Nadia - Asma Bronkial
Nadia - Asma Bronkial
ASMA BRONKIALE
PEMBIMBING
PENYUSUN
KOTA BANDUNG
2021
BAB I
PENDAHULUAN
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Umur : 42 tahun
No. RM : 304618
Anamnesis
Alloanamnesis
Keluhan Utama
Sejak 1 hari SMRS pasien mulai mengeluhkan sesak napas dan batuk-batuk. Sejak 2
jam SMRS sesak napas yang dirasakan makin berat. Sesak napas timbul bila pasien terpapar
udara dingin. Sesak terutama timbul pada malam dan pagi hari, sehingga mengganggu
aktivitas dan tidur. Sesak napas bertambah bila pasien batuk. Batuk pasien berdahak dengan
warna bening kental. Napas pasien berbunyi “ngik”.
Sesak napas dikatakan lebih baik bila dalam keadaan duduk dan pasien merasakan
sesak napas lebih berat dalam keadaan berbaring. Keluhan lain seperti panas badan, keringat
malam hari, penurunan berat badan dan mual muntah disangkal pasien. BAB dan BAK
dirasakan biasa, tidak ada keluhan lainnya.
Pernah sakit seperti ini sebelumnya. Pasien memiliki riwayat asma, obat yang dipakai
adalah Symbicort Turbuhaler 2 x 1 semprot dan ventolin inhaler apabila terjadi serangan.
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital
Suhu : 36,7oC
SPO2 : 89%
Kepala
Bentuk : Normochepali
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, refleks
cahaya (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (+/+)
Mulut : mukosa basah, tidak pucat, faring tidak hiperemis
Leher
Thorax
Auskultasi : suara nafas vesikuler dengan ekspirasi memanjang, wheezing (+/+), Ronchi
(-/-), bunyi jantung I & II normal, murmur (-)
Abdomen
Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Ekstremitas
Superior & Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, tidak ada edema
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematokrit : 42 %
Leukosit : 11.000/mm3
Trombosit : 331.000/mm3
V. DIAGNOSA KERJA
VI. TATALAKSANA
Tatalaksana di IGD:
Karena sesak sudah berkurang dan SpO2 97% pasien disarankan untuk rawat jalan
VII. PROGNOSIS
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Asma bronkial dapat terjadi pada semua umur namun sering dijumpai pada awal
kehidupan. Sekitar setengah dari seluruh kasus diawali sebelum berumur 10 tahun dan
sepertiga bagian lainnya terjadi sebelum umur 40 tahun. Pada usia anak- anak,
terdapat perbandingan 2:1 untuk laki-laki dibandingkan wanita, namun perbandingan
ini menjadi sama pada umur 30 tahun. Angka ini dapat berbeda antara satu kota
dengan kota yang lain dalam negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar
antara 5 – 7 %.4,5
Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya gejala dan
perubahan fisiologis asma. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya
penyempitan saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema pada
saluran napas, penebalan dinding saluran napas dan hipersekresi mukus. 3
Kontraksi otot polos saluran napas yang merupakan respon terhadap berbagai
mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan terhadap
penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat dikembalikan dengan bronkodilator.
Edema pada saluran napas disebabkan kerena adanya proses inflamasi. Hal ini penting
pada eksaserbasi akut. Penebalan saluran napas disebabkan karena perubahan
struktural atau disebut juga ”remodelling”.3 Proses inflamasi kronik pada asma akan
menimbulkan kerusakan jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses
penyembuhan (healing process) yang menghasilkan perbaikan (repair) dan
pergantian sel-sel yang mati atau rusak dengan sel-sel yang baru. Proses
penyembuhan tersebut melibatkan perbaikan jaringan yang rusak dengan jenis sel
parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan penyambung
yang menghasilkan jaringan parut. Pada asma kedua proses tersebut berkontribusi
dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan
perubahan struktur yang komplek yang dikenal dengan airway remodelling.2
a. Faktor host
Genetik
Obesitas
Jenis kelamin
b. Faktor lingkungan
Rangsangan alergen.
Infeksi.
Merokok
Obat.
Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas
yang reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala :
- gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.
4. Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga asma atau
penyakit atopi
5. Keluhan terjadi atau memburuk apabila terpapar :
a. Bulu binatang
c. Perubahan temperatur
d. Debu tungau
f. Beraktivitas
i. Rokok
IV. Persisten
Berat Kontinyu APE ≤ 60%
Gejala terus menerus Sering VEP1 ≤ 60% nilai prediksi
Sering kambuh APE≤ 60% nilai terbaik
Aktivitas fisik terbatas Variabilitas APE > 30%
EDUKASI
Edukasi yang diberikan antara lain adalah pemahaman mengenai asma itu
sendiri, tujuan pengobatan asma, bagaimana mengidentifikasi dan mengontrol faktor
pencetus, obat-obat yang digunakan berikut efek samping obat, dan juga penanganan
serangan asma di rumah.
PENILAIAN DERAJAT BERATNYA ASMA
Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita
sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma.
1. Medikasi (obat-obatan)
2. Tahapan pengobatan
Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan
nafas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
A. Pengontrol
a. Glukokortikosteroid inhalasi
b. Glukokortikosteroid sistemik
d. Metilsantin
Termasuk agonis β2 kerja lama inhalasi adalah salmoterol dan formoterol yang
mempunyai waktu kerja lama (>12 jam). Agonis β2 memiliki efek relaksasi otot
polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas
pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.
Pada pemberian jangka lama mempunyai efek antiinflamasi, walau kecil dan
mempunyai efek protektif terhadap rangsang bronkokonstriktor. Pemberian
inhalasi agonis β2 kerja lama menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik
dibandingkan preparat oral. Karena pengobatan jangka panjang dengan agonis β2
kerja lama tidak mengubah inflamasi yang sudah ada, maka sebaiknya selalu
dikombinasi dengan glukokortikosteroid inhalasi, dimana penambahan agonis β2
kerja lama inhalasi akan memperbaiki gejala, menurunkan asma malam,
memperbaiki faal paru, menurunkan kebutuhan agonis β2 kerja singkat (pelega)
dan menurunkan frekuensi serangan asma.
Agonis β2 kerja lama inhalasi dapat memberikan efek samping sistemik
(rangsangan kardiovaskuler, tremor otot rangka dan hipokalemia) yang lebih
sedikit atau jarang daripada pemberian oral.
f. Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral.
Mekanisme kerjanya menghambat 5-lipoksigenase sehingga memblok sintesis
semua leukotrien (contohnya zileuton) atau memblok reseptor-reseptor leukotrien
sisteinil pada sel target (contohnya montelukas, pranlukas, zafirlukas). Mekanisme
kerja tersebut menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat
bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi.
B. Pelega
Mempunyai waktu mulai kerja singkat (onset) yang cepat. Formoterol mempunyai
onset cepat dan durasi yang lama. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral,
pemberian inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping
minimal/tidak ada. Mekanisme kerja sebagaimana agonis β2 yaitu relaksasi otot
polos saluran nafas, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan
permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast
dan basofil. Efek sampingnya rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka
dan hipokalemia. Pemberian secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek
samping.
b. Metilsantin
c. Antikolinergik
d. Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat, bila tidak
tersedia agonis β2, atau tidak respon dengan agonis β2 kerja singkat.
Pengobatan jangka panjang berdasarkan derajat berat asma, agar dapat tercapai
tujuan pengobatan dengan menggunakan medikasi seminimal mungkin. Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyarankan stepdown therapy.
Semua tahapan : ditambahkan agonis β2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak > 3-4x/hari
Glukokortikosteroid
inhalasi dosis tinggi
(>800ug BD atau
equivalennya) atau
Glukokortikosteroid
inhalasi (400-800ug BD
atau equivalennya)
ditambah leukotriene
modifiers
Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan, kemudian
diturunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol
Pulsus - ± + -
paradoksus 10 mmHg 10-20 mmHg > 25 mmHg kelelahan
otot
Mengi Akhir ekspirasi paksa Akhir ekspirasi Inspirasi dan Silent chest
ekspirasi
Tabel 5. Rencana Pengobatan Serangan Asma Berdasarkan Berat Serangan dan Tempat
Pengobatan1
E. Hauser, SL. Jameson, JL. (eds), Harrison’s Principal of Medicine, 16th ed, Vol 2,
McGraw-Hill, Philladelphia, pp:1508-1515.
8. Chesnutt, MS. Prendergast, TJ. (2007), Lung, In: McPhee, SJ. Papadakis, MA. (eds)
Current Medical Diagnosis and Treatment, 46th ed, McGrawHill, Philadelphia, pp:
230-241.
9. G. Horvath and A. Wanner. Inhaled corticosteroids: effects on the airway
vasculature in bronchial asthma. Eur Respir J 2006; 27: 172–187
10. Mario Castro, Adalberto S. Rubin, Michel Laviolette. Effectiveness and Safety of
Bronchial Thermoplasty in the Treatment of Severe Asthma. Am J Respir Crit Care
Med Vol 181. pp 116–124, 2010