Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Praktik Belajar Klinik Keperawatan Keluarga

Dosen Pembimbing:

Sumarmi, Ners, M.Kep

Disusun oleh :

Muhammade Murobil Fadli

NIM : 19030

Tingkat : 3A

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

STIKES AHMAD DAHLAN CIREBON

Jl. Walet No.21 , Kertawinangun , Cirebon Jawa Barat 45153

2021/2022
A. KONSEP KELUARGA
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan
kebersamaan dan ikatan emosional dan mengidentifikasian diri mereka sebagai
bagian dari keluarga (Zakaria, 2017). Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2000,
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap
dalam keadaan saling kebergantungan.
Duval dan Logan (1986 dalam Zakaria, 2017) mengatakan keluarga adalah
sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi yang bertujuan
menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan pertumbuhan fisik,
mental, emosional serta sosial dari tiap anggota keluarganya. Dari hasil analisa
Walls, 1986 (dalam Zakaria, 2017) keluarga sebagai unit yang perlu dirawat,
boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum, tetapi berfungsi
sedemikian rupa sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai suatu
keluarga.

2. Tugas Perkembangan Keluarga


Tahapan perkembangan dalam keluarga :
1) Keluarga Baru menikah
 Membina hubungan intim yang memuaskan
 Membinan hubungan dengan keluarga lain
 Mendiskusikan rencana memiliki anak
2) Keluarga dengan anak baru lahir
 Mempersiapkan menjadi orang tua
 Adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi keluarga
 Mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangan
3) Keluarga dengan anak usia pra sekolah
 Membantu anak untuk bersosialisasi
 Beradaptasi dengan anak yang baru lahir
 Pembangian tanggung jawab anggota keluarga
4) Keluarga dengan anak usia sekolah
 Mempertahankan keintimanan pasangan
 Memenuhi kebutuhan yang meningkat,termasuk biaya kehidupan
 Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan baru luar rumah,sekolah
dan lingkungan lebih luas
5) Keluarga dengan anak remaja
 Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat
remaja adalah seorang dewasa muda dan memiliki otonomi
 Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua
 Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga
6) Keluarga melepas anak sebagai dewasa
 Membantu anak mandiri
 Mempertahankan keintiman keluarga
 Penataan kembali peran orang tua dan kegian rumah
7) Keluarga usia pertengahan
 Mempertahankan kesehatan individu
 Mempertahankan hubungan yang serasi
 Meningkatkan keakraban pasangan
8) Keluarga usia tua
 Mempertahankan keakraban pasangan
 Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga
 Melakukan life review masa lalu

3. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (2003) dalam Nadirawati (2018) sebagai
berikut:
1) Fungsi afektif dan koping; dimana keluarga memberikan kenyamanan
emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas, dan
mempertahankan saat terjadi stres.
2) Fungsi sosialisasi; keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai,
sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback dan saran dalam
penyelesaian masalah.
3) Fungsi reproduksi; dimana keluarga melanjutkan garis keturunannya dengan
melahirkan anak.
4) Fungsi ekonomi; keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarga dan
kepentingan di masyarakat.
5) Fungsi pemeliharaan kesehatan; keluarga memberikan keamanan dan
kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan
dan istirahat juga penyembuhan dari sakit.

4. Koping Keluarga
Menurut Friedman (2010) proses dan strategi koping keluarga berfungsi sebagai
proses atau mekanisme vital yang memfasilitasi fungsi keluarga. Tanpa koping
keluarga yang efektif, fungsi afektif, sosialisasi, ekonomi, dan perawatan
Kesehatan tidak dapat dicapai secara adekuat. Oleh karena itu, proses dan strategi
koping keluarga mengandungproses yang mendasari yang memungkinkan
keluarga mengukuhkan fungsi keluarga yang diperlukan.

5. Struktur Kekuatan Keluarga


Beberapa ahli meletakkan struktur pada bentu/tipe keluarga, namun ada juga yang
menggambarkan subsitem-subsistemnya sebagai dimensi struktural. Struktur
keluarga menurut Friedman (2009) dalam Nadirawati (2018) sebagai berikut :
1) Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi keluarga merupakan suatu proses simbolik, transaksional untuk
menciptakan mengungkapkan pengertian dalam keluarga.
2) Struktur Kekuatan
Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung pada
kemampuan keluarga untuk merespon stressor yang ada dalam
keluarga.Struktur kekuatan keluarga merupakan kemampuan (potensial/aktual)
dari individu untuk mengontrol atau memengaruhi perilaku anggota keluarga.
Beberapa macam struktur keluarga:
a. Legimate power/authority (hak untuk mengontrol) seperti orang tua
terhadap anak.
b. Referent power (seseorang yang ditiru) dalam hal ini orang tua adalah
sesorang yang dapat ditiru oleh anak.
c. Resource or expert power (pendapat, ahli, dan lain).
d. Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan
diterima).
e. Coercive power (pengaruh yang dipaksa sesuai dengan keinginannya).
f. Informational power (pengaruh yang dilalui melalui pesuasi)
g. Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi cinta kasih,
misalnya hubungan seksual).
3) Struktur Peran
Peran biasanya meyangkut posisi dan posisi mengidentifikasi status atau
tempat sementara dalam suatu sistem sosial tertentu.
a. Peran-peran formal dalam keluarga Peran formal dalam keluarga dalah
posisi formal pada keluarga, seperti ayah, ibu dan anak Setiap anggota
keluarga memiliki peran masing-masing. Ayah sebagai pemimpin
keluarga memiliki peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung,
pemberi rasa aman bagi seluruh anggota keluarga, dan sebagai anggota
masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Ibu berperan sebagai pengurus
rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak, pelidung keluarga, sebagai
pencari nafkah tambahan keluarga, serta sebagai anggota masyarakat atau
kelompok sosial tertentu. Sedangkan anak berperan sebagai pelaku
psikosoal sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.
b. Peran Informal kelauarga Peran informal atau peran tertutup biasanya
bersifat implisit, tidak tampak ke permukaan, dan dimainkan untuk
memenuhi kebutuhan emosional atau untuk menjaga keseimbangan
keluarga.
4) Struktur Nilai
Sistem nilai dalam keluarga sangat memengaruhi nilai-nilai masyarakat. Nilai
keluarga akan membentuk pola dan tingkah laku dalam menghadapi masalah
yang dialami keluarga. Nilai keluarga ini akan menentukan bagaimana
keluarga menghadapi masalah kesehatan dan stressor-stressor lain.

6. Keluarga Resiko Tinggi


1) Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur:
 Tingkat sosial ekonomi rendah - Keluarga tidak mampu mengatasi
masalah
 Keluarga tidak ikut Keluarga Berencana
2) Keluarga dengan ibu resiko tinggi kebidanan:
 Usia ibu hamil kurang dari 16 tahun atau lebih dari 35 tahun
 Ibu hamil me derita kurang gizi
 Primpara atau grandemultipara
 Riwayat persalinan dengan koplikasi
 Ibu hamil dengan TB < 145 cm
3) Keluarga dengan anak tergolong resiko tinggi
 Lahir premature/BBLR
 Berat badan sukar naik
 Lahir dengan cacat bawaan
 ASI ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi
 Ibu menderita penyakit menular
4) Keluarga mempunyai masalah dalam hubungan antara anggota keluarga
 Anak yang tidak dikehendaki
 Tidak ada kesesuaian pendapat antara anggota keluarga
 Salah satu orang tua meninggal atau cerai
 Ada anggota keluarga yang sedang sakit.

B. KONSEP KOMUNIKASI
1. Pemgertian Komunikasi Terapeutik
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communicatio yang artinya
pemberitahuan atau pertukaran ide. Pemberitahuan atau pertukaran ide dalam
suatu proses komunikasi akan ada pembicara yang menyampaikan pernyataan
ataupun pertanyaan yang dengan harapan akan ada timbal balik atau jawaban dari
pendengarnya (Suryani, 2015). Terapeutik merupakan suatu hal yang diarahkan
kepada proses dalam memfasilitasi penyembuhan pasien. Sehingga komunikasi
terapeutik itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari berbagai macam
komunikasi yang dilakukan secara terencana dan dilakukan untuk membantu
proses penyembuhan pasien (Damayanti, 2008).
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk
membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan
belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain. Komunikasi dalam profesi
keperawatan sangatlah penting sebab tanpa komunikasi pelayanan keperawatan
sulit untuk diaplikasikan (Priyanto, 2009).
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara
sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan klien (Ina dan
Wahyu, 2010).

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan segala yang ada
dalam fikiran dan diri pasien ke arah yang lebih positif yang nantinya akan dapat
mengurangi beban perasaan pasien dalam menghadapi maupun mengambil
tindakan tentang kesehatannya. Tujuan lain dari komunikasi terapeutik menurut
Suryani (2015) adalah:
1) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri;
2) Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan
saling bergantung dengan orang lain;
3) Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan pasien
serta mencapai tujuan yang realistik;
4) Menjaga harga diri;
5) Hubungan saling percaya.

3. Sikap Komunikasi Terapeutik


Menurut Egan ada Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik
yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik , yaitu :
1) Berhadapan. Maksud dari posisi ini adalah kita sudah siap melakukan sesuatu
untuk klien.
2) Mempertahankan kontak mata. Kontak mata berarti menghargai klien dan
menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3) Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengar sesuatu.
4) Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi, sebuah sikap menerima kehadiran orang
lain dalam komunikasi.
5) Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan
relaksasi dalam memberi respon kepada klien.

4. Fase-fase Komunikasi Terapeutik


Tahapan dalam komunikasi terapeutik adalah:
1) Fase pra interaksi.
Pra interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat
mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi perasaan, kekuatan diri
dan membuat rencana pertemuan dengan klien;
2) Fase orientasi.
Pada tahap orientasi, perawat dapat mengucapkan salam saat menemui
pasien, memperkenalkan dirinya, membuat kontak awal dengan pasien,
menanyakan kabar pasien sebelum operasi, menunjukkan sikap siap
membantu dan tidak memaksa pasien untuk bercerita keadaannya pada
perawat;
3) Fase Kerja.
Pada fase kerja perawat menggunakan komunikasi dua arah,
menanggapi keluhan pasien dengan serius, bersikap jujur kepada pasien,
menepati janji yang telah diberikan, menciptakan suasana lingkungan yang
nyaman sehingga mendukung terjadinya komunikasi yang efektif, mengulang
pertanyaan dengan lebih jelas jika pasien belum mengerti tentang pertanyaan
yang disampaikan perawat, jangan mendesak pasien untuk segera menjawab
pertanyaan yang diajukan, jangan memotong di tengah-tengah pembicaraan
pasien, dan jangan membandingkan dengan pasien lain;
4) Fase terminasi.
Perawat dapat mengucapkan salam perpisahan, membuat kontrak
untuk pertemuan berikutnya, memberikan pendidikan kesehatan post operasi,
mengevaluasi respon pasien terhadap komunikasi yang telah disampaikan
dan meninggalakan petunjuk cara menghubungi pasien.

C. KONSEP PENDIDIKAN KESEHATAN


1. Pengertian Pendidikan Kesehatan
Menurut WHO dalam Depkes (2006), mendefinisikan pendidikan kesehatan
adalah proses pemberdayaan individu dan masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan mereka mengendalikan determinan-determinan kesehatan sehingga
dapat meningkatkan derajat kesehatan mereka (Subaris, 2016).
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku hidup sehat yang
didasari atas kesadaran diri baik itu di dalam individu, kelompok ataupun
masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan (Sari, 2013).
Pendidikan kesehatan adalah aplikasi atau penerapan pendidikan di dalam
bidang kesehatan. Hasil (output) yang diharapkan dari suatu pendidikan kesehatan
adalah perilaku kesehatan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan yang kondusif (Notoatmodjo, 2007 dalam Jurnal Fatimah et al., 2016).

2. Tujuan Pendidikan Kesehatan


Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 bahwa tujuan dari
pendidikan kesehatan yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan sosialnya
sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial, pendidikan kesehatan di semua
program kesehatan; baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi lingkungan,
gizi masyarakat, pelayananan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya.
Menurut Green. L (1980) dalam Subaris (2016), tujuan pendidikan kesehatan
terdiri dari 3 tingkatan, yaitu:
1) Tujuan program merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam
periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
2) Tujuan pendidikan merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai dapat
mengatasi masalah kesehatan yang ada.
3) Tujuan perilaku merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus
tercapai (perilaku yang diinginkan). Tujuan perilaku berhubungan dengan
pengetahuan dan sikap.

3. Prinsip-prinsip Pendidikan Kesehatan


Adapun prinsip pendidikan kesehatan antara lain:
1) Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan
kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat
mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan,
2) Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang
kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang
dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri,
3) Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan
tingkah lakunya sendiri,
4) Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan (individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah
lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Denman, 2002).

4. Langkah-langkah Pendidikan Kesehatan


Menurut Swanson dan Nies dalam Nursalam dan Efendi (2008) ada beberapa
langkah yang harus ditempuh dalam melaksanakan pendidikan kesehatan, yaitu :
1) Tahap I. Perencanaan dan pemilihan strategi Tahap ini merupakan dasar dari
proses komunikasi yang akan dilakukan oleh pendidik kesehatan dan juga
merupakan kunci penting untuk memahami kebutuhan belajar sasaran dan
mengetahui sasaran atau pesan yang akan disampaikan. Tindakan perawat
yang perlu dilakukan pada tahap ini antara lain:
a. Review data yang berhubungan dengan kesehatan, keluhan, kepustakaan,
media massa, dan tokoh masyarakat. Cari data baru melalui wawancara,
fokus grup (dialog masalah yang dirasakan).
b. Bedakan kebutuhan sasaran dan persepsi terhadap masalah kesehatan,
termasuk identifikasi sasaran
c. Identifikasi kesenjangan pengetahuan kesehatan.
d. Tulis tujuan yang spesifik, dapat dilakukan, menggunakan prioritas, dan
ada jangka waktu.
e. Kaji sumber- sumber yang tersedia (dana,sarana dan manusia)
2) Tahap II. Memilih saluran dan materi/media. Pada tahap pertama diatas
membantu untuk memilih saluran yang efektif dan matri yang relevan dengan
kebutuhan sasaran. Saluran yang dapat digunakan adalah melalui kegiatan
yang ada di masyarakat. Sedangkan materi yang digunakan disesuaikan
dengan kemampuan sasaran. Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan
adalah :
a. Identifikasi pesan dan media yang digunakan.
b. Gunakan media yang sudah ada atau menggunakan media baru.
c. Pilihlah saluran dan caranya.
3) Tahap III. Mengembangkan materi dan uji coba Materi yang ada sebaiknya
diuji coba ( diteliti ulang ) apakah sudah sesuai dengan sasarandan mendapat
respon atau tidak. Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah:
a. Kembangkan materi yang relevan dengan sasaran.
b. Uji terlebih dahulu materi dan media yang ada. Hasil uji coba akan
membantu apakah meningkatkan pengetahuan, dapat diterima, dan
sesuai dengan individu.
4) Tahap IV. Implementasi Merupakan tahapan pelaksanaan pendidikan
kesehatan. Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah sebagai
berikut: 1)
a. Bekerjasama dengan organisasi yang ada di komunitas agar efektif
b. Pantau dan catat perkembangannya.
c. Mengevaluasi kegiatan yang dilakukan.
5) Tahap V. Mengkaji efektifitas Mengkaji keefektifan program dan pesan yang
telah disampaikan terhadap perubahan perilaku yang diharapkan. Evaluasi
hasil hendaknya berorientasi pada kriteria jangka waktu (panjang / pendek)
yang telah ditetapkan. Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah
melakukan evaluasi proses dan hasil.
6) Tahap VI. Umpan balik untuk evaluasi program Langkah ini merupakan
tanggung jawab perawat terhadap pendidikan kesehatan yang telah diberikan.
Apakah perlu diadakan perubahan terhadap isi pesan dan apakah telah sesuai
dengan kebutuhan sasaran. Informasi dapat memberikan gambaran tentang
kekuatan yang telah digunakan dan memungkinkan adanya modifikasi.
Tindakan keperawatan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Kaji ulang tujuan, sesuaikan dengankebutuhan.
b. Modifikasi strategi bila tidak berhasil.
c. Lakukan kerjasama lintas sektor dan program.
d. Catatan perkembangan dan evaluasi terhadap pendidikan kesehatan yang
telah dilakukan.
e. Pertahankan alasan terhadap upaya yang akan dilakukan.
f. Hubungan status kesehatan, perilaku, dan pendidikan kesehatan.
REFERENSI

SAFITRI, A. (2020). STUDI LITERATUR: ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PENDERITA


SKIZOFRENIA DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH KRONIS.
(Online). Tersedia : http://eprints.umpo.ac.id/6103/ (15-02-2021)

SETIANA, I. A. (2016) ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH TBC PADA


KELUARGA Tn. S DI DESA SROWOT RT 01/ RW 03 KECAMATAN KALIBAGOR
KABUPATEN BANYUMAS Online). Tersedia : http://repository.ump.ac.id/1084/ (15-02-
2021)

Hasanah. U, Suyatmi D, Purwati D. E. (2019). HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK


DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PADA TINDAKAN PERAWATAN
SALURAN AKAR (PSA) DI KLINIK GIGI. (Online). Tersedia :
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/763/ (15-02-2021)

Rosymida, I. (2018) GAMBARAN PENDIDIKAN KESEHATAN YANG DILAKUKAN


PERAWAT DI POLIKLINIK RSUP DR.KARIADI SEMARANG. (Online). Tersedia :
http://repository.unimus.ac.id/1684/ (15-02-2021)

Hadiyati, R. (2018). PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN DENGAN METODE PEER


GROUP TERHADAP PERILAKU PERSONAL HYGIENE REMAJA PUTRI DI SMA
NEGERI 5 BANJARMASIN. (Online). Tersedia : https://eprints.umbjm.ac.id/583/ (15-
02-2021)

Anda mungkin juga menyukai