Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi dan informasi pada abad 21 telah memberikan

pengaruh yang signifikan bagi masyarakat. Budaya dan gaya hidup masyarakat

sangat terpengaruh oleh perangkat elektronik yang membuat lancarnya akses

informasi yang dapat dilakukan. Informasi yang serba terbuka dan tersedia luas

untuk dimanfaatkan sebagai kebutuhan, bahkan digunakan untuk keperluan

ekonomi, perdagangan dan pendidikan. Pendidikan saat ini identik dengan inovasi

yang sangat beragam, mulai dari penggunaan buku hingga penggunaan notebook

sebagai media tulis untuk pembelajaran sehingga hal itu sangat diperhatikan oleh

dunia secara terbuka.

Pendidikan di Indonesia pada saat ini menjadi sorotan masyarakat.

Masyarakat memandang hal tersebut bukan disebabkan oleh kehebatan mutu

pendidikan nasional tetapi lebih banyak disebabkan karena kesadaran akan bahaya

ketertinggalan pendidikan di Indonesia. Gelombang globalisasi dirasakan kuat dan

terbuka. Kemajuan teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran

baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah

dunia yang baru, dunia terbuka, sehingga orang bebas membandingkan kehidupan

dengan negara lain. Setelah dipublikasikan peringkat Indonesia melalui TIMSS

tahun 2015 dan PISA pada tahun 2018, saat ini yang dirasakan adanya

ketertinggalan di dalam mutu pendidikan baik pendidikan formal ataupun

informal (Hadi & Novaliyosi, 2019:562).

1
2

Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber

daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Perkembangan dan

perubahan budaya tersebut sangat mempengaruhi paradigma pembelajaran.

Teknologi dan informasi berkembang pesat di seluruh kalangan masyarakat. Hal

ini juga berpengaruh pada perkembangan pembelajaran.

Pembelajaran dalam bidang sains diharapkan dapat menghantarkan peserta

didik dalam memenuhi keterampilan abad ke-21. Keterampilan yang diperlukan

yaitu keterampilan 4C yang merupakan singkatan dari Critical Thinking atau

keterampilan berpikir kritis, collaboration atau keterampilan bekerja sama dengan

baik, communication atau keterampilan berkomunikasi, dan creativity atau

kreativitas (Sani, 2019). Critical thinking atau berpikir kritis merupakan

keterampilan untuk memahami sebuah masalah yang rumit, menghubungkan

informasi satu dengan informasi lain. Sehingga akan muncul berbagai perspektif

serta menemukan solusi dari sebuah permasalahan. Keterampilan berpikir kritis

merupakan hal yang penting untuk dimiliki oleh peserta didik di tengah derasnya

arus era digital. Keterampilan berpikir kritis sebagai bekal bagi peserta didik

untuk menjadi pembelajar yang lebih baik.

Keterampilan collaboration atau bekerja sama merupakan keterampilan

untuk saling besinergi beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggungjawab,

bekerja secara produktif dengan yang lain, menempatkan empati pada tempatnya,

dan menghormati prsepektif yang berbeda. Keterampilan communication atau

komunikasi merupakan kegiatan menyampaikan informasi baik secara lisan

maupun tulisan. Hadirnya gadget di era globalisasi dapat dijadikan sebagai media

2
3

komunikasi yang efektif bagi anak-anak. Selanjutnya, keterampilan creativity atau

kerativitas yang sangat bergantung kepada pemikiran kreatif seseorang.

Kreativitas yang bisa menghasilkan penemuan baru disebut dengan inovasi.

Berdasarkan empat keterampilan di atas, maka salah satu keterampilan

yang dibutuhkan dalam belajar adalah keterampilan berpikir kritis. Pada

pembelajaran fisika peserta didik dituntut untuk mampu pada kategori

keterampilan berpikir kritis yang mencakup dalam keterampilan berpikir tingkat

tinggi untuk memahami konsep dan prinsip fisika. Pembelajaran fisika tidak saja

dirancang untuk melahirkan fisikawan atau saintis, akan tetapi juga dirancang

untuk membantu peserta didik agar dapat berpikir kritis tentang hal-hal baru yang

ditemuinya berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah diyakini

kebenarannya (Mundilarto, 2012). Sehingga pembelajaran fisika dapat membantu

peserta didik untuk mengembangkan diri menjadi individu yang memiliki sikap

ilmiah dan berpikir kritis, mampu memproses fenomena dengan pengetahuan

yang diperoleh tentang bagaimana cara memahami fenomena-fenomena yang ada

disekitarnya.

Terkait dengan keterampilan berpikir kritis ini, berdasarkan hasil observasi

yang telah dilakukan di SMA N 3 Padang ditemukan beberapa permasalahan

dalam pembelajaran fisika. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang guru

fisika di SMA N 3 Padang diketahui bahwa proses pembelajaran fisika sudah

cukup baik dengan lengkapnya fasilitas yang digunakan, termasuk media

pembelajaran. Tetapi untuk mengukur perkembangan yang dialami oleh peserta

didik setelah proses pembelajaran belum bisa dilihat secara maksimal disebabkan

3
4

oleh instrumen penilaian HOTS yang digunakan oleh guru masih kurang. Guru

belum bisa mengetahui siapa saja peserta didik yang sudah sampai ke tahap

keterampilan berpikir tignkat tinggi. Berdasarkan wawancara dengan peserta didik

kelas XII di SMA N 3 Padang ditemukan permasalahan yaitu, peserta didik

diberikan soal-soal yang bersumber dari buku paket sehingga terjadi kurangnya

variasi soal yang diberikan oleh pendidik dan soal-soal yang diberikan belum

memfasilitasi peserta didik untuk berpikir kritis. Kemudian peserta didik merasa

kurang tertantang untuk mengerjakan soal-soal tersebut.

Instrumen penilaian merupakan alat yang digunakan untuk melakukan

penilaian terhadap peserta didik untuk melihat pencapaian hasil belajar yang

didapat setelah proses pembelajaran, yang nantinya digunakan sebagai acuan

evaluasi proses belajar mengajar. Sesuai dengan kebutuhan pendidikan saat ini

maka instrumen penilaian yang dibutuhkan harus memenuhi HOTS. Pada proses

pembelajaran peserta didik harus terbiasa mengerjakan soal-soal HOTS tersebut.

Oleh karena itu sangat penting guru harus mempersiapkan instrumen

pembelajaran yang berbasis pada HOTS.

Pada penelitian ini akan dikembangkan instrumen penilaian HOTS dalam

pembelajaran fisika. HOTS direkomendasikan untuk diselenggarakan dalam

proses pendidikan bermutu. Pembelajaran yang melibatkan HOTS sangat

diperlukan di era revolusi industry 4.0 seperti sekarang ini. Ilmu pengetahuan dan

teknologi yang terus berkembang berpengaruh terhadap perubahan yang terus

berlangsung tanpa henti di segala bidang.

4
5

Pengembangan instrumen HOTS atau keterampilan berpikir tingkat tinggi

pada pembelajaran fisika diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan dan

tuntutan yang terdapat pada pendidik dan peserta didik kelas XII SMA N 3

Padang. Pengembangan instrumen penilaian ini dirancang sebagai alat untuk

mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik dalam pembelajaran

fisika. Instrumen penilaian yang dikembangkan berbasis HOTS juga diharapkan

mampu menjadi instrumen penilaian yang terkategori baik. Materi listrik statis

sangat cocok untuk dikembangkan menjadi soal-soal HOTS karena KD yang

dimiliki layak untuk dikembangkan menjadi soal HOTS. Peserta didik juga harus

paham terhadap konsep-konsep agar mampu menganalisis dalam proses

menjawab soal-soal tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengembangkan instrumen penilaian Higher Order Thinking Skill (HOTS) pada

pembelajaran fisika. Materi yang akan digunakan terfokus pada listrik statis.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi

permasalahan sebagai berikut:

1. Instrumen penilaian pada pembelajaran fisika yang berbasis HOTS di SMA N

3 Padang belum digunakan.

2. Peserta didik diberikan soal-soal yang berasal dari buku paket, sehingga

kurangnya variasi soal-soal yang dikerjakan oleh peserta didik.

3. Peserta didik merasa kurang tertantang dalam mengerjakan soal-soal fisika

dari buku paket.

5
6

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka penelitian ini dibatasi

pada pengembangan instrumen penilaian HOTS pada materi listrik statis di XII

SMA N 3 Padang yang valid dan praktis.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini yaitu:

1. Apakah intrumen penilaian HOTS pada materi listrik statis kelas XII SMA N

3 yang dikembangkan valid dan praktis?

2. Apakah analisis butir soal dalam instrumen penilaian HOTS pada mata

pelajaran fisika kelas XII SMA N 3 Padang yang dikembangkan reliabel?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini

yaitu:

1. Untuk mengembangkan instrumen penilaian HOTS pada materi listrik statis

kelas XII SMA N 3 Padang yang valid dan praktis.

2. Untuk menganalisis reliabilitas butir soal dalam instrumen penilaian HOTS

pada mata pelajaran fisika kelas XII SMA N 3 Padang.

F. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan, pengalaman dan bekal pengetahuan

dalam mengaplikasikan pengetahuan dalam mempersiapkan diri menjadi

seorang guru untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

6
7

2. Bagi guru, sebagai alat evaluasi pembelajaran untuk melihat perkembangan

keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.

3. Bagi peserta didik, untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat

tinngi dalam materi fisika.

4. Bagi sekolah, sebagai sarana untuk melihat keterampilan berpikir tinggat

tinggi peserta didik dalam pembelajaran fisika.

G. Spesifikasi Produk

Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah instrumen penilaian

keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik yang terdiri dari kisi-kisi soal

HOTS dan kartu soal HOTS. Pada kisi-kisi soal HOTS terdiri dari identitas seperti

satuan pendidikan, mata pelajaran, kurikulum, kelas/semester, alokasi waktu,

jumlah soal, bentuk soal dan penulis. Kemudian terdapat Kompetensi Dasar,

Materi, Kelas/Semester, Indikator Soal, Level Kognitif, Bentuk Soal dan Nomor

soal. Sedangkan pada kartu soal HOTS terdapat identitas yang ada pada kisi soal,

soal uraian sebanyak 10 butir, pedoman penskoran dan keterangan dari soal

beserta alur pemikirannya. Diuraikan sesuai Tingkatan Kognitif kriteria

keterampilan berpikir tingkat tinggi. Soal-soal dibuat sesuai dengan HOTS yaitu

berpikir kritis, berpikir kreatif, problem solving, dan membuat keputusan.

Tergolong pada tingkatan kognitif revisi Bloom menganalisis (C4), mengevaluasi

(C5) dan berkreasi (C6) yang mana dapat disebut juga tingkatan level 3

(penalaran). Soal-soal tersebut akan terdiri dari 10 butir soal uraian terbatas.

7
8

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Fisika

Belajar merupakan kebutuhan pokok setiap manusia. Melalui belajar,

seseorang dapat berkembang menjadi individu yang lebih baik dan bermanfaat

baik untuk dirinya sendiri maupun lingkungan di sekitarnya. Belajar merupakan

suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil individu dengan lingkungannya

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sugihartono, dkk. 2012: 74). Adapun

menurut Mundilarto (2012: 1), belajar dapat didefinisikan sebagai proses

diperolehnya pengetahuan atau keterampilan serta perubahan tingkah laku melalui

aktivitas diri.

Menurut UU. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Depdiknas (2003), mata pelajaran

fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat

mengembangkan keterampilan berpikir analisis, induktif, dan deduktif dalam

penyelesaian masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara

kualitatif dengan menggunakan matematika serta dapat mengembangkan

pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. Menurut hakikatnya, fisika

memiliki tiga aspek utama yaitu aspek afektif, proses, dan ilmu. Sehingga

pembelajaran fisika hendaknya dilaksanakan dengan mempertimbangkan ketiga

aspek tersebut. Mata pelajaran fisika di SMA bertujuan agar peserta didik mampu

8
9

menguasai konsep-konsep fisika dan saling keterkaitannya serta mampu

menggunakan metode ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan

masalah-masalah yang dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan

Yang Maha Esa (Mundilarto, 2012: 5). Selanjutnya Mundilarto (2021) juga

menyatakan bahwa pembelajaran fisika bukanlah dirancang untuk melahirkan

fisikawan atau saintis saja, akan tetapi dirancang untuk membantu peserta didik

akan pentingnya berpikir kritis akan hal-hal baru yang ditemuinya berdasarkan

pengetahuan-pengetahuan yang telah diyakini akan kebenarannya.

Pembelajaran fisika membantu peserta didik untuk mengembangkan diri

menjadi individu yang memiliki sikap ilmiah, mampu memproses fenomena dan

pengetahuan yang diperoleh serta mampu memahami bagaimana fenomena-

fenomena yang ada di sekitarnya bekerja. Salah satu materi dalam pembelajaran

fisika adalah listrik statis. Materi ini cocok untuk dikembangkan sesuai dengan

HOTS karena memerlukan analisis dalam memahasi materi tersebut.

2. Keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thingking Skill


(HOTS)

Menurut Resnick, defenisi keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS)

adalah poses berpikir kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan,

membangun representasi, menganalisis, dan mambangun hubungan dengan

melibatkan aktivitas mental yang paling dasar (Ariyana, 2018:5). Menurut Sani,

(2019:3) HOTS berbeda dengan HOT. HOT mencakup analisis, evaluasi, kreasi

sedangkan HOTS mencakup berpikir kritis, berpikir kreatif, problem solving,

membuat keputusan. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan juga bahwa HOT

seperti bagaimana peserta didik dalam memahami sebuah permasalahan yang

9
10

telah disediakan sedangkan HOTS bagaimana peserta didik dalam memahami,

menganalisis, dan memecahkan sebuah permasalahan.

Menurut Taksonomi Bloom yang telah direvisi proses kognitif dibedakan

menjadi dua, yaitu keterampilan berpikir tingkat tinggi atau sering disebut dengan

higher order thingking skill (HOTS), dan keterampilan berpikir tingkat rendah

atau sering disebut dengan lower order thingking skill (LOWS). Kemampuan

berpikir tingkat rendah melibatkan kemampuan mengingat (C1), memahami (C2),

dan menerpakan (C3). Sementara dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi

melibatkan analisis dan sintesis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta atau

kreativitas (C6) (Kurniati et al., 2016). Keterampilan berpikir tingkat rendah siswa

hanya mengingat dan memahami sebuah permasalahan tanpa harus memecahkan

dan mencari solusi dalam permasalahan terebut. Sehingga keterampilan berpikir

tingkat rendah tidak dapat digunakan pada pembelajaran pada masa sekarang ini.

Sedangkan untuk keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa dituntut untuk

memahami, menganalisis, serta memecahkan atau mencari solusi dalam sebuah

permasalahan di dalam pembelajaran fisika.

Sofyan (2019:3) mengemukakan bahwa Higher Order Thinking Skill

(HOTS) merupakan metode untuk berfikir kritis transfer pengetahuan dan

pemecahan masalah. Hidayati (2017:147) menjelaskan bahwa keterampilan

berpikir tingkat tinggi terjadi saat informasi baru diterima dan saling berkaitan

dengan informasi sebelumnya atau memperluas informasi yang sudah ada agar

dapat merumuskan jawaban dalam situasi tertentu yang membingungkan. Dapat

disimpulkan bahwa HOTS adalah proses berfikir yang mendalam tentang

10
11

pengolahan informasi dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah yang

bersifat kompleks dan melibatkan keterampilan menganalisis, mengevaluasi dan

mencipta. Untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat digunakan

instrumen soal yang berbasis HOTS. HOTS ini hasilnya dinilai dengan

menggunakan instrumen penilaian berupa soal yang harus memiliki karakteristik

HOTS. Berikut adalah karakteristik soal-soal HOTS (Setiawati, 2018:11):

a. Mengukur kemampuan dari keterampilan berpikir tingkat tinggi.

b. Berbasis permasalahan konstektual (situasi nyata) dalam kehidupan sehari-

hari.

Berkenaan dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi ini, fakta

menunjukkan bahwa berdasarkan prestasi sains yang diukur, Indonesia berada

pada peringkat 40 dari 42 negara (TIMSS & PIRLS International Study Center,

2012). Kecendrungan capaian fisika peserta didik di Indonesia terus menurun

(Istiyono et al., 2014:2). Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

rata-rata kategori kognitif peserta didik terkait pembelajaran fisika dengan

keterampilan berpikir tingkat tinggi masih rendah. Kemampuan fisika peserta

didik di Indonesia harus ditingkatkan lagi dengan cara memberikan pembekalan

peserta didik dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Prestasi belajar fisika masih rendah, salah satunya dapat disebabkan karena

proses pembelajaran atau assesmennya yang tidak tepat. Dalam penelitian ini

hanya akan dibahas mengenai assesmennya karena assesmen yang tepat dapat

mendorong peserta didik untuk belajar dengan keterampilan berpikir tingkat

tinggi. Sehingga dari paparan tersebut pada penelitian ini peserta didik diharapkan

11
12

dapat memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi yang merupakan kemampuan

menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk memecahkan masalah yang

rumit meliputi menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta atau biasa kita sebut

dengan C4, C5 dan C6 melalui instrumen penilaian yang dikembangkan dilihat

dari aspek kognitif.

3. Instrumen Penilaian

Penilaian merupakan salah satu dari istilah yang digunakan dalam

pendidikan. Dalam dunia pendidikan, penilaian atau assesmen diartikan sebagai

prosedur yang digunakan agar mendapatkan informasi untuk mengetahui taraf

pengetahuan dan keterampilan peserta didik yang hasilnya akan digunakan untuk

keperluan evaluasi (Subali, 2012 : 1). Sementara instrumen dalam dunia

pendidikan adalah alat yang digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa,

keberhasilan belajar mengajar, dan keberhasilah pencapaian suatu program

tertentu (Daryanto, 2012 ). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat

disimpulkan bahwa instrumen penilaian merupakan alat yang digunakan untuk

melakukan penilaian terhadap peserta didik guna melihat pencapaian hasil belajar

yang didapat setelah proses pembelajaran, yang nantinya digunakan sebagai acuan

evaluasi proses belajar mengajar.

Dalam dunia pendidikan, instrumen penilaian yang digunakan untuk

diberikan terhadap peserta didik guna mengumpulkan data dapat berupa tes

maupun nontes. Tes merupakan alat ukur utama pada ranah kognitif untuk

pengumpulan data yang mendorong peserta didik memberikan hasil yang

maksimal. Untuk instrumen penilaian berupa tes terbagi menjadi 2 yaitu: (1) tes

12
13

objektif diantaranya pilihan ganda, pilihan benar salah, pilihan menjodohkan dan

isian pendek atau melengkapi, (2) tes uraian dapat berupa uraian bebas, uraian

terbatas. Sementara nontes merupakan alat ukur yang digunakan dalam mengukur

ranah afektif dan psikomotor yang hasilnya tidak pasti atau memiliki

kemungkinan-kemungkinan diantaranya wawancara, observasi, dan angket

(Purwanto, 2017:56).

Tes objektif adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-

butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu

atau lebih jawaban diantara beberapa kemungkinan jawaban yang telah

dipasangkan pada masing-masing items, atau dengan jalan menuliskan

(mengisikan) jawaban berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat

yang telah disediakan masing-masing butir item yang bersangkutan ( Widiyanto,

2018 ). Item tes objektif yang banyak dipakai dalam evaluasi hasil belajar peserta

didik di sekolah adalah pilihan ganda. Tes pilihan ganda memiliki semua

persyaratan sebagai tes yang baik, yakni dilihat dari segi objektifitas, reliabilitas,

dan daya pembeda antara peserta didik yang berhasil dengan peserta didik yang

gagal.

Adapun macam-macam tes pilihan ganda, yaitu: (1) pilihan ganda biasa

(melengkapi/menjawab pokok soal dengan 4-5 pilihan). Bentuk ini merupakan

suatu kalimat penyataan yang belum lengkap dan diikuti empat atau lima

kemungkinan jawaban yang tepat dan melengkapi pernyataan tersebut. (2)

hubungan antar hal (sebab-akibat). Bentuk tes ini terdiri dari dua kalimat, satu

kalimat pernyataan dan satu kalimat alas an. Ditanyakan apakah pernyataan

13
14

memiliki hubungan sebab akibat atau tidak dengan alasan. Soal dengan ragam ini

cenderung sulit atau sangat sulit oleh sebab itu perlu diperkenalkan dengan baik,

dilatihkan dan para guru membiasakan penggunaan ragam ini walau hanya 2-3

soal dalam satu tes. (3) analisa kasus. Bentuk tes analisa kasus ini menghadapkan

peserta didik pada satu masalah. Bentuk ragam analisa kasus sama dengan ragam

butir 1 (melengkapi atau menjawab pertanyaan), hanya isi yang terkandung dalam

pokok soal berupa kasus. Peristiwa khusus, hasil kerja di laboratorium, atau

kejadian disekitar kita dapat dijadikan kasus. (5) asosiasi pilihan ganda. Bentuk

soal ini sama dengan bentuk soal melengkapi pilihan, yakni suatu pernyataan yang

tidak lengkap yang diikuti denga beberapa kemungkinan, hanya perbedaan pada

bentuk asosiasi pilihan ganda kemungkinan jawaban bisa lebih dari satu,

sedangkan melengkapi pilhan hanya satu yang paling tepat. ( Widiyanto, 2018 ).

Tes uraian adalah tes (seperangkat soal yang berupa tugas, pertanyaan)

yang menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan dan menyatakan

jawabannya menurut kata-kata/kalimat sendiri ( Widiyanto, 2018 ). Essay atau

uraian ialah tes yang berbentuk pertanyaan tulisan yang jawabannya merupakan

essay/uraian atau kalimat yang panjang (Sukardi, 2011:35). Tes uraian memiliki

dua macam bentuk yaitu uraian bebas dan uraian terbatas. Tes uraian bebas yaitu

uraian terstruktur dimana peserta didik akan menjawab secara bebas tentang suatu

masalah yang ditanyakan. Sedangkan tes uraian terbatas yaitu uraian yang

jawaban peserta didik dibatasi dan diarahkan pada hal yang akan diminta dari

pertanyaan tersebut (Sudjana, 2010:118). Berdasarkan beberapa defenisi dapat

disimpulkan bahwa tes uraian adalah tes yang disusun dalam bentuk pertanyaan

14
15

yang menuntut peserta didik menjawabnya dalam bentuk menjelaskan, menyusun,

dan memadukan gagasan-gagasan secara tertulis berdasarkan pengetahuan dan

pendapatnya sendiri serta harus membutuhkan kreativitas yang tinggi.

Adapun macam-macam tes uraian yaitu: (1) Uraian terbatas. Dalam

menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus mengemukakan hal-

hal tertentu sebagai batasan-batasannya yang sifatnya sudah lebih terara. (2)

Uraian bebas. Dalam menjawab soal uraian bebas ini peserta didik bebas untuk

menjawab soal dengan cara dan sistematikanya sendiri sesuai dengan

kemampuannya.

Berdasarkan pemaparan, maka pada penelitian ini akan dibatasi untuk

melihat ranah kognitif peserta didik saja, sehingga instrumen penilaian yang

digunakan berupa tes uraian terbatas. Berpedoman dengan pendapat para ahlinya

sehingga nanti instrumen yang akan di kembangkan akan menjadi instrumen

penilaian keterampilan berpikir tingkat tinggi yang baik.

B. Penelitian Relevan

Penelitian ini mengenai Pengembangan Instrumen Penilaian HOTS pada

mata pelajaran fisika kelas XII SMA N 3 Padang sepengetahuan peneliti belum

pernah dilakukan. Akan tetapi penelitian yang berkaitan dengan ini yang sekaligus

penulis jadikan sebagai relevansi penelitian ini ialah sebagai berikut:

Penelitian tentang pengembangan instrumen penilaian telah dilakukan

terlebih dahulu oleh Budiman & Jailani (2014) dengan judul penelitian

“Pengembangan Instrumen Asesmen Higher Order Thinking Skill (HOTS) Pada

Mata Pelajaran Matematika SMP Kelas VIII Semester 1” menyimpulkan bahwa

15
16

tujuan penelitiannya adalah untuk melakukan pengembangan instrumen asesmen

mata pelajaran matematika. Penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2014)

memiliki hasil yaitu Soal pilihan ganda memiliki tingkat kesukaran sedang, daya

pembeda baik, semua pengecoh berfungsi baik, dan soal uraian memiliki tingkat

kesukaran sedang dengan daya pembeda baik.

Hanifah (2019) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan

Instrumen Penilaian Higher Order Thingking Skill (HOTS) di Sekolah Dasar”

menyimpulkan bahwa Hal penting dalam penulisan soal HOTS, guru harus sangat

menguasai materi ajar, memiliki keterampilan dalam menulis soal (kontruksi

soal), dan kreativitas guru dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan

kondisi daerah di sekitar satuan pendidikan. Bentuk soal hendaknya beragam.

Format instrumen yang disarankan 1) bentuk soal memilih misalnya pilihan

ganda; menjodohkan 2) essay; 3) soal yang bersifat penjelasan.

Dari beberapa penelitian relevan di atas dapat dijadikan sebagai referensi u

ntuk mengembangkan instrumen penilaian Higher Order Thingking Skill (HOTS)

pada mata pelajaran fisika kelas XII SMA N 3 Padang. Dimana pada penelitian ini

dikembangkan sebuah produk berupa instrumen penilaian HOTS yang valid dan p

raktis digunakan dalam proses pembelajaran fisika dengan model 4-D.

C. Kerangka Konseptual

Peserta didik diberikan soal-soal yang berasal dari buku paket, sehingga

kurangnya variasi soal yang dikerjakan oleh peserta didik. Keterampilan berpikir

tingkat tinggi yang dimiliki peserta didik dapat diamati dan dinilai secara optimal

jika ada instrumen penilaian yang tepat. Akan tetapi, selama ini isntrumen

16
17

penilaian keterampilan berpikir tingkat tinggi masih jarang dikembangkan dan

digunakan sebagai penilaian di SMA. Oleh karena itu penelitian ini

mengembangkan insturmen penilaian untuk mengukur keterampilan berpikir

tingkat tinggi fisika pada tingkat SMA kelas XII materi listrik statis.

Soal-soal yang diberikan belum


mampu melatih keterampilan
Kurikulum 2013 menu berpikir tingkat tinggi, serta
Penilaian
ntut peserta didik aktif kurangnya instrumen penilaian
Pembelajaran
serta memiliki k keterampilan berpikir tingkat tinggi
Fisika di kelas
eterampilan berpikir tin yang mendukung mengukur
XII MIPA
gkat tinggi dalam meny pencapaian hasil belajar, pendidik
SMAN 3
elesaikan dan mengam kurang melatih salah satu
Padang
bil keputusan terhadap keterampilan yang dituntut dalam
suatu masalah yang sed kurikulum 2013 yaitu keterampilan
ang dihadapi. berpikir tingkat tinggi.

Mengembangkan Instrumen Penilaian Higher


Order Thingking Skill (HOTS) Pada Mata Pelajaran
Fisika Kelas XII SMA N 3 Padang

Instrumen Penilaian Higher Order Thingking Skill


(HOTS) Pada Mata Pelajaran Fisika Kelas XII Yang
Valid dan Praktis dengan Analisis Butir Soal yang
Reliabel
Bagan 1. Kerangka Konseptual

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

17
18

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran

2020/2021. Uji coba terbatas ini dilaksanakan terhadap satu kelas XII MIPA di

SMA N 3 Padang yang dilakukan secara daring melalui platform google meet.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode research and development (R&D).

Metode penelitian pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk

menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut

(Sugiyono, 2014). Selain itu, metode penelitian dan pengembangan adalah metode

penelitian untuk mengembangkan produk atau menyempurnakan produk (Trianto,

2011:245). Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras,

seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau di laboratorium tetapi

bisa juga perangkat lunak seperti, program komputer untuk pengolahan data

pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium ataupun model-model

pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, manajemen, dan lain-

lain. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian

pengembangan adalah satu satu metode penelitian yang digunakan untuk

menghasilkan suatu produk yang valid, praktis, dan efektif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan bentuk instrumen

penilaian yang mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi fisika peserta didik

pada materi Listrik Statis di SMA N 3 Padang. Desain penelitian ini yang

dilakukan menggunakan model 4-D (four-D models) yang dikembangkan oleh

18
19

Thiagarajan, terdiri dari 4 tahap, yaitu: (1) pendefenisian (define), (2) perancangan

(design), (3) pengembangan (develop), dan (4) penyebaran (disseminate).

C. Prosedur Penelitian

Tahap prosedur dalam penelitian ini adalah model 4-D. menurut

Thiagarajan, dkk (1974: 6-8) model pengembangan 4-D dilakukan menggunakan

empat tahap, yaitu (1) pendefinisian (define). (2) perancangan (design), (3)

pengembangan (develop), dan (4) penyebaran (disseminate). Pada penelitian ini

dibatasi sampai tahap pengembangan (develop) saja, karena keterbatasan waktu

dan biaya. Sesuai dengan model pengembangan yang telah dikemukakan di atas,

maka prosedur penelitian pengembangan ini memiliki langkah-langkah sebagai be

rikut:

19
20

Tahap Pendefinisian (Define)

a. Analisis kebutuhan
b. Analisis peserta didik
c. Analisis konsep

Tahap Perancangan (Design)


Perancangan Instrumen Penilaian Higher Order Thingking Skill (HOTS)
Pada Mata Pelajaran Fisika Kelas XII SMA N 3 Padang

Validasi Instrumen Penilaian Higher Order Thingking Skill


(HOTS)

Tidak
Validitas ? Revisi

Ya

Tahap Pengembangan (Develop)


Uji coba Instrumen Penilaian Higher Order Thingking Skill (HOTS)

Praktikalitas
?

Analisis Butir Soal

Instrumen Penilaian Higher Order Thingking Skill (HOTS) Yang Valid


dan Praktis dengan Analisis Butir Soal yang Reliabel
Bagan 2. Diagram Alur Prosedur

20
21

1. Tahap Pendefinisian (Define)

Tahap ini untuk melihat gambaran yang berkaitan dengan proses pembelaj

aran fisika di SMA N 3 Padang, kemudian mulai menganalisis permasalahan-per

masalahan yang terjadi pada proses pembelajarannya. Urutan proses yang dilakuk

an adalah sebagai berikut:

a. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan adalah proses menemukan permasalahan dan

menghasilkan alternatif pemecahan yang relevan, bertujuan untuk mengetahui

permasalahan yang ada di SMA N 3 Padang. Analisis kebutuhan dilakukan

dengan cara wawancara kepada pendidik dan peserta didik sehingga didapati dari

hasil wawancara tersebut minimnya instrumen penilaian untuk mengukur

keterampilan berpikir tingkat tinggi fisika pada materi listrik statis yang dimiliki

oleh pendidik. Dengan minimnya instrumen penilaian tersebut, maka peserta didik

menjadi kurang mengetahui pentingnya keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam

bidang fisika.

b. Analisis Peserta Didik

Analisis peserta didik dilakukan pengidentifikasian karakteristik peserta

didik. Analisis ini dimulai dengan mengetahui usia, kemampuan akademik, dan

bahasa peserta didik. Data analisis peserta didik dapat membantu dalam proses

pengembangan instrumen penilaian. Selain itu, analisis peserta didik penting

dilakukan untuk menentukan tingkat keterampilan berpikir tingkat tinggi karena

kriterian pemilihannya harus sesuai dengan perkembangan pada peserta didik.

21
22

c. Analisis Konsep

Analisis konsep bertujuan untuk mengidentifikasi konsep-konsep,

menyusun konsep-konsep secara sistematis dan mengaitkan konsep-konsep yang

ada untuk membuat instrumen penilaian guna mengukur keterampilan berpikir

tingkat tinggi pada materi yang akan digunakan.

2. Tahap Perancangan (Design)

Tahap perancangan bertujuan untuk merancang instrumen penilaian

pembelajaran fisika pada materi listrik statis sehingga dihasilkannya instrumen

penilaian yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta

didik. Tahap perancangan pengembangan instrumen penilaian yang akan

dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Perancangan Produk Instrumen

Bentuk instrumen yang akan digunakan untuk mengukur keterampilam

berpikir tingkat tinggi kelas XII di SMA N 3 Padang pada materi listrik statis

adalah jenis tes berbentuk uraian terbatas. Tes berbentuk uraian terbatas ini akan

di rancang menjadi sepuluh soal. Kisi-kisi akan dibuat sesuai dengan silabus pada

kurikulum 2013 yang telah direvisi. Kisi-kisi yang dibuat berupa kisi-kisi

instrumen penilaian soal HOTS pada materi listrik statis. Pembuatan kisi-kisi

bertujuan untuk menentukan ruang lingkup dan digunakan untuk petunjuk

pembuatan soal. Pada kisi-kisi tersebut terdapat identitas, kompetensi dasar,

materi, kelas/semester, indikator soal, level kognitif, bentuk soal dan nomor soal.

22
23

b. Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini meliputi data instrumen penilaian

HOTS yaitu validitas dan praktikalitas, kemudian data analisis butir soal yaitu

reliabilitas. Data instrumen penilaian diambil menggunakan angket validitas dan

praktikalitas, kemudian data analisis butir soal diambil melalui hasil uji coba

produk kepada peserta didik untuk melihat reliabilitas soal.

3. Tahap Pengembangan (Develop)

Pada tahap ini tindakan yang dilakukan adalah validasi instrumen

penilaian, melihat praktikalitas dari instrumen penilaian dan menganalisis

reliabilitas soal.

a. Validasi Ahli

Instrumen penilaian keterampilan berpikir tingkat tinggi yang

dikembangkan sebelum digunakan harus melalui tahap validasi yang bertujuan

untuk memperbaiki pengembangan awal instrumen oleh ahli atau pakar. Teknik

validasi dilakukan menggunakan lembar validasi sebagai penilaian dan masukan

dari ahli atau pakar yang kemudian akan dilakukan revisi jika ada perbaikan

sehingga nantinya dihasilkan instrumen yang valid. Instrumen penilaian yang

telah valid perlu dilihat tingkat dari praktikalitasnya.

b. Praktikalitas

Praktikalitas dari intrumen penilaian dapat dilihat dengan cara

memberikan angket kepada pendidik. Angket tersebut berisi indikator-indikator

yang telah ditentukan untuk melihat tingkat praktis dan keterbacaan instrumen

penilaian HOTS yang dikembangkan.

23
24

c. Reliabilitas

Soal HOTS yang dikembangkan perlu dilihat reliabitasnya. Reliabilitas

soal akan dianalisis dari hasil uji coba soal yang telah dilakukan. Pelaksanaan uji

coba melibatkan satu kelas peserta didik XII MIPA di SMA N 3 Padang. Hasil

dari skor jawaban peserta didik yang akan dianalisis untuk melihat reliabilitas

soal.

D. Defenisi Operasional

Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman dan

penafsiran para pembaca, maka perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan

dalam penelitian ini. Adapun istilah-istilah yang dijelaskan adalah sebagai berikut:

1. Instrumen penilaian adalah alat ukur yang digunakan guna mengumpulkan

data untuk mengukur pencapaian prestasi belajar peserta didik dalam proses

pembelajaran. Instrumen atau alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan

data dapat berupa tes dalam bentuk uraian terbatas.

2. HOTS yaitu keahlian peserta didik yang mampu menyelesaikan suatu

permasalahan dari pengalaman dalam diri peserta didik tersebut dengan cara

berpikir yang luas. Keterampilan berpikir tingkat tinggi melibatkan

menganalisis dan mensintesis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta atau

berkreasi (C6).

E. Uji Coba Instrumen

Uji coba instrumen bertujuan untuk mengetahui reliabilitas soal instrumen

penilaian HOTS pada materi listrik statis. Namun sebelum di uji cobakan kepada

peserta didik perlu dilihat terlebih dahulu praktikalitas instrumen penilaiam yang

24
25

melibatkan pendidik di kelas XII MIPA SMA N 3 Padang. Berdasarkan angket

praktikalitas yang diberikan kepada pendidik akan dijadikan sebagai dasar untuk

melihat kepraktisan instrumen penilaian, sehingga produk yang dihasilkan layak u

ntuk digunakan dalam proses pembelajaran fisika di SMA N 3 Padang.

Dalam melakukan uji coba instrumen ini, perlu diperhatikan sebagai berikut:

1. Subjek uji coba

Uji coba produk akan dilakukan kepada peserta didik di satu kelas yaitu

XII MIPA 2 SMA N 3 Padang yang berjumlah sebanyak 35 orang peserta didik.

Uji coba dilakukan untuk mengetahui reliabilitas soal dari instrumen penilaian

yang dikembangkan.

2. Jenis data

Jenis data dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh dari hasil uji coba produk untuk melakukan analisis butir soal

dan angket praktikalitas. Sedangkan data sekunder di dapat dari hasil skor

penilaian oleh validator ahli terhadap instrumen yang dikembangkan melalui

angket validitas.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

angket. Angket yang digunakan berupa angket validitas dan praktikalitas. Sebelu

m instrumen penelitian digunakan, perlu dikonsultasikan terlebih dahulu kepada d

osen pembimbing jika ada perbaikan maka dilakukan revisi.

25
26

1. Instrumen Validasi

Instrumen untuk validasi adalah lembar validitas berupa angket. Angket d

iberikan kepada validator saat dilakukan validasi instrumen. Sukardi (2008:31),

mengatakan bahwa suatu instrumen evaluasi dikatakan valid (sahih) apabila

instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur. Menurut

urutan berpikirnya, validitas dikelompokkan menjadi 2 yaitu validitas logis dan

validitas empiris (Sukardi, 2008: 32). Dalam pengembangan ini hanya memakai v

aliditas logis. Validitas logis mencakup validitas isi dari instrumen penilaian, yang

didasarkan dari pertimbangan para pakar/ahli. Validitas isi memuat hal-hal yang

berkaitan dengan apakah item-item yang ada pada instrumen penilaian telah

menggambarkan cakupan isi yang hendak diukur.

Instrumen penilaian yang dirancang akan dikonsultasikan kepada validator.

Validator terdiri dari 3 orang pakar di bidang fisika. Kegiatan validasi dilakukan

dalam bentuk mengisi lembar angket validitas oleh validator untuk melihat

kevalidan dari produk yang telah dibuat.

Adapun aspek-aspek yang divalidasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Aspek-aspek validasi Instrumen Penilaian

Metode Pengumpula
No Aspek Instrumen
n Data
1 Kesesuaian Memberikan angket Angket
Instrumen Penilain validasi kepada
dengan KD, pakar di bidang fisik
indikator a
2 Bahasa dan gambar
Sumber: dimodifikasi dari Depdiknas (2008: 28)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa dalam angket tersebut terdapat

dua aspek yaitu kesesuaian instrumen penilaian dengan KD dan indikator serta

26
27

aspek bahasa dan gambar yang metode pengumpulan datanya berupa pemberian

angket validasi kepada pakar di bidang fisika yang dipilih dengan persetujuan oleh

dosen pembimbing.

2. Instrumen Praktikalitas

Instrumen yang digunakan untuk melihat praktikalitas dari penggunaan

intrumen penilaian yaitu berupa angket. Setelah divalidasi, selanjutnya instrumen

penilaian diberikan kepada pendidik untuk mengetahui tingkat praktikalitasnya (k

eterpakaian). Angket praktikalitas diberikan kepada pendidik kelas XII MIPA SM

AN 3 Padang.

Tabel 2. Aspek Praktikalitas Instrumen Penilaian


Metode Pengumpul
No Aspek yang dinilai Instrumen
an Data
1 Kemudahan penggunaa Memberikan angket Angket
n Instrumen Penilaian kepada pendidik S
2 Pengunaan Bahasa MA N 3 Padang
Instrumen Penilaian
Sumber: dimodifikasi dari Sukardi (2008: 52)

Berdasarkan Tabel 2 terdapat dua aspek yaitu kemudahan penggunaan

instrumen penilaian serta penggunaan bahasa yang terdapat pada instrumen

penilaian. Data tersebut diambil dengan metode pengumpulan data yang berupa

angket praktikalitas kepada pendidik.

G. Teknik Analisis Data

Data untuk penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh

dari hasil lembar validasi dan angket praktikalitas.

1. Analisis Data Hasil Validasi

27
28

Untuk data validitas diperoleh dari angket yang telah disebar ke pakar

fisika. Data angket diperoleh dengan cara menghitung skor dari pakar fisika yang

menilai tiap-tiap item pertanyaan yang terdapat dalam angket. Hasil validasi dari v

alidator terhadap seluruh aspek yang dinilai, dalam bentuk tabel. Selanjutnya dicar

i rerata skor tersebut dengan menggunakan rumus:

S (Riduwan, 2012: 89)


NA = x 100 %
SM

Keterangan:
NA = Nilai akhir
S = Jumlah skor yang diperoleh
SM = Skor maksimum
Nilai akhir yang diperoleh diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria y

ang dimodifikasi dari Riduwan (2013: 41) sebagai berikut:

Tabel 3. Persentase Validitas


Persentase % Kategori
81% ≤ nilai akhir ≤ 100% Sangat valid
61% ≤ nilai akhir ≤ 80% Valid
41% ≤ nilai akhir ≤ 60% Cukup valid
21% ≤ nilai akhir ≤ 40% Kurang valid
0% ≤ nilai akhir ≤ 20% Tidak valid
Sumber : (Riduwan, 2013)
Berdasarkan Tabel 3 jika nilai akhir 0%-20% maka soal terkategori tidak

valid. Nilai akhir 21%-40% soal terkategori kurang valid. Nilai akhir 41%-60%

soal terkategori cukup valid. Jadi, dapat disimpulkan bahwa instrumen penilaian d

ikatakan valid apabila nilai akhirnya berkisar dari 61%-100% (Riduwan, 2013:

41).

2. Analisis Data Praktikalitas

28
29

Untuk data praktikalitas diperoleh dari angket yang telah disebar ke

pendidik. Data angket diperoleh dengan cara menghitung skor pendidik yang men

jawab tiap-tiap item sebagaimana terdapat dalam angket. Menurut Riduwan (2012:

89), data uji praktikalitas instrumen penilaian dianalisis dengan persentase (P) me

nggunakan rumus:

Jumlah semua skor


P= x 100 %
Skor maksimum

Hasil yang diperoleh kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan kri

teria yang dimodifikasi dari Riduwan (2013: 41) sebagai berikut:

Tabel 4. Persentase Praktikalitas


Persentase % Kategori
81% ≤ nilai akhir ≤ 100% Sangat praktis
61% ≤ nilai akhir ≤ 80% Praktis
41% ≤ nilai akhir ≤ 60% Cukup praktis
21% ≤ nilai akhir ≤ 40% Kurang praktis
0% ≤ nilai akhir ≤ 20% Tidak praktis
Sumber : (Riduwan, 2013)

Berdasarkan Tabel 4 jika nilai akhir 0%-20% maka soal terkategori tidak

praktis. Nilai akhir 21%-40% soal terkategori kurang praktis. Nilai akhir 41%-

60% soal terkategori cukup praktis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa instrumen

penilaian dikatakan praktis apabila nilai akhirnya berkisar dari 61%-100% (Ridu

wan, 2013: 41).

3. Reliabilitas Butir Soal

Suatu tes dikatakan dapat dipercaya apabila memberikan hasil yang sama

saat digunakan berkali-kali dan pada situasi yang berbeda-beda (Arikunto, 2013,

hlm. 100). Reliabilitas tes dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan

rumus:

29
30

2 ( ∑ X )2 2 ( ∑Y )2
∑X − ∑Y −
σi2 = N σt2 = N
N N
n 1−σ 2i
r11 =[ n−1 ][ 2 ]
σt
Keterangan:
r11 = Reliabilitas test secara keseluruhan
2
∑σi = Jumlah varians skor tiap-tiap item
σ 2t = Varians total
N = Jumlah peserta tes
X = Skor butir soal
Y = Skor total
n = Jumlah soal
Adapun nilai koefisien dari reliabilitas ini dapat kita lihat pada tabel 5:
Tabel 5. Klasifikasi Nilai Reliabilitas Butir Soal
Rentang Keterangan
0,81-1,00 Sangat Tinggi
0,61-0,80 Tinggi
0,41-0,60 Cukup
0,21-0,40 Rendah
0,00-0,20 Sangat Rendah
Sumber : (Arikunto, 2013).

Berdasarkan Tabel 5 hasil 0,00-0,20 maka soal terkategori reliabel sangat

rendah. Nilai akhir 0,21-0,40 soal terkategori reliabel rendah. Nilai akhir 0,41-

0,60 soal terkategori reliabel cukup. Jadi, dapat disimpulkan bahwa reliabilitas

soal dikatakan tinggi apabila nilai akhirnya mencapai 0,61-1,00 (Arikunto, 2013).

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

A. Proses Pengembangan

30
31

Proses pengembangan instrumen penilaian Higher Order Thinking Skill

(HOTS) pembelajaran fisika menggunakan model 4-D. Pada penelitian ini,

pengembangan dilakukan terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap pendefinisian (define),

perancangan (design), dan pengembangan (develop). Ketiga tahap tersebut akan

dijelaskan sebagai berikut.

1. Tahap Pendefinisian

Tahap pendefinisian bertujuan untuk mendefinisikan permasalahan yang

didapat dan menetapkan solusi yang relevan terdahap permasalahan tersebut. Pada

tahap pendefinisian ini melihat gambaran yang berkaitan dengan proses

pembelajaran fisika di SMA N 3 Padang. Kemudian menganalisis permasalahan-

permasalahan yang terjadi pada proses pembelajaran. Tahap pendefinisian

dilakukan dalam tiga tahap, yaitu tahap analisis kebutuhan, analisis peserta didik,

dan analisis konsep. Ketiga tahap tersebut akan dijelaskan berikut ini.

a. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan bertujuan untuk mengetahui permasalahan yang ada di

SMA N 3 Padang. Pada pembelajaran fisika peserta didik dituntut untuk mampu

pada kategori keterampilan berpikir kritis yang mencakup dalam keterampilan

berpikir tingkat tinggi untuk memahami konsep dan prinsip fisika. Berdasarkan

wawancara yang dilakukan dengan guru fisika di SMA N 3 Padang diketahui

bahwa proses pembelajaran fisika sudah cukup baik dengan lengkapnya fasilitas

yang digunakan, termasuk media pembelajaran. Tetapi untuk mengukur

perkembangan yang dialami oleh peserta didik setelah proses pembelajaran belum

bisa dilihat secara maksimal disebabkan oleh instrumen penilaian HOTS yang

31
32

digunakan oleh guru masih kurang. Guru belum bisa mengetahui siapa saja

peserta didik yang sudah sampai ke tahap keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Selain itu, permasalahan yang ditemui guru fisika yaitu minimnya instrumen

penilaian HOTS sehingga guru lebih sering menggunakan soal yang ada pada

buku paket. Untuk hasil dari wawancara peserta didik di dapatkan bahwa peserta

didik sering diberikan soal-soal yang berasal dari buku paket sehingga peserta

didik merasa kurang tertantang dalam mengerjakan soal-soal fisika yang

diberikan.

Guna menyikapi permasalahan tersebut, dikembangkan instrumen

penilaian HOTS dalam pembelajaran fisika pada materi listrik statis untuk peserta

didik kelas XII SMA Negeri 3 Padang. Pengembangan instrumen penilaian HOTS

dalam pembelajaran fisika merupakan salah satu yang diperlukan dalam

mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik.

b. Analisis Peserta Didik

Analisis peserta didik dilakukan pengidentifikasian karakteristik pada

perkembangan peserta didik. Analisis ini dimulai dengan mengetahui usia,

kemampuan akademik, dan bahasa peserta didik. Data analisis peserta didik dapat

membantu dalam proses pengembangan instrumen penilaian. Selain itu, analisis

peserta didik penting dilakukan untuk menentukan tingkat keterampilan berpikir

tingkat tinggi karena kriteria pemilihannya harus sesuai dengan perkembangan

peserta didik.

Berdasarkan data yang diperoleh dari guru fisika SMA Negeri 3 Padang,

diketahui bahwa peserta didik yang menjadi subjek penelitian adalah peserta didik

32
33

kelas XII MIPA 2 SMA Negeri 3 Padang yang dianalisis berdasaran usia ternyata

memiliki usia lebih kurang 17-18 tahun. Pada usia ini peserta didik sudah mampu

berpikir logis, penalaran, dan menganalisis sehingga peserta didik seharusnya

sudah mampu dalam mengembangkan potensi keterampilan berpikir tingkat

tinggi. Namun dalam kenyataannya peserta didik yang menjadi subjek penelitian

masih kurang dalam mengasah diri dalam berpikir secara logis, penalaran,

menganalisis dan mengarahkan kemampuannya untuk berpikir kritis. Peserta

didik juga merasa tidak tertantang dalam mengerjakan soal-soal fisika yang

selama ini diberikan oleh guru, sehingga keterampilan berpikir tingkat tinggi

peserta didik kurang berkembang. Berdasarkan analisis kemampuan akademik,

peserta didik memiliki nilai yang baik dilihat dari hasil latihan serta ulangan

peserta didik. Hal ini disebabkan peserta didik hanya mengerjakan soal-soal yang

ada pada buku paket. Akibatnya guru tidak dapat mengukur keterampilan

beripikir tingkat tinggi peserta didik. Selanjutnya berdasarkan analisis bahasa

yang dilakukan pada peserta didik didapat hasil bahwa peserta didik yang ada

pada kelas tersebut dapat memahami bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan

kaidah bahasa Indonesia.

Oleh karena itu, penulis melakukan pengembangan instrumen penilaian

Higher Order Thinking Skill (HOTS). Instrumen penilaian yang dikembangkan

adalah instrumen yang sesuai dengan kebutuhan dan karaktertistik peserta didik.

Analisis peserta didik juga digunakan sebagai landasan dalam pengembangan

instrumen penilaian Higher Order Thinking Skill (HOTS) yang sesuai dengan

kebutuhan dan karakteristik peserta didik.

33
34

Berdasarkan analisis yang sudah dipaparkan di atas, maka diperlukan

instrumen penilaian yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik peserta didik

agar peserta didik dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Untuk itu dirancang instrumen penilaian Higher Order Thinking Skill (HOTS)

pada materi listrik statis.

d. Analisis Konsep

Analisis konsep bertujuan untuk mengidentifikasi konsep, menyusun

konsep secara sistematis dan mengaitkan konsep-konsep yang ada untuk membuat

instrumen penilaian guna mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi. Pada

sekolah yang akan dilakukan penelitian menggunakan kurikulum 2013 revisi yang

didalamnya terdapat beberapa KD bisa dikembangkan menjadi instrumen-

instrumen penilaian HOTS. Salah satu KD yang dapat dikembangkan menjadi

instrumen penilaian HOTS adalah KD 3.2 Menganalisis muatan listrik, gaya

listrik, kuat medan listrik, fluks, potensial listrik,energi potensial listrik serta

penerapannya pada berbagai kasus. Dengan indikator yaitu menjelaskan,

menghitung, mengaplikasikan serta menganalisis besaran listrik statis, konsep

muatan, dan fenomena pada listrik statis. Kemudian mengformulasikan gaya

coulomb, medan listrik dan potensial listrik beserta kapasitor. Dalam memahami

konsep pada listrik statis peserta didik harus mampu menganalisis besaran serta

hubungan diantara persamaan yang ada pada besaran tersebut. Berdasarkan KD

dan indikator pada materi listrik statis yang kemudian dikembangkan agar peserta

didik mampu melakukan penalaran dalam menjawab soal tersebut, sebagai contoh

salah satunya yaitu disajikan informasi dari percobaan terhadap beberapa titik

34
35

bermuatan dan peserta didik dapat mengevaluasi apa yang terjadi saat percobaan

serta menyimpulkan posisi titik bermuatan.

2 Tahap Perancangan

Setelah melakukan tahap pendefinisian, dilanjutkan dengan tahap

perancangan. Pada tahap ini dilakukan perancangan instrumen Higher Order

Thinking Skill (HOTS) pembelajaran fisika. Instrumen penilaian Higher Order

Thinking Skill (HOTS) ini dirancang dengan tujuan agar dapat meningkatkan

keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik dalam pembelajaran fisika.

Bentuk instrumen penilaian Higher Order Thinking Skill (HOTS) yang

akan digunakan pada materi listrik statis adalah jenis tes berbentuk uraian

terbatas. Kisi-kisi akan dibuat sesuai dengan silabus pada kurikulum 2013 yang

telah di revisi. Kisi-kisi soal yang dikembangkan berupa kisi-kisi instrumen

penilaian soal HOTS pada materi listrik statis. Kisi soal tersebut terdiri dari

identitas, kompetensi dasar, materi, kelas/semester, indikator soal, level kognitif,

bentuk soal dan nomor soal.

Pada tahap perancangan selain merancang kisi-kisi soal HOTS, peneliti

juga merancang kartu soal HOTS. Kartu soal HOTS merupakan penjabaran dari

kisi-kisi soal. Kartu soal HOTS selain memuat butir soal, juga memuat

kompetensi dasar, indikator soal, materi, level kognitif, kunci jawaban beserta

pedoman penskorannya. Agar lebih jelas untuk melihat kisi-kisi soal beserta kartu

soal yang dikembangkan maka dapat dilihat pada lampiran 2 hal 49 dan lampiran

3 hal 53.

3. Tahap Pengembangan (Develop)

35
36

Setelah dilakukan perancangan dilanjutkan dengan tahap pengembangan.

Tahap pengembangan yang dilakukan meliputi validasi instrumen penilaian

HOTS dan uji coba instrumen penilaian HOTS. Validitas instrumen penilaian

Higher Order Thinking Skill (HOTS) dapat diketahui setelah divalidasi oleh

validator ahli, yaitu tiga orang dosen fisika. Setelah instrumen penilaian Higher

Order Thinking Skill (HOTS) divalidasi dan layak untuk di uji coba, selanjutnya

isntrumen penilaian Higher Order Thinking Skill (HOTS) diuji cobakan kepada

peserta didik. Hal ini sesuai dengan pendapat Thiagarajan, dkk (1974:8) bahwa

tahap pengembangan meliputi validasi perangkat oleh pakar dan uji coba terbatas

dengan peserta didik yang sesungguhnya. Agar lebih jelas, perhatikan analisis

data pada tahap pengembangan di bawah ini.

a. Validasi Instrumen Penilaian

Pada penelitian ini, instrumen penilaian Higher Order Thinking Skill

(HOTS) yang telah dirancang divalidasi oleh 3 validator ahli, yaitu Dra. Hj.

Husna, M.Si., Aidhia Rahmi, M.Sc., dan Megasyani Anaperta, M.Pd. Setelah

memberikan penilaian, validator ahli memberikan beberapa saran-saran untuk

pengembangan instrumen lebih lanjut. Saran yang diberikan oleh validator dapat

dilihat pada tabel 8 berikut ini.

Tabel 6. Saran-saran Validator


No. Nama Validator Saran Validaor
1. Validator 1 Perbaiki tata bahasa dan penggunaan
simbol pada rumus
2. Validator 2 Soal nomor 8 diganti karena terlalu
mudah

36
37

3. Validator 3 Perbaiki bahasa dalam bertanya


kemudian instrumen penilaian sudah
bisa dipakai

Saran yang diberikan oleh validator ahli pada Tabel 8 tersebut dijadikan

bahan dalam pelaksanaan revisi instrumen penlaian HOTS yang telah

dikembangkan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat diperoleh

hasil validasi instrumen penilaian soal HOTS secara umum memperoleh skor rata-

rata 88,32% dengan kategori sangat valid. Penjabaran terhadap aspek yang dinilai

diantaranya sebagai berikut. Aspek kelayakan isi diperoleh rata-rata persentase

87,5% dengan kategori sangat valid. Aspek kelayakan bahasa diperoleh rata-rata

persentase 89,5% dengan kategori sangat valid. Berikut hasil perhitungan validasi

instrumen penilaian.

Tabel 7. Hasil Validasi Ahli


No. Aspek Penyajian Nilai Validasi Kategori
(%)
1. Aspek Kelayakan Isi 87,5 Sangat Valid
2. Aspek Kelayakan Bahasa 89,5 Sangat Valid
Jumlah 88,32 Sangat Valid

Berdasarkan hasil validasi instrumen penilaian HOTS pada Tabel 9, dapat

disimpulkan bahwa secara umum instrumen penilaian HOTS yang telah

dikembangkan dengan kategori sangat valid. Hal ini berarti instrumen penilaian

HOTS yang telah dikembangkan dapat diujicobakan pada peserta didik. Hasil

pengolahan validasi modul pembelajaran secara terperinci dapat dilihat pada

lampiran 6 hal 82.

b. Uji Coba Produk

37
38

Setelah instrumen penilaian HOTS dinyatakan sangat valid oleh validator

ahli dan praktis oleh pendidik maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan

adalah mengujicobakan instrumen penilaian HOTS. Pelaksanaan uji coba

dilakukan pada tanggal 31 Agustus 2021 terhadap 35 orang peserta didik di kelas

XII MIPA SMA N 3 Padang. Pada pelaksanaan uji coba diperoleh data reliabilitas

soal. Data praktikalitas diperoleh dari praktikalitas instrumen penilaian HOTS

berupa angket yang diisi oleh pendidik. Analisis reliabilitas soal diperoleh dari

hasil uji coba soal HOTS kepada peserta didik.

1) Praktikalitas Instrumen Penilaian HOTS

Praktikalitas dari instrumen penilaian HOTS dapat dilihat dari praktikalitas

penggunaan instrumen penilaian HOTS oleh pendidik. Penjelasan praktikalitas

penggunan instrumen penilaian HOTS oleh pendidik. Hasil praktikalitas diperoleh

dari hasil respon guru terhadap praktikalitas instrumen penilaian HOTS. Hasil

praktikalitas diperolah dengan menggunakan instrumen berupa angket yang

dikembangkan dari kisi kisi. Instrumen yang telah dikembangkan diberikan

kepada guru dan guru menilai kepraktisan instrumen penilaian HOTS berdasarkan

angket yang diberikan.

Berdasarkan hasil analisis data, praktikalitas instrumen penilaian HOTS

bagi guru memperoleh skor rata-rata 95,55% dengan kategori sangat praktis.

Penjabaran praktikalitas instrumen penilaian HOTS bagi guru sebagai berikut.

Aspek kemudahan penggunaan instrumen penilaian HOTS memperoleh skor rata-

rata 96,66 % dengan kategori sangat praktis. Aspek penggunaan bahasa

38
39

memperoleh skor rata-rata 93,33% dengan kategori sangat praktis. Agar lebih

jelas perhatikan tabel 10 berikut ini.

Tabel 8. Praktikalitas Instrumen Penilaian


Higher Order Thinking Skill (HOTS) bagi Guru

No Aspek Penyajian Nilai Validasi Kategori


. (%)
1 Aspek kemudahan dalam penggunaan 96,66 Sangat Praktis
2 Aspek penggunaan bahasa 93,33 Sangat Praktis
Jumlah 95,55% Sangat
Praktis

Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa penilaian terhadap aspek

praktikalitas instrumen penilaian HOTS bagi guru berkategori sangat praktis. Hal

ini dapat dilihat dari aspek kemudahan dalam penggunaan dan aspek penggunaan

bahasa. Penilaian aspek kemudahan dalam penggunaan secara umum berkategori

sangat praktis. Penilaian aspek penggunaan bahasa secara umum berkategori

praktis. Oleh sebab itu, instrumen penilaian HOTS dapat digunakan untuk

menunjang peserta didik dalam berfikir kritis. Rincian praktikalitas instrumen

penilaian HOTS bagi guru dapat dilihat pada lampiran 7 hal 84.

c. Reliabilitas Butir Soal

Suatu tes dikatakan dapat dipercaya apabila memberikan hasil yang sama

saat digunakan berkali-kali dan pada situasi yang berbeda-beda (Arikunto, 2013,

hlm. 100). Setelah uji coba soal HOTS dilakukan didapatkan hasil reliabilitas

sebesar 0,24 yang termasuk pada kategori rendah. Penggunaan soal HOTS yang

dilakukan saat penelitian tidak dapat memberikan reliabilitas tinggi karena

kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik yang berbeda-beda serta

memerlukan analisis serta ketelitian dalam menjawabnya. Penggunaan soal HOTS

39
40

juga tidak dapat memberikan hasil yang sama saat digunakan berkali-kali pada

situasi yang berbeda karena berbeda karakteristik serta perkembangan peserta

didik maka kemampuan berpikir tingkat tingginya juga berbeda. Perhitungan

terhadap reliabilitas dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 9. Perhitungan Reliabilitas Soal

Soal Soal Soal Soal Soal Soal Soal Soal Soal Soal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Varians 0,10 2,93 3,93 2,56 4,20 0,49 6,19 5,34 0,72 1,13
Butir
Soal (σ2i)
Jumlah Varians Butir Soal (∑σ2i) 27,60
Varians Total (σ2t) 35,28
Reliabilitas (r11) 0,24
Kategori Rendah

Berdasarkan Tabel 12 hasil reliabilitas yang diperoleh 0,24 yaitu termasuk

pada kategori reliabilitas rendah. Reliabilitas soal HOTS rendah disebabkan oleh

pelaksanaan uji coba yang hanya dapat dilakukan secara daring memalui google

meet sehingga peneliti tidak bisa mengendalikan peserta didik secara penuh untuk

fokus dalam mengerjakan soal yang sedang diujicobakan. Sementara untuk

mengerjakan soal-soal HOTS tersebut dibutuhkan konsentrasi dan fokus peserta

didik dalam menganalisis soal dengan tepat.

B. Pembahasan

Instrumen penilaian higher order thinking skill dirancang untuk untuk

menjadi instrumen penilaian pada materi listrik statis. Instrumen penilaian HOTS

ini telah diujicobakan pada 35 orang peserta didik kelas XII MIPA 2 SMA N 3

Padang. Berdasarkan hasil analisis data validitas dan praktikalitas, instrumen

penilaian yang dikembangkan telah berkategori sangat valid dan sangat praktis.

40
41

Sementara berdasarkan hasil analisis reliabilitas soal yang diperoleh berkategori

rendah. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing analisis data dalam

penelitian ini.

1. Validasi Instrumen Penilaian HOTS

Sebelum instrumen penilaian HOTS diujicobakan kepada peserta didik,

instrumen penilaian harus divalidasi terlebih dahulu. Sejalan dengan pendapat

(Amalia & Widayati, 2012:18) bahwa validitas mencerminkan sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu instrumen yang dikembangkan berfungsi sebagai

alat ukur. Validasi merupakan proses penilaian rancangan produk yang dilakukan

dengan memberikan penilaian berdasarkan pemikiran yang rasional, tanpa uji

coba lapangan. Pada penelitian ini, instrumen penilaian HOTS divalidasi oleh 3

validator ahli. Hal yang divalidasi meliputi 2 aspek yaitu aspek kelayakan isi dan

aspek kelayakan bahasa.

Aspek kelayakan isi instrumen penilaian HOTS yang dikembangkan

secara umum tergolong sangat valid. Hal itu tergambar dari hasil penilaian

validator pada angket yang menyatakan instrumen penilaian yang dikembangkan

telah sesuai dengan KD serta indikator yang ada di dalam kurikulum 2013 revisi.

Konsep yang disajikan pada soal HOTS tidak bermakna ganda. Masalah yang

disajikan dalam soal HOTS sudah sesuai dengan materi dan mengandung stimulus

kontekstual menarik. Kemudian soal HOTS yang diberikan juga mampu

mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi peseta didik. Soal beserta

gambar yang disajika juga sudah terstruktur dan jelas. Oleh sebab itu, dengan

instrumen penilaian HOTS ini dapat mengetahui kemampuan berpikir tingkat

41
42

tinggi peserta didik. Aspek kelayakan bahasa instrumen penialaian HOTS yang

dikembangkan secara umum tergolong sangat valid. Hal ini dapat dilihat dari

penilaian validator pada angket yang menyatakan bahwa bahasa yang digunakan

sudah sesuai dengan EYD, komunikatif, berdasarkan kehidupan nyata yang sesuai

dengan tingkat perkembangan peserta didik serta ditulis dengan jelas.

Berdasarkan pembahasan kedua aspek di atas, dapat disimpulkan bahwa

instrumen penilaian HOTS pada mata pelajaran fisika kelas XII SMA N 3 Padang

yang dirancang tergolong sangat valid. Selanjutnya instrumen penilaian yang telah

divalidasi akan dilihat praktikalitasnya.

2. Praktikalitas Instrumen Penilaian HOTS

Praktikalitas instrumen penilaian HOTS yang dikembangkan dapat

diketahui dari penyebaran angket praktikalitas pada saat uji coba soal. Uji coba

soal ke lapangan dilakukan setelah instrumen penilaian divalidasi oleh validator

ahli. Kepraktisan instrumen penilaian HOTS dinilai dari isi, waktu, petunjuk

mudah dimengerti, dan bahasanya mudah dipahami. Hal ini dapat dilihat dari hasil

penilaian angket pendidik yang terategori sangat praktis bahwa instrumen

penilaian HOTS yang dikembangkan sudah sesuai dengan tingkatan yang ada

pada soal HOTS, sesuai dengan materi yang diajarkan pendidik, dapat digunakan

sebagai bahan ajar bagi pendidik, serta memudahkan pendidik untuk mengetahui

kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik.

3. Reliabilitas Soal

42
43

Reliabilitas soal dilihat dari hasil uji coba soal yang dilakukan.

Berdasarkan hasil uji coba maka didapatkan reliabilitas soal 0,24 yang terkategori

rendah. Reliabilitas soal rendah. Hal ini mungkin karena pelaksanaan uji coba

dilakukan secara daring melalui platform google meet yang mengakibatkan

peneliti tidak sepenuhnya mampu mengendalikan peserta didik secara penuh

untuk dalam mengerjakan soal yang sedang diujicobakan. Selanjutnya peserta

didik terbiasa mengerjakan soal-soal yang ada di buku paket, biasanya soal

tersebut jarang dalam bentuk penalaran. Sehingga peserta didik belum bisa

menyelesaikan soal yang diberikan secara maksimal.

Dengan instrumen penilaian HOTS itu seharusnya bisa digunakan sebagai

alat untuk mengukur kekampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Hal ini tentu

dapat membantu pendidik, karena pendidik dapat mengetahui perkembangan

keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta didik. Selain itu, instrumen penilaian

HOTS yang dikembangkan dapat dijadikan sebagai acuan untuk pendidik dalam

membuat instrumen penilaian HOTS pada materi lainnya. Sebelum instrumen

penilaian HOTS diujicobakan kepada peserta didik, terlebih dahulu instrumen

penilaian HOTS harus divalidasi oleh validator dan dilihat kepraktisannya oleh

pendidik.

BAB V

43
44

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Instrumen penilaian HOTS yang dikembangkan yang dilihat dari kedua aspek

yaitu, aspek kelayakan isi dan aspek kelayakan bahasa. Berdasarkan kedua

aspek tersebut, maka hasil validitas instrumen penilaian HOTS ini secara

umum 88,32 dengan kategori sangat valid. Untuk praktikalitas instrumen

penilaian HOTS yang dikembangkan ini yang dilihat berdasarkan dua aspek,

yaitu aspek kemudahan dalam penggunan dan aspek penggunaan bahasa.

Berdasarkan kedua aspek tersebut, maka hasil praktikalitas oleh guru secara

umum 88% dengan kategori sangat praktis.

2. Analisis hasil uji coba untuk melihat reliabilitas soal mendapatkan hasil

sebesar 0,24 dengan kategori reliabel rendah sehingga perlu penelitian lebih

lanjut.

B. Saran

Berdasarkan simpulan penelitian tersebut, ada beberapa saran yang sesuai

dengan hasil penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Dalam melakukan penelitian sebaiknya secara luring agar peneliti mampu

mengontrol peserta didik sehingga mencapai hasil yang maksimal.

2. Perlunya pembiasaan dalam mengerjakan soal-soal HOTS terlebih dahulu

agar peserta didik tidak kesulitan dalam menjawab soal HOTS.

44
45

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zainal. (2016). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Amalia, A. N., & Widayati, A. (2012). Analisis Butir Soal Tes Kendali Mutu
Kelas Xii Sma Mata Pelajaran Ekonomi Akuntansi Di Kota Yogyakarta
Tahun 2012. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, 10(1).
https://doi.org/10.21831/jpai.v10i1.919
Budiman, A., & Jailani, J. (2014). Pengembangan Instrumen Asesmen Higher
Order Thinking Skill (Hots) Pada Mata Pelajaran Matematika Smp Kelas
Viii Semester 1. Jurnal Riset Pendidikan Matematika, 1(2), 139.
https://doi.org/10.21831/jrpm.v1i2.2671
Daryanto. (2012). Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Mediapp

Depdiknas. (2003). Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem


pendidikan nasional.
Depdiknas. (2008). SK Direktur Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional Nomor:251/C/KEP/MN/2008
tentang Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan.
Hadi, S., & Novaliyosi. (2019). TIMSS Indonesia (Trends in International
Mathematics and Science Study). Prosiding Seminar Nasional & Call For
Papers Program Studi Magister Pendidikan Matematika Universitas
Siliwangi, 562–569.
Hanifah, N. (2019). Pengembangan instrumen penilaian Higher Order Thinking
Skill ( HOTS ) di sekolah dasar. Conference Series, 1(1), 1–8.
http://ejournal.upi.edu/index.php/crecs/article/view/14286
Istiyono, E., Mardapi, D., & Suparno, S. (2014). PENGEMBANGAN TES
KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI FISIKA (PysTHOTS)
PESERTA DIDIK SMA. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, 18(1),
1–12. https://doi.org/10.21831/pep.v18i1.2120
Kurniati, D., Harimukti, R., & Jamil, N. A. (2016). Kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa SMP di Kabupaten Jember dalam menyelesaikan soal berstandar
PISA. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan, 20(2), 142–155.
https://doi.org/10.21831/pep.v20i2.8058
Mundilarto. (2012). Penilaian Hasil Belajar Fisika. Yogyakarta: UNY PRESS.

Purwanto. (2017). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Riduwan. (2012). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung:


Alfabeta.

45
46

_______ . (2013). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta.

Sani, Ridwan Abdullah. (2019). Pembelajaran Berbasis HOTS (Higher Order


Thingking Skill). Tangerang: Tira Smart.
Subali, Bambang. (2012). Prinsip Asesmen dan Evaluasi Pembelajaran.
Yogyakarta: UNY Press.
Sudjana, Nana. (2010). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sugihartono, dkk. (2012) . Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:


ALFABETA.
Sukardi. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Thiagarajan, S; Sammel, D.S; & Sammel M.I. (1974). Instructional Development
for Training Teachers of Exceptional Children: A Sourcebook, Indiana:
Indiana University.
Trianto.(2011). Model Pembelajaran Terpadu Konsep Strategi Dan
Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta :
Bumi Aksara.
Widiyanto, Joko. (2018). Evaluasi Pembelajaran (Sesuai dengan Kurikulum
2013; Konsep, Prinsip, dan Prosedur). Madiun: UNIPMA PRESS.

46

Anda mungkin juga menyukai