Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencegahan infeksi adalah bagian yang esensial dari semua asuhan yang
diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus dilaksanakan secara rutin
pada saat menolong persalinan dan kelahiran bayi, saat memberikan asuhan
selama kunjungan antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat
menatalaksana penyulit ( JNPK-KR 2008).
Infeksi dalam kehamilan bertanggung jawab untuk morbiditas dan
mortalitas signifikan. Beberapa akibat infeksi maternal berlangsung seumur
hidup, seperti infertilitas dan sierilitas. Kondisi – kondisi lain, seperti infeksi
yang didapat secara kongenital, seringkali mempengaruhi lama dan kualitas
hidup.
Kehamilan dianggap sebagai kondisi immunosupresi. Perubahan respon
imun dalam kehamilan dapat menurunkan kemampuan ibu melawan infeksi.
Selain itu, perubahan traktus pada genetalia juga dapat mempengaruhi
kerentanan terhadap suatu infeksi.
Infeksi maternal disebabkan karena berbagai virus dan bakteri yang
menginvasi baik secara endogen maupun secara eksogen. Berbagai penyakit
bisa timbul karena infeksi maternal tersebut, klasifikasi dari macam – macam
penyakit yang ditimbulkan karena infeksi antara lain :
a. Penyakit Menular Seksual (PMS)
b. Infeksi TORCH
c. Human Papiloma Virus
d. Infeksi Traktus Genetalia
e. Infeksi Pasca Partum
f. Infeksi Umum
Dari macam – macam penyakit tersebut masih bisa diuraikan dan di
klasifikasikan menurut etiologi serta bagian yang diserang oleh virus
maupun bakteri.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyakit Menular Seksual


1. Definisi

Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang


disebabkan karena adanya invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu
kelamin yang sebagian besar menular melalui hubungan seksual, baik yang
berlainan jenis ataupun sesama jenis. (Aprilianingrum, 2002).

Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba(bakteri, virus, dan parasit) yang


dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering
ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis,trichomoniasis,
chancroid, herpes genital, infeksi human immunodeficiensy virus (HIV) dan
hepatitis B. HIV dan syphilis juga dapat ditularkan dari ibu ke anaknya
selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah serta jaringan tubuh
(WHO,2009).

2. Epidemiologi

Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di


antaranya sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore. Dengan
semakin majunya ilmu pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban
masyarakat, banyak ditemukan penyakit-penyakit baru, sehingga istilah
tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi sexually transmitted disease
(STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS) (Hakim, 2009; Daili, 2009).

Perubahan istilah tersebut memberi dampak terhadap spektrum PMS yang


semakin luas karena selain penyakit-penyakit yang termasuk dalam kelompok
penyakit kelamin (VD) yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma
venerum dan granuloma inguinale juga termasuk uretritis non gonore (UNG),
kondiloma akuminata, herpes genitalis, kandidosis, trikomoniasis, bakterial
vaginosis, hepatitis, moluskum kontagiosum, skabies, pedikulosis, dan lain-

2
lain. Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually
Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik
(Hakim, 2009; Daili, 2009).

3. Etiologi
PMS pada umumnya disebabkan karena adanya penyebaran virus, bakteri,
jamur dan protozoa/parasit. Seperti beberapa penyakit menular seksual yang
disebabkan oleh virus antara lain HIV (Human Immunodeficiency Virus),
Genital Herpes, Hepatitis B dan HPV (Human Papilloma Virus).
4. Faktor Resiko
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan tingginya pengidap Penyakit
Menular Seksual (PMS) antara lain :
1. Berhubungan seks yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom).
2. Gonta-ganti pasangan seks.
3. Prostitusi.
4. Melakukan hubungan seks anal (dubur), perilaku ini akan
menimbulkan luka atau radang karena epitel mukosa anus relative tipis
dan lebih mudah terluka disbanding epitel dinding vagina.
5. Penggunaan pakaian dalam atau handunk yang telah dipakai penderita
PMS (Hutagalung, 2002).
6. Saat ini sudah terbuka lebar akses informasi yang membahas
seksualitas termasuk gambar‐gambar berkatagori pornografi, media
masa, internet yang sudah banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar
kalangan remaja secara tidak benar.
7. Adanya nilai ganda masyarakat dalam mensikapi permasalahan
pornografi, disatu sisi menentang, menganggap tabu, terlalu fulgar,
seronok, jijik dan sebagainya, disisi lain ada sikap apatis, membiarkan
bahkan memanfaatkan pornografi sebagai tontonan masyarakat bahkan
masuk dalam lingkungan keluarga.
8. Nilai‐nilai cinta atau hubungan lawan jenis yang cenderung disalah
gunakan, menghilangkan nilai‐nilai sakral, budaya dan agama, malah

3
cenderung melakukan hal‐hal yang tidak terpuji, permisif (serba boleh)
dan cenderung melonggarkan hubungan laki‐laki dan perempuan.
9. Kurangnya pemahaman kalangan remaja terhadap perilaku seks bebas
yang pernah dilakukan ditambah kontrol keluarga serta masyarakat
yang cenderung menurun.
10. Semakin banyaknya tempat‐tempat hiburan plus, prostitusi, baik yang
terlokalisir maupun di tempat/kawasan remang‐remang dan
sebagainya. Bahkan ada yang beranggapan bahwa dirinya merasa tidak
akan mungkin terjangkit penyakit apapun, sehingga ada dorongan
untuk mencoba hal baru
5. Tanda dan Gejala
Pada anak perempuan gejalanya berupa:
a. Cairan yang tidak biasa keluar dari alat kelamin perempuan warnanya
kekuningan- kuningan, berbau tidak sedap
b. Menstruasi atau haid tidak teratur
c. Rasa sakit di perut bagian bawah
d. Rasa gatal yang berkepanjangan di sekitar kelamin
Pada anak laki-laki gejalanya berupa:
a. Rasa sakit atau panas saat kencing
b. Keluarnya darah saat kencing
c. Keluarnya nanah dari penis
d. Adanya luka pada alat kelamin
e. Rasa gatal pada penis atau dubur (Hutagalung, 2002).
6. Penatalaksanaan
Menurut WHO(2003), penanganan pasien infeksi menular seksual
terdiri dari dua cara, bisa dengan penaganan berdasarkan kasus(case
management) ataupun penanganan berdasarkan sindrom (syndrome
management). Penanganan berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya
berupa pemberian terapi antimikroba untuk menyembuhkan dan
mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan perawatan
kesehatan reproduksi yang komprehensif. Sedangkan penanganan

4
berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda
dan gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba
tertentu yang menimbulkan sindrom. Penanganan infeksi menular seksual
yang ideal adalah penanganan berdasarkan mikrooganisme penyebnya.
Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular seksual selalu
diberi pengobatan secara empiris (Murtiastutik, 2008).
Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah:
a) Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson,
spektinomisin, kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2007)
b) Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin,
tetrasiklin, eritromisin, dan kloramfenikol (Hutapea, 2001)
c) Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir (Wells
et al, 2003)
d) Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells et
al., 2003)
e) Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003).
2.2 Infeksi Torch
1. Definisi
Infeksi TORCH adalah suatu kelompok organisme yang mampu
menembus plasenta dan mempengaruhi perkembangan janin. Empat
jenis penyakit infeksi yaitu Toxsoplasmosis, infeksi lain (mis.
Hepatitis), virus rubella, citomegalovirus, dan virus herpes simplex
2. Etiologi TORCH
a. Toxoplasma Gondii
Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau
pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya
penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat
penekan respon imun). Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka
akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%),
lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada
Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya

5
kelinan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dn
ensefalitis.
b. Rubella 
Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena
dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada
bulan pertama kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%,
sedangkan jika infeksi tejadi trimester pertama maka risikonya menjadi
25% (menurut America College of Obstatrician and Gynecologists,
1981).
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai
risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran
hati, kuning, pekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain.
d. Herpes Simplek
Infeksi TORCH yang terjadi pada ibu hamil dapt membahayakan janin
yang dikandungnya. Pada infeksi TORCH, gejala klinis yang ada
searing sulit dibedakan dari penyakit lain karena gejalanya tidak
spesifik. Walaupun ada yang memberi gejala ini tidak muncul
sehingga menyulitkan dokter untuk melakukan diagnosis. Oleh karena
itu, pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk membantu
mengetahui infeksi TORCH agar dokter dapat memberikan
penanganan atau terapi yang tepat.
3. Tanda Dan Gejala
a. Toxoplasma
Gejala yang diderita biasanya dengan mirip gejala influenza, bisa
timbul rasa lelah, malaise, demam disertai hepatomegali, dan
umumnya tidak menimbulkan masalah,
b. Herpes Simpleks
Penderita biasanya mengalami demam, salivasi, mudah terangsang dan
menolak untuk makan,. Dengan dilakukan pemeriksaan menunjukan

6
adanya ulkus dangkal multiple yang nyeri pada mukusa lidah, gusi,
dan bukal denganvesikel pada bibir dan sekitarnya.
c. Cyto Megalo Virus (CMV)
1) Demam 
2) Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) 
3) Letih
4) Lesu
5) Kulit berwarna kuning, 
6) Pembesaran hati dan limpa, 
7) Kerusakan atau hambatan pembentukan organ tubuh seperti mata,
otak, gangguan mental, dan lain-lain tergantung organ janin mana
yang diserang
8) Umumnya janin yang terinfeksi cmv lahir prematur dan berat
badan lahir rendah
d. Rubella
Tanda dan gejala yang muncul biasanya bertahan dalam dua hingga
tiga hari dan mungkin melibatkan: 
1) Demam ringan 38,9 derajat Celcius atau lebih rendah, 
2) Sakit kepala
3) Hidung tersumbat atau pilek
4) Peradangan, mata merah
5) Pembesaran, pelunakan kelenjar getah bening di dasar tengkorak,
leher bagian belakang dan di belakang telinga
6) Muncul ruam warna merah muda/pink di wajah dan dengan cepat
menyebar ke pundak, lengan, kaki sebelum menghilang di sekuens
yang sama.
7) Nyeri pada persendian, khususnya pada perempuan muda.
e. Patofisiologi TORCH
1) Toxoplasma
Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa yang merupakan salah
satu penyebab kelainan kongenital yang cukup dominan

7
dibandingkan penyebab lainnya yang tergolong dalam TORCH.
Hospes primernya adalah kucing. Kucing ini telah mempunyai
imunitas, tetapi pada saat reinfeksi mereka dapat menyebarkan
kembali sejumlah kecil ookista. Ookista ini dapat menginfeksi
manusia dengan cara memakan daging, buah-buahan, atau sayuran
yang terkontaminasi atau karena kontak dengan faeces kucing.
Dalam sel–sel jaringan tubuh manusia, akan terjadi proliferasi
trophozoit sehingga sel–sel tersebut akan membesar. Trophozoit
akan berkembang dan terbentuk satu kista dalam sel, yang di
dalamnya terdapat merozoit. Kista biasanya didapatkan di jaringan
otak, retina, hati, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kelainan
pada organ-organ tersebut, seperti microcephali, cerebral
kalsifikasi, chorioretinitis, dll. Kista toksoplasma ditemukan dalam
daging babi atau daging kambing. Sementara itu, sangat jarang
pada daging sapi atau daging ayam. Kista toksoplasma yang berada
dalam daging dapat dihancurkan dengan pembekuan atau dimasak
sampai dagingnya berubah warna. Buah atau sayuran yang tidak
dicuci juga dapat menstranmisikan parasit yang dapat dihancurkan
dengan pembekuan atau pendidihan. Infeksi T.gondii biasanya
tanpa gejala dan berlalu begitu saja. Setelah masa inkubasi selama
lebih kurang 9 hari, muncul gejala flu seperti lelah, sakit kepala,
dan demam yang dapat muncul hampir bersamaan dengan
limpadenopati, terutama di daerah serviks posterior.
2) Rubella 
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh
enchepalitis. Pada infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus
respiratorius yang kemudian akan menyebar ke kelenjar limfe
sekitar dan mengalami multiplikasi serta mengawali terjadinya
viremia dalam waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama
terjadinya viremia maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi
plasenta terjadi pada 80% kasus dan risiko kerusakan jantung,

8
mata, atau telinga janin sangat tinggi pada trisemester pertama. Jika
infeksi maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, 60%
bayi akan terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17%
pada minggu ke-14 dan selanjutnya menjadi 6% setelah usia
kehamilan 20 minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya terinfeksi
dan virus dapat menjadi laten pada bayi yang terinfeksi kongenital
selama bertahun-tahun.
3) Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat terjadi
secara kongenital saat bayi atau infeksi pada usia anak. Kadang-
kadang, CMV juga dapat menyebabkan infeksi primer pada
dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa disebabkan
reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi kongenital
biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama kehamilan. Di
negara berkembang, jarang terjadi infeksi primer selama
kehamilan, karena sebagian besar orang telah terinfeksi dengan
virus ini sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi pada ibu, maka
bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus dengan
pembesaran hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat
menyebabkan retardasi mental. Bayi juga dapat terinfeksi selama
proses kelahiran karena terdapatnya CMV yang banyak dalam
serviks. Penderita dengan infeksi CMV aktif dapat
mengekskresikan virus dalam urin, sekret traktus respiratorius,
saliva, semen, dan serviks. Virus juga didapatkan pada leukosit dan
dapat menular melalui tranfusi.
4) Herpes Simpleks (HSV)
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke dalam
HSV 1 dan 2. HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di wajah, bibir,
dan mata, sedangkan HSV 2 dapat menyebabkan lesi genital. Virus
ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau kontak fisik
lainnya. Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV

9
akan mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi
4 sampai 6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel
akan menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan
terjadi viremia di mana virus akan menyebar ke saraf sensoris
perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti
penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah mengalami
peningkatan. Akan tetapi, untungnya herpes neonatal agak jarang
terjadi, bervariasi dari 1 dalam 2.000 sampai 1 dalam 60.000 bayi
baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung dengan HSV pada
saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--40% jika ibu
yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir
kehamilannya.
f. Klasifikasi
1. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa parasit yang
disebut Toxoplasma gondii. Dari penelitian di jelaskan bahwa untuk penyakit
bawaan atau kongenital terjadi akibat infeksi primer selama kehamilan,
khususnya selama trimester ketiga. Tidak seperti infeksi kongenital lain yang
cenderung untuk terjadi sekitar 8-15 minggu kehamilan yang terjadi ketika
masa organogenesis, toksoplasmosis infektivitas terjadi sebaliknya dan
bahkan dapat meningkat sesuai usia kehamilan.

Toksoplasmosis timbul akibat mengkonsumsi daging mentah atau tidak


mencuci tangan sewaktu menyiapkan daging mentah atau terinfeksi kotoran
kucing. Parasit ini memiliki kemampuan shedding dalam saluran pencernaan
kucing, dan ketika masuk ke tubuh manusia dapat menyebar secara
hematogenous ke pembuluh darah uterin akhirnya memasuki plasenta dan
menginfeksi janin. Setelah menyerang janin, parasit ini menyerang sel-sel otak
dan otot, membentuk kista yang dapat tetap hidup dalam host selama bertahun-
tahun. Penyebaranya sendiri diperkirakan Lebih dari 60 juta orang di Amerika

10
Serikat terinfeksi, tapi sangat sedikit memiliki gejala. Insiden Toksoplasmosis
kongenital adalah 1 dalam 1000-8000 di AS

1) Penyebaran virus:
a. Dari telur Toxoplasma yang berada dalam tanah masuk ke tubuh
manusia.
b. Menelan mentah atau masak daging setengah matang, terutama
daging babi, domba atau daging rusa.
c. Kontak dengan kotoran kucing yang terinfeksi.
d. Plasenta (jika infeksi terjadi selama kehamilan).
e. Melalui transplantasi organ atau transfusi akan tetapi hal ini sangat
jarang terjadi.
f. Perempuan dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah sehingga
beresiko untuk reaktivasi infeksi sebelumnya.
2) Manifestasi Klinis
- Sakit Kepala
- Lemah
- Sulit berpikir jernih
- Demam
- Mati rasa
- Koma
- Serangan jantung
- Perubahan pada penglihatan (seperti penglihatan ganda, lebih
sensitif terhadap cahaya terang, atau kehilangan penglihatan)
- Kejang otot, dan sakit kepala parah
3) Efek Maternal
- Infeksi akut
- Menyerupai influenza
- Limfadenopati
4) Efek pada janin
- Jika disertai infeksi akut maternal akan terjadi parasitemia

11
- Kemungkinan untuk terjadi bersama infeksi kronik maternal lebih
kecil
- Cenderung terjadi abortus bila terdapat infeksi akut pada awal
kehamilan
5) Pemeriksaan dan penatalaksanaan

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemeriksaan


imunoglobulin spesifik polymerase chain reaction (PCR). Jika tes ini
terbukti negatif akan tetapi kecurigaan klinis akan infeksi ini tinggi maka
pengobatan harus tetap dilakukan. Selain itu juga dapat dilakukan tes
serum dan ELISA. Pengobatan alternatif untuk taksoplasmosis adalah
pyrimethamine ditambah sulfadiazin dan klindamisin(untuk wanita yang
alergi terhadap sulfadiazin).

2. Rubela (campak jerman)


Rubela adalah suatu infeksi virus yang ditransmisi melalui droplet. Demam,
ruam dan limfedema ringan biasanya terlihat pada ibu yang terinfeksi. Akibat
pada janin lebih serius dan meliputi abortus sepontan, anomali kongenital dan
kematian. Sebagian besar wanita usia subur kebal terhadap rubella, baik
melalui vaksinasi atau penyakit sebelumnya, namun 2 dar 10 dianggap rentan.
Pencegahan infeksi rubela maternal dan efek pada janin adalah fokus utama
program imunisasi rubela (ACOG, 1992c). Vaksinasi ibu hamil
dikontraindikasikan karena infeksi rubela bisa terjadi setelah vaksin
diberikan. Sebagai bagian dari konseling prakonsepsi atau masa nifas, vaksin
rubela diberikan kepada ibu yang tidak imun terhadap rubela dan mereka
dianjurkan memakai kontrasepsi selama minimal tiga bulan setelah vaksinasi.
1) Efek Maternal:
- Ruam, demam, kelenjar limfe di subokspital dapat membengkak,
fotofobis
- Artritis atau ensefalitis kadang juga terjadi
- Abortus sepontan

12
- Risiko sindrom rubella bawaan tertinggi (hingga 90%) saat paparan
adalah antara 11 dan 20 minggu kehamilan.
2) Efek pada janin:
- Insiden anomali konginetal: bulan pertama 50%, bulan kedua 25%,
bulan ketiga 10%, bulan keempat 4%
- Sekitar 25 persen neonatus yang ibunya terkena rubella selama
trimester pertama dilahirkan dengan satu atau lebih cacat lahir -
kebutaan, katarak, gangguan pendengaran, cacat jantung, retardasi
mental, gangguan gerak, dan pengembangan diabetes selama masa
kanak-kanak atau lambat.
- Pemaparan pada dua bulan pertama: malformasi jantung, mata,
telinga, atau otak
- Pemaparan setelah bulan keempat: infeksi sistemik,
hepatosplenomegali, retardasi pertumbuhan intrauterin, ruam
- Pada usia 15 sampai 20 tahun anak bisa mengalami kemunduran
intelektual dan perkembangan atau bisa menderita epilepsi
- Beberapa bayi yang terinfeksi memiliki masalah kesehatan jangka
pendek seperti diare, BBLR, masalah makan, pneumonia,
meningitis, anemia, bintik-bintik merah-ungu pada wajah dan
tubuh dan pembesaran limpa dan hati.
3) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi
pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella
IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat
sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan, dianjurkan
untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama
sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18
minggu dan risiko infeksi rubella bawaan. Selain itu dapat dengan tes
ELISA, HAI, Pasif HA atau tes LA, atau dengan adanya IgM spesifik
rubella yang mengindikasikan infeksi rubella telah terjadi.
4) Penatalaksanaan

13
a. Pada Ibu - Analgesik ringan, istirahat dan dukungan.
b. Neonatal - Tidak ada pengobatan khusus untuk pengobatan rubella
bawaan. Mata atau cacat jantung dapat dikoreksi atau diperbaiki
dengan pembedahan.

Pendidikan Kesehatan

a. Vaksinasi wanita non-imun sebelum kehamilan adalah pencegahan


terbaik.
b. Rubella dan MMR (campak, gondok, rubella) vaksin tidak
dianjurkan selama kehamilan. Seorang wanita harus menunggu 28
hari setelah vaksinasi untuk hamil (meskipun risiko kehamilan yang
tidak disengaja selama ini sangat kecil). Ibu menyusui dapat
divaksinasi.
c. Wanita hamil yang tidak kebal untuk rubella harus menghindari
kontak dengan orang yang terinfeksi rubella atau gejala rubella.

3. Cytomegalovirus
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili
betaherpesvirus, famili herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan,
sekresi maupun ekskresi tubuh yangterinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan
vagina, dan lainlain). Masa inkubasi penyakit ini antara 3-8 minggu. Pada
kehamilan infeksi pada janin terjadi secara intrauterin. Pada bayi, infeksi yang
didapat saat kelahiran akan menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga hingga
ke dua belas; jika didapat pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang
berat. Setiap tahun sekitar 40.000 bayi di AS (1%) terinfeksi. Untungnya,
sebagian besar bayi tidak mengalami kematian, tapi sekitar 8.000 bayi per tahun
mengalami cacat yang berlangsung dari CMV.
Infeksi virus ini dapat ditemukan secara luas di masyarakat; sebagian besar
wanita telah terinfeksi virus ini selama masa anak-anak dan tidak mengakibatkan

14
gejala yang berarti. Tetapi bila seorang wanita baru terinfeksi pada masa
kehamilan maka infeksi primer ini akan menyebabkan manifestasi gejala klinik
infeksi janin bawaan sebagai berikut: hepatosplenomegali, ikterus, petekie,
meningoensefalitis, khorioretinitis dan optic atrophy, mikrosefali, letargia, kejang,
hepatitis dan jaundice, infiltrasi pulmonal dengan berbagai tingkatan, dan
kalsifikasi intrakranial. Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai retardasi
psikomotor maupun kehilangan pendengaran.

1) Klasifikasi
CMV dapat mengenai hamper semua organ dan menyebabkan
hamper semua jenis infeksi. Organ yang terkena adalah:
- CMV nefritis( ginjal).
- CMV hepatitis( hati).
- CMV myocarditis( jantung).
- CMV pneumonitis( paru-paru).
- CMV retinitis( mata).
- CMV gastritis( lambung).
- CMV colitis( usus).
- CMV encephalitis( otak)
2) Manifestasi Klinis
- Petekia dan ekimosis.
- Hepatosplenomegali.
- Ikterus neonatorum,hiperbilirubinemia langsung.
- Retardasi pertumbuhan intrauterine.
- Prematuritas.
Ukuran kecil menurut usia kehamilan.
- Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak yang
lebih besar:
o Purpura
o Hilang pendengaran.
o Korioretinitis; buta.

15
o Demam.
o Kerusakan otak.
3) Efek Maternal :
Penyakit pernafasan atau hubungan seksual yang asimptomatik
atau sindrom seperti mononukleosis: dapat memiliki rabas di serviks
4) Efek pada janin :
Kematian janin atau penyakit menyeluruh anemia hemolitik dan
ikterik: hidrosefalus atau mikrosefalus, pneumonitis, hepatosplenomegali
5) Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan ini angat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut


atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih
tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV
IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan pembagian seperti berikut:

a. Pada Ibu - ELISA, antibodi fluorescent (FA), fiksasi komplemen


(CF), serokonversi hingga + IgM, dan isolasi virus dengan kultur.
b. Sebelum melahirkan – efek pada bayi mungkin menunjukkan
temuan berikut USG: mikrosefali, hidrosefalus, lesi kistik atau
kalsifikasi nekrotik di otak, hati atau plasenta, PJT,
oligohidramnion, asites, pleural efusi perikardial atau,
hypoechogenic usus dan hidrops.
c. Newborn - isolasi virus adalah metode optimal
mendokumentasikan infeksi CMV. Spesimen dapat diambil dari
urin, nasopharnyx, konjungtiva dan cairan tulang belakang.
6) Potensi Efek Ibu dan Bayi
a. Pada Ibu - Kebanyakan infeksi asimtomatik.
b. Neonatal - Infeksi yang paling mungkin terjadi dengan infeksi primer
ibu. Perkiraan tingkat infeksi kongenital dari 1%. Dari jumlah
tersebut, 10% akan gejala, dimana 25% akan memiliki penyakit fatal
dan 90% dari korban akan memiliki serius gejala sisa-IUGR,

16
mikrosefali, kelainan SSP, hidrosefalus, kalsifikasi periventrikular,
ketulian, kebutaan, dan keterbelakangan mental. Sebagian kecil bayi
yang baru lahir tanpa gejala.
7) Penatalaksanaan
a. Pada Ibu - mengobati gejala
b. Neonatal - ada pengobatan yang memuaskan tersedia. Bayi yang
tertular harus diisolasi.

Pendidikan Kesehatan

a. Perempuan dapat mengurangi risiko CMV dengan mempraktekkan


kewaspadaan universal dan hati-hati mencuci tangan, terutama setelah
kontak dengan air liur, urin, feses, darah dan lendir.
b. Hindari berbagi gelas atau peralatan makan dengan penderita CMV.
c. Tes sebelum kehamilan untuk menentukan apakah mereka memiliki
CMV.

4. Virus Herpes Simpleks


Herpes disebabkan oleh virus herpes simpleks, yang mirip dengan virus
yang menyebabkan cacar air dan herpes zoster. Setelah infeksi awal, herpes
simplex virus dapat bersembunyi dalam sel saraf dan kemudian memulai
serangan baru. Ada 2 jenis utama virus herpes simpleks (HSV): tipe I, yang
biasanya dikaitkan dengan luka dingin di sekitar mulut, dan tipe 2, yang
biasanya dikaitkan dengan luka genital. Namun, jenis dapat menginfeksi baik
mulut atau alat kelamin dan keduanya dapat diteruskan kepada bayi yang baru
lahir. Sekitar 45 juta orang Amerika memiliki herpes genital dengan sekitar
1.000 infeksi baru lahir terjadi setiap tahun.
1) Klasifikasi
- Virus herpes simpleks tipe 1 (HSA-1) merupakan infeksi yang
paling banyak ditemukan pada masa kanak-kanak. Virus ini
ditransmisikan kontak dengan sekresi oral dan menyebabkan cold

17
sores(lepuhan-lepuhan kecil) pada mulut atau wajah, namun terkadang
dapat menyebabkan kelainan kelamin juga, terutama jika seseorang
melakukan hubungan seks secara oral dengan orang yang terinfeksi.
- Virus herpes simpleks tipe 2 (HSA-2) biasanya terjadi setelah masa
puber seiring aktivitas seksual yang meningkat. HSV-2 ditransmisikan
terutama melalui kontak dengan sekresi genetalia. HSV-2
menyebabkan kelainan di area kelamin menyebabkan herpes kelamin.
2) Manifestasi klinik
a. Timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal pada
kulit region genitalis.
b. Kadang-kadang disertai demam seperti influenza dan setelah2 – 3
hari bintik kemerahan tersebut berubah menjadi vesikel disertai
rasa nyeri.
Bayi dengan kongenital tertular infeksi HSV biasanya akan terjadi
gejala pada 6 minggu setelah kelahiran. Gejala awal mungkin samar-
samar dan termasuk lesu, vesikel kulit, demam, dan kejang. Mungkin
tidak ada tanda-tanda sama sekali. Sangat penting untuk memiliki tingkat
kecurigaan yang tinggi, karena ada riwayat ibu yang diketahui memiliki
infeksi herpes hanya 12,5% bayi yang didiagnosis dengan HSV
kongenital.
manifestasi herpes neonatal dapat diklasifikasikan dalam tiga cara:
yang pertama kulit, mata, dan keterlibatan mukosa (Penyakit SEM); yang
kedua Penyakit SSP, dan yang ketiga adalah penyakit yang
disebarluaskan dengan keterlibatan beberapa organ. Namun, kategori-
kategori ini tidak terpisah satu sama lain dan bayi dapat memiliki tanda-
tanda dari lebih dari satu. Bayi yang didiagnosis Penyakit SEM juga
mungkin memiliki okultisme SSP infeksi.
3) Dampak pada kehamilan dan persalinan
a. Penularan pada janin dapat terjadi hematogen melalui plasenta
b. Penularan pada janin dapat terjadi akibat perjalanan dari vagina ke
janin apabila ketuban pecah.

18
c. Penularan pada bayi dapat terjadi melalui kontak langsung pada waktu
bayi lahir.
d. Wanita dengan infeksi primer selama kehamilan akan meningkatan
risiko untuk PTD dan BBLR bayi.
e. Bayi dari ibu dengan infeksi primer yang terjadi selama kehamilan
berada pada risiko terbesar. Potensi gejala sisa meliputi: kulit, mulut
atau mata lesi dengan potensi kerusakan permanen pada saraf atau
mata. HSV pada bayi baru lahir sering dapat menyebar ke otak dan
organ internal lainnya (perkiraan kematian 50%). Sekitar 50% dari
korban mengalami keterbelakangan mental, cerebral palsy, kejang,
buta atau tuli.
4) Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat


penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya
infeksi oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila
infeksi terjadi pada saat kehamilan.

Seorang bayi dianggap terinfeksi herpes jika salah satu tes berikut positif:
serum HSV IgM, HSV PCR dari CSF, atau memiliki HSV setelah
dilakukan culture lesi atau lainnya di permukaan mukosa. Karena tinggi
sensitivitas (berkisar 75% sampai 100%), HSV PCR adalah ujian pilihan
untuk evaluasi CSF. Hal ini penting untuk dicatat bahwa PCR CSF
mungkin negatif 5 hari pertama sakit. Jika HSV tetap diduga kuat,
meskipun hasil negatif awal, CSF PCR harus diulang. Untuk Penyakit
SEM, culture HSV dari kulit yang atau lesi mukosa adalah uji pilihan.
Baik PCR maupun culture darah memiliki sensitivitas sangat tinggi. HSV
serologi mungkin berguna; antibodi IgG Ibu HSV juga dapat hadir dalam
bayi.
5) Penatalaksanaan
a. Wanita dengan gejala prodromal atau lesi aktif (masih dalam blister
atau ulkus tahap) akan diberi konseling untuk memiliki kelahiran

19
sesar. Perlindungan terbesar bagi janin jika ini dilakukan sebelum
ROM lebih dari 4 jam.
b. Obat anti-virus dapat memperpendek durasi serangan herpes,
meringankan gejala dan mengurangi jumlah serangan. Acyclovir oral
kadang-kadang digunakan pada akhir kehamilan untuk mengurangi
kebutuhan untuk kelahiran sesar.
c. Bayi baru lahir Dilakukan untuk pemeriksaan adanya herpes
konginetal dan kalau perlu kultus virus. kalau ibu aktif menderita
herpes genitalis maka bayinya diberi acyclovir 3 dd 10 mg/kg B
selama 5 – 7 hari
Pendidikan kesehatan
a. Mendorong wanita dengan riwayat herpes genital untuk
menghindari "pemicu" (panas, gesekan, hubungan, kacang, coklat,
demam atau stress), terutama selama bagian akhir dari kehamilan.
b. Merekomendasikan kondom atau merekomendasikan untuk tidak
hamil pada wanita hamil tanpa HSV yang memiliki pasangan
dengan HSV.
c. Mengajari mencuci tangan yang benar untuk mencegah penyebaran
HSV kepada orang lain atau ke bagian lain dari tubuh.
d. Orang dengan lesi aktif harus menghindari mencium orang lain,
terutama bayi baru lahir.
e. Mendidik perempuan tentang pentingnya pelaporan gejala
prodromal atau lesi ke penyedia layanan kesehatan.
6) Infeksi Lain
Hepatitis B (hepatitis serum) adalah penyakit virus yang ditularkan
seperti penularan HIV. Cara transmisinya meliputi jarum terkontaminasi,
produk darah atau jarum bekas, hubungan seksual, dan pertukaran cairan
tubuh. Apabila terjadi infeksi maternal pada trimester pertama, jumlah
neonatus yanng menjadi seropositif untuk antigen permukaan hepatitis B
bisa mencapai 10%. Jika ibu terinfeksi secara akut pada trimester ketiga,
80% sampai 90% neonatus akan terinfeksi (ACOG, 1992d).

20
Hepatitis B (HBV) adalah penyakit virus yang serius dan
mengakibatkan 4.000-5.000 kematian setiap tahun di AS karena sirosis
dan kanker hati. Infeksi akut terjadi dalam 1 sampai 2 kehamilan per
1000. Memperkirakan bahwa 300 juta orang di seluruh dunia secara
kronis terinfeksi HBV.

1) Efek maternal
Hepatitis A :
a. Abortus penyebab gagal hati selama kehamilan
b. Demam, malaise, mual, dan rasa tidak nyaman di abdomen
c. Persalinan prematur, sirosis dan kanker hati.

Hepatitis B :

Ditransmisi melalui hubungan seksual, gejalanya adalah demam,


ruam, artralgia, penurunan nafsu makan, dispepsia, nyeri abdomen, sakit
diseluruh badan, malaise, lemah, ikterik, nyeri tekan dan pembesaran hati.

2) Efek pada janin


Hepatitis A
Pemaparan selama trimester pertama : anomali janin, hepatitis janin
atau neonatus, kelahiran prematur, kematian janin di dalam rahim
Hepatitis B :
a. Infeksi terjadi pada waktu lahir
b. Vaksinasi maternal selama masa hamil harus tidak
menimbulkan resiko pada janin, namun tidak ada data yang
tersedia.
c. Bayi yang terinfeksi pada saat lahir memiliki kesempatan 90
% menjadi kronis terinfeksi .
3) Pemeriksaan
a. Temuan fisik - Low-grade demam, mual , anoreksia , sakit kuning ,
hepatomegali , dan malaise .

21
b. Temuan Diagnostik - + HbsAg , HbeAg + ( 7-14 hari setelah
paparan )
4) Penatalaksanaan
a. Pada Ibu - Ibu hamil yang terpapar HBV harus
menerima vaksin dan HBIG.
Wanita hamil yang sudah terinfeksi harus makan
dengan baik, mendapatkan istirahat yang cukup,
menghindari stres dan menghindari alkohol. Alpha
interferon dan lamivudine tidak dianjurkan selama
kehamilan.
b. Pada Neonatal - Bayi perempuan yang terinfeksi harus
menerima vaksin HBV dan HBIG .
5) Pendidikan kesehatan
a. Hepatitis B vaksinasi adalah pencegahan terbaik .
b. Penggunaan yang tepat dan konsisten kondom lateks dapat
mencegah penularan seksual .
c. Jangan menggunakan obat-obatan IV dan Jangan pernah berbagi
jarum, jarum suntik , air.
d. Jangan berbagi barang pribadi yang mungkin memiliki resiko
kontak dengan darah penderita - pisau cukur , sikat gigi .
e. Mempertimbangkan risiko sebelum melakukan tato atau tindik.
f. Petugas kesehatan harus menggunakan BSP dan penanganan yang
aman dari benda tajam.

Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda


dengan wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit
sampai gejala icterus hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal.
Makanan diberikan dengan sedikit mengandung lemak tetapitinggi protein
dan karbohydrat. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic hendaknya
dihindari.Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingatpada
hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi
perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru

22
lahir hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan
pemeriksaan trans aminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus anti gen
secara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatan khusus bila
tidak mengalami penyulit-penyulit lain.

5. Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan
penderita hepatitis virus A hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1
cc/kg. berat badan. Gamma globulin ternyatatidak efektif untuk mencegah
hepatitis virus B. Gizi Ibu hamil hendaknya dipertahankan seoptimal
mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis virus.
Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya
enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut
semua gejala dan pemeriksaan laborato-rium telah kembali normal.
Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukan pemeriksaan
laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bulan dan enam bulan
kemudian.
Gambaran umum penatalaksanaan infeksi TORCH

23
2.3 Human Papiloma Virus
1. Definisi
HPV adalah jenis virus yang cukup lazim. Jenis yang berbeda dapat
menyebabkan kutil atau pertumbuhan sel yang tidak normal (displasia)
dalam atau di sekitar leher rahim atau dubur yang dapat menyebabkan
kanker leher rahim atau dubur(Benchimol S dan Minden MD, 1998).
Kutil-kutil ini pada umumnya tumbuh di permukaan kulit yang lembab
dan di daerah sekitar alat kelamin sehingga disebut kutil kulit dan kutil
kelamin. Infeksi HPV pada alat kelamin dapat disebarkan melalui
hubungan seks, sedangkan penularan kutil kulit pada tangan atau kaki
dapat terjadi tanpa hubungan seks (penularannya dapat melalui
sentuhan atau penggunaan barang secara bersama) (Benchimol S dan
Minden MD, 1998).
2. Epidemiologi
Penyebaran HPV dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : letak
geografis, genetik, status sosial ekonomi rendah, nutrisi, sistem imun
alami, banyak pasangan seks, usia, dan rokok (nikotin). Tipe yang
paling umum dijumpai justru yang paling berbahaya, yakni 16 dan 18.
Tipe 16 biasa ditemukan di wilayah seperti Eropa, Amerika Serikat,
dan wilayah lainnya. Sementara tipe 18 lebih banyak ditemukan di
Asia(Andrijono, 2007).
3. Etiologi
Infeksi HPV dapat terjadi saat hubungan seksual pertama, biasanya
pada masa awal remaja dan dewasa. Prevalensi tertinggi (sekitar 20%)
ditemukan pada wanita usia kurang dari 25 tahun. Pada wanita usia
25-55 tahun dan masih aktif berhubungan seksual berisiko terkena
kanker serviks sekitar 5-10 persen. Meski fakta memperlihatkan,
terjadi pengurangan risiko infeksi HPV seiring pertambahan usia,
namun sebaliknya risiko infeksi menetap/persisten malah meningkat.
Hal ini diduga karena seiring pertambahan usia terjadi perubahan
anatomi (retraksi) dan histology (metaplasia). Selama serviks matang

24
melebihi masa reproduktif seorang wanita, maka cervical ectropion
digantikan melalui suatu proses squamous metaplasia, untuk membagi
secara bertingkat epitel skuamosa. Epitel skuamosa bertingkat ini
diperkirakan lebih protektif pada banyak orang melawan penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Selain itu, hasil imunitas dari
paparan infeksi sebelumnya, juga diduga sebagai biang dibalik
penurunan insiden tersebut (Andrijono, 2007).
4. Faktor resiko
a. Tidak adanya tes pap yang teratur
b. System imun yang lemah
c. Usia
d. Sejarah seksual
e. Merokok
f. Terlalu lama menggunakan pil pengontrol kehamilan
g. Mempunyai banyak anak
5. Pemeriksaan diagnostik
Jika dokter tidak menemukan adanya lesi atau kutil , tes diagnostik
berikut mungkin diperintahkan :
a. Pap menguji - sampel sel-sel serviks atau sel vagina dikumpulkan
dan dikirim ke laboratorium . Tes ini dapat menentukan apakah sel-
sel telah berubah struktur mereka ( menjadi abnormal ) . Sel
abnormal biasanya berarti ada risiko lebih tinggi terkena kanker .
b. Tes DNA - tes ini mendeteksi apakah varietas HPV risiko tinggi
yang hadir , orang-orang yang berkaitan dengan risiko kanker genital
. Beberapa sel dari leher rahim diambil dan dikirim ke laboratorium
untuk analisis . Sebuah studi menemukan bahwa tes DNA yang
terbaik untuk wanita di atas usia 30 tahun . (Link ke artikel )
c. Cuka tes solusi - solusi cuka diterapkan ke daerah genital . Jika ada
infeksi HPV , daerah akan menjadi putih . Beberapa lesi datar sulit
dideteksi , tes ini membantu dokter dalam / nya diagnosisnya .

25
6. Manifestasi klinis\
HPV bukan jenis virus baru namun, banyak orang tidak
menyadarinya karena virus ini jika menjangkiti manusia tidak
manimbulkan gejala dan tidak menyebabkan masalah kesehatan yang
serius sampai infeksi virusnya menjadi parah. Setiap saat HPV dapat
menginfeksi tanpa menunjukkan gejala. HPV tidak seperti virus
lainnya yang menunjukkan gejala fisik menurun apabila terjangkit
virus ini tetapi seseorang baik pria maupun wanita dapat terkena HPV
bertahun-tahun sebelum ia menyadarinya. Tanda-tanda terserang HPV
sering hanya ditunjukkan oleh tumbuhnya kutil. Kutil yang tumbuh
mungkin berwarna merah muda, putih, abu-abu ataupun coklat.
Awalnya hanya berupa bintil-bintil kecil yang kemudian bersatu
membentuk kutil yang lebih besar. Semakin lama kutil dapat menjadi
semakin besar. Pertumbuhan kutil akan semakin besar dan banyak jika
tumbuh di kulit lembab akibat kebersihan kulit kurang dijaga. Kutil-
kutil ini dapat menyebabkan rasa sakit dan gatal sehingga membuat
tidak nyaman dan sering kali baru disadari keberadaannya saat
jumlahnya sudah bertambah banyak dan besar. Kutil dapat bertumbuh
dengan cepat segera setelah terinfeksi atau pun beberapa bulan bahkan
beberapa tahun setelah terinfeksi HPV, dan bahkan tidak pernah
tumbuh sampai dinyatakan kita terinfeksi HPV (atau sampai kita
menyadari bahwa kita terinfeksi HPV). Oleh karenanya, untuk
menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan maka dianjurkan untuk
rutin melakukan Pap smear/ tes Pap minimal setahun sekali bagi
wanita di atas usia 21 tahun. Umumnya dokter dapat menentukan
apakah kita mempunyai kutil kelamin dengan melihatnya. Kadang kala
alat yang disebut anoskop dipakai untuk memeriksa daerah dubur. Jika
perlu, contoh kutil dipotong dan diperiksa diperiksa dengan mikroskop
(biopsi) . HPV yang menyebabkan kutil kelamin tidak sama dengan
virus yang menyebabkan kanker. Tetapi jika kita mempunyai kutil,

26
maka kita mungkin terinfeksi jenis HPV lain yang dapat menyebabkan
kanker(Andrijono, 2007).
Gejala fisik yang terlihat pada wanita :

1. Kutil pada organ kelamin, dubur atau anus atau pada permukaan
vagina.
2. Pendarahan yang tidak normal.
3. Vagina menjadi gatal, panas atau sakit.
Gejala fisik yang terlihat pada pria :

1. Kutil pada penis, anus atau skrotum.


2. Kutil pada uretra (mungkin terjadi penurunan jumlah urin)
7. Penatalaksanaan medis
Pencegahan infeksi HPV kutil umum sulit untuk menghindari .
Profesional perawatan kesehatan mengatakan bahwa menggigit kuku
meningkatkan risiko , jadi tidak menggigit mereka secara logis
mengurangi risiko . Kutil plantar , yang mempengaruhi kaki , dapat
dicegah dengan menjaga kaki bersih dan kering . Mengenakan kaus
kaki bersih dan tidak berjalan di sekitar kolam renang umum dan
olahraga kamar ganti dengan kaki telanjang juga dapat membantu.
2.4 Infeksi Tratus Genitalia
Infeksi Vagina
1) Pengertian
Infeksi Vagina adalah salah satu penyakit yang umum diderita oleh kaum
wanita diseluruh dunia. Salah satu penyebabnya adalah infeksi jamur yang
merupakan salah satu faktor terpenting kedua penyebab infeksi vagina.
2) Etiologi
- Celana dalam ketat
Penggunaan celana dalam yang terlampau ketat atau terbuat dari bahan
sintetis, bisa memicu infeksi di sekitar vagina atau vulva.
- Pil kontrasepsi

27
Pil kontrasepsi bisa menyebabkan perubahan hormonal di dalam tubuh.
Lebih jauh, penggunaan pil kontrasepsi bisa berakibat pada timbulnya
infeksi vagina.
- Hubungan intim
Kurang menjaga kebersihkan area intim setelah berhubungan seksual bisa
menyebabkan infeksi.
- Diabetes
Penderita diabetes memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita infeksi
vagina.
- Antibiotik dan steroid
Penggunaan antibiotik dan steroid bisa membunuh bakteri-bakteri baik
yang terdapat pada vagina. Padahal, bakteri-bakteri baik tersebut berfungsi
menjaga tingkat keasaman vagina, sehingga mencegah pertumbuhan jamur
dan mikroorganisme lainnya.
- Pentransferan infeksi
Infeksi bisa ditransfer dari tubuh lelaki ke tubuh perempuan melalui
hubungan seksual, begitu pula sebaliknya.
- Kekebalan tubuh rendah
Orang yang menjalani perawatan kanker atau AIDS mengonsumsi banyak
antibiotik dan steroid, sehingga memperlemah sistem kekebalan tubuh.
Lemahnya sistem kekebalan tubuh membuat orang lebih rentan terhadap
infeksi.
- Perawatan hormonal dan kesuburan
Perempuan yang menjalani terapi hormonal dan perawatan kesuburan
lebih berisiko terinfeksi jamur
1. Klasifikasi
3 infeksi yang paling sering terdapat pada Infeksi Vagina :
a. Kandidiasis Vulvovaginalis
1. Pengertian

28
Kandidiasis Vulvovaginalis adalah infeksi mukosa vagina dan vulva
( mulut vagina ) yang dapat disebabkan oleh jamur Candida. Ada 7 spesies
yang diketahui dapat menyebabkan infeksi namun tersering adalah
Candida Albicans (80-90%), Candida Glabarta (10%), Candida Tropicalis
(5-10%).

2. Epidemiologi

Data yang dikeluarkan oleh Syarifuddin dkk (1995) menyatakan


tingginya frekuensi kejadian KVV seiring meningkatnya tahun, pada tahun
1987 Kandidiasis Vulvovaginialis ditemukan sebanyak 40% dari seluruh
infeksi saluran kemih, meningkat menjadi 60% pada tahun 1991 dan 65%

pada tahun 1995. Pada tahun 1997 penelitian yang dilakukan Depkes
melaporkan angka prevalensi Kandidiasis Vulvovaginialis di Jakarta Utara
adalah sekitar 22% di antara wanita pengunjung klinik KB. Di RSUP Haji
Adam Malik data tahun 2004 sampai dengan 2008 Kandidiasis
Vulvovaginialis menempati urutan kedua terbanyak dari seluruh
kunjungan pasien ke poliklinik Infeksi Menular Seksual yaitu sebanyak
19,47.

3. Etiologi

Kandidiasis Vulvovaginalis sering disebabkan oleh Candida


Albicans. Kandida albican penyebab terbanyak yang dapat diisolasi >80%
dari penderita kandidiasis vagina. Kandida albicans dapat dijumpai pada
kulit normal, vagina dan saluran pencernaan.

4. Faktor Risiko
1. Faktor Lokal
Mode pakaian ketat dan pakaian dalam yang dibuat dari serat
sintetis menyebabkan panas, kulit lembab, mengelupas dan permukaan
mukosa genital sangat rentan terhadap infeksi kandida. Efek ini
diperberat oleh kegemukan. Hal ini ditambah dengan serbuk pencuci

29
yang gagal membunuh jamur yang mengkontaminasi pakaian dalam.
Kulit yang sensitif terhadap spray vagina, deodoran dapat
menimbulkan kerusakan integritas epitel vagina dan merupakan
predisposisi dan infeksi. Kandidiasis vaginitis dapat ditularkan melalui
hubungan seksual. Apabila persiapan hubungan seksual tidak adekuat,
vagina relatif kering merupakan predisposisi terjadinya trauma
mukokutaneus yang mempermudah terjadinya infeksi
2. Kehamilan
Koloni vagina rata-rata meningkat selama kehamilan dan insiden
keluhan vaginitis meningkat terutama pada trimester terakhir.
Pedersen pada tahun 1969 menemukan 42% kandidiasis vagina pada
kehamilan trimester terakhir dan menurun menjadi 11% pada hari ke
tujuh setelah melahirkan. Kandungan glikogen pada sel – sel vagina
meningkat dengan tingginya kadar hormon dalam sirkulasi. Ini
mempertinggi proliferasi, pengembangbiakan dan perlekatan dari
kandida albikan. Pertumbuhan jamur akan distimulasi dengan
tingginya kadar hormon estrogen, karena hormon ini dapat
menurunkan PH vagina menjadi suasana yang lebih asam
3. Imunosupresi
Pemberian obat dalam jangka waktu yang lama terutama
kortikosteroid sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kandida
albikan, oleh karena obat ini bersifat imunosupresi.
4. Diabetes Militus
Glukose yang tinggi pada urine dan peningkatan konsentrasi
sekresi vagina pada diabetes melitus mempertinggi pertumbuhan
jamur
5. Pengobatan Antibiotika
Penggunaan antibiotika dapat mengurangi pertumbuhan bakteri
yang sensitif tetapi tidak berpengaruh terhadap kandida. Antibiotika
dapat membunuh bakteri gram negatif yang memproduksi anti kandida
komponen, sehingga dapat merangsang pertumbuhan kandida

30
6. Kontrasepsi Oral
Episode gejala dari kandidiasis vagina biasanya lebih banyak
pada wanita dengan pemakaian kontrasepsi oral daripada wanita yang
tidak. Dikatakan bahwa kontrasepsi oral menyebabkan perubahan-
perubahan pseudogestasional pada epitel vagina. Penelitian yang
dilakukan oleh Caterall dengan pil estrogen dosis tinggi rnendapatkan
hasil bahwa penderita kandidiasis vagina gagal diobati dengan
bermacam-macam obat dan segera sembuh setelah pemakaian
kontrasepsi oral dihentikan. Tapi penelitian lain tidak dapat
menunjukan perbedaan frekuensi kandidiasis vagina dengan
pemakaian pil atau cara KB yang lain
5. Manifestasi Klinis

Keluhan yang paling sering pada Kandidiasis Vulvovaginalis


adanya rasa gatal pada daerah vulva dan adanya duh tubuh. Sifat duh
tubuh bervariasi dari yang cair seperti air sampai tebal dan homogen
dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak seperti susu yang
disertai gumpalan-gumpalan putih sehingga tampak seperti susu
basi/pecah dan tidak berbau. Akan tetapi lebih sering sekret hanya minimal
saja. Keluhan klasik yang lainnya adalah rasa kering pada liang vagina,
rasa terbakar pada vulva, dispareunia dan disuria. tidak ada keluhan yang
benar-benar spesifik untuk Kandidiasis Vulvovaginalis (KVV).

6. Patofisiologi

Kandidiasis vulvovaginalis dimulai dari adanya faktor predisposisi


memudahkan pseudohifa candida menempel pada sel epitel mukosa dan
membentuk kolonisasi. Kemudian candida akan mengeluarkan zat
keratolitik (fosfolipase) yang menghidrolisis fosfolopid membran sel
epitel, sehingga mempermudah invasi jamur kejaringan. Dalam jaringan
candida akan mengeluarkan faktor kemotaktik neutrofil yang akan
menimbulkan raksi radang akut yang akan bermanifestasi sebagai daerah

31
hiperemi atau eritema pada mukosa vulva dan vagina. Zat keratolitik yang
dikeluarkan candida akan teus merusak epitel mukosa sehingga timbul
ulkus-ulkus dangkal. Yang bertambah berat dengan garukan sehingga
timbul erosi. Sisa jaringan nekrotik, sel-sel epitel dan jamur akan
membentuk gumpalan bewarna putih diatas daerah yang eritema yang
disebut flour albus.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari kandidiasis vulvovaginitis dapat dilakukan baik
secara umum maupun secara khusus.
a. Penatalaksanaan secara umum :
1) menanggulangi faktor predisposisi
2) menjaga kelembapan kulit
3) menjaga higyeni daerah genital
4) memakai pakaian dalam yang ngaman tidak sempit dan
terbuat dari bahan yang menyerap keringat
b. Penatalaksanaan secara khusus :
Topikal
1) larutan ungu gentian ½-1 % dioleskan sehari 2 kali selama 3
hari.
2) Nistatin cream
3) Amfoterisin B
4) Derivat azole : mikonazole 2%, klotrimazole 1 %,
tiokonazole, bufonazol, isokonazol, siklopiroksolamin

Sistemik

1) Ketokonazole 2x200mg selama 5 hari


2) Itrakonazole 2x200 mg dosis tunggal atau 2x100 mg sehari
selama 3 hari.
3) Flikonazole 150 mg dosis tunggal

32
2.5 Infeksi Pasca Partum
1. Definisi
Sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan adalah infeksi
klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau
persalinan. D itandai kenaikan suhu sampai 38⁰ atau lebih selama 2 hari
dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam
pertama. Diukur peroral sedikitnya 4 kali sehari disebut morbiditas
puerperalis.
2. Epidemiologi
Sepsis puerperal terjadi pada sekitar 6% kelahiran di Amerika
Serikat dan kemungkinan besar merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortilitas maternal di seluruh dunia.
3. Etiologi
Infeksi bisa timbul akibat akibat bakteria yang seringkali
ditemukan di dalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen
patogen dari luar vagina (eksogenus). Organisme yang paling sering
menginfeksi ialah organisme streptokokus dan bakteri anaerobik.infeksi
Staphylococcus aureus, gonococcus, koliformis, dan klostridia jarang
terjadi tetapi merupakan organisme patogen serius yang menyebabkan
infeksi pasca partum. Episiotomi atau laserasi pada vagina atau serviks
bisa membuka jalan timbulnya sepsis.
4. Faktor Resiko
a. Faktor resiko yang terjadi saat antenatal care :
- Keadaan anemia akibat malnutrisi
- Adanya kemungkinan infeksi parasit dalam abdomenal
- Terdapat bakteri komensalisme pada genetalia bawah :
o Serviks
o Vagina
o Infeksi alat perkemihan
b. Faktor resiko saat inpartu :

33
- Ketuban pecah pada saat pembukaan kecil (lebih dari 6 jam)
- Persalinan pervaginam operatif
- Persalinan yang lama dan melelahkan
- Kelahiran dengan bantuan alat
- Perdarahan
5. Manifestasi Klinis
Gejala infeksi puerperal bisa ringan atau berat. Suhu tubuh 38⁰ C atau
lebih selama 2 hari berturut – turut tidak terjadi 24 jam pertama setelah
kelahiran, harus dianggap disebabkan oleh infeksi pascapartum.
Ibu menunjukkan gejala :
- Keletihan
- Letargi
- Kurang nafsu makan
- Menggigil
- Nyeri perineum atau distres di abdomen bawah
- Mual
- Muntah
6. Klasifikasi
a. Syok bakteremia
- Syok bakteremia bisa terjadi karena infeksi kritis, terutama infeksi
yang disebabkan pleh bakteri yang melepaskan endotoksin.
- Faktor resiko yang berpengaruh pada syok bakteremia antara lain
ibu yang menderita diabetes melitus, konsumsi immunosupresan,
dan mereka yang menderita endometritis selama periode pasca
partum
- Gejala – gejala yang ditimbulkan antara lain demam yang tinggi
dan menggigil, cemas yang menjadikan apatis, suhu tubuh yang
seringkali menurun, kulit menjadi dingin dan lembab, warna kulit
pucat, nadi cepat, hipotensi berat, sianosis perifer, dan oliguria.

34
- Temuan laboratorium menunjukkan bukti – bukti infeksi. Biakan
darah menunjukkan bakteremia, biasanya konsisten dengan basil
enterik gram-negatif. Perubahan EKG menunjukkan adanya
perubahan yang mengindikasikan insufisiensi miokard.
- Penatalaksanaan :
o Penatalaksanaan terpusat pada terapi antimikrobial,
demikian juga dukungan oksigen untuk menghilangkan
hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah
kolaps vaskuler.
o Fungsi jantung, usaha pernapasan, dan fungsi ginjal
dipantau dengan ketat
b. Mastitis
- Mastitis atau infeksi payudara mempengaruhi 1% wanita segera
setelah lahir, yang kebanyakan adalah ibu yang baru pertama kali
menyusui bayinya.
- Organisme penyebab utama ialah Staphylococcus aureus. Fisura di
puting susu yang terinfeksi biasanya merupakan lesi awal.
- Gejala yang timbul biasanya menggigil, demam, malaise, dan nyeri
tekan pada payudara.
- Peradangan edema dan pembengkakan payudara segera akan
menyumbat aliran air susu.
- Penatalaksanaan pada mastitis meliputi terapi antibiotik intensif,
menyokong payudara, kompres lokal (atau dingin), dan
penggunaan analgesik.
2.6 Infeksi Umum
Secara umum infeksi dalam kehamilan berdasarkan penyebabnya
dikelompokan menjadi tiga penyebab, yaitu :
a. Infeksi Virus ; meliputi varisella zooster, influenza, parotitis, rubeola, virus
pernafasan, enterovirus, parfovirus, rubella, sitomegalovirus.
b. Infeksi bakteri ; meliputi Streptokokus grup A, Streptokokus grup B,
Listeriosis, Salmonella, Shigella, Mourbus Hansen.

35
c. Infeksi protozoa; meliputi Toksoplasmosis, Amubiasis, amubiasis, infeksi
jamur.
1. Varicella zoster.
Walaupun masih diperdebatkan, terdapat bukti bahwa infeksi vaeisella
bertambah parah selama kehamilan. Paryani dan Arvin (1986) melaporkan
bahwa 4 dari 43 wanita hamil yang terinfeksi atau sekitar 10%, mengalami
pneumonitis. Dua dari wanita ini memerlukan ventilator dan satu meninggal.
Infeksi herpes zooster pada ibu hamil lebih sering terjadi pada pasien yang
lebih tua atau mengalami gangguan kekebalan (immunocompromised).
Pencegahan : Pemberian imunoglobulin varisela-zooster (VZIG) akan
mencegah atau memperlemah infeksi varisella pada orang rentan yang terpajan
apabila diberikan dalam 96 jam dengan dosis 125 U per 10 kg, i.m.
Efek pada janin : Cacar air pada wanita hamil selama paruh pertama gestasi
dapat menyebabkan malformasi kongenital akibat infeksi transplasenta, berupa
korioretinitis, atrofi korteks serebri, hidronefrosis dan defek kulit serta tulang
tungkai. Resiko tertinggi terletak pada usia gestasi antara 13 dan 20 minggu.
Pajanan pada usia kehamilan yang lebih belakangan menyebabkan lesi
varisella kongenital, dan bayi kadang-kadang mengalami herpes zooster pada
usia beberapa bulan (Chiang dkk, 1995). Janin yang terpajan virus tepat
sebelum dan saat persalinan ketika antibodi ibu belum terbentuk, mengalami
ancaman serius, bayi akan mengalami infeksi viseral dan susunan syaraf pusat
diseminata, yang sering kali mematikan.

2. Influenza
Penyakit ini disebabkan oleh virus dari famili Orthomyxoviridae, meliputi
influenza tipe A dan tipe B. Influenza A lebih serius dari pada B. Penyakit ini
tidak mengancam nyawa bagi orang dewasa sehat, kecuali apabila timbul
pneumonia, prognosis menjadi serius. Haris (1919) melaporkan angka
kematian kasar ibu hamil sebesar 27 %, yang meningkat menjadi 50% apabila
terjadi pneumonia.

36
Pencegahan : Center for Disease Control and Prevention(1998)
menganjurkan vaksinasi terhadap influenza bagi semua wanita hamil setelah
trimester pertama. Berapa pun usia gestasi, wanita dengan penyakit medis
kronik, misalnya dibetes atau jantung, divaksinasi. Amantadin berespon baik
dan spesifik terhadap virus-virus influenza A apabila diberikan dalam 48 jam
setelah awitan gejala.
Efek pada janin : Belum ada bukti kuat bahwa virus influenza A
menyebabkan malformasi kongenital atau kelainan pada bayi.

3. Parotitis
Parotitis adalah penyakit infeksi pada orang dewasa yang jarang dijumpai
yang disebabkan oleh paramiksovirus RNA. Virus terutama menginfeksi
kelenjar liur, tetapi juga dapat mengenai gonad, meningen, pancreas dan organ
lain. Parotitis selama kehamilan tidak lebi parah dibanding pada orang dewasa
tidak hamil dan tidak terdapat bukti bahwa virus bersifat teratogenik (Ouhilal,
2000). Vaksin Jeryl-Lynn (virus hidup yang dilemahkan) dan vaksin MMR
kontraindikasi bagi wanit haml.
Efek pada janin : Tidak ada bukti kuat bahwa infeksi parotitis meningkatkan
angka kematian janin maupun anomali mayor pada janin. Parotitis kongenital
sangat jarang dijumpai.

4. Rubeola (campak)
Virus tampaknya tidak bersifat teratogenik, tetapi terjadi peningkatan
frekuensi abortus dan BBLR pada kehamilan dengan penyulit campak (Siegel
dan Fuerst, 1966). Apabila seorang wanita menderita campak sesaat sebelum
melahirkan , timbul resiko infeksi serius yang cukup besar pada neonatus,
terutama pada bayi preterm. Imunisasi pasif dapat dicapai dengan pemberian
globulin serum imun 5 ml i.m dalam 3 hari setelah terpajan. Vaksinasi aktif
tidak diberikan selama kehamilan, tetapi wanita yang rentan secara rutin
divaksinasi postpartum.

37
5. Coxackievirus B
Infeksi virus ini dapat menyebabkan penyakit yang ringan pada ibuntetapi
juga dapat menyebabkan kematian anomaly kardiovaskuler, miokarditis, dan
meningoensefalitis pada janin.

6. Listeriosis
Organisme ini adalah gram positip dimana 1 sampai 5 persen dari dewasa
memiliki lesteria yang ditemukan di feses. Transmisi ditemukan dari makanan
yang terkontaminasi atau susu yang busuk. Sering ditemukan pada penderita
usia muda- tua, wanita hamil, penderita dengan daya tahan yang turun. Pada
wanita hamil hanya berupa asimtomatik seperti panas badan influenza. Wanita
dengan listeriosis dapat menyebabkan fetal infeksi yang terlihat beruapa
disseminated granulomatous lesion. Pada bayi kemungkinan untuk terkena
infeksi ini sebesar 50 persen. manifestasi pada bayi setelah tiga atau empat
minggu setelah lahir. Infeksi ini serupa dengan dengan yang disebabkan oleh
grup B haemolytic.

7. Tuberculosis (TB)
Menurut Oster, 2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada
sedikit risiko terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan
obat-obatan TB yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan
Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar
paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan perawatan di
rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan
mengalami masalah setelah lahir.
Risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke
janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB
congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan
bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan

38
limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum
jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.
8. Sindrom Syok Toksik (SST)
Toxic shock syndrome adalah suatu gangguan sistemik yang berpotensi
mengancam jiwa, yang memiliki tiga manifestasi uatam ; dmam mendadak,
hipotensi, dan ruam. Sindrom ini disebabkan oleh salah satu dari dua bakteri,
baik bakteri Staphylococcus aureus (Staph) bakteri atau kelompok A
streptokokus (radang) bakteri. Bakteri ini dapat memasuki aliran darah
setelah operasi atau melalui kulit rusak. Setelah bakteri telah memasuki
darah, toxic shock syndrome (TSS) set cepat dan bisa berakibat fatal jika
tidak segera diobati. Gejala TSS datang dengan cepat dan biasanya
dikonfirmasi oleh darah atau urin di rumah sakit. Gejala yang paling umum
dari TSS adalah demam tinggi (lebih dari 102 derajat), tekanan darah rendah,
hidangan ruam yang terlihat mirip dengan luka bakar, sesak napas,
disorientasi, muntah, atau diare.

39
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Diagnosa
1) Nyeri Akut
2) Resiko Infeksi

40
41
3.2 Intervensi Keperawatan

N Diagnosa NOC NIC Rasional


O
1. Nyeri Akut (00132) NOC 1. Manajemen Nyeri 1. Manajemen nyeri
kelas 1: kenyamanan 1. Kontrol nyeri 1. Observasi: 1. Observasi:
fisik Kriteria hasil: - Monitor kepuasan - Untuk mengetahui
domain 12: kenyamanan Setelah dilakukan pasien terhadap kepuasan dan
tindakan keperawatan manajemen nyeri kenyamanan pasien
Definisi: selama 3x24 jam dalam interval 2. Mandiri:
pengalaman sensori dan masalah Kontrol Nyeri yang spesifik - Agar pasien dapat
emosional tidak teratasi dengan 2. Mandiri: melakukan
menyenangkan yang indicator sebagai - Berikan informasi penurunan nyeri
muncul akibat berikut: mengenai nyeri, secara mandiri
kerusakan jaringan 1. Mengenali seperti penyebab - Agar dapat
actual atau potensial kapan nyeri nyeri, berapa mengurangi rasa
atau yang di gambarkan terjadi(4) lama nyeri akan nyeri yang
sebagai kerusakan 2. Menggambarka dirasakan, dan dirasakan
(international n faktor antisipasi 3. Kolaborasi:
association for the study penyebab(4) ketidaknyamanan - Agar dapat
of pain); awitan yang 3. Menggunakan akibat prosedur membantu
tiba-tiba atau lambat dan tindakan - Berikan individu penurunan nyeri
intensitas ringan hingga pencegahan(4) penurun nyeri 4. HE:
berat dengan akhir yang 4. Menggunakan yang optimal - Agar dapat
dapat di antisipasi atau tindakan dengan peresepan mengetahui
di prediksi. pengurangan analgesic penurunan nyeri

42
(nyeri) tanpa 3. Kolaborasi dan dapat
batasan karakteristik: analgesik(3) - Kolaborasi mengurangi nyeri
1. Bukti nyeri dan 5. Menggunakan dengan pasien,
menggunakan analgesik yang orang terdekat 2. Pengurangan kecemasan
standar daftar direkomendasik dan tim kesehatan
periksa nyeri an (3) lainnya untuk observasi:
untuk pasien Ket: memilih dan - Agar dapat
yang tidak dapat 1. Tidak pernah mengimplementa mengetahui tingkat
mengungkapkan menunjukkan sikan tindakan kecemasan pasien
nya (misalnya 2. Jarang penurun nyeri mandiri:
neonatal infant menunjukkan nonfarmakologi - Untuk dapat
pain scale, pain 3. Kadang-kadang sesuai kebutuhan menurunkan
assessment menunjukkan 4. HE: stimulasi yang
checklist for 4. Sering - Ajarkan metode berlebihan dan
senior with menunjukkan farmakologi dapat mengurangi
limited ability to 5. Secara konsisten untuk kecemasan
communicate) menunjukkan menurunkan - Agar pasien dapat
2. Diaphoresis nyeri mengontrol
3. Dilatasi pupil kecemasannya
4. Ekspresi wajah 2. Pengurangan kecemasan kolaborasi:-
nyeri ( misalnya observasi: HE:
mata kurang - Kaji untuk tanda - Untuk dapat
bercahay, verbal dan non menurunkan
tampak kacau, verbal kecemasan intensitas nyeri dan
gerakan mata mandiri: kecemasan pada
berpencar atau - Berikan objek pasien
tetap pada satu yang
focus, meringis) menunjukkan

43
5. Focus perasaan aman
menyempit - Bantu klien
(misalnya mengidentifikasi
persepsi waktu, situasi yang
proses berpikir, memicu
interaksi dengan kecemasan
orang dan kolaborasi: -
lingkungan) HE:
6. Fokus pada diri - Instruksikan klien
sendiri untuk
7. Keluhan tentang menggunakan
intensitas teknik relaksasi
menggunakan
standar skala
nyeri (misalnya,
skala Wong-
Baker, FACES,
skala analog
visual, skala
penilaian
numeric)
8. Keluhan tentang
karakteristik
nyeri dengan
mengguanakan
standar
instrumen nyeri
(misalnya,

44
McGill Pain
Questionnairre,B
rief Pain
Inventory)
9. Laporan tentang
perilaku
nyeri/perubahan
aktivitas
(misalnya
anggota
keluarga,
pemberi asuhan)
10. Mengekspresika
n perilaku
(misalnya,
gelisah,
merengek,
menangis,
waspada)
11. Perilaku
distraksi
12. Perubahan pada
parameter
fisiologis
(misalnya
tekanan darah,
frekuensi
jantung,

45
frekuensi
pernafasan,
saturasi oksigen,
dan entidal
karbondioksida
[CO2])
13. Perubahan posisi
untuk
menghindari
nyeri
14. Perubahan selera
makan
15. Putus asa
16. Sikap
melindungi area
nyeri
17. Sikap tubuh
melindungi

faktor yang
berhubungan:
1. Agens cedera
biologis
(misalnya,
infeksi, iskemia,
neoplasma)
2. Agens cedera
fisik (misalnya

46
abses, amputasi,
luka bakar,
terpotong,
mengangkat
berat, prosedur
bedah, trauma,
olahraga
berlebihan)
3. Agens cedera
kimiawi
(misalnya luka
bakar, kapaisin,
metilen klorida,
agens mustard)
2. Risiko infeksi (00219) Noc -kontrol infeksi Control infeksi
Domain 11 : Keparahan infeksi
keamanan/perlindungan Observasi Observasi
Kelas 2 : cedera fisik Setelah dilakukan - -
Definisi : rentan tindakan keperawatan
mengalami invasi dan 3x24 jam masalah Mandiri Mandiri
multiplika siorganisme keparahan infeksi dapat - Berikan terapi antibiotic - Untuk mencegah terjadi
patogenik yang dapat teratasi dengan yang sesuai infeksi
mengganggu kesehatan. indicator. Kriteria hasil: - Dorong untuk beristrahat - Membantu mengembalikan
Factor risiko : - Kemerahan tenaga yang hilang
- Pathogen - Demam Kolaborasi
- Malnutrisi - Hipotermia - Kolaborasi
- Obesitas - Nyeri -
- Penyakit kronis - Malaise He

47
(mis., diabetes Keterangan; - Ajarkan pasien dan He
melitus) - Berat keluarga mengenai tanda - Untuk mencegah terjadinya
- Cukup berat dan gejala infeksi dan infeksi lebih lanjut
- Sedang kapan harus - Agar pasien dapat terhindar
- Ringan melaporkanya kepada dari infeksi
- Tidakada penyedia kesehatan
- Ajarkan pasien dan Perlindungan infeksi
keluarga mengenai
bagaimana menghindari Observasi
infeksi - Memantau tanda dan gejala
yang terjadi pada pasien
Perlindungan infeksi - Mengetahuikerentananinfe
ksi yang ada pada pasien
Observasi Mandiri
- Monitor adanya tanda - Agar pasien bias lebih
dan gejala infeksi nyaman
sistemik dan local
- Monitor kerentanan Kolaborasi
terhadap infeksi -

Mandiri He
- Berikan ruang pribadi, - Untuk mencukupi cairan
jika perlu pada pasien
- Agar pasien tidak merasa
Kolaborasi Lelah
-

He
- Anjur kan asupan cairan,

48
dengan tepat
- Anjurkan istrahat

49
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pencegahan infeksi adalah bagian yang esensial dari semua asuhan
yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus
dilaksanakan secara rutin pada saat menolong persalinan dan
kelahiran bayi, saat memberikan asuhan selama kunjungan
antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat
menatalaksana penyulit. Infeksi dalam kehamilan bertanggung
jawab untuk morbiditas dan mortalitas signifikan. Beberapa akibat
infeksi maternal berlangsung seumur hidup, seperti infertilitas dan
sierilitas. Kondisi – kondisi lain, seperti infeksi yang didapat secara
kongenital, seringkali mempengaruhi lama dan kualitas hidup.
4.2 Saran
Semoga makalah ini apat bermanfaat bagi pembaca. Berikan
penjelasan yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya dan untuk
mencegah terjangkitnya infeksi maternal dan mempercepat
penyembuhan. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada
pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan mencegah
terjadinya komplikasi.

50
Daftar Pustaka
Bley, Karen Adkins. 2003. Torch Infection. Women’s, Children and Behavioral
Health Nnursing Services University of Michigan Health System.
Del Pizzo, Jeannine. 2001. Focus on Diagnosis : Congenital Infections (TORCH).
American Academy of Pediatrics
Ratnayake, Ruwan P. Neonatal TORCH Infection. Medical University of South
Caroline, USA.
Sue G. Boyer, MN, RN, Kenneth M. Boyer, MD. 2004. Update on TORCH
Infections in the Newborn Infant.
 Thapa, Narmaya. 2010. Diagnosis and Treatment of Sionasal Inverted
Papilloma.Nepalese Journal of ENT Head and Neck Surgery; Volume 1,
No.1 (Jan-June 2010).
Netter F.H. Atlas of Human Anatomy. Available from:http://www. 
Netterimages.com/image/4413.htm.
Woodruf W.W. dan Vrabec D.P. Inverted Papilloma of The Nasal Vault
andParanasal Sinuses: Spectrumof CT Finding. American Journal of
RoentgenologyFebruary 1994: 419
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media
Aesculapius. 2000
Sumadibrata, Marcellus. Pemeriksaan Abdomen Urogenital dan anorektal, Infeksi
Saluran Kemih. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
III, Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran UI. 2007. Hal : 51-55, 553-557.
Guyton, A.C dan Hall, J., E.Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta :
EGC. 2006
Lambert H, Coulthard M, 2003. The child with urinary tract infection. In : Webb
NJ.A, Postlethwaite RJ ed. Clinical Paediatric Nephrology.3rd ED. Great
Britain: Oxford Universsity Press., 197-225.
Siregar, RS. 1991. Penyakit Jamur Kulit. Palembang: Lab Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin FK UNSRI/RSU Palembang.

51
Suprihatin, SD. 1982. Candida dan Kandidiasis pada Manusia.Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta
Manuaba, I.B.G dkk. 2003. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

52

Anda mungkin juga menyukai