Anda di halaman 1dari 61

JURNAL

Eduka
Volume 2 Nomor 2, September 2014
s erambi
i
ISSN 2338-9397

Politics of Education
Irsyadillah 1-6

Mewujudkan Good Governance dalam Pengelolaan Pemerintahan Daerah guna


Memperkuat Integrasi Nasional
Erna Hayati 7-12

Pengembangan Karakter Bangsa melalui Pendekatan Terpadu di Sekolah guna


Memperkuat Integrasi Nasional
Maimun 13-18

Cara Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa (Penelitian Kepada Guru-Guru


SMAN 7 Banda Aceh)
Nurhayati Ahmad 19-26

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation


terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri
3 Unggul Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar
Martahadi, Khairul Aswadi, Eka Marlina 27-36

Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Sistem Manajemen


Pendidikan Sekolah
Siraj 37-44

Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu di SMP/MTs dan Permasalahannya


Yenni Agustina 45-55

Jurnal Banda Aceh


Volume 2 Nomor 1 Halaman 1-37 ISSN 2338-9397
Serambi Edukasi Maret 2014
Volume 2 Nomor 2, September 2014 ISSN 2338-9397

Jurnal Serambi Edukasi merupakan media informasi dan referensi ilmiah dalam pengembangan
pendidikan di Indonesia. Jurnal ini memuat artikel dan hasil penelitian para akademisi, praktisi dan
masyarakat yang menaruh minat terhadap permasalahan pendidikan. Jurnal ini terbit dua kali dalam
setahun (Maret dan September)

Penanggung Jawab
Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi

Pemimpin Redaksi
Martahadi

Wakil Pemimpin Redaksi


Khairul Aswadi

Redaktur Pelaksana
Azhari
Marlina
Zakaria
Yenni Agustina

Mitra Bestari
Sanusi (Universitas Syiah Kuala)
Bustamam (Universitas Syiah Kuala)
Abubakar (Universitas Serambi Mekkah)
Murtala (Universitas Malikussaleh)
Anwar (Universitas Serambi Mekkah)
Budi Azhari (Universitas Islam Negeri Ar-Raniry)

Tata Usaha
Khairul Rizal

Alamat Redaksi:
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Serambi Mekkah
Jl. Tgk. Imum Lueng Bata, Bathoh-Banda Aceh 23245 Telp. (0651) 26160, Faks. (0651) 22471
http://jurnal.serambimekkah.ac.id/
e-mail: redaksi.serambiedukasi@gmail.com

Jurnal Serambi Edukasi diterbitkan sejak September 2013 oleh Program Studi Pendidikan
Ekonomi FKIP Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh

Redaksi menerima sumbangan naskah ilmiah populer yang belum pernah dimuat dalam media lain.
Naskah diketik pada kertas HVS ukuran A4 dan diketik spasi ganda dengan panjang naskah 10-20
halaman, dengan format seperti tercantum pada panduan penulisan.
Dicetak pada CV. Zoom, Jl. T. Nyak Arif No. 344 Darussalam-Banda Aceh
(Isi diluar tanggungjawab percetakan)
Volume 2 Nomor 2, September 2014 ISSN 2338-9397
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol. 2 No. 2 Tahun 2014

SALAM REDAKSI
Alhamdulillah, Jurnal Serambi Edukasi tetapi juga menekankan pada pentingnya
Volume 2 Nomor 2 September 2014 di manusia memiliki karakter yang baik. Proses
penghujung tahun ini hadir dengan tujuh judul ini dapat dilakukan dalam berbagai langkah
hasil penelitian dan kajian literatur. Ketujuh dan fase, salah satunya adalah melalui
karya tersebut merupakan sumbangan tulisan pendekatan terpadu di sekolah. Dengan
dari dosen dan mahasiswa yang berasal dari karakter yang nasionalis, Indonesia akan
tiga perguruan tinggi, yakni dari Universitas menjadi negara yang utuh dan berdaulat
Syiah Kuala, Universitas Serambi Mekkah, dengan kemajuan dari berbagai aspek sebagai
dan Universitas Almuslim. wujud dari pengembangan sumber daya
manusia.
Penelitian pertama ditulis oleh Irsyadillah
mengenai isu politik dalam dunia pendidikan. Selanjutnya tulisan keempat ditulis oleh
Penelitian ini bertujuan untuk meninjau Nurhayati Ahmad tentang cara-cara yang
literatur tentang politik, pendidikan dan buku dilakukan guru-guru SMAN 7 Banda Aceh
paket. Hasil kajian ini menyimpulkan bahwa dalam upaya meningkatkan prestasi belajar
pendidikan telah digunakan sebagai sebuah siswa. Hasil penelitian menemukan bahwa,
sarana untuk mensosialisasi dan mengindok- cara-cara yang dilakukan tersebut meliputi,
trinasi pengetahuan Barat yang berdasarkan pendekatan, membangkitkan motivasi belajar
pada nilai-nilai dan ideologi kapitalis/liberal. siswa, tanya jawab (pancingan), membagi-bagi
Dalam hal ini, buku paket yang digunakan di tugas kelompok belajar, mengaitkan materi
sekolah telah memainkan peran sangat penting pelajaran dengan agama, Memberikan motivasi
sebagai upaya dalam mempromosikan bagi siswa yang malas mengikuti latihan olah
pengetahuan, nilai-nilai dan budaya Barat raga, menyuruh buat makalah kemudian
dipresentasikan, mengadakan konfirmasi
Tulisan kedua ditulis oleh Erna Hayati dengan guru-guru lain, dan menuntun bagi
mengenai isu good governance dalam siswa yang hanya dapat membaca saja tapi
memperkuat integrasi nasional. Hasil kajian tidak faham apa arti dan maksud materi ajar.
menyimpulkan bahwa salah satu prinsip yang
harus dianut dalam upaya mewujudkan Masih terkait dengan upaya peningkatan
pemerintahan daerah yang baik adalah dengan prestasi belajar siswa, yang ditempatkan pada
menerapkan prinsip-prinsip good governance. urutan kelima ditulis oleh Martahadi,
Salah satu tujuan penerapan prinsip dimaksud Khairul Aswadi dan Eka Marlina. Kajian
yaitu untuk mewujudkan integrasi bangsa. tersebut menguraikan tentang model
Integrasi bangsa dimulai dari daerah yang pembelajaran kooperatif tipe group
didorong oleh adanya pengelolaan investigation. Peran guru dalam model ini
pemerintahan daerah yang baik. adalah sebagai fasilitator di kelas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
Masih terkait dengan kajian di atas, tulisan model pembelajaran kooperatif tipe group
ketiga ditulis oleh Maimun mengenai investigation berpengaruh signifikan terhadap
pengembangan karakter bangsa melalui hasil belajar siswa .
pendekatan terpadu di sekolah guna
memperkuat integrasi nasional. Hasil kajian Terkait dengan pemanfaatan teknologi
mengungkapkan bahwa Sumber Daya informasi dan komunikasi dalam sistem
Manusia yang handal merupakan salah satu manajemen pendidikan di sekolah, diulas
syarat terpenting untuk mewujudkan negara dalam tulisan keenam oleh Siraj. Hasil kajian
yang sejahtera dan berkeadilan. Hal ini, mengemukakan bahwa penerapan TIK di
sebagaimana yang dimanatkan oleh Undang- sekolah merupakan solusi yang paling tepat
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem untuk menunjang peningkatan mutu sekolah
Pendidikan Nasional, dimana sistem termasuk keberhasilan penerapan Kurikulum
pendidikan nasional bukan hanya mewujudkan 2013 dan pencapaian standar nasional
kemampuan manusia dalam bidang teknologi, pendidikan. Dengan pemanfaatan TIK, tenaga

i
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol. 2 No. 2 Tahun 2014

kependidikan dan stakeholders lainnya dapat akan menghambat pencapaian tujuan


meningkatkan manajemen sekolah dan aliran pembelajaran IPS itu sendiri yang dirumuskan
informasi yang efisien untuk mendukung atas dasar realitas dan fenomena sosial dalam
pencapaian standar nasional pendidikan dan mewujudkan satu pendekatan interdisipliner
proses desentralisasi pendidikan di Indonesia. dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial
(sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,
Isu terakhir dalam jurnal ini terkait dengan hukum dan budaya).
pelaksanaan pembelajaran IPS Terpadu di
SMP/MTs dan permasalahannya. Tulisan ini Demikian ulasan singkat redaksi pada edisi
ditulis oleh Yenni Agustina. hasil kajian September 2014 ini. Semoga hasil kajian yang
menyimpulkan bahwa pelaksanaan dimuat di edisi penghujung tahun ini dapat
pembelajaran IPS di SMP/MTs sebagian besar menjadi referensi bagi pembaca.
masih dilaksanakan secara terpisah.
Pencapaian Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS masih
dilakukan sesuai dengan bidang kajian masing-
masing (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi) Banda Aceh, September 2014
tanpa ada keterpaduan didalamnya. Hal ini Salam Redaksi

iii
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol. 2 No. 2 Tahun 2014

DAFTAR ISI

SALAM REDAKSI i
DAFTAR ISI iii

Politics of Education
Irsyadillah 1-6

Mewujudkan Good Governance dalam Pengelolaan Pemerintahan Daerah guna


Memperkuat Integrasi Nasional
Erna Hayati 7-12

Pengembangan Karakter Bangsa melalui Pendekatan Terpadu di Sekolah guna


Memperkuat Integrasi Nasional
Maimun 13-18

Cara Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa (Penelitian Kepada Guru-Guru


SMAN 7 Banda Aceh)
Nurhayati Ahmad 19-26

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation


terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri
3 Unggul Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar
Martahadi, Khairul Aswadi, Eka Marlina 27-36

Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Sistem Manajemen


Pendidikan Sekolah
Siraj 37-44

Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu di SMP/MTs dan Permasalahannya


Yenni Agustina 45-55

INDEKS PENGARANG ................................................................................. 56


PANDUAN PENULISAN ................................................................................ 57

iii
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 1 – 6 ISSN 2338-9397

POLITICS OF EDUCATION
Irsyadillah
Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
e-mail: irsyadillah@yahoo.co.uk

Abstrak

Pendidikan telah digunakan sebagai sarana transformasi masyarakat. Selain itu,


pendidikan juga telah menjadi cara yang paling penting untuk mengamankan dominasi
kolonial, apalagi sekarang, kontrol politik negara-negara lain tidak lagi jelas seperti di
masa lalu di era kolonial, tetapi upaya negara-negara Barat untuk mendominasi
masyarakat bukan Barat terus berlanjut. Penelitian ini bertujuan untuk meninjau
literatur tentang politik, pendidikan dan buku paket. Setelah meninjau literatur,
penelitian ini menyimpulkan bahwa pendidikan telah digunakan sebagai sebuah sarana
untuk mensosialisasi dan mengindoktrinasi pengetahuan Barat yang berdasarkan pada
nilai-nilai dan ideologi kapitalis/liberal. Dalam hal ini, buku paket yang digunakan di
sekolah telah memainkan peran sangat penting sebagai upaya dalam mempromosikan
pengetahuan, nilai-nilai dan budaya Barat.

Kata Kunci: Politik, Pendidikan, Buku Paket

INTRODUCTION analysis of the problems being researched is


Education has been used as a means of performed. References were collected through
transformation of societies (Zajda and Geo- the help of google scholar.
Jaja, 2010). Through education, Japan had
transformed its society from medieval RESULTS AND DISCUSSION
feudalism to global power, taking place from The purpose of this section is to present and
1868 until Pearl Harbour in 1941 (Zajda and discuss the findings from reviewing the body
Geo-Jaja, 2010). In Russia, social changes of literature related to politics of education and
were also the consequences of education which textbooks. The section begins by outlining the
transformed the country from a rather politics of school knowledge highliting the
backward agrarian country to a global super dominant ideology of global education. The
power (Zajda and Geo-Jaja, 2010). Both Japan section is then followed by the discussion of
and Russia have further transformed their the role of textbooks as political and social
countries into having market economies, teaching media.
introducing private enterprise, which is in line
with the global ruling powers. It is argued that POLITICS OF SCHOOL KNOWLEDGE
the capitalist economy in Japan and Russia is
the result of the implementation of knowledge Western knowledge, values, and cultures are
obtained from the US and European now not only presented at the US or European
educational institutions (Dore, 2007). This institutions but they have spread all over the
paper aims to review literature in relation to world and have become the dominant and
politics, education and textbooks. ruling ideology in the global education system
(Brienza, 2010; Zajda and Geo-Jaja, 2010). In
most developing countries, Western values,
RESEARCH METHOD ideologies and cultures have overwhelmingly
This paper is a literature review research. The dominated educational system (Altbach, 2004).
researcher used a descriptive analysis which is However, the Western educational system is
a method by way of collecting data, classify promoting a ‘global world model’ which is
and analyze in the following stages: collecting based on neo-liberal values, ideologies and
references related to the problem under study; cultures (Barret and Meaghan, 2006; Lipman,
having collected the references then the 2011; Helliar, 2013, p.514). This tradition was

1
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

typically initiated by the colonial rulers but it a globally competitive economy (Ferguson et
has been continued in the era of globalisation al., 2011).
(Altbach, 2004; Rizvi et al., 2006). In this Nonetheless, it has been argued that the
sense, education is an area in which colonial espousing of neo-liberal and neo-conservative
legacies and the contemporary process of ideology in education in the global world has
globalisation is intertwined (Rizvi et al., 2006). created considerable discontent and conflict
For example, in the case of accounting (Zajda and Geo-Jaja, 2010). Critical scholars
education, the extant literature has highlighted have questioned ‘whose knowledge is of most
the strong tendency for teaching students with worth’ and how it is assessed (Apple and
particular values coming from the perspective Christian-Smith, 1991). Evidence from studies
of neo-classical economics (Puxty et al., 1994; that focused on school education (Davies and
Collison, 2003; Ferguson et al., 2005). Bansel, 2007; Macdonald, 2011; Ferguson et
al., 2011) has strongly suggested that particular
More importantly, the Anglo-American knowledge (neoliberalism) has officially
perspective and literature has dominated become legitimised in schools. This is in line
learning in accounting in developing countries with Apple’s (2004) opinion that ‘it is naive to
(Ferguson et al., 2005). Anglo-American think of the school curriculum as neutral
textbooks have served as important sources for knowledge’ (p.181). The significant
training global accountants (Ferguson et al., domination of certain knowledge in global
2005; Gordon, 2011; Maatoug, 2014). In the education is the result of the larger unequal
developing world, this situation was shaped by power relation and history of social movement
Western colonial domination by means of (Apple, 2004). In the case of ex-colonial
relationships between centre and periphery. In countries, while extending and legitimising
an era of globalisation, the power relation is no their position, they also have to deal with the
longer traceable by means of colonial relations legacy of colonisation in their education
between coloniser and colonised, but it system (Foulds, 2013); yet, the dominant
involves more complex flows and networks of groups control the content and knowledge of
power (Rizvi, 2006). This means accounting global education in order to maintain their
education in developing countries is at present hegemony and domination (Crawford, 2003).
not only influenced by former colonial masters Freire (1998, p.91) contended that:
but it is shaped by more complicated global
power relations. Therefore, this phenomenon ‘…education is a political
becomes more pivotal and critical in the act…[therefore] education never was,
present neo-colonial apparatus (Apple and is not, and never can be neutral or
Christian-Smith, 1991; Rizvi, 2006). indifferent in regard to the
reproduction of the dominant ideology
Neoliberal consensus, in which its values and or the interrogation of it.’
approaches have proliferated and become
entrenched, has been established globally Additionally, he said that ‘washing one’s
(Barrett and Meaghan, 2006; Crawford, 2003). hands of the conflict between the powerful and
As a result, although some argue the identity of the powerless means to side with the powerful,
the education system has become hybrid not to be neutral’ (Freire, 1985, p.122). As
(Apple and Christian-Smith, 1991; Lebrun et Bourdieu and Passeron (1977) have argued,
al., 2002; Rizvi et al., 2006), the fact remaining education systems are employed to recreate the
that local values, ideologies and cultures have culture of the ruling class in order for them to
been continuously downgraded (Youdell, establish themselves and maintain their hold.
2011; Helliar, 2013). In other words, education Therefore, it is not an accident when we see
in developing countries has again been forced the reality that global education systems carry
to embrace a position of colonial subordination the stamp of neoliberalism (Macdonald, 2011).
at the expense of degrading indigenous Thus, it is utterly logical when Apple (2004)
traditions (Annisette, 2000). Thus, for explained that ‘if we were to point to one
example, the purpose of education all over the specific defining political/economic paradigm
globe coercively becomes more homogenous of the age in which we live, it would be
(Zajda and Geo-Jaja, 2010). The institution is neoliberalism’ (p.14). It has become the
mainly mandated to develop efficient, creative official knowledge of the developed and
and problem-solving learners and workers for developing world (Barrett and Meaghan, 2006;

2 Irsyadillah
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Lipman, 2011), especially those states which logical when Lebrun et al. (2002) explained
were previously controlled directly by Western that ‘textbooks are conceived as tools enabling
colonial powers (Altbach, 2004; Ferguson et the unfolding learning and teaching process’
al., 2011). (p.61). In this sense, textbooks also act as
teaching media that can be used by teachers in
It is clear that the politics of knowledge really the classroom. This notion aligns with the
exists in education although some people definition of textbooks proposed by Johnsen
consider it as merely neutral territory (Apple, (2001) that they can be considered as a subset
1993). In this sense, we should not be of an increasingly used term, teaching media.
oblivious to the politics of knowledge that is This kind of situation signifies that textbooks
used as a social power that privilege some and are a crucially important educational apparatus
exploit others. It is because ‘knowledge is for transferring legitimated knowledge so that
power, and the circulation of knowledge is part their role cannot be ignored in any education
of the social distribution of power’ (Apple, system (Apple, 1991; Lebrun et al., 2002).
2004, p.180; see also Weiler, 2011). It could
be argued that the control over knowledge’s However, Snook (2010) explained that school
construction, production and circulation could is where the socialization of the ideology of
be maintained through textbooks. It could be a the ruling class takes place (Ferguson et al.,
way to promote and install monocultures of the 2011). We might similarly conceptualise this
mind/knowledge in education. More as indoctrination (Snook, 2010). In this
importantly, textbooks are the principal source respect, textbooks produced for use in schools
of information that dominates what students should not only be considered as a delivery
learn (Apple, 2004; Ferguson et al., 2005). The system of facts (Apple, 1991), but they are also
role of textbooks is discussed further in the ‘crucial organs in the process of constructing
following section. legitimated ideologies and beliefs’ which are
‘a reflection of the history, knowledge and
values considered important by powerful
THE ROLE OF TEXTBOOKS groups in the society’ (Crawford, 2003, p.5).
Students are nurtured with learning Thus, for example, we know from history that
experiences in schools (Jackson et al., 1994; the act of book burning is powerful, both
Dixon et al., 1999). In other words, school is symbolically and absolutely when done during
the vehicle through which content knowledge or as a result of regime change. Indeed,
and skills are transmitted to students (Apple, Kalmus (2004) explained that textbooks are
and Christian-Smith, 1991; Kalmus, 2004; often the agents of change and yet textbooks
Pinto, 2007). In this respect, textbooks play a can be conceived as a focal element in
crucial role in the school system because they processes of cultural transmission.
have been considered as ‘the primary means of
communicating information and instruction to Furthermore, according to Agger (2013, p.55-
students’ across disciplines. They are the 56) (i) textbooks play a political role in
devices that convey concepts and principles, society; (ii) through textbooks scholarship that
for example, how to land a plane or conduct a is not categorised as part of the mainstream
medical operation (Crawford, 2003) and thus will often be dismissed as unsuitable or it will
they are uncritically viewed as an authorised or be processed through a referee system to
legitimated source of society’s valid conform with respect to mainstream empiricist
knowledge (Kuhn, 1962). criteria of validity and worth; (iii) textbooks
are the instruments that contribute to forming
Indeed, textbooks are at the heart of the individuals’ attitudes through orienting them to
education system since they are able to provide the preservation of the present relations of
students with a rich array of new and production and reproduction, instead of
potentially interesting facts, and open the door innovating action and social alteration. From
to a world of fantastic experience. Within such a perspective people are, in essence,
textbooks, there exists a set of standards of forced to take part in the present social order
knowledge; they are viewed as source of facts instead of trying to alter it; and (iv) if
detailing concepts and generalisations that can discursive scholarship incorporation takes
be learned by students across parts of the place, this process will be mostly a symbolic
nation and beyond (Foster, 2011). Thus, it is gesture in order to settle the dissenting voices,

Politics of Education 3
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

and it is conducted to neutralise their political important and justifiable means of promoting
impact transformative potential. To this end, ‘legitimated’ knowledge, values and cultures
textbooks should be recognised as both the (Crawford, 2003; Kalmus, 2004).
media for transferring academic knowledge as Indeed, textbooks not only provide manual
well as socialising cultures and ideologies instructions, concepts, generalisations and
(Apple, and Christian-Smith, 1991; Apple, facts for teachers and students involved in the
1992; Lebrun et al., 2002; Crawford, 2003. teaching and learning process, but they also
This study is particularly concerned with play a part as political agents in society (
textbooks as cultural and ideological vector. Crawford, 2003). Therefore, it could be argued
Pinto (2007, p.104) explained that ‘if that the group who decide to include and not to
textbooks tend to perpetuate ideologies include matters within textbooks tend to be the
(dominant or not), they are surely a potential ruling class who has power to control society.
tool of indoctrination’ (see also Kalmus, 2004; In this sense, textbooks could be regarded as
Ferguson et al., 2011). Therefore, it is media for socialisation and indoctrination. This
necessary to consider textbooks in a broader has been empirically revealed in textbook
context because they exist in a political related research across disciplines including
context, as do the schools in which they are economics, management and accounting
used. (Scapens et al., 1984; Puxty et al., 1994;
Ferguson et al., 2005; Gordon, 2011).
Moreover, this reality suggests that we should
not take for granted the school textbooks
(Apple, 1991; Lebrun et al., 2002; Crawford, REFERECES
2003). Teachers should play a significant role Agger, B. (2013). A critical theory of public
in encouraging students to assess the rational life: Knowledge, discourse and politics
status of claims made in the text (Pinto, 2007). in an age of decline. New York:
Students need to be continuously reminded to Routledge.
read the school textbooks with a critical eye.
More importantly, as pointed out by Crawford Altbach, P. G. (2004). Education and neo-
(2003, p.6), identification, analysis and colonialism. In B. Ashcroft, G.
criticism of the process of creating a Griffiths & H. Tiffin (Eds.), The Post-
curriculum ‘by investigating the work of colonial Studies Reader. London:
authors, editors, publishers, teachers and Routledge.
students as they struggle to create meanings’ is Annisette, M. (2000). Imperialism and the
required. This is because indoctrination professions: the education and
happens when individuals interacting with certification of accountants in Trinidad
textbooks only take information from the texts and Tobago. Accounting,
at face value (Apple, 1991). Nonetheless, in Organizations and Society, 25(7), 631-
the case of young learners facing this situation 659.
the role of teachers becomes even more crucial
in selecting and setting the knowledge. Apple, M. W. (1991). The culture and
commerce of the textbook. In M. W.
Apple & L. K. Christian-Smith (Eds.),
CONCLUSION The politics of the textbook. London:
This paper has been concerned with reviewing Routledge.
extant literature on politics, education and Apple, M. W. (1992). The text and cultural
textbook, set within the context that Western politics. Educational Researcher,
knowledge based on capitalist/neo-liberal 21(7), 4-19.
values and ideology dominates the global
education system. This is caused by complex Apple, M. W. (2004). Cultural politics and the
power relations and the route of social text. Sociology of Education, 179-195.
movement and, thus, education is not neutral Apple, M. W., & Christian-Smith, L. K.
and can be seen as ‘a political act’ (Freire, (1991). The politics of the textbook. In
1998, p.91), which always promotes particular M. Apple & L. Christian-Smith (Eds.),
cultural values and ideology in terms of The politics of the textbook (pp. 1–22).
hegemony and domination. Textbooks, in this London: Routledge.
respect, play a significant role as the most

4 Irsyadillah
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Barrett, R., & Meaghan, D. (2006). Helliar, C. (2013). The global challenge for
Globalization, education, work and the accounting education. Accounting
ideology of the “self-evident natural Education, 22(6), 510-521.
Laws” of capitalist production.
Jackson, R., Francis, L., Kay, W. K., &
College Quarterly, 9(2), n2.
Campbell, W. S. (1996). Ethnographic
Brienza, C. (2010). Producing comics culture: research and curriculum development.
a sociological approach to the study of Research in Religious Education, 145.
comics. Journal of Graphic Novels
Johnsen, E. B. (2001). Textbooks in the
and Comics, 1(2), 105-119.
kaleidoscope: A critical survey of
Collison, D. J. (2003). Corporate propaganda: literature and research on educational
its implications for accounting and texts. Oslo: Scandinavian University
accountability. Accounting, Auditing & Press.
Accountability Journal, 16(5), 853-
Kalmus, V. (2004). What do pupils and
886.
textbooks do with each other?:
Davies, B., & Bansel, P. (2007). Neoliberalism Methodological problems of research
and education. International Journal on socialization through educational
of Qualitative Studies in Education, media. Journal of Curriculum Studies,
20(3), 247-259. 36(4), 469-485.
Dixon, C. N., Frank, C. R., & Green, J. L. Kuhn, T. S. (1962). The structure of scientific
(1999). Classrooms as Cultures: revolutions: Chicago: University of
Understanding the Constructed Nature Chicago Press.
of Life in Classrooms. Primary Voices
Lebrun, J., Lenoir, Y., Laforest, M., Larose, F.,
K-6, 7(3), 4-8.
Roy, G. R., Spallanzani, C., &
Dore, R. (2007). Shareholder capitalism comes Pearson, M. (2002). Past and current
to Japan. Journal of Japanese Law, 23, trends in the analysis of textbooks in a
207. Quebec context. Curriculum Inquiry,
32(1), 51-83.
Ferguson, J., Collison, D., Power, D., &
Stevenson, L. (2005). What are Lipman, P. (2011). The new political economy
recommended accounting textbooks of urban education: Neoliberalism,
teaching students about corporate race, and the right to the city. New
stakeholders?. The British Accounting York: Taylor & Francis.
Review, 37(1), 23-46.
Maatoug, A. G. (2014). Accounting Education
Foster, S. (2011). Dominant Traditions in in Libya: An Institutional Perspective.
International Textbook Research and (PhD), University of Dundee.
Revision. Education Inquiry, 2(1).
Macdonald, D. (2011). Like a fish in water:
Foulds, K. (2013). The continua of identities in Physical education policy and practice
postcolonial curricula: Kenyan in the era of neoliberal globalization.
students’ perceptions of gender in Quest, 63(1), 36-45.
school textbooks. International
Pinto, L. E. (2007). Textbook publishing,
Journal of Educational Development,
textbooks, and democracy: A case
33(2), 165-174.
study. Journal of Thought, 99-121.
Freire, P. (1998). Pedagogy of freedom:
Puxty, A., Sikka, P., & Willmott, H. (1994).
Ethics, democracy, and civic courage.
(Re) forming the circle: education,
Rowman & Littlefield.
ethics and accountancy practices.
Gordon, I. M. (2011). Lessons to be learned: Accounting Education, 3(1), 77-92.
An examination of Canadian and US
Rizvi, F., Lingard, B., & Lavia, J. (2006).
financial accounting and auditing
Postcolonialism and education:
textbooks for ethics/governance
Negotiating a contested terrain.
coverage. Journal of Business Ethics,
Pedagogy, Culture & Society, 14(3),
101(1), 29-47.
249-262.

Politics of Education 5
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Scapens, R. W., Otley, D. T., & Lister, R. J.


(1984). Management accounting,
organisational theory and capital
budgeting. London: McMillan Press.
Seth, S. (2009). Putting knowledge in its place:
science, colonialism, and the
postcolonial. Postcolonial Studies,
12(4), 373-388.
Snook, I. A. (2010). Concepts of
Indoctrination (International Library
of the Philosophy of Education Volume
20): Philosophical Essays: Routledge.
Youdell, D. (2011). School trouble: Identity,
power and politics in education.
London: Routledge.
Zajda, J. I., & Geo-JaJa, M. A. (2010). The
politics of education reforms.
Springer.

6 Irsyadillah
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 7 – 12 ISSN 2338-9397

MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DALAM PENGELOLAAN


PEMERINTAHAN DAERAH GUNA MEMPERKUAT INTEGRASI NASIONAL
Erna Hayati
Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala

Abstrak

Pemerintah daerah telah diberikan kewenangan untuk mengatur daerahnya berdasarkan


undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah. Sejak berlakunya undang-
undang otonomi daerah ini, maka terbukalah kesempatan bagi daerah untuk mengelola
pemerintahannya dengan baik. Salah satu prinsip yang harus di anut dalam upaya
mewujudkan pemerintahan daerah yang baik adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip
good governance. Salah satu tujuan penerapan prinsip dimaksud yaitu untuk mewujudkan
integrasi bangsa. Dengan asumsi bahwa pemerintah daerah merupakan salah satu unsur
yang bertanggungjawab mewujudkan integrasi. Integrasi dimulai dari daerah, sehingga
menjadikan integrasi nasional. Jadi, integrasi nasional ditentukan oleh integrasi di daerah
yang didorong oleh adanya pemerintahan daerah yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip
good governance.

Kata Kunci: Pemerintahan Daerah, Good Governance, Integrasi Nasional

PENDAHULUAN pemerintah. Kedua, dalam praktik good


Pemerintahan yang baik (good Governance) governance terkandung nilai penguatan agar
merupakan terma terpenting yang dibicarakan lebih efektif bekerja mewujudkan
oleh semua kalangan di era globalisasi dan era kesejahteraan bersama.
demokratisasi. Konsepsi pemerintahan yang
baik, menjadi acuan dalam penyelenggaraan Implementasi dari good governance di era
setiap negara manapun yang ingin reformasi ditandai adanya kelembagaan dalam
berkembang dan maju. Seeiring dengan pemerintah, yang melibatkan secara aktif
perubahan tatanan kenegaraan yang dilandasi keberadaan komponen; negara, sektor swasta
adanya semangat reformasi telah mewarnai dan masyarakat yang saling berinteraksi dalam
pemberdayaan seluruh aparatur negara untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Negara
mewujudkan administrasi yang mampu menciptakan lingkungan politik dan hukum
mendukung keterpaduan pelaksanaan fungsi yang kondusif, sedangkan sektor swasta
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih menciptakan pekerjaan dan pendapatan.
dan berwibawa. Good governance sebagai Adapun masyarakat memfasilitasi interaksi
sebuah gerakan juga didorong oleh sosial, budaya dan politik, menggerakkan
kepentingan berbagai lembaga donor dan kelompok masyarakat untuk ambil bagian
keuangan internasional untuk memperkuat dalam kegiatan ekonomi, politik, sosial dan
institusi yang ada di negara dunia ketiga. budaya. Prinsip mendasar yang melandasi
perbedaan antara kepemerintahan moderen
Banyaknya persepsi berbeda dalam menyikapi dengan pola pemerintahan tradisional adalah
konsep good governance akan melahirkan terletak pada tuntutan yang sedemikian kuat
berbagai pandangan tentang beberapa agar peranan pemerintah dikurangi dan peran
karakteristik dan nilai yang melekat dalam masyarakat termasuk dunia usaha dan LSM
praktik good governance, semakin ditingkatkan (Zudan, 2006)
diantaranya: Pertama, good governance harus
memberi ruang kepada aktor lembaga non Sekarang kita simak Undang-undang No. 22
pemerintah untuk berperan serta tahun 1999 yang disempurnakan dengan
secara optimal dalam kegiatan pemerintahan, Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang
sehingga memungkinkan adanya sinergitas Pemerintah Daerah dengan mengusung
antara aktor dan lembaga pemerintah dan non semangat reformasi yang menempatkan

7
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

masyarakat sebagai pilar utama pemerintah Tulisan ini berupa untuk menjelaskan
daerah. Keberadaan Undang-undang tersebut keterkaitan antara konsep Good Governance
dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya dengan integrasi nasional secara teoritis.
kesejahteraan melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan serta peran serta masyarakat.
Hal ini juga dibarengi adanya Undang-undang PEMBAHASAN
No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Pelaksanaan Good Governance di Daerah
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Otonom
Daerah yang membawa dampak terhadap Secara etimologi otonomi berasal
perubahan dalam hal keuangan. Sehingga dari auto dan nomos, artinya mengatur sendiri.
dengan demikian memberi ruang gerak lebih Undang-undang No. 32 Tahun 2004 Bab I
luas terhadap pemberdayaan masyarakat sipil Pasal 1 angka 5, menyebutkan bahwa otonomi
(civil society) dan elit politik dalam daerah “sebagai hak, wewenang dan
melakukan kajian, analisis dan kebijakan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
daerah sehingga apa yang dibutuhkan secara mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
mikro dari setiap daerah terkecil dapat kepentingan masyarakat setempat sesuai
dipantau dan diketahui. dengan peraturan perundang-
undangan”. Sedangkan daerah otonom adalah
Uraian tersebut merupakan rambu-rambu “kesatuan masyarakat hukum yang
pemerintah pusat yang diserahkan kepada mempunyai batas-batas wilayah yang
daerah otonom dengan segala aspeknya, berwenang mengatur dan mengurus urusan
namun kenyataan yang terjadi bahwa sekitar pemerintahan dan kepentingan masyarakat
11 tahun perjalanan otonomi daerah yang setempat menurut prakarsa sendiri
paling menonjol tentang perluasan daerah berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
otonom terutama di daerah kab/kota dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
provinsi. Kondisi ini nampaknya disadari atau Sedangkan Good Governance pada umumnya
tidak, berdasarkan pengamatan penulis, secara diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan
politis akan menambah elit-elit daerah sebagai yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan
penguasa lokal yang kadang kala kurang sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu
menghiraukan kepentingan negara yang lebih sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good
luas. Demikian juga, masih terjadi beberapa Governance (Rosidin 2010:32).
daerah otonom yang belum mandiri secara
finansial, terbukti masih banyaknya daerah UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
otonom yang bersaing untuk mendapatkan Daerah merupakan salah salu instrumen yang
anggaran pembangunan berupa DAU, dana merefleksikan keinginan pemerintah untuk
dekonsentrasi dan dana pembantuan atau melaksanakan tata pemerintahan yang baik
DIPA dari APBN. dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Hal ini dapat dilihat dari indikator
Pelaksanaan Undang-undang No. 32 tahun upaya penegakan hukum, transparansi dan
2004 di era reformasi membawa semangat penciptaan partisipasi. Dalam hal penegakan
yang sama yakni penyelenggaraan pemerintah hukum, UU No. 32 Tahun 2004 telah
daerah secara partisipasif. Tetapi mengatur secara tegas upaya hukum bagi para
kenyataannya arogansi dan penyalahgunaan penyelenggara pemerintahan daerah yang
kewenangan daerah masih muncul. KKN tidak diindikasikan melakukan penyimpangan. Dari
terkendali, kekuasaan berada pada kelompok- sistem penyelenggaraan pemerintahan
kelompok tertentu. sekurang-kurangnya terdapat 7 (tujuh) elemen
penyelenggaraan pemerintahan yang saling
Patologi sosial bermunculan dengan corak mendukung tergantung dari bersinergi satu
budaya berbeda, sehingga pemberdayaan sama lainnya, yaitu: Urusan Pemerintahan,
masyarakat masih sering dimarjinalkan. Kelembagaan, Personil, Keuangan,
Demikian juga pemerintah dituntut untuk Perwakilan, Pelayanan Publik dan
terbuka dan menjamin akses stakeholders Pengawasan Mardiasmo (2004:11)
terhadap berbagai informasi mengenai proses
kebijakan publik, alokasi anggaran serta Ketujuh elemen di atas merupakan elemen
evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan juga dasar yang akan ditata dan dikembangkan
belum dapat dilaksanakan dengan baik. serta direvitalisasi dalam koridor UU No. 32

8 Erna Hayati
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Tahun 2004. Namun disamping penataan pemerintahan daerah. Pelaksanaan


terhadap tujuan elemen dasar di atas, terdapat pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan
juga hal-hal yang bersifat kondisional yang oleh masyarakat sebagai perorangan,
akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan kelompok maupun organisasi dengan cara:
dari grand strategi yang merupakan kebutuhan “Pemberian informasi adanya indikasi
nyata dalam rangka penataan otonomi daerah terjadinya korupsi, kolusi atau nepotisme di
di Indonesia secara keseluruhan. lingkungan pemerintah daerah maupun
DPRD. Penyampaian pendapat dan saran
Meskipun dalam pencapaian Good mengenai perbaikan, penyempurnaan baik
Governance rakyat sangat berperan, namun preventif maupun represif atas masalah”, dan
peran negara sebagai organisasi yang Informasi serta pendapat tersebut dapat
bertujuan mensejahterakan rakyat tetap disampaikan kepada pejabat yang berwenang
menjadi prioritas. Untuk menghindari dan atau instansi terkait (Santosa Pandji,
kesenjangan di dalam masyarakat pemerintah 2008:43).
mempunyai peran yang sangat penting.
Kebijakan publik banyak dibuat dengan Kemudian, menurut Pasal 16 Keppres No. 74
menafikan faktor rakyat yang menjadi dasar Tahun 2001, masyarakat berhak memperoleh
absahnya sebuah negara. UU no 32 tahun informasi tentang perkembangan penyelesaian
2004 yang memberikan hak otonami kepada masalah yang diadukan kepada pejabat yang
daerah juga menjadi salah satu bentuk bahwa berwenang. Pasal tersebut berusaha untuk
rakyat diberi kewenangan untuk mengatur dan memberikan kekuatan kepada masyarakat
menentukan arah perkembangan daerahnya dalam menjalankan pengawasan. Dengan
sendiri. Dari pemilihan kepala daerah sampai demikian, jelas bahwa Undang-undang Nomor
kepada perimbangan keuangan pusat dan 32 tahun 2004 menjadi instrumen yang
daerah (UU no 25 tahun 1999). diharapkan dapat berfungsi sebagai ujung
tombak pelaksanaan konsep good governance
Sementara itu, dalam upaya mewujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di
transparansi dalam penyelenggaran setiap daerah Indonesia.
pemerintahan diatur dalam Pasa127 ayat (2),
yang menegaskan bahwa: “sistem Realitas Pelaksanaan Otonomi Daerah
akuntabilitas dilaksanakan dengan kewajiban Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
kepala daerah untuk memberikan laporan Sejak diberlakukannya UU No. 32 Tahun
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada 2004 tentang Pemerintahan Daerah, banyak
Pemerintahan, dan memberikan laporan aspek positif yang diharapkan dalam
keterangan pertanggungjawaban kepada pemberlakuan Undang-undang tersebut.
DPRD, serta menginformasikan laporan Otonomi Daerah memang dapat membawa
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada perubahan positif di daerah, menyangkut
masyarakat”. Sistem akuntabilitas semacam kewenangan daerah untuk mengatur diri
ini lebih bagus karena, akuntabilitas lebih sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah
dapat terukur tidak hanya dilihat dari sudut impian, karena sistem pemerintahan yang
pandang politis semata. Hal ini merupakan sentralistik cenderung menempatkan daerah
antitesis sistem akuntabilitas dalam UU No. sebagai pelaku pembangunan yang tidak
22 Tahun 1999, dimana penilaian terhadap begitu penting atau sebagai pelaku
laporan pertanggungjawaban kepala daerah “pinggiran”. Tujuan pemberian otonomi
oleh DPRD seringkali tidak berdasarkan pada kepada daerah sangat baik, yaitu untuk
indikator-indikator yang tidak jelas. Karena memberdayakan daerah, termasuk
akuntabilitas didasarkan pada indikator kinerja masyarakatnya, mendorong prakarsa dan
yang terukur,maka laporan keterangan peran serta masyarakat dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak pemerintahan dan pembangunan. Pada masa
mempunyaidampak politis ditolak atau lalu, eksploitasi potensi daerah ke pusat terus
diterima. Dengan demikian maka stabilitas dilakukan dengan dalih tertentu. Alih-alih
penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat mendapatkan manfaat dari pembangunan,
lebih terjaga. daerah justru mengalami proses pemiskinan
yang luar biasa. Dengan kewenangan yang
Masyarakat memiliki hak untuk melakukan didapat daerah dari pelaksanaan otonomi
pengawasan terhadap penyelenggaraan daerah, banyak daerah yang optimis bakal bisa

Mewujudkan Good Governance dalam Pengelolaan Pemerintahan Daerah guna Memperkuat Integrasi Nasional 9
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

mengubah keadaan yang tidak pemerintah daerah menguras sumber daya


menguntungkan tersebut. alam potensial yang ada, tanpa
mempertimbangkan dampak negatif atau
Selain membawa dampak positif bagi suatu kerusakan lingkungan dan prinsip
daerah otonom, ternyata pelaksanaan otonomi pembangunan berkelanjutan (sustainable
daerah juga dapat membawa dampak negatif. development). Selain itu, adanya kegiatan dari
Pada tahap awal pelaksanaan otonomi daerah, beberapa orang bupati yang menetapkan
telah banyak mengundang suara pro dan peningkatan ekstraksi besar-besaran sumber
kontra. Suara pro umumnya datang dari daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi
daerah yang kaya akan sumber daya, daerah- ini merupakan suatu proses yang semakin
daerah tersebut tidak sabar ingin agar otonomi mempercepat perusakan dan punahnya hutan
daerah tersebut segera diberlakukan. serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya
Sebaliknya, bagi daerah-daerah yang tidak terjadi percepatan kerusakan hutan dan
kaya akan sumber daya, mereka pesimis lingkungan yang berdampak pada percepatan
menghadapi era otonomi daerah tersebut. sumber daya air hampir di seluruh wilayah
Masalahnya, otonomi daerah menuntut tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak
kesiapan daerah di segala bidang termasuk terkendali juga telah menyebabkan hancurnya
peraturan perundang-undangan dan sumber habitat dan ekosistem satwa liar yang
keuangan daerah. Oleh karena itu, bagi berdampak terhadap punahnya sebagian
daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro
daya pada umumnya belum siap ketika organisme yang sangat bermanfaat untuk
otonomi daerah pertama kali diberlakukan. menjaga kelestarian alam. Kemudian praktik
Selain karena kurangnya kesiapan daerah- korupsi yang terjadi pada proses pengadaan
daerah yang tidak kaya akan sumber daya, barang-barang dan jasa daerah (procurement).
dampak negatif dari otonomi daerah juga Seringkali terjadi harga sebuah barang
dapat timbul karena adanya berbagai dianggarkan jauh lebih besar dari harga pasar
penyelewengan dalam pelaksanaan hak barang tersebut.
otonomi tersebut.
Optimalisasi Pelaksanaan Otonomi Daerah
Menurut Yeremias (2003), bahwa melalui penerapan prinsip Good
”keterbatasan sumber daya dihadapkan Governance dalam memperkuat Integritas
dengan tuntutan kebutuhan dana Nasional
(pembangunan dan rutin operasional Good governance dapat ditinjau sebagai
pemerintahan) yang besar”. Hal tersebut bentuk pergeseran paradigma dari konsep
memaksa pemerintah daerah menempuh goverment (pemerintah) menjadi governance
pilihan yang membebani rakyat, misalnya (kepemerintahan). Secara epistemologis,
memperluas dan atau meningkatkan objek perubahan paradigma goverment berwujud
pajak dan retribusi. Padahal banyaknya pada pergeseran mindset dan orientasi
pungutan hanya akan menambah biaya birokrasi sebagai unit pelaksana dan penyedia
ekonomi yang akan merugikan perkembangan layanan bagi masyarakat. Dimana, awalnya
ekonomi daerah. Pemerintah daerah yang birokrat melayani “kepentingan kekuasaan”
terlalu intensif memungut pajak dan retribusi menjadi birokrat yang berorientasi pada
dari rakyatnya hanya akan menambah pelayanan publik. Salah satu bentuk layanan
beratnya beban yang harus ditanggung warga tersebut adalah penertiban regulasi yang dapat
masyarakat. Kemudian, penggunaan dana menciptakan suasana yang kondusif bagi
anggaran yang tidak terkontrol, hal ini dapat masyarakat. Akan tetapi, sebelum lebih jauh
dilihat dari pemberian fasilitas yang kita menelaah kiat-kiat dalam menciptakan
berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian regulasi yang kondusif, tidak ada salahnya
fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti apabila kita memulainya dengan memahami
ketidakarifan pemerintah daerah dalam terlebih dahulu beberapa konsep dasar dalam
mengelola keuangan. kebijakan publik.

Selanjutnya rusaknya sumber daya alam, yang Dalam kacamata awam, pemerintahan yang
disebabkan karena adanya keinginan dari baik identik dengan pemerintahan yang
pemerintah daerah untuk menghimpun mampu memberikan pendidikan gratis,
pendapatan asli daerah (PAD), di mana membuka banyak lapangan kerja, mengayomi

10 Erna Hayati
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

fakir miskin, menyediakan sembako murah, meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia,
memberikan iklim investasi yang kondusif dan sebab inilah kunci penentu dari berhasil
bermacam kebaikan lainnya. Dengan kata lain, tidaknya pelaksanaan otonomi di suatu
pemerintah dianggap baik apabila ia mampu wilayah otonom. Selain itu, untuk
melindungi dan melayani masyarakatnya. Jadi mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah
dapat disimpulkan bahwa pelayanan umum harus ditempuh berbagai cara, seperti:
yang berkualitas merupakan ukuran untuk pertama, Memperketat mekanisme
menilai sebuah pemerintahan yang baik, pengawasan kepala daerah. Hal ini dilakukan
sedangkan pelayanan umum yang buruk lebih agar kepala daerah yang mengepalai suatu
mencerminkan pemerintahan yang miskin daerah otonom akan terkontrol tindakannya
inovasi dan tidak memiliki keinginan untuk sehingga tidak akan bertindak sewenang-
menyejahterakan masyarakatnya (bad wenang dalam melaksanakan tugasnya. Dan
governance). Kedua, memperketat pengawasan terhadap
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berbicara tentang good governance biasanya Pengawasan terhadap Dewan Perwakilan
lebih dekat dengan masalah pengelolaan Rakyat Daerah dapat dilakukan oleh Badan
manajemen pemerintahan dalam membangun Kehormatan yang siap mengamati dan
kemitraan dengan stakeholder (pemangku mengevaluasi sepak terjang anggota dewan.
kepentingan). Oleh karena itu, good
governance menjadi sebuah kerangka Pelaksanaan otonomi daerah yang didasarkan
konseptual tentang cara memperkuat pada konsep good governance akan lebih
hubungan antara pemerintah, sektor swasta dapat menekan adanya konflik dan sikap
dan masyarakat dalam nuansa kesetaraan. radikal yang timbul dari personal maupun
Hubungan yang harmonis dalam nuansa kelompok tertentu. Secara konseptual, bahwa
kesetaraan merupakan prasyarat yang harus pelaksanaan otonomi daerah dengan baik akan
ada. Sebab, hubungan yang tidak harmonis mampu membangun integritas nasional secara
antara ketiga pilar tersebut dapat menghambat perlahan, hal ini didasari pada kebijakan
kelancaran proses pembangunan. daerah yang bersifat pluralis, atau dengan kata
lain setiap kebijakan pemerintah daerah harus
Pelaksanaan otonomi yang seharusnya mengacu pada konsep keadilan dan
membawa perubahan positif bagi daerah persamaan. Keadilan dan persamaan dengan
otonom ternyata juga dapat membuat daerah tidak memandang pada perbedaan etnik dan
otonom tersebut menjadi lebih terpuruk akibat perbedaan suku serta budaya. Tetapi kebijakan
adanya berbagai penyelewengan yang pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah
dilakukan oleh aparat pelaksana otonomi daerah dalam era otonomi harus mengacu
tersebut. Penerapan otonomi daerah yang pada kosep pemerataan dengan menghindari
efektif memiliki beberapa syarat yang marjinalisasi atas kelompok minoritas.
sekaligus merupakan faktor yang sangat
berpengaruh bagi keberhasilan otonomi di Sebab, integrasi nasional hanya dapat dicapai
suatu daerah, yaitu: melalui sistem pemerintahan yang adil dan
1) Manusia selaku pelaksana dari merata, dan hal ini hanya dapat dilakukan oleh
otonomi harus merupakan manusia daerah yang memiliki otonom, dibandingkan
yang berkualitas. dengan pemerintah pusat yang hanya memiliki
2) Keuangan sebagai sumber biaya sedikit kemampuan dalam mengawal
dalam pelaksanaan otonomi daerah integrasi, maka, pemerintah daerah sebagai
harus tersedia dengan cukup. perpajangan tangan pemerintah pusat harus
3) Prasarana, sarana dan peralatan harus dapat mewujudkan integrasi nasional melalui
tersedia dengan cukup dan memadai. kebijakan dalam era otonomi yang adil dan
4) Organisasi dan manajemen harus baik. merata.

Semua faktor tersebut di atas, “faktor manusia Jadi, integrasi nasional harus dibangun di
yang berkualitas” adalah faktor yang paling daerah dengan menghargai kearifan daerah
penting, karena berfungsi sebagai subjek yang ada. Oleh karena itu, pemerintahan yang
dimana faktor yang lain bergantung pada baik (good governance) sebagai kerangka
faktor kuliatas manusia itu sendiri. Oleh konseptual yang dapat dijalankan dengan
karena itu, sangat penting sekali untuk optimal oleh pemerintah di wilayah otonom,

Mewujudkan Good Governance dalam Pengelolaan Pemerintahan Daerah guna Memperkuat Integrasi Nasional 11
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

sehingga pelayanan yang diberkan kepada Rosidin (2010). Otonomi Daerah dan
masyarakat serta kesenjangan yang ada dalam Desentralisasi. Bandung: Pustaka
masyarakat dapat dikikis secara perlahan, dan Setia.
secara perlahan pula kesadaran hidup
Santosa Pandji (2008). Administrasi Publik,
bernegara menjadi tumbuh dan berkembang,
Teori dan Aplikasi Good
terlebih lagi daerah yang baru saja pulih dari
Governance. PT Refika Aditama.
konflik, yang mana kala pemerintah daerah
tidak mampu memberikan keadilan dan Yeremias T Keban, (2003). Etika Pelayanan
pemerataan dalam pembangunan, atau Publik: Pergeseran Paradigma,
sebaliknya lebih menujukkan kesenjangan, Dilema dan Implikasinya bagi
maka akan muncul sikap radikal dari Pelayanan Publik, Bahan Ajar.
masyarakat secara individu maupun Jakarta: Badan Diklat Depdagri.
kelompok. Dengan adanya kewenangan yang Zudan Arif Fakrulloh (2006). Internalisasi
besar yang diberikan melalui UU no.32 tahun
Nilai-Nilai Birokrasi Sebagai
2004, maka pemerintah daerah dapat Prasyarat Merubah Pola Pikir
mengatur daerahnya tersebut dengan baik Aparatur dalam Menunjang
berdasarkan pada konsepsi good governace Pelayanan Publik. Jakarta: Yayasan
dan kearifan lokal yang ada. Karena, hal Obor.
tersebut akan memberikan dorongan kuat bagi
terwujudnya kesadaran integrasi bangsa secara
lebih maksimal.

KESIMPULAN
Mau tidak mau, mampu ataupun tidak mampu,
dalam menyelenggarakan otonomi daerah,
pemerintah daerah dituntut untuk menerapkan
prinsip-prinsip good governance, karena
prinsip tersebut telah menjadi paradigma baru
didalam menyelenggarakan kepemerintahan
yang digunakan secara universal.
Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari
sistem yang berbuat atau rancangan undang-
undang yang di rumuskan, melainkan suatu
sikap yang pasti dalam menangani suatu
permasalahn tanpa memandang siapa serta
mengapa hal tersebut harus di lakukan,
sehingga integrasi nasinal dapat diwujudkan
dengan maksimal melalui daerah otonom.

DAFTAR RUJUKAN
Mardiasmo (2004). Otnonomi dan Manajemen
Keuangan Daerah. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Republik Indonesia (1999). Undang-undang
No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
Republik Indonesia (2004). Undang-undang
No. 22 Tahun 1999 yang
disempurnakan dengan Undang-
undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah

12 Erna Hayati
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 13 – 18 ISSN 2338-9397

PENGEMBANGAN KARAKTER BANGSA MELALUI PENDEKATAN TERPADU


DI SEKOLAH GUNA MEMPERKUAT INTEGRASI NASIONAL

Maimun
Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala
e-mail: maimunaceh58@yahoo.com

Abstrak

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang telah melakukan berbagai upaya
untuk membangun agar menjadi negara maju. Salah satunya dengan memperkuat Sumber
Daya Manusia. Pembangunan Indonesia dari berbagai sektor harus dilandasi pada tatanan
nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakatnya, sehingga menjadi negara yang
memiliki identitas. Dengan demikian, harus diakui bahwa Sumber Daya Manusia yang
handal merupakan salah satu syarat terpenting untuk mewujudkan negara yang sejahtera
dan berkeadilan. Sumber Daya Manusia yang dimaksud harus ditopang oleh karakter
menusia yang baik, hal ini sebagaimana yang dimanatkan oleh Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana sistem pendidikan nasional
bukan hanya mewujudkan kemampuan manusia dalam bidang teknologi, tetapi juga
sangat ditekankan pada manusia yang berkarakter. Proses ini dapat dilakukan dalam
berbagai langkah dan fase, salah satunya adalah melalui pendekatan terpadu di sekolah.
Dengan karakter yang nasionalis, Indonesia akan menjadi negara yang utuh dan berdaulat
dengan kemajuan dari berbagai aspek sebagai wujud dari adanya pengembangan sumber
daya manusia yang optimal.
.
Kata Kunci: Karakter Bangsa, Pendekatan Terpadu, Integrasi Nasional

PENDAHULUAN negara, merasa tidak malu memperlihatkan


Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) praktek-praktek korupsi, kolusi, suap-
adalah negara kepulauan yang luas dan menyuap, dan perilaku sejenisnya yang
strategis letaknya, memiliki jumlah penduduk merupakan wujud penyimpangan nilai-nilai
di atas 236 juta jiwa, dengan keragaman substansial dari Pancasila. Dalam aspek
budaya, multi-etnis, beragam agama dan realitas sosial, sering diperlihatkan gejala yang
kepercayaan. Indonesia adalah negara besar mengarah pada diingkarinya realitas
dan plural yang dipersatukan dalam semboyan kemajemukan (pluralisme/multikulturalisme)
Bhinneka Tunggal Ika. Para pendiri bangsa bangsa, mengedepannya primordialisme, dan
(founding fathers) yang mengkonsep- merosotnya sikap toleran dan menghargai
tualisasikan Pancasila sebagai ideologi perbedaan.Merosotnya kesadaran kolektif atas
pemersatu bangsa, amat sadar akan realitas realitas kemajemukan bangsa sangat
pluralisme dan multikulturalisme bangsa ini. berpengaruh terhadap integrasi bangsa.
Pancasila merupakan konsensus nasional, Kesadaran kolektif tersebut merupakan modal
identitas nasional, faktor pemersatu bangsa dasar dan modal sosial (social capital) dan
(common denominator), dan inspirasi character and nation building guna
menghadapi dan mengakhiri multikrisis memperkokoh integrasi bangsa. Munculnya
bangsa. sejumlah konflik di negeri ini lebih sebabkan
akibat dari lunturnya pemahaman dan
Situasi kehidupan bangsa yang masih dilanda implementasi nilai-nilai luhur Pancasila di
multikrisis dewasa ini, apalagi sejak era dalam masyarakat.
reformasi bergulir pada 1998, Pancasila
terkesan tidak lagi dijadikan “rujukan utama” Nilai-nilai Pancasila merupakan produk sosial
(main literature) dalam kehidupan kolektif atau nilai-nilai luhur yang diwariskan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal dan terkonstruksi dalam masyarakat di mana
itu diperlihatkan dari berbagai gejala dan negara hanya membingkainya, sehingga
indikasi disintegrasi saat ini. Perilaku tafsirnya pun tidak boleh menjadi monopoli
masyarakat, terutama para penyelenggara suatu kelompok atau kekuasaan tertentu. Yang

13
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

terpenting dalam konteks ini adalah nilai-nilai Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan
Pancasila dan idealistis itu, harus menjadi terencana untuk mewujudkan suasana serta
penyaring dari segala kehendak, proses pemberdayaan potensi dan
kecenderungan praktik, dan nilai yang buruk. pembudayaan peserta didik guna membangun
Di sini, negara berperan sebagai pemelihara karakter warga negara yang berazaskan pada
nilai-nilai itu, dan sekaligus membentengi nilai-nilai dasar pancasila. Dalam hal ini,
masyarakat agar tidak terasuki oleh nilai-nilai menurut Budimansyah (2011: 75) Nilai-nilai
yang merusak tatanan idealistic itu melalui dasar pancasila itu harus terimplimetasi dalam
proses edukasi yang holistic dan integral kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang
(Koesoema, 2002) tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa,
karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara
Uraian di atas dapat mengabarkan bahwa
sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa,
Pancasila telah mengalami marjinalisasi. Oleh
karsa dan perilaku berbangsa dan bernegara
sebab itu, diperlukan upaya yang sangat
Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai
strategis untuk mengaktualisasikan nilai-nilai
Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman
pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika, dan
berbangsa dan bernegara. Pancasila harus
komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik
direaktualisasikan sebagai sumber inspirasi
Indonesia (integrasi nasional).
yang implementatif (tidak sekadar normatif)
bagi pembangunan dan proses demokrasi Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
bangsa. Pancasila juga harus disegarkan tulisan ini menguraikan tentang optimalisasi
kembali sebagai jati diri, karakter, sekaligus pembentukan karakter bangsa melalui
pemersatu bangsa. Namun membutuhkan pendekatan terpadu di sekolah. tulisan ini
pendekatan yang tidak elitis dan tidak dibatasi hanya pada domen konsepsi
indoktrinatif seperti di masa lalu, tetapi lebih pengembangan karakter bangsa,
pada metode partisipatif, implementatif, dan pendekatannya dan huubungan pendidikan
produktif seiring proses internalisasi nilai-nilai karakter bangsa.
Pancasila itu sendiri khususnya dalam sistem
pendidikan nasional Indonesia. Dalam UU RI
PEMBAHASAN
No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional di rumuskan fungsi dan tujuan Konsepsi Pengembangan Karakter Bangsa
pendidikan Nasional yang harus digunakan Karakter adalah perilaku yang dilandasi oleh
dalam mengembangkan upaya pendidikan di nilai-nilai berdasarkan norma agama,
Indonesia pasal 3 UU Sikdiknas dalam pasal 3 kebudayaan, hukum, adat istiadat, dan estetika
menyebutkan bahwa: sesuatu bangsa. Pendidikan karakter adalah
"Pendidikan nasional berfungsi upaya yang terencana untuk menjadikan
mengembangkan kemampuan dan pesertadidik mengenal, peduli, dan
membentuk watak serta peradaban bangsa menginternalisasi nilai-nilai sehingga
yang bermartabat dalam rangka pesertadidik berperilaku sebagai sesuai dengan
mencerdaskan kehidupan bangsa, nilai-nilai bangsa yang dianutnya.Karakter
bertujuan untuk berkembangnya potensi tersebut terevaluasi menurut hubungan
peserta didik agar menjadi manusia yang manusia dengan Tuhan, diri sendiri, sesama
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan dan lingkungan, dan bangsa dan negara.
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, Hubungan manusia dengan Tuhannya
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan terevaluasi menurut sikap religius. Hubungan
menjadi warga negara yang demokratis manusia dengan diri sendiri dapat dievaluasi
serta bertanggung jawab" maka kita dapat berdasarkan sikap jujur, bertanggung jawab,
memahami bahwa tujuan utama bergaya hidup sehat,disiplin, kerja keras,
pendidikan adalah membentuk insan yang percaya diri, berjiwa wirausaha, kreatif,
beriman dan berakhlak mulia.” inovatif,mandiri, dan mempunyai rasa ingin
tahu. Hubungan manusia dengan sesama dan
Tujuan Pendidikan Nasional merupakan lingkungannya dinilai berdasarkan sikap
rumusan mengenai kualitas manusia modern sadarterhadap hak dan kewajiban, patuh pada
yang harus dikembangkan oleh setiap satuan aturan sosial, menghargai karya orang lain,
pendidikan. Oleh sebab itu rumusan tujuan santun dan demokratis, dan peduli lingkungan
pendidikan nasional menjadi dasar sosial dan lingkungan hidup. Sedangkan
pengembangan pendidikan karakter bangsa. hubungan manusia dengan bangsa dan

14 Maimun
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

negaranya dinilai berdasarkan sikap pengetahuandan teknologi, (3), Konatif,


nasionalisme dan menghargai keberagaman yang tercermin pada kemampuan
dan pemahaman terhadap budaya bangsa mengembangkanketerampilan teknis,
(Lickona, 1993: 6-11) . kecakapan praktis, dan kompetensi
kinestetis. Dengan memberikan ketiga
Sumber-sumber nilai karakter bangsa berasal
aspek tersebut, karakter siswa akan
dari agama, Pancasila, UUD1945, NKRI, dan terbentuk sehingga menjadi seseorang
kearifan lokal. Sumber-sumber nilai karakter
yang memiliki pribadi yang
bangsa tersebut diinternalisasikan pada para
berkarakter”.
siswa melalui berbagai kegiatan di sekolah,
diantaranya penerapan kurikulum, OSIS, tata Pelaksanaan pendidikan karakter bangsa
krama dan tata tertib, kepramukaan, upacara sebagai upaya meningkatkan kesesuaian dan
bendera, pendidikan berwawasan kebangsaan, mutu pendidikan dengan pengembangan nilai-
kewirausahaan, serta upaya-upaya pencegahan nilai kebangsaan. Menurut Elmubarok dan
penyalahgunaan narkoba/miras, rokok, dan Zuriah (2011:56) bahwa:
penyimpangan seksual. Hasil yang diharapkan “Ada empat hal yang dapat kita jadikan
adalah agar para generasi muda ini dapat rujukan dalam pelaksanaan pendidikan
berkarakter innovatif, kreatif, sidiq, amanah, karakter bangsa pada implimentasinya,
fathonah, tabligh,disiplin, percaya diri, yaitu; (1) olah hati (spiritual and
kompetitif, kooperatif, leadership, imaginatif, emotional development) yaitu
bersih,sehat, peduli, adaptif, toleransi, dan mengembangkan asset yang berkaitan
suka menolong (Budimansyah, 2011). dengan nilai religi sehingga bisa bekerja
dan berbuat dengan ikhlas, (2) olah rasa
Menurut Dirjen Dikti dalam tulisan Barnawi
(affective and creativity develomment )
dan M. Arifin (2012), pendidikan karakter
yaitu mengembangkan asset yang
bangsa “dapat dimaknai sebagai pendidikan
berhubungan dengan manusia sesama
nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan
manusia. sehingga mampu menjalin
moral, pendidikan watak, yang bertujuan
cinta kasih terhadap sesama baik secara
mengembangkan kemampuan peserta didik
pribadi, sosial maupun bermasyarakat,
untuk memberikan keputusan baik-buruk,
(3), olah pikir (intellectual development)
memelihara apa yang baik, mewujudkan, dan
yaitu mengembangkan asset yang
menebar kebaikan itu dalam kehidupan sehari-
berhubungan dengan akal, sehingga
hari dengan sepenuh hati”. Selain itu,
dapat berpikir dengan jernih dan cerdas,
Pendidikankarakter bangsa adalah upaya yang
(4) olah raga dan kinestetik (physical
terencana untuk menjadikan peserta didik
and kinestetic development) yaitu
mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-
mengembangkan asset fisik agar selalu
nilai sehingga peserta didik berperilaku
sehat dan mampu bekerja dengan keras”.
sebagai insan bermoral tinggi. Hal ini sesuai
dengan pendapat Ellen (Zainal Aqib, 2011) Pelaksanaan pendidikan karakter menjadi
yaitu pembangunan karakter adalah “tujuan tanggung jawab semua elemen bangsa,
luar bisa dari sistem pendidikan yang benar. terutama guru sebagai pengawal garda
Jadi pendidikan bukan merupakan sekedar terdepan dalam pendidikan. Pendidikan
sarana transfer ilmu pengetahuan saja, karakter yang diterapkan dalam satuan
melainkan sebagai sarana pembudayaan dan pendidikan menjadikan sarana pembudayaan
penyaluran nilai”. Kemudian menurut Syaiful dan pemanusiaan manusia sesuai dengan
Anam yang dikutip Barnawi dan M. Arifin subtansi utama yaitu membangun pribadi
(2012), bahwa: dengan karakter mulia sebagai individu,
“siswa harus mendapatkan pendidikan masyarakat dan bangsa (Koesoema, 2007:
yang mencakup tiga aspek yaitu; (1) 114). Dengan pendekatan tersebut di atas maka
Afektif, yang tercermin pada kualitas sasaran didik akan terbentuk bangsa yang
keimanan, ketakwaan, akhlak bersifat; (1) keteraturan interior, dimana setiap
mulia,termasuk budi pekerti luhur serta tindakan diukur berdasarkan hirarki nilai dan
kepribadian unggul, dan nilai menjadi pedoman normative setiap
kompetensiestetis (2), Kognitif, yang tindakan, (2) koherensi,yang memberi
tercermin pada kapasitas pikir dan daya keberanian, membuat seseorang teguh pada
intelektualitasuntuk menggali dan prinsip, tidak mudah terombang ambing pada
mengembangkan serta menguasai ilmu situasi baru atau takut resiko dan koherensi

Pengembangan Karakter Bangsa melalui Pendekatan Terpadu di Sekolah guna Memperkuat Integrasi Nasional 15
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

merupakan dasar yang membangun rasa saling sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai
percaya satu sama lain, (3), otonomi, yang yang dikembangkan dalam pendidikan
berarti seseorang memiliki kebebasan untuk karakter bangsa ke dalam Kurikulum Tingkat
menginternalisasikan nilai- nilai dalam Satuan Pendidikan (KTSP), Silabus dan
mengambil keputusan pribadi tanpa intervensi Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang
orang lain, (4), keteguhan dan kesetiaan. sudah ada (Winataputra, 2011).
Keteguhan merupakan daya tahan seseorang
Prinsip pendekatan pengembangan
untuk mencapai sesuatu yang dipandang baik
pembelajaran yang digunakan dalam
dan kesetiaan merupakan bagi penghormatan
pengembangan pendidikan karakter bangsa
atas komitmen yang dipilih.Adanya
mengusahakan agar peserta didik mengenal
peningkatan wawasan, perilaku, dan
dan menerima nilai-nilai karakter bangsa
keterampilan sehingga dapat menjadi siswa
sebagai milik mereka dan bertanggung jawab
yang berilmu dan berkarakter.Karakter yang
atas keputusan yang diambilnya melalui
diharapkan tidak melenceng dari budaya
tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan,
asliIndonesia (pancasila) sebagai perwujudan
menentukan pendirian dan selanjutnya
integrasi bangsa atau nasionalisme.
menjadikan suatu nilai sesuai dengan
Pendekatan Terpadu dalam Pengembangan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta
Karakter Bangsa didik belajar melalui proses berpikir, bersikap,
Pendidikan karakter bangsa secara terintegrasi dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan
atau terpadu di dalam proses pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan peserta
adalah pengenalan nilai-nilai, fasilitasi didik dalam melakukan kegiatan sosial dan
diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai- mendorong peserta didik untuk melihat diri
nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke sendiri sebagai makhluk sosial.
dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari Beberapa prinsip pendekatan yang digunakan
melalui proses pembelajaran baik yang dalam pengembangan pendidikan karakter
berlangsung di dalam maupun di luar kelas bangsa adalah (1), melalui semua mata
pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya pelajaran, pengembangan diri, dan budaya
kegiatan pembelajaran, selain untuk sekolahyaitu mensyaratkan proses
menjadikan peserta didik menguasai pengembangan nilai-nilai karakter bangsa
kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan
dirancang dan dilakukan untuk menjadikan dalam setiap kegiatan kurikuler dan
peserta didik mengenal, menyadari, dan ekstrakurikuler, (2) berkelanjutan; yaitu proses
menginternalisasi nilai-nilai dan pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter
menjadikannya perilaku. Integrasi pendidikan bangsa yang dilakukan melalui proses panjang;
karakter bangsa di dalam proses pelaksanaan dimulai dari awal peserta didik masuk sampai
pembelajaran dilaksanakan mengembangkan selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya,
beberapa prinsip pendekatan, diantaranya proses tersebut dimulai dari Sekolah Dasar
adalah integrasi semua mata pelajaran, (SD) sampai perrgguruan tinggi (3) Nilai tidak
pengembangan diri, dan budaya sekolah, diajarkan tapi dikembangkan, hal itu
prinsip pendekatan yyangg bekelanjjutan, mengandung makna bahwa materi nilai
prinsip pendekatan nilai-nilai tidak diajarkan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa;
tapi dikembangkan, dan dan prinsip artinya, nilai-nilai itu tidak dijadikan pokok
pendekatan bahwa proses pendidikan bahasan yang dikemukakan seperti halnya
dilakukan peserta didik secara aktif dan ketika mengajarkan suatu konsep, teori,
menyenanggkan (Muchsin,2010:54) prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata
Pendekatan dalam pengembangan karakter pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA,
bangsa dapat dilakukan di sekolah melalui IPS, matematika, pendidikan jasmani dan
semua mata pelajaran, pengembangan diri dan kesehatan, seni, dan keterampilan. Materi
budaya sekolah.Dalam pembelajaran di kelas pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau
pengembangan karakter bangsa tidak media untuk mengembangkan nilai-nilai
dimasukkan hanya dalam mata pelajaran atau karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak
bahasan terttentu, tetapi terintegrasi ke dalam perlu mengubah pokok bahasan yang sudah
mata pelajaran, pengembangan diri, dan ada, tetapi menggunakan materi pokok
budaya sekolah.Oleh karena itu, guru dan bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai
karakter bangsa. Selain itu, guru tidak harus

16 Maimun
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

mengembangkan proses belajar khusus untuk yangdapat dipakai sebagai pangkal tolak
mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu nation Indonesia (Anonim, 2010).
harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat
Nation Indonesia dibangun atas dasar prinsip
digunakan untuk mengembangkan kemampuan
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
dalam ranah kognitif, afektif, dan
musyawarah dan keadilan. Inilah yang menjadi
konatif.Konsekuensi dari prinsip ini, nilai-nilai
karakter bangsa tidak ditanyakan dalam harapan pendiri bangsa untuk menjadikan
Indonesia sebagai bangsa yang memiliki jati
ulangan ataupun ujian.Walaupun demikian,
dirinya. Bila dikaitkan dengan pembangunan
peserta didik perlu mengetahui pengertian dari
karakter bangsa, pendidikan bisa diartikan
suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan
secara lebih sempit sebagai suatu cara
pada diri mereka.Mereka tidak boleh berada
membangun dalam berkehidupan bersama.
dalam posisi tidak tahu dan tidak paham
Dalam skala tataran antar komunitas, tanpa
makna nilai itu. (4) Proses pendidikan
melihat etnis, suku, agama, ras dan sebagainya,
dilakukan peserta didik secara aktif dan
berkehidupan bersama berarti telah sepakat
menyenangkan; prinsip pendekatan ini
secara sadar untuk melakukan ikatan bagi
menyatakan bahwa proses pendidikan nilai
anggotanya menjadi suatu komunitas yang
karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik
dilakukan dalam wilayah yang pasti dan sah,
bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut
serta diakui komunitas masyarakat lainya atau
wuri handayani” dalam setiap perilaku yang
masyarakat internasional.Dari sudut pandang
ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga
inilah kemudian timbul berbagai teori tentang
menyatakan bahwa proses pendidikan
bangsa dan negara. Karakter bangsa muncul
dilakukan dalam suasana belajar yang
dari komunitas-komunitas yang memiliki
menimbulkan rasa senang dan tidak
ikatan dan aturan yang jelas. Dalam hal ini
indoktrinatif.
pendidikan karaker bangsa berperan penting
Diawali dengan perkenalan terhadap membangun persamaan persepsi antar
pengertian nilai yang dikembangkan, maka komunitas sehingga terjalin komunitas yang
guru menuntun peserta didik agar secara aktif. memiliki karakter yang jelas dan kuat. Jika
Hal ini dilakukan tanpa guru mengatakan pendidikan pendidikankarakter bangsa gagal
kepada peserta didik bahwa mereka harus dalam membangun persepsi antar komunitas
aktif, tapi guru merencanakan kegiatan belajar maka yang akan terjadi adalah perpecahan dan
yang menyebabkan peserta didik aktif perbedaan serta akan memudarkan nilai-nilai
merumuskan pertanyaan, mencari sumber kebangsaan dan akan berdampak pada
informasi, dan mengumpulkan informasi dari hilangnya rasa kesatuan bangsa.
sumber, mengolah informasi yang sudah Dari banyak literatur ada bukti, perilaku
dimiliki, merekonstruksi data, fakta, atau nilai, masyarakat amat erat kaitannya dengan
menyajikan hasil rekonstruksi atau proses kualitas pendidikannya.Teori keterkaitan
pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai perilaku masyarakat dengan tingkat pendidikan
karakter pada diri mereka melalui berbagai menjadi tidak sepenuhnya berlaku, tapi yang
kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, bisa dijadikan instrumen untuk
dan tugas-tugas di luar sekolah. menjelaskannya adalah peranan pendidikan
dalam membangun karakter bangsa (character
Memperkuat Integrasi Nasional Melalui building). Sudah lebih dari setengah abad kita
Pendidikan Karakter merdeka, bahwa pembentukan karakter bangsa
Masyarakat Indonesia seperti kehilangan dalam arti yang sebenarnya tidak berjalan
prinsip dan nation dalam kehidupan berbangsa sebagaimana mestiny (Megawangi, 2003).
dan bernegara. Konsep Bhenika Tunggal Ika Dalam konteks memahami fenomena itu,
sudah mulai luntur dari jiwa-jiwa generasi menarik apa yang disarankan Unesco bahwa
sekarang. Proses yang terjadi saat ini, dapat pendidikan harus mengandung tiga unsur: (a)
memberikan pengajaran yang berarti bagi belajar untuk tahu (learn to know), (b) belajar
masyarakat Indonesia dalam mencari jati diri untuk berbuat (learn to do) dan (c) belajar
bangsa. Pada masa lalu, para pendiri bangsa ini untuk hidup bersama (learn to live together).
melakukan proses menjadi Indonesia dimulai Unsur pertama dan kedua lebih terarah
dari para elite dengan proses sukarela. Masing- membentuk having, agar sumberdaya manusia
masing menyatakan dirinya sebagai bagian mempunyai kualitas dalam pengetahuan dan
bangsa, dan lalu mencari unsur-unsur keterampilan atau skill. Unsur ketiga lebih

Pengembangan Karakter Bangsa melalui Pendekatan Terpadu di Sekolah guna Memperkuat Integrasi Nasional 17
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

terarah being menuju pembentukan karakter yang dipelajarinya. Pemerolehan makna


bangsa. Unsur-unsur itu menjadi amat penting menjadi ukuran dari setiap proses
dalam pembangkitan rasa nasionalisme, pembelajaran. Tak ada proses belajar, bila
penanaman etika berkehidupan bersama,dan belum menghasilkan rekonstruksi makna baru
termasuk berbangsa dan bernegara, yang dapat memberikan pencerahan bagi si
pemahaman hak asasi manusia secara benar, pembelajar. Dunia pendidikan kita lebih sering
menghargai perbedaan pendapat, tidak menggunakan tes yang mengukur ranah
memaksakan kehendak, pengembangan pengetahuan ketimbang untuk mengukur ranah
sensitivitas sosial dan lingkungannya. Hal itu afektif. Soal-soal pada saat ulangan atau ujian
merupakan beberapa unsur dari pendidikan nasional pun lebih banyak menuntut
karakter melalui belajar untuk hidup bersama kemampuan kognitif daripada mengukur ranah
(Sukardjo dan Komarudin, 2009). afektif, akibatnya produk pendidikannya,
output atau outcome, kurang memiliki
Reorientasi pendidikan perlu segera dilakukan moralitas yang baik. Tidak malu melakukan
yaitu dengan melakukan tinjauan atas korupsi, tidak takut berbuat dosa dan
pelaksanan pendidikan dan pembelajaran kesalahan, serta tidak resah bila berbuat
selama ini, pendidikan kita berjalan apa adanya kezaliman. Pendidikan karakter memerlukan
dengan output seadanya pula. Sehinga dalam metode khusus yang tepat agar tujuan
pembelajaran tidak terjadi internalisaisi ilmu pendidikan dapat tercapai. Di antara metode
dan sikap dalam kehidupan sehari-hari (Zurinal pembelajaran yang sesuai adalah metode
& Wahdi, 2006). Terjadinya parsialisasi ilmu keteladanan, metode pembiasaan, dan metode
pengetahuan telah mengakibatkan pendidikan pujian dan hukuman.
kurang bermakna. Banyak energi dan waktu
yang tebuang percuma, tapi kebermanfaatan DAFTAR RUJUKAN
dan kebermaknaan ilmu yang diajarkan tidak Barnawi dan M.Arifin (2012). Pendidikan
memberikan dampak yang berarti bagi Karakter untuk Generasi Bangsa
penanaman nilai-nilai dalam berbangsa. Indonesia. Insan Media: Jakarta.
Terjadinya pemisahan apa yang diajarkan di Dasim Budimansyah (2011). Pendidikan
sekolah dengan realita kehidupan membuat Karakter; Nilai Inti bagi upaya
pendidikan kita, kehilangan roh atau tidak Pembinaan Kepribadian Bangsa.
memiliki karakterbangsa dan terkesan Bandung: Widaya Aksara Press.
paradoxs. Muchsin, M. Bashori, Moh Sulthon, dan Abdul
Wahid (2010). Pendidikan Islam
Untuk itu paradigma pendidikan karakter Humanistik. Bandung: Refika
bangsa secara tepadu dan terintegrasi perlu Aditama.
digalakkan yaitu dengan memadukan antara Megawangi, Ratna (2003). Pendidikan
teori dan praktek, antara teks dan konteks, Karakter untuk Membangun
Masyarakat Madani. IPPK Indonesia
antara kognitif dan afektif. Pemisahan ini Heritage Foundation.
menyebabkan pemahaman menjadi parsial dan Sukardjo dan Komarudin (2009). Landasan
tepisah-pisah dan pelajaran hanya di pahami Pendidikan: Konsep dan Aplikasinya.
sebatas formalitas saja. Sehingga tidak ada Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
pengaruh yang berarti ketika orang belajar Thomas Lickona. 1993. ‘‘The Return of
tentang budi pekerti atau belajar tentang Character Education.’’ Educational
pancasila. Karena nilai yang diajarkan hanya Leadership, Vol. 51.
sebatas normatif saja. Pengoptimalisasi Winataputra. 2010. Jati Diri Pendidikan
pendidikan karakter secara terpadu dan integral Kewarganegaraan Sebagai Whana
Pendidikan Demokrasi, (Disertasi),
merupakan sesuatu yang harus diperhatikan Bandung: Program Pascasarjana UPI.
dan dilaksanankan secara maksimal, sehingga Zurinal & Wahdi Sayuti. 2006. Ilmu
pendidkan kita dapat menjawab tangtangan Pendidikan Pengantar & Dasar-
diisintegrasi bangsa kita. Dasar Pelaksanaan Pendidikan.
Jakarta: UIN Press.
KESIMPULAN Elmubarok dan Zuriah, 2011 Pendidikan
Pendidikan yang hakiki merupakan ikhtiat Moral & Budi Pekerti dalam
untuk memperoleh nilai hidup, bukan nilai Perspektif Perubahan Menggagas
angka sebagaimana lazimnya saat ini, tetapi Platform Pendidikan Budi Pekerti
Secara Kontekstual dan Futuristik.
menghasilkan makna dari setiap pengetahuan Jakarta: Bumi Aksara.

18 Maimun
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 19 – 26 ISSN 2338-9397

CARA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA


(Penelitian Kepada Guru-Guru SMAN 7 Banda Aceh)

Nurhayati Ahmad
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala

Abstrak

Agar prestasi belajar siswa selalu memuaskan dalam proses belajar mengajar (PBM) di
sekolah, maka guru-guru perlu meningkatkan kemampuan belajar siswanya, karena hal
ini sangat bermanfaat bagi bangsa dan negara dimasa-masa yang akan datang. Adapun
tujuan dalam penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan siswa tidak dapat meraih prestasi belajar yang memuaskan di sekolah. (2)
Ingin mengetahui pernahkah guru-guru SMAN 7 Banda Aceh berusaha meningkatkan
prestasi belajar siswa. (3) Ingin memperoleh informasi tentang cara-cara yang dilakukan
guru-guru SMAN 7 Banda Aceh sehubungan meningkatkan prestasi belajar siswa. Dari
hasil pengolahan data dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : faktor-faktor yang
menyebabkan siswa SMAN 7 Banda Aceh tidak mampu meraih prestasi belajar yang
memuaskan adalah: (1) Siswanya malas belajar. (2) Diberi tugas tidak mau mengerjakan.
(3) Siswa tidak memiliki buku pelajaran. (4) Sarana dan prasarana kurang tersedia. (5)
Siswanya tidak disiplin, inovatif dan kreatif. (6) Ada guru yang tidak memperhatikan
kemajuan belajar siswa. (7) Perbedaan kepribadian dan tingkat kecerdasan siswa. (8)
Tidak ada perhatian dari orang tua. Guru-guru pernah membangkitkan prestasi belajar
siswa. Setelah diadakan evaluasi baru jelas mana siswa yang maju prestasinya, mana
siswa yang tidak ingin maju. Selanjutnya siswa yang belum dapat meraih prestasi
dipanggil, lalu dituntun dibina dan diarahkan. Cara-cara yang dilakukan guru SMAN 7
Banda Aceh dalam neningkatkan prestasi belajar siswa yaitu: (1) Dengan cara
pendekatan. (2) Membangkitkan motivasi belajar mereka. (3) Dengan cara tanya jawab
(pancingan). (4) Dengan cara membagi-bagi tugas kelompok belajar. (5) Dengan cara
mengaitkan materi pelajaran dengan agama. (6) Diberikan support bagi siswa yang malas
mengikuti latihan olah raga. (7) Dengan cara menyuruh buat makalah kemudian
dipresentasikan. (8) Mengadakan konfirmasi dengan guru-guru lain. (9) Dengan cara
menuntun bagi siswa yang hanya dapat membaca saja tapi tidak faham apa arti dan
maksudnya.

Kata Kunci: Guru, Prestasi Belajar, Siswa

PENDAHULUAN Sudah sepantasnyalah seorang guru harus


Semua manusia yang menempuh liku-liku selalu berusaha dengan bermacam cara dalam
hidup di alam ini, selalu menginginkan hal-hal menempa setiap peserta didik supaya memiliki
yang baik dalam dirinya, mereka berlomba- sumber daya manusia (SDM) yang handal,
lomba dengan rasa haru dan gembira baik serta kecakapan, yang sangat diperlukan dalam
secara pribadi maupun kelompok agar dapat membangun bangsa dan negara. Hal ini seperti
memperoleh hasil yang memuaskan dari setiap yang dinyatakan Departemen Pendidikan dan
usahanya. Apa saja yang mereka kerjakan Kebudayaan (1984: 3) yaitu: (1) Mendidik
dengan tak henti-hentinya berharap semoga para siswa untuk menjadi manusia
mendapat hasil yang tinggi, sukses dalam pembangunan sebagai warga negara Indonesia
segala segi kehidupan di permukaan bumi ini. yang berpedoman pada Pancasila; dan (2)
Memberikan bekal kemampuan yang
Demikian juga bagi guru-guru yang diperlukan bagi siswa yang akan melanjutkan
melaksanakan tugas mengajar mencerdaskan pendidikan di Perguruan Tinggi.
peserta didik di sekolah agar dapat menjadi
manusia yang sempurna, bisa membantu Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara kelak. bahwa belajar merupakan persiapan bagi para

19
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

siswa sebagai generasi penerus bangsa yang semua pihak kalau hal seperti ini bisa terjadi,
dapat membangun negara yang lebih maju lagi makanya seorang guru tidak boleh menyia-
dibandingkan dengan masa lalu. Kemajuan nyiakan tugasnya dalam meningkatkan prestasi
bangsa dan negara kelak sangat dipengaruhi belajar siswa.
oleh keadaan pendidikan siswa masa kini. Oleh
karena itu, pendidikan bagi setiap manusia Agar para siswa dapat memperoleh prestasi
terutama bagi anak-anak muda (siswa) saat ini yang tinggi, tugas guru dalam meningkatkan
sangat diperlukan, jadi siswa-siswa sekarang prestasinya mutlak diperlukan, karena
tidak bisa melepaskan diri dari pendidikan, sebelumnya siswa tidak tahu bagaimana cara
karena dengan pendidikanlah siswa dapat belajar yang sebenarnya untuk meraih prestasi,
hidup layak dengan memperoleh kesejah- di sinilah guru harus berperan sebagai
teraan, kedamaian, ketentraman di manapun ia motivator, membangkikan motivasi belajar
berada. siswa, seperti yang dikatakan Ihsan (2005:45)
”Tugas pendidikan sekolah yang utama
Agar para siswa dapat menjadi manusia yang sekarang ialah mengajarkan bagaimana cara
cerdas, tangkas dan bijaksana kelak, sekarang belajar, menanamkan motivasi yang kuat
peran guru di sekolah sangat diperlukan. dalam diri anak untuk belajar terus-menerus”.
Seorang siswa bisa meraih prestasi belajar,
bukanlah suatu hal yang mudah diperolehnya, Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa
tapi banyak liku-liku dengan bersusah payah sekolah berkewajiban meningkatkan prestasi
yang harus dilalui, walaupun mereka selalu belajar siswa, dengan cara membimbing,
belajar siang dan malam tanpa henti-hentinya, mengajar, melatih, menuntun mengarahkan,
belum tentu para siswa dapat memperoleh dan menggerakkan atau membangkitkan
prestasi tinggi, karena mereka tidak tahu semangat belajar mereka. Semua hal ini harus
tentang cara-cara belajar yang sebenarnya agar sungguh-sungguh dilakukan oleh guru-guru
dapat memperoleh prestasi seperti yang dengan memperhatikan keaktifan belajarnya,
diinginkan. walaupun dalam situasi dan kondisi
kapanpun harus tetap dijalani oleh guru-guru
Guru dituntut harus berperan sebagai di sekolah. Agar semua siswa tidak mengalami
perancang bagi keberhasilan siswa dalam kegagalan belajar untuk mencari bekal dalam
meraih prestasi belajar yang tinggi di sekolah, kehidupannya sehingga dapat hidup mandiri
guru harus sanggup mengatur, mengarahkan dalam lingkungan masyarakat. Siswa itu pun
dan menggerakkan para siswa agar ia tahu akan dicintai dan disayangi karena berilmu
tentang cara-cara belajar yang semestinya pengetahuan dan memiliki SDM. Kalau guru-
supaya memperoleh hasil yang sangat guru mau menerapkan semua kegiatan yang
memuaskan. Kalau guru-guru tidak mau peduli berhubungan dengan cara-cara meningkatkan
tentang keadaan siswa belajar, sudah pasti prestasi belajar siswa, niscaya siswa pun akan
semua pekerjaan yang dilakukan para siswa dapat memperoleh hasil belajar yang sangat
akan menjadi sia-sia belaka, karena bukan memuaskan. Sungguh diperlukan dalam
prestasi tinggi yang diperoleh, tetapi kegagalan membangun bangsa dan tanah air. Guru-guru
yang didapat. dapat menuntun, menanam dalam diri siswa
agar mereka selalu mencintai tanah airnya
Tugas guru di sekolah bukan hanya mengajar sendiri, dapat bergaul dengan masyarakat
semata-mata, tetapi juga harus bisa mendidik bersama-sama saling tolong-menolong dengan
para siswa supaya menjadi manusia penuh keakraban antara satu dengan lainnya
pembangunan sebagai warga negara yang demi kemajuan daerah atau bangsanya. Guru-
berbudi pekerti luhur berjiwa Pancasila, guru janganlah membiarkan siswanya menjadi
berkarakter, agamis, berakhlakul karimah, anak nakal, berkeliaran entah kemana-mana,
memiliki moral yang terpuji, sikap yang bolos pada saat jam belajar bisa mengganggu
santun, sumber daya manusia yang berkualitas. tata tertib, peraturan-peraturan sekolahnya dan
Di samping itu, guru dapat memberi bekal masyarakat sekitarnya tempat ia berdomisili
kemampuan yang diperlukan siswa untuk baik siang maupun malam.
melanjutkan pendidikannya ke Perguruan
Tinggi. Bila nilai akhirnya (UN) sangat rendah Atas dasar pijakan itulah penulis tergugah
maka siswa tersebut tidak bisa diterima di ingin membuat penelitian ini dengan rumusan
Perguruan Tinggi manapun, betapa ruginya judul ”Cara Meningkatkan Prestasi Belajar

20 Nurhayati Ahmad
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Siswa (Penelitian Terhadap Guru-Guru SMAN kebutuhan mengandalkan manusia sebagai


7 Banda Aceh)”, karena kalau kejadian seperti alam penelitian, memanfaatkan metode
ini terus dibiarkan, suatu masa kelak siswa kualitatif dan mengadakan analisis data secara
sekarang akan dapat mengganggu induktif.”
ketenteraman masyarakat dan bangsa nanti.
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan
bahwa, penelitian kualitatif harus peneliti
METODE PENELITIAN sendiri yang terjun langsung ke lokasi
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif penelitian untuk mencari sumber datanya,
karena informasi yang dibutuhkan berada kemudian dalam pengolahan data lebih
dalam kondisi yang berlaku sekarang. difokuskan pada teori-teori yang relevan
Surachmad (1985:39) mengatakan: dengan masalah-masalah yang diteliti, jadi
“Penyelidikan deskriptif tertuju pada hasil analisisnya berupa uraian-uraian yang
pemecahan masalah yang ada pada masa sangat bermakna disusun secara sistematis
sekarang”. Karena penelitian terfokus kepada sesuai dengan data yang ada. Berarti penelitian
banyak ragam masalah-masalah yang sedang kualitatif sangat mengutamakan proses dari
berjalan pada masa kini dan bermanfaat juga pada hasil.
pada masa-masa yang akan datang hasil
penelitian ini. Penelitian ini mengambil lokasi di Kota Banda
Aceh, khususnya di SMAN 7 dalam jangka
Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam waktu 3 bulan, mulai bulan Januari sampai
penelitian ini adalah kualitatif, sebagai dengan Maret 2014, karena SMAN 7 sekarang
pertimbangan yang mana tugas-tugas guru merupakan salah satu sekolah favorit di Kota
salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan Banda Aceh, sehingga sudah menjadi sekolah
bangsa. Oleh karena itu, guru harus berusaha unggul. Jumlah guru-guru semuanya di SMAN
dengan bermacam-macam cara dalam 7 Banda Aceh sebanyak 63 orang, tetapi yang
meningkatkan hasil prestasi belajar siswa di menjadi subjek dalam penelitian ini adalah 6
sekolah. Karena siswa-siswa yang dapat orang guru yang terdiri dari: guru mata
meraih prestasi tinggi sekarang, suatu saat pelajaran Fisika 1 orang, guru mata pelajaran
kelak akan memimpin bangsa sebagai generasi Matematika 1 orang, guru mata pelajaran
penerus dari satu generasi ke generasi Kimia 1 orang, guru mata pelajaran Sejarah 1
berikutnya. orang, guru mata pelajaran Geografi 1 orang
dan guru mata pelajaran Olahraga 1 orang.
Nasution (1988:5) mengatakan tentang Karena semua guru-guru mata pelajaran
penelitian kualitatif, “Penyelidikan kualitatif tersebut terdiri dari 3 orang guru IPS dan 3
pada hakikatnya ialah mengamati dulu orang guru mata pelajaran IPA. Kesemua mata
lingkungan kehidupannya kemudian pelajaran ini baik IPS maupun IPA merupakan
berinteraksi dengan mereka, berusaha mata pelajaran yang sangat susah bagi siswa
memahami bahasa dan taksiran mereka tentang dalam meraih prestasi yang sangat
dunia sekitarnya. Untuk itu peneliti harus ke memuaskan.
lapangan dan berada di sana dalam waktu
cukup lama”. Berdasarkan uraian di atas Untuk memperoleh data dalam penelitian ini,
peneliti sudah melakukan penelitian ini dengan peneliti menggunakan teknik observasi,
cara peneliti sendiri yang terjun langsung ke wawancara dan studi dokumentasi. Selanjutnya
lapangan sebagai instrumen penelitian atau alat untuk lebih cermat dalam pengumpulan data
peneliti utama. Kemudian peneliti berusaha digunakan alat bantu (instrumen) yaitu
mengumpulkan data yang sebanyak-banyaknya pedoman observasi, pedoman wawancara dan
untuk dapat diisi dalam catatan-catatan yang studi dokumentasi.
kemudian di analisis satu persatu untuk
mengetahui hasil penelitian (laporan) disusun Setelah data terkumpul semuanya diolah
sesuai dengan data yang dikumpulkan, dengan tiga tahap yaitu: 1. Reduksi data, 2
menganalisisnya sejak awal penelitian ini display data 3 kesimpulan dan vertifikasi.
peneliti lakukan. Karena menurut Nasution (2004:106) tentang
Selanjutnya Moleong (2000:11) juga analisis data ”Tidak ada suatu cara tertentu
menjelaskan “Mengenai penelitian kualitatif yang dapat dijadikan pegangan bagi semua
berakar pada latar belakang alamiah sebagai penelitian. Salah satu cara yang dapat

Cara Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa 21


ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

dianjurkan ialah mengikuti langkah-langkah langsung kepada gurunya, guru sebagai tempat
berikut, yaitu reduksi data, display data, curahan hati bagi siswa.
menyimpulkan dan verifikasi”.
Walaupun ada siswa yang sanggup meraih
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN prestasi tinggi di SMAN 7 Kota Banda Aceh.
Dalam uraian berikut ini akan dibahas hasil Namun demikian masih terdapat beberapa
temuan di lapangan yang menyangkut tentang orang siswa yang belum memperoleh prestasi
sebab-sebab siswa tidak bisa meraih prestasi yang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh
belajar di sekolah, guru-guru pernah atau beberapa faktor, seperti yang dikatakan oleh
tidaknya meningkatkan prestasi siswa di guru yang mengajar mata pelajaran IPS dan
sekolah serta cara-cara yang dilakukan guru IPA, yaitu pada saat peneliti wawancara
dalam rangka meningkatkan prestasi belajar mengenai sebab-sebab siswa yang menurun
siswa. prestasinya, guru-guru menyatakan sebagai
berikut:
Informasi-informasi yang akan dibahas nanti a. Siswa sendiri malas belajar, artinya tidak
adalah berdasarkan data yang diperoleh ada kemauan untuk belajar;
melalui teknik observasi dan teknik b. Kalau diberi tugas tidak mau mengerjakan,
wawancara dengan guru-guru yang mengajar karena tidak disiplin;
matapelajaran IPS dan IPA semuanya c. Siswa tidak memiliki buku pelajaran;
berjumlah 6 orang. d. Sarana dan prasarana kurang tersedia di
sekolah;
1. Sebab-Sebab Siswa Tidak Bisa Meraih e. Siswa sendiri tidak kreatif dan inovatif;
Prestasi Belajar di SMAN 7 Banda f. Kadang-kadang dari guru juga kurang
Aceh memperhatikan kemajuan belajar siswa;
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tidak g. Perbedaan tingkat kecerdasan siswa, ada
semua siswa mengalami kegagalan dalam sangat pintar dan kurang pintar.
meraih prestasi belajar di sekolah, tetapi ada h. Tidak ada perhatian dari orang tua siswa di
juga siswa yang dapat meraih prestasi belajar rumah;
yang tinggi, hasil pengamatan peneliti pada
saat mengadakan observasi, peneliti Karena orang tua beranggapan gurulah yang
mengamati keadaan siswa baik sikapnya dan harus bertanggung jawab terhadap prestasi
karakternya, moral dan tingkah lakunya belajar anak di sekolah, karena pikirannya
semuanya dalam keadaan menyenangkan, seperti itulah maka orang tua siswa tidak mau
mereka mengikuti proses belajar mengajar tahu tentang pendidikan anak-anaknya lagi,
(PBM) dan latihan-latihan yang dibimbing bagus atau tidak prestasi anaknya itu
oleh guru, semua siswa pada saat peneliti semuanya sudah diserahkan pada guru,
amati dalam keadaan aktif, rajin dan patuh padahal orang tua sangat perlu memperhatikan
terhadap tata tertib, peraturan-peraturan yang semangat belajar anaknya di rumah, agar
telah diatur oleh guru-guru, semua siswa dapat anak-anaknya dapat memperoleh keinginan
melaksanakan dan mengikutinya dengan penuh dalam belajar, sehingga berhasil meraih
ketekunan dan kesabaran, tidak ada yang prestasi belajar yang sangat memuaskan.
melenceng dan bolos. Sulaiman (1988:145) menjelaskan, “Di
Indonesia pendidikan di sekolah merupakan
Pada saat jam istirahat peneliti tanggung jawab bersama antara pemerintah,
memperhatikan banyak siswa yang tidak orang tua dan masyarakat”.
membuang-buang waktu, dimana mereka
sambil istirahat ada yang belajar sambil Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami
membaca buku, ada juga yang menjumpai bahwa, pendidikan merupakan tanggung jawab
guru-guru di kantor dalam rangka bersama dalam rangka mendidik siswa berhasil
mengkonsultasi tentang masalah-masalah yang meraih prestasi belajar yang sangat
mereka hadapi. Peneliti memperhatikan guru memuaskan di sekolah, bukanlah tugas guru
dan siswa saling terbuka dan penuh keakraban, semata-mata tetapi juga orang tua siswa
tidak ada siswa yang takut berbicara dengan mempunyai peranan yang sangat penting
gurunya, semua masalah-masalah yang dalam membimbing dan membina anak-
dihadapi, mereka berani mencurahkan anaknya dalam rumah tangga supaya menjadi
anak yang berhasil, sukses dalam pendidikan.

22 Nurhayati Ahmad
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Di samping itu masyarakat juga harus mengenai pentingnya belajar secara terus-
bertanggung jawab terhadap pendidikan di menerus supaya meraih prestasi. Seiring
sekolah. Jadi pendidikan menjadi tanggung dengan hal demikian Mulyasa (2005:85)
jawab bersama baik di pihak guru, orang tua menyatakan: “(1) Menumbuhkan kesadaran
dan masyarakat sekitarnya. siswa tentang pentingnya belajar dalam
kehidupan, apa yang harus direncanakan dan
2. Guru-Guru SMAN 7 Banda Aceh dikelola secara sistematis; (2) memberikan
Pernah Melakukan Peningkatan kemudahan belajar kepada siswa, agar mereka
Prestasi Belajar Siswa dapat belajar dengan tenang dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, para menyenangkan”.
guru SMAN 7 Banda Aceh, baik guru-guru
yang mengajar mata pelajaran IPS, maupun Kesemua hal tersebut guru-guru harus dapat
guru-guru yang mengajar mata pelajaran IPA melaksanakannya pada saat berinteraksi
mereka sering melakukan peningkatan prestasi dengan siswa dalam menjalankan PBM di
terhadap siswa, seperti yang mereka katakan ruangan kelas, ini penting dilakukan oleh
pada peneliti, yaitu: guru-guru memberi kesadaran belajar bagi
Kami selalu memperhatikan kemampuan siswa bahwa pendidikan dan pembelajaran
belajar siswa, kami dapatkan ada siswa sangat diperlukan dalam meniti jalannya
yang sangat maju pendidikannya, ada juga kehidupan di alam ini. Sebagai seorang guru
siswa yang sangat sulit memperoleh harus dapat memberikan kemudahan belajar
kemajuan baik dalam segi pendidikan, kepada siswa, karena dengan cara seperti ini
maupun pada saat PBM berlangsung dan guru dan siswa bisa terjalin suasana yang
waktu mengikuti latihan-latihan yang penuh keakraban dan antusias, jadi sahabat
kami berikan kepada mereka. Hal ini karib dalam pergaulan antara guru dan siswa,
semua dapat kami ketahui setelah kami sehingga siswa pun bisa belajar dengan tenang
mengadakan evaluasi terhadap kinerja dan damai.
belajar mereka, pertama evaluasi proses,
kedua evaluasi sikap, ketiga evaluasi 3. Cara-Cara yang Dilakukan Guru
keterampilan dan keempat evaluasi SMAN 7 Banda Aceh Dalam
materi. Dari hasil evaluasi tersebut Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
jelaslah diketahui mana siswa yang bagus Hasil penelitian membuktikan bahwa, kepada
prestasinya dan mana yang belum bagus, siswa-siswa yang belum mampu meraih
kemudian baru kami panggil mereka prestasi tinggi karena ada beberapa faktor yang
untuk dibina dan diarahkan. menyebabkannya, seperti siswa sendiri yang
malas belajar, tidak mau mengerjakan tugas,
Dari hasil wawancara di atas menunjukkan, siswa tidak punya buku pelajaran, sarana dan
guru-guru SMAN 7 Banda Aceh, berarti selalu prasarana kurang tersedia di sekolah, siswa
memperhatikan keadaan kemajuan belajar sendiri tidak punya motivasi, tidak inovatif dan
siswanya, karena ini merupakan tugas dan kreatif, guru juga kurang memperhatikan
tanggung jawab guru dalam mendidik dan kemajuan belajar siswa, perbedaan kepribadian
mengajar serta melatih siswanya, guru-guru dan tingkat kecerdasan siswa, tidak ada
tidak boleh menyia-nyiakan tugasnya, tidak perhatian dari para orang tua siswa di rumah
mau tahu tentang keadaan siswanya rajin terhadap pendidikan anak-anaknya.
belajar atau tidak, prestasinya memuaskan
ataupun tidak. Hal ini bisa membuat siswa Kesemua siswa-siswa yang bermasalah ini,
tidak sadar diri tentang pentingnya belajar guru-guru tidak membiarkan begitu saja tetapi
secara terus-menerus supaya menjadi siswa tetap berusaha dengan bermacam cara dan
yang cerdas. Hal ini sesuai dengan penjelasan daya upaya menurut kemampuan dan
Budi Raharjo (2002:26) ”Faktor kunci kesanggupan guru masing-masing, agar
keberhasilan peningkatan mutu pendidikan kesemua siswa tersebut bisa menjadi siswa
adalah guru pengelola proses pembelajaran yang pandai dalam kelas sama seperti siswa-
sebagai penyelenggara dalam kelas”. siswa lain yang memiliki intelektual dan
Berdasarkan uraian di atas dapat dimengerti kecerdasan yang berprestasi tinggi, siswa
yang mana gurulah yang memegang peranan tersebut selalu dibina dan diarahkan, supaya
penting sebagai pengelola pembelajaran dalam hasil belajarnya lebih maju lagi dari
kelas untuk menumbuhkan kesadaran siswa

Cara Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa 23


ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

sebelumnya. Hal ini sesuai seperti yang memperoleh hasil yang sangat
dijelaskan oleh Sardiman (2006:13) adalah : memuaskan.
Guru dibutuhkan untuk membimbing, e. Dengan cara menyuruh membuat makalah,
memberi bekal yang berguna. Ia sebagai tiap-tiap siswa satu makalahnya kemudian
guru harus dapat memberikan sesuatu maju harus dipresentasikan. Bahannya
secara didaktis. Dengan tugasnya dicari sendiri melalui internet dan buku-
menciptakan situasi interaksi edukatif, buku bacaan, juga materinya disesuaikan
guru tidak cukup hanya mengetahui bahan berbasis lingkungan, akhirnya siswa bisa
ilmu pengetahuan yang akan dijabarkan meraih prestasi.
dan diajarkan pada siswa, tetapi juga f. Dengan cara membuat kondisi kelas yang
harus mengetahui dasar filosofis dan nyaman. hal ini seperti penjelasan
didaktiknya, sehingga mampu Hadiyanto (2004:152) yaitu: “Kalau guru
memberikan motivasi di dalam proses Indonesia ingin meningkatkan kualitas
interaksi dengan anak didik dan harus pendidikan, maka dapat dimulai dengan
memahami metodologi. memperbaiki iklim kelasnya”. Kemudian
juga Hadiyanto (2004:159) menyatakan:
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa, “Bahwa iklim kelas ikut mempengaruhi
disamping guru menguasai materi pelajaran prestasi belajar peserta didik”.
yang akan diajarkan pada siswa, guru juga g. Dengan cara memberi sanksi ringan kalau
harus tahu tentang cara-cara membangkitkan terdapat siswa yang tidak mau membuat
motivasi belajar siswa, juga harus dapat tugas, supaya siswa tersebut merasa malu
menerapkan metode mengajar yang sesuai sehingga mau berusaha meraih prestasi,
dengan materi. kemudian baru memberi pujian atas
keberhasilannya.
Mengenai cara-cara yang dilakukan oleh guru- h. Mengadakan konfirmasi dengan guru-guru
guru yang mengajar mata pelajaran IPA dan lain, karena pengaruh guru sangat besar
IPS dalam rangka meningkatkan prestasi dalam meningkatkan prestasi belajar
belajar siswa adalah seperti yang diperoleh siswa. Seperti yang dijelaskan oleh
dari hasil penelitian, menunjukkan: Rohani, dkk (1991:108), yaitu: “Guru dan
a. Dengan cara pendekatan diberikan kepada para peserta didik menunjukkan sebagai
anak yang bermasalah ini melebihi anak- dua sabjek pengajaran yang sama-sama
anak lainnya, akhirnya siswa tersebut lebih menepati status yang penting”.
bersemangat dalam belajar dan percaya Berarti guru dan peserta didik saling
diri (PD) dalam mengeluarkan pendapat berinteraksi antara satu dengan lainnya.
baik dalam diskusi kelompok maupun Guru tidak bisa mengajar tanpa ada murid,
dalam metode bermain berperan (drama) demikian juga murid tidak bisa belajar
sesama teman, yang disertai bimbingan kalau tidak ada guru.
dari guru-guru. i. Dengan cara menuntun dan mengarahkan
b. Membangkitkan motivasi belajar dengan bagi anak-anak yang hanya bisa membaca
cara-cara tertentu mulai saat membuka buku tapi tidak mengerti apa yang sudah
pelajaran seperti menarik minat dan dibacanya.
perhatian terhadap pokok bahasan dan j. Dengan cara mengaitkan materi pelajaran
tujuan yang ingin dicapai dalam PBM, dengan agama (Qur’an dan Hadis) sesuai
menggunakan media dan metode yang dengan Syariat Islam, membuat siswa
serasi, kemudian dalam menutup pelajaran sadar dan insaf bahwa belajar itu wajib.
siswa mengambil kesimpulan terhadap k. Bagi siswa yang malas dalam mengikuti
materi yang sudah dipelajari bersama- pendidikan olahraga, mereka disupport,
sama dengan guru. kata gurunya: “Bagi yang malas belajar
c. Dengan cara pancingan terlebih dahulu caranya digerakkan di bangkitkan
yaitu dengan mengajukan pertanyaan- motivasinya (support) akhirnya siswa yang
pertanyaan, kemudian dari tanya jawab ini malas tadi menjadi rajin mengikuti
siswa dapat meraih prestasi tinggi. latihan-latihan olahraga, sehingga
d. Dengan cara membagi-bagi kelompok berhasil”.
belajar, tiap-tiap kelompok diberi tugas
yang berbeda-beda dalam ruangan kelas, Hasil penelitian menunjukkan bahwa, siswa
akhirnya bisa mereka kerjakan dengan SMAN 7 unggul dalam bidang olah raga

24 Nurhayati Ahmad
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

atletik mendapat juara I tingkat Kota Banda PENUTUP


Aceh (Porda) dan Tingkat Provinsi dan juga di A. Kesimpulan
Pekan Olahraga Nasional (PON). Kemudian Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
karate juga unggul, maka seorang siswinya bahwa:
sedang ikut T.C di Jakarta. Selanjutnya unggul 1. Faktor-faktor yang menyebabkan siswa
dalam bidang seni tingkat Nasional mendapat SMAN 7 Banda Aceh tidak mampu
juara I Kesiswaan. Dalam bidang akademik meraih prestasi belajar yang memuaskan
mendapat 10 besar Olimpiade tingkat Kota di sekolah karena: (a) Siswa sendiri malas
Banda Aceh. Menurut OemarHamalik belajar, artinya tidak ada kemauan belajar.
(2008:127): (b) Kalau diberi tugas tidak mau
Banyak hal yang harus dilakukan oleh mengerjakan, karena tidak disiplin. (c)
guru-guru supaya pengajarannya berhasil Siswa tidak memiliki buku pelajaran. (d)
antara lain: Sarana dan prasarana kurang tersedia di
a. Mempelajari setiap murid di kelasnya; sekolah. (e) Siswa sendiri tidak inovatif
b. Merencanakan, menyediakan dan dan kreatif. (f) Kadang-kadang guru juga
menilai bahan-bahan belajar yang akan kurang memperhatikan kemajuan belajar
dan/atau telah diberikan; siswa. (g) Perbedaan kepribadian dan
c. Memilih dan menggunakan metode tingkat kecerdasan siswa berbeda-beda,
mengajar yang sesuai dengan tujuan ada yang sangat pintar dan ada juga yang
yang dicapai, kebutuhan dan kurang pintar. (h) Tidak ada perhatian dari
kemampuan murid dan dengan bahan- orang tua siswa di rumah.
bahan yang akan diberikan; 2. Guru-guru SMAN 7 Banda Aceh penah
d. Memelihara hubungan pribadi seerat melakukan peningkatan prestasi belajar
mungkin dengan murid; siswa. Baik guru-guru yang mengajar
e. Menyediakan lingkungan belajar yang mata pelajaran IPS maupun guru-guru
serasi; yang mengajar mata pelajaran IPA.
f. Membantu murid memecahkan Semuanya selalu memperhatikan
berbagai masalah; kemampuan belajar siswa, karena ada
g. Mengatur dan menilai kemajuan siswa yang sangat maju pendidikannya,
belajar murid; dan ada juga yang sangat sulit
h. Membuat catatan yang berguna dan memperoleh kemajuan baik dalam segi
menyusun laporan pendidikan; pendidikannya, maupun pada saat PBM
i. Mengadakan hubungan dengan orang berlangsung dan malas mengikuti latihan-
tua murid secara kontinyu dan penuh latihan. Kemudian diadakan evaluasi,
saling pengertian; baru jelas mana siswa yang bagus
j. Mengadakan hubungan dengan prestasinya dan mana yang belum bagus,
masyarakat secara aktif dan kreatif selanjutnya mereka dipanggil untuk
guna kepentingan pendidikan para dibina dan diarahkan.
siswa. 3. Cara yang dilakukan guru-guru SMAN 7
Banda Aceh dalam meningkatkan prestasi
Berdasarkan uraian di atas, guru-guru SMAN belajar siswa: (a) Dengan cara pendekatan
7 Kota Banda Aceh, berarti telah yang diberikan kepada siswa yang
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, bermasalah melebihi dari siswa-siswa
dalam rangka meningkatkan prestasi belajar yang berprestasi. (b) Membangkitkan
siswa sesuai dengan anjuran tersebut, yang motivasi belajar mereka. (c) Dengan cara
mana baik guru-guru yang mengajar mata pancingan terlebih dahulu yaitu dengan
pelajaran IPS dan mengajar mata pelajaran mengajukan tanya jawab dalam PBM. (d)
IPA semua bekerja dengan penuh kesadaran, Dengan membagi-bagikan kelompok
memiliki tanggung jawab dan disiplin, semua belajar. (e) Dengan cara mengaitkan
cara dilakukan agar siswa berhasil meraih materi pelajaran dengan agama sehingga
prestasi yang sangat memuaskan, karena ini siswa sadar. (f) Diberikan support bagi
merupakan harapan semua pihak, baik guru di siswa yang malas mengikuti latihan olah
sekolah, para orang tua siswa di rumah dan raga. (g) Memberi tugas membuat
anggota masyarakat di manapun mereka makalah kemudian masing-masing siswa
berada. mempresentasikannya. (h) Mengadakan
konfirmasi dengan guru-guru yang lain.

Cara Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa 25


ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

(i) Dengan cara menuntun bagi siswa Nasution, S. (1988). Metode Research ed 2.
yang dapat membaca saja tetapi tidak tahu Bandung: Remaja Rosda Karya.
apa artinya mereka tidak memahami.
_________. (2004), Metode Research, Jakarta:
Bumi Aksara.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian maka Hamalik Oemar (1986), Media Pendidikan,
rekomendasi yang perlu diberikan di sini yaitu: Bandung, Alumni.
1. Diharapkan kepada para guru, walaupun Rohani, A. dan Ahmadi, A. (1991). Pedoman
sangat sibuk karena banyaknya kegiatan- Penyelenggara Administrasi Pend-
kegiatan yang harus dilaksanakan baik di idikan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
sekolah maupun dalam rumah tangga dan
masyarakat, namun tugas meningkatkan Soelaiman, Darwis A. (1988) Pengantar
prestasi belajar siswa di sekolah harus Kepada Teori Dan Praktek
tetap diutamakan. Karena ini menyangkut Pengajaran, Semarang, Penerbit IKIP
masa depan masysrakat bangsa dan Semarang Press.
negara. Surachmad, W. (1985). Pengantar Penelitian
2. Kepada para guru diharapkan agar selalu Ilmiah. Bandung: Tarsito.
mengembangkan profesinya dalam bidang
pendidikan dan pengajaran, sebaiknya
sebelum mengajar guru-guru harus belajar
terlebih dahulu, supaya dapat menerapkan
semua kompotensi dalam PBM. Seperti
Kompotensi Paedagogiek, Kompotensi
Psychologies, Kompotensi Sosial dan
Kompotens Profesi.

REFERENSI
A.M. Sardiman (2006). Interaksi dan Motivasi
Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Budi Raharjo (2004). Pendekatan Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Bandung: Sinar
Biru Mandar Maju.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1984). Pedoman Pelaksanaan
Kurikulum SMA. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Hadiyanto (2004). Mencari Sosok
Desentralisasi Manajemen Pendidikan
di Indonesia. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Ihsan, Fuad (2005). Dasar-Dasar
Kependidikan. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Moleong, L. J. (2000). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Karya.
Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis
Sekolah Konsep Strategi dan
Implementasi. Bandung: Remaja
Rosda Karya.

26 Nurhayati Ahmad
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 27 – 36 ISSN 2338-9397

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF


TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DALAM
MATA PELAJARAN IPS TERPADU DI SMP NEGERI 3 UNGGUL
INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR
Martahadi1), Khairul Aswadi2), Eka Marlina3)
1)
Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Serambi Mekkah
e-mail: martahadi@gmail.com
2)
Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Serambi Mekkah
e-mail: khairoelaswadi@yahoo.com
3)
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Ekonomi FKIP Universitas Serambi Mekkah
e-mail: ekamarlina908@gmail.com

Abstrak

Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation merupakan salah satu model yang
diterapkan guru untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif ini lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam mencari
sendiri materi-materi pelajaran, baik melalui buku ajar maupun sumber lain. Peran guru
dalam model ini adalah sebagai fasilitator di kelas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu dengan materi konektivitas
antar ruang dan waktu di SMP Negeri 3 Unggul Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII. Dari populasi 5 kelas, hanya
dua kelas yang ditetapkan sebagai sampel, yaitu 36 orang siswa kelas VII-5 (kelas
eksperimen) dan 36 orang siswa kelas VII-4 (kelas kontrol). Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah teknik tes. Pengolahan data menggunakan teknik Classical
Experimental Design dengan rumus statistik uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berpengaruh
signifikan terhadap hasil belajar siswa di SMP Negeri 3 Unggul Ingin Jaya Kabupaten
Aceh Besar pada materi konektivitas antar ruang dan waktu.

Kata Kunci: IPS Terpadu, Model Kooperatif, Group Investigation, Hasil Belajar

PENDAHULUAN guru juga menjadi panutan bagi siswa, baik di


Peningkatan hasil belajar atau prestasi siswa dalam kelas maupun di luar kelas. Dalam hal
dapat dilakukan melalui proses pembelajaran ini, Djamarah (2010:51) mengemukakan
yang tepat. Pembelajaran yang tepat adalah bahwa, anak didik adalah setiap orang yang
pembelajaran yang dimulai dengan menerima pengaruh dari seseorang atau
perencanaan yang baik, yang dilakukan guru sekelompok orang yang menjalankan kegiatan
sebelum proses belajar mengajar dimulai pendidikan. Pembelajaran hendaknya
sampai kepada evaluasi proses pembelajaran memperhatikan kondisi individu anak karena
siswa. Dalam hal ini guru harus memilih merekalah yang akan belajar. Dengan
metode dan model yang sesuai dengan demikian, pembelajaran benar-benar dapat
kompetensi yang telah dirumuskan dalam merubah kondisi anak dari yang tidak tahu
perencanaan pembelajaran guna tercapainya menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi
tujuan pembelajaran yang diharapkan. paham serta dari yang berperilaku kurang baik
menjadi baik.
Gaya guru pada saat mengajar di kelas sangat
menentukan berhasil atau tidaknya proses Paradigma pembelajaran saat sudah bergeser
pembelajaran. Guru menjadi sosok yang dapat dari guru sebagai sumber pembelajaran
memberikan referensi atau transfer menjadi guru hanya sebagai fasilitator di kelas.
pengetahuan kepada siswa. Di samping itu, Hal ini menuntut siswa lebih aktif dalam

27
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

proses pembelajaran, sedangkan guru hanya terkait dengan mata pelajaran yang diampu. (d)
memfasilitasi prosesnya saja. Namun menyelenggarakan pembelajaran yang
demikian, di beberapa sekolah guru mengajar mendidik. (e) memanfaatkan teknologi
masih menggunakan model-model lama informasi dan komunikasi untuk kepentingan
dengan lebih banyak berceramah di depan pembelajaran. (f) memfasilitasi pengembangan
kelas. Guru lebih banyak berkutat dengan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan
teori-teori yang terdapat dalam buku ajar tanpa berbagai potensi yang dimiliki. (g) ber-
menghubungkan dengan dunia nyata. komunikasi secara efektif, empatik dan santun
Seyogyanya guru dapat belajar menemukan dengan peserta didik. (h) menyelenggarakan
pendekatan-pendekatan baru agar proses penilaian dan evaluasi untuk kepentigan
pembelajaraan lebih bermakna, sehingga tidak pembelajaran. (i) memanfaatkan hasi penilaian
membosankan peserta didik. dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
(j) melakukan tindakan efektif untuk
Solusi terhadap permasalahan di atas meningkatkan kualitas pembelajaran; (2)
sebenarnya telah dilakukan oleh kementerian Kompetensi Kepribadian, yang meliputi: (a)
pendidikan melaui perubahan dan bertindak sesuai dengan norma agama, hukum,
penyempurnaan kurikulum setiap tahunnya. sosial dan kebudayaan nasional. (b)
Namun usaha ini masih memerlukan kerja menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur,
keras semua pihak untuk mendukung berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik
terwujudnya standar pendidikan nasional yang dan masyarakat. (c) menampilkan diri sebagai
berkualitas sesuai dengan karakter dan budaya pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan
bangsa Indonesia. Hal ini sebagamana berwibawa. (d) menunjukkan atas kerja,
diutarakan Tirtarahardja dan La Sulo tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga
(2005:263) yang mengemukakan bahwa menjadi guru dan rasa percaya diri. (e)
pendidikan nasional Indonesia adalah menjunjung tinggi kode etik profesi guru; (3)
pendidikan yang berakar pada kebudayaan Kompetensi Sosial yang meliputi: (a) bersikap
bangsa Indonesia dan berdasar kepada inklusif, bertindak objektif serta tidak
pencapaian tujuan pembangunan nasional diskriminatif karena pertimbangan jenis
Indonesia. Sistem pendidikan nasional kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar
merupakan suatu keseluruhan yang terpadu belakang keluarga dan status sosial ekonomi.
dari semua satuan dan kegiatan pendidikan (b) berkomunikasi secara efektiv, empatik dan
yang saling berkaitan untuk mengusahakan santun dengan sesama pendidik, tenaga
tercapainya tujuan pendidikan nasional. pendidikan, orang tua dan masyarakat. (c)
beradaptasi ditempat tugas diseluruh Wilayah
Agar tercapainya tujuan pendidikan nasional, Republik Indonesia yang memiliki
maka LPTK harus mencetak guru-guru yang keberagaman sosial budaya. (d) berkomunikasi
memiliki kompetensi profesional sesuai dengan komunitas profesi sendiri dan profesi
dengan tuntutan dalam Undang-Undang No. lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain;
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. dan (4) Kompetensi profesional yang meliputi:
Dalam hal ini guru merupakan agen perubahan (a) menguasai materi, struktur, konsep dan
yang diharapkan menjadi ujung tombak pola fikir keilmuan yang mendukung mata
pencapaian tujuan pendidikan nasional. pelajaran yang diampu. (b) menguasai standar
kompetensi dan kompetensi dasar mata
Guru profesional adalah guru yang memiliki pelajaran yang diampu. (c) mengembangkan
standar kompentensi tertentu. Dalam Peraturan materi pembelajaran yang diampu secara
Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Nomor kreatif. (d) mengembangkan keprofesionalan
16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi secara berkelanjutan dengan melakukan
Akademik dan Kompetensi Guru, dijelaskan tindakan reflektif. (e) memanfaatkan teknologi
bahwa Standar Kompetensi Guru mencakup: informasi dan komunikasi untuk mengem-
(1) Kompetensi Pedagogik, yang meliputi: (a) bangkan diri.
menguasai karakteristik peserta didik dari
aspek fisik, moral, spiritual, sosial kultual, Salah cara untuk meningkatkan kompentensi
emosional dan intelektual. (b) menguasai teori profesional guru adalah dengan mengikuti
belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang penataran tentang kurikulum dan model-model
mendidik. c) mengembangkan kurikulum yang pembelajaran. Salah satu model pembelajaran

28 Martahadi, dkk
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

yang dapat dilakukan adalah model Masing-masing kelompok secara kooperatif


pembelajaran koperatif. Rusman (2012:202) membahas materi yang berisi materi temuan;
mengemukakn bahwa, pembelajaran koope- (e) Setelah selesai diskusi kelompok, masing-
ratif (Cooperative Learning) merupakan masing juru bicara menyampaikan hasil
bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar pembahasannya; (f) Guru memberikan
dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil penjelasan singkat sekaligus memberi
secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari kesimpulan; (g) Evaluasi; dan (h) Penutup.
empat sampai enam orang dengan struktur Senada dengan terssebut, Syaran, dkk dalam
kelompok yang bersifat heterogen. Riyanto Trianto (2009:80) langkah-langkah pelak-
(2010:267) pembelajaran kooperatif adalah sanaan model investigasi kelompok meliputi 6
model pembelajaran yang dirancang untuk (enam) fase, yaitu: (a) Memilih topik. Siswa
membelajarkan kecakapan akademik memilih subtopik khusus di dalam suatu
(academic skill), sekaligus keterampilan sosial daerah masalah umum yang biasanya di
(Social Skill) termasuk Interpersonal Skill. tetapkan oleh guru. Selanjutnya siswa
Senada dengan pendapat tersebut, Taniredja diorganisasikan menjadi dua sampai enam
(2012:55) mengemukakan bahwa pem- anggota tiap kelompok menjadi kelompok-
belajaran kooperatif (Cooperative Learning) kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi
merupakan sistem pengajaran yang memberi kelompok hendaknya seterogen secara
kesempatan kepada anak didik untuk bekerja akademis maupun etnis; (b) Perencanaan
sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas kooperatif. Siswa dan guru merencanakan
yang terstruktur. Pada dasarnya Cooperative prosedur pembelajaran, tugas dan tujuan
Learning mengandung pengertian sebagai khusus yang konsisten dengan subtopik yang
suatu sikap atau perilaku dalam bekerja atau telah dipilih pada tahap pertama; (c)
membantu di antara sesama dalam struktur Implementasi. Siswa menerapkan rencana
kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang yang telah mereka kembangkan di dalam tahap
terdiri dari dua orang atau lebih dimana ke dua. Kegiatan pembelajaran hendaknya
keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan
keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa
sendiri. kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda
baik di dalam atau di luar sekolah. Guru secara
Model pembelajaran kooperatif, membuat guru ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan
menjadi sosok yang tidak hanya sebagai menawarkan bantuan bila diperlukan; (d)
fasilitator yang akan mentransfer ilmu Analisis dan sintesis. Siswa menganalisis dan
pengetahuan, tetapi juga membangun penge- menyintesis informasi yang diperlukan pada
tahuan siswa. Proses pembelajaran ini lebih tahap ketiga dan merencanakan bagaimana
bermakna, karena siswa diajak berselancar informasi tersebut diringkas dan disajikan
dalam dunia nyata. Dengan demikian dapat dengan cara menarik sebagai bahan untuk
menemukan pengalaman-pengalaman baru dipresentasikan kepada seluruh kelas; (e)
yang langsung diterapkannya. Salah satu tipe Presentasi hasil final. Beberapa atau semua
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kelompok menyajikan hasil penyelidikannya
koperatif adalah tipe Group Investigation. dengan cara yang menarik kepada seluruh
Menurut Trianto (2009:78) pembelajaran kelas, dengan tujuan agar siswa yang lain
koperatif tipe Group Investigation atau saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan
investigasi kelompok merupakan model mereka dan memperoleh perspektif luas pada
pembelajaran kooperatif yang paling kompleks topik itu. Presentasi dikoordinasikan oleh guru;
dan paling sulit untuk diterapkan. Lebih lanjut dan (f) Evaluasi. Dalam hal kelompok-
Hanafiah dan Cucu Suhana (2009) kelompok menangani aspek yang berbeda dari
mengemukakan langkah-langkah yang dapat topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi
dilakukan dalam model pembelajaran Group tiap kontribusi kelompok terhadap kerja kelas
Investigation adalah sebagai berikut: (a) Guru sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang
membagi kelas dalam beberapa kelompok dilakukan dapat berupa penilaian individual
heterogen; (b) Guru menjelaskan maksud atau kelompok.
pembelajaran dan tugas kelompok; (c) Guru
memanggil ketuan-ketua kelompok untuk Pembelajaran Kooperatif tipe Group
mengambil satu materi tugas yang berbeda; (d) Investigation merupakan salah satu model

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Siswa 29
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

yang sering diterapkan guru dalam proses sampel secara strata atau tingkatan. Dari 5
pembelajaran untuk meningkatkan partisipasi kelas tesebut, penulis mengambil 2 kelas
siswa. Dimana pembelajaran kooperatif ini sebagai sampel yang memiliki tingkat prestasi
lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam yang kurang baik, yaitu kelas VII-4 dan kelas
mencari sendiri materi-materi pelajaran, baik VII-5. Kelas VII-5 berjumlah 36 siswa
melalui buku ajar maupun sumber lain. Peran sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-4 yang
guru dalam model ini adalah sebagai fasilitator berjumlah 36 siswa sebagai kelas kontrol.
di kelas.
Pengumpulan data dalam penelitian ini
Penilaian hasil belajar siswa dalam model dilakukan dengan menggunakan tes sebelum
pembelajaran Group Investigation dapat (pre-test) dan sesudah (post-test) dilaksana-
mengukur dengan baik aspek kognitif, afektif kannya pembelajaran, sehingga diperoleh data
dan psikomotorik siswa. Pengetahuan yang kuantitatif. Untuk memperoleh data primer
dimiliki akan lebih bermakna, karena siswa yang berkaitan dengan pembahasan ini, maka
bukan belajar menghafal materi pelajaran, penulis langsung menerapkan pembelajaran
melainkan belajar memahami materi pelajaran. kooperatif Group Investigation pada kelas
Di samping itu, guru juga dapat mengamati ekperimen. Hal ini sebagai usaha untuk
sikap dan keterampilan siswa dengan baik. Hal mendapatkan hasil pembelajaran dengan
ini sebagaimana diutarakan oleh Oemar menerapkan pembelajaran kooperatif tipe
(2003:160) yang mengemukakan bahwa, hasil Group Investigation. Sedangkan untuk kelas
belajar siswa meliputi tiga aspek, yaitu aspek kontrol penulis menerapkan pembelajaran
kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik. konvensional yaitu dengan cara berceramah
(1) aspek kognitif merupakan kemampuan dan tanya jawab. Kemudian penulis mencatat
kognitif siswa yang meliputi: pengetahuan, hasil tes yang nantinya akan diolah dengan
pemahaman, penerapan analisis sintesis dan rumus statistik.
evaluasi. (2) aspek afektif, meliputi:
penerimaan, partisipasi, penilaian, penentuan Data yang telah terkumpul, diolah dengan
sikap, organisasi, dan pembentukan pola menggunakan formula statistik melalui
hidup. (3) aspek psikomotor meliputi: persepsi, beberapa tahapan sebagai berikut:
kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan 1. Menyusun tabel distribudi frekuensi
terbiasa, gerakan kompleks, gerakan a. Rentang, yaitu data terbesar dikurangi
penyesuaian, dan kreativitas. data terkecil
b. Banyak kelas interval yang diperlukan,
Berdasarakan permasalahan di atas maka dapat menggunakan aturan Sturges,
penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh yaitu
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Banyak kelas = 1 + (3,3) log n
group investigation terhadap hasil belajar (Sudjana, 2005:47)
siswa dalam mata pelajaran IPS Terpadu di c. Panjang kelas interval, rumus:
SMP Negeri 3 Unggul Ingin Jaya Kabupaten =
Aceh Besar.
2. Mencari rata-rata ( ̅ ) tiap kelas

METODE PENELITIAN ̅= ∑ (Sudjana, 2005:67)
Penelitian ini adalah penelitian kuasai 3. Menghitung varians (S2 )
eksperimen yang dilakukan untuk mengetahui ∑ (∑ )
pengaruh dari percobaan terhadap subjek yang = ( )
dipilih oleh peneliti. Penelitian ini ( . 2005: 95)
dilaksanakan di SMP Negeri 3 Unggul Ingin
Jaya Aceh Besar pada tahun ajaran 2014/2015 Keterangan:
dengan menggunakan model pembelajaran ̅ = nilai rata-rata
kooperatif tipe group investigation. S2 = varians
n = banyaknya data
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh fi = ferkuensi untuk nilai xi yang
siswa kelas VII yang terdiri dari 5 kelas. bersesuaian
Dalam penelitian ini penulis mengambil xi = nilai ujian

30 Martahadi, dkk
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

4. Uji Normalitas Kriteria pengujian hipotesis:


Uji normalitas dilakukan untuk Terima Ha jika: thitung ≥ tabel pada taraf
mengetahui normal atau tidak sampel yang signifikan α=0.05 dan dk = (n1 + n2 - 2).
diteliti menggunakan rumus: Sebaliknya tolak Ha jika thitung ≤ tabel pada
taraf signifikan α=0.05.
( − )
= ( , 2005: 273)
Untuk uji pihak kanan, pasangan hipotesis nol
dan hipotesis alternatif adalah:
Keterangan: H0: Tidak terdapat pengaruh penggunaan
X2 = statistik chi kuadrat metode kooperatif tipe Group
Oi = frekuensi pengamatan. Investigation terhadap hasil belajar
Ei = frekuensi yang diharapkan siswa.
Ha: Ada pengaruh penggunaan metode
5. Uji Homogenitas kooperatif tipe Group Investigation
Menurut Mulyatiningsih (2013:92) apabila terhadap hasil belajar siswa.
harga F hitung lebih kecil atau sama
dengan F tabel (Fh ≤ Ft), maka H0 diterima
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dan Ha ditolak. H0 diterima berarti varians
homogen, atau varians antar kelompok Deskripsi Hasil Pre-Test
tidak ada perbedaan. Hasil penelitian mengenai hasil belajar siswa
pada materi konektivitas antar ruang dan
Uji homogenitas dilakukan untuk waktu diperoleh dari hasil pretest (tes awal).
mengetahui homogen atau tidak sampel Data pada tabel dibawah ini menunjukkan nilai
yang diteliti. Uji homogenitas siswa sebelum pembelajaran konektivitas antar
menggunakan rumus uji Fisher, yaitu: ruang dan waktu. Data tentang nilai pretest
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
= ( . 2005: 250)
ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:
1. Nilai Pre-test Kelas VII-5 (Kelas
Eksperimen)
Kriteria pengujian: Daftar distribusi frekuensi untuk kelas VII-5
Terima H0 jika F ≥ Fα (n1-1, n2-1) berarti (kelas eksperimen) dengan langkah-langkah
kedua data adalah homogen, dan tolak H0 sebagai berikut:
jika nilainya selain itu.
Tabel 1
6. Uji Hipotesis Daftar Distribusi Frekuensi Pre-test Kelas VII-5
(Kelas Eksperimen)
Untuk menguji hipotesis, dianalisis dengan
Nilai
menggunakan rumus statistik uji-t, pada fi xi fixi xi2 fixi2
Tes
taraf signifikan 5 % (0,05). Adapun rumus 20-26 7 23 161 529 3703
statistik uji-t menurut Sudjana (2005:239) 27-33 7 30 210 900 6300
adalah: 34-40 15 37 555 1369 20535
41-47 2 44 88 1936 3872
̅ − ̅ 48-54 2 51 102 2601 5202
=
1 1 55-61 3 58 174 3364 10092
+ Jumlah 36 243 1.290 10.699 49.704
( ) ( ) Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014
Dengan: =
∑ .
Nilai rata-rata ( ̅ ) = ∑
=
Keterangan: = 35,83
t = harga yang di cari ∑ (∑ )
Varians ( ) = ( )
x1 = nilai rata-rata tes kelas ekperimen
x2 = nilai rata-rata tes kelas kontrol ( . ) ( . )
=
( )
n1 = jumlah siswa kelas eksperimen
n2 = jumlah siswa kelas kontrol = ( )
S = varians siswa kelas eksperimen = = 99,4
S = varians siswa kelas
Simpangan baku = √99,4 = 9,96

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Siswa 31
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

2. Nilai Pretest Kelas VII-4 (Kelas Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014
∑ .
Kontrol) Nilai rata-rata ( ̅ ) = ∑
=
Daftar distribusi frekuensi untuk kelas VII- 4
= 78,86
(kelas kontrol) dengan langkah-langkah ∑ (∑ )
sebagai berikut: Varians ( ) = ( )
Tabel 2 ( . ) ( . )
=
Daftar Distribusi Frekuensi Pre-test Kelas VII-4 ( )
. . . .
(Kelas Kontrol) = ( )
Nilai .
fi xi fixi xi2 fixi2 = = 139
Tes
20-25 20 22,5 450 506,25 10125 Simpangan baku = √139 = 11,78
26-31 6 28,5 171 812,25 4873,5
32-37 3 34,5 103,5 1190,25 3570,75
38-43 3 40,5 121,5 1640,25 4920,75
2. Nilai Postest Kelas VII-4 (Kelas
44-49 1 46,5 46,5 2162,25 2162,25
Kontrol)
50-55 3 52,5 157,5 2756,25 8268,75
Daftar distribusi frekuensi untuk kelas VII- 4
Jumlah 36 225 1.050 9.067,5 33.921
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014
(kelas kontrol) dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
∑ .
Nilai rata-rata ( ̅ ) = ∑
= Tabel 4
= 29,17 Daftar Distribusi Frekuensi Pos-test Kelas VII-4
(Kelas Kontrol)
∑ (∑ ) Nilai
Varians ( ) = fi xi fixi xi2 fixi2
( ) Tes
( . ) ( . ) 45 – 51 3 48 144 2304 6912
= 52 – 58 3 55 165 3025 9075
( )
. . . . 59 – 65 4 62 248 3844 15376
= ( ) 66 – 72 10 69 690 4761 47610
.
= = 94,17 73 – 79 5 76 380 5776 28880
80 – 86 8 83 664 6889 55112
Simpangan baku = √94,17 = 9,70
87 - 93 3 90 270 8100 24300
Jumlah 36 483 2561 34.699 187.265
Deskripsi Hasil Pos-Test Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014
Hasil penelitian mengenai hasil belajar siswa
pada materi konektivitas antar ruang dan ∑ .
waktu diperoleh dari hasil postest (tes akhir). Nilai rata-rata ( ̅ ) = ∑
=
Data pada tabel dibawah ini menunjukkan nilai = 71,13
siswa sesudah pembelajaran konektivitas antar
rung dan waktu. Data tentang nilai postest
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol ∑ (∑ )
Varians ( ) = ( )
ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:
( . ) ( . )
1. Nilai postest kelas VII–5 (kelas = ( )
eksperimen) . . – . .
Tabel 3 = ( )
Daftar Distribusi Frekuensi Pos-Test Kelas VII- .
= = 145
5 (Kelas Eksperimen)
Nilai
fi xi fixi xi2 fixi2
Tes Simpangan baku 2 = √145 = 12,04
50 – 56 2 53 106 2809 5618
57 – 63 2 60 120 3600 7200 Uji Normalitas
64 – 70 3 67 201 4489 13467 Adapun tujuan dilakukan uji normalitas adalah
71 – 77 10 74 740 5476 54760 untuk menguji normal atau tidaknya hasil
78 – 84 6 81 486 6561 39366 penelitian, dengan rumus chi kuadrat:
85 – 91 7 88 616 7744 54208
92 – 98 6 95 570 9025 54150
Jumlah 36 518 2.839 39.704 228.769

32 Martahadi, dkk
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

̅
( − ) ( )= pada kelas eksperimen ̅
= ( , 2005: 273)
= 78,86 dan S2 = 11,78. Pada kelas
Langkah-langkah melakukan uji normalitas, kontrol ̅ = 71,13 dan S2 = 12,04.
adalah: 3. Untuk luas di bawah lengkungan
1. Menentukan nilai batas kelas (x) yaitu normal standar dari 0 ke Z, gunakan
untuk nilai tes terkecil dikurangi 0,5 tabel Z (Sudjana 2005:490).
dan untuk tes terbesar di tambah 0,5. 4. Menghitung frekuensi harapan (Ei).
2. Menentukan angka baku (Z) nilai Ei = A x n (n = 36 untuk kelas
dengan menggunakan rumus: eksperimen da n = 36 untuk kelas
kontrol).

Tabel 5
Daftar Uji Normalitas Kelas Eksperimen
Batas Frekuensi Frekuensi
Batas Luas
Nilai Tes Luas Diharapkan Pengamatan
Kelas (x) Zskor Daerah
Daerah (Ei) (Oi)
50 – 56 49,5 -2,49 0,4936 0,023 0,828 2
56,5 -1,89 0,4706
57 – 63 56,5 -1,89 0,4706 0,0674 2,4264 2
63,5 -1,30 0,4032
64 – 70 63,5 -1,30 0,4032 0,1452 5,2272 3
70,5 -0,70 0,2580
71 – 77 70,5 -0,70 0,2580 0,2142 7,7112 10
77,5 -0,11 0,0438
78 – 84 77,5 -0,11 0,0438 0,137 4,932 6
84,5 0,47 0,1808
85 – 91 84,5 0,47 0,1808 0,1769 6,3684 7
91,5 1,07 0,3577
92 – 98 91,5 1,07 0,3577 0,0938 3,3768 6
98,5 1,66 0,4515
Jumlah 36
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2014

Dari Tabel 5 di atas kemudian diolah = 1,65 + 0,07 + 0,94 + 0,67 + 0,23 + 0,06
menggunakan rumus chi kuadrat berikut:
+ 2,03

( − )
= = 5,65

(2 − 0,828 ) (2 − 2,4264) Maka = (1 − )( − 2)


= +
0,828 2,4264 = (1 − 0,05)(7 − 2)
(3 − 5,2272 ) = (0,95)(5)
+
5,2272
= 11,1
(10 − 7,7112 )
+
7,7112
(6 − 4,932) (7 − 6,3684 ) Jadi, dari hasil pengujian menghasilkan
+ + < (1 - α)(K - 2) yaitu 5,65 < 11,1. Hasil pengujian
4,932 6,3684
adalah terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa
(6 − 3,3768)
+ data kelas eksperimen berdistribusi normal.
3,3768

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Siswa 33
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Tabel 6
Daftar Uji Normalitas Kelas Kontrol
Batas Frekuensi Frekuensi
Batas Luas Luas
Nilai Tes Kelas Diharapkan Pengamatan
Zskor Daerah Daerah
(x) (Ei) (Oi)
45 – 51 44,5 -2,21 0,4864 0,038 1,368 3
51,5 -1,63 0,4484
52 – 58 51,5 -1,63 0,4484 0,0976 3,5136 3
58,5 -1,04 0,3508
59 – 65 58,5 -1,04 0,3508 0,1736 6,2496 4
65,5 -0,46 0,1772
66 – 72 65,5 -0,46 0,1772 0,1334 4,8024 10
72,5 -0,11 0,0438
73 – 79 72,5 -0,11 0,0438 0,2111 7,5996 5
79,5 0,69 0,2549
80 – 86 79,5 0,69 0,2549 0,1431 5,1516 8
86,5 1,27 0,3980
87 – 93 86,5 1,27 0,3980 0,0698 2,5128 3
93,5 1,85 0,4678
Jumlah 36
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2014

Dari Tabel 6 kemudian dapat diolah dengan Uji Homogenitas


menggunakan rumus chi kuadrat, yaitu: Langkah selanjutnya setelah data diketahui
memiliki distribusi normal, maka akan
( − ) dilakukan pengujian homogenitas yang mana
= data akan diuji berdasarkan kesamaan varians
kedua kelompok yang dilakukan dengan
metode uji fisher dengan taraf signifikan 5 %.
Adapun kriteria pengamatan adalah:
(3 − 1,368) (3 − 3,5136)
= + Varians kelas eksperimen: 99,4
1,368 3,5136
(4 − 6,2496) Varians kelas kontrol: 94,17
+
6,2496
(10 − 4,8024 ) =
+ ,
4,8024 =
(5 − 7,5996) (8 − 5,1516) ,
+ + = 1,05
7,5996 5,1516
(3 − 2,5128)
+ Selanjutnya menentukan Ftabel menggunakan
2,5128 taraf 0,05 dengan dk = N – 1.

= 1,94 + 0,07 + 0,80 + 5,62 + 0,88 = ∝( , )


+ 1,57 + 0,09 = , ( )
,
= 10,97 = , ( , )
= 1,75
Maka = (1 − )( − 2)
= (1 − 0,05)(7 − 2) Kriteria pengujian terima H0 jika F ≤
= (0,95)(5)
∝( , ) , maka data bersifat homogen.
= 11,1
Hasil perhitungan menunjukkan nilai Fhitung =
Jadi, dari hasil pengujian menghasilkan < 1,05, sedangkan Ftabel dengan dk pembilang
(1 - α)(K - 2) yaitu 10,97 < 11,1. Hasil pengujian dan penyabut masing-masing 35 dan 35
adalah terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa diperoleh = 1,75. Ini berarti pada daerah
data kelas eksperimen berdistribusi normal. penerimaan H0. Maka kelas eksperimen dan

34 Martahadi, dkk
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

kelas kontrol memiliki varians yang sama atau penggunaan metode kooperatif tipe group
homogen. investigation terhadap hasil belajar siswa pada
materi konektivitas antar ruang dan waktu.
Untuk mengetahui sejauh mana perbedaan Hasil penelitian, diketahui bahwa hasil belajar
hasil belajar siswa, maka akan dianalisis siswa pada materi konektivitas antar ruang dan
dengan menggunakan uji t. Sebelum mencari waktu dengan menggunakan model
thitung maka terlebih dahulu dicari simpangan pembelajaran kooperatif tipe Group
baku gabungan dengan dengan menggunakan Investigation lebih tinggi dari hasil belajar
rumus: siswa yang tidak menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Group
( − 1) + ( − 1) Investigation. Hal ini terlihat pada tabel nilai
= pretest dan postest kelas eksperimen (tabel 4.1
+ − 2
dan tabel 4.5) dan tabel nilai pretest dan
(36 − 1) 139 + (36 − 1) 145 postest kelas kontrol (tabel 4.3 dan tabel 4.7),
= yang memperlihatkan nilai tes awal dan tes
36 + 36 − 2
4865 + 5075 akhir kelompok ekperimen dan kelompok
= kontrol.
70
9940
= Pada awal pembelajaran siswa kelompok
70
= 142 eksperimen diberikan tes awal (pretest). Dari
= √142 tes awal ditemukan 3 siswa mendapat nilai
= 11,92 (20), 4 siswa mendapat nilai (25), 7 siswa
mendapat nilai (30), 9 siswa mendapat nilai
Dengan demikian dapat dihitung nilai t sebagai (35), 6 siswa mendapat nilai (40), 2 siswa
berikut: mendapat nilai (45), 2 siswa mendapat nilai
(50), 3 siswa mendapat nilai (60). Kemudian
̅ − ̅ diberikan perlakuan yaitu dua kali pertemuan
= pada materi konektivitas antar ruang dan
1 1
+ waktu dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe group
investigation, dan dilanjutkan dengan tes akhir
78,86 − 71,13
= (postest).
, 1 1
+
36 36 Hasil tes akhir menunjukkan adanya
7,73 peningkatan yaitu 1 siswa mendapat nilai (50),
= ,
√0,02 + 0,02 1 siswa mendapat nilai (55), 2 siswa mendapat
7,73 nilai (60), 1 siswa mendapat nilai (65), 2 siswa
= ,
√0,04 mendapat nilai (70), 10 siswa mendapat nilai
7,73 (75), 6 siswa mendapat nilai (80), 3 siswa
= mendapat nilai (85), 4 siswa mendapat nilai
11,92 (0,2)
7,73 (90), 6 siswa mendapat nilai (95). Hal yang
= sama juga dilakukan pada siswa kelompok
2,384
= 3,24 kontrol. Tes awal siswa kelompok kontron
mendapatkan hasil yaitu 7 siswa mendapat
Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf nilai (20), 13 siswa mendapat nilai (25), 6
signifikan α 0,05 dan dk = 70. Kemudian siswa mendapat nilai (30), 3 siswa mendapat
diperoleh ttabel = 1,99. Kriteria pengujian nilai (35), 3 siswa mendapat nilai (40), 1 siswa
adalah terima Ha jika thitung ≥ ttabel dan tolak Ha mendapat nilai (45), 2 siswa mendapat nilai
jika t mempunyai harga-harga lain. Dari hasil (50), 1 siswa mendapat nilai (55). Setelah dua
penelitian didapat thitung = 3,24. Hasil ini lebih kali pertemuan dalam pembelajaran materi
besar dari ttabel = 1,99, maka berada dalam konektivitas antar ruang dan waktu yang tidak
daerah penerimaan Ha. Kesimpulan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
diambil adalah thitung ˃ ttabel yaitu 3,24 ˃ 1,99 tipe group investigation, siswa diberikan tes
artinya terdapat pengaruh yang signifikan pada akhir.

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Hasil Belajar Siswa 35
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Hasil tes akhir kelompok kontrol menunjukkan Unggul Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar
1 siswa mendapat nilai (45), 2 siswa mendapat menerapkan metode pembelajaran kooperatif
nilai (50), 3 siswa mendapat nilai (55), 3 siswa group investigation dan tipe yang lain agar
mendapat nilai (60), 1 siswa mendapat nilai dapat membuat siswa lebih aktif dan lebih
(65), 10 siswa mendapat nilai (70), 5 siswa bermotivasi dalam belajar.
mendapat nilai (75), 6 siswa mendapat nilai
(80), 2 siswa mendapat nilai (85), 3 siswa
REFERENSI
mendapat nilai (90). Kedua kelompok belajar
siswa terjadi peningkatan, namun nilai Sardiman, AM (2004). Interaksi dan Motivasi
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
jauh berbeda, sehingga terjadi peningkatan Grafindo Persada.
yang signifikan terhadap kelompok Djamarah, Bahri Saiful (2010). Guru dan Anak
eksperimen. Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: Rineka Cipta.
Walaupun demikian nilai kelompok
eksperimen tetap lebih tinggi dibandingkan Oemar, Hamalik (2003). Metode Mengajar
nilai kelompok kontol, hal ini dimungkinkan dan kesulitan-Kesulitan Belajar.
karena siswa tidak mudah lupa dengan Bandung: Tarsito.
pengetahuannya karena siswa sendiri yang Hafiah, Nanang dan Cucu Suhana (2009).
membangun pengetahuannya, dan siswa Model-Model Pembelajaran.
merasa senang dengan kegiatan pembelajaran Bandung: PT Rafika Aditama.
kooperatif tipe group investigation karena Mulyatiningsih, Endang (2013). Metode
dapat membangkitkan minat, semangat dan
Penelitian Terapan Bidang
motivasi siswa untuk belajar IPS khususnya
Pendidikan. Bandung: Alfabeta
pada materi konektivitas antar ruang dan
waktu. Namun disini terdapat juga kelemahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
pembelajaran kooperatif tipe group Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
investigation dimana membutuhkan waktu 2007 Tentang Standar Kualifikasi
yang lama terutama bagi siswa yang kurang Akademik dan Kompetensi Guru.
mampu, sedangkan siswa yang mampu Riyanto, Yatim (2010). Paradigma Baru
kadang-kadang tidak sabar menanti temannya Pembelajaran sebagai Referensi bagi
yang belum selesai. Pendidik dalam Implementasi
Pembelajaran yang Efektif dan
KESIMPULAN Berkualitas. Jakarta: Kencana Prenada
Media Gruop.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di
SMP Negeri 3 Unggul Ingin Jaya Kabupaten Rusman, 2012. Model-Model Pembelajaran
Aceh Besar tentang pengaruh penerapan model Pengembangan Profesionalisme Guru.
pembelajaran kooperatif tipe group Bandung: PT Raja Grafindo Persada.
investigation terhadap hasil belajar siswa, Sudjana. 2005. Metode Statistika.
maka dapat diambil kesimpulan bahwa Bandung:Tarsito
terdapat pengaruh yang signifikan terhadap
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Taniredja, Tukiran dkk, 2012. Model-Model
group investigation pada materi konektivitas Pembelajaran Inovatif. Bandung:
antar ruang dan waktu terhadap hasil belajar Alfabeta
siswa di SMP Negeri 3 Unggul Ingin Jaya Tirtarahardja, Umar dan La Sulo, SL 2005.
Kabupaten Aceh Besar. Model pembelajaran Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT.
kooperatif tipe group investigation dipandang Rineka Cipta.
sebagai proses pembelajaran yang aktif, sebab
Trianto, 2009. Mendesain Model
siswa akan lebih banyak belajar melalui proses
Pembelajaran Inovatif-Progresif.
pembentukan, penciptaan, kerja dalam
Surabaya: Kencana Prenada Media
kelompok dan berbagi pengetahuan serta
Group.
tanggung jawab individu. Adapun guru
hanyalah sebagai fasilitator. Sebaiknya setiap Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
kegiatan belajar mengajar di SMP Negeri 3 Tentang Guru dan Dosen

36 Martahadi, dkk
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 37 – 44 ISSN 2338-9397

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM


SISTEM MANAJEMEN PENDIDIKAN SEKOLAH

Siraj
Dosen Program Studi Pendidikan Pendidikan Fisika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Almuslim
e-mail: raj.fisumuslim@gmail.com

Abstrak

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini sangat berkembang di masyarakat
terutama dalam bidang pendidikan. Teknologi informasi adalah sebuah teknologi yang
dipergunakan untuk mengelola data, meliputi didalamnya memproses, mendapatkan,
menyusun, menyimpan, memanipulasi data dengan berbagai macam cara dan prosedur
guna menghasilkan informasi yang berkualitas dan bernilai guna tinggi. Perkembangan
TIK pun terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Implementasi
TIK di sekolah akan memberikan kontribusi langsung kepada peningkatan proses
manajemen pembelajaran dan administrasi di sekolah. Selain itu TIK peluang untuk
mengembangkan bahan ajar, belajar mandiri, motivator bagi siswa untuk
mengembangkan kemampuannya dan sebagai alat untuk pengembangan profesi dan
mekanisme inovasi dalam sistem monitoring dan evaluasi proses dan hasil pembelajaran.
Uraian di atas menunjukkan bahwa penerapan TIK di sekolah merupakan solusi yang
paling tepat untuk menunjang peningkatan mutu sekolah termasuk keberhasilan
penerapan Kurikulum 2013 dan pencapaian standar nasional pendidikan. Dengan
pemanfaatan TIK, tenaga kependidikan dan stakeholders lainnya dapat meningkatkan
manajemen sekolah dan aliran informasi yang efisien untuk mendukung pencapaian
standar nasional pendidikan dan proses desentralisasi pendidikan di Indonesia.

Kata Kunci: teknologi, manajemen pendidikan, sekolah

PENDAHULUAN Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)


Perkembangan kajian teknologi pendidikan saat ini sangat berkembang di masyarakat.
menghasilkan berbagai konsep dan praktek Teknologi informasi adalah sebuah teknologi
pendidikan yang memanfaatkan media sebagai yang dipergunakan untuk mengelola data,
sumber belajar.seiring dengan kemajuan meliputi didalamnya: memproses,
teknologi yang mengglobal telah terpengaruh mendapatkan, menyusun, menyimpan,
dalam segala aspek kehidupan baik di memanipulasi data dengan berbagai macam
bidang ekonomi, politik, kebudayan seni dan cara dan prosedur guna menghasilkan
bahkan di dunia pendidikan. Harun (2009:108) informasi yang berkualitas dan bernilai guna
mengemukakan bahwa “Tekonologi tinggi. Perkembangan TIK pun terus
pendidikan merupakan seperangkat alat yang meningkat seiring dengan meningkatnya
mendukung proses belajar mengajar yang kebutuhan manusia.
berupa teknologi seperti : komputer, radio, TV,
mobil, OHP, infokus, dan media-media yang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
menggukan teknologi lainnya”. Pendidikan mengalami perkembangan yang amat pesat dan
harus mau mengadakan inovasi yang positif secara fundamental telah membawa perubahan
untuk kemajuan pendidikan dan sekolah. Tidak yang signifikan dalam percepatan dan inovasi
hanya inovasi di bidang kurikulum, sarana penyelenggaraan pendidikan di berbagai
prasarana, namun inovasi secara menyeluruh negara. Dharma (2007:1) mengemukakan
dengan menggunakan Teknologi Informasi dan bahwa terdapat tekanan TIK yang sangat besar
Komunikasi (TIK) dalam kegiatan pendidikan. terhadap sistem pendidikan secara global
Teknologi pendidikan dapat mengubah cara karena:
pembelajaran yang konvensional menjadi 1. Teknologi yang berkembang menyediakan
nonkonvensional. kesempatan yang sangat besar untuk

37
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

mengembangkan manajemen pendidikan pendidikan guna mendorong peningkatan


dan proses pembelajaran di sekolah; kualitas pendidikan.
2. Hasil belajar siswa yang spesifik dapat
diidentifikasi dengan pemanfaatan 1. Teknologi Informasi dan Komunikasi
teknologi baru tersebut; (TIK)
3. TIK memiliki potensi yang sangat besar Istilah Teknologi Informasi dan Komunikasi
untuk mentransformasikan seluruh aspek (TIK) mempunyai pengertian yang sama
di dalam pendidikan di sekolah dan dengan istilah Information and
memanfaatkannya untuk mencapai tujuan- Communication Technology (ICT). Teknologi
tujuan pembelajaran. Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup
dua aspek, yaitu teknologi informasi dan
Sejumlah negara telah mengintegrasikan TIK teknologi komunikasi. Teknologi Informasi
dalam perencanaan dan penyelenggaraan meliputi segala hal yang berkaitan dengan
pendidikan nasionalnya. Singapura misalnya, proses, penggunaan sebagai alat bantu,
telah menerapkan teknologi informasi manipulasi, dan pengelolaan informasi.
interaktif pada sistem persekolahan dengan Teknologi komunikasi mencakup segala hal
rasio satu komputer dua siswa. Sistem jaringan yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu
dibangun untuk menghubungkan pendidikan, untuk memproses dan mentrasfer data dari
dunia internasional, dunia industri berteknologi perangkat yang satu ke lainnya. Karena itu,
tinggi, dan dunia kerja. Beberapa negara telah penguasaan TIK berarti kemampuan
mengubah kultur pembelajaran dengan memahami dan menggunakan alat TIK secara
mengintegrasikan teknologi digital dalam umum termasuk komputer (Computer literate)
kegiatan belajar dan bekerja di sekolah. dan memahami informasi (Information
literate).
Peralihan kultur yang dimaksud di atas hanya
bisa terjadi kalau komunitas pendidikan Menurut Munir (2008:173) “Teknologi
memiliki komitmen yang kuat untuk Informasi dan Komunikasi (TIK) adalah segala
memanfaatkan TIK. Kelompok komunitas kegiatan yang terkait dengan pemprosesan,
tersebut adalah para praktisi pendidikan baik manipulasi, pengelolaan, san transfer atau
yang berkaitan dengan manajemen maupun pemindahan informasi antar media”. UNESCO
proses belajar mengajar pada semua tingkatan (Dharma, 2007:7) mengemukakan “TIK adalah
dan unit pendidikan, yang terdiri atas guru, teknologi yang digunakan untuk
kepala sekolah, pengawas, staf administrasi, berkomunikasi dan menciptakan, mengelola
pejabat dalam lingkungan departemen dan mendistribusikan informasi”.
pendidikan dan yang tak kalah pentingnya Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat
adalah para subjek pendidikan dari semua disimpulkan bahwa TIK merupakan berbagai
jenjang yang terdiri atas siswa dan mahasiswa. aspek yang melibatkan teknologi, rekayasa dan
teknik pengelolaan yang digunakan dalam
Dalam konteks ini, pemanfaatan TIK harus pengendalian dan pemrosesan informasi serta
direalisasikan untuk pengelolaan pendidikan penggunaannya, komputer dan hubungan
melalui otomasi sistem informasi manajemen mesin (komputer) dan manusia, dan hal yang
dan akademik berbasis TIK, dan sistem berkaitan dengan sosial, ekonomi dan
pengelolaan pembelajaran baik sebagai materi kebudayaan.
kurikulum, suplemen dan pengayaan maupun
sebagai media dalam proses pembelajaran Sejarah pemanfaatan TIK dalam pendidikan,
yang interaktif serta sumber-sumber belajar khususnya dalam pembelajaran sangat
mandiri yang inovatif dan menarik. dipengaruhi oleh perkembangan prangkat
Pendayagunaan TIK dalam manajemen keras TIK, khususnya komputer. Leinonen
pendidikan dan proses pembelajaran bertujuan (Dharma, 2007:8) membagi perkembangan
untuk menfasilitasi penyelenggara dan peserta tersebut kedalam 5 fase sebagaimana
dilustrasikan pada Gambar 1 berikut ini:

38 Siraj
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Gambar 1. Fase Perkembangan TIK


Sumber: Dharma (2007:8)

Berdasarkan Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa system). Bahkan saat ini sudah cukup banyak
fase pertama (akhir tahun 1970-awal 1980) paket seperti itu ditawarkan secara gratis
adalah fase programming, drill and practice. dalam bentuk open source. Konsep pedagogik
Fase ini ditandai dengan penggunaan yang mendasari adalah bahwa pembelajaran
perangkat lunak komputer yang menyajikan membutuhkan interaksi sosial antara siswa dan
latiha-latihan praktis dan singkat, khususnya siswa dan antara siswa dan guru. Dengan
untuk mata pelajaran matematika dan bahasa. perangkat lunak LMS, siswa dapat bertanya
Latihan-latihan ini hanya dapat menstimulasi kepada temannya atau kepada guru apabila dia
memori jangka pendek. tidak memahami materi yang telah dibacanya.

Fase kedua (akhir tahun 1980-awal 1990) Fase kelima (akhir tahun 2000) adalah fase
adalah fase computer based training (CBT) social software + free and open content. Fase
with multimedia (latihan berbasis komputer ini ditandai dengan banyaknya bermunculan
dengan multimedia). Fase ini adalah era perangkat lunak pembelajaran dan konten
keemasan CD-ROM dan komputer pembelajaran gratis yang mudah diakses baik
multimedia. Penggunaan CD-ROM dan oleh guru maupun siswa, yang selanjutnya
komputer multimedia ini diharapkan dapat diedit dan dimanipulasi sesuai dengan
memberikan dampak signifikan terhadap kebutuhan. Konsep pedagogik yang mendasari
proses pembelajaran, karena kemampuannya fase ini adalah teori kontstruktivis sosial.
menyajikan kombinasi teks, gambar, animasi, Dalam konteks ini, pembelajaran melalui
dan video. Konsep pedagogis yang mendasari komputer terjadi tidak hanya menerima materi
kombinasi kemampuan ini adalah bahwa dari internet saja misalnya, tapi dimungkinkan
manusia memiliki perbedaan. Sebagian bias dengan membagi gagasan dan pendapat.
belajar dengan baik kalau mempergunakan
indra penglihatan, seperti menonton Peranan TIK dalam pendidikan yang
film/animasi, sebagian lainnya mungkin lebih diuaraikan di atas mengisyaratkan bahwa
baik kalau mendengarkan atau membaca. pengembangan TIK untuk mendukung
peningkatan mutu pendidikan di Indonesia
Fase ketiga (awal tahun 1990) adalah fase adalah sesuatu yang mutlak. Dalam Renstra
Internet-based training (IBT) (latihan berbasis Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010-
internet. Pada fase ini, internet digunakan 2014, program pengembangan TIK bidang
sebagai media pembelajaran. Hanya saja, pada pendidikan akan dilaksanakan melalui tahap-
saat itu, masih terbatas pada penyajian teks dan tahap sebagai berikut:
gambar. Penggunaan animasi, video dan audio 1. Tahap pertama meliputi (a) merancang
masih sebatas ujicoba, sehingga dirasakan sistem jaringan yang mencakup jaringan
pemanfaatannya belum maksimal untuk dapat internet, yang menghubungkan sekolah-
menfasilitasi pembelajaran. sekolah dengan pusat data dan aplikasi,
serta jaringan internet sebagai sarana dan
Fase keempat (akhir tahun 1990-awal 2000) media komunikasi dan informasi di
adalah fase e-learning yang merupakan fase sekolah, (b) merancang dan membuat
kematangan pembelajaran berbasis internet. aplikasi database, (c) merancang dan
Sejak itu situs web yang menawarkan e- membuat aplikasi manajemen untuk
learning semakin bertambah, baik berupa pengelolaan pendidikan di pusat, daerah,
tawaran kursus dalam bentuk e-learning dan sekolah, dan (d) merancang dan
maupun paket LMS (learning management

Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Sistem Manajemen Pendidikan Sekolah 39
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

membuat aplikasi pembelajaran berbasis 2010-2014 dalam rangka pengembangan TIK


web, multimedia, dan interaktif. dalam pendidikan. Dalam merealisasikan
2. Tahap kedua meliputi (a) melakukan rencana ini, Kemendikbud membangun ICT
implementasi sistem pada sekolah-sekolah Center Kabupaten/Kota melalui Program
di Indonesia yang meliputi pengadaan Jardiknas yang terdiri atas jaringan komputer,
sarana/prasarana TIK dan pelatihan tenaga internet, dan TV Edukasi. ICT Center ini akan
pelaksana dan guru dan (b) merancang terkoneksi dengan sekolah-sekolah dan kantor
dan membuat aplikasi pembelajaran. dinas pendidikan sebagaimana digambarkan
3. Tahap ketiga dan keempat adalah tahap pada Gambar 2. Selain itu, guru perlu juga
memperluas implementasi sistem di diperlengkapi dengan pengetahuan dan
sekolah-sekolah. keterampilan yang cukup untuk menggunakan
perangkat TIK. Untuk itu, manajemen sekolah
Uraian di atas lebih berfokus pada tahapan- perlu mengetahui kesiapan dan pelatihan TIK
tahapan yang diharapakan dilakukan yang dibutuhkan guru.
Kemendikbud dalam kurung waktu tahun

Gambar 2. Jaringan ICT Center Kemendikbud


Sumber: Dharma (2007:11)

Penelitian tentang pengembangan TIK di pendidikan dan sekolah. Menurut


negara-negara maju dan sedang UNESCO (2004:23), “keempat pendekatan
berkembang menunjukkan bahwa ini merupakan tahapan kontinum yang
sekurang-kurangnya ada empat pendekatan diistilahkan dengan pendekatan emerging,
mengenai pemanfaatan TIK oleh sistem applying, infusing, dan transforming”.

Gambar 3. Model Kontinum Pendekatan Pengembangan TIK di Sekolah


Sumber: UNESCO (2004:23)

40 Siraj
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Berdasarkan kutipan tentang empat pendekatan Dalam konteks belajar mengajar dan kaitannya
mengenai pemanfaatan TIK oleh sistem dengan keempat pendekatan yang disebutkan
pendidikan dan sekolah, penjelasannya sebagai sebelumnya, terdapat pula 4 tahap yang
berikut: berkaitan dengan bagaimana guru dan peserta
didik mempelajari dan menemukan percaya
Pendekatan Emerging dicirikan dengan diri mereka dalam menggunakan TIK.
pemanfaatan TIK oleh sekolah pada tahap Menurut Dharma (2007:14) keempat tahap
permulaan. Pada pendekatan ini, sekolah baru tersebut yaitu: (1) Menemukan/mengenali
memulai membeli atau membiayai (discovering); (2) belajar bagaimana (learning
infrastruktur TIK, baik berupa perangkat keras how); (3) mengerti bagaimana dan kapan
maupun perangkat lunak. Kemampuan TIK (understanding how and when); dan (4)
guru-guru dan staf administrasi sekolah masih menjadi ahli (specializing) dalam penggunaan
berada pada tahap memulai eksplorasi perangkat TIK.
penggunaan TIK untuk tujuan manajemen dan
menambahkan TIK pada kurikulum. Pada Berdasarkan kutipan di atas, maka
tahap ini sekolah masih menerapkan sistem penjelasannya adalah sebagai berikut: Pada
pembelajaran konvensional, akan tetapi sudah tahap pertama, guru dan siswa baru mencoba
ada kepedulian tentang bagaimana pentingnya menemukenali fungsi dan kegunaan perangkat
penggunaan TIK tersebut dalam konteks TIK. Tahap ini berkaitan dengan tahap
pendidikan. emerging, yang menekankan pada kemelekan
TIK (ICT literacy) dan keterampilan dasar,
Pendekatan Applying dicirikan dengan sudah Tahap selanjutnya, belajar bagaimana
adanya pemahaman tentang kontribusi dan menggunakan perangkat TIK, menekankan
upaya menerapkan TIK dalam konteks pada bagaimana memanfaatkan perangkat-
manajemen sekolah dan pembelajaran. Para perangkat TIK tersebut dalam berbagai
tenaga pendidik dan kependidikan telah disiplin. Tahap ini meliputi penggunaan
menggunakan TIK untuk tugas-tugas yang aplikasi umum dan khusus TIK, dan berkaitan
berkaitan dengan manajemen sekolah dan dengan tahap applying. Tahap ketiga mengacu
tugas-tugas berdasarkan kurikulum. Sekolah pada pemahaman bagaimana dan kapan
juga sudah mencoba mengadaptasi kurikulum menggunakan perangkat TIK untuk mencapai
agar dapat lebih banyak menggunakan TIK tujuan tertentu, seperti menyelesaikan tugas-
dalam berbagai mata pelajaran dengan piranti tugas tertentu. Ini menekankan pada
lunak yang tertentu. kemampuan membaca situasi kapan TIK dapat
membantu, memilih perangkat yang sesuai
Pendekatan Infusing menuntut adanya upaya untuk tugas tertentu, dan menggunakan
untuk mengintegrasikan dan memasukkan TIK perangkat ini untuk memecahkan masalah
ke dalam kurikulum. Pada pendekatan ini, yang sebenarnya. Tahap ini berkaitan dengan
sekolah telah menerapkan teknologi berbasis pendekatan infusing dan transforming dalam
komputer di laboratorium, kelas, dan bagian hal pengembangan TIK. Tahap keempat
administrasi. Guru berada pada tahap mengacu pada bagaimana menjadi ahli dalam
mengeksplorasi cara atau metode baru di mana penggunaan perangkat TIK. Pada tahap ini,
TIK mengubah produktivitas dan pekerjaan siswa mempelajari TIK sebagai mata pelajaran
profesional mereka. yang membawa mereka untuk menjadi ahli.
Hal ini lebih mengarah kepada pendidikan
Pendekatan Transforming dicirikan dengan
kejuruan atau professional dan berbeda dengan
adanya upaya sekolah untuk merencanakan
tahap sebelumnya.
dan memperbaharui organisasinya dengan cara
yang lebih kreatif. TIK menjadi bagian integral 2. Implementasi Teknologi Informasi dan
dengan kegiatan pribadi dan kegiatan Komunikasi (TIK) dalam Pendidikan
profesional sehari-hari. Fokus kurikulum Dalam dunia pendidikan, banyak sekali
mengacu pada learner-centered (berpusat pada lembaga pendidikan yang telah berhasil
peserta didik) dan mengintegrasikan mata mengembangkan Teknologi Informasi dan
pelajaran dengan dunia nyata. TIK diajarkan Komunikasi dalam mendukung proses
sebagai mata pelajaran tersendiri dengan level pembelajarannya. Dunia, saat ini sedang
profesional dan disesuaikan dengan bidang- memasuki era yang ditandai dengan gencarnya
bidang pekerjaan. Sekolah sudah menjadi inovasi teknologi dan peluang ekonomi yang
pusat pembelajaran untuk para komunitasnya. belum pernah terbayangkan sebelumnya.

Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Sistem Manajemen Pendidikan Sekolah 41
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Perubahan-perubahan besar terjadi dalam menghitung proses pengolahan, penyimpanan


bidang teknologi, politik, sosial dan ekonomi. dan penyampaian informasi, akibatnya tiap
jaringan komunikasi beralih menjadi sentral
Menurut Sutedjo (Rochaety dkk, 2006:13) informasi dan bukan komputernya lagi.
gelombang teknologi dan informasi Pemanfaatan yang dulunya sangat terbatas,
berkembang melalui beberapa tahapan sebagai kini telah memasuki kedalam katagori
berikut : strategis, pengaruhnya pada kelangsungan
1. Gelombang pertama, Pemanfaatan TIK usaha tidak dapat dipungkiri lagi.
difokuskan untuk peningkatan
produktivitas dan memperkecil biaya 3. Implementasi Teknologi Informasi dan
2. Gelombang kedua, TIK difokuskan untuk Komunikasi (TIK) dalam Sistem
meningkatkan efektivitas penggunaan Manajemen Sekolah
komputer melalui pembangunan jaringan Seiring dengan diterapkannya kebijakan
komputer otonomi daerah, pengelolaan pendidikan pada
3. Gelombang ketiga, TIK difokuskan untuk tingkat sekolah juga mengalami perubahan
menghasilkan keuntungan lewat mendasar melalui gagasan penerapan
pembangunan program sistem informasi pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah
4. Gelombang keempat, TIK difokuskan (MBS) yang dianggap sebagai paradigma baru
untuk membantu proses pengambilan dalam pengoperasian sekolah. Pendekatan ini
keputusan dari data kualitatif memberi peran yang lebih luas kepada sekolah.
5. Gelombang kelima, TIK difokuskan Dengan kata lain, pendekatan ini memberikan
untuk meraih pelanggan (konsumen) otonomi lebih besar kepada sekolah sehingga
melalui pengembangan jaringan internet manajemen sekolah memiliki kewenangan
6. Gelombang keenam, TIK yaitu yang lebih besar dalam mengelola sekolahnya,
mengembangkan sistem jaringan tanpa sehingga sekolah lebih mandiri. Untuk itu,
kabel (wireless). Manajemen Berbasis Sekolah bertujuan untuk
meningkatkan semua kinerja sekolah
Dalam dunia pendidikan, keberadaan sistem (efektivitas, kualitas/mutu, efisiensi, inovasi,
informasi dan komunikasi merupakan salah relevansi, dan pemerataan serta akses
satu komponen yang tidak dapat dipisahkan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu.
dari aktivitas pendidikan. Dalam sebuah
lembaga pendidikan harus memiliki Untuk mewujudkan tujuan tersebut di atas,
komponen-komponen yang diperlukan untuk penerapan TIK perlu dipertimbangkan untuk
menjalankan operasional pendidikan, seperti membantu pelaksanaan manajemen sekolah
siswa, sarana dan prasarana, struktur yang lebih efektif dan efisien. Ruud (2005:3)
organisasi, proses, sumber daya manusia mengemukakan bahwa “Investasi TIK di
(tenaga pendidik), dan biaya operasi. sekolah-sekolah yang kemudian diikuti dengan
Sedangkan sistem komunikasi dan informasi pengembangan kompetensi guru dan siswa
terdiri dari komponen–komponen pendukung dalam bidang TIK dapat memperbaiki
lembaga pendidikan untuk menyediakan efektifitas pengelolaan sekolah serta
informasi yang dibutuhkan pihak pengambil meningkatkan kinerja (performance) akademik
keputusan saat melakukan aktivitas tenaga kependidikan dan peserta didik”. Hal
pendidikan. Menurut Zulfa (2010:5) peran TIK ini dapat dipahami karena penerapan TIK di
dalam dunia pendidikan adalah: “(1) TIK sekolah akan memberikan kontribusi langsung
sebagai keterampilan (skill) dan kompetensi; kepada peningkatan proses manajemen dan
(2) TIK sebagai infratruktur pedidikan; (3) administrasi, peluang untuk mengembangkan
TIK sebagai sumber bahan ajar; (4) TIK bahan ajar dan belajar mandiri, motivator bagi
sebagai alat bantu dan fasilitas pendidikan; (5) siswa untuk mengembangkan kemampuannya,
TIK sebagai pendukung manajemen dan sebagai alat untuk pengembangan profesi
pendidikan; dan (6) TIK sebagai sistem dan mekanisme inovasi dalam sistem
pendukung keputusan”. monitoring dan evaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
Teknologi informasi berbasis pada disiplin
ilmu-ilmu Informatika, Teknik komputer dan Uraian di atas menunjukkan bahwa penerapan
Manajemen informatika yang semuanya terikat TIK di sekolah merupakan solusi yang paling
dalam komputasi. Komputasi berarti pekerjaan tepat untuk menunjang peningkatan mutu
yang berkaitan dengan aktivitas hitung- sekolah termasuk keberhasilan penerapan

42 Siraj
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) informasi yang efisien untuk mendukung
dan pencapaian standar nasional pendidikan pencapaian standar nasional pendidikan dan
(SNP). Dengan pemanfaatan TIK, tenaga proses desentralisasi pendidikan di Indonesia
kependidikan dan stakeholders lainnya dapat sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.
meningkatkan manajemen sekolah dan aliran

Gambar 4. Skema penerapan TIK di sekolah dalam kaitannya


dengan pencapaian standar nasional pendidikan
Sumber : Dharma (2007:14)

Pada tingkat satuan pendidikan, semua Program-program aplikasi semacam ini telah
komponen yang terlibat dalam persekolahan banyak dikembangkan baik oleh persusahaan
perlu merespon positif dan merealisasikannya swasta yang bergerak dalam bidang teknologi
secara bertahap. Bagi kepala sekolah, usaha informasi, lembaga pemerintah, maupun
yang perlu dilakukan adalah mengupayakan individu. Kementerian Pendidikan Nasional
terciptanya manajemen sekolah berbasis TIK melalui Direktorat Pembinaan Sekolah
yang juga didukung oleh staf administrasi yang Menengah Atas Ditjen Manajemen Pendidikan
memiliki kemampuan TIK yang memadai. Dasar dan Menengah telah mengembangkan
Dalam penerapan manajemen sekolah berbasis sebuah perangkat lunak yang diberi nama
TIK, perangkat lunak tidak kalah pentingnya Paket Aplikasi Sekolah (PAS) yang dilengkapi
dengan perangkat keras TIK. Investasi dengan Buku Petunjuk Operasional Singkat,
perangkat keras tidak akan bermakna apabila yang dimaksudkan untuk membantu
tidak disertai dengan perangkat lunak. Yang administrasi sekolah. Perangkat lunak
menjadi focus perhatian pada bagian ini adalah semacam ini biasanya terdiri atas beberapa
program aplikasi sistem informasi sekolah modul aplikasi, yang bervariasi berdasarkan
yang dapat digunakan untuk menunjang kebutuhan sekolah, seperti Modul Penerimaan
pelaksanaan manajemen sekolah yang efektif Siswa Baru (PSB), Pasca PSB, Administrasi
dan efesien. Kepegawaian, Kesiswaan, Akademik,
Administrasi Akademik, dan Keuangan.
Modul-modul ini biasanya ditampilkan pada
Menu Utama program. Namun untuk
membuka program ini, biasanya pengguna
terlebih dahulu dibutuhkan untuk login dengan
memasukkan user name dan pasword.
Pengintegrasian TIK dalam sistem manajemen
sekolah diharapkan dapat memberikan manfaat
kepada seluruh pihak yang terkait di sekolah.
Manfaat tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
Manfaat bagi Pemerintah: (i) membantu
tersedianya database yang akurat serta arus
Gambar 5. Contoh login ke program Paket informasi yang efesien mengenai profil dan
Aplikasi Sekolah (PAS)
peta pendidikan di Indonesia, (ii) mempercepat
Sumber: Dharma (2007:15)
pemerataan pencapaian standar nasional

Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Sistem Manajemen Pendidikan Sekolah 43
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

pendidikan, (iii) membantu pengendalian bertujuan untuk menfasilitasi penyelenggara


penyelenggaraan pendidikan pendidikan dan peserta pendidikan guna
mendorong peningkatan mutu pendidikan.
Manfaat bagi Sekolah: (i) membantu sekolah
memperbaiki sistem manajemen dan
operasionalnya, (ii) membantu sekolah dalam KESIMPULAN
hal penyaluran informasi mengenai profil Berdasarkan pembahasan yang telah
sekolah dan hasil belajar siswa kepada orang dikemukakan, maka dapat disampaikan
tua dan stakeholder lainnya, (iii) membantu beberapa simpulan sebagai berikut:
sekolah untuk menyediakan sumber informasi 1. Teknologi Informasi dan Komunikasi
yang mutakhir dan relevan bagi guru dan siswa (TIK) merupakan berbagai aspek yang
Manfaat bagi Guru: (i) membuka peluang bagi melibatkan teknologi, rekayasa dan teknik
guru untuk mengembangkan bahan ajar yang pengelolaan yang digunakan dalam
berbasis TIK, menarik, inovatif dan pengendalian dan pemrosesan informasi
merangsang rasa ingin tahu siswa, (ii) serta penggunaannya, komputer dan
membantu guru untuk menyusun rencana hubungan mesin (komputer) dan manusia,
pembelajaran termasuk penyediaan sumber dan hal yang berkaitan dengan sosial,
belajar multimedia yang komprehensif dan ekonomi dan kebudayaan.
mutakhir, (iii) memudahkan guru untuk 2. Teknologi Informasi dan Komunikasi
memantau kemajuan belajar siswa, (iv) (TIK) memiliki banyak peran dalam dunia
memfasilitasi guru untuk menyusun laporan pendidikan, yaitu: TIK sebagai
dan mengkomunikasikannya dengan orang tua, keterampilan (skill) dan kompetensi,
(iv) membantu guru untuk melakukan sebagai infratruktur pedidikan, sebagai
penilaian hasil belajar berdasarkan authentic sumber bahan ajar, sebagai alat bantu dan
assessment. fasilitas pendidikan, sebagai pendukung
manajemen pendidikan, dan TIK sebagai
Manfaat bagi orang tua: (i) memantau aktivitas sistem pendukung keputusan.
dan hasil belajar anaknya di sekolah, (ii)
melihat tugas-tugas dari sekolah yang
diberikan kepada anak sehingga orang tua REFERENSI
dapat berperan serta dalam kegiatan belajar Dharma, Surya (2007). Pemanfaatan
anak, (iii) melihat berbagai program sekolah Teknologi Informasi dalam
yang dapat diikuti oleh siswa, (iv) menjadi Peningkatan Kualitas Pembelajaran
media interaktif antara sekolah, guru dan orang dan Manajemen. Jakarta: Direktorat
tua, dan (v) membantu pemantuaan proses Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik
pendidikan secara lansung. dan Tenaga Kependidikan Departemen
Manfaat bagi siswa: (i) membantu siswa untuk Pendidikan Nasional.
terampil menggunakan TIK dalam Harun, Cut Zahri (2009). Manajemen Sumber
kehidupannya, (ii) membantu siswa untuk Daya Pendidikan. Yogyakarta: Pena
melihat dan menelaah materi belajar per Persada.
pertemuan, (iii) membantu siswa untuk Munir (2008). Kurikulum Berbasis Teknologi
mengerjakan tugas-tugas dan ujian yang Informasi dan Komunikasi. Bandung:
diberikan oleh guru secara online, (iv) Alfabeta.
membantu siswa membangun kerja
kolaboratif, (v) memotivasi siswa untuk Nuh, Muhammad (2010). Rencana Strategis
mengembangkan pengetahuan dan (Renstra) Kementerian Pendidikan
keterampilan yang diperlukan seiring dengan Nasional tahun 2010-2014. Jakarta:
kemajuan di bidang sains dan teknologi. Kementerian Pendidikan Nasional.
Rochaety, Ety, dkk (2006). Sistem Informasi
Manfaat bagi komite sekolah: (i) memudahkan Manajemen Pendidikan. Jakarta:
pengurus komite untuk memantau dan
mengevaluasi program pendidikan di sekolah, Bumi Aksara.
(ii) memudahkan pengurus komite untuk Ruud, P (2005). School improvement through
berkomunikasi dengan tenaga pendidik dan ICT: Limitations and Possibilities.
kependidikan di sekolah, (iii) memudahkan Scotlandia: University of Edinburgh.
pengurus komite untuk terlibat dalam UNESCO (2004). Schoolnettoolkit. Bangkok:
menyusun dan merancang program UNESCO Asia and Pacific Regional
pengembangan pengelolaan sekolah dan Bureau for Education.
peningkatan mutu pembelajaran. Zulfa, Indana (2010). Dampak Teknologi
Implementasi Teknologi Informasi dan Informasi dan Komunikasi (TIK)
Komunikasi (TIK) dalam manajemen Terhadap Pendidikan. Bandung:
pendidikan sekolah dan proses pembelajaran Universitas Pendidikan Indonesia.

44 Siraj
Jurnal Serambi Edukasi│Vol.2 No.2 (2014): 45 – 55 ISSN 2338-9397

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN IPS TERPADU DI SMP/MTs


DAN PERMASALAHANNYA
Yenni Agustina
Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Serambi Mekkah
e-mail: yenniagustina_1988@yahoo.co.id

Abstrak

Pelaksanaanya pembelajaran IPS di SMP/MTs sebagian besar masih dilaksanakan secara


terpisah. Pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS
masih dilakukan sesuai dengan bidang kajian masing-masing (sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi) tanpa ada keterpaduan didalamnya. Hal ini tentu saja menghambat pencapaian
tujuan pembelajaran IPS itu sendiri yang dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena
sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang
ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hokum dan budaya). Hal ini
disebabkan antara lain: (1) kurikulum IPS itu sendiri tidak menggambarkan satu kesatuan
yang terintegrasi, melainkan masih terpisah-pisah antarbidang ilmu sisoal; (2) latar
belakang pendidikan guru masih merupakan guru disiplin ilmu masing-masing seperti
sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi dan antropologi sehingga masih sulit untuk
melakukan pembelajaran yang memadukan antardisiplin ilmu tersebut; serta (3) terdapat
kesulitan dalam pembagian tugas dan waktu pada masing-masing guru “Mata Pelajaran”
untuk pembelajaran IPS secara terpadu; (4) meskipun pembelajaran terpadu bukan
merupakan hal yang baru namun para guru disekolah tidak terbiasa melaksanakannya
sehingga dianggap hal yang baru. Jika pembelajaran IPS Terpadu belum bisa berjalan
sebagaimana mestinya yaitu memadukan mata pelajaran Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan
Ekonomi menjadi suatu kesatuan, maka lebih baik dipisahkan menjadi bidang studi
masing-masing.

Kata Kunci: Pembelajaran, IPS Terpadu

PENDAHULUAN Bidang Studi IPS Terpadu merupakan


Masa depan bangsa terletak pada tangan substansi pembelajaran pada tingkat Sekolah
generasi muda. Mutu bangsa dikemudian hari Menengah Pertama (SMP) berdasarkan
tergantung pada pendidikan yang diterima oleh struktur KTSP yang memadukan pelajaran
anak-anak sekarang, terutama melalui Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi
pendidikan formal yang diterima disekolah. menjadi suatu bentuk pembelajaran yang tidak
Apa yang akan dicapai disekolah , ditentukan berdiri sendiri-sendiri, melainkan menjadi
oleh kurikulum yang diterima di sekolah suatu kesatuan yang diajarkan secara terpadu
tersebut. Maka dapat dipahami bahwa menjadi satu bidang studi
kurikulum merupakan salah satu faktor dasar (Depdiknas,2006b:2).
yang sangat menentukan kemajuan pendidikan
dan perkembangan suatu bangsa. Saat ini kurikulum IPS untuk SMP telah
menyatukan seluruh ilmu-ilmu sosial dalam
KTSP mendefinisikan Pengetahuan Sosial satu bidang studi. Model pembelajaran terpadu
sebagai seperangkat fakta , peristiwa dan merupakan salah satu model implementasi
generalisasi yang berkaitan dengan perilaku kurikulum yang dianjurkan untuk
dan tindakan manusia untuk membangun diaplikasikan (BSNP,2006a:3).
dirinya, masyarakatnya, bangsanya dan
lingkungannya berdasarkan pada pengalaman Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasat
masa lalu yang dapat dimaknai untuk masa IPS di tingkat SMP, meliputi bahan kajian
kini dan antisipasi untuk masa yang akan Ekonomi, Sosiologi, Sejarah dan Geografi.
datang (Depdiknas,2006a:1). Bahan kajian ini menjadi Bidang Studi IPS,

45
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

yang bertujuan mengembangkan potensi disiplin ilmu masing-masing seperti sosiologi,


peserta didik agar peka terhadap masalah sejarah, geografi, ekonomi dan antropologi
sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sehingga masih sulit untuk melakukan
sikap mental positif terhadap perbaikan segala pembelajaran yang memadukan antardisiplin
ketimpangan yang terjadi, dan terampil ilmu tersebut; serta (3) terdapat kesulitan
mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari- dalam pembagian tugas dan waktu pada
hari baik yang menimpa dirinya sendiri masing-masing guru “Mata Pelajaran” untuk
maupun yang menimpa kehidupan masyarakat pembelajaran IPS secara terpadu; (4) meskipun
(Depdiknas,2006b:4). pembelajaran terpadu bukan merupakan hal
yang baru namun para guru disekolah tidak
Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan terbiasa melaksanakannya sehingga
unsur-unsur konseptual menjadi proses “dianggap” hal yang baru.
pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual
yang dipelajari dengan sisi bidang kajian yang Akan tetapi dalam kenyataannya saat ini,
relevan akan membentuk skema (konsep), secara umum pelaksanaan pembelajaran IPS
sehingga peserta didik akan memperoleh masih banyak dilaksanakan secara terpisah,
keutuhan dan kebulatan pengetahuan. sehingga pencapaian Standar Kompetensi dan
Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta Kompetensi Dasar masih dilakukan sesuai
kebulatan pandangan tentang kehidupan dan dengan kajian masing-masing mata pelajaran.
dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui Tanpa adanya keterpaduan di dalamnya. Hal
pembelajaran terpadu. ini disebabkan salah satunya kompetensi
akademik guru yang kurang memadai,
Guru sebagai pemegang kunci dalam proses sehingga guru lebih memberikan pembelajaran
pembelajaran sangat menentukan proses pada materi yang dikuasinya. Padahal
keberhasilan siswa. Guru hendaknya Kompetensi IPS Terpadu tidak hanya dalam
menciptakan kondisi pembelajaran yang satu materi pelajaran saja, melainkan
efektif yaitu mampu memahami karakteristik menterpadukan keseluruhan subjek dalam
siswa, menyiapkan materi secara baik sesuai bidang studi IPS. Sampai sekarang juga masih
dengan kurikulum yang berlaku, banyak dijumpai disekolah-sekolah yang
memanfaatkan media dan sumber belajar belum melaksanakan pembelajaran IPS secara
dengan baik,dan memilih metode yang tepat. terpadu, yaitu masih menggunakan metode
Pemilihan metode yang tepat ini penting lama, bidang studi IPS masih berdiri sendiri-
karena metode tersebut mampu mendidik sendiri. Padahal sesuai dengan kurikulum 2006
siswa menjadi subjek belajar yang berkembang (KTSP) untuk bidang studi IPS di jenjang SMP
dan terlibat langsung dalam pembelajaran. secara legal dan formal ditetapkan dengan
menggunakan model pembelajaran IPS
Namun demikian, pelaksanaanya pembelajaran Terpadu.
IPS di sekolah SMP/MTs sebagian besar masih
dilaksanakan secara terpisah. Pencapaian Namun sebagian konsep yang baru dalam
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar meningkatkan kualitas pendidikan,
mata pelajaran IPS masih dilakukan sesuai pembelajaran IPS Terpadu tidak mudah untuk
dengan bidang kajian masing-masing diterapkan secara universal. Bahkan
(sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi) tanpa pemerintah menargetkan untuk empat tahun
ada keterpaduan didalamnya. Hal ini tentu saja kedepan setelah penetapan berlakunya KTSP
menghambat ketercapaian tujuan IPS itu yang di dalamnya memuat untuk pembelajaran
sendiri yang dirumuskan atas dasar realitas dan IPS Terpadu secara menyeluruh. Pada tahun
fenomena sosial yang mewujudkan satu 2010 semua sekolah di Indonesia dapat
pendekatan interdisipliner dari aspek dan melaksanakan model pembelajaran IPS di
cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah, Indonesia dapat melaksanakan model
geografi, ekonomi, politik, hokum dan pembelajaran IPS Terpadu secara menyeluruh.
budaya). Hal ini disebabkan antara lain: (1) Pemerintah juga terus melakukan upaya
kurikulum IPS itu sendiri tidak kegiatan sosialisasi mengenai pelaksanaan
menggambarkan satu kesatuan yang pembelajaran IPS secara terpadu agar tujuan
terintegrasi, melainkan masih terpisah-pisah dan pelaksanaan pembelajaran IPS dapat
antarbidang ilmu sisoal; (2) latar belakang dilaksanakan dengan baik sesuai dengan
pendidikan guru masih merupakan guru pedoman KTSP .

46 Yenni Agustina
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Masih terjadi kesenjangan antara pelaksanaan PEMBAHASAN


pembelajaran IPS sesuai dengan pedoman Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
KTSP dengan kenyataan pelaksanaannya di Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu
sekolah. Padahal model pembelajaran IPS bahan kajian yang terpadu yang merupakan
Terpadu dapat diaplikasikan dengan baik penyerdehanaan, adaptasi, seleksi, dan
sesuai dengan pedoman KTSP, maka dapat modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-
menghantarkan peserta didik untuk dapat konsep dan keterampilan-keterampilan
memperoleh pengalaman langsung, sehingga Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi dan
dapat menambah kekuatan untuk menerima, Ekonomi (Purkur, 2001:9). Materi pelajaran
menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan IPS merupakan penggunakan konsep-konsep
tentang hal-hal yang dipelajarinya. dari ilmu sosial yang terintegrasi dalam tema-
tema tertentu. IPS menggambarkan interaksi
Oleh karena itu pemakalah berusaha untuk individu atau kelompok dalam masyarakat baik
menggali tentang permasalahan yang dihadapi lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
guru IPS dalam melaksanakan pembelajaran Interaksi antar individu dalam ruang lingkup
IPS secara terpadu. Nantinya diharapkan dapat lingkungan mulai dari yang terkecil misalnya
memberikan upaya pelaksanaan pembelajaran keluarga, tetangga, rukun tetangga atu rukun
IPS yang lebih baik, dengan upaya perbaikan warga, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten,
dan memberikan solusi dari permasalahan provinsi, Negara dan dunia (Puskur,2007:14).
yang ada. Dengan demikian, pelaksanaan Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam
pembelajaran IPS dapat dilaksanakan sesuai ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-
dengan pengertian dan tujuan model aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan
pembelajaran IPS Terpadu yang diharapkan. keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial
merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti
Berdasarkan uraian latar belakang masalah konsep peran, kelompok, institusi, proses
tersebut sehingga mengarahkan pemakalah interaksi, dan control sosial. Secara intensif
dalam menulis makalah ini dengan judul konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu
“Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu di sosial dan studi-studi sosial (Puskur, 2007:7).
SMP/MTs dan Permasalahannya”.

Sejarah Ilmu Politik


Ilmu
Geografi Ekonomi
Pengetahuan
Sosiologi Sosial Psikologi Sosial
Antropologii Filsafat
Gambar 1. Keterpaduan Cabang Ilmu Pengetahuan Sosial
Sumber: Puskur (2007:7)

Karakteristik Mata Pelajaran IPS pendekatan interdisipliner dan


Karakteristik mata pelajaran IPS SMP/MTs multidisipliner.
menurut Puskur (2007:6) antara lain sebagai d. Standar Kompetensi dan Kompetensi
berikut : Dasar IPS dapat menyangkut peristiwa dan
a. IPS merupakan gabungan dari unsur-unsur perubahan kehidupan masyarakat dengan
geografi, sejarah, ekonomi, hokum, politik, prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi
kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga dan pengelolaan lingkungan, struktur,
bidang humunaria, pendidikan dan agama. proses dan masalah sosial serta upaya-
b. Standar Kompetensi dan Kompetensi upaya perjuangan hidup, agar survive
Dasar IPS berasal dari struktur keilmuan seperti pemenuhan kebutuhan, kekuasaan,
geografi, sejarah, ekonomi, sosiologi yang keadilan dan jaminan keamanan.
dikemas sedemikian rupa sehingga e. Standar Kompetensi dan Kompetensi
menjadi pokok bahasan atau topik tertentu. Dasar IPS menggunakan tiga dimensi
c. Standar Kompetensi dan Kompetensi dalam mengkaji dan memahami fenomena
Dasar IPS juga menyangkut berbagai sosial serta kehidupan manusia secara
masalah sosial yang dirumuskan dengan keseluruhan.

Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu di SMP/MTs dan Permasalahannya 47


ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Tabel 1. Dimensi IPS dalam kehidupan manusia


Dimensi dalam
Ruang Waktu Nilai/Norma
kehidupan manusia
Area dan substansi Alam sebagai Alam dan kehidupan Kaidah atau aturan yang menjadi
pembelajaran tempat dan yang selalu berproses, perekat dan penjamin
penyedia potensi masa lalu, saat ini dan keharmonisan kehidupan manusia
sumber daya yang akan datang dan alam
Contoh kompetensi Adaptasi spasial Berpikir kronologis, Konsisten dengan aturan yang
dasar yang dan eksploratif prospektif, antisipatif disepakati dan kaidah alamiah
dikembangkan masing-masing disiplin ilmu
Alternative penyajian Geografi Sejarah Ekonomi, sosiologi/antropologi
dalam mata pelajaran

Tujuan Pembelajaran IPS perubahan yang terjadi begitu cepatnya.


Tujuan pembelajaran IPS Terpadu terdapat Perubahan banyak terjadi dalam berbagai
dalam empat kategori (Indriati,2009:20) antara sector kehidupan khususnya dalam kehidupan
lain adalah sebagai berikut : sosial. Untuk menyikapi perubahan-perubahan
a. Pengetahuan tersebut perlu adanya rumusan visi masa depan
Pengetahuan adalah kemahiran dan mata pelajaran IPS.
pemahaman terhadap sejumlah informasi
dan ide-ide. Tujuan pengetahuan ini IPS sebagai mata pelajaran yang mengkaji
membantu para siswa untuk belajar lebih berbagai perilaku dan interaksi manusia dalam
banyak tentang dirinya, fisiknya dan dunia kehidupan sosial, memiliki aspek keruangan
sosial. Misalnya, siswa dikenalkan dengan atau spasial. Aspek spasial dalam rumusan visi
konsep apa yang disebut dengan IPS ke depan harus menjadi landasan. Aspek
lingkungan alam, lingkungan buatan. spasial tersebut adalah lokal, nasional dan
Keluarga, tetangga dan lainnya. global atau internasional.

b. Keterampilan Visi mata pelajaran IPS dalam aspek lokal


Keterampilan adalah pengembangan adalah mata pelajaran IPS harus memiliki basis
kemampuan-kemampuan tertentu sehingga lokal. Basis lokal yang dimaksud adalah
digunakan pengetahuan yang keunggulan lokal yang dimiliki oleh suatu
diperolehnya. Beberapa keterampilan yang kelompok masyarakat dimana siswa berada
ada dalam IPS antara lain: keterampilan harus dijadikan pondasi dalam pengembangan
berpikir, keterampilan akademik, materi IPS. Pentingnya basis lokal agar
keterampilan penelitian, dan keterampilan pembelajaran IPS mampu melihat aspek
sosial. lokalitas dimana siswa berada. Aspek lokalitas
dapat berfungsi untuk membangun jati diri.
c. Sikap Perubahan-perubahan global yang menembus
Sikap adalah kemahiran mengembangkan berbagai sector kehidupan siswa tidak akan
dan menerima keyakinan-keyakinan mencerabut nilai-nilai lokal yang sudah lama
interaksi, pandangan-pandangan dan hidup dalam lingkungan sosial dimana siswa
kecenderungan tertentu. tinggal. Pemaknaan lokal bukan disikapi
dengan sikap pelestarian, akan tetapi lebih
d. Nilai pada pengembangan. Nilai-nilai lokal perlu
Nilai adalah kemahiran memegang dikembangkan dan menjadi materi IPS.
sejumlah komitmen yang mendalam,
mendukung ketika sesuatu dianggap Aspek nasional dalam kurikulum IPS ke depan
penting dengan tindakan yang tepat. yaitu mata pelajaran IPS tetap harus
menanamkan nilai-nilai kebangsaan.
Visi Mata Pelajaran IPS Nasionalisme merupakan konsep politik yang
Visi dalam mata pelajaran IPS adalah terbentuk karena adanya latarbelakang sejarah
bagaimana kurikulum IPS yang diinginkan yang sama. Kesamaan latar belakang sejarah
dimasa yang akan datang. Masa akan datang yang sama harus dapat menanamkan rasa
yang dimaksud adalah perubahan yang memiliki Negara RI, kecintaan terhadap
diharapkan dalam jangka panjang. Hal ini bangsa bukanlah merupakan doktrin ideologi
perlu dirumuskan mengingat perubahan- Negara yang bersifat pasif dan dogmatis, akan

48 Yenni Agustina
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

tetapi merupakan doktrin yang bersifat Pembelajaran Terpadu dalam IPS


dinamis, artinya doktrin yang senantiasa Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS
menghadapi perubahan-perubahan yang disebut dengan pendekatan interdisipliner.
sedang dan akan terjadi. Hal ini perlu Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya
ditanamkan dengan harapan agar ketahanan merupakan suatu sistem pembelajaran yang
diri sebagai warga Negara dapat terjaga ketika memungkinkan peserta didik baik secara
menghadapi gelombang perubahan . perubahan individual maupun kelompok aktif mencari,
yang menembus berbagai sendi kehidupan menggali, dan menemukan konsep serta
siswa jangan sampai mencabut rasa prinsip-prinsip secara holistik dan otentik
kebangsaannya. Seorang siswa dapat bergaul (Depdiknas,2006b:3). Salah satu diantaranya
dalam komunitas global tetapi dia tetap adalah memadukan Kompetensi Dasar.
sebagai warga Negara bangsa. Melalui pembelajaran terpadu peserta didik
dapat memperoleh pengalaman langsung,
Kurikulum IPS sebagai mata pelajaran yang sehingga dapat menambah kekuatan untuk
mempelajarai berbagai kehidupan masyarakat menerima, menyimpan dan memproduksi
yang kompleks haruslah dapat mengadopsi kesan-kesan tentang hal-hal yang
keragaman yang ada pada masyarakat bangsa dipelajarinya. Dengan demikian peserta didik
Indonesia. Pengakuan terhadap eksistensi terlatih untuk dapat menemukan berbagai
keragaman haruslah ditanamkan kepada diri konsep yang dipelajari.
siswa. Keragaman harus diakui sebagai realitas
objektif yang ada dalam kehidupan masyarakat Depdiknas (2006:10) menjelaskan IPS
Indonesia. merupakan integrasi dari berbagai cabang-
cabang ilmu sosial seperti, sosiologi, sejarah,
Dalam hal ini perlu dikembangkannya konsep geografi, ekonomi, politik, hokum dan budaya.
multikultur dalam melihat realitas masyarakat IPS dirumuskan atas dasar realitas dan
Indonesia yang beragam. Hal yang harus fenomena sosial yang mewujudkan satu
dilakukan dalam melihat keragaman ini adalah pendekatan interdisipliner dari aspek dan
perlu dicari relasi di antara keragaman. cabang-cabang ilmu sosial tersebut. IPS atau
Keragaman jangan disikapi dengan sikap studi sosial itu merupakan bagian dari
dikhotomi, yang membedakan secara tajam kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi
antara satu budaya dengan budaya yang lain, materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial :
apalagi sampai menafikan terhadap eksistensi sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik,
budaya yang lainnya. Sikap di khotomi antropologi, filsafat dan psikologi sosial.
tersebut dapat menimbulkan masalah sosial
yaitu terciptanya konflik sosial secara Depdiknas (2006b:10) menjelaskan tentang
horizontal. Eklusivisme budaya harus model integrasi pembelajran IPS Terpadu ada
dihindari, tetapi harus dibangun inklusivisme. 3 macam yaitu sebagai berikut :
1. Model integrasi berdasarkan topik
Aspek visi dalam konteks global adalah Dalam pembelajaran IPS keterpaduan
kurikulum IPS harus bisa membaca dapat dilakukan berdasarkan topik yang
kecenderungan yang terjadi pada era terkait, misalnya “kegiatan ekonomi
globalisasi. Ciri dari globalisasi adalah penduduk”. Kegiatan ekonomi penduduk
terjadinya akselerasi perubahan yang ditandai dalam contoh yang dikembangkan ditinjau
dengan kemajuan teknologi informasi. dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup
Teknologi informasi telah menghilangkan dalam IPS. Kegiatan ekonomi penduduk
batas-batas geografis antara wilayah atau dalam hal ini ditinjau dari persebaran dan
belahan dunia. Selain itu, globalisasi telah kondisi fisik geografis yang tercangkup
menciptakan masyarakat yang semakin dalam disiplin ekonomi dan geografi.
kompetitif. Oleh sebab itu kurikulum IPS harus
mampu menciptakan siswa menjadi warga Skema berikut memberikan gambaran
dunia yang memiliki keunggulan kompetitif. keterkaitan suatu topik atau tema dengan
berbagai disiplin ilmu yaitu :

Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu di SMP/MTs dan Permasalahannya 49


ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

GEOGRAFI
Mendeskripsikan pola kegiatan
SEJARAH
Sejarah ekonomi penduduk, penggunaan
1. Mendeskripsikan perkembangan
Geografi lahan dan pola permukiman,
masyarakat, kebudayaan, dan
berdasarkan kondisi fisik
pemerintahan pada masa Hindu-
Kegiatan permukaan bumi.
Budha, serta peninggalan-
EkonomiPenduduk
peninggalannya
Sosiologi
2. Mendeskripsikan perkembangan
Ekonomi
masyarakat, kebudayaan dan EKONOMI
pemerintahan pada masa Islam di 1. Mendeskripsikan peran badan
Indonesia serta peninggalan- usaha, termasuk koperasi,
peninggalannya. sebagai tempat
berlangsungnya proses
3. Mendeskripsikan perkembangan produksi dalam kaitannya
masyarakat, kebudayaan, dan SOSIOLOGI dengan pelaku ekonomi dan
pemerintah pada masa kolonial 1. Mengidentifikasi bentuk-bentuk distribusi barang dan jasa
Eropa interaksi sosial.
2. Mengungkapkan gagasan
2. Menguraikan proses interaksi kreatif dalam tindakan
sosial ekonomi untuk mencapai
kemandirian dan
kesejahteraan.

Gambar 2. Model Integrasi IPS berdasarkan Topik/Tema


Sumber: Depdiknas (2006b:10)

Secara sosiologis, kegiatan ekonomi penduduk 3. Model integrasi berdasarkan


dapat mempengaruhi interaksi social di permasalahan
masyarakat atau sebaliknya. Secara historis Model pembelajaran terpadu pada IPS
dari waktu ke waktu kegiatan ekonomi yang lainnya adalah berdasarkan
penduduk selalu mengalami perubahan. permasalahan yang ada, contohnya adalah
Selanjutnya penguasaan konsep tentang jenis- “Tenaga Kerja Indonesia”. Pada
jenis kegiatan ekonomi sampai pada taraf pembelajaran terpadu, tenaga kerja
mampu menumbuhkan kreatifitas dan Indonesia ditinjau dari berbagai faktor
kemandirian dalam melakukan tindakan social yang mempengaruhinya.
ekonomi dapat dikembangkan melalui Diantaranya adalah faktor geografi,
kompetensi yang berkaitan dengan ekonomi. ekonomi, sosiologi dan sejarah.

2. Model Integrasi berdasarkan Potensi Dari skema model integrasi IPS di atas dapat
Utama diketahui bahwa suatu permasalahan social
Keterpaduan IPS dapat dikembangkan yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat
melalui topik yang didasarkan pada dikaji dari berbagai aspek ilmu-ilmu social
potensi utama yang ada di wilayah yaitu sosiologi, sejarah, geografi, dan ekonomi.
setempat, sebagai contoh “potensi Bali Dengan begitu peserta didik diharapkan
sebagai daerah tujuan Wisata”. Dalam nantinya mampu memahami fenomena dalam
pembelajaran yang dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan
kebudayaan Bali dikaji dan ditinjau dari masyarakat dilihat dari sudut pandang ilmu-
faktor alam,historis kronologis, dan ilmu social yang saling mempengaruhi menjadi
kausalitas, serta perilaku masyarakat satu kesatuan pembelajaran IPS Terpadu.
terhadap aturan. Melalui kajian potensi
utama yang terdapat didaerahnya, maka Mata Pelajaran IPS Terpadu dalam KTSP
peserta didik selain dapat memahami Kurikulum SMP 2006 (KTSP) mendefinisikan
kondisi daerahnya juga sekaligus Pengetahuan Sosial sebagai seperangkat fakta,
memahami Kompetensi Dasar yang peristiwa dan generalisasi yang berkaitan
terdapat pada beberapa disiplin ilmu yang dengan perilaku dan tindakan manusia untuk
tergabung dalam IPS. membangun dirinya, masyarakatnya,
bangsanya dan lingkungannya berdasarkan
pada pengalaman masa lalu yang dapat
dimaknai untuk masa kini dan diantisipasi

50 Yenni Agustina
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

untuk masa yang akan datang (Depdiknas, menerima, menyimpan, dan memproduksi
2006a:1). kesan-kesan tentang hal-hal yang
dipelajarinya. Dengan demikian peserta didik
Bidang studi IPS Terpadu merupakan substansi terlatih untuk dapat menemukan sendiri
pembelajaran pada tingkat SMP berdasarkan berbagai konsep yang dipelajari secara
struktur KTSP yang memadukan mata holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Namun
pelajaran Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan demikian, pelaksanaannya di sekolah
Ekonomi menjadi suatu bentuk pembelajaran SMP/MTs pembelajaran IPS sebagian besar
yang tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan masih dilaksanakan secara terpisah.
menjadi suatu kesatuan yang diajarkan secara Pencapaian Standar Kompetensi dan
terpadu menjadi satu bidang studi Kompetensi Dasar bidangentik, dan aktif.
(Depdiknas,2006b:2) Namun demikian, pelaksanaannya di sekolah
SMP/MTs pembelajaran IPS sebagian besar
Saat ini bidang studi IPS untuk SMP telah masih dilaksanakan secara terpisah.
menyatukan seluruh ilmu-ilmu sosial dalam Pencapaian Standar Kompetensi dan
satu bidang studi. Model pembelajaran terpadu Kompetensi Dasar bidang studi IPS masih
merupakan salah satu model implementasi dilakukan sesuai denga studi IPS masih
kurikulum yang dianjurkan untuk dilakukan sesuai dengan bidang kajian masing-
diaplikasikan (BSNP,2006a:3). masing tanpa adanyg kajian masing-masing
tanpa adanya keterpaduan didalamnya
Unsur yang terkait dengan bidang studi IPS di (Depdiknas,2007:3).
SMP ini terdiri dari studi Geografi meliputi
aktivitas dan peranan manusia dalam upaya Menurut Prawiradilaga (2004:16),
untuk beradaptasi dengan tantangan pembelajaran terpadu merupakan pendekatan
lingkungan alam dan manusia. Studi Sejarah dalam kegiatan pembelajaran untuk
memaparkan peristiwa dan perubahan memberikan pengalaman yang bermakna
masyarakat, pengalaman umat manusia dari kepada anak. Pengalaman bermakna
masa lampau untuk memahami dan menjadi merupakan pengalaman langsung yang
pelajaran hidup masa kini, serta merencanakan menghubungkan pengalaman yang telah
masa yang akan datang dalam hal ini ada mereka miliki dengan pengalaman yang akan
proses pewarisan budaya. Studi Ekonomi dipelajari, dan memiliki nilai guna dalam
menyangkut perjuangan hidup dari berbagai kehidupan mereka pada saat ini maupun
aspek dan aktivitas untuk memenuhi mendatang.
kebutuhan. Aspek Sosiologi memaparkan
struktur dan hubungan antar anggota Oleh sebab itu, pembelajaran terpadu
masyarakat, studi Antropologi memaparkan merupakan suatu pendekatan pembelajaran
tentang kebudayaan manusia dalam memahami yang melibatkan beberapa mata pelajaran
dan menjadi pelajaran hidup masa kini dan untuk memberikan pengalaman bermakna
studi Kewarganegaraan memaparkan tentang kepada peserta didik. Dimana dalam
sistem berbangsa dan bernegara. Sosiologi, pembelajaran terpadu anak didik akan
Geografi, Ekonomi, Hukum, Politik, memahami konsep-konsep yang mereka
Antropologi budaya, Sejarah, dan pelajari itu melalui pengalaman langsung dan
Kewarganegaraan adalah cabang-cabang ilmu menghubungkannya dengan konsep lain yang
sosial yang kemudian dari cabang-cabang ilmu mereka pahami.
sosial tersebut diambil sebagai bahan ajar
(Bidang Stersebut diambil sebagai bahan ajar Pengalaman belajar dalam IPS lebih
(Bidang Studi) di jenjang SMP, khususnya menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual
untuk mata pelajaraan Sosiologi, Geografi, menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
Ekonomi dan Sejarah. Dengan demikian, Kaitan konseptual yang dipelajari dengaan sisi
bidang studi IPS di SMP merupakan dari mata bidang kajian yang relevan akan membentuk
pelajaran Sosiologi, Geografi, Ekonomi dan skema (konsep), sehingga siswa akan
Sejarah. memperoleh keutuhan dan kebulatan
pengetahuan . perolehan keutuhan belajar,
Melalui pembelajaran terpadu peserta didik pengetahuan serta kebulatan pandangan
dapat memperoleh pengalaman langsung, tentang kehidupan dan dunia nyata hanya
sehingga dapat menambah kekuatan untuk

Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu di SMP/MTs dan Permasalahannya 51


ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

dapat direfleksikan melalui pembelajaran dengan kepala sekolah dan personil pendidikan
terpadu (Harianti,2008:5). yang lain seperti pengawas). Untuk itu, dalam
menghadapi KTSP guru harus memahami
Dalam pelaksanaan pembelajaran guru harus
komponen KTPS secara benar dan matang
dapat mengaplikasikan materi yang sedang
sebelum dilaksanakan, agar proses belajar
diajarkan dengan kehidupan sehari-hari agar
mengajar dapat berjalan dengan lancar.
siswa dapat memperoleh kecakapan hidup dari
contoh yang ada disekitar mereka. Dengan
KTSP memberikan otonomi luas pada sekolah
demikian, siswa terlatih untuk dapat
dan satuan pendidikan, disertai seperangkat
menemukan sendiri berbagai konsep yang
tanggung jawab sesuai kondisi setempat.
dipelajari secara holistic, bermakna, otentik,
Sekolah dan satuan pendidikan juga diberikan
dan aktif. Cara pengemasan pengalaman
kewenangan dan kekuasaan yang luas untuk
belajar yang dirancang oleh guru sangat
mengembangkan pembelajaran sesuai dengan
berpengaruh terhadap kebermaknaan
kondisi dan kebutuhan peserta didik serta
pengalaman bagi para siswa (Harianti,2008:5).
tuntutan masyarakat. Melalui otonomi yang
Melihat rumusan tersebut, IPS merupakan luas, sekolah dapat menikmati kinerja tenaga
bidang studi yang berdimensi sangat luas. pendidikan dengan menawarkan partisipasi
Paling tidak menurut Panduan Pengembangan aktif mereka dalam pengambilan keputusan
Silabus Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan dan tanggung jawab bersama dalam
Sosial (BSNP,2006b:2) “IPS merupakan pelaksanaan keputusan yang diambil secara
perpaduan dari beberapa disiplin ilmu social, proporsional dan professional
antara lain: Sosiologi, Geografi, Ekonomi, dan (Mulyasa,2007:29-30).
Sejarah”.
Kurikulum 2006 bertujuan memberdayakan
Tugas seorang guru dalam proses siswa-siswa memiliki kecakapan hidup (life
pembelajaran yang paling utama adalah skill), mampu hidup mandiri, berdikari,
mengkondisikan lingkungan agar menuju berpandangan hidup ke masa depan, yang tidak
terjadinya perubahan perilaku para siswa. mengajar berpikir seketika, memiliki pikiran
Tingkat keberhasilan guru dalam KTSP di optimis (Yamin,2004:104). Dengan adanya
dalam kelas bukanlah hanya sekedar KTSP maka setiap sekolah bisa menentukan
tercapainya suatu tujuan belajar, akan tetapi hal-hal apa saja yang sesuai dengan kebutuhan
keberhasilan guru juga ditentukan oleh yang diperlukan sekolah agar para siswa dapat
sejauhmana mereka mengembangkan menerima pembelajaran dengan baik. Dengan
kecakapan siswanya, karena guru sebagai adanya keleluasaan setiap sekolah dalam
change agent. Guru harus mengembangkan menyusun kurikulum maka dapat
kreativitas para siswa melalui kecakapan memandirikan para guru mata pelajaran.
motivasi dengan suasa belajar yang kondusif.
Muslich (2007:38) menyatakan bahwa Adapun Standar Kompetensi yang hendak
pelaksanaan kurikulum, tugas guru adalah dicapai bidang studi IPS pada jenjang SMP
mengkaji kurikulum melalui kegiatan sebagaimana tabel di bawah ini :
perseorangan, kelompok (dapat dengan sesame
guru di sekolah, dengan guru sekolah lain atau
Tabel 2. Standar Kompetensi IPS Terpadu
KELAS STANDAR KOMPETENSI
VII Kemampuan memahami (1) lingkungan hidup manusia,(2) kehidupan social manusia,(3) usaha
manusia memenuhi kebutuhan,(4) usaha manusia untuk mengenali perkembangan
lingkungannya,(5)perkembangan masyarakat sejak masa Hindu-Budha sampai masa kolonial
Eropa,(6) kegiatan ekonomi masyarakat.
VIII Kemampuan memahami (1) permasalahan social kaitan dengan pertumbuhan jumlah penduduk,(2)
proses kebangkitan nasional,(3) masalah penyimpangan social,(4) kegiatan pelaku ekonomi
masyarakat, (5) usaha persiapan kemerdekaan,(6)pranata dan penyimpangan social, (6)kegiatan
perekonomian Indonesia.
IX Kemampuan memahami (1) perkembangan Negara di dunia,(2) usaha mempertahankan
kemerdekaan,(3) perubahan social budaya,(4) lembaga keuangan dan perdagangan,(5) hubungan
manusia dengan bumi,(6) usaha mempertahankan Republik Indonesia,(7) perubahan pemerintah dan
kerjasama Internasional.
Sumber: BSNP (2006b:2)

52 Yenni Agustina
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Berdasarkan pada Standar Kompetensi pada a. Ditinjau oleh suatu ilmu tentang IPS
tabel di atas dapat dipahami seberapa jauh Terpadu secara mendalam yang hanya
tujuan pengajaran IPS Terpadu. Hal ini diperoleh dari lembaga-lembaga
sekaligus menunjukkan muatan pelajaran IPS pendidikan yang sesuai, sehingga
yang menyentuh segala peri kehidupan social kinerjanya didasarkan kepada ilmuan
manusia. Oleh sebab itu, ukuran pencapaian yang dimiliki yang dapat
hasil belajar haruslah mewakili kompetensi dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
yang menjadi dasar pengembangan materi b. Menekankan kepada suatu keahlian
pelajaran ini. dalam bidang IPS yang spesifik.
c. Mempunyai kemampuan dan keahlian
Dengan kompetensi sebagaimana paparan tabel tentang IPS Terpadu berdasarkan
di atas, IPS Terpadu mempunyai tujuan, kepada latar belakang pendidikan yang
meliputi: dialaminya yang diakui oleh
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan masyarakat. Sehingga semakin tinggi
dengan kehidupan masyarakat dan latar belakang pendidikan akademik
lingkungannya. sesuai dengan profesinya, semakin
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir tinggi pula tingkat pula keahliannya,
logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, dengan demikian semakin tinggi pula
memecahkan masalah, dan keterampilan tingkat penghargaan yang diterimanya.
dalam kehidupan social.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran Permasalahan Guru dalam Pelaksanaan
terhadap nilai-nilai social dan kemanusiaan. Pembelajaran IPS Terpadu di SMP
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, Pelaksanaanya pembelajaran IPS di sekolah
bekerja sama dan berkompetensi dalam SMP/MTs sebagian besar masih dilaksanakan
masyarakat yang majemuk di tingkat lokal, secara terpisah. Pencapaian Standar
nasional dan global (Depdiknas:2006b:32). Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran IPS masih dilakukan sesuai dengan
Dalam penyampaian materi pembelajaran IPS bidang kajian masing-masing (sosiologi,
Terpadu dapat optimal sesuai dengan tujuan sejarah, geografi, ekonomi) tanpa ada
yang direncanakan, diperlukan guru IPS yang keterpaduan didalamnya. Hal ini tentu saja
professional. Mengingat guru sebagai menghambat ketercapaian tujuan IPS itu sendiri
pemegang kunci dalam proses pembelajaran yang dirumuskan atas dasar realitas dan
sangat menentukan proses keberhasilan siswa. fenomena sosial yang mewujudkan satu
Guru hendaknya menciptakan kondisi pendekatan interdisipliner dari aspek dan
pembelajaran yang efektif, yaitu mampu cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah,
memahami karakteristik siswa, menyiapkan geografi, ekonomi, politik, hokum dan budaya).
materi secara baik sesuai dengan kurikulum
yang berlaku, memanfaatkan media dan sumber Hal ini disebabkan antara lain:
belajarng berlaku, memanfaatkan media dan a. Guru bidang studi
sumber belajar dengan baik, dan memilih Guru mengalami kesulitan disaat
metode tersebut mampu mendidik siswa kurikulum diubah dari KBK ke KTSP,
menjadi subjek belajar yang berkembang dan sehingga guru dituntut untuk bisa mengajar
terlibat langsung dalam pembelajaran. IPS secara terpadu. Latar belakang
pendidikan guru masih merupakan disiplin
Menurut BSNP (2006b:14), agar penyampaian ilmu masing-masing seperti sosiologi,
materi pembelajaran IPS Terpadu dapat optimal sejarah, geografi, ekonomi dan antropologi
sesuai dengan tujuan yang direncanakan sehingga masih sulit untuk melakukan
diperlukan guru mata pelajaran IPS Terpadu pembelajaran yang memadukan
yang professional, yang mengikuti criteria antardisiplin ilmu tersebut.
sebagai berikut:

Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu di SMP/MTs dan Permasalahannya 53


ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

b. Materi Pelajaran utama, model integrasi berdasarkan


Materi pelajaran masih terpisah-pisah yaitu permasalahan.
sosiologi, sejarah, geografi, dan ekonomi,
belum adanya buku khusus IPS terpadu Bidang studi IPS Terpadu merupakan substansi
sehingga guru kesulitan untuk memahami pembelajaran pada tingkat SMP berdasarkan
materi yang akan diajarkan, karena guru struktur KTSP yang memadukan mata
biasanya pedoman pada buku ajar yang pelajaran Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan
ada. Kemudian terdapat kesulitan dalam Ekonomi menjadi suatu bentuk pembelajaran
pembagian tugas dan waktu pada masing- yang tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan
masing guru “Mata Pelajaran” untuk menjadi suatu kesatuan yang diajarkan secara
pembelajaran IPS secara terpadu. terpadu menjadi satu bidang studi.
Pelaksanaanya pembelajaran IPS di sekolah
c. Penyusunan Silabus SMP/MTs sebagian besar masih dilaksanakan
Kurikulum IPS itu sendiri tidak secara terpisah. Pencapaian Standar
menggambarkan satu kesatuan yang Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
terintegrasi, melainkan masih terpisah- pelajaran IPS masih dilakukan sesuai dengan
pisah antarbidang ilmu sosial, begitu juga bidang kajian masing-masing (sosiologi,
dengan Standar Kompetensi dan sejarah, geografi, ekonomi) tanpa ada
Kompetensi Dasarnya masih terpisah-pisah keterpaduan didalamnya. Hal ini tentu saja
menurut bidang studi masing-masing. menghambat ketercapaian tujuan IPS itu sendiri
Meskipun pembelajaran terpadu bukan yang dirumuskan atas dasar realitas dan
merupakan hal yang baru namun para guru fenomena sosial yang mewujudkan satu
disekolah tidak terbiasa melaksanakannya pendekatan interdisipliner dari aspek dan
sehingga “dianggap” hal yang baru. cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, hokum dan budaya).
d. Penyusunan RPP Apabila pembelajaran IPS Terpadu tidak bisa
Didalam penyusunan RPP guru juga berjalan sebagaimana mestinya yaitu
mengalami kesulitan, dimana selain materi memadukan mata pelajaran Geografi, Sejarah,
pelajarannya terpisah-pisah, kesulitan Sosiologi, dan Ekonomi menjadi suatu
untuk menterpadukan kesemua bidang kesatuan, maka lebih baik dipisahkan menjadi
studi. Selain itu alokasi waktu yang bidang studi masing-masing yaitu ekonomi,
ditentukan tidak cukup untuk geografi, sejarah dan sosiologi.
mengajarkannya kepada siswa, sehingga
semua yang disusun dalam RPP tidak
berjalan sebagaimana mestinya. REFERENSI
BSNP.2006a. Panduan Penyusunan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang
KESIMPULAN Pendidikan Dasar dan Menengah.
IPS terpadu adalah suatu bahan kajian yang Jakarta: Badan Standar Nasional
terpadu yang merupakan penyerdehanaan, Pendidikan.
adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang BSNP.2006b. Standar Kompetensi dan
diorganisasikan dari konsep-konsep dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2006.
keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Jakarta: Badan Standar Nasional
Sosiologi, Antropologi dan Ekonomi. IPS Pendidikan.
merupakan integrasi dari berbagai cabang- Departemen Pendidikan Nasional.2006a.
cabang ilmu sosial seperti, sosiologi, sejarah, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
geografi, ekonomi, politik, hokum dan budaya. 2006. Jakarta: Pusat Kurikulum.
Model integrasi pembelajaran IPS Terpadu ada Departemen Pendidikan Nasional.2006b.
3 macam yaitu; model integrasi berdasarkan Model Pembelajaran Terpadu IPS.
topik, model integrasi berdasarkan potensi Jakarta: Pusat Kurikulum.

54 Yenni Agustina
ISSN 2338-9397 ©Jurnal Serambi Edukasi, Vol.2 No.2 Tahun 2014

Departemen Pendidikan Nasional.2007. Kajian


Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran
Ilmu pengetahuan Sosial (IPS). Jakarta:
Pusat Kurikulum.
Harianti, Diah.2008. Model Pembelajaran
Terpadu IPS. Departemen Pendidikan
Nasional.
Mulyasa.2010. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Pusat Kurikulum.2007. Model Pembelajaran
Terpadu IPS. Jakarta: Depdiknas.
Yamin, M.2007. Profesionalisme Guru dan
Implementasi KTSP. Jakarta: Gaung
Persada Press.

Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu di SMP/MTs dan Permasalahannya 55

Anda mungkin juga menyukai