Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LEMBAGA KEMASYARAKATAAN

NAMA : DANI FAHRURIZA


NIM : 21.3203
Prodi : HUKUM

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM (STIH)


SOELTHAN M. TSJAFIOEDDIN SINGKAWANG
2021

i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-
Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula saya
kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW. Beserta Keluarganya, Para sahabatnya, dan seluruh ummatnya yang
senantiasa istiqomah hingga akhir zaman. Penulisan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah SOSIOLOGI yang berjudul “Lembaga
Kemasyarakatan”.
Saya mengucapkan terimakasih , khususnya kepada bapak Drs. Dadang
Suryadi MS,M,Si selaku Dosen mata kuliah Sosiologi yang telah memberikan
tugas ini kepada saya . Saya memperoleh banyak manfaat setelah menyusun
makalah ini. Akhirul kalam, Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang saya miliki. Karena itu saya mengharapkan saran dan kritik
konstruktif demi perbaikan makalah di masa mendatang. Harapan saya semoga
makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak.
Demikian makalah ini saya susun, semoga bisa memberikan manfaat kepada
pembaca.

Singkawang ,5 DESEMBER 2021

Dani Faruriza

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................I
KATA PENGANTAR...............................................................................................................II
DAFTAR ISI...............................................................................................................................III
PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
LATAR BELAKANG................................................................................................................1
RUMUSAN MASALAH...........................................................................................................2
TUJUAN PENULISAN.............................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................3
LEMBAGA MASYARAKAT......................................................................................................3
TUJUAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN...............................................................................4
SISTEM PENGENDALIAN SOSIAL (SOSIAL CONTROL)............................................................6
CIRI-CIRI UMUM LEMBAGA KEMASYARAKATAN..................................................................9
TIPE LEMBAGA KEMASYARAKATAAN.................................................................................10
BENTUK BENTUK UMUM LEMBAGA KEMASYARAKATAN...................................................12
PENUTUP...............................................................................................................................14
SIMPULAN..........................................................................................................................14
SARAN................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................15

iii
iv
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
          Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bermasyarakat. Untuk membentuk
suatu masyarakat yang terarah, tidak menyimpang dan sesuai dengan tatanan hidup
yang sesuai dengan adat dan aturan yang berlaku, maka dalam beraktivitas manusia
membutuhkan suatu aturan yang berisi nilai dan norma. Aturan, nilai dan norma-norma
yang berada dalam masyarakat dan mengatur segala aktivitasnya disebut dengan
lembaga kemasyarakatan (sosial).
Selain itu, salah satu unsur penting dari kajian tentang struktur sosial adalah
lembaga kemasyarakatan, namun pembahasan tentang lembaga kemasyarakatan dalam
bagian ini sifatnya tidak menyeluruh, tetapi  hanya sekedar pengantar yang menyangkut
hal-hal pokok saja, mengingat pada bagian berikutnya, kajian tentang lembaga
kemasyarakatan ini akan dibahas secara terperinci; maksud penulisannya yaitu untuk
menggambarkan satu bagian dari struktur sosial sehingga kajiannya menjadi utuh.
Unsur penting lain dari struktur sosial adalah apa yang disebut sebagai lembaga sosial
atau  lembaga kemasyarakatan  juga biasa disebut dengan  institusi sosial  sebagai
pengertian dari konsep awal  social institutions, yaitu sebagai himpunan norma-norma
segala tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan
masyarakat; Koentjaraningrat (1996) mengartikan social institutions ini sebagai  pranata
sosial, yaitu sebagai suatu system norma khusus yang menata serangkaian tindakan
berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan yang khusus dalam kehidupan
masyarakat. Dalam bahasa sehari-hari istilah institution sering dikacaukan dengan
institute, dalam pengertian Koentjaraningrat di atas institution diartikannya sebagai
pranata, sedangkan institute diartikan sebagai lembaga; namun dalam  sosiologi,
pengertian konsep itu tidak demikian walaupun substansinya sebenarnya sama.
Soerjono Soekanto (1998) mengartikan institution sebagai lembaga dan institute
sebagai  asosiasi,  untuk selanjutnya buku ini lebih mengacu terhadap apa yang
dikemukakan oleh Soekanto di atas.  
           Lembaga  kemasyarakatan ini selalu melekat dalam kehidupan masyarakat, tidak
dipersoalkan apakah bentuk masyarakat itu masih sederhana ataupun telah maju; setiap

1
masyarakat sudah tentu tidak akan terlepas dengan kompleks kebutuhan atau
kepentingan pokok yang apabila dikelompok-kelompokkan, terhimpun menjadi
lembaga kemasyarakatan, dan  wujud konkrit dari lembaga sosial disebut  asosiasi. 
Sebagai contoh, Universitas merupakan lembaga kemasyarakatan, sedangkan
Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, atau
Universitas Airlangga adalah contoh asosiasi. Selain kegunaan seperti di atas, lembaga
kemasyarakatan memuat arti penting dalam masyarakat, yaitu mengkondisikan
keteraturan dan menjaga  integrasi  dalam masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud lembaga masyarakat?
2.      Bagaimana tujuan lembaga kemasyarakatan?
3.      Bagaimana proses pertumbuhan lembaga kemasyarakatan?
4.      Bagaimana social control dalam masyarakat?
5.      Apa ciri-ciri umum lembaga kemasyarakatan?
6.      Apa tipe lembaga kemasyarakatan ?
7.      Apa bentuk-bentuk umum lembaga kemasyarakatan ?

C. Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan pengertian lembaga masyarakat.
2.      Menjelaskan tujuan lembaga kemasyarakatan.
3.      Menjelaskan proses pertumbuhan lembaga kemasyarakatan.
4.      Menjelaskan social control.
5.      Menjelaskan ciri-ciri umum lembaga kemasyarakatan.
6.      Menjelaskan tipe lembaga kemasyarakatan.
7.      Menjelaskan bentuk-bentuk umum lembaga kemasyarakatan.

2
PEMBAHASAN

A. Lembaga Masyarakat
Istilah lembaga kemasyarakatan dalam bahasa Inggris adalah social institution.
Namun social institution juga diartikan sebagai pranata sosial. Hal ini dikarenakan
mengatur perilaku para anggota masyarakat.
Menurut Koentjoroningrat, lembaga kemasyarakatan adalah suatu norma khusus
yang menata suatu tindakan yang berpola untuk keperluan bagi manusia dalam
kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain lembaga adalah proses yang terstruktur
(tersusun) untuk melaksanakan berbagai kegiatan dengan  norma tertentu. Serta
menekankan pada sistem tata kelakuan atau norma-norma untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut Paul Horton dan Chester L. Hunt, lembaga kemasyarakatan adalah sistem
norma-norma sosial dan hubungan-hubungan yang menyatukan nilai-nilai dan prosedur-
prosedur tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Menurut Peter L. Berger, lembaga kemasyarakatan adalah suatu prosedur yang
menyebabkan perbuatan manusia ditekan oleh pola tertentu dan dipaksa bergerak
melalui jalan yang dianggap sesuai dengan keinginan masyarakat.
Sehingga kesimpulannya, lembaga masyarakat adalah lembaga yang dibentuk
oleh anggota masyarakat Warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
visi, misi, profesi, fungsi dan kegiatan untuk berperanserta dalam pembangunan dalam
rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila, yang terdiri dari organisasi keagamaan, lembaga swadaya
masyarakat, organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik,
media massa, dan bentuk organisasi lainnya.

B. Tujuan Lembaga Kemasyarakatan

3
Tujuan lembaga kemasyarakatan adalah sebagai berikut.
1) Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus 
bertingkahlaku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam 
masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokok.
2) Menjaga kebutuhan masyarakat yang bersangkutan
3) Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem 
pengendalian sosial (social control), artinya, sistem pengawasan dari masyarakat 
terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.

C. Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan


Supaya hubungan antarmanusia di dalam suatu masyarakat terlaksana
sebagaimana diharapkan, dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-
norma tersebut terbentuk secara tidak disengaja. Namun lama kelamaan norma-norma
tersebut dibuat secara sadar. Misalnya, dahulu didalam jual-beli, seorang perantara
tidak harus diberi bagian keuntungan. Akan tetapi, lama kelamaan terjadi kebiasaan
bahwa perantara harus mendapat bagiannya, di mana sekaligus ditetapkan siapa yang
menanggung itu, yaitu pembeli ataukah penjual. Norma-norma yang ada didalam
masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang
lemah, yang sedang sampai yang terkuat daya ikatnya.
Menurut Maclver dan Page, kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan
diterima oleh masyarakat. Selanjutnya, dikatakan bahwa apabila kebiasaan tersebut
tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja. Akan tetapi, bahkan diterima
sebagai norma-norma pengatur, maka kebiasaan tadi disebutkan sebagai mores atau
tata kelakuan.
Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia
yang dilaksanakan sebagi alat pengawas, secara sadar maupun tidak sadar, oleh
masyarakat terhadap anggota-anggotnya. Tata kelakuan disuatu pihak memaksakan
suatu perbuatan dan di lain pihak melarangnya sehingga secara langsung merupakan
alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata
kelakuan tersebut. Tata kelakuan sangat penting karena alasan-alasan berikut.

4
a. Tata kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku individu. Tata kelakuan juga
merupakan alat yang memerintahkan dan sekaligus melarang seorang anggota
masyarakat melakukan suatu perbuatan.
b. Tata kelakuan mengidentifikasi individu dengan kelompoknya. Di satu pihak tata
kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan tata
kelakuan kemasyarakatan yang berlaku. Di lain pihak mengusahakan agar
masyarakat menerima seseorang karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri.
c. Tata kelakuan menjaga solidaritas antaranggota masyarakat. Seperti telah
diuraikan di atas, setiap masyarakat mempunyai tata kelakuan, misalnya perihal
hubungan antara pria dengan wanita, yang berlaku bagi semua orang, dengan semua
usia, untuk segala golongan masyarakat, dan selanjutnya. Tata kelakuan menjaga
keutuhan dan kerja sama antara anggota-anggota masyarakat itu.
Tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku
masyarakat dapat meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom atau adat istiadat.
Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat, akan menderita sanksi yang keras
yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlakukan. Norma-norma tersebut di
atas, setelah mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi bagian tertentu dari
lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan
(institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru
untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Maksudnya ialah
sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, kemudian ditaati dalam
kehidupan sehari-hari. Mengingat adanya proses termaksud di atas, dibedakan antara
lembaga kemasyarakatn sebagai peraturan (operative social institutions) dan yang
sunguh-sungguh berlaku (operative social institutions).
Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma-norma
tersebut membatasi serta mengatur perilaku orang-orang, misalnya lembaga
perkawinan mengatur hubungan antara wanita dengan pria. Lembaga kemasyarakatan
dianggap sungguh-sungguh berlaku apabila norma-normanya sepenuhnya membantu
pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Perilaku perseorangan yang dianggap sebagai
peraturan merupakan hal sekunder bagi lembaga kemasyarakatan.
Norma-norma tertentu sudah mulai melembaga apabila diketahui, namun taraf
pelembagaan rendah. Misalnya, apabila seorang pasien sudah mengetahui mengenai

5
norma-norma yang merupakan patokan perilaku di dalam hubungannya dengan
seorang dokter, norma tersebut sudah mulai melembaga pada taraf terendah. Taraf
pelembagaan akan meningkat apabila suatu norma dimengerti oleh manusia yang
perilakunya diatur oleh norma tersebut. Dengan sendirinya di samping mengetahui,
maka seharusnya manusia juga memahami mengapa ada norma-norma tertentu yang
mengatur kehidupan bersamanya dengan orang lain.
Apabila manusia memahami norma-norma yang mengatur kehidupan
bersamanya, maka akan timbul kecenderungan untuk menaati norma-norma tersebut.
pentataan tersebut merupakan perkembangan selanjutnya dari proses pelembagaan
norma-norma yang bersangkutan. Apabila norma tersebut diketahui, dimengerti, dan
ditaati, maka tidak mustahil bahwa norma tersebut kemudian dihargai. Penghargaan
tersebut merupakan kelanjutan proses pelembagaan pada taraf yang lebih tinggi lagi.
Proses pelembagaan sebenarnya tidak berhenti demikian saja, tetapi dapat berlangsung
lebih jauh lagi hingga suatu norma kemasyarakatan tidak hanya menjadi
institutionalized dalam masyarakat, tetapi menjadi internalized. Maksudnya adalah
suatu taraf perkembangan di mana para anggota masyarakat dengan sendirinya ingin
berperilaku sejalan dengan perilaku yang memang sebenarnya mematuhi kebutuhan
masyarakat. Dengan kata lain, norma-norma tadi telah mendarah daging (internalized).
Kadang-kadang dibedakan antara norma atau kaidah-kaidah yang mengatur pribadi
manusia dan hubungan antar pribadi. Kaidah-kaidah pribadi mencakup norma
kepercayaan yang bertujuan agar manusia beriman, dan norma kesusilaan bertujuan
agar manusia mempunyai hati nurani yang bersih. Kaidah antar pribadi mencakup
kaidah kesopanan dan kaidah hukum. Kaidah kesopanan bertujuan agar manusia
bertingkah laku dengan baik di dalam pergaulan hidup. Norma hukum pada dasarnya
bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian
antara ketertiban dengan ketentraman.

D. Sistem Pengendalian Sosial (Sosial Control)


Pengendalian sosial dapat dilakukan oleh individu terhadap individu lainnya
(misalnya seorang ibu medidik anak-anaknya untuk menyesuaikan diri pada kaidah-
kaidah dan nilai-nilai yang berlaku) atau mungkin dilakukan oleh individu terhadap
suatu kelompok sosial (umpamanya, seorang dosen pada perguruan tinggi memimpin

6
beberapa orang mahasiswa di dalam kuliah-kuliah kerja). Seterusnya pengendalian
sosial dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompoklainnya, atau oleh suatu
kelompok terhadap individu. Itu semuanya merupakan proses pengendalian sosial yang
dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari, walau sering kali manusia tidak menyadari.
Dengan demikian, pengendalian sosial terutama bertujuan untuk mencapai
keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Atau, suatu
sistem pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian
antara kepastian dengan keadilan/kesebandingan.
Dari sudut sifatnya dapatlah dikatakan bahwa pengendalian sosial dapat bersifat
preventif atau represif, atau bahkan kedua-duanya. Prevensi merupakan suatu usaha
pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan pada keserasian antara kepastian
dengan keadilan. Sementara itu, usaha-usaha yang represif bertujuan untuk
mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan. Usaha-usaha preventif,
misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal, dan informal.
Sementara itu, represif berwujud penjatuhan sanksi terhadap para warga masyarakat
yang melanggar atau menyimpang dari kaidah-kaidah yang berlaku.
Cara yang sebaiknya diterapkan di dalam suatu masyarakat yang secara relatif
berbeda dalam keadaan tentram, cara-cara persuasive mungkin akan lebih efektif
daripada penggunaan paksaan karena di dalam masyarakat yang tentram, sebagian
kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga atau bahkan mendarah daging di dalam
diri para warga masyarakat. Keadaan demikian bukanlah dengan sendirinya berarti
bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan.
Paksaan lebih sering diperlukan di dalam masyarakat yang berubah karena di
dalam keadaan seperti itu pengendalian sosial juga berfungsi untuk membentuk kaidah-
kaidah baru yang menggantikan kaidah-kaidah lama yang telah goyah. Namun
demikian, cara-cara kekerasan ada pula batas-batasnya dan tidak selalu dapat diterapkan
karena biasanya kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi negatif, setidak-
tidaknya secara potensial. Reaksi yang negatif selalu akan mencari kesempatan dan
menunggu saat di mana agent of social control berada di dalam keadaan lengah. Bila
setiap kali paksaan diterapkan, hasilnya bukan pengendalian sosial yang akan
melembaga, tetapi cara paksaanlah yang akan mendarah daging serta berakar kuat.

7
Di samping cara-cara tersebut di atas, dikenal pula teknik-teknik seperti
complution dan pervation. Di dalam compultion, diciptakan situasi sedemikian rupa
sehingga seseorang terpaksa taat atau mengubah sikapnya, yang menghasilkan
kepatuhan secara tidak langsung. Pada pervasion, penyampaian norma atau nilai yang
ada diulang-ulang sedemikian rupa dengan harapan hal tersebut masuk dalam aspek
bawah sadar seseorang. Dengan demikian, orang tadi akan mengubah sikapnya sehingga
serasi dengan hal-hal yang diulang-ulang penyampaiannya itu.
Pendidikan, baik di sekolah maupun di luar sekolah, merupakan salah satu alat
pengendalian sosial yang telah melembaga baik pada masyarakat bersahaja maupun
yang sudah kompleks. Hukum di dalam arti luas juga merupakan pengendalian sosial
yang biasanya dianggap paling ampuh karena lazimnya disertai dengan sanksi tegas
yang berwujud penderitaan dan dianggap sebagai sarana formal.
Perwujudan pengendalian sosial mungkin adalah pemidanaan, kompensasi,
terapi ataupun konsiliasi. Standar atau patokan pemidanaan adalah suatu larangan yang
apabila dilanggar akan mengakibatkan penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya.
Dalam hal ini kepentingan-kepentingan seluruh kelompok masyarakat dilanggar
sehingga inisiatif datang dari seluruh warga kelompok (yang mungkin dikuasakan
kepada pihak-pihak tertentu).
Pada kompensasi, standar atau patokannya adalah kewajiban, di mana inisiatif
untuk memprosesnya ada pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan akan
meminta ganti rugi karena pihak lawan melakukan cedera janji. Di sini ada pihak yang
kalah dan ada pihak yang menang sehingga halnya dengan pemidanaan, sifatnya adalah
akusator.
Berbeda dengan kedua hal tersebut di atas, terapi maupun konsiliasi sifatnya
remedial, artinya bertujuan mengembalikan situasi pada keadaan semula (yakni sebelum
terjadinya perkara atau sengketa). Hal yang pokok bukanlah siapa yang menang atau
siapa yang kalah, tetapi yang penting adalah menghilangkan keadaan yang tidak
menyenangkan bagi para pihak (yang berarti adanya gangguan). Dengan demikian, pada
terapi dan konsiliasi, standarnya adalah normalitas dan keserasian atau harmoni. Pada
terapi, korban mengambil inisiatif sendiri untuk memperbaiki dirinya dengan bantuan
pihak-pihak tertentu, misalnya, pada kasus penyalahgunaan obat bius, di mana korban
kemudian sadar dengan sendirinya. Pada konsiliasi, masing-masing pihak yang

8
bersengketa mencari upaya untuk menyelesaikannya, baik secara kompromistis ataupun
dengan mengundang pihak ketiga.
Dengan adanya norma-norma tersebut, di dalam setiap masyarakat
diselenggarakan pengendalian sosial atau social control. Lazimnya yang diterapkan
terlebih dahulu adalah pengendalian sosial yang dianggap paling lunak, misalnya,
nasihat-nasihat yang tidak mengikat. Taraf selanjutnya adalah menerapkan
pengendalian sosial yang keras. Di dalam proses tersebut, norma hukum sebaiknya
diterapkan pada tahap terakhir apabila sarana-sarana lain tidak menghasilkan tujuan
yang ingin dicapai. Sudah tentu bahwa di dalam penerapannya senantiasa harus
diadakan telaah terhadap masyarakat atau bagian masyarakat yang dihadapi.

E. Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan


Gillin di dalam karyanya yang berhudul General Features of Social Institution,
telah menguraikan beberapa ciri umum lembaga kemasyarakatan yaitu sebagai berikut :
1.Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-
pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-
hasilnya. Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat istiadatnya, tata kelakuan,
kebiasaan, serta unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak
langsung tergabung dalam satu unit yang fungsional.
2.Suatu tingkat kekekalan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga
kemasyarakatan. Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan baru akan
menjadi bagian lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu relatif lama.
Misalnya, suatu sistem pendidikan tertentu baru akan dapat diterapkan seluruhnya
setelah mengalami suatu masa percobaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan
biasanya juga berumur lama karena pada umumnya orang menganggapnya sebagai
himpunan norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokok masyarakat yang sudah
sewajarnya harus dipelihara.
3.Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu. Mungkin
tujuan-tujuan tersebut tidak sesuai atau sejalan dengan fungsi lembaga yang
bersangkutan apabila dipandang dari sudut kebudayaan secara keseluruhan.
Pembedaan antara tujuan dengan fungsi sangat penting karena tujuan suatu lembaga
merupakan tujuan pula bagi golongan masyarakat tertentu dan golongan masyarakat

9
bersangkutan pasti akan berpegang teguh padanya. Sebaliknya, fungsi solsial lembaga
tersebut, yaitu peranan lembaga tadi dalam sistem sosial dan kebudayaan masyarakat
mungkin tak diketahui atau disadari setelah diwujudkan, yang kemudian ternyata
berbeda dengan tujuannya. Umpamanya lembaga perbudakan, yang bertujuan untuk
mendapatkan tenaga buruh yang semurah-murahnya, tetapi di dalam pelaksanaan
ternyata sangat mahal.
4.Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan lembaga bersangkutan, seperti bangunan, peralatan, mesin, dan
lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya berlainan antara
satu masyarakat dengan masyarakat lain. Misalnya, gergaji jepang dibuat sedemikian
rupa sehingga alat tersebut akan memotong apabila ditarik. Sebaliknya gerjagi
Indonesia baru memotong apabila didorong.
5.Lambang-lambang biasanya juga merupakan ciri khas lembaga kemasyarakatan.
Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi
lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh, masing-masing kesatuan-kesatuan
angkatan bersenjata, mempunyai panji-panji; perguruan-perguruan tinggi seperti
universitas, institut, dan lain-lainnya mempunyai lambang-lambangnya dan lain-lain
lagi. Kadang-kadang lambang tersebut berwujud tulisan-tulisan atau slogan-slogan.
6. Suatu lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis ataupun yang tak tertulis,
yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku, dan lain-lain. Tradisi tersebut
merupakan dasar bagi lembaga itu di dalam pekerjaannya memenuhi kebutuhan-
kebutuhan pokok masyarakat, di mana lembaga kemasyarakatan tersebut menjadi
bagiannya.

E. Tipe Lembaga Kemasyarakatan


Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan dari pelbagai sudut. 
Menurut Gillin dan Gillin :
1) Dari sudut perkembangannya : 
a. Crescive Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi 
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom Lembaga-
lembaga yang secara tidak sengaja tumbuh dari adat-istiadat masyarakat. Contoh : hak
milik, perkawinan, agama, dsb. 

10
b. Enacted Institution 
Dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya lembaga utang-
piutang, lembaga perdagangan, dan lembaga-lembaga pendidikan, yang kesemuanya
berakar pada kebiasaan-kebiasaan masyarakat.
2) Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat: 
a. Basic Institutions 
Lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan 
mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia, 
misalnya keluarga, sekolah-sekolah, segara, dsb. 
b. Subsidiary Institutions 
Dianggap kurang penting. Misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
3) Dari sudut penerimaan masyarakat: 
a. Approved-Socially Sanctioned Institutions 
Lembaga-lembaga yang diterima masyarakat, seperti sekolah, lembaga 
perdagangan, dsb. 
b. Unsanctioned Institutions 
Lembaga-lembaga yang ditolak masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang tidak
berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras pencoleng, dsb.
4) Dari sudut penyebarannya : 
a. General Institutions 
Contoh : Agama merupakan suatu General Institutions, karena dikenal oleh hampir
semua masyarakat dunia. 
b. Restricted Institutions 
Agama Islam, Katolik, Protestan, Budha, dan Hindu, merupakan Restricted Institutions,
karena dianut oleh masyarakat tertentu di dunia ini. 
5) Dari sudut fungsinya : 
a. Operative Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi 
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom Berfungsi
sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk
mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan. 
b. Restricted Regulative 

11
Bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat atau tata kelakukan yang tidak menjadi bagian
mutlak lembaga itu sendiri

G. Bentuk-bentuk Umum Lembaga Kemasyarakatan


             Dari sudut pandang kompleks atau  sederhananya suatu lembaga kemasyarakat
atau menentukan berapa banyak atau besar lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada
dalam satu masyarakat, sebenarnya sukar untuk diukur, karena hal ini tergantung dari
sifat kompleks atau sederhananya kebudayaan suatu masyarakat. Makin besar dan
kompleks perkembangan suatu masyarakat, makin banyak  pula jumlah lembaga
kemasyarakatan yang ada. Namun untuk menentukan lembaga–lembaga
kemasyarakatan yang pokok, sekurangnya setiap masyarakat memiliki delapan buah
lembaga kemasyakatan berdasarkan fungsi untuk memenuhi keperluan hidupnya,  yaitu
yang menyangkut lembaga :
1. kekerabatan yang disebut juga sebagai kinship institutions, antara lain mencakup
lembaga perkawinan, tolong menolong antar kerabat, pengasuhan anak, sopan santun
pergaulan antar kerabat, dan lain-lain,
2.   ekonomi  (produksi, mengumpulkan dan mendistribusikan hasil produksi, dan lain-
lain), antara lain mencakup pertanian, peternakan, berburu, industri, perbankan,
koperasi, dan sebagainya,
3.   pendidikan, yaitu yang menyangkut pengasuhan anak, berbagai jenjang pendidikan,
pemberantasan buta huruf, perpustakaan umum, pers, dan sebagainya,
4.   Ilmu pengetahuan, meliputi pendidikan, penelitian, metodologi ilmiah, dan 
Sebagainya,
5. Keindahan dan  rekreasi, menyangkut berbagai cabang kesenian, olah raga,
kesusateraan, dan sebagainya,
6. Agama, menyangkut peribadatan, upacara, semedi, penyiaran agama, doa,  kenduri,
ilmu gaib, ilmu dukun, dan sebagainya,
7.  Kekuasaan, menyangkut pemerintahan, kepartaian, demokrasi, ketentaraan dan
sebagainya,
8.  Kesehatan  atau  kenyamanan,  menyangkut kecantikan dan kesehatan, kedokteran,
pengobatan tradisional, dan sebagainya.
Penggolongan tersebut di atas tentu belum lengkap, karena di dalamnya belum

12
tercakup semua jenis lembaga kemasyarakatan yang mungkin terdapat dalam suatu
masyarakat. Hal-hal seperti kejahatan, prostitusi, banditisme, dan lain-lain, juga
merupakan lembaga kemasyarakatan. Disamping itu juga ada lembaga kemasyarakatan
yang memiliki sangat banyak aspek, sehingga mereka juga dapat ditempatkan di dalam
lebih dari satu golongan . Feodalisme, yang menciptakan suatu sistem hubungan antara
pemilik tanah dan penggarap, yang sebenarnya menyebabkan terjadinya  produksi dari
hasil bumi, dapat dianggap sebagai lembaga ekonomi; tetapi sebagai suatu sistem
hubungan antara pihak yang berkuasa dengan fihak yang dikuasai, feodalisme dapat
diangga sebagai lembaga politik. Selain itu dalam suatu masyarakat terdapat banyak
lembaga yang tidak secara khusus tumbuh dari dalam adat-istiadat masyarakat yang
bersangkutan, melainkan yang secara tidak disadari ataupun secara terencana diambil
dari masyarakat lain, seperti misalnya demokrasi parlementer, sistem kepartaian,
koperasi, perguruan tinggi, dan lainnya. Lembaga asing itu pada umumnya anya dapat
bertahan apabila lembaga-lembaga itu dapat diselaraskan dengan lembaga-lembaga
yang ada, kecuali apabila kegunaannya dapat disadari  dan difahami
sepenuhnya oleh warga masyarakat yang bersangkutan.

13
PENUTUP

A. Simpulan
Lembaga masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat
Warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan visi, misi, profesi, fungsi
dan kegiatan untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan
nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila, yang terdiri dari organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik, media massa,
dan bentuk organisasi lainnya.
Lembaga kemasyarakatan berasal dari istilah asing “social-institution” atau
pranata-sosial yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada
aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam suatu masyarakat.

B. Saran
            Untuk tercapainya tujuan lembaga kemasyarakatan, masyarakat harus saling
bekerja sama dan saling mengawasi terhadap tingkah laku anggota-anggotanya. Social
control memang sangat diperlukan dalam hal ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Sanderson. 2000. Sosiologi Macro, Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial.


Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 1998.  Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Yayasan Penerbit


Universitas Indonesia.

Soekanto, Soerjono.  1983. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Sturktur Sosial. Jakarta:
CV Rajawali.

Soemardjan. 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia.

Soekanto, Soerjono. 1982. Pengantar Sosiologi (edisi terbaru). Jakarta: Rajawali Press.

Zaka. 2014. Pengertian Lembaga Sosial Menurut Para Ahli. (online),


(http://www.pengertianahli.com/2013/10/pengertian-lembaga-sosial-menurut-
ahli.html. Diakses tanggal 28 Maret 2014).

15

Anda mungkin juga menyukai