apa yang baik dan yang buruk dan kewajiban moral. Etika juga
yang berlaku dengan ketaatan batiniah pada norma-norma yang berlaku. Pandangan
yang baik menurut iman Kristen adalah segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah,
101
Lihat : Etika Kristen, pada Bab III.
63
Nilai inilah harus juga ikut memberi warna dalam norma yang berlaku
didalam masyarakat, apa yang dipandang baik oleh masyarakat haruslah bersumber
pada etika teologis sebagai alat ukur terhadap segala sesuatu yang baik.
Aspek lain dari permasalahan aborsi yang saat ini semakin penting yaitu
setiap keadaan. Keadaan ini tentu tidak adil, dan masyarakat harus menaruh perhatian
Dalam konteks ini, pertama yang harus diusahakan atas kualitas relasi nikah
antara suami isteri dapat ditingkatkan. Kehamilan dan KB harus menjadi tanggung
harus menjadi suatu kebijaksaan (policy) khusus dalam masyarakat yang lebih peduli
Tidak dapat dibenarkan apabila remaja yang hamil dianggap sebagai aib keluarga,
lain tentang pertanyaan, apakah seorang sisiwa perempuan yang hamil harus
ketidakadilan selain harus memikul beban biologis, ia bebankan lagi dengan seluruh
tanggung jawab moral. Menyadari ketidakadailan ini, kita justru harus berusaha
64
sekuat tenaga agar sekolahnya dapat dilanjutkan ( sesudah diijinkan cuti selama
setahun ) dan tetap ada masa depan yang lebih baik bagi remaja perempuan.
Akhirnya perlu diingat, masalah aborsi juga berkaitan dengan keadilan social
dan legalisasi aborsipun tidak akan mampu menjawab sebab ketidakadilan sosialpun
akan terus berlangsung. Namun hal ini tidak harus menjadi penghalang, orang kristen
harus diciptakan suatu keadilan sosial yang menyeluruh berdasarkan iman. Karena
pada hakekatnya Allah adalah Maha Adil. Maka dituntut sebagai orang yang percaya
ikut memberikan rasa keadilan kepada siapapun, bertindak adil kepada siapa saja
Secara khusus, memang tidak ada pandangan John Wesley secara khusus
terhadap kasus aborsi. Namun sebagai seorang Wesleyan, kita harus berani menggali
kekayaan pemikiran John Wesley sebagai seorang tokoh gereja dan pendiri Gereja
pelayananku ). Bentuk pelayanan tidak akan pernah dibatasi oleh gedung, tempat atau
apapun juga dan masalah aborsi merupakan tanggung jawab bersama, dimana dituntut
kita sebagai orang Kristen ikut bertanggung jawab, terhadap setiap permasalahan
yang ada didalam masyarakat yang tentunya berdasarkan Firman Allah, seperti yang
dikatakan John Wesley “aku manusia satu buku” artinya pedoman kehidupannya
65
Christhoper P. Momany, dalam artikelnya “Wesley’s General Rules :
102
Paradigm For Modern Ethics” mengatakan bahwa perhatian pra modern Wesley
timbulnya debat terbaru yang terjadi antara teori-teori etika yang menekankan salah
satu dari antara teori-teori etika yang menekankan salah satu dari tidak
mengakibatkan kerugian atau kemurahan hati. Kemudian hal ini menimbulkan suatu
dialog tersendiri. John Wesley mewujudkan teologi yang sepesifik dan kegemaran
moral yang mengekspresikan hal-hal tersebut. Menurut James Fowler (1982) tentang
kategori. Tidak melakukan kejahatan merupakan penekanan penjauhan diri dari iblis
buruk seperti mengucapkan kata-kata kotor, mabuk, berkelahi, membeli atau menjual
Galatia 6:10 dan menekankan dua tipe dasar perbuatan baik. Pertama, Wesley
orang lain dengan memberi makan yang lapar, memberi pakaian pada yang telanjang,
102
Christhoper P. Momany, 1993, in Wesleyan Theological Journal Volume 28, No. 1 & 2 Spring-Fail,
Wilmore; Kentucky: Wesleyan Theological Society, hlm. 7-17
103
Loc. Cit
66
mengunjugi dan menolong yang sakit, atau dipenjara. Ini merupakan refrensi yang
jelas dari Matius 25:35-39. Kedua, Wesley mendorong para pengikutnya untuk
Dasar dari semua perbuatan baik adalah iman. Iman memberikan kehidupan
tubuh dan jiwa, memberikan hidup yang kekal, menghindarkan dari perbuatan dosa
dan kejahatan. Dan dasar dari iman adalah kasih. Dalam ajarannya tentang
kesempurnaan Kristen dijelaskan bahwa “ marilah kita menyucikan diri kita dari
67
BAB V
A. Kesimpulan
Masalah Aborsi tidak hanya akan terbatas pada diskusi sebatas posisi-posisi
etika dengan argumentasi masing-masing. Tetapi harus juga diwarnai dengan ciri-ciri
perjuangan seperti terjadi dalam konteks ideologis; ada yang pro dan ada yang kontra,
dengan cara yang sama radikalnya. Polarisasi antara gerakan pro life dengan pro
choice merupakan bukti jelas tentang kenyataan ideologis ini. Karena itu akan
menghasilkan diskusi yang tidak mudah berakhir dan bahkan akan terus berlangsung
Bukan juga untuk terjebak dalam diskusi-diskusi ini, namun kita harus
berusaha sekurang-kurangnya dapat menghindari posisi yang berat sebelah. Inti dari
persoalan etis tentang Aborsi adalah terjadinya situasi konflik antara 2 kewajiban :
ibu serta keluarganya. Tidak dapat juga disangkal meskipun di negara kita segala
macam bentuk Aborsi itu dilarang, kecuali ada indikasi medis. Akan tetapi Aborsi
sembunyi. Hal ini tentu mencemaskan, bahkan tendensi ini tidak akan berhenti sama
68
sekali, malah mengalami perkembangan. Akan tetapi, permasalahan intinya ada pada
mentalitas Aborsi yang ada di dalam masyarakat kita, yang melawan kehidupan
membakar orang hidup-hidup. Ini merupakan suatu ancaman kultur atau tepatnya
gaya baru, orang maunya serba mudah, serba cepat dan serba menyenangkan. Nilai
tertinggi adalah having fun (bersenang-senang). Di satu pihak harus diakui bahwa
kesenangan dan kebahagiaan itu sendiri adalah suatu nilai hidup yang layak
diperjuangkan. Akan tetapi di pihak lain harus ditegaskan bahwa hal itu bukanlah
nilai tertinggi dalam faktor nilai hidup manusia. Ditambah lagi dengan beberapa
tendensi yang juga mulai tersebar di masyarakat kita, yaitu mendewakan otonomi dan
kebebasan segala bidang. Mem,ang otonomi dan kebebasan sebenarnya adalah ciri
keluhuran martabat manusia, namun ketika hal ini digabung dengan hedonisme akan
menjadi euphoria kebebasan yang justru menjadi keputusan yang egois dan
hal yang perlu untuk dilakukan. Rahim yang sebenarnya diciptakan oleh Sang
Pencipta sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kehidupan baru, sekarang ini
justru menjadi The Killing Field (ladang pembantaian). Tendensi ini pun,
102
CB. Kusmaryanto, op.cit, hlm.195
69
materialisme dan konsumerisme yang menandai zaman kita sekarang, profesi medis
modern tersebut, baik di bidang Aborsi maupun dalam konteks medis lainnya.
kematian ibu (AKI) di Indonesia. Slogan Safe Aborsion yang sering didengar saat ini,
harus ditanggapi secara realistis, bahwa sangat diragukan dengan legalisasi Aborsi
serta merta semua Aborsi yang tidak aman akan berhenti. Atau mungkin bisa
menjangkau kota-kota besar, akan tetapi daerah pedesaan (pelosok) tidak akan pernah
dijangkau. Kita tidak perlu menjadi seorang ahli kesehatan masyarakat untuk dapat
hamil yang sungguh-sungguh baik dan menjangkau daerah pedesaan. Strategi seperti
itu sudah pasti dipikirkan dan bahkan diusahakan. Janganlah strategi pokok itu
Masalah Aborsi memang masalah yang dilematis, namun prinsip utama yaitu
prinsip etis yang fundamental dalam masyarakat. Umat Kristen sebagai bagian dari
keKristenan itu sendiri, sebagai sumber segala aturan dalam kehidupan. Bahwa Allah
yang maha kuasa adalah satu-satunya pemberi, pemelihara dan yang berhak
mengambil hidup manusia. Dan bayi yang belum dilahirkan adalah sepenuhnya
manusia, yang diciptakan seturut dengan “gambar Allah” (imago dei). Karena
70
manusia itu segambar dengan Allah maka disini ada konsep kekudusan di dalam
setiap kehidupan.
menolak pelaksanaan Aborsi. Namun jika diperhadapkan pada situasi dan kondisi
yang sangat sulit dengan sangat berat hati dan menyadari dimensi tragisnya,
alternatif yang paling akhir dan paling baik di dalam situasi ekstrem. Dan keputusan-
keputusan bukanlah keputusan orang per orang, tetapi secara bersama-sama bahkan
B. Saran
Tentu saja, kalau kita hanya membuat larangan Aborsi tidak akan
pelacuran, ini pun tidak memecahkan masalah. Harus dicari jalan keluar yang lebih
bermartabat untuk memecahkan masalah yang ruwet ini. Perlu dipikirkan secara
bersama-sama bagaimana kita membantu wanita yang hamil diluar nikah, wanita
yang hamil karena perkosaan, wanita yang hamil lagi ketika anaknya sudah banyak,
anaknya (single mother parent). Yang tak kalah penting ialah pendidikan masyarakat,
agar di satu pihak tidak gampang menghukum dan lebih berbelas kasihan kepada
wanita yang mengalami kesulitan semacam ini. Akan tetapi di pihak lain juga jangan
71
sampai pesimistis, yang mengijinkan dan menghalalkan perilaku seksual yang
menyimpang.
pencegahan ini dapat dilakukan dengan mengubah paradigma dalam bertingkah laku
seksual. Cara yang efektif yaitu dengan pendidikan seks yang baik. Pendidikan seks
diarahkan kepada penghargaan akan martabat hidup manusia dan martabat seksualitas
Seksualitas manusia adalah sebuah anugerah yang merupakan bagian integral dari
hanya penciptaan manusia dan dunia. Sehingga seksualitas harus dipergunakan dalam
rangka kerjasama dengan Sang Pancipta untuk menciptakan manusia baru secara
Orang Kristen atau Gereja, seyogyanya ikut andil dalam masalah ini, tidak
hanya menutup mata, tidak mau tahu, atau hanya bisa melarang. Namun harus
memberikan solusi yang tepat misalnya seperti Mother Theresa, dalam pelayanannya
mereka untuk tidak menggugurkan kandungan, tetapi meminta bayi yang dilahirkan
untuk diasuh dan dipelihara olehnya. Dengan harapan iman bahwa Allah pasti
memiliki setiap rencana dalam kehidupan manusia. Dengan kata yang sederhana,
siapa tahu kelak bayi-bayi yang hendak di Aborsi itu menjadi pemimpin bangsa dan
dunia.
103
Martin L. Sinaga,dkk. (penyunting), Pergulatan Kehadiran Kristen di Indonesia Teks-teks Terpilih
Eka Darmaputera, Jakarta : BPK Gunung Mulia, hlm.788
72
Ini adalah undangan terbuka yang berlaku bagi kita semua yang berkehendak
baik, untuk mengembalikan status anak sebagai anugerah yang tak ternilai dari Sang
Pencipta, yang harus kita terima dengan penuh syukur dan terima kasih. Kita harus
bersyukur karena Sang Pencipta sudah memberikan kepercayaan yang begitu besar
kepada kita untuk ikut serta dalam karya penciptaan manusia baru, megasuh, dan
memelihara anak dalam hidup kita. Dengan cara demikian, anak akan menjadi
sumber rahmat dan berkat bagi keluarga, masyarakat dan seluruh umat manusia.
73