38 75 1 SM
38 75 1 SM
Eduka
Volume 2 Nomor 2, September 2014
s erambi
i
ISSN 2338-9397
Politics of Education
Irsyadillah 1-6
Jurnal Serambi Edukasi merupakan media informasi dan referensi ilmiah dalam pengembangan
pendidikan di Indonesia. Jurnal ini memuat artikel dan hasil penelitian para akademisi, praktisi dan
masyarakat yang menaruh minat terhadap permasalahan pendidikan. Jurnal ini terbit dua kali dalam
setahun (Maret dan September)
Penanggung Jawab
Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi
Pemimpin Redaksi
Martahadi
Redaktur Pelaksana
Azhari
Marlina
Zakaria
Yenni Agustina
Mitra Bestari
Sanusi (Universitas Syiah Kuala)
Bustamam (Universitas Syiah Kuala)
Abubakar (Universitas Serambi Mekkah)
Murtala (Universitas Malikussaleh)
Anwar (Universitas Serambi Mekkah)
Budi Azhari (Universitas Islam Negeri Ar-Raniry)
Tata Usaha
Khairul Rizal
Alamat Redaksi:
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Serambi Mekkah
Jl. Tgk. Imum Lueng Bata, Bathoh-Banda Aceh 23245 Telp. (0651) 26160, Faks. (0651) 22471
http://jurnal.serambimekkah.ac.id/
e-mail: redaksi.serambiedukasi@gmail.com
Jurnal Serambi Edukasi diterbitkan sejak September 2013 oleh Program Studi Pendidikan
Ekonomi FKIP Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh
Redaksi menerima sumbangan naskah ilmiah populer yang belum pernah dimuat dalam media lain.
Naskah diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan diketik spasi ganda dengan panjang naskah 10-20
halaman, dengan format seperti tercantum pada panduan penulisan.
Dicetak pada CV. Zoom, Jl. T. Nyak Arif No. 344 Darussalam-Banda Aceh
(Isi diluar tanggungjawab percetakan)
Volume 2 Nomor 2, September 2014 ISSN 2338-9397
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol. 2 No. 2 Tahun 2014
SALAM REDAKSI
Alhamdulillah, Jurnal Serambi Edukasi tetapi juga menekankan pada pentingnya
Volume 2 Nomor 2 September 2014 di manusia memiliki karakter yang baik. Proses
penghujung tahun ini hadir dengan tujuh judul ini dapat dilakukan dalam berbagai langkah
hasil penelitian dan kajian literatur. Ketujuh dan fase, salah satunya adalah melalui
karya tersebut merupakan sumbangan tulisan pendekatan terpadu di sekolah. Dengan
dari dosen dan mahasiswa yang berasal dari karakter yang nasionalis, Indonesia akan
tiga perguruan tinggi, yakni dari Universitas menjadi negara yang utuh dan berdaulat
Syiah Kuala, Universitas Serambi Mekkah, dengan kemajuan dari berbagai aspek sebagai
dan Universitas Almuslim. wujud dari pengembangan sumber daya
manusia.
Penelitian pertama ditulis oleh Irsyadillah
mengenai isu politik dalam dunia pendidikan. Selanjutnya tulisan keempat ditulis oleh
Penelitian ini bertujuan untuk meninjau Nurhayati Ahmad tentang cara-cara yang
literatur tentang politik, pendidikan dan buku dilakukan guru-guru SMAN 7 Banda Aceh
paket. Hasil kajian ini menyimpulkan bahwa dalam upaya meningkatkan prestasi belajar
pendidikan telah digunakan sebagai sebuah siswa. Hasil penelitian menemukan bahwa,
sarana untuk mensosialisasi dan mengindok- cara-cara yang dilakukan tersebut meliputi,
trinasi pengetahuan Barat yang berdasarkan pendekatan, membangkitkan motivasi belajar
pada nilai-nilai dan ideologi kapitalis/liberal. siswa, tanya jawab (pancingan), membagi-bagi
Dalam hal ini, buku paket yang digunakan di tugas kelompok belajar, mengaitkan materi
sekolah telah memainkan peran sangat penting pelajaran dengan agama, Memberikan motivasi
sebagai upaya dalam mempromosikan bagi siswa yang malas mengikuti latihan olah
pengetahuan, nilai-nilai dan budaya Barat raga, menyuruh buat makalah kemudian
dipresentasikan, mengadakan konfirmasi
Tulisan kedua ditulis oleh Erna Hayati dengan guru-guru lain, dan menuntun bagi
mengenai isu good governance dalam siswa yang hanya dapat membaca saja tapi
memperkuat integrasi nasional. Hasil kajian tidak faham apa arti dan maksud materi ajar.
menyimpulkan bahwa salah satu prinsip yang
harus dianut dalam upaya mewujudkan Masih terkait dengan upaya peningkatan
pemerintahan daerah yang baik adalah dengan prestasi belajar siswa, yang ditempatkan pada
menerapkan prinsip-prinsip good governance. urutan kelima ditulis oleh Martahadi,
Salah satu tujuan penerapan prinsip dimaksud Khairul Aswadi dan Eka Marlina. Kajian
yaitu untuk mewujudkan integrasi bangsa. tersebut menguraikan tentang model
Integrasi bangsa dimulai dari daerah yang pembelajaran kooperatif tipe group
didorong oleh adanya pengelolaan investigation. Peran guru dalam model ini
pemerintahan daerah yang baik. adalah sebagai fasilitator di kelas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
Masih terkait dengan kajian di atas, tulisan model pembelajaran kooperatif tipe group
ketiga ditulis oleh Maimun mengenai investigation berpengaruh signifikan terhadap
pengembangan karakter bangsa melalui hasil belajar siswa .
pendekatan terpadu di sekolah guna
memperkuat integrasi nasional. Hasil kajian Terkait dengan pemanfaatan teknologi
mengungkapkan bahwa Sumber Daya informasi dan komunikasi dalam sistem
Manusia yang handal merupakan salah satu manajemen pendidikan di sekolah, diulas
syarat terpenting untuk mewujudkan negara dalam tulisan keenam oleh Siraj. Hasil kajian
yang sejahtera dan berkeadilan. Hal ini, mengemukakan bahwa penerapan TIK di
sebagaimana yang dimanatkan oleh Undang- sekolah merupakan solusi yang paling tepat
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem untuk menunjang peningkatan mutu sekolah
Pendidikan Nasional, dimana sistem termasuk keberhasilan penerapan Kurikulum
pendidikan nasional bukan hanya mewujudkan 2013 dan pencapaian standar nasional
kemampuan manusia dalam bidang teknologi, pendidikan. Dengan pemanfaatan TIK, tenaga
i
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol. 2 No. 2 Tahun 2014
iii
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol. 2 No. 2 Tahun 2014
DAFTAR ISI
SALAM REDAKSI i
DAFTAR ISI iii
Politics of Education
Irsyadillah 1-6
iii
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 1 – 6 ISSN 2338-9397
POLITICS OF EDUCATION
Irsyadillah
Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
e-mail: irsyadillah@yahoo.co.uk
Abstrak
1
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
typically initiated by the colonial rulers but it a globally competitive economy (Ferguson et
has been continued in the era of globalisation al., 2011).
(Altbach, 2004; Rizvi et al., 2006). In this Nonetheless, it has been argued that the
sense, education is an area in which colonial espousing of neo-liberal and neo-conservative
legacies and the contemporary process of ideology in education in the global world has
globalisation is intertwined (Rizvi et al., 2006). created considerable discontent and conflict
For example, in the case of accounting (Zajda and Geo-Jaja, 2010). Critical scholars
education, the extant literature has highlighted have questioned ‘whose knowledge is of most
the strong tendency for teaching students with worth’ and how it is assessed (Apple and
particular values coming from the perspective Christian-Smith, 1991). Evidence from studies
of neo-classical economics (Puxty et al., 1994; that focused on school education (Davies and
Collison, 2003; Ferguson et al., 2005). Bansel, 2007; Macdonald, 2011; Ferguson et
al., 2011) has strongly suggested that particular
More importantly, the Anglo-American knowledge (neoliberalism) has officially
perspective and literature has dominated become legitimised in schools. This is in line
learning in accounting in developing countries with Apple’s (2004) opinion that ‘it is naive to
(Ferguson et al., 2005). Anglo-American think of the school curriculum as neutral
textbooks have served as important sources for knowledge’ (p.181). The significant
training global accountants (Ferguson et al., domination of certain knowledge in global
2005; Gordon, 2011; Maatoug, 2014). In the education is the result of the larger unequal
developing world, this situation was shaped by power relation and history of social movement
Western colonial domination by means of (Apple, 2004). In the case of ex-colonial
relationships between centre and periphery. In countries, while extending and legitimising
an era of globalisation, the power relation is no their position, they also have to deal with the
longer traceable by means of colonial relations legacy of colonisation in their education
between coloniser and colonised, but it system (Foulds, 2013); yet, the dominant
involves more complex flows and networks of groups control the content and knowledge of
power (Rizvi, 2006). This means accounting global education in order to maintain their
education in developing countries is at present hegemony and domination (Crawford, 2003).
not only influenced by former colonial masters Freire (1998, p.91) contended that:
but it is shaped by more complicated global
power relations. Therefore, this phenomenon ‘…education is a political
becomes more pivotal and critical in the act…[therefore] education never was,
present neo-colonial apparatus (Apple and is not, and never can be neutral or
Christian-Smith, 1991; Rizvi, 2006). indifferent in regard to the
reproduction of the dominant ideology
Neoliberal consensus, in which its values and or the interrogation of it.’
approaches have proliferated and become
entrenched, has been established globally Additionally, he said that ‘washing one’s
(Barrett and Meaghan, 2006; Crawford, 2003). hands of the conflict between the powerful and
As a result, although some argue the identity of the powerless means to side with the powerful,
the education system has become hybrid not to be neutral’ (Freire, 1985, p.122). As
(Apple and Christian-Smith, 1991; Lebrun et Bourdieu and Passeron (1977) have argued,
al., 2002; Rizvi et al., 2006), the fact remaining education systems are employed to recreate the
that local values, ideologies and cultures have culture of the ruling class in order for them to
been continuously downgraded (Youdell, establish themselves and maintain their hold.
2011; Helliar, 2013). In other words, education Therefore, it is not an accident when we see
in developing countries has again been forced the reality that global education systems carry
to embrace a position of colonial subordination the stamp of neoliberalism (Macdonald, 2011).
at the expense of degrading indigenous Thus, it is utterly logical when Apple (2004)
traditions (Annisette, 2000). Thus, for explained that ‘if we were to point to one
example, the purpose of education all over the specific defining political/economic paradigm
globe coercively becomes more homogenous of the age in which we live, it would be
(Zajda and Geo-Jaja, 2010). The institution is neoliberalism’ (p.14). It has become the
mainly mandated to develop efficient, creative official knowledge of the developed and
and problem-solving learners and workers for developing world (Barrett and Meaghan, 2006;
2 Irsyadillah
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Lipman, 2011), especially those states which logical when Lebrun et al. (2002) explained
were previously controlled directly by Western that ‘textbooks are conceived as tools enabling
colonial powers (Altbach, 2004; Ferguson et the unfolding learning and teaching process’
al., 2011). (p.61). In this sense, textbooks also act as
teaching media that can be used by teachers in
It is clear that the politics of knowledge really the classroom. This notion aligns with the
exists in education although some people definition of textbooks proposed by Johnsen
consider it as merely neutral territory (Apple, (2001) that they can be considered as a subset
1993). In this sense, we should not be of an increasingly used term, teaching media.
oblivious to the politics of knowledge that is This kind of situation signifies that textbooks
used as a social power that privilege some and are a crucially important educational apparatus
exploit others. It is because ‘knowledge is for transferring legitimated knowledge so that
power, and the circulation of knowledge is part their role cannot be ignored in any education
of the social distribution of power’ (Apple, system (Apple, 1991; Lebrun et al., 2002).
2004, p.180; see also Weiler, 2011). It could
be argued that the control over knowledge’s However, Snook (2010) explained that school
construction, production and circulation could is where the socialization of the ideology of
be maintained through textbooks. It could be a the ruling class takes place (Ferguson et al.,
way to promote and install monocultures of the 2011). We might similarly conceptualise this
mind/knowledge in education. More as indoctrination (Snook, 2010). In this
importantly, textbooks are the principal source respect, textbooks produced for use in schools
of information that dominates what students should not only be considered as a delivery
learn (Apple, 2004; Ferguson et al., 2005). The system of facts (Apple, 1991), but they are also
role of textbooks is discussed further in the ‘crucial organs in the process of constructing
following section. legitimated ideologies and beliefs’ which are
‘a reflection of the history, knowledge and
values considered important by powerful
THE ROLE OF TEXTBOOKS groups in the society’ (Crawford, 2003, p.5).
Students are nurtured with learning Thus, for example, we know from history that
experiences in schools (Jackson et al., 1994; the act of book burning is powerful, both
Dixon et al., 1999). In other words, school is symbolically and absolutely when done during
the vehicle through which content knowledge or as a result of regime change. Indeed,
and skills are transmitted to students (Apple, Kalmus (2004) explained that textbooks are
and Christian-Smith, 1991; Kalmus, 2004; often the agents of change and yet textbooks
Pinto, 2007). In this respect, textbooks play a can be conceived as a focal element in
crucial role in the school system because they processes of cultural transmission.
have been considered as ‘the primary means of
communicating information and instruction to Furthermore, according to Agger (2013, p.55-
students’ across disciplines. They are the 56) (i) textbooks play a political role in
devices that convey concepts and principles, society; (ii) through textbooks scholarship that
for example, how to land a plane or conduct a is not categorised as part of the mainstream
medical operation (Crawford, 2003) and thus will often be dismissed as unsuitable or it will
they are uncritically viewed as an authorised or be processed through a referee system to
legitimated source of society’s valid conform with respect to mainstream empiricist
knowledge (Kuhn, 1962). criteria of validity and worth; (iii) textbooks
are the instruments that contribute to forming
Indeed, textbooks are at the heart of the individuals’ attitudes through orienting them to
education system since they are able to provide the preservation of the present relations of
students with a rich array of new and production and reproduction, instead of
potentially interesting facts, and open the door innovating action and social alteration. From
to a world of fantastic experience. Within such a perspective people are, in essence,
textbooks, there exists a set of standards of forced to take part in the present social order
knowledge; they are viewed as source of facts instead of trying to alter it; and (iv) if
detailing concepts and generalisations that can discursive scholarship incorporation takes
be learned by students across parts of the place, this process will be mostly a symbolic
nation and beyond (Foster, 2011). Thus, it is gesture in order to settle the dissenting voices,
Politics of Education 3
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
and it is conducted to neutralise their political important and justifiable means of promoting
impact transformative potential. To this end, ‘legitimated’ knowledge, values and cultures
textbooks should be recognised as both the (Crawford, 2003; Kalmus, 2004).
media for transferring academic knowledge as Indeed, textbooks not only provide manual
well as socialising cultures and ideologies instructions, concepts, generalisations and
(Apple, and Christian-Smith, 1991; Apple, facts for teachers and students involved in the
1992; Lebrun et al., 2002; Crawford, 2003. teaching and learning process, but they also
This study is particularly concerned with play a part as political agents in society (
textbooks as cultural and ideological vector. Crawford, 2003). Therefore, it could be argued
Pinto (2007, p.104) explained that ‘if that the group who decide to include and not to
textbooks tend to perpetuate ideologies include matters within textbooks tend to be the
(dominant or not), they are surely a potential ruling class who has power to control society.
tool of indoctrination’ (see also Kalmus, 2004; In this sense, textbooks could be regarded as
Ferguson et al., 2011). Therefore, it is media for socialisation and indoctrination. This
necessary to consider textbooks in a broader has been empirically revealed in textbook
context because they exist in a political related research across disciplines including
context, as do the schools in which they are economics, management and accounting
used. (Scapens et al., 1984; Puxty et al., 1994;
Ferguson et al., 2005; Gordon, 2011).
Moreover, this reality suggests that we should
not take for granted the school textbooks
(Apple, 1991; Lebrun et al., 2002; Crawford, REFERECES
2003). Teachers should play a significant role Agger, B. (2013). A critical theory of public
in encouraging students to assess the rational life: Knowledge, discourse and politics
status of claims made in the text (Pinto, 2007). in an age of decline. New York:
Students need to be continuously reminded to Routledge.
read the school textbooks with a critical eye.
More importantly, as pointed out by Crawford Altbach, P. G. (2004). Education and neo-
(2003, p.6), identification, analysis and colonialism. In B. Ashcroft, G.
criticism of the process of creating a Griffiths & H. Tiffin (Eds.), The Post-
curriculum ‘by investigating the work of colonial Studies Reader. London:
authors, editors, publishers, teachers and Routledge.
students as they struggle to create meanings’ is Annisette, M. (2000). Imperialism and the
required. This is because indoctrination professions: the education and
happens when individuals interacting with certification of accountants in Trinidad
textbooks only take information from the texts and Tobago. Accounting,
at face value (Apple, 1991). Nonetheless, in Organizations and Society, 25(7), 631-
the case of young learners facing this situation 659.
the role of teachers becomes even more crucial
in selecting and setting the knowledge. Apple, M. W. (1991). The culture and
commerce of the textbook. In M. W.
Apple & L. K. Christian-Smith (Eds.),
CONCLUSION The politics of the textbook. London:
This paper has been concerned with reviewing Routledge.
extant literature on politics, education and Apple, M. W. (1992). The text and cultural
textbook, set within the context that Western politics. Educational Researcher,
knowledge based on capitalist/neo-liberal 21(7), 4-19.
values and ideology dominates the global
education system. This is caused by complex Apple, M. W. (2004). Cultural politics and the
power relations and the route of social text. Sociology of Education, 179-195.
movement and, thus, education is not neutral Apple, M. W., & Christian-Smith, L. K.
and can be seen as ‘a political act’ (Freire, (1991). The politics of the textbook. In
1998, p.91), which always promotes particular M. Apple & L. Christian-Smith (Eds.),
cultural values and ideology in terms of The politics of the textbook (pp. 1–22).
hegemony and domination. Textbooks, in this London: Routledge.
respect, play a significant role as the most
4 Irsyadillah
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Barrett, R., & Meaghan, D. (2006). Helliar, C. (2013). The global challenge for
Globalization, education, work and the accounting education. Accounting
ideology of the “self-evident natural Education, 22(6), 510-521.
Laws” of capitalist production.
Jackson, R., Francis, L., Kay, W. K., &
College Quarterly, 9(2), n2.
Campbell, W. S. (1996). Ethnographic
Brienza, C. (2010). Producing comics culture: research and curriculum development.
a sociological approach to the study of Research in Religious Education, 145.
comics. Journal of Graphic Novels
Johnsen, E. B. (2001). Textbooks in the
and Comics, 1(2), 105-119.
kaleidoscope: A critical survey of
Collison, D. J. (2003). Corporate propaganda: literature and research on educational
its implications for accounting and texts. Oslo: Scandinavian University
accountability. Accounting, Auditing & Press.
Accountability Journal, 16(5), 853-
Kalmus, V. (2004). What do pupils and
886.
textbooks do with each other?:
Davies, B., & Bansel, P. (2007). Neoliberalism Methodological problems of research
and education. International Journal on socialization through educational
of Qualitative Studies in Education, media. Journal of Curriculum Studies,
20(3), 247-259. 36(4), 469-485.
Dixon, C. N., Frank, C. R., & Green, J. L. Kuhn, T. S. (1962). The structure of scientific
(1999). Classrooms as Cultures: revolutions: Chicago: University of
Understanding the Constructed Nature Chicago Press.
of Life in Classrooms. Primary Voices
Lebrun, J., Lenoir, Y., Laforest, M., Larose, F.,
K-6, 7(3), 4-8.
Roy, G. R., Spallanzani, C., &
Dore, R. (2007). Shareholder capitalism comes Pearson, M. (2002). Past and current
to Japan. Journal of Japanese Law, 23, trends in the analysis of textbooks in a
207. Quebec context. Curriculum Inquiry,
32(1), 51-83.
Ferguson, J., Collison, D., Power, D., &
Stevenson, L. (2005). What are Lipman, P. (2011). The new political economy
recommended accounting textbooks of urban education: Neoliberalism,
teaching students about corporate race, and the right to the city. New
stakeholders?. The British Accounting York: Taylor & Francis.
Review, 37(1), 23-46.
Maatoug, A. G. (2014). Accounting Education
Foster, S. (2011). Dominant Traditions in in Libya: An Institutional Perspective.
International Textbook Research and (PhD), University of Dundee.
Revision. Education Inquiry, 2(1).
Macdonald, D. (2011). Like a fish in water:
Foulds, K. (2013). The continua of identities in Physical education policy and practice
postcolonial curricula: Kenyan in the era of neoliberal globalization.
students’ perceptions of gender in Quest, 63(1), 36-45.
school textbooks. International
Pinto, L. E. (2007). Textbook publishing,
Journal of Educational Development,
textbooks, and democracy: A case
33(2), 165-174.
study. Journal of Thought, 99-121.
Freire, P. (1998). Pedagogy of freedom:
Puxty, A., Sikka, P., & Willmott, H. (1994).
Ethics, democracy, and civic courage.
(Re) forming the circle: education,
Rowman & Littlefield.
ethics and accountancy practices.
Gordon, I. M. (2011). Lessons to be learned: Accounting Education, 3(1), 77-92.
An examination of Canadian and US
Rizvi, F., Lingard, B., & Lavia, J. (2006).
financial accounting and auditing
Postcolonialism and education:
textbooks for ethics/governance
Negotiating a contested terrain.
coverage. Journal of Business Ethics,
Pedagogy, Culture & Society, 14(3),
101(1), 29-47.
249-262.
Politics of Education 5
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
6 Irsyadillah
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 7 – 12 ISSN 2338-9397
Abstrak
7
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
masyarakat sebagai pilar utama pemerintah Tulisan ini berupa untuk menjelaskan
daerah. Keberadaan Undang-undang tersebut keterkaitan antara konsep Good Governance
dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya dengan integrasi nasional secara teoritis.
kesejahteraan melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan serta peran serta masyarakat.
Hal ini juga dibarengi adanya Undang-undang PEMBAHASAN
No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Pelaksanaan Good Governance di Daerah
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Otonom
Daerah yang membawa dampak terhadap Secara etimologi otonomi berasal
perubahan dalam hal keuangan. Sehingga dari auto dan nomos, artinya mengatur sendiri.
dengan demikian memberi ruang gerak lebih Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Bab I
luas terhadap pemberdayaan masyarakat sipil Pasal 1 angka 5, menyebutkan bahwa otonomi
(civil society) dan elit politik dalam daerah “sebagai hak, wewenang dan
melakukan kajian, analisis dan kebijakan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
daerah sehingga apa yang dibutuhkan secara mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
mikro dari setiap daerah terkecil dapat kepentingan masyarakat setempat sesuai
dipantau dan diketahui. dengan peraturan perundang-
undangan”. Sedangkan daerah otonom adalah
Uraian tersebut merupakan rambu-rambu “kesatuan masyarakat hukum yang
pemerintah pusat yang diserahkan kepada mempunyai batas-batas wilayah yang
daerah otonom dengan segala aspeknya, berwenang mengatur dan mengurus urusan
namun kenyataan yang terjadi bahwa sekitar pemerintahan dan kepentingan masyarakat
11 tahun perjalanan otonomi daerah yang setempat menurut prakarsa sendiri
paling menonjol tentang perluasan daerah berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
otonom terutama di daerah kab/kota dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
provinsi. Kondisi ini nampaknya disadari atau Sedangkan Good Governance pada umumnya
tidak, berdasarkan pengamatan penulis, secara diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan
politis akan menambah elit-elit daerah sebagai yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan
penguasa lokal yang kadang kala kurang sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu
menghiraukan kepentingan negara yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good
luas. Demikian juga, masih terjadi beberapa Governance (Rosidin 2010:32).
daerah otonom yang belum mandiri secara
finansial, terbukti masih banyaknya daerah UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
otonom yang bersaing untuk mendapatkan Daerah merupakan salah salu instrumen yang
anggaran pembangunan berupa DAU, dana merefleksikan keinginan pemerintah untuk
dekonsentrasi dan dana pembantuan atau melaksanakan tata pemerintahan yang baik
DIPA dari APBN. dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Hal ini dapat dilihat dari indikator
Pelaksanaan Undang-undang No. 32 tahun upaya penegakan hukum, transparansi dan
2004 di era reformasi membawa semangat penciptaan partisipasi. Dalam hal penegakan
yang sama yakni penyelenggaraan pemerintah hukum, UU No. 32 Tahun 2004 telah
daerah secara partisipasif. Tetapi mengatur secara tegas upaya hukum bagi para
kenyataannya arogansi dan penyalahgunaan penyelenggara pemerintahan daerah yang
kewenangan daerah masih muncul. KKN tidak diindikasikan melakukan penyimpangan. Dari
terkendali, kekuasaan berada pada kelompok- sistem penyelenggaraan pemerintahan
kelompok tertentu. sekurang-kurangnya terdapat 7 (tujuh) elemen
penyelenggaraan pemerintahan yang saling
Patologi sosial bermunculan dengan corak mendukung tergantung dari bersinergi satu
budaya berbeda, sehingga pemberdayaan sama lainnya, yaitu: Urusan Pemerintahan,
masyarakat masih sering dimarjinalkan. Kelembagaan, Personil, Keuangan,
Demikian juga pemerintah dituntut untuk Perwakilan, Pelayanan Publik dan
terbuka dan menjamin akses stakeholders Pengawasan Mardiasmo (2004:11)
terhadap berbagai informasi mengenai proses
kebijakan publik, alokasi anggaran serta Ketujuh elemen di atas merupakan elemen
evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan juga dasar yang akan ditata dan dikembangkan
belum dapat dilaksanakan dengan baik. serta direvitalisasi dalam koridor UU No. 32
8 Erna Hayati
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Mewujudkan Good Governance dalam Pengelolaan Pemerintahan Daerah guna Memperkuat Integrasi Nasional 9
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Selanjutnya rusaknya sumber daya alam, yang Dalam kacamata awam, pemerintahan yang
disebabkan karena adanya keinginan dari baik identik dengan pemerintahan yang
pemerintah daerah untuk menghimpun mampu memberikan pendidikan gratis,
pendapatan asli daerah (PAD), di mana membuka banyak lapangan kerja, mengayomi
10 Erna Hayati
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
fakir miskin, menyediakan sembako murah, meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia,
memberikan iklim investasi yang kondusif dan sebab inilah kunci penentu dari berhasil
bermacam kebaikan lainnya. Dengan kata lain, tidaknya pelaksanaan otonomi di suatu
pemerintah dianggap baik apabila ia mampu wilayah otonom. Selain itu, untuk
melindungi dan melayani masyarakatnya. Jadi mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah
dapat disimpulkan bahwa pelayanan umum harus ditempuh berbagai cara, seperti:
yang berkualitas merupakan ukuran untuk pertama, Memperketat mekanisme
menilai sebuah pemerintahan yang baik, pengawasan kepala daerah. Hal ini dilakukan
sedangkan pelayanan umum yang buruk lebih agar kepala daerah yang mengepalai suatu
mencerminkan pemerintahan yang miskin daerah otonom akan terkontrol tindakannya
inovasi dan tidak memiliki keinginan untuk sehingga tidak akan bertindak sewenang-
menyejahterakan masyarakatnya (bad wenang dalam melaksanakan tugasnya. Dan
governance). Kedua, memperketat pengawasan terhadap
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berbicara tentang good governance biasanya Pengawasan terhadap Dewan Perwakilan
lebih dekat dengan masalah pengelolaan Rakyat Daerah dapat dilakukan oleh Badan
manajemen pemerintahan dalam membangun Kehormatan yang siap mengamati dan
kemitraan dengan stakeholder (pemangku mengevaluasi sepak terjang anggota dewan.
kepentingan). Oleh karena itu, good
governance menjadi sebuah kerangka Pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan
konseptual tentang cara memperkuat pada konsep good governance akan lebih
hubungan antara pemerintah, sektor swasta dapat menekan adanya konflik dan sikap
dan masyarakat dalam nuansa kesetaraan. radikal yang timbul dari personal maupun
Hubungan yang harmonis dalam nuansa kelompok tertentu. Secara konseptual, bahwa
kesetaraan merupakan prasyarat yang harus pelaksanaan otonomi daerah dengan baik akan
ada. Sebab, hubungan yang tidak harmonis mampu membangun integritas nasional secara
antara ketiga pilar tersebut dapat menghambat perlahan, hal ini didasari pada kebijakan
kelancaran proses pembangunan. daerah yang bersifat pluralis, atau dengan kata
lain setiap kebijakan pemerintah daerah harus
Pelaksanaan otonomi yang seharusnya mengacu pada konsep keadilan dan
membawa perubahan positif bagi daerah persamaan. Keadilan dan persamaan dengan
otonom ternyata juga dapat membuat daerah tidak memandang pada perbedaan etnik dan
otonom tersebut menjadi lebih terpuruk akibat perbedaan suku serta budaya. Tetapi kebijakan
adanya berbagai penyelewengan yang pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
dilakukan oleh aparat pelaksana otonomi daerah dalam era otonomi harus mengacu
tersebut. Penerapan otonomi daerah yang pada kosep pemerataan dengan menghindari
efektif memiliki beberapa syarat yang marjinalisasi atas kelompok minoritas.
sekaligus merupakan faktor yang sangat
berpengaruh bagi keberhasilan otonomi di Sebab, integrasi nasional hanya dapat dicapai
suatu daerah, yaitu: melalui sistem pemerintahan yang adil dan
1) Manusia selaku pelaksana dari merata, dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh
otonomi harus merupakan manusia daerah yang memiliki otonom, dibandingkan
yang berkualitas. dengan pemerintah pusat yang hanya memiliki
2) Keuangan sebagai sumber biaya sedikit kemampuan dalam mengawal
dalam pelaksanaan otonomi daerah integrasi, maka, pemerintah daerah sebagai
harus tersedia dengan cukup. perpajangan tangan pemerintah pusat harus
3) Prasarana, sarana dan peralatan harus dapat mewujudkan integrasi nasional melalui
tersedia dengan cukup dan memadai. kebijakan dalam era otonomi yang adil dan
4) Organisasi dan manajemen harus baik. merata.
Semua faktor tersebut di atas, “faktor manusia Jadi, integrasi nasional harus dibangun di
yang berkualitas” adalah faktor yang paling daerah dengan menghargai kearifan daerah
penting, karena berfungsi sebagai subjek yang ada. Oleh karena itu, pemerintahan yang
dimana faktor yang lain bergantung pada baik (good governance) sebagai kerangka
faktor kuliatas manusia itu sendiri. Oleh konseptual yang dapat dijalankan dengan
karena itu, sangat penting sekali untuk optimal oleh pemerintah di wilayah otonom,
Mewujudkan Good Governance dalam Pengelolaan Pemerintahan Daerah guna Memperkuat Integrasi Nasional 11
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
sehingga pelayanan yang diberkan kepada Rosidin (2010). Otonomi Daerah dan
masyarakat serta kesenjangan yang ada dalam Desentralisasi. Bandung: Pustaka
masyarakat dapat dikikis secara perlahan, dan Setia.
secara perlahan pula kesadaran hidup
Santosa Pandji (2008). Administrasi Publik,
bernegara menjadi tumbuh dan berkembang,
Teori dan Aplikasi Good
terlebih lagi daerah yang baru saja pulih dari
Governance. PT Refika Aditama.
konflik, yang mana kala pemerintah daerah
tidak mampu memberikan keadilan dan Yeremias T Keban, (2003). Etika Pelayanan
pemerataan dalam pembangunan, atau Publik: Pergeseran Paradigma,
sebaliknya lebih menujukkan kesenjangan, Dilema dan Implikasinya bagi
maka akan muncul sikap radikal dari Pelayanan Publik, Bahan Ajar.
masyarakat secara individu maupun Jakarta: Badan Diklat Depdagri.
kelompok. Dengan adanya kewenangan yang Zudan Arif Fakrulloh (2006). Internalisasi
besar yang diberikan melalui UU no.32 tahun
Nilai-Nilai Birokrasi Sebagai
2004, maka pemerintah daerah dapat Prasyarat Merubah Pola Pikir
mengatur daerahnya tersebut dengan baik Aparatur dalam Menunjang
berdasarkan pada konsepsi good governace Pelayanan Publik. Jakarta: Yayasan
dan kearifan lokal yang ada. Karena, hal Obor.
tersebut akan memberikan dorongan kuat bagi
terwujudnya kesadaran integrasi bangsa secara
lebih maksimal.
KESIMPULAN
Mau tidak mau, mampu ataupun tidak mampu,
dalam menyelenggarakan otonomi daerah,
pemerintah daerah dituntut untuk menerapkan
prinsip-prinsip good governance, karena
prinsip tersebut telah menjadi paradigma baru
didalam menyelenggarakan kepemerintahan
yang digunakan secara universal.
Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari
sistem yang berbuat atau rancangan undang-
undang yang di rumuskan, melainkan suatu
sikap yang pasti dalam menangani suatu
permasalahn tanpa memandang siapa serta
mengapa hal tersebut harus di lakukan,
sehingga integrasi nasinal dapat diwujudkan
dengan maksimal melalui daerah otonom.
DAFTAR RUJUKAN
Mardiasmo (2004). Otnonomi dan Manajemen
Keuangan Daerah. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Republik Indonesia (1999). Undang-undang
No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
Republik Indonesia (2004). Undang-undang
No. 22 Tahun 1999 yang
disempurnakan dengan Undang-
undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah
12 Erna Hayati
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 13 – 18 ISSN 2338-9397
Maimun
Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
e-mail: maimunaceh58@yahoo.com
Abstrak
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang telah melakukan berbagai upaya
untuk membangun agar menjadi negara maju. Salah satunya dengan memperkuat Sumber
Daya Manusia. Pembangunan Indonesia dari berbagai sektor harus dilandasi pada tatanan
nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakatnya, sehingga menjadi negara yang
memiliki identitas. Dengan demikian, harus diakui bahwa Sumber Daya Manusia yang
handal merupakan salah satu syarat terpenting untuk mewujudkan negara yang sejahtera
dan berkeadilan. Sumber Daya Manusia yang dimaksud harus ditopang oleh karakter
menusia yang baik, hal ini sebagaimana yang dimanatkan oleh Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana sistem pendidikan nasional
bukan hanya mewujudkan kemampuan manusia dalam bidang teknologi, tetapi juga
sangat ditekankan pada manusia yang berkarakter. Proses ini dapat dilakukan dalam
berbagai langkah dan fase, salah satunya adalah melalui pendekatan terpadu di sekolah.
Dengan karakter yang nasionalis, Indonesia akan menjadi negara yang utuh dan berdaulat
dengan kemajuan dari berbagai aspek sebagai wujud dari adanya pengembangan sumber
daya manusia yang optimal.
.
Kata Kunci: Karakter Bangsa, Pendekatan Terpadu, Integrasi Nasional
13
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
terpenting dalam konteks ini adalah nilai-nilai Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan
Pancasila dan idealistis itu, harus menjadi terencana untuk mewujudkan suasana serta
penyaring dari segala kehendak, proses pemberdayaan potensi dan
kecenderungan praktik, dan nilai yang buruk. pembudayaan peserta didik guna membangun
Di sini, negara berperan sebagai pemelihara karakter warga negara yang berazaskan pada
nilai-nilai itu, dan sekaligus membentengi nilai-nilai dasar pancasila. Dalam hal ini,
masyarakat agar tidak terasuki oleh nilai-nilai menurut Budimansyah (2011: 75) Nilai-nilai
yang merusak tatanan idealistic itu melalui dasar pancasila itu harus terimplimetasi dalam
proses edukasi yang holistic dan integral kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang
(Koesoema, 2002) tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa,
karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara
Uraian di atas dapat mengabarkan bahwa
sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa,
Pancasila telah mengalami marjinalisasi. Oleh
karsa dan perilaku berbangsa dan bernegara
sebab itu, diperlukan upaya yang sangat
Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai
strategis untuk mengaktualisasikan nilai-nilai
Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman
pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika, dan
berbangsa dan bernegara. Pancasila harus
komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik
direaktualisasikan sebagai sumber inspirasi
Indonesia (integrasi nasional).
yang implementatif (tidak sekadar normatif)
bagi pembangunan dan proses demokrasi Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
bangsa. Pancasila juga harus disegarkan tulisan ini menguraikan tentang optimalisasi
kembali sebagai jati diri, karakter, sekaligus pembentukan karakter bangsa melalui
pemersatu bangsa. Namun membutuhkan pendekatan terpadu di sekolah. tulisan ini
pendekatan yang tidak elitis dan tidak dibatasi hanya pada domen konsepsi
indoktrinatif seperti di masa lalu, tetapi lebih pengembangan karakter bangsa,
pada metode partisipatif, implementatif, dan pendekatannya dan huubungan pendidikan
produktif seiring proses internalisasi nilai-nilai karakter bangsa.
Pancasila itu sendiri khususnya dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia. Dalam UU RI
PEMBAHASAN
No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional di rumuskan fungsi dan tujuan Konsepsi Pengembangan Karakter Bangsa
pendidikan Nasional yang harus digunakan Karakter adalah perilaku yang dilandasi oleh
dalam mengembangkan upaya pendidikan di nilai-nilai berdasarkan norma agama,
Indonesia pasal 3 UU Sikdiknas dalam pasal 3 kebudayaan, hukum, adat istiadat, dan estetika
menyebutkan bahwa: sesuatu bangsa. Pendidikan karakter adalah
"Pendidikan nasional berfungsi upaya yang terencana untuk menjadikan
mengembangkan kemampuan dan pesertadidik mengenal, peduli, dan
membentuk watak serta peradaban bangsa menginternalisasi nilai-nilai sehingga
yang bermartabat dalam rangka pesertadidik berperilaku sebagai sesuai dengan
mencerdaskan kehidupan bangsa, nilai-nilai bangsa yang dianutnya.Karakter
bertujuan untuk berkembangnya potensi tersebut terevaluasi menurut hubungan
peserta didik agar menjadi manusia yang manusia dengan Tuhan, diri sendiri, sesama
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan dan lingkungan, dan bangsa dan negara.
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, Hubungan manusia dengan Tuhannya
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan terevaluasi menurut sikap religius. Hubungan
menjadi warga negara yang demokratis manusia dengan diri sendiri dapat dievaluasi
serta bertanggung jawab" maka kita dapat berdasarkan sikap jujur, bertanggung jawab,
memahami bahwa tujuan utama bergaya hidup sehat,disiplin, kerja keras,
pendidikan adalah membentuk insan yang percaya diri, berjiwa wirausaha, kreatif,
beriman dan berakhlak mulia.” inovatif,mandiri, dan mempunyai rasa ingin
tahu. Hubungan manusia dengan sesama dan
Tujuan Pendidikan Nasional merupakan lingkungannya dinilai berdasarkan sikap
rumusan mengenai kualitas manusia modern sadarterhadap hak dan kewajiban, patuh pada
yang harus dikembangkan oleh setiap satuan aturan sosial, menghargai karya orang lain,
pendidikan. Oleh sebab itu rumusan tujuan santun dan demokratis, dan peduli lingkungan
pendidikan nasional menjadi dasar sosial dan lingkungan hidup. Sedangkan
pengembangan pendidikan karakter bangsa. hubungan manusia dengan bangsa dan
14 Maimun
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Pengembangan Karakter Bangsa melalui Pendekatan Terpadu di Sekolah guna Memperkuat Integrasi Nasional 15
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
merupakan dasar yang membangun rasa saling sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai
percaya satu sama lain, (3), otonomi, yang yang dikembangkan dalam pendidikan
berarti seseorang memiliki kebebasan untuk karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat
menginternalisasikan nilai- nilai dalam Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan
mengambil keputusan pribadi tanpa intervensi Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang
orang lain, (4), keteguhan dan kesetiaan. sudah ada (Winataputra, 2011).
Keteguhan merupakan daya tahan seseorang
Prinsip pendekatan pengembangan
untuk mencapai sesuatu yang dipandang baik
pembelajaran yang digunakan dalam
dan kesetiaan merupakan bagi penghormatan
pengembangan pendidikan karakter bangsa
atas komitmen yang dipilih.Adanya
mengusahakan agar peserta didik mengenal
peningkatan wawasan, perilaku, dan
dan menerima nilai-nilai karakter bangsa
keterampilan sehingga dapat menjadi siswa
sebagai milik mereka dan bertanggung jawab
yang berilmu dan berkarakter.Karakter yang
atas keputusan yang diambilnya melalui
diharapkan tidak melenceng dari budaya
tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan,
asliIndonesia (pancasila) sebagai perwujudan
menentukan pendirian dan selanjutnya
integrasi bangsa atau nasionalisme.
menjadikan suatu nilai sesuai dengan
Pendekatan Terpadu dalam Pengembangan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta
Karakter Bangsa didik belajar melalui proses berpikir, bersikap,
Pendidikan karakter bangsa secara terintegrasi dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan
atau terpadu di dalam proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan peserta
adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi didik dalam melakukan kegiatan sosial dan
diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai- mendorong peserta didik untuk melihat diri
nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke sendiri sebagai makhluk sosial.
dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari Beberapa prinsip pendekatan yang digunakan
melalui proses pembelajaran baik yang dalam pengembangan pendidikan karakter
berlangsung di dalam maupun di luar kelas bangsa adalah (1), melalui semua mata
pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya pelajaran, pengembangan diri, dan budaya
kegiatan pembelajaran, selain untuk sekolahyaitu mensyaratkan proses
menjadikan peserta didik menguasai pengembangan nilai-nilai karakter bangsa
kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan
dirancang dan dilakukan untuk menjadikan dalam setiap kegiatan kurikuler dan
peserta didik mengenal, menyadari, dan ekstrakurikuler, (2) berkelanjutan; yaitu proses
menginternalisasi nilai-nilai dan pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter
menjadikannya perilaku. Integrasi pendidikan bangsa yang dilakukan melalui proses panjang;
karakter bangsa di dalam proses pelaksanaan dimulai dari awal peserta didik masuk sampai
pembelajaran dilaksanakan mengembangkan selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya,
beberapa prinsip pendekatan, diantaranya proses tersebut dimulai dari Sekolah Dasar
adalah integrasi semua mata pelajaran, (SD) sampai perrgguruan tinggi (3) Nilai tidak
pengembangan diri, dan budaya sekolah, diajarkan tapi dikembangkan, hal itu
prinsip pendekatan yyangg bekelanjjutan, mengandung makna bahwa materi nilai
prinsip pendekatan nilai-nilai tidak diajarkan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa;
tapi dikembangkan, dan dan prinsip artinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok
pendekatan bahwa proses pendidikan bahasan yang dikemukakan seperti halnya
dilakukan peserta didik secara aktif dan ketika mengajarkan suatu konsep, teori,
menyenanggkan (Muchsin,2010:54) prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata
Pendekatan dalam pengembangan karakter pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA,
bangsa dapat dilakukan di sekolah melalui IPS, matematika, pendidikan jasmani dan
semua mata pelajaran, pengembangan diri dan kesehatan, seni, dan keterampilan. Materi
budaya sekolah.Dalam pembelajaran di kelas pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau
pengembangan karakter bangsa tidak media untuk mengembangkan nilai-nilai
dimasukkan hanya dalam mata pelajaran atau karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak
bahasan terttentu, tetapi terintegrasi ke dalam perlu mengubah pokok bahasan yang sudah
mata pelajaran, pengembangan diri, dan ada, tetapi menggunakan materi pokok
budaya sekolah.Oleh karena itu, guru dan bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai
karakter bangsa. Selain itu, guru tidak harus
16 Maimun
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
mengembangkan proses belajar khusus untuk yangdapat dipakai sebagai pangkal tolak
mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu nation Indonesia (Anonim, 2010).
harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat
Nation Indonesia dibangun atas dasar prinsip
digunakan untuk mengembangkan kemampuan
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
dalam ranah kognitif, afektif, dan
musyawarah dan keadilan. Inilah yang menjadi
konatif.Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai
karakter bangsa tidak ditanyakan dalam harapan pendiri bangsa untuk menjadikan
Indonesia sebagai bangsa yang memiliki jati
ulangan ataupun ujian.Walaupun demikian,
dirinya. Bila dikaitkan dengan pembangunan
peserta didik perlu mengetahui pengertian dari
karakter bangsa, pendidikan bisa diartikan
suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan
secara lebih sempit sebagai suatu cara
pada diri mereka.Mereka tidak boleh berada
membangun dalam berkehidupan bersama.
dalam posisi tidak tahu dan tidak paham
Dalam skala tataran antar komunitas, tanpa
makna nilai itu. (4) Proses pendidikan
melihat etnis, suku, agama, ras dan sebagainya,
dilakukan peserta didik secara aktif dan
berkehidupan bersama berarti telah sepakat
menyenangkan; prinsip pendekatan ini
secara sadar untuk melakukan ikatan bagi
menyatakan bahwa proses pendidikan nilai
anggotanya menjadi suatu komunitas yang
karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik
dilakukan dalam wilayah yang pasti dan sah,
bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut
serta diakui komunitas masyarakat lainya atau
wuri handayani” dalam setiap perilaku yang
masyarakat internasional.Dari sudut pandang
ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga
inilah kemudian timbul berbagai teori tentang
menyatakan bahwa proses pendidikan
bangsa dan negara. Karakter bangsa muncul
dilakukan dalam suasana belajar yang
dari komunitas-komunitas yang memiliki
menimbulkan rasa senang dan tidak
ikatan dan aturan yang jelas. Dalam hal ini
indoktrinatif.
pendidikan karaker bangsa berperan penting
Diawali dengan perkenalan terhadap membangun persamaan persepsi antar
pengertian nilai yang dikembangkan, maka komunitas sehingga terjalin komunitas yang
guru menuntun peserta didik agar secara aktif. memiliki karakter yang jelas dan kuat. Jika
Hal ini dilakukan tanpa guru mengatakan pendidikan pendidikankarakter bangsa gagal
kepada peserta didik bahwa mereka harus dalam membangun persepsi antar komunitas
aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar maka yang akan terjadi adalah perpecahan dan
yang menyebabkan peserta didik aktif perbedaan serta akan memudarkan nilai-nilai
merumuskan pertanyaan, mencari sumber kebangsaan dan akan berdampak pada
informasi, dan mengumpulkan informasi dari hilangnya rasa kesatuan bangsa.
sumber, mengolah informasi yang sudah Dari banyak literatur ada bukti, perilaku
dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, masyarakat amat erat kaitannya dengan
menyajikan hasil rekonstruksi atau proses kualitas pendidikannya.Teori keterkaitan
pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai perilaku masyarakat dengan tingkat pendidikan
karakter pada diri mereka melalui berbagai menjadi tidak sepenuhnya berlaku, tapi yang
kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, bisa dijadikan instrumen untuk
dan tugas-tugas di luar sekolah. menjelaskannya adalah peranan pendidikan
dalam membangun karakter bangsa (character
Memperkuat Integrasi Nasional Melalui building). Sudah lebih dari setengah abad kita
Pendidikan Karakter merdeka, bahwa pembentukan karakter bangsa
Masyarakat Indonesia seperti kehilangan dalam arti yang sebenarnya tidak berjalan
prinsip dan nation dalam kehidupan berbangsa sebagaimana mestiny (Megawangi, 2003).
dan bernegara. Konsep Bhenika Tunggal Ika Dalam konteks memahami fenomena itu,
sudah mulai luntur dari jiwa-jiwa generasi menarik apa yang disarankan Unesco bahwa
sekarang. Proses yang terjadi saat ini, dapat pendidikan harus mengandung tiga unsur: (a)
memberikan pengajaran yang berarti bagi belajar untuk tahu (learn to know), (b) belajar
masyarakat Indonesia dalam mencari jati diri untuk berbuat (learn to do) dan (c) belajar
bangsa. Pada masa lalu, para pendiri bangsa ini untuk hidup bersama (learn to live together).
melakukan proses menjadi Indonesia dimulai Unsur pertama dan kedua lebih terarah
dari para elite dengan proses sukarela. Masing- membentuk having, agar sumberdaya manusia
masing menyatakan dirinya sebagai bagian mempunyai kualitas dalam pengetahuan dan
bangsa, dan lalu mencari unsur-unsur keterampilan atau skill. Unsur ketiga lebih
Pengembangan Karakter Bangsa melalui Pendekatan Terpadu di Sekolah guna Memperkuat Integrasi Nasional 17
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
18 Maimun
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 19 – 26 ISSN 2338-9397
Nurhayati Ahmad
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
Abstrak
Agar prestasi belajar siswa selalu memuaskan dalam proses belajar mengajar (PBM) di
sekolah, maka guru-guru perlu meningkatkan kemampuan belajar siswanya, karena hal
ini sangat bermanfaat bagi bangsa dan negara dimasa-masa yang akan datang. Adapun
tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan siswa tidak dapat meraih prestasi belajar yang memuaskan di sekolah. (2)
Ingin mengetahui pernahkah guru-guru SMAN 7 Banda Aceh berusaha meningkatkan
prestasi belajar siswa. (3) Ingin memperoleh informasi tentang cara-cara yang dilakukan
guru-guru SMAN 7 Banda Aceh sehubungan meningkatkan prestasi belajar siswa. Dari
hasil pengolahan data dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : faktor-faktor yang
menyebabkan siswa SMAN 7 Banda Aceh tidak mampu meraih prestasi belajar yang
memuaskan adalah: (1) Siswanya malas belajar. (2) Diberi tugas tidak mau mengerjakan.
(3) Siswa tidak memiliki buku pelajaran. (4) Sarana dan prasarana kurang tersedia. (5)
Siswanya tidak disiplin, inovatif dan kreatif. (6) Ada guru yang tidak memperhatikan
kemajuan belajar siswa. (7) Perbedaan kepribadian dan tingkat kecerdasan siswa. (8)
Tidak ada perhatian dari orang tua. Guru-guru pernah membangkitkan prestasi belajar
siswa. Setelah diadakan evaluasi baru jelas mana siswa yang maju prestasinya, mana
siswa yang tidak ingin maju. Selanjutnya siswa yang belum dapat meraih prestasi
dipanggil, lalu dituntun dibina dan diarahkan. Cara-cara yang dilakukan guru SMAN 7
Banda Aceh dalam neningkatkan prestasi belajar siswa yaitu: (1) Dengan cara
pendekatan. (2) Membangkitkan motivasi belajar mereka. (3) Dengan cara tanya jawab
(pancingan). (4) Dengan cara membagi-bagi tugas kelompok belajar. (5) Dengan cara
mengaitkan materi pelajaran dengan agama. (6) Diberikan support bagi siswa yang malas
mengikuti latihan olah raga. (7) Dengan cara menyuruh buat makalah kemudian
dipresentasikan. (8) Mengadakan konfirmasi dengan guru-guru lain. (9) Dengan cara
menuntun bagi siswa yang hanya dapat membaca saja tapi tidak faham apa arti dan
maksudnya.
19
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
siswa sebagai generasi penerus bangsa yang semua pihak kalau hal seperti ini bisa terjadi,
dapat membangun negara yang lebih maju lagi makanya seorang guru tidak boleh menyia-
dibandingkan dengan masa lalu. Kemajuan nyiakan tugasnya dalam meningkatkan prestasi
bangsa dan negara kelak sangat dipengaruhi belajar siswa.
oleh keadaan pendidikan siswa masa kini. Oleh
karena itu, pendidikan bagi setiap manusia Agar para siswa dapat memperoleh prestasi
terutama bagi anak-anak muda (siswa) saat ini yang tinggi, tugas guru dalam meningkatkan
sangat diperlukan, jadi siswa-siswa sekarang prestasinya mutlak diperlukan, karena
tidak bisa melepaskan diri dari pendidikan, sebelumnya siswa tidak tahu bagaimana cara
karena dengan pendidikanlah siswa dapat belajar yang sebenarnya untuk meraih prestasi,
hidup layak dengan memperoleh kesejah- di sinilah guru harus berperan sebagai
teraan, kedamaian, ketentraman di manapun ia motivator, membangkikan motivasi belajar
berada. siswa, seperti yang dikatakan Ihsan (2005:45)
”Tugas pendidikan sekolah yang utama
Agar para siswa dapat menjadi manusia yang sekarang ialah mengajarkan bagaimana cara
cerdas, tangkas dan bijaksana kelak, sekarang belajar, menanamkan motivasi yang kuat
peran guru di sekolah sangat diperlukan. dalam diri anak untuk belajar terus-menerus”.
Seorang siswa bisa meraih prestasi belajar,
bukanlah suatu hal yang mudah diperolehnya, Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa
tapi banyak liku-liku dengan bersusah payah sekolah berkewajiban meningkatkan prestasi
yang harus dilalui, walaupun mereka selalu belajar siswa, dengan cara membimbing,
belajar siang dan malam tanpa henti-hentinya, mengajar, melatih, menuntun mengarahkan,
belum tentu para siswa dapat memperoleh dan menggerakkan atau membangkitkan
prestasi tinggi, karena mereka tidak tahu semangat belajar mereka. Semua hal ini harus
tentang cara-cara belajar yang sebenarnya agar sungguh-sungguh dilakukan oleh guru-guru
dapat memperoleh prestasi seperti yang dengan memperhatikan keaktifan belajarnya,
diinginkan. walaupun dalam situasi dan kondisi
kapanpun harus tetap dijalani oleh guru-guru
Guru dituntut harus berperan sebagai di sekolah. Agar semua siswa tidak mengalami
perancang bagi keberhasilan siswa dalam kegagalan belajar untuk mencari bekal dalam
meraih prestasi belajar yang tinggi di sekolah, kehidupannya sehingga dapat hidup mandiri
guru harus sanggup mengatur, mengarahkan dalam lingkungan masyarakat. Siswa itu pun
dan menggerakkan para siswa agar ia tahu akan dicintai dan disayangi karena berilmu
tentang cara-cara belajar yang semestinya pengetahuan dan memiliki SDM. Kalau guru-
supaya memperoleh hasil yang sangat guru mau menerapkan semua kegiatan yang
memuaskan. Kalau guru-guru tidak mau peduli berhubungan dengan cara-cara meningkatkan
tentang keadaan siswa belajar, sudah pasti prestasi belajar siswa, niscaya siswa pun akan
semua pekerjaan yang dilakukan para siswa dapat memperoleh hasil belajar yang sangat
akan menjadi sia-sia belaka, karena bukan memuaskan. Sungguh diperlukan dalam
prestasi tinggi yang diperoleh, tetapi kegagalan membangun bangsa dan tanah air. Guru-guru
yang didapat. dapat menuntun, menanam dalam diri siswa
agar mereka selalu mencintai tanah airnya
Tugas guru di sekolah bukan hanya mengajar sendiri, dapat bergaul dengan masyarakat
semata-mata, tetapi juga harus bisa mendidik bersama-sama saling tolong-menolong dengan
para siswa supaya menjadi manusia penuh keakraban antara satu dengan lainnya
pembangunan sebagai warga negara yang demi kemajuan daerah atau bangsanya. Guru-
berbudi pekerti luhur berjiwa Pancasila, guru janganlah membiarkan siswanya menjadi
berkarakter, agamis, berakhlakul karimah, anak nakal, berkeliaran entah kemana-mana,
memiliki moral yang terpuji, sikap yang bolos pada saat jam belajar bisa mengganggu
santun, sumber daya manusia yang berkualitas. tata tertib, peraturan-peraturan sekolahnya dan
Di samping itu, guru dapat memberi bekal masyarakat sekitarnya tempat ia berdomisili
kemampuan yang diperlukan siswa untuk baik siang maupun malam.
melanjutkan pendidikannya ke Perguruan
Tinggi. Bila nilai akhirnya (UN) sangat rendah Atas dasar pijakan itulah penulis tergugah
maka siswa tersebut tidak bisa diterima di ingin membuat penelitian ini dengan rumusan
Perguruan Tinggi manapun, betapa ruginya judul ”Cara Meningkatkan Prestasi Belajar
20 Nurhayati Ahmad
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
dianjurkan ialah mengikuti langkah-langkah langsung kepada gurunya, guru sebagai tempat
berikut, yaitu reduksi data, display data, curahan hati bagi siswa.
menyimpulkan dan verifikasi”.
Walaupun ada siswa yang sanggup meraih
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN prestasi tinggi di SMAN 7 Kota Banda Aceh.
Dalam uraian berikut ini akan dibahas hasil Namun demikian masih terdapat beberapa
temuan di lapangan yang menyangkut tentang orang siswa yang belum memperoleh prestasi
sebab-sebab siswa tidak bisa meraih prestasi yang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh
belajar di sekolah, guru-guru pernah atau beberapa faktor, seperti yang dikatakan oleh
tidaknya meningkatkan prestasi siswa di guru yang mengajar mata pelajaran IPS dan
sekolah serta cara-cara yang dilakukan guru IPA, yaitu pada saat peneliti wawancara
dalam rangka meningkatkan prestasi belajar mengenai sebab-sebab siswa yang menurun
siswa. prestasinya, guru-guru menyatakan sebagai
berikut:
Informasi-informasi yang akan dibahas nanti a. Siswa sendiri malas belajar, artinya tidak
adalah berdasarkan data yang diperoleh ada kemauan untuk belajar;
melalui teknik observasi dan teknik b. Kalau diberi tugas tidak mau mengerjakan,
wawancara dengan guru-guru yang mengajar karena tidak disiplin;
matapelajaran IPS dan IPA semuanya c. Siswa tidak memiliki buku pelajaran;
berjumlah 6 orang. d. Sarana dan prasarana kurang tersedia di
sekolah;
1. Sebab-Sebab Siswa Tidak Bisa Meraih e. Siswa sendiri tidak kreatif dan inovatif;
Prestasi Belajar di SMAN 7 Banda f. Kadang-kadang dari guru juga kurang
Aceh memperhatikan kemajuan belajar siswa;
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tidak g. Perbedaan tingkat kecerdasan siswa, ada
semua siswa mengalami kegagalan dalam sangat pintar dan kurang pintar.
meraih prestasi belajar di sekolah, tetapi ada h. Tidak ada perhatian dari orang tua siswa di
juga siswa yang dapat meraih prestasi belajar rumah;
yang tinggi, hasil pengamatan peneliti pada
saat mengadakan observasi, peneliti Karena orang tua beranggapan gurulah yang
mengamati keadaan siswa baik sikapnya dan harus bertanggung jawab terhadap prestasi
karakternya, moral dan tingkah lakunya belajar anak di sekolah, karena pikirannya
semuanya dalam keadaan menyenangkan, seperti itulah maka orang tua siswa tidak mau
mereka mengikuti proses belajar mengajar tahu tentang pendidikan anak-anaknya lagi,
(PBM) dan latihan-latihan yang dibimbing bagus atau tidak prestasi anaknya itu
oleh guru, semua siswa pada saat peneliti semuanya sudah diserahkan pada guru,
amati dalam keadaan aktif, rajin dan patuh padahal orang tua sangat perlu memperhatikan
terhadap tata tertib, peraturan-peraturan yang semangat belajar anaknya di rumah, agar
telah diatur oleh guru-guru, semua siswa dapat anak-anaknya dapat memperoleh keinginan
melaksanakan dan mengikutinya dengan penuh dalam belajar, sehingga berhasil meraih
ketekunan dan kesabaran, tidak ada yang prestasi belajar yang sangat memuaskan.
melenceng dan bolos. Sulaiman (1988:145) menjelaskan, “Di
Indonesia pendidikan di sekolah merupakan
Pada saat jam istirahat peneliti tanggung jawab bersama antara pemerintah,
memperhatikan banyak siswa yang tidak orang tua dan masyarakat”.
membuang-buang waktu, dimana mereka
sambil istirahat ada yang belajar sambil Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami
membaca buku, ada juga yang menjumpai bahwa, pendidikan merupakan tanggung jawab
guru-guru di kantor dalam rangka bersama dalam rangka mendidik siswa berhasil
mengkonsultasi tentang masalah-masalah yang meraih prestasi belajar yang sangat
mereka hadapi. Peneliti memperhatikan guru memuaskan di sekolah, bukanlah tugas guru
dan siswa saling terbuka dan penuh keakraban, semata-mata tetapi juga orang tua siswa
tidak ada siswa yang takut berbicara dengan mempunyai peranan yang sangat penting
gurunya, semua masalah-masalah yang dalam membimbing dan membina anak-
dihadapi, mereka berani mencurahkan anaknya dalam rumah tangga supaya menjadi
anak yang berhasil, sukses dalam pendidikan.
22 Nurhayati Ahmad
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Di samping itu masyarakat juga harus mengenai pentingnya belajar secara terus-
bertanggung jawab terhadap pendidikan di menerus supaya meraih prestasi. Seiring
sekolah. Jadi pendidikan menjadi tanggung dengan hal demikian Mulyasa (2005:85)
jawab bersama baik di pihak guru, orang tua menyatakan: “(1) Menumbuhkan kesadaran
dan masyarakat sekitarnya. siswa tentang pentingnya belajar dalam
kehidupan, apa yang harus direncanakan dan
2. Guru-Guru SMAN 7 Banda Aceh dikelola secara sistematis; (2) memberikan
Pernah Melakukan Peningkatan kemudahan belajar kepada siswa, agar mereka
Prestasi Belajar Siswa dapat belajar dengan tenang dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, para menyenangkan”.
guru SMAN 7 Banda Aceh, baik guru-guru
yang mengajar mata pelajaran IPS, maupun Kesemua hal tersebut guru-guru harus dapat
guru-guru yang mengajar mata pelajaran IPA melaksanakannya pada saat berinteraksi
mereka sering melakukan peningkatan prestasi dengan siswa dalam menjalankan PBM di
terhadap siswa, seperti yang mereka katakan ruangan kelas, ini penting dilakukan oleh
pada peneliti, yaitu: guru-guru memberi kesadaran belajar bagi
Kami selalu memperhatikan kemampuan siswa bahwa pendidikan dan pembelajaran
belajar siswa, kami dapatkan ada siswa sangat diperlukan dalam meniti jalannya
yang sangat maju pendidikannya, ada juga kehidupan di alam ini. Sebagai seorang guru
siswa yang sangat sulit memperoleh harus dapat memberikan kemudahan belajar
kemajuan baik dalam segi pendidikan, kepada siswa, karena dengan cara seperti ini
maupun pada saat PBM berlangsung dan guru dan siswa bisa terjalin suasana yang
waktu mengikuti latihan-latihan yang penuh keakraban dan antusias, jadi sahabat
kami berikan kepada mereka. Hal ini karib dalam pergaulan antara guru dan siswa,
semua dapat kami ketahui setelah kami sehingga siswa pun bisa belajar dengan tenang
mengadakan evaluasi terhadap kinerja dan damai.
belajar mereka, pertama evaluasi proses,
kedua evaluasi sikap, ketiga evaluasi 3. Cara-Cara yang Dilakukan Guru
keterampilan dan keempat evaluasi SMAN 7 Banda Aceh Dalam
materi. Dari hasil evaluasi tersebut Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
jelaslah diketahui mana siswa yang bagus Hasil penelitian membuktikan bahwa, kepada
prestasinya dan mana yang belum bagus, siswa-siswa yang belum mampu meraih
kemudian baru kami panggil mereka prestasi tinggi karena ada beberapa faktor yang
untuk dibina dan diarahkan. menyebabkannya, seperti siswa sendiri yang
malas belajar, tidak mau mengerjakan tugas,
Dari hasil wawancara di atas menunjukkan, siswa tidak punya buku pelajaran, sarana dan
guru-guru SMAN 7 Banda Aceh, berarti selalu prasarana kurang tersedia di sekolah, siswa
memperhatikan keadaan kemajuan belajar sendiri tidak punya motivasi, tidak inovatif dan
siswanya, karena ini merupakan tugas dan kreatif, guru juga kurang memperhatikan
tanggung jawab guru dalam mendidik dan kemajuan belajar siswa, perbedaan kepribadian
mengajar serta melatih siswanya, guru-guru dan tingkat kecerdasan siswa, tidak ada
tidak boleh menyia-nyiakan tugasnya, tidak perhatian dari para orang tua siswa di rumah
mau tahu tentang keadaan siswanya rajin terhadap pendidikan anak-anaknya.
belajar atau tidak, prestasinya memuaskan
ataupun tidak. Hal ini bisa membuat siswa Kesemua siswa-siswa yang bermasalah ini,
tidak sadar diri tentang pentingnya belajar guru-guru tidak membiarkan begitu saja tetapi
secara terus-menerus supaya menjadi siswa tetap berusaha dengan bermacam cara dan
yang cerdas. Hal ini sesuai dengan penjelasan daya upaya menurut kemampuan dan
Budi Raharjo (2002:26) ”Faktor kunci kesanggupan guru masing-masing, agar
keberhasilan peningkatan mutu pendidikan kesemua siswa tersebut bisa menjadi siswa
adalah guru pengelola proses pembelajaran yang pandai dalam kelas sama seperti siswa-
sebagai penyelenggara dalam kelas”. siswa lain yang memiliki intelektual dan
Berdasarkan uraian di atas dapat dimengerti kecerdasan yang berprestasi tinggi, siswa
yang mana gurulah yang memegang peranan tersebut selalu dibina dan diarahkan, supaya
penting sebagai pengelola pembelajaran dalam hasil belajarnya lebih maju lagi dari
kelas untuk menumbuhkan kesadaran siswa
sebelumnya. Hal ini sesuai seperti yang memperoleh hasil yang sangat
dijelaskan oleh Sardiman (2006:13) adalah : memuaskan.
Guru dibutuhkan untuk membimbing, e. Dengan cara menyuruh membuat makalah,
memberi bekal yang berguna. Ia sebagai tiap-tiap siswa satu makalahnya kemudian
guru harus dapat memberikan sesuatu maju harus dipresentasikan. Bahannya
secara didaktis. Dengan tugasnya dicari sendiri melalui internet dan buku-
menciptakan situasi interaksi edukatif, buku bacaan, juga materinya disesuaikan
guru tidak cukup hanya mengetahui bahan berbasis lingkungan, akhirnya siswa bisa
ilmu pengetahuan yang akan dijabarkan meraih prestasi.
dan diajarkan pada siswa, tetapi juga f. Dengan cara membuat kondisi kelas yang
harus mengetahui dasar filosofis dan nyaman. hal ini seperti penjelasan
didaktiknya, sehingga mampu Hadiyanto (2004:152) yaitu: “Kalau guru
memberikan motivasi di dalam proses Indonesia ingin meningkatkan kualitas
interaksi dengan anak didik dan harus pendidikan, maka dapat dimulai dengan
memahami metodologi. memperbaiki iklim kelasnya”. Kemudian
juga Hadiyanto (2004:159) menyatakan:
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa, “Bahwa iklim kelas ikut mempengaruhi
disamping guru menguasai materi pelajaran prestasi belajar peserta didik”.
yang akan diajarkan pada siswa, guru juga g. Dengan cara memberi sanksi ringan kalau
harus tahu tentang cara-cara membangkitkan terdapat siswa yang tidak mau membuat
motivasi belajar siswa, juga harus dapat tugas, supaya siswa tersebut merasa malu
menerapkan metode mengajar yang sesuai sehingga mau berusaha meraih prestasi,
dengan materi. kemudian baru memberi pujian atas
keberhasilannya.
Mengenai cara-cara yang dilakukan oleh guru- h. Mengadakan konfirmasi dengan guru-guru
guru yang mengajar mata pelajaran IPA dan lain, karena pengaruh guru sangat besar
IPS dalam rangka meningkatkan prestasi dalam meningkatkan prestasi belajar
belajar siswa adalah seperti yang diperoleh siswa. Seperti yang dijelaskan oleh
dari hasil penelitian, menunjukkan: Rohani, dkk (1991:108), yaitu: “Guru dan
a. Dengan cara pendekatan diberikan kepada para peserta didik menunjukkan sebagai
anak yang bermasalah ini melebihi anak- dua sabjek pengajaran yang sama-sama
anak lainnya, akhirnya siswa tersebut lebih menepati status yang penting”.
bersemangat dalam belajar dan percaya Berarti guru dan peserta didik saling
diri (PD) dalam mengeluarkan pendapat berinteraksi antara satu dengan lainnya.
baik dalam diskusi kelompok maupun Guru tidak bisa mengajar tanpa ada murid,
dalam metode bermain berperan (drama) demikian juga murid tidak bisa belajar
sesama teman, yang disertai bimbingan kalau tidak ada guru.
dari guru-guru. i. Dengan cara menuntun dan mengarahkan
b. Membangkitkan motivasi belajar dengan bagi anak-anak yang hanya bisa membaca
cara-cara tertentu mulai saat membuka buku tapi tidak mengerti apa yang sudah
pelajaran seperti menarik minat dan dibacanya.
perhatian terhadap pokok bahasan dan j. Dengan cara mengaitkan materi pelajaran
tujuan yang ingin dicapai dalam PBM, dengan agama (Qur’an dan Hadis) sesuai
menggunakan media dan metode yang dengan Syariat Islam, membuat siswa
serasi, kemudian dalam menutup pelajaran sadar dan insaf bahwa belajar itu wajib.
siswa mengambil kesimpulan terhadap k. Bagi siswa yang malas dalam mengikuti
materi yang sudah dipelajari bersama- pendidikan olahraga, mereka disupport,
sama dengan guru. kata gurunya: “Bagi yang malas belajar
c. Dengan cara pancingan terlebih dahulu caranya digerakkan di bangkitkan
yaitu dengan mengajukan pertanyaan- motivasinya (support) akhirnya siswa yang
pertanyaan, kemudian dari tanya jawab ini malas tadi menjadi rajin mengikuti
siswa dapat meraih prestasi tinggi. latihan-latihan olahraga, sehingga
d. Dengan cara membagi-bagi kelompok berhasil”.
belajar, tiap-tiap kelompok diberi tugas
yang berbeda-beda dalam ruangan kelas, Hasil penelitian menunjukkan bahwa, siswa
akhirnya bisa mereka kerjakan dengan SMAN 7 unggul dalam bidang olah raga
24 Nurhayati Ahmad
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
(i) Dengan cara menuntun bagi siswa Nasution, S. (1988). Metode Research ed 2.
yang dapat membaca saja tetapi tidak tahu Bandung: Remaja Rosda Karya.
apa artinya mereka tidak memahami.
_________. (2004), Metode Research, Jakarta:
Bumi Aksara.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian maka Hamalik Oemar (1986), Media Pendidikan,
rekomendasi yang perlu diberikan di sini yaitu: Bandung, Alumni.
1. Diharapkan kepada para guru, walaupun Rohani, A. dan Ahmadi, A. (1991). Pedoman
sangat sibuk karena banyaknya kegiatan- Penyelenggara Administrasi Pend-
kegiatan yang harus dilaksanakan baik di idikan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
sekolah maupun dalam rumah tangga dan
masyarakat, namun tugas meningkatkan Soelaiman, Darwis A. (1988) Pengantar
prestasi belajar siswa di sekolah harus Kepada Teori Dan Praktek
tetap diutamakan. Karena ini menyangkut Pengajaran, Semarang, Penerbit IKIP
masa depan masysrakat bangsa dan Semarang Press.
negara. Surachmad, W. (1985). Pengantar Penelitian
2. Kepada para guru diharapkan agar selalu Ilmiah. Bandung: Tarsito.
mengembangkan profesinya dalam bidang
pendidikan dan pengajaran, sebaiknya
sebelum mengajar guru-guru harus belajar
terlebih dahulu, supaya dapat menerapkan
semua kompotensi dalam PBM. Seperti
Kompotensi Paedagogiek, Kompotensi
Psychologies, Kompotensi Sosial dan
Kompotens Profesi.
REFERENSI
A.M. Sardiman (2006). Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Budi Raharjo (2004). Pendekatan Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Bandung: Sinar
Biru Mandar Maju.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1984). Pedoman Pelaksanaan
Kurikulum SMA. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Hadiyanto (2004). Mencari Sosok
Desentralisasi Manajemen Pendidikan
di Indonesia. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Ihsan, Fuad (2005). Dasar-Dasar
Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Moleong, L. J. (2000). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.
Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis
Sekolah Konsep Strategi dan
Implementasi. Bandung: Remaja
Rosda Karya.
26 Nurhayati Ahmad
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 27 – 36 ISSN 2338-9397
Abstrak
Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation merupakan salah satu model yang
diterapkan guru untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif ini lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam mencari
sendiri materi-materi pelajaran, baik melalui buku ajar maupun sumber lain. Peran guru
dalam model ini adalah sebagai fasilitator di kelas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu dengan materi konektivitas
antar ruang dan waktu di SMP Negeri 3 Unggul Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII. Dari populasi 5 kelas, hanya
dua kelas yang ditetapkan sebagai sampel, yaitu 36 orang siswa kelas VII-5 (kelas
eksperimen) dan 36 orang siswa kelas VII-4 (kelas kontrol). Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah teknik tes. Pengolahan data menggunakan teknik Classical
Experimental Design dengan rumus statistik uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berpengaruh
signifikan terhadap hasil belajar siswa di SMP Negeri 3 Unggul Ingin Jaya Kabupaten
Aceh Besar pada materi konektivitas antar ruang dan waktu.
Kata Kunci: IPS Terpadu, Model Kooperatif, Group Investigation, Hasil Belajar
27
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
proses pembelajaran, sedangkan guru hanya terkait dengan mata pelajaran yang diampu. (d)
memfasilitasi prosesnya saja. Namun menyelenggarakan pembelajaran yang
demikian, di beberapa sekolah guru mengajar mendidik. (e) memanfaatkan teknologi
masih menggunakan model-model lama informasi dan komunikasi untuk kepentingan
dengan lebih banyak berceramah di depan pembelajaran. (f) memfasilitasi pengembangan
kelas. Guru lebih banyak berkutat dengan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
teori-teori yang terdapat dalam buku ajar tanpa berbagai potensi yang dimiliki. (g) ber-
menghubungkan dengan dunia nyata. komunikasi secara efektif, empatik dan santun
Seyogyanya guru dapat belajar menemukan dengan peserta didik. (h) menyelenggarakan
pendekatan-pendekatan baru agar proses penilaian dan evaluasi untuk kepentigan
pembelajaraan lebih bermakna, sehingga tidak pembelajaran. (i) memanfaatkan hasi penilaian
membosankan peserta didik. dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
(j) melakukan tindakan efektif untuk
Solusi terhadap permasalahan di atas meningkatkan kualitas pembelajaran; (2)
sebenarnya telah dilakukan oleh kementerian Kompetensi Kepribadian, yang meliputi: (a)
pendidikan melaui perubahan dan bertindak sesuai dengan norma agama, hukum,
penyempurnaan kurikulum setiap tahunnya. sosial dan kebudayaan nasional. (b)
Namun usaha ini masih memerlukan kerja menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur,
keras semua pihak untuk mendukung berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik
terwujudnya standar pendidikan nasional yang dan masyarakat. (c) menampilkan diri sebagai
berkualitas sesuai dengan karakter dan budaya pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
bangsa Indonesia. Hal ini sebagamana berwibawa. (d) menunjukkan atas kerja,
diutarakan Tirtarahardja dan La Sulo tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga
(2005:263) yang mengemukakan bahwa menjadi guru dan rasa percaya diri. (e)
pendidikan nasional Indonesia adalah menjunjung tinggi kode etik profesi guru; (3)
pendidikan yang berakar pada kebudayaan Kompetensi Sosial yang meliputi: (a) bersikap
bangsa Indonesia dan berdasar kepada inklusif, bertindak objektif serta tidak
pencapaian tujuan pembangunan nasional diskriminatif karena pertimbangan jenis
Indonesia. Sistem pendidikan nasional kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar
merupakan suatu keseluruhan yang terpadu belakang keluarga dan status sosial ekonomi.
dari semua satuan dan kegiatan pendidikan (b) berkomunikasi secara efektiv, empatik dan
yang saling berkaitan untuk mengusahakan santun dengan sesama pendidik, tenaga
tercapainya tujuan pendidikan nasional. pendidikan, orang tua dan masyarakat. (c)
beradaptasi ditempat tugas diseluruh Wilayah
Agar tercapainya tujuan pendidikan nasional, Republik Indonesia yang memiliki
maka LPTK harus mencetak guru-guru yang keberagaman sosial budaya. (d) berkomunikasi
memiliki kompetensi profesional sesuai dengan komunitas profesi sendiri dan profesi
dengan tuntutan dalam Undang-Undang No. lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain;
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. dan (4) Kompetensi profesional yang meliputi:
Dalam hal ini guru merupakan agen perubahan (a) menguasai materi, struktur, konsep dan
yang diharapkan menjadi ujung tombak pola fikir keilmuan yang mendukung mata
pencapaian tujuan pendidikan nasional. pelajaran yang diampu. (b) menguasai standar
kompetensi dan kompetensi dasar mata
Guru profesional adalah guru yang memiliki pelajaran yang diampu. (c) mengembangkan
standar kompentensi tertentu. Dalam Peraturan materi pembelajaran yang diampu secara
Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Nomor kreatif. (d) mengembangkan keprofesionalan
16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi secara berkelanjutan dengan melakukan
Akademik dan Kompetensi Guru, dijelaskan tindakan reflektif. (e) memanfaatkan teknologi
bahwa Standar Kompetensi Guru mencakup: informasi dan komunikasi untuk mengem-
(1) Kompetensi Pedagogik, yang meliputi: (a) bangkan diri.
menguasai karakteristik peserta didik dari
aspek fisik, moral, spiritual, sosial kultual, Salah cara untuk meningkatkan kompentensi
emosional dan intelektual. (b) menguasai teori profesional guru adalah dengan mengikuti
belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang penataran tentang kurikulum dan model-model
mendidik. c) mengembangkan kurikulum yang pembelajaran. Salah satu model pembelajaran
28 Martahadi, dkk
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Siswa 29
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
yang sering diterapkan guru dalam proses sampel secara strata atau tingkatan. Dari 5
pembelajaran untuk meningkatkan partisipasi kelas tesebut, penulis mengambil 2 kelas
siswa. Dimana pembelajaran kooperatif ini sebagai sampel yang memiliki tingkat prestasi
lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam yang kurang baik, yaitu kelas VII-4 dan kelas
mencari sendiri materi-materi pelajaran, baik VII-5. Kelas VII-5 berjumlah 36 siswa
melalui buku ajar maupun sumber lain. Peran sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-4 yang
guru dalam model ini adalah sebagai fasilitator berjumlah 36 siswa sebagai kelas kontrol.
di kelas.
Pengumpulan data dalam penelitian ini
Penilaian hasil belajar siswa dalam model dilakukan dengan menggunakan tes sebelum
pembelajaran Group Investigation dapat (pre-test) dan sesudah (post-test) dilaksana-
mengukur dengan baik aspek kognitif, afektif kannya pembelajaran, sehingga diperoleh data
dan psikomotorik siswa. Pengetahuan yang kuantitatif. Untuk memperoleh data primer
dimiliki akan lebih bermakna, karena siswa yang berkaitan dengan pembahasan ini, maka
bukan belajar menghafal materi pelajaran, penulis langsung menerapkan pembelajaran
melainkan belajar memahami materi pelajaran. kooperatif Group Investigation pada kelas
Di samping itu, guru juga dapat mengamati ekperimen. Hal ini sebagai usaha untuk
sikap dan keterampilan siswa dengan baik. Hal mendapatkan hasil pembelajaran dengan
ini sebagaimana diutarakan oleh Oemar menerapkan pembelajaran kooperatif tipe
(2003:160) yang mengemukakan bahwa, hasil Group Investigation. Sedangkan untuk kelas
belajar siswa meliputi tiga aspek, yaitu aspek kontrol penulis menerapkan pembelajaran
kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. konvensional yaitu dengan cara berceramah
(1) aspek kognitif merupakan kemampuan dan tanya jawab. Kemudian penulis mencatat
kognitif siswa yang meliputi: pengetahuan, hasil tes yang nantinya akan diolah dengan
pemahaman, penerapan analisis sintesis dan rumus statistik.
evaluasi. (2) aspek afektif, meliputi:
penerimaan, partisipasi, penilaian, penentuan Data yang telah terkumpul, diolah dengan
sikap, organisasi, dan pembentukan pola menggunakan formula statistik melalui
hidup. (3) aspek psikomotor meliputi: persepsi, beberapa tahapan sebagai berikut:
kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan 1. Menyusun tabel distribudi frekuensi
terbiasa, gerakan kompleks, gerakan a. Rentang, yaitu data terbesar dikurangi
penyesuaian, dan kreativitas. data terkecil
b. Banyak kelas interval yang diperlukan,
Berdasarakan permasalahan di atas maka dapat menggunakan aturan Sturges,
penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh yaitu
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Banyak kelas = 1 + (3,3) log n
group investigation terhadap hasil belajar (Sudjana, 2005:47)
siswa dalam mata pelajaran IPS Terpadu di c. Panjang kelas interval, rumus:
SMP Negeri 3 Unggul Ingin Jaya Kabupaten =
Aceh Besar.
2. Mencari rata-rata ( ̅ ) tiap kelas
∑
METODE PENELITIAN ̅= ∑ (Sudjana, 2005:67)
Penelitian ini adalah penelitian kuasai 3. Menghitung varians (S2 )
eksperimen yang dilakukan untuk mengetahui ∑ (∑ )
pengaruh dari percobaan terhadap subjek yang = ( )
dipilih oleh peneliti. Penelitian ini ( . 2005: 95)
dilaksanakan di SMP Negeri 3 Unggul Ingin
Jaya Aceh Besar pada tahun ajaran 2014/2015 Keterangan:
dengan menggunakan model pembelajaran ̅ = nilai rata-rata
kooperatif tipe group investigation. S2 = varians
n = banyaknya data
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh fi = ferkuensi untuk nilai xi yang
siswa kelas VII yang terdiri dari 5 kelas. bersesuaian
Dalam penelitian ini penulis mengambil xi = nilai ujian
30 Martahadi, dkk
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Siswa 31
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
2. Nilai Pretest Kelas VII-4 (Kelas Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014
∑ .
Kontrol) Nilai rata-rata ( ̅ ) = ∑
=
Daftar distribusi frekuensi untuk kelas VII- 4
= 78,86
(kelas kontrol) dengan langkah-langkah ∑ (∑ )
sebagai berikut: Varians ( ) = ( )
Tabel 2 ( . ) ( . )
=
Daftar Distribusi Frekuensi Pre-test Kelas VII-4 ( )
. . . .
(Kelas Kontrol) = ( )
Nilai .
fi xi fixi xi2 fixi2 = = 139
Tes
20-25 20 22,5 450 506,25 10125 Simpangan baku = √139 = 11,78
26-31 6 28,5 171 812,25 4873,5
32-37 3 34,5 103,5 1190,25 3570,75
38-43 3 40,5 121,5 1640,25 4920,75
2. Nilai Postest Kelas VII-4 (Kelas
44-49 1 46,5 46,5 2162,25 2162,25
Kontrol)
50-55 3 52,5 157,5 2756,25 8268,75
Daftar distribusi frekuensi untuk kelas VII- 4
Jumlah 36 225 1.050 9.067,5 33.921
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014
(kelas kontrol) dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
∑ .
Nilai rata-rata ( ̅ ) = ∑
= Tabel 4
= 29,17 Daftar Distribusi Frekuensi Pos-test Kelas VII-4
(Kelas Kontrol)
∑ (∑ ) Nilai
Varians ( ) = fi xi fixi xi2 fixi2
( ) Tes
( . ) ( . ) 45 – 51 3 48 144 2304 6912
= 52 – 58 3 55 165 3025 9075
( )
. . . . 59 – 65 4 62 248 3844 15376
= ( ) 66 – 72 10 69 690 4761 47610
.
= = 94,17 73 – 79 5 76 380 5776 28880
80 – 86 8 83 664 6889 55112
Simpangan baku = √94,17 = 9,70
87 - 93 3 90 270 8100 24300
Jumlah 36 483 2561 34.699 187.265
Deskripsi Hasil Pos-Test Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014
Hasil penelitian mengenai hasil belajar siswa
pada materi konektivitas antar ruang dan ∑ .
waktu diperoleh dari hasil postest (tes akhir). Nilai rata-rata ( ̅ ) = ∑
=
Data pada tabel dibawah ini menunjukkan nilai = 71,13
siswa sesudah pembelajaran konektivitas antar
rung dan waktu. Data tentang nilai postest
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol ∑ (∑ )
Varians ( ) = ( )
ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:
( . ) ( . )
1. Nilai postest kelas VII–5 (kelas = ( )
eksperimen) . . – . .
Tabel 3 = ( )
Daftar Distribusi Frekuensi Pos-Test Kelas VII- .
= = 145
5 (Kelas Eksperimen)
Nilai
fi xi fixi xi2 fixi2
Tes Simpangan baku 2 = √145 = 12,04
50 – 56 2 53 106 2809 5618
57 – 63 2 60 120 3600 7200 Uji Normalitas
64 – 70 3 67 201 4489 13467 Adapun tujuan dilakukan uji normalitas adalah
71 – 77 10 74 740 5476 54760 untuk menguji normal atau tidaknya hasil
78 – 84 6 81 486 6561 39366 penelitian, dengan rumus chi kuadrat:
85 – 91 7 88 616 7744 54208
92 – 98 6 95 570 9025 54150
Jumlah 36 518 2.839 39.704 228.769
32 Martahadi, dkk
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
̅
( − ) ( )= pada kelas eksperimen ̅
= ( , 2005: 273)
= 78,86 dan S2 = 11,78. Pada kelas
Langkah-langkah melakukan uji normalitas, kontrol ̅ = 71,13 dan S2 = 12,04.
adalah: 3. Untuk luas di bawah lengkungan
1. Menentukan nilai batas kelas (x) yaitu normal standar dari 0 ke Z, gunakan
untuk nilai tes terkecil dikurangi 0,5 tabel Z (Sudjana 2005:490).
dan untuk tes terbesar di tambah 0,5. 4. Menghitung frekuensi harapan (Ei).
2. Menentukan angka baku (Z) nilai Ei = A x n (n = 36 untuk kelas
dengan menggunakan rumus: eksperimen da n = 36 untuk kelas
kontrol).
Tabel 5
Daftar Uji Normalitas Kelas Eksperimen
Batas Frekuensi Frekuensi
Batas Luas
Nilai Tes Luas Diharapkan Pengamatan
Kelas (x) Zskor Daerah
Daerah (Ei) (Oi)
50 – 56 49,5 -2,49 0,4936 0,023 0,828 2
56,5 -1,89 0,4706
57 – 63 56,5 -1,89 0,4706 0,0674 2,4264 2
63,5 -1,30 0,4032
64 – 70 63,5 -1,30 0,4032 0,1452 5,2272 3
70,5 -0,70 0,2580
71 – 77 70,5 -0,70 0,2580 0,2142 7,7112 10
77,5 -0,11 0,0438
78 – 84 77,5 -0,11 0,0438 0,137 4,932 6
84,5 0,47 0,1808
85 – 91 84,5 0,47 0,1808 0,1769 6,3684 7
91,5 1,07 0,3577
92 – 98 91,5 1,07 0,3577 0,0938 3,3768 6
98,5 1,66 0,4515
Jumlah 36
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014
Dari Tabel 5 di atas kemudian diolah = 1,65 + 0,07 + 0,94 + 0,67 + 0,23 + 0,06
menggunakan rumus chi kuadrat berikut:
+ 2,03
( − )
= = 5,65
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Siswa 33
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Tabel 6
Daftar Uji Normalitas Kelas Kontrol
Batas Frekuensi Frekuensi
Batas Luas Luas
Nilai Tes Kelas Diharapkan Pengamatan
Zskor Daerah Daerah
(x) (Ei) (Oi)
45 – 51 44,5 -2,21 0,4864 0,038 1,368 3
51,5 -1,63 0,4484
52 – 58 51,5 -1,63 0,4484 0,0976 3,5136 3
58,5 -1,04 0,3508
59 – 65 58,5 -1,04 0,3508 0,1736 6,2496 4
65,5 -0,46 0,1772
66 – 72 65,5 -0,46 0,1772 0,1334 4,8024 10
72,5 -0,11 0,0438
73 – 79 72,5 -0,11 0,0438 0,2111 7,5996 5
79,5 0,69 0,2549
80 – 86 79,5 0,69 0,2549 0,1431 5,1516 8
86,5 1,27 0,3980
87 – 93 86,5 1,27 0,3980 0,0698 2,5128 3
93,5 1,85 0,4678
Jumlah 36
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2014
34 Martahadi, dkk
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
kelas kontrol memiliki varians yang sama atau penggunaan metode kooperatif tipe group
homogen. investigation terhadap hasil belajar siswa pada
materi konektivitas antar ruang dan waktu.
Untuk mengetahui sejauh mana perbedaan Hasil penelitian, diketahui bahwa hasil belajar
hasil belajar siswa, maka akan dianalisis siswa pada materi konektivitas antar ruang dan
dengan menggunakan uji t. Sebelum mencari waktu dengan menggunakan model
thitung maka terlebih dahulu dicari simpangan pembelajaran kooperatif tipe Group
baku gabungan dengan dengan menggunakan Investigation lebih tinggi dari hasil belajar
rumus: siswa yang tidak menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Group
( − 1) + ( − 1) Investigation. Hal ini terlihat pada tabel nilai
= pretest dan postest kelas eksperimen (tabel 4.1
+ − 2
dan tabel 4.5) dan tabel nilai pretest dan
(36 − 1) 139 + (36 − 1) 145 postest kelas kontrol (tabel 4.3 dan tabel 4.7),
= yang memperlihatkan nilai tes awal dan tes
36 + 36 − 2
4865 + 5075 akhir kelompok ekperimen dan kelompok
= kontrol.
70
9940
= Pada awal pembelajaran siswa kelompok
70
= 142 eksperimen diberikan tes awal (pretest). Dari
= √142 tes awal ditemukan 3 siswa mendapat nilai
= 11,92 (20), 4 siswa mendapat nilai (25), 7 siswa
mendapat nilai (30), 9 siswa mendapat nilai
Dengan demikian dapat dihitung nilai t sebagai (35), 6 siswa mendapat nilai (40), 2 siswa
berikut: mendapat nilai (45), 2 siswa mendapat nilai
(50), 3 siswa mendapat nilai (60). Kemudian
̅ − ̅ diberikan perlakuan yaitu dua kali pertemuan
= pada materi konektivitas antar ruang dan
1 1
+ waktu dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe group
investigation, dan dilanjutkan dengan tes akhir
78,86 − 71,13
= (postest).
, 1 1
+
36 36 Hasil tes akhir menunjukkan adanya
7,73 peningkatan yaitu 1 siswa mendapat nilai (50),
= ,
√0,02 + 0,02 1 siswa mendapat nilai (55), 2 siswa mendapat
7,73 nilai (60), 1 siswa mendapat nilai (65), 2 siswa
= ,
√0,04 mendapat nilai (70), 10 siswa mendapat nilai
7,73 (75), 6 siswa mendapat nilai (80), 3 siswa
= mendapat nilai (85), 4 siswa mendapat nilai
11,92 (0,2)
7,73 (90), 6 siswa mendapat nilai (95). Hal yang
= sama juga dilakukan pada siswa kelompok
2,384
= 3,24 kontrol. Tes awal siswa kelompok kontron
mendapatkan hasil yaitu 7 siswa mendapat
Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf nilai (20), 13 siswa mendapat nilai (25), 6
signifikan α 0,05 dan dk = 70. Kemudian siswa mendapat nilai (30), 3 siswa mendapat
diperoleh ttabel = 1,99. Kriteria pengujian nilai (35), 3 siswa mendapat nilai (40), 1 siswa
adalah terima Ha jika thitung ≥ ttabel dan tolak Ha mendapat nilai (45), 2 siswa mendapat nilai
jika t mempunyai harga-harga lain. Dari hasil (50), 1 siswa mendapat nilai (55). Setelah dua
penelitian didapat thitung = 3,24. Hasil ini lebih kali pertemuan dalam pembelajaran materi
besar dari ttabel = 1,99, maka berada dalam konektivitas antar ruang dan waktu yang tidak
daerah penerimaan Ha. Kesimpulan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
diambil adalah thitung ˃ ttabel yaitu 3,24 ˃ 1,99 tipe group investigation, siswa diberikan tes
artinya terdapat pengaruh yang signifikan pada akhir.
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Siswa 35
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Hasil tes akhir kelompok kontrol menunjukkan Unggul Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar
1 siswa mendapat nilai (45), 2 siswa mendapat menerapkan metode pembelajaran kooperatif
nilai (50), 3 siswa mendapat nilai (55), 3 siswa group investigation dan tipe yang lain agar
mendapat nilai (60), 1 siswa mendapat nilai dapat membuat siswa lebih aktif dan lebih
(65), 10 siswa mendapat nilai (70), 5 siswa bermotivasi dalam belajar.
mendapat nilai (75), 6 siswa mendapat nilai
(80), 2 siswa mendapat nilai (85), 3 siswa
REFERENSI
mendapat nilai (90). Kedua kelompok belajar
siswa terjadi peningkatan, namun nilai Sardiman, AM (2004). Interaksi dan Motivasi
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
jauh berbeda, sehingga terjadi peningkatan Grafindo Persada.
yang signifikan terhadap kelompok Djamarah, Bahri Saiful (2010). Guru dan Anak
eksperimen. Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: Rineka Cipta.
Walaupun demikian nilai kelompok
eksperimen tetap lebih tinggi dibandingkan Oemar, Hamalik (2003). Metode Mengajar
nilai kelompok kontol, hal ini dimungkinkan dan kesulitan-Kesulitan Belajar.
karena siswa tidak mudah lupa dengan Bandung: Tarsito.
pengetahuannya karena siswa sendiri yang Hafiah, Nanang dan Cucu Suhana (2009).
membangun pengetahuannya, dan siswa Model-Model Pembelajaran.
merasa senang dengan kegiatan pembelajaran Bandung: PT Rafika Aditama.
kooperatif tipe group investigation karena Mulyatiningsih, Endang (2013). Metode
dapat membangkitkan minat, semangat dan
Penelitian Terapan Bidang
motivasi siswa untuk belajar IPS khususnya
Pendidikan. Bandung: Alfabeta
pada materi konektivitas antar ruang dan
waktu. Namun disini terdapat juga kelemahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
pembelajaran kooperatif tipe group Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
investigation dimana membutuhkan waktu 2007 Tentang Standar Kualifikasi
yang lama terutama bagi siswa yang kurang Akademik dan Kompetensi Guru.
mampu, sedangkan siswa yang mampu Riyanto, Yatim (2010). Paradigma Baru
kadang-kadang tidak sabar menanti temannya Pembelajaran sebagai Referensi bagi
yang belum selesai. Pendidik dalam Implementasi
Pembelajaran yang Efektif dan
KESIMPULAN Berkualitas. Jakarta: Kencana Prenada
Media Gruop.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di
SMP Negeri 3 Unggul Ingin Jaya Kabupaten Rusman, 2012. Model-Model Pembelajaran
Aceh Besar tentang pengaruh penerapan model Pengembangan Profesionalisme Guru.
pembelajaran kooperatif tipe group Bandung: PT Raja Grafindo Persada.
investigation terhadap hasil belajar siswa, Sudjana. 2005. Metode Statistika.
maka dapat diambil kesimpulan bahwa Bandung:Tarsito
terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Taniredja, Tukiran dkk, 2012. Model-Model
group investigation pada materi konektivitas Pembelajaran Inovatif. Bandung:
antar ruang dan waktu terhadap hasil belajar Alfabeta
siswa di SMP Negeri 3 Unggul Ingin Jaya Tirtarahardja, Umar dan La Sulo, SL 2005.
Kabupaten Aceh Besar. Model pembelajaran Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT.
kooperatif tipe group investigation dipandang Rineka Cipta.
sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab
Trianto, 2009. Mendesain Model
siswa akan lebih banyak belajar melalui proses
Pembelajaran Inovatif-Progresif.
pembentukan, penciptaan, kerja dalam
Surabaya: Kencana Prenada Media
kelompok dan berbagi pengetahuan serta
Group.
tanggung jawab individu. Adapun guru
hanyalah sebagai fasilitator. Sebaiknya setiap Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 3 Tentang Guru dan Dosen
36 Martahadi, dkk
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 37 – 44 ISSN 2338-9397
Siraj
Dosen Program Studi Pendidikan Pendidikan Fisika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Almuslim
e-mail: raj.fisumuslim@gmail.com
Abstrak
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini sangat berkembang di masyarakat
terutama dalam bidang pendidikan. Teknologi informasi adalah sebuah teknologi yang
dipergunakan untuk mengelola data, meliputi didalamnya memproses, mendapatkan,
menyusun, menyimpan, memanipulasi data dengan berbagai macam cara dan prosedur
guna menghasilkan informasi yang berkualitas dan bernilai guna tinggi. Perkembangan
TIK pun terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Implementasi
TIK di sekolah akan memberikan kontribusi langsung kepada peningkatan proses
manajemen pembelajaran dan administrasi di sekolah. Selain itu TIK peluang untuk
mengembangkan bahan ajar, belajar mandiri, motivator bagi siswa untuk
mengembangkan kemampuannya dan sebagai alat untuk pengembangan profesi dan
mekanisme inovasi dalam sistem monitoring dan evaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Uraian di atas menunjukkan bahwa penerapan TIK di sekolah merupakan solusi yang
paling tepat untuk menunjang peningkatan mutu sekolah termasuk keberhasilan
penerapan Kurikulum 2013 dan pencapaian standar nasional pendidikan. Dengan
pemanfaatan TIK, tenaga kependidikan dan stakeholders lainnya dapat meningkatkan
manajemen sekolah dan aliran informasi yang efisien untuk mendukung pencapaian
standar nasional pendidikan dan proses desentralisasi pendidikan di Indonesia.
37
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
38 Siraj
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa system). Bahkan saat ini sudah cukup banyak
fase pertama (akhir tahun 1970-awal 1980) paket seperti itu ditawarkan secara gratis
adalah fase programming, drill and practice. dalam bentuk open source. Konsep pedagogik
Fase ini ditandai dengan penggunaan yang mendasari adalah bahwa pembelajaran
perangkat lunak komputer yang menyajikan membutuhkan interaksi sosial antara siswa dan
latiha-latihan praktis dan singkat, khususnya siswa dan antara siswa dan guru. Dengan
untuk mata pelajaran matematika dan bahasa. perangkat lunak LMS, siswa dapat bertanya
Latihan-latihan ini hanya dapat menstimulasi kepada temannya atau kepada guru apabila dia
memori jangka pendek. tidak memahami materi yang telah dibacanya.
Fase kedua (akhir tahun 1980-awal 1990) Fase kelima (akhir tahun 2000) adalah fase
adalah fase computer based training (CBT) social software + free and open content. Fase
with multimedia (latihan berbasis komputer ini ditandai dengan banyaknya bermunculan
dengan multimedia). Fase ini adalah era perangkat lunak pembelajaran dan konten
keemasan CD-ROM dan komputer pembelajaran gratis yang mudah diakses baik
multimedia. Penggunaan CD-ROM dan oleh guru maupun siswa, yang selanjutnya
komputer multimedia ini diharapkan dapat diedit dan dimanipulasi sesuai dengan
memberikan dampak signifikan terhadap kebutuhan. Konsep pedagogik yang mendasari
proses pembelajaran, karena kemampuannya fase ini adalah teori kontstruktivis sosial.
menyajikan kombinasi teks, gambar, animasi, Dalam konteks ini, pembelajaran melalui
dan video. Konsep pedagogis yang mendasari komputer terjadi tidak hanya menerima materi
kombinasi kemampuan ini adalah bahwa dari internet saja misalnya, tapi dimungkinkan
manusia memiliki perbedaan. Sebagian bias dengan membagi gagasan dan pendapat.
belajar dengan baik kalau mempergunakan
indra penglihatan, seperti menonton Peranan TIK dalam pendidikan yang
film/animasi, sebagian lainnya mungkin lebih diuaraikan di atas mengisyaratkan bahwa
baik kalau mendengarkan atau membaca. pengembangan TIK untuk mendukung
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia
Fase ketiga (awal tahun 1990) adalah fase adalah sesuatu yang mutlak. Dalam Renstra
Internet-based training (IBT) (latihan berbasis Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010-
internet. Pada fase ini, internet digunakan 2014, program pengembangan TIK bidang
sebagai media pembelajaran. Hanya saja, pada pendidikan akan dilaksanakan melalui tahap-
saat itu, masih terbatas pada penyajian teks dan tahap sebagai berikut:
gambar. Penggunaan animasi, video dan audio 1. Tahap pertama meliputi (a) merancang
masih sebatas ujicoba, sehingga dirasakan sistem jaringan yang mencakup jaringan
pemanfaatannya belum maksimal untuk dapat internet, yang menghubungkan sekolah-
menfasilitasi pembelajaran. sekolah dengan pusat data dan aplikasi,
serta jaringan internet sebagai sarana dan
Fase keempat (akhir tahun 1990-awal 2000) media komunikasi dan informasi di
adalah fase e-learning yang merupakan fase sekolah, (b) merancang dan membuat
kematangan pembelajaran berbasis internet. aplikasi database, (c) merancang dan
Sejak itu situs web yang menawarkan e- membuat aplikasi manajemen untuk
learning semakin bertambah, baik berupa pengelolaan pendidikan di pusat, daerah,
tawaran kursus dalam bentuk e-learning dan sekolah, dan (d) merancang dan
maupun paket LMS (learning management
Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Sistem Manajemen Pendidikan Sekolah 39
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
40 Siraj
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Berdasarkan kutipan tentang empat pendekatan Dalam konteks belajar mengajar dan kaitannya
mengenai pemanfaatan TIK oleh sistem dengan keempat pendekatan yang disebutkan
pendidikan dan sekolah, penjelasannya sebagai sebelumnya, terdapat pula 4 tahap yang
berikut: berkaitan dengan bagaimana guru dan peserta
didik mempelajari dan menemukan percaya
Pendekatan Emerging dicirikan dengan diri mereka dalam menggunakan TIK.
pemanfaatan TIK oleh sekolah pada tahap Menurut Dharma (2007:14) keempat tahap
permulaan. Pada pendekatan ini, sekolah baru tersebut yaitu: (1) Menemukan/mengenali
memulai membeli atau membiayai (discovering); (2) belajar bagaimana (learning
infrastruktur TIK, baik berupa perangkat keras how); (3) mengerti bagaimana dan kapan
maupun perangkat lunak. Kemampuan TIK (understanding how and when); dan (4)
guru-guru dan staf administrasi sekolah masih menjadi ahli (specializing) dalam penggunaan
berada pada tahap memulai eksplorasi perangkat TIK.
penggunaan TIK untuk tujuan manajemen dan
menambahkan TIK pada kurikulum. Pada Berdasarkan kutipan di atas, maka
tahap ini sekolah masih menerapkan sistem penjelasannya adalah sebagai berikut: Pada
pembelajaran konvensional, akan tetapi sudah tahap pertama, guru dan siswa baru mencoba
ada kepedulian tentang bagaimana pentingnya menemukenali fungsi dan kegunaan perangkat
penggunaan TIK tersebut dalam konteks TIK. Tahap ini berkaitan dengan tahap
pendidikan. emerging, yang menekankan pada kemelekan
TIK (ICT literacy) dan keterampilan dasar,
Pendekatan Applying dicirikan dengan sudah Tahap selanjutnya, belajar bagaimana
adanya pemahaman tentang kontribusi dan menggunakan perangkat TIK, menekankan
upaya menerapkan TIK dalam konteks pada bagaimana memanfaatkan perangkat-
manajemen sekolah dan pembelajaran. Para perangkat TIK tersebut dalam berbagai
tenaga pendidik dan kependidikan telah disiplin. Tahap ini meliputi penggunaan
menggunakan TIK untuk tugas-tugas yang aplikasi umum dan khusus TIK, dan berkaitan
berkaitan dengan manajemen sekolah dan dengan tahap applying. Tahap ketiga mengacu
tugas-tugas berdasarkan kurikulum. Sekolah pada pemahaman bagaimana dan kapan
juga sudah mencoba mengadaptasi kurikulum menggunakan perangkat TIK untuk mencapai
agar dapat lebih banyak menggunakan TIK tujuan tertentu, seperti menyelesaikan tugas-
dalam berbagai mata pelajaran dengan piranti tugas tertentu. Ini menekankan pada
lunak yang tertentu. kemampuan membaca situasi kapan TIK dapat
membantu, memilih perangkat yang sesuai
Pendekatan Infusing menuntut adanya upaya untuk tugas tertentu, dan menggunakan
untuk mengintegrasikan dan memasukkan TIK perangkat ini untuk memecahkan masalah
ke dalam kurikulum. Pada pendekatan ini, yang sebenarnya. Tahap ini berkaitan dengan
sekolah telah menerapkan teknologi berbasis pendekatan infusing dan transforming dalam
komputer di laboratorium, kelas, dan bagian hal pengembangan TIK. Tahap keempat
administrasi. Guru berada pada tahap mengacu pada bagaimana menjadi ahli dalam
mengeksplorasi cara atau metode baru di mana penggunaan perangkat TIK. Pada tahap ini,
TIK mengubah produktivitas dan pekerjaan siswa mempelajari TIK sebagai mata pelajaran
profesional mereka. yang membawa mereka untuk menjadi ahli.
Hal ini lebih mengarah kepada pendidikan
Pendekatan Transforming dicirikan dengan
kejuruan atau professional dan berbeda dengan
adanya upaya sekolah untuk merencanakan
tahap sebelumnya.
dan memperbaharui organisasinya dengan cara
yang lebih kreatif. TIK menjadi bagian integral 2. Implementasi Teknologi Informasi dan
dengan kegiatan pribadi dan kegiatan Komunikasi (TIK) dalam Pendidikan
profesional sehari-hari. Fokus kurikulum Dalam dunia pendidikan, banyak sekali
mengacu pada learner-centered (berpusat pada lembaga pendidikan yang telah berhasil
peserta didik) dan mengintegrasikan mata mengembangkan Teknologi Informasi dan
pelajaran dengan dunia nyata. TIK diajarkan Komunikasi dalam mendukung proses
sebagai mata pelajaran tersendiri dengan level pembelajarannya. Dunia, saat ini sedang
profesional dan disesuaikan dengan bidang- memasuki era yang ditandai dengan gencarnya
bidang pekerjaan. Sekolah sudah menjadi inovasi teknologi dan peluang ekonomi yang
pusat pembelajaran untuk para komunitasnya. belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Sistem Manajemen Pendidikan Sekolah 41
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
42 Siraj
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) informasi yang efisien untuk mendukung
dan pencapaian standar nasional pendidikan pencapaian standar nasional pendidikan dan
(SNP). Dengan pemanfaatan TIK, tenaga proses desentralisasi pendidikan di Indonesia
kependidikan dan stakeholders lainnya dapat sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.
meningkatkan manajemen sekolah dan aliran
Pada tingkat satuan pendidikan, semua Program-program aplikasi semacam ini telah
komponen yang terlibat dalam persekolahan banyak dikembangkan baik oleh persusahaan
perlu merespon positif dan merealisasikannya swasta yang bergerak dalam bidang teknologi
secara bertahap. Bagi kepala sekolah, usaha informasi, lembaga pemerintah, maupun
yang perlu dilakukan adalah mengupayakan individu. Kementerian Pendidikan Nasional
terciptanya manajemen sekolah berbasis TIK melalui Direktorat Pembinaan Sekolah
yang juga didukung oleh staf administrasi yang Menengah Atas Ditjen Manajemen Pendidikan
memiliki kemampuan TIK yang memadai. Dasar dan Menengah telah mengembangkan
Dalam penerapan manajemen sekolah berbasis sebuah perangkat lunak yang diberi nama
TIK, perangkat lunak tidak kalah pentingnya Paket Aplikasi Sekolah (PAS) yang dilengkapi
dengan perangkat keras TIK. Investasi dengan Buku Petunjuk Operasional Singkat,
perangkat keras tidak akan bermakna apabila yang dimaksudkan untuk membantu
tidak disertai dengan perangkat lunak. Yang administrasi sekolah. Perangkat lunak
menjadi focus perhatian pada bagian ini adalah semacam ini biasanya terdiri atas beberapa
program aplikasi sistem informasi sekolah modul aplikasi, yang bervariasi berdasarkan
yang dapat digunakan untuk menunjang kebutuhan sekolah, seperti Modul Penerimaan
pelaksanaan manajemen sekolah yang efektif Siswa Baru (PSB), Pasca PSB, Administrasi
dan efesien. Kepegawaian, Kesiswaan, Akademik,
Administrasi Akademik, dan Keuangan.
Modul-modul ini biasanya ditampilkan pada
Menu Utama program. Namun untuk
membuka program ini, biasanya pengguna
terlebih dahulu dibutuhkan untuk login dengan
memasukkan user name dan pasword.
Pengintegrasian TIK dalam sistem manajemen
sekolah diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada seluruh pihak yang terkait di sekolah.
Manfaat tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
Manfaat bagi Pemerintah: (i) membantu
tersedianya database yang akurat serta arus
Gambar 5. Contoh login ke program Paket informasi yang efesien mengenai profil dan
Aplikasi Sekolah (PAS)
peta pendidikan di Indonesia, (ii) mempercepat
Sumber: Dharma (2007:15)
pemerataan pencapaian standar nasional
Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Sistem Manajemen Pendidikan Sekolah 43
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
44 Siraj
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 45 – 55 ISSN 2338-9397
Abstrak
45
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
46 Yenni Agustina
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
48 Yenni Agustina
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
GEOGRAFI
Mendeskripsikan pola kegiatan
SEJARAH
Sejarah ekonomi penduduk, penggunaan
1. Mendeskripsikan perkembangan
Geografi lahan dan pola permukiman,
masyarakat, kebudayaan, dan
berdasarkan kondisi fisik
pemerintahan pada masa Hindu-
Kegiatan permukaan bumi.
Budha, serta peninggalan-
EkonomiPenduduk
peninggalannya
Sosiologi
2. Mendeskripsikan perkembangan
Ekonomi
masyarakat, kebudayaan dan EKONOMI
pemerintahan pada masa Islam di 1. Mendeskripsikan peran badan
Indonesia serta peninggalan- usaha, termasuk koperasi,
peninggalannya. sebagai tempat
berlangsungnya proses
3. Mendeskripsikan perkembangan produksi dalam kaitannya
masyarakat, kebudayaan, dan SOSIOLOGI dengan pelaku ekonomi dan
pemerintah pada masa kolonial 1. Mengidentifikasi bentuk-bentuk distribusi barang dan jasa
Eropa interaksi sosial.
2. Mengungkapkan gagasan
2. Menguraikan proses interaksi kreatif dalam tindakan
sosial ekonomi untuk mencapai
kemandirian dan
kesejahteraan.
2. Model Integrasi berdasarkan Potensi Dari skema model integrasi IPS di atas dapat
Utama diketahui bahwa suatu permasalahan social
Keterpaduan IPS dapat dikembangkan yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat
melalui topik yang didasarkan pada dikaji dari berbagai aspek ilmu-ilmu social
potensi utama yang ada di wilayah yaitu sosiologi, sejarah, geografi, dan ekonomi.
setempat, sebagai contoh “potensi Bali Dengan begitu peserta didik diharapkan
sebagai daerah tujuan Wisata”. Dalam nantinya mampu memahami fenomena dalam
pembelajaran yang dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan
kebudayaan Bali dikaji dan ditinjau dari masyarakat dilihat dari sudut pandang ilmu-
faktor alam,historis kronologis, dan ilmu social yang saling mempengaruhi menjadi
kausalitas, serta perilaku masyarakat satu kesatuan pembelajaran IPS Terpadu.
terhadap aturan. Melalui kajian potensi
utama yang terdapat didaerahnya, maka Mata Pelajaran IPS Terpadu dalam KTSP
peserta didik selain dapat memahami Kurikulum SMP 2006 (KTSP) mendefinisikan
kondisi daerahnya juga sekaligus Pengetahuan Sosial sebagai seperangkat fakta,
memahami Kompetensi Dasar yang peristiwa dan generalisasi yang berkaitan
terdapat pada beberapa disiplin ilmu yang dengan perilaku dan tindakan manusia untuk
tergabung dalam IPS. membangun dirinya, masyarakatnya,
bangsanya dan lingkungannya berdasarkan
pada pengalaman masa lalu yang dapat
dimaknai untuk masa kini dan diantisipasi
50 Yenni Agustina
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
untuk masa yang akan datang (Depdiknas, menerima, menyimpan, dan memproduksi
2006a:1). kesan-kesan tentang hal-hal yang
dipelajarinya. Dengan demikian peserta didik
Bidang studi IPS Terpadu merupakan substansi terlatih untuk dapat menemukan sendiri
pembelajaran pada tingkat SMP berdasarkan berbagai konsep yang dipelajari secara
struktur KTSP yang memadukan mata holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Namun
pelajaran Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan demikian, pelaksanaannya di sekolah
Ekonomi menjadi suatu bentuk pembelajaran SMP/MTs pembelajaran IPS sebagian besar
yang tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan masih dilaksanakan secara terpisah.
menjadi suatu kesatuan yang diajarkan secara Pencapaian Standar Kompetensi dan
terpadu menjadi satu bidang studi Kompetensi Dasar bidangentik, dan aktif.
(Depdiknas,2006b:2) Namun demikian, pelaksanaannya di sekolah
SMP/MTs pembelajaran IPS sebagian besar
Saat ini bidang studi IPS untuk SMP telah masih dilaksanakan secara terpisah.
menyatukan seluruh ilmu-ilmu sosial dalam Pencapaian Standar Kompetensi dan
satu bidang studi. Model pembelajaran terpadu Kompetensi Dasar bidang studi IPS masih
merupakan salah satu model implementasi dilakukan sesuai denga studi IPS masih
kurikulum yang dianjurkan untuk dilakukan sesuai dengan bidang kajian masing-
diaplikasikan (BSNP,2006a:3). masing tanpa adanyg kajian masing-masing
tanpa adanya keterpaduan didalamnya
Unsur yang terkait dengan bidang studi IPS di (Depdiknas,2007:3).
SMP ini terdiri dari studi Geografi meliputi
aktivitas dan peranan manusia dalam upaya Menurut Prawiradilaga (2004:16),
untuk beradaptasi dengan tantangan pembelajaran terpadu merupakan pendekatan
lingkungan alam dan manusia. Studi Sejarah dalam kegiatan pembelajaran untuk
memaparkan peristiwa dan perubahan memberikan pengalaman yang bermakna
masyarakat, pengalaman umat manusia dari kepada anak. Pengalaman bermakna
masa lampau untuk memahami dan menjadi merupakan pengalaman langsung yang
pelajaran hidup masa kini, serta merencanakan menghubungkan pengalaman yang telah
masa yang akan datang dalam hal ini ada mereka miliki dengan pengalaman yang akan
proses pewarisan budaya. Studi Ekonomi dipelajari, dan memiliki nilai guna dalam
menyangkut perjuangan hidup dari berbagai kehidupan mereka pada saat ini maupun
aspek dan aktivitas untuk memenuhi mendatang.
kebutuhan. Aspek Sosiologi memaparkan
struktur dan hubungan antar anggota Oleh sebab itu, pembelajaran terpadu
masyarakat, studi Antropologi memaparkan merupakan suatu pendekatan pembelajaran
tentang kebudayaan manusia dalam memahami yang melibatkan beberapa mata pelajaran
dan menjadi pelajaran hidup masa kini dan untuk memberikan pengalaman bermakna
studi Kewarganegaraan memaparkan tentang kepada peserta didik. Dimana dalam
sistem berbangsa dan bernegara. Sosiologi, pembelajaran terpadu anak didik akan
Geografi, Ekonomi, Hukum, Politik, memahami konsep-konsep yang mereka
Antropologi budaya, Sejarah, dan pelajari itu melalui pengalaman langsung dan
Kewarganegaraan adalah cabang-cabang ilmu menghubungkannya dengan konsep lain yang
sosial yang kemudian dari cabang-cabang ilmu mereka pahami.
sosial tersebut diambil sebagai bahan ajar
(Bidang Stersebut diambil sebagai bahan ajar Pengalaman belajar dalam IPS lebih
(Bidang Studi) di jenjang SMP, khususnya menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual
untuk mata pelajaraan Sosiologi, Geografi, menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
Ekonomi dan Sejarah. Dengan demikian, Kaitan konseptual yang dipelajari dengaan sisi
bidang studi IPS di SMP merupakan dari mata bidang kajian yang relevan akan membentuk
pelajaran Sosiologi, Geografi, Ekonomi dan skema (konsep), sehingga siswa akan
Sejarah. memperoleh keutuhan dan kebulatan
pengetahuan . perolehan keutuhan belajar,
Melalui pembelajaran terpadu peserta didik pengetahuan serta kebulatan pandangan
dapat memperoleh pengalaman langsung, tentang kehidupan dan dunia nyata hanya
sehingga dapat menambah kekuatan untuk
dapat direfleksikan melalui pembelajaran dengan kepala sekolah dan personil pendidikan
terpadu (Harianti,2008:5). yang lain seperti pengawas). Untuk itu, dalam
menghadapi KTSP guru harus memahami
Dalam pelaksanaan pembelajaran guru harus
komponen KTPS secara benar dan matang
dapat mengaplikasikan materi yang sedang
sebelum dilaksanakan, agar proses belajar
diajarkan dengan kehidupan sehari-hari agar
mengajar dapat berjalan dengan lancar.
siswa dapat memperoleh kecakapan hidup dari
contoh yang ada disekitar mereka. Dengan
KTSP memberikan otonomi luas pada sekolah
demikian, siswa terlatih untuk dapat
dan satuan pendidikan, disertai seperangkat
menemukan sendiri berbagai konsep yang
tanggung jawab sesuai kondisi setempat.
dipelajari secara holistic, bermakna, otentik,
Sekolah dan satuan pendidikan juga diberikan
dan aktif. Cara pengemasan pengalaman
kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk
belajar yang dirancang oleh guru sangat
mengembangkan pembelajaran sesuai dengan
berpengaruh terhadap kebermaknaan
kondisi dan kebutuhan peserta didik serta
pengalaman bagi para siswa (Harianti,2008:5).
tuntutan masyarakat. Melalui otonomi yang
Melihat rumusan tersebut, IPS merupakan luas, sekolah dapat menikmati kinerja tenaga
bidang studi yang berdimensi sangat luas. pendidikan dengan menawarkan partisipasi
Paling tidak menurut Panduan Pengembangan aktif mereka dalam pengambilan keputusan
Silabus Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan dan tanggung jawab bersama dalam
Sosial (BSNP,2006b:2) “IPS merupakan pelaksanaan keputusan yang diambil secara
perpaduan dari beberapa disiplin ilmu social, proporsional dan professional
antara lain: Sosiologi, Geografi, Ekonomi, dan (Mulyasa,2007:29-30).
Sejarah”.
Kurikulum 2006 bertujuan memberdayakan
Tugas seorang guru dalam proses siswa-siswa memiliki kecakapan hidup (life
pembelajaran yang paling utama adalah skill), mampu hidup mandiri, berdikari,
mengkondisikan lingkungan agar menuju berpandangan hidup ke masa depan, yang tidak
terjadinya perubahan perilaku para siswa. mengajar berpikir seketika, memiliki pikiran
Tingkat keberhasilan guru dalam KTSP di optimis (Yamin,2004:104). Dengan adanya
dalam kelas bukanlah hanya sekedar KTSP maka setiap sekolah bisa menentukan
tercapainya suatu tujuan belajar, akan tetapi hal-hal apa saja yang sesuai dengan kebutuhan
keberhasilan guru juga ditentukan oleh yang diperlukan sekolah agar para siswa dapat
sejauhmana mereka mengembangkan menerima pembelajaran dengan baik. Dengan
kecakapan siswanya, karena guru sebagai adanya keleluasaan setiap sekolah dalam
change agent. Guru harus mengembangkan menyusun kurikulum maka dapat
kreativitas para siswa melalui kecakapan memandirikan para guru mata pelajaran.
motivasi dengan suasa belajar yang kondusif.
Muslich (2007:38) menyatakan bahwa Adapun Standar Kompetensi yang hendak
pelaksanaan kurikulum, tugas guru adalah dicapai bidang studi IPS pada jenjang SMP
mengkaji kurikulum melalui kegiatan sebagaimana tabel di bawah ini :
perseorangan, kelompok (dapat dengan sesame
guru di sekolah, dengan guru sekolah lain atau
Tabel 2. Standar Kompetensi IPS Terpadu
KELAS STANDAR KOMPETENSI
VII Kemampuan memahami (1) lingkungan hidup manusia,(2) kehidupan social manusia,(3) usaha
manusia memenuhi kebutuhan,(4) usaha manusia untuk mengenali perkembangan
lingkungannya,(5)perkembangan masyarakat sejak masa Hindu-Budha sampai masa kolonial
Eropa,(6) kegiatan ekonomi masyarakat.
VIII Kemampuan memahami (1) permasalahan social kaitan dengan pertumbuhan jumlah penduduk,(2)
proses kebangkitan nasional,(3) masalah penyimpangan social,(4) kegiatan pelaku ekonomi
masyarakat, (5) usaha persiapan kemerdekaan,(6)pranata dan penyimpangan social, (6)kegiatan
perekonomian Indonesia.
IX Kemampuan memahami (1) perkembangan Negara di dunia,(2) usaha mempertahankan
kemerdekaan,(3) perubahan social budaya,(4) lembaga keuangan dan perdagangan,(5) hubungan
manusia dengan bumi,(6) usaha mempertahankan Republik Indonesia,(7) perubahan pemerintah dan
kerjasama Internasional.
Sumber: BSNP (2006b:2)
52 Yenni Agustina
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014
Berdasarkan pada Standar Kompetensi pada a. Ditinjau oleh suatu ilmu tentang IPS
tabel di atas dapat dipahami seberapa jauh Terpadu secara mendalam yang hanya
tujuan pengajaran IPS Terpadu. Hal ini diperoleh dari lembaga-lembaga
sekaligus menunjukkan muatan pelajaran IPS pendidikan yang sesuai, sehingga
yang menyentuh segala peri kehidupan social kinerjanya didasarkan kepada ilmuan
manusia. Oleh sebab itu, ukuran pencapaian yang dimiliki yang dapat
hasil belajar haruslah mewakili kompetensi dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
yang menjadi dasar pengembangan materi b. Menekankan kepada suatu keahlian
pelajaran ini. dalam bidang IPS yang spesifik.
c. Mempunyai kemampuan dan keahlian
Dengan kompetensi sebagaimana paparan tabel tentang IPS Terpadu berdasarkan
di atas, IPS Terpadu mempunyai tujuan, kepada latar belakang pendidikan yang
meliputi: dialaminya yang diakui oleh
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan masyarakat. Sehingga semakin tinggi
dengan kehidupan masyarakat dan latar belakang pendidikan akademik
lingkungannya. sesuai dengan profesinya, semakin
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir tinggi pula tingkat pula keahliannya,
logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, dengan demikian semakin tinggi pula
memecahkan masalah, dan keterampilan tingkat penghargaan yang diterimanya.
dalam kehidupan social.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran Permasalahan Guru dalam Pelaksanaan
terhadap nilai-nilai social dan kemanusiaan. Pembelajaran IPS Terpadu di SMP
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, Pelaksanaanya pembelajaran IPS di sekolah
bekerja sama dan berkompetensi dalam SMP/MTs sebagian besar masih dilaksanakan
masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, secara terpisah. Pencapaian Standar
nasional dan global (Depdiknas:2006b:32). Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran IPS masih dilakukan sesuai dengan
Dalam penyampaian materi pembelajaran IPS bidang kajian masing-masing (sosiologi,
Terpadu dapat optimal sesuai dengan tujuan sejarah, geografi, ekonomi) tanpa ada
yang direncanakan, diperlukan guru IPS yang keterpaduan didalamnya. Hal ini tentu saja
professional. Mengingat guru sebagai menghambat ketercapaian tujuan IPS itu sendiri
pemegang kunci dalam proses pembelajaran yang dirumuskan atas dasar realitas dan
sangat menentukan proses keberhasilan siswa. fenomena sosial yang mewujudkan satu
Guru hendaknya menciptakan kondisi pendekatan interdisipliner dari aspek dan
pembelajaran yang efektif, yaitu mampu cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah,
memahami karakteristik siswa, menyiapkan geografi, ekonomi, politik, hokum dan budaya).
materi secara baik sesuai dengan kurikulum
yang berlaku, memanfaatkan media dan sumber Hal ini disebabkan antara lain:
belajarng berlaku, memanfaatkan media dan a. Guru bidang studi
sumber belajar dengan baik, dan memilih Guru mengalami kesulitan disaat
metode tersebut mampu mendidik siswa kurikulum diubah dari KBK ke KTSP,
menjadi subjek belajar yang berkembang dan sehingga guru dituntut untuk bisa mengajar
terlibat langsung dalam pembelajaran. IPS secara terpadu. Latar belakang
pendidikan guru masih merupakan disiplin
Menurut BSNP (2006b:14), agar penyampaian ilmu masing-masing seperti sosiologi,
materi pembelajaran IPS Terpadu dapat optimal sejarah, geografi, ekonomi dan antropologi
sesuai dengan tujuan yang direncanakan sehingga masih sulit untuk melakukan
diperlukan guru mata pelajaran IPS Terpadu pembelajaran yang memadukan
yang professional, yang mengikuti criteria antardisiplin ilmu tersebut.
sebagai berikut:
54 Yenni Agustina
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014