Anda di halaman 1dari 5

Pengaruh Adanya Pandemi Covid-19 Terhadap Sistem

Keuangan di Indonesia

saat ini likuiditas perbankan di Indonesia memang masih stabil. Akan tetapi,
kata dia, pemerintah perlu bersiap dengan kemungkinan adanya liquidity
crunch, yang akan berdampak pada krisis perbankan yang sistemik.
Liquidity crunch adalah situasi ketika berkurangnya suplai dana tunai ke
perbankan, namun terjadi permintaannya justru tinggi. Dalam kondisi ini,
perbankan akan mengenakan bunga pinjaman yang tinggi kepada nasabah
mereka. 
Chatib mencontohkan situasi di mana nasabah bank tidak bisa membayar
utang mereka ke perbankan dalam enam sampai satu tahun ke depan akibat
virus corona. Sehingga, tidak ada pembayaran dana tunai ke perbankan.
Sementara, bank tetap harus membayar bunga deposito.
Situasi ini barangkali tidak menjadi masalah besar bagi perbankan besar
seperti BCA, BRI, dan Mandiri karena memiliki balance sheet atau posisi
keuangan yang memadai. Namun, kata Chatib, persoalannya ada pada bank
kecil. Sekali saja orang khawatir, maka mereka akan memindahkan uangnya
ke bank besar. “Untuk meresponsnya, bank kecil pun akan menaikkan
bunga, ini yang harus diperhatikan oleh FSSK (Forum Stabilitas Sistem
Keuangan),” kata dia.
https://bisnis.tempo.co/read/1324581/ojk-nilai-likuiditas-perbankan-terjaga-di-tengah-darurat-corona/
full&view=ok

perbankan dan perusahaan pembiayaan berpotensi mengalami persoalan likuiditas dan


insolvency.
“Kami melihat potensi persoalan likuiditas akan bisa memunculkan ancaman di sektor
ini. Ditambah dengan volatilitas pasar keuangan dan capital flight yang menyebabkan
tekanan makin besar
https://republika.co.id/berita/q83llp409/empat-sektor-ekonomi-yang-paling-tertekan-pandemi-covid19

Perkembangan Covid-19 ini menurutnya, menyebabkan ketidakpastian yang sangat


tinggi dan menurunkan kinerja pasar keuangan global, menekan banyak mata uang
dunia, serta memicu pembalikan modal kepada aset keuangan yang dianggap aman.
Prospek pertumbuhan ekonomi dunia juga menurun akibat terganggunya rantai
penawaran global, menurunnya permintaan dunia, dan melemahnya keyakinan pelaku
ekonomi. Data Februari 2020 menunjukkan berbagai indikator dini global seperti
keyakinan pelaku ekonomi, Purchasing Manager Index (PMI), serta konsumsi dan
produksi listrik menurun tajam. "Dengan risiko ke bawah yang tetap besar, Bank
Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi global 2020 turun menjadi 2,5 persen,
lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 2,9 persen dan juga proyeksi
sebelumnya sebesar 3,0 persen," ujarnya.

https://money.kompas.com/read/2020/03/19/164509526/dampak-virus-corona-bi-revisi-pertumbuhan-
ekonomi-ri-jadi-di-bawah-5-persen

berimbas pada kredit perbankan baik ke penyaluran maupun kualitas asetnya, termasuk ke
segmen korporasi.

Kendati begitu, perbankan belum mau buka-bukaan sudah seberapa besar permintaan
restrukturisasi yang datang dari debitur korporasi sebagai dampak dari virus corona.

Bank Mandiri misalnya masih menginventarisir nasabah dari sektor-sektor yang terdampak virus
corona untuk dilakukan penyesuaian relaksasi apa yang dibutuhkan debitur. " Itu termasuk
restrukturisasi untuk debitur korporasi," kata Rully Setiawan, Sekretaris Perusahaan Bank
Mandiri kepada Kontan.co.id, Rabu (25/3).

Seperti diketahui, kredit Bank Mandiri masih ditopang oleh segmen wholesale banking yakni
korporasi dan komersial. Menurut Rully penyaluran kredit korporasi bank pelat merah ini masih
tumbuh dua digit secara year on year (yoy) per Februari 2020. Sepanjang kuartal I-2020  juga
diprediksi masih akan meningkat double digit.

Sementara rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) kredit korporasi Bank
Mandiri (bank only), kata Rully, masih di bawah 0,1%. 

Ia bilang, pihaknya sudah melakukan sensitivity analysis untuk melakukan assesment


terhadap debitur-debitur yang terdampak Covid-19 dan telah merumuskan strategi termasuk
melakukan restrukturisasi dengan memanfaatkan POJK No. 11/2020 sehingga NPL masih akan
terjaga.

Sedangkan BCA baru akan menyampaikan informasi terkait dengan kualitas kredit, NPL dan
restrukturisasi setelah kondisi COVID-19 ini mereda. Sebab menurut Santoso Liem, Direktur
BCA, data-data terkait itu dapat berubah setiap waktu selagi wabah tersebut masih terus
berkembang.

Ia menambahkan, hubungan BCA dengan nasabah yang telah terjalin baik selama ini sehingga
diharapkan menjadi modal utama dalam melewati masa-masa sulit seperti sekarang. 

"BCA sebagai bagian dari sistem keuangan di Indonesia, akan menjalankan fungsinya secara
optimal untuk berkontribusi dalam menopang roda perekonomian nasional," kata Santoso.
Dari sisi keuangan, BCA terus menjaga posisi likuiditas (baik rupiah maupun valas) dan
permodalan yang solid. Bank ini memastikan layanan perbankan BCA tetap berjalan secara
normal khususnya pelayanan perbankan digital seperti melalui mobile banking, internet, dan
ATM, di tengah segala keterbatasan dan penyesuaian yang terjadi.

Adapun komposisi restrukturisasi kredit BRI terhadap total kredit per Februari masih sekitar 6%,
relatif stabil dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Namun, mayoritas kredit bank ini
masih ditopang oleh segmen UMKM, bukan segmen korporasi.

Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI mengatakan, belum ada kenaikan signifikan
restrukturisasi khususnya akibat virus corona. Sektor pariwisata dan transportasi merupakan
sektor yang terdampak virus corona sudah masuk dalam watchlist BRI untuk dimonitoring lebih
intensif dan akan dilakukan restrukturisasi jika diperlukan.

https://keuangan.kontan.co.id/news/perbankan-pantau-dampak-virus-corona-terhadap-kredit-
korporasi?page=all

Merebaknya wabah virus corona bisa menekan permintaan kredit konsumsi walaupun
dalam dua bulan pertama tahun ini disebut belum memberikan dampak negatif.

https://keuangan.kontan.co.id/news/virus-corona-dikhawatirkan-akan-tekan-kredit-konsumer

salah satu faktor yang menyebabkan nilai rupiah melemah saat wabah Corona
adalah karena kepanikan yang terjadi di pasar global.

Kepanikan tersebut yang sejatinya menjadi indikator utama melemahnya nilai


tukar mata uang beberapa negara terhadap dolar AS, termasuk rupiah. Maka
dari itu, selama pasar global masih mengalami kepanikan, maka nilai rupiah
terhadap dolar AS pun akan selalu berada di posisi rentan.

Meski Ibrahim Assuaibi selaku Direktur PT TRFX Garuda Berjangka


mengungkapkan pernyataan di atas, namun menurutnya dasar ekonomi
Indonesia masih mampu dan kuat dalam menghadapi nilai tukar rupiah saat ini.

Selain itu, Ibrahim juga mengatakan kalau Bank Indonesia sudah mengeluarkan
kebijakan dengan memangkas BI 7-Day Reverse Repo Rate atau yang dikenal
suku bunga acuan di level 4,5 persen.
Namun nyatanya, kebijakan tersebut hingga kini belum memberikan dampak
yang besar bagi perekonomian Indonesia, khususnya nilai rupiah terhadap dolar
AS.

Sebab, stimulus yang dilakukan oleh bank sentral semuanya dilakukan secara
mendadak. Hal tersebut menunjukkan bahwa bank sentral mengalami
kepanikan yang luar biasa.

https://www.cekaja.com/info/mengapa-rupiah-melemah-saat-wabah-corona-ini-jawabannya/

Perbankan Indonesia pun tidak luput dari terkoreksinya laba dan NIM. Hal ini karena
profitabilitas perbankan Indonesia dipengaruhi rendahnya pendapatan bunga dan non-
bunga dan biaya provisi yang tinggi. "Tetapi banyak bank di Indonesia yang memiliki
pendapatan yang memuaskan serta buffer modal yang besar,” tulis Fitch. Sebagai
catatan, rata-rata return on asset (ROA) bank-bank di Indonesia sekitar 2 persen dan
rasio tier 1 rata-rata 21,9 persen pada akhir 2019.

Baca selengkapnya di artikel "Ketika Corona COVID-19 Menghantam Sektor Bank di


Berbagai Negara", https://tirto.id/eE1H

Otoritas Jasa Keuangan menilai stabilitas sektor jasa keuangan sampai Maret masih
dalam kondisi terjaga dengan intermediasi sektor jasa keuangan masih membukukan
kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan tetap terkendali meski
perekonomian tertekan akibat merebaknya virus Corona di banyak negara.

OJK bersama Pemerintah dan Bank Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus
keuangan untuk memberikan ruang bagi masyarakat dan sektor jasa keuangan yang
terdampak secara langsung maupun tidak langsung akibat virus corona (covid-19).

Kebijakan stimulus di sektor perbankan yang sudah berjalan terdiri dari:

1. Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan


ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit s.d Rp10 miliar; dan
2. Peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi.
Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa batasan plafon kredit
atau jenis debitur (Non-UMKM dan UMKM).

Anda mungkin juga menyukai