Makalah Lkii Gusti Wahyudi
Makalah Lkii Gusti Wahyudi
INTERMEDIATE TRAINING
i
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah, sebagai Dzat Yang Maha Kuasa atas segala wujud yang
terhampar di dunia ini.Shalawat kepada nabi Muhammad SAW. Seorang pejuang berbudi luhur
sehingga membawa makna tersendiri dalam sebuah ajaran terstruktur, sistematis dan massif yang
sekarang kita yakini yaitu islam.
Terima kasih penyusun sampaikan kepada para senior dan alumni yang bersedia
membimbing dan memotivasi untuk mengerjakan makalah dengan judul: Literasi Digital
Nasional.
Makalah ini membahas tentang Literasi Digital Nasional, dengan tujuan menjadi
pembelajaran untuk dimasa sekarang dan yang akan datang. Proses perubahan zaman ke zaman
atau era ke era dan kita harus dapat menyesuaikan serta memanfaatkan sebuah zaman
Babakan perjuangan umat islam saat ini sudah seharusnya menggunakan intelektualitas
dikarenakan tuntutan zaman, dalam artian masyarakat umum lebih mengedepankan hal-hal yang
bersifat muda. Untuk itu garis perjuangan tersebut seharusnya tertanam dalam aktivitas HMI
dalam perjuangan di Indonesia nantinya.Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini dan memohon maaf untuk segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini
Penulis
Gusti Wahyudi
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………... 3
2.1 LITERASI…………………………………………………………………. 3
2.2 DIGITAL…………………………………………………………………... 5
iii
BAB I
PENDAHULUAN
“ Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu”
Inilah hikmah klasik yang masih berlaku hingga sekarang, namun jarang kita
renungi atau kita terapkan. Sudah saatnya HMI mereduksi nilai-nilai gerakannya dengan
perkembangan zaman yang ada, dimana era digital (internetnisasi) telah mempengaruhi
segala aspek kehidupan saat ini, sehingga setuju atau tidak, HMI tetap mengikuti
kemajuan zaman untuk mengawal generasi muda Indonesia sebagai upaya pencegahan
apa yang disebut kesenjangan generasi atau generation gap.
Bahwa setiap zaman atau generasi memiliki masalahnya sendiri. Sebagai contoh
seorang ayah tidak dapat memaksakan pola pendidikan orang tuanya untuk diterapkan
kepada anaknya, karena zamannya sudah beda. Begitupun dengan pendidikan organisasi,
termasuk di tubuh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Apa yang dikerjakan pada latihan
kader generasi Lafran Pane tentu beda dengan generasi Cak Nur. Begitu seharusnya
hingga sampailah pada generasi kita. Maka, penting kirannya untuk memahami
permasalahan setiap generasi, utamanya generasi kita sendiri. Karena mustahil dapat
menyelesaikan problematika generasi, jika konteks masalahnya saja kita gagal untuk
memahaminnya.
1
2. Bagaimana sejarah perkembangan Literasi Digital?
2
BAB II
Pembahasan
2.1 Literasi
A. Pengertian Literasi
Secara etimologis istilah literasi sendiri berasal dari bahasa Latin “literatus” yang
dimana artinya adalah orang yang belajar. Dalam hal ini, literasi sangat berhubungan
dengan proses membaca dan menulis. mengacu pada literasi, berikut ini ialah beberapa
jenis literasi yaitu:
3
B. Jenis-jenis Literasi
Literasi Dasar
Literasi Perpustakaan
Literasi Media
Literasi Teknologi
Literasi Visual
Adapun beberapa tujuan dari literasi itu sendiri antara lain ialah Membantu meningkatkan
pengetahuan masyarakat dengan cara membaca berbagai informasi bermanfaat, Membantu
meningkatkan tingkat pemahaman seseorang dalam mengambil kesimpulan dari informasi yang
4
dibaca dan Meningkatkan kemampuan seseorang dalam memberikan penilaian kritis terhadap
suatu karya tulis
2.2 Digital
A. Pengertian Digital
Pengertian digital ini ialah suatu penggambaran dari suatu keadaan atau juga
situasi bilangan yang terdiri dari angka, yakni angka 0 serta 1, atau off serta juga on
(bilangan Biner atau pun juga dikenal juga dengan istilah atau sebutan Binary Digit).
Pendapat lain kemudian juga menyatakan bahwa definisi digital ini ialah suatu sinyal
atau data yang kemudian dinyatakan di dalam serangkaian angka yakni angka 0 serta
1, serta pada umumnya itu diwakili oleh adanya nilai kuantitas fisik, seperti halnya
tegangan atau pun juga polarisasi magnetik.
B. Sejarah Digital
Secara etimologis, istilah digital asalnya dari bahasa Yunani, yakni Digitus berarti
jari jemari tangan atau kaki manusia yang berjumlah 10. Dalam hal tersebut, nilai 10
terdiri dari 2 radix, yaitu 1 dan 0. Inilah asal mulanya pemakaian istilah digital dalam
sistem bilangan biner. Digital atau lebih sering disebut digitalisasi adalah bentuk
perubahan dari teknologi mekanik serta elektronik analog ke teknologi digital.
Digitalisasi tersebut telah terjadi sejak tahun 1980 serta masih berlanjut sampai sekarang
ini. Era digital muncul sebab adanya revolusi yang mulanya dipicu oleh suatu generasi
remaja yang lahir pada tahun 80-an. Kehadiran digitalisasi tersebut menjadi awal era
informasi digital maupun perkembangan teknologi yang lebih modern.
5
Dengan adanya kemajuan serta perkembangan di bidang teknologi pastinya akan
membuat perubahan besar di penjuru dunia. Mulai dari membantu mempermudah semua
kepentingan sampai membuat masalah karena tidak bisa memakai fasilitas yang semakin
canggih dengan benar. Pastinya era digitalisasi saat ini bukanlah sesuatu yang terjadi
secara instan.
Manfaat digital sendiri ialah masa dimana saat semua orang dapat saling
berkomunikasi sedemikian dekat walaupun dalam secara geografis yang berjauhan.
Dikutip dari Wikipedia, era digital bisa dikatakan sebagai globalisasi yakni proses
integrasi internasional yang terjadi sebab adanya pertukaran pandangan dunia, pemikiran,
produk serta aspek-aspek kebudayaan lainnya sebab adanya kemajuan infrastruktur
telekomunikasi internet serta transportasi. Adapun manfaat digital itu ialah
Literasi berasal dari bahasa Inggris yaitu literacy yang diartikan sebagai
kemapuan baca tulis. Namun demikian, pengertian literasi berkembang meliputi proses
membaca, menulis, berbicara, mendengar, membayangkan, dan melihat. Dalam proses
membaca melibatkan proses kognitif, linguistik, dan aktivitas sosial.
Menurut UNESCO literasi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi,
memahami, menafsirkan, menciptakan, berkomunikasi, menghitung dan menggunakan
bahan cetak dan tulisan yang terkait dengan berbagai konteks. Literasi melibatkan
serangkaian pembelajaran yang memungkinkan individu mencapai tujuan mereka, untuk
mengembangkan pengetahuan dan potensi mereka, dan untuk berpartisipasi secara penuh
dalam komunitas mereka dan masyarakat luas Sedangkan kata digital berasal dari kata
digitus, dalam bahasa yunani yang berarti jari-jemari. Apabila jari-jemari seseorang
6
dihitung, maka akan berjumlah sepuluh. Nilai sepuluh tersebut terdiri dari 2 radix, yaitu 1
dan 0. Oleh karena itu, digital merupakan penggambaran suatu kondisi bilangan yang
terdiri dari angka 0 dan 1 atau off dan on (sistem bilangan biner), dapat juga disebut
dengan istilat bit (Binary Digit). Literasi digital adalah seperangkat kemampuan dasar
teknis untuk menjalankan perangkat komputer dan internet. Lebih lanjut, juga memahami
dan mampu berpikir kritis serta melakukan evaluasi media digital serta mampu
merancang konten komunikasi.
Menurut Paul Gilster yang dikutip oleh Dyna Herlina S, literasi digital adalah
kemampuan menggunakan teknologi dan informasi dari piranti digital secara efektif dan
efesien dalam berbagai konteks seperti akademik, karir, dan kehidupan sehari-hari. Lain
halnya menurut Martin, literasi digital merupakan gabungan dari beberapa bentuk literasi
yaitu: komputer, informasi, teknologi, visual, media, dan komunikasi. Dengan enam
keterampilan literasi dasar tersebut, Martin merumuskan beberapa dimensi literasi digital
berikut ini:
a. Literasi digital melibatkan kemampuan aksi digital yang terikat kerja,
pembelajaran, kesenangan dan aspek lain dalam kehidupan sehari-hari.
b. Literasi digital secara individual bervariasi tergantung situasi sehari-hari
yang ia alami dan juga proses sepanjang hayat sebagaimana situasi hidup
individu itu.
c. Literasi digital melibatkan kemampuan mengumpulkan dan menggunakan
pengetahuan, teknik, sikap dan kualitas personal selain itu juga
kemampuan merencanakan, menjalankan dan mengevaluasi tindakan
digital sebagai bagian dari penyelesaian masalah/tugas dalam hidup.
d. Literasi digital juga melibatkan kesadaran seseorang terhadap tingkat
literasi digitalnya dan pengembangan literasi digital.
Berbasis pada literasi komputer dan informasi, Bawden menyusun konsep literasi
digital yang lebih komprehensif. Bawden menyebutkan bahwa literasi digital menyangkut
beberapa aspek berikut ini:
a) Perakitan pengetahuan yaitu kemampuan membangun informasi dari
berbagai sumber yang tepercaya.
7
b) Kemampuan menyajikan informasi termasuk di dalamnya berpikir kritis
dalam memahami informasi dengan kewaspadaan terhadap validitas dan
kelengkapan sumber dari internet.
c) Kemampuan membaca dan memahami materi informasi yang tidak
berurutan (non squential) dan dinamis.
d) Kesadaran tentang arti penting media konvesional dan menghubungkan
nya dengan media berjaringan (internet).
e) Kesadaran terhadap akses jaringan orang yang dapat digunakan sebagai
sumber rujukan dan pertolongan.
f) Penggunaan saringan terhadap informasi yang datang.
g) Merasa nyaman dan memiliki akses untuk mengkomunikasikan dan
mempublikasikan informasi. Berdasarkan berbagai definisi di atas,
dengan demikian yang dimaksud literasi digital adalah ketertarikan,
sikap, dan kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital
dan alat komunikasi seperti smartphone, tablet, laptop, dan PC desktop
untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis dan
mengevaluasi informasi, membangun pengetahuan baru, membuat dan
berkomunikasi dengan orang lain agar dapat berpartisipasi secara efektif
dalam masyarakat.
8
Mengutip dari Finansialku.com Survei dari Kementerian Komunikasi dan
Informatika bersama beberapa organisasi media lain pada pertengahan 2020 yang
melibatkan 1.670 responden di 34 provinsi menunjukkan, indeks literasi digital
Indonesia masih masuk dalam kategori sedang, yaitu 3,47 dari 5 dengan skor
terendah (3,17 dari 5) ada pada aspek literasi pengolahan informasi dan data.
Beberapa akademisi berpendapat pengajaran literasi media digital penting,
terutama di level sekolah, karena dapat menjadi solusi yang efektif. Literasi media
digital memberikan masyarakat pembekalan untuk dapat mengkritisi informasi di
internet sejak usia dini.
Renee Hobbs, profesor Ilmu Komunikasi di University of Rhode Island,
Amerika Serikat, dalam bukunya ‘Digital and Media Literacy” menekankan
pentingnya kemampuan berpikir kritis dalam literasi media digital. Kemampuan ini
terdiri dari lima dimensi yang diperlukan untuk menganalisis dan memberikan
solusi terkait konten media. Kelima dimensi tersebut adalah mengakses,
menganalisis, berkreasi, merefleksikan, serta melakukan aksi dengan konten digital.
Organisasi Pendidikan, Sains, dan Budaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO)
sebenarnya telah menerbitkan modul tentang pedagogi (teknik pendidikan) literasi
media dan informasi untuk diadaptasi di sekolah dengan kompetensi dasar yang
memuat lima dimensi cetusan Renee Hobbs. Modul tersebut memberikan panduan
penerapannya dalam tiga tingkatan yaitu dasar, menengah, dan atas.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sebetulnya telah
menerbitkan aturan Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018 untuk memasukkan mata
pelajaran Informatika (sebelumnya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)) di
tingkat SMP dan SMA. Ini dilakukan sebagai upaya membekali anak muda dengan
kemampuan untuk menguasai teknologi maupun informasi di dunia digital. Namun,
ada beberapa celah antara mata pelajaran Informatika tersebut dengan yang
dianjurkan oleh Hobbs dan UNESCO.
Pertama, pembelajaran tersebut belum ada di tingkat Sekolah Dasar (SD)—
berlawanan dengan anjuran UNESCO. Padahal, literasi media dan digital sebaiknya
mulai dikenalkan sejak level dasar yang berfokus pada aspek mengakses media dan
menganalisis kontennya secara sederhana. Dengan demikian, pada jenjang
9
selanjutnya, peserta didik sudah fasih dalam mengakses media dan tinggal masuk
ke tahap berikutnya, yaitu menganalisis, berkreasi, merefleksikan, dan melakukan
aksi konten digital yang bermanfaat. Literasi media dan digital di tingkat SD
berfokus pada aspek mengakses media dan menganalisis kontennya secara
sederhana. Sehingga selanjutnya, siswa sudah fasih dalam mengakses media dan
masuk dalam tahap menganalisis, berkreasi, merefleksikan, dan melakukan aksi
konten digital yang bermanfaat.
Kedua, pada jenjang SMP dan SMA pun, empat dari lima topik dalam mata
pelajaran Informatika lebih membahas mengenai aspek teknik saja. Materi dengan
muatan literasi media digital hanya terdapat dalam satu topik, yaitu “dampak sosial
informatika”. Bahkan, alokasinya hanya 4-6 jam saja dalam satu semester atau
sekitar 16 persen dari komposisi materi Informatika. Padahal, topik tersebut
memuat etika dalam penggunaan teknologi (dimensi “refleksi”), bagaimana
mengolah informasi dengan tepat (dimensi “analisis”), dan komunikasi konten
digital yang baik di media sosial (dimensi “kreasi” dan “aksi”). Hal tersebut penting
diajarkan sejak usia SMP mengingat anak-anak di Indonesia mulai aktif
menggunakan media sosial sejak usia 13 tahun.
Ketiga, lebih lanjut lagi di level SMA, dimensi “kreasi” yang diajarkan juga
masih sebatas menyinggung pembuatan perangkat seperti program dan aplikasi
komputer. Di tahap ini, dimensi “kreasi” dan “aksi” seharusnya juga fokus pada
menciptakan konten digital yang memiliki dampak perubahan – misalnya membuat
kampanye sosial yang efektif di berbagai media. Selain mewajibkan mata pelajaran
Informatika di seluruh sekolah dan jenjang, pemerintah perlu menyesuaikan atau
bahkan merumuskan kurikulum baru yang fokus pada literasi media digital.Hingga
saat ini, materi Informatika disajikan sebagai ilmu eksakta yang dominan
membahas teknik komputer. Padahal, pendidikan literasi media digital juga memuat
kompetensi mengkritisi informasi dan etika penggunaan media penting diajarkan di
sekolah untuk mengakomodasi arahan UNESCO dan lima dimensi Hobbs. Sebagai
upaya tambahan, sekolah juga sebaiknya mengadakan program bimbingan literasi
media digital yang dilakukan oleh guru teknologi informasi pada peserta didik
maupun tenaga kependidikan lainnya di tingkat SMP dan SMA, misalnya sebagai
10
kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini difasilitasi dalam Permendikbud Nomor 45 Tahun
2015 tentang peran guru TIK di sekolah. Program bimbingan ini dilakukan secara
berkelompok setidaknya lima kali per semester, ataupun secara individual pada
setiap jam kerja. Fokus dari program tambahan ini harus mencakup lima dimensi
literasi media dan digital di atas. Misalnya, sekolah bisa memberikan materi tentang
membedakan berita palsu, teknik membingkai ide tulisan, jurnalisme dasar,
komunikasi pemasaran sederhana, dan etika menggunakan media sosial. Kurikulum
dan program pengajaran yang baik di level sekolah akan membangun generasi
muda yang tidak mudah termakan hoaks, bahkan mampu melahirkan kreator media
sosial yang bermanfaat di dunia maya.
11
BAB III
KESIMPULAN
Sejauh ini dibahas mengenai Literasi Digital Nasional dari beberapa aspek dan sudut
pandang ahli. Pembahasan tersebut mengidentifikasikan dan menekankan kepada seluruh
elemen masyarakat bahwa sebuah zaman atau era akan berakhir dan akan berubah.
pembahasan diatas sudah menunjukan road map untuk seluruh masyarakat khusunya
kader HMI untuk dapat mengikuti perkembangan zaman. Sebagai kader hmi yang
berintelektual kita harus menjadi contoh untuk seluruh elemen masyarakat dalam hal
menerima berita yang banyak beredar di social media, kader HMI harus mampu menjadi
insan yang tidak mudah termakan berita hoax, bahkan kader HMI harus mampu
melahirkan generasi seperti kreator media social yang bermanfaat di media social dan
bermanfaat didunia maya.
12