Anda di halaman 1dari 114

PERANAN KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE)

PADA PENDERITA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI


PUSKESMAS BANGUN GALIH

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:
DIENDA MELANI RIZQI N
17080164

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA
2020

i
PERANAN KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE)
PADA PENDERITA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI
PUSKESMAS BANGUN GALIH

KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Mencapai
Gelar Derajat Ahli Madya

Oleh:
DIENDA MELANI RIZQI N
17080164

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


POLITEKNIK HARAPAN BERSAMA
2020

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

PERANAN KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI


(KIE) PADA PENDERITA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE
2 DI PUSKESMAS BANGUN GALIH

Oleh :
DIENDA MELANI RIZQI N
17080164

DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH :

Pembimbing I PembimbingII

Agus Susanto, S.Th, M.Ikom. Purgiyanti, S.Si, M.Farm, Apt


NIDN. 0615088001 NIDN. 0619057802

iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya tulis ilmiah ini diajukan oleh :
NAMA : Dienda Melani Rizqi N.I
NIM : 17080164
Program Studi : D3 Farmasi
Judul karya tulis ilmiah :Peranan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) Pada Penderita Pasien Diabetes Melitus Tipe
2 di Puskesmas Bangun Galih

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Tim Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelas
Ahli Madya Farmasi pada jurusan/program Studi DII Farmasi,
Politeknik Harapan Bersama Tegal.

TIM PENGUJI
Penguji 1 :Heru Nurcahyo, S.Farm,M.Sc.,Apt
Penguji 2 :Agus Susanto, S.Th,M.Ikom
Penguji 3:Meliyana Perwita Sari, M.Farm.,Apt

Tegal, 28 April 2020


Program Studi DIII Farmasi
Ketua Program Studi

Heru Nurcahyo, S.Farm., M.Sc., Apt

NIDN: 0611058001

iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang
dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

NAMA :DIENDA MELANI RIZQI N


NIM : 17080164
Tanda Tangan :
Materai 6000

Tanggal :

v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Politeknik Harapan Bersama Tegal,


saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :Dienda Melani Rizqi N.I
NIM : 17080164
Jurusan/ Program Studi : D3 Farmasi
Jenis Karya : Karya Tulis Ilmiah
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk
memberikan kepada Politeknik Harapan Bersama Tegal Hak Bebas
Royalti Noneksklusif (None-exclusive Royalty Free Right) atas karya
ilmiah saya yang berjudul :
PERANAN KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE)
PADA PENDERITA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI
PUSKESMAS BANGUN GALIH

Betserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas


Royalti/Noneksklusif ini Politeknik Harapan Bersama Tegal berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelolah dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan karya
ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/
pencipta dan pemilik Hak Cipta.

Dibuat di : Politeknik Harapan Bersama Tegal

Pada Tanggal :

Yang menyatakan

(DIENDA MELANI R)

vi
MOTO

- Do’a orang tua lebih luas dari langit dan aku selalu berteduh di
bawahnya
- Yakinlah, ada sesuatu yang menantimu setelah banyak
kesabaran (yang dijalani), yang akan membuatmu terpana
hingga kau lupa betapa pedihnya rasa sakit
- Tiada usaha yang menghianati hasil

Kupersembahkan buat :
1. Kedua Orang tuaku
2. Teman-teman angkatanku
3. Keluarga Prodi DIII Farmasi
4. Almamaterku

vii
PRAKATA

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan yang maha

pengasih dan maha penyayang yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah

dan inayah-Nya hingga terselesaikannya Kerja Praktek dengan judul “PERANAN

KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE) PADA PENDERITA

DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS BANGUN GALIH”.

Kerja praktek merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan untuk

memenuhi sebagian persyaratan dalam mengambil mata kuliah Tugas Akhir pada

program Studi DIII Farmasi Politeknik Harapan Bersama Tegal. Selama

melaksanakan Kerja Praktek dan kemudian tersusun dalam laporan Kerja Praktek

ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan bimbingan.

Pada kesempatan kali ini, tidak lupa diucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Ir.MC. Chambali, B.Eng.EE.M.kom selaku Direktur Politeknik Harapan

Bersama Kota Tegal.

2. Heru Nurcahyo, S.Farm.,M.Sc.,Apt selaku Ka. Prodi DIII Farmasi Politeknik

Hrapan Bersama Tegal.

3. Agus Susanto, S.Th., M. Ikom selaku Pembimbing I yang telah memberikan

saran dan kritik kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat

terselesaikan dengan baik.

4. Purgiyanti, S.Farm.,Apt selaku Pembimbing II yang telah memberikan saran

dan kritik kepada penulis sehingga karya tulis ilmiha ini dapat terselesaikan

dengan baik.

viii
5. Semua pihak yang telah mendukung, membantu serta mendoakan penyelesaian

penelitian ini.

6. Bapak dan Ibu yang telah memberikan semangat dan dukungan setiap hari baik

moral maupun material serta do’a sehingga karya tulis ilmiah ini dapat

terselesaikan.

7. Teman-teman semua yang telah membantu terselesainya karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.

Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

perbaikan serta kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga laporan Kerja

Praktek ini dapat memberikan sumbangan untuk pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi.

Tegal, ..................................

ix
INTISARI

Melani, Dinda. Susanto, Agus. Purgiyanti., 2020. Peranan


Komunikasi,Informasi dan Edukasi (KIE) Pada Pasien Penderita
Diabetes Melitus tipe-II di Puskesmas Bangun Galih.

Adanya masalah terkait pengobatan pasien diabetes melitus, apoteker


harus menyampaikan KIE tentang bagaimana penggunaan obat
antidiabetik yang baik dan tepat. Puskesmas Bangun Galih Kecamatan
Kramat merupakan salah satu dari 29 puskesmas di Kabupaten Tegal.
Tujuan penelitian ini adalahuntuk mengetahui pemberian Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) dapat berperan dalam masa terapi
pengobatan yang dijalani pasien diabetes melitus tipe-II di Puskesmas
Bangun Galih.
Adapun metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian
kuantitatif deskriptif dengan teknik Purposive Sampling. Pengambilan data
pada penelitian ini yaitu data primer. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Hasil penelitian ini adalah KIE berperan dalam masa terapi pengobatan
pada pasien diabetes melitus tipe-2 di Puskesmas Bangun Galih untuk
guna mencengah medical error (rata-rata 4,44), memberikan rasa aman
kepada pasien (rata-rata 4,34), penyampaian prosedur terapi (rata-rata
3,72) dan tingkat kepatuhan pasien (rata-rata 4,46). Pada penelitian ini
pasien paling banyak yaitu perempuan, tingkat pendiidkan paling tinggi
SD dan umur paling tinggi >65 tahun. Apoteker menyampaikan informasi
obat dan memberikan edukasi kepada pasien dengan baik sehingga dapat
mendukung peranan KIE pada masa terapi.

Kata Kunci : KIE, Diabetes Melitus, Pengobatan, Puskesmas Bangun


Galih

x
Abstract
Melani, Dinda. Susanto, Agus. Purgiyanti., 2020. The Role of
Communication, Information and Education (KIE) in Patients with
Type II Diabetes Mellitus in Puskesmas Bangun Galih

There is a related problem with treatment diabets mellitus patient.


Pharmacist have to present KIE about how to use antidiabetics medicine
in a good and appropriate way. Bangun Galih Public Health Center in
Kramat syb-district is one of 29 health center in Tegal. The purpose of this
study is to determine of giving the communication, information, and
education (KIE) could play a role on thge period of treatment theraphy
which is taken by the patient of diabetes mellitus at Bangun Galih Health
Center.
Regarding to the method in this study uses the method descriptive
quantitive research with purposive sampling technique. Data retrieval in
this research is a primary data. Data collection technique that is usued
research is questionnaire.
The result of this study is KIE has a role on the period of treatment
therapy which is taken by the patient of type 2 diabetes mellitus at Bangun
Galih Healty Center ti prevent medical error (average 4,44), to give a
safety feeling for patient (avarage 4,34), delivery of therapeutic
procedures (avarage 3,72), and the patient compliance level (avarage
4,46). In this research, the most patients are women, the highest rate of
education is primary school and the highest age is >65 years. The
pharmacist conveys drug information and gives an education to patients
properly so that can support the role of KIE in the period of treatment.

Keywords : KIE, Diabetes Mellitus, treatment

xi
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .............................................................................................. i

Halaman Judul.................................................................................................. ii

Halaman Persetujuan ........................................................................................ iii

Halaman Pengesahan ....................................................................................... iv

Halaman Pernyataan Orisinalitas ..................................................................... v

Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi .................................................... vi

M0TTO ........................................................................................................... vii

PRAKATA ...................................................................................................... viii

INTISARI ........................................................................................................ x

ABSTRACT ....................................................................................................... xi

DAFTAR ISI .................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 6
1.3 Batasan Masalah ................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................. 7
1.5 Manfaat Penelitian................................................................................ 7
1.6 Keaslian Penelitian ............................................................................... 8

xii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 9

2.1 Diabetes Melitus ................................................................................... 9

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus ....................................................... 9

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus ....................................................... 10

2.1.3 Patofisiologi Diabetes Melitus .................................................... 12

2.1.4 Gejala Diabetes Melitus .............................................................. 16

2.1.5 Pencegahan Diabetes Melitus...................................................... 18

2.2 Tinjauan KIE ........................................................................................ 19

2.2.1 Manfaat KIE ................................................................................ 21

2.2.2 Tujuan KIE .................................................................................. 22

2.3 Puskesmas ............................................................................................ 24

2.4 Profil Puskesmas Bangun Galih ........................................................... 25

2.4.1 Keadaan Geografis ...................................................................... 25

2.4.2 Keadaan Demografi .................................................................... 25

2.4.3 Visi dan Misi ............................................................................... 26

2.5Kerangka Pemikiran ............................................................................... 27

2.6 Kerangka Teori ...................................................................................... 28

2.7 Kerangka Konsep .................................................................................. 29

BAB III METODE PENELITIAN................................................................... 30

3.1 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 30

3.2 Rancangan dan Jenis Penelitian ........................................................... 30

3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................ 31

xiii
3.3.1 Populasi ........................................................................................... 31

3.3.2 Sampel ............................................................................................. 31

3.4 Variabel Penelitian ............................................................................... 32

3.5 Definisi Operasional ............................................................................. 32

3.6 Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 33

3.7 Validitas dan Realibilitas...................................................................... 36

3.8 Prosedur Penelitian ............................................................................... 38

3.9 Etika Penelitian...................................................................................... 39

3.10 Analisis Data ....................................................................................... 40

BAB IV JADWAL PENELITIAN................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 42

LAMPIRAN ..................................................................................................... 43

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ...................................................................... 6

Tabel 2.1 Klasifikasi DM ............................................................................ 9

Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian .................................................. 34

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas ....................................................................... 37

Tabel 3.3 Daftar Interprestasi Koefien r ..................................................... 38

Tabel 3.4 Hasil reabilitas ............................................................................. 39

Tabel 3.5 Kategori Bobot Nilai ................................................................... 43

Tabel 3.6 Kriteria Penilaian Pernyataan ...................................................... 45

Tabel 4.1 Karakteristik Responden berdasarkan Usia................................. 47

Tabel 4.2 Karakteristik Responden berdasarkan Jenia Kelamin ................. 48

Tabel 4.3 Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan ..................... 50

Tabel 4.4 Peranan KIE terhadap terapi pengobatan .................................... 52

Tabel 4.5 Peranan KIE terhadap usia responden ......................................... 53

Tabel 4.6 Peranan KIE terhadap jenis kelamin ........................................... 55

Tabel 4.7 Peranan KIE terhadap pendidikan ............................................... 56

Tabel 4.8 Tingkat Penilaian Terhadap Peranan KIE .................................. 58

Tabel 4.9 Peranan Berdasarkan meddical error .......................................... 59

Tabel 4.10 Peranan Berdasarkan rasa aman ............................................... 60

Tabel 4.11 Peranan Berdasarkan prosedur terapi obat ................................ 61

Tabel 4.12 Peranan Berdasarkan tingkat kepatuhan .................................. 62

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Patofisilogi DM ......................................................................... 11

Gambar 2. Kerangka Teori .......................................................................... 28

Gambar 3. Kerangka Konsep ...................................................................... 29

Gambar 4. Lampiran.................................................................................... 69

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ................................................................ 70

Lampiran 2. Surat Balasan dari Puskesmas................................................. 71

Lampiran 3. Lembar Kuesioner................................................................... 72

Lampiran 4.Lembar Persetujuan Responden............................................... 75

Lampiran 5. Lembar Kuesioner yang diisi Responden ............................... 76

Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data ............................................................ 81

Lampiran 7. Hasil Validitas dan Reabilitas ................................................. 83

Lampiran 8. Hasil Rekapitulasi Data .......................................................... 89

Lampiran 9. Rekap Data Responden ........................................................... 92

Lampiran 10. Dokumentasi ......................................................................... 94

xvii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa

prevalensi diabetes melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan

penyebab kematian. Diabetes Melitus menempati urutan ke tujuh di dunia

sebagai penyakit yang menyebabkan kematian (IDF,2015). International

Diabetes Federation (IDF) melaporkan bahwa epidemi diabetes di

Indonesia masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Indonesia

adalah negara peringkat keenam di dunia setelah Tiongkok, India,

Amerika Serikat, Brazil dan Meksiko dengan jumlah penyandang Diabetes

usia 20-79 tahun sekitar 10,3 juta orang (IDF,2017).

Sejalan dengan hal tersebut, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

memperlihatkan peningkatan angka prevalensi Diabetes yang cukup

signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018.

Komplikasi diabetes dapat dicegah, ditunda atau diperlambat dengan

mengontrol kadar gula darah. Mengontrol kadar gula darah dapat

dilakukan dengan terapi misalnya patuh meminum obat (Depkes,2018).

Diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa , biasanya terjadi

pada usia 45 tahun, tetapi bisa pula timbul pada usia di atas 20 tahun

(WHO, 2014).

1
2

Penyakit diabetes melitus pada dunia farmasi semakin dikenal

karena meningkatnya peresepan obat antidiabetik. Disisi lain, pasien

sebagai pengguna obat, selalu ingin mendapatkan khasiat obat yang

terbaik. Sementara itu, khasiat obat tidak hanya didukung oleh baru atau

tidaknya sesuatu obat, namun juga didukung oleh ketepatan

indikasi,ketepatan pasien, ketepatan dosis, munculnya efek samping dan

juga kepatuhan pasien. Peranan farmasis sangat diperlukan untuk

memberikan informasi yang tepat mengenai obat, sehingga pasien dapat

menggunakan obat dengan tepat serta mampu mengenali dan mengatasi

reaksi obat yang tidak diinginkan (Wirawan,2013).

Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) merupakan kesatuan

organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang

bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan terjangkau oleh

masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat. Pusat

pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta

masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan

terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan

pokok. Dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat

luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan

mutu pelayanan pada perorangan (Depkes RI,2011).

Apoteker di Puskesmas Bangun Galih tergolong baru sehingga

penerapan KIE pada puskesmas juga masih baru. Peneliti ingin


3

mengetahui Peranan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) khususnya

pada penderita diabetes melitus di Puskesmas Bangun Galih. Dimana

diabetes melitus berada ditingkat ketiga jumlah banyak penyakit tidak

menular pada Kabupaten Tegal. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

perlu dilakukan kepada pasien agar tidak terjadi kesalahan dalam

penggunaan obat antidiabetik.

Apoteker dapat memberikan informasi kepada pasien apa yang

perlu diketahui oleh pasien. Adanya masalah terkait obat pada pengobatan

pasien diabetes melitus, dimana pasien tidak mengetahui akan hal yang

terjadi pada terapi pengobatan. Apoteker harus menyampaikan informasi

dan edukasi mengenai obat tersebut dari bagaimana dan kapan minum atau

menggunakan obat, mengenali efek samping yang terjadi atau

mencegahnya, serta perlunya perubahan gaya hidup dan melakukan diet

(Rantucci, 2009).

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan

Kefarmasian menerapkan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan

termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,

penyimpanan dan pendistribusian, pengelolaan, pelayanan obat atas resep

dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat

dan obat tradisional. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah

pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang

membutuhkan. Upaya pemberikan pelayanan masyarakat, mencakup


4

perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, pencatatan, pelaporan, dan dituangkan

dalam suatu sistem. (Depkes RI,2011).

Salah satu interaksi antara apoteker dengan pasien adalah melalui

konseling obat atau memberikan komunikasi, informasi dan edukasi

kepada pasien. Apoteker juga berperan untuk memberikan Komunikasi,

Informasi dan Edukasi (KIE) kepada pasien tentang pengobatan yang

diberikan oleh dokter. Konseling obat sebagai salah satu cara atau metode

pengetahuan pengobatan secara tatap muka atau wawancara merupakan

usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien dalam

penggunaan obat (Depkes RI, 2014).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang

ditetapkan yaitu apakah Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) pada

pasien penderita diabetes melitus tipe 2 berperan dalam menjalani terapi

pengobatan di Puskesmas Bangun Galih dan apakah kriteria pasien

berpengaruh terhadap peranan KIE di Puskesmas Bangun Galih?

1.3. Batasan Masalah

1. Pada penelitian ini peneliti hanya membahas apakah KIE

berperanan dalam masa pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2

dan apakah kriteria pasien berpengaruh terhadap peranan KIE di

Puskesmas Bangun Galih.


5

2. Pada penelitian ini mengambil data berdasarkan pemahaman

pasien dalam pengobatan diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas

Bangun Galih.

3. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2020.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian Komunikasi,

Informasi dan Edukasi (KIE) dapat berperan dalam masa terapi

pengobatan yang dijalani pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas

Bangun Galih Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.

1.5. Manfaat

1. Mengetahui secara langsung peranan komunikasi infomasi dan

edukasi pada Puskesmas Bangun Galih pada masa terapi

pengobatan.

2. Sebagai bahan evaluasi bagi apoteker di Puskesmas Bangun Galih

untuk lebih meningkatkan mutu dan efisien pemberian komunikasi,

informasi dan edukasi terhadap pasien diabetes melitus.


6

1.7 Keaslian Penelitian

1.8 Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Pembeda Peneliti 1 Peneliti 2 Peneliti 3 Peneliti 4


Retno Trisnani Norisca A, Melisa, Keri Lestari Sopida Nainggolan Dienda Melani
2008 2017 2008 2020

1. Judul Peranan Pengaruh Konseling Apoteker Peranan Peranan Komunikasi,


Komunikasi,Informasi, terhadap Pengetahuan dan Komunikasi,Informasi dan Informasi dan Edukasi
Edukasi (KIE) pada Persepsi Pasien Penyakit Edukasi (KIE) pada (KIE) pada Penderita
Penderita Diabetes tipe 2 Jantung Terapi Warfarin di penderita Diabetes Melitus Penyakit Diabetes Melitus
di Puskesmas Pacar RSUP Dr. Hasan Sadikin tipe 2 di Puskesmas Tipe 2 di Puskesmas
Keling Surabaya selama Bandung Medokan Ayu Surabaya Bangun Galih
bulan Maret-Mei selama April s.d Juni 2008

2. Tempat penelitian Puskesmas Pacar Keling RSUP Dr. Hasan Sadikin Puskesmas Medokan Ayu Puskesmas Bangun Galih
Surabaya Bandung Surabaya
3. Sampel penelitian Pasien Penderita DM Tipe seluruh pasien rawat jalan di Penderita diabetes melitus Sampel penelitian
2 Poli Jantung yang menggunakan tipe 2
terapi warfarin
4. Metode penelitian Mixed method One before and after Metode penelitian
Pill and bottle Counts
intervention design
5. Metode Wawancara dan Wawancara dan pre-post test Wawancara dan Quesioner Metode pengambilan data
pengambilan data Quesioner design
6. Hasil Konseling apoteker berpengaruh Pemberian KIE kurang Pemberian KIE berperan
Pemberian KIE tidak
signifikan terhadap pengetahuan efektif unutk meningkatkan dalam masa terapi
terbukti dapat
dan persepsi pasien mengenai kepatuhan pasien DM tipe 2 pengobatan pasien
meningkatkan kepatuhan
terapi warfarin yang telah dalam menggunakan obat diabetes melitus tipe 2 di
penderita diabetes melitus
ditetapkan antidiabtes Puskesmas Bangun Galih
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Melitus berasal dari bahasa Yunani, yaitu diabtes

yang berarti “siphon”, ketika tubuh menjadi suatu saluran untuk

mengeluarkan cairan yang berlebihan, dan “mellitus” dari bahasa

Yunani dan latin yang berarti madu. Kelainan yang menjadi

penyebab mendasar dari diabetes melitus adalah defisiensi relatif

atau absolut dari hormon insulin. Insulin merupakan satu-satunya

hormon yang dapat menurunkan kadar gula dalam (Bilous dan

Donelly,2014).

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang

membutuhkan perawatan medis dalam jangka waktu panjang

dengan tujuan untuk mencegah timbulnya komplikasi. Penyakit ini

disebabkan karena adanya gangguan metabolisme secara genetik

dan klinik yang ditandai dengan hiperglikemia dan abnormalitas

metabolisme karbohidrat, lemak, serta protein. Gejala yang

dikeluhkan pada penderita diabetes melitus yaitu polidipsia,

poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan

(Rachmawati,2015).

7
8

Diabetes sering disebut sebagai "the silent killer” atau pembunuh

yang senyap. Fakta menunjukkan bahwa hanya sekitar 50% dari diabetes

yang terdiagnosa dan menyadari mereka menyandang diabetes. Hal ini

dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan medical

check up sejak usia muda atau usia dini. Maka tidak salah jika diabetes

militus dianggap sebagai the sillent killer. Pembunuhan yang senyap bagi

mereka yang menderita namun tidak menyadarinya (Shanty, 2011).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut Wiley dan Limited (2010) Klasifikasi diabetes saat

ini berdasarkan pada etiologi penyakit terdapat empat kategori

diabetes :

1. Diabetes tipe-I ,yaitu suatu kondisi kronis pada pankreas

memproduksi insulin sedikit atau tidak sama sekali. tipe ini

disebabkan oleh penghancuran sel pankreas.

2. Diabetes tipe-II ,yaitu suatu kondisi kronis yang

mempengaruhi cara tubuh memproses gula darah (glukosa),

tubuh tidak memproduksi cukup insulin atau menolak insulin.

tipe ini disebabkan oleh kombinasi resistansi insulin dan

disfungsi sekresi insulin sel β.

3. Diabetes tipe khusus lain, tipe ini disebabkan oleh kondisi

seperti endokrinopati, penyakit eksokrin pankreas, sindrom

genetik dll).
9

4. Diabetes Gestasional yaitu diabetes yang terjadi pertama kali

saat kehamilan. Diabetes saat hamil disebabkan oleh

perubahan hormon, dan gula darah akan kembali normal

setelah ibu hamil menjalani persalinan

Tabel 2.1 Klasifikasi diabetes mellitus

Tipe-I Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi


insulin abslut
1. Autoimun
2. Idiopatik
Tipe-II Bervariasi, mulai yang terutama dominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe 1. Defek genetik fungsi sel beta
Lain 2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pankreas
4. Endokrinopati
5. Karena obat atau zat kimia
6. Sebeb imunologi yang jarang
7. Sindrom generik yang lain berkaitan dengan
DM
Sumber : Decroli, 2019

Klasifikasi ini telah mengganti klasifikasi sebelumnya tentang

klasifikasi klinis diabetes, yaitu diabetes melitus bergantung insulin

(insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) dan diabetes melitus

tidak bergantung insulin ( non-insulin dependent diabetes

melitus,NIDDM). Jenis pengklasifikasian yang terdahulu ini


10

berdasarkan pada pentingnya pengobatan insulin sesuai diagnosis.

IDDM secara luas ekuivalen dengan diabetes tipe-I dan NIDDM

setara dengan diabetes tipe-II (Bilous dan Donelly,2014).

Diabetes militus tipe-II adalah dimana hormon insulin dalam

tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan

istilah Non-insulin Dependent Diabetes Militus (NIDDM). Hal ini

dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam

produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya

sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin di

tandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah

(Decroli,2019).

Kategori diabetes melitus lain yang spesifik dapat didasarkan

pada sekumpulan kondisi yang besar yang mencakup defek genetik

pada sekresi insulin. Efek genetik pada kerja insulin, pankreatitis,

dan gangguan eksokrin lain. Beberapa kasus disebabkan oleh

pemberian obat seperti glukokortikoid. Beberapa sindrom genetik

terkadang berhubungan dengan diabetes melitus seperti sindrom

Dwon, sindrom Klinefelter, dan lain-lain (Bilous dan

Donelly,2014).

2.1.3 Patofisiologi Diabetes Melitus

Daibetes merupakan keadaan yang timbul karena defisiensi

insulin. Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh

pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/ kadar


11

gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah atau

memproses karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang

diperlukan oleh tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi

menurunkan kadar gula dalam darah (Shanty,2011).

insulin menurun; bisa karena defisiensi insulin dan


resitensi insulin

terjadi hiperglikemik

batas ambang ginjal terlampaui

poliuria, polidipsia, polifagia

diabetes militus

Gambar 2.2 Patofisiologi Diabetes Melitus (Trisna,2008)

Insulin yang disekresi oleh sel beta pankreas berfungsi untuk

mengatur kadar glukosa darah dalam tubuh. Kadar glukosa darah

yang tinggi akan menstimulasi sel beta pankreas untuk mengekresi

insulin. Sel beta penkreas yang tidak berfungsi secara optimal

sehingga berakibat pada kurangnya sekresi insullin menjadi

penyebab kadar glukosa darah tinggi. Penyebab dari kerusakan sel

beta pankreas sangat banyak (Hanum,2013).

Gangguan respon metabolik terhadap kerja insulin disebut

dengan resistensi insulin. Keadaan ini dapat disebabkan oleh

gangguan reseptor, pre reseptor dan post reseptor sehingga

dibutuhkan insulin yang lebih banyak dari biasanya untuk


12

mempertahankan kadar glukosa agar tetap normal. Sensitivitas

insulin untuk menurunkan glukosa darah dengan cara menstimulasi

pemakaian glukosa dijaringan otot dan lemak serta menekan

produksi glukosa oleh hati menurun. Penurunan sensitivitas

tersebut juga menyebabkan resistensi insulin sehingga kadar

glukosa dalam darah tinggi (Prabawati,2012).

Glukosa yang kita kenal juga sebagai gula darah, merupakan

bahan bakar utama yang akan diubah menjadi energi atau tenaga.

Kadar glukosa darah yang tinggi setelah makan akan merangsang

sel B pulau Lengerhans untuk mengeluarkan insullin. Selama

belum ada insullin, glukosa yang akan di peredaran darah tidak

dapat masuk ke dalam sel-sel jaringan tubuh seperti otot dan

jaringan lemak. Insulin berguna untuk membuka sel jaringan,

memasukkan glukosa ke dalam sel, dan selanjutnya menutupi pintu

sel kembali. Didalam sel jaringan , glukosa ini dibakar

(dimetabolisir) menjadi energi atau tenaga yang berguna untuk

kehidupan seahari-hari (Bilous dan Donelly,2014).

Resistensi insulin pada otot dan hati serta kegagalan sel beta

pankreas telah dikenal sebagai patiofisiologi kerusakan sentral dari

diabetes melitus tipe-II. Kegagalan sel beta pada diabetes melitus

tipe-II diketahui terjadi lebih dini dan lebih dari pada sebelumnya.

Otot, hati, sel beta dan organ lain seperti jaringan lemak,

gastrointestinal, sel alpha pankreas (hiperglukagonemia), ginjal


13

(peningkatan absorpsi glukosa) dan otak (resistensi insulin) ikut

berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan toleransi

glukosa pada diabetes melitus tipe-II (Fitriyani,2012).

Menurut Wiley dan Limited (2010) dalam patofisiologi

diabetes melitus tipe-II terdapat beberapa keadaan yang berperan

yaitu:

1. Resistensi Insulin

2. Disfungsi sel B pancreas

Resisten insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat

bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak

dan sel hepar. Keadaan resistensi terhadap efek insulin

menyebabkan sel beta pankreas mensekresi insulin dalam kualitas

yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa

darah, sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensator untuk

mempertahankan keadaan euglikemia (John dan Sons, 2010)

Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit diabetes melitus

tipe-II, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun

dikompensasi dengan hiperinsulinemia. Keadaan glukotoksititas

dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif mengakibatkan

sel beta pankreas mengalami difungsi dan terjadilah gangguan

metabolisme glukosa. Gangguan tersebut berupa glukosa puasa

terganggu, gangguan toleransi glukosa dan akhirnya diabetes

melitus tipe-II (Arifin,2013).


14

2.1.4 Gejala Diabetes Melitus

Penyakit Diabetes Melitus dapat menimbulkan berbagai gejala-

gejala yang sering muncul pada penderita diabetes melitus. Gejala

yang muncul sangat bervariasi antara satu penderita dengan

penderita lainnya, ada penderita yang tidak menunjukkan gejala

khas diabetes melitus sampai saat tertentu. Gejala-gejala diabetes

melitus tersebut telah di kategorikan menjadi gejala akut dan gejala

kronis (Fitriyani,2015).

Gejala akut diabetes melitus pada permulaan perkembangan

yang muncul adalah banyak makan (poliphagia), banyak minum

(polidipsia) dan banyak kencing (poliuria). Keadaan diabetes pada

permulaan yang tidak segera diobati akan menimbulkan gejala akut

yaitu banyak minum, banyak kencing dan mudah lelah. Harus

segera melakukan tindakan agar dapat mendapatkan pertolongan.

Gejala kronik diabetes melitus adalah kulit terasa panas, kebas

seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal pada kulit, kram, kelelahan,

mudah mengantuk, penglihatan memburuk yang ditandai dengan

sering berganti kaca mata, gigi mudah goyah dan mudah lepas,

keguguran pada ibu hamil dan ibu melahirkan dengan berat bayi

yang lebih dari 4 kilogram (Putra,2017).

Dalam sistem pembuangan urine, penderita yang memiliki

diabetes tidak terkendali dapat kehilangan sebanyak 500 gram

glukosadalam urine per 24 jam atau setara dengan 2000 kalori per
15

hari hilang dalam tubuh. Jelas hal ini akan banyak mengurangi

berat badan (Wirawan,2013).

Pada awalnya gejala diabetes mellitus bisa muncul secara tiba-

tiba pada anak dan orang dewasa atau muda. Namun, pada orang

dewasa tua (>40 tahun) gejala dapat muncul tanpa disadari. Gejala

awal yang timbul pada penderita dewasa yang lebih tua baisanya

ringan sehingga mereka tidak merasa perlu untuk berkonsultasi ke

dokter. Akibatnya, sering mereka baru mengetahui menderita

diabetes mellitus setelah timbul komplikasi, seperti penglihatan

menjadi kabur atau bahkan mendadak buta, timbulnya penyakit

jantung, penyakit ginjal, gangguan kulit dan saraf, atau bahkan

terjadi pembusukan pada kaki (ganggren) dan sebagainya

(Shanty,2011).

Apabila penyakit ini dibiarkan tak terkendali makan akan

menimbulkan gejala yang timbul adalah sering lapar,

lemas,letih,sering minum dan sering kencing. Yang merupakan

gejala awal dari diabetes melitus. Diabetes mellitus biasanya tidak

dapat disembuhkan, sehingga penderita perlu mendapatkan

penanganan medis seumur hidup agar kadar glukosa darah dapat

dikendalikan senormal mungkin. Peningkatan kadar glukosa darah

yang tidak terkendali dan berlangsung lama mempunyai potensi

besar menimbulkan kerusakan, gangguan fungsi, dan kegagalan


16

berbagai organ, terutama pada mata, jantung, ginjal dan saraf dan

pembuluh darah (Hartini,2009).

2.1.5 Pencegahan Diabetes Melitus

Pengobatan Diabetes Melitus Terapi non farmakologi:

1. Edukasi, bagaimana perjalanan penyakit diabetes melitus,

makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan, penyakit

dan resikonya, interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik,

dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain,

cara pemantauan glukosa, mengatasi sementara keadaan darurat

seperti rasa sakit, atau hipoglikemia, memberitahukan akan

pentingnya kepatuhan untuk mengkonsumsi obat, mengetahui

tipe diabetes yang dideritanya, bagaimana cara menggunakan

obat. Dengan demikian, pasien secara mandiri akan biasa

merawat diri sehingga penyakit yang dideritanya dapat

dikendalikan (Hendro,2013).

2. Terapi gizi medis (diet), membatasi asupan makanan sesuai

dengan kebutuhan tubuh, beberapa makanan yang harus

diperhatikan jumlahnya untuk dikonsumsi antara lain asupan

karbohidrat mempengaruhi kadar gula dalam darah, disarankan

bagi pasien yang menderita diabetes melitus untuk

mengkonsumsi makanan yang rendah karbohidrat seperti:

kentang, dan sayuran, pembatasan asupan protein sampai

dengan 0,6-0,7 g/Kg/Hari, serat yang baik untuk pasien diabetes


17

melitus adalah serat yang mudah dipecah seperti serat pada

sayur dan buah karena dapat menyebabkan hipoglikemia yang

kecil untuk pasien, asupan pemanis dan lemak pada lemak pada

pasien diabetes melitus harus diperhatikan (Hendro,2013).

3. Olahraga secara teratur dan terukur agar kelebihan gula dan

lemak di dalam tubuh dapat berkurang (diubah menjadi energi

perak). Di samping itu, dengan olahraga secara teratur, otot-otot

tubuh akan menjadi kencang dan organ-organ tubuh akan

bekerja dengan lebih baik dan efisien (Suryani,2014).

4. Setelah berumur 40 tahun, periksa kadar gula dalam urine anda

setiap tahun, terutama bila anda mempunyai riwayat keluarga

penderita diabetes melitus (Hendro,2013).

5. Terapi non farmakologi

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan

makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi

farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan (Perkeni,

2011).

1. Obat hipoglikemik oral

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5

golongan:

a. Pemicu sekresi insulin/ insulin secretagogue

(sulfonilurea dan glinid).


18

1). Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama

meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,

dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan

berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh

diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.

Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan

pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan

faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit

kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan

sulfonilurea kerja panjang.

2). Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama

dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada

peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini

terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat

asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin).

Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian

secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post

prandial.
19

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin (metformin dan

tiazolidindion)

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada

Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma

(PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi

insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut

glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di

perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien

dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat

memperberat edema/retensi cairan dan juga pada

gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan

tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati

secara berkala. Golongan rosiglitazon sudah ditarik dari

peredaran karena befek sampingnya (Pharmaceutical

care ,2008).

c. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi

glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga

memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai

pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi

ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta


20

pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia

(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan,

gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek

samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat

diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus

diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi

pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk

memantau efek samping obat tersebut (Lammos,2012).

d. Penghambat absorpsi glukosa/penghambat glukosidase

alfa (acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa

di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan

kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak

menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping

yang paling sering ditemukan ialah kembung dan

flatulens (Samoh, 2014).

2.2 Tinjauan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

Menurut Depkes 2007, KIE didefinisikan sebagai konselling.

Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran,

melakukan diskusi dan pertukaran pendapat. Kegiatan ini berkaitan

dengan konsultasi (meminta nasehat dengan penekan pada pemahaman

pasien terhadap informasi yang telah diberikan) dan edukasi (memberikan


21

intruksi dan mengembangkan untuk meningkatkan kemampuan dan

pengetahuan pasien) (Rantucci,2009).

Menurut UU No. 36 tahun 2009, penyuluhan kesehatan

diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kamauan

dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dan aktif berperan serta

dalam upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan diselenggarakan untuk

mengubah perilaku seseorang atau kelompok masyarakat agar hidup sehat

melalui komunikasi,informasi dan edukasi (KIE) (Depkes,2009).

Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) sering disebut konselling

farmasis antara apoteker dan pasien. Arti konseling itu sendiri cera harfiah

adalah memberikan nasihat, namun definisi ini diperluas dengan adanya

proses diskusi dan saling bertukar pendapat anatar pihak yang meminta

nasihat dan pihak yang memberi nasihat. Secara profesional , KIE atau

konseling sangat berpengaruh untuk kesembuhan pasien. Konseling dan

psikoterapi memiliki kesamaan evalusai, interprestasi, memberikan

dukungan , menjelaskan, memberikan informasi, memberikan nasihat dan

peritan kepada pasien (Rantucci,2009).

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) merupakan komponen

yang sangat penting dalam praktik tenaga kesehatan contohnya bidang

farmasi. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan

mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi

obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara


22

penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan

minuman yangharus dihindari selama terapi (Witjaksono,2009).

2.1.1 Manfaat Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Pemberian edukasi pasien bukan saja untuk tanggung jawab

etika, melainkan juga tanggung jawab hukum medis (medical-

legal). Pentingnya pemberian edukasi kepada pasien adalah untuk

memberitahukan kepada pasien agar tidak merasa merendah diri

dengan keadaannya. Juga untuk memberitahukan mengenai terapi

yang digunakan. Terlebih jika pasien menggunakan obat tersebut

dalam jangka waktu lama (ISFI,2010).

Manfaat pemberian Komunikasi, Informasi dan Edukasi

(KIE) untuk pasien adalah menjamin keamanan dan efektifitas

pengobatan, penjelasan tambahan mengenai penyakit, merawat

kesehatan diri, pemecahan masalah terapi. Dan juga menurunkan

kesalahan penggunaan obat, menghindari reaksi obat yang tidak

diinginkan, meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi

pengobatan. Dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya

kesehatan (Arfaldi,2013)

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan

mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,bijaksana dan terkini.

Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara

pemakaian obat, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan,

aktivitas serta makan dan minum yang harus dihindari selama


23

terapi. Penyampaian Informasi yang cukup akan membantu

pasien menyelesaikan terapi sembuh dan seaman mungkin

(Witjaksono,2009).

2.1.2 Tujuan Komunikasi,Informasi dan Edukasi (KIE)

Pentingnya tentang penyampaian Komunikasi, Informasi dan

Edukasi (KIE) bertujuan agar penyampaian informasi dan edukasi

mengenai obat dapat mencegah terjadinya medication error (

kejadian yang tidak diharapkan) dalam menggunakan obat. Sudah

menjadi tanggung jawab apoteker terhadap keselamatan pasien,

dan idealnya baik diminta atau tidak harus selalu pro aktif

melasanakan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

mengenai obat sehingga dapat membuat pasien merasa aman

dengan obat yang dibeli (Susyanty dan Haryanti,2009).

Menyampaikan informasi merupakan suatu tindakan

penyuluhan kesehatan yang ditujukan kepada pasien dan

keluarga. Tujuan tindakan ini adalah untuk memfasilitasi klien

dalam pengambilan keputusan. Penyampaian informasi perlu

memperhatikan bahasa dan kata-kata yang sederhana agar mudah

dipahami oleh pasien (Machfoedz,2009).

Peranan Komunikasi Infomasi dan Edukasi (KIE) atau sering

disebut konseling terhadap pasien diabetes melitus yang

berhubungan dengan penggunaan obat diabetes melitus harus

dilakukan dengan baik oleh seorang apoteker. Pengetahuan


24

tentang pelaksanaan terapi diabetes melitus secara mandiri

haruslah dipahami baik oleh pasien maupun apoteker sebagai

penanggung jawab layanan komunikasi, informasi dan edukasi

(KIE). Oleh karena itu perlu dilakukan identifikasi kebutuhan

terkait komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pada pasien

diabetes melitus. Baik dari sudut pandang penerima KIE yaitu

pasien diabetes melitus maupun pelaku KIE yaitu apoteker

(Hartayu,2013).

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan

farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pasien (PP RI No. 51 tahun 2009).

Praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian

mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan

pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan

informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat

tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang

mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan (UU Kesehatan No.36 bab VI

pasal 108 tahun 2009).

Saran terapi atau KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

yang diberikan kepada pasien memiliki beberapa kriteria yang

harus dipenuhi. Kriteria tersebut yaitu ketrampilan komunikasi


25

umum; informasi yang dikumpulkan oleh tenaga teknis

kefarmasian , cara infomasi yang dikumpulkan, hal yang harus

dipertimbangkan sebelum memberi KIE. Kerasionalan isi KIE

yang diberikan, bagaimana cara saran diberikan, kerasionalan

pemilihan produk obat oleh tenaga kefarmasian, saat untuk

merujuk ke dokter (Witjaksono,2009).

2.3 Puskesmas

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi

kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan

masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat. Di samping

memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat

di wilayah kerjanya disajikan dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut

Depkes RI (2004) puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas

kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di wilayah kerja (Effendi, 2009).

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan

yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif

(pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif

(pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua

penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur,

sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia. Faktor

kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi dan keadaan


26

infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan

wilayah kerja puskesmas (Effendi, 2009)

2.4 Profil Puskesmas Bangun Galih

Puskesmas Bangun Galih Kecamatan Kramat merupakan salah satu

dari 29 Puskesmas di Kabupaten Tegal. Puskesmas Bangun Galih

beralamat JL. Raya Bangun Galih Desa Bangun Galih Kecamatan Kramat

Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah.

1. Keadaan Demografi wilayah PuskesmasBangunGalih

Menurut data dari kantor statistik Kecamatan Kramat jumlah

penduduk di wilayah Puskesmas Bangun Galih pada tahun 2017

adalah 44.430 jiwa, terdiri dari 21.995 jiwa penduduk laki-laki dan

22.335 jiwa penduduk perempuan.

2. Visi dan misi

1. Visi Puskesmas Bangun Galih

Menurut petugas kesehatan Puskesmas Bangun Galih

memiliki visi yaitu menjadi puskesmas dengan pelayanan yang

modern, memuaskan dan menyenangkan dan terwujudnya

masyarakat sehat yang maju dan mandiri

2. Misi Puskesmas Bangun Galih

Setelah melakukan wawancara petugas kesehatan Puskesmas

Bangun Galih, memiliki misi guna mengomunikasikan tujuan

dari sebuah organisasi, yaitu:


27

a. Melaksanakan pelayanan kepada masyarakat sesuai standar

profesioanal.

b. Melakukan pelayanan dengan cepat, ramah, santun, dengan

cara-cara yang menyenangkan.

c. Meningkatkan sumber daya manusia dipuskesmas, dibidang

kesehatan maupun non kesehatan.

d. Memanfaatkan teknologi cepat guna sesuai perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi kekinian.

e. Meningkatkan sarana dan pasarana layanan kesehatan.

f. Memperkokoh rasa kekeluargaan dan kerjasama yang baik

antar karyawan puskesmas.


28

2.5 Kerangka Teori

Menurut notoatmodjo (2010) dan Arikunto (2010) kerangka teori


dalam penelitian ini digambarkan pada gambar 2.3:

Diabetes Melitus

Penatalaksana Diabetes
Melitus:
1. Edukasi
2. Terapi nutrisi medis
3. Latihan jasmani
4. Terapi farmakologi

Penyampaian Komunikasi,
Informasi dan Edukasi
(KIE): Media penyampaian
1. cara pemakaian obat
1. Apoteker
2. cara penyimpanan obat
3. jangka waktu pengobatan 2. Pelayanan
4. efek samping obat kefarmasian
5. Kontraindikasi
6. Indikasi obat

1. Mencegah medication error


2. Memberikan rasa aman
3. Menyampaikan prosedur terapi
obat
4. Meningkatkan kepatuhan pasien
minum obat

Gambar 2.3 Kerangka Teori (ISFI, 2010)


29

2.6 Kerangka Konsep


Menurut Notoatmodjo (2010) kerangka konsep adalah merupakan
formulasi atau simplikasi dari kerangka teori atau teori-teori yang
mendukung penelitian tersebut. Kerangka konsep dalam penelitian ini
digambarkan seperti gambar 2.4 :

Mencegah medication error,


Peranan Komunikasi,
Memberikan rasa aman,
Informasi dan Edukasi
Menyampaikan prosedur terapi
penederita Diabetes
obatMeningkatkan kepatuhan
Melitus tipe-II
pasien minum obat

Gambar 2.4 Kerangka Konsep (ISFI, 2010)


30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif, dimana

kuantitatif adalah penelitian yang dialkukan terhadap variabel mandiri

tanpa menghubungkan dengan variabel lain (Sugiyono,2015).

Penelitian ini bertujuan untuk menyajikan gambaran dan memberikan

bukti empiris mengenai peranan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)

penderita penyakit diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Bangun Galih

dengan metode pengambilan sampel menggunakan teknik Purposive

Sampling. pada penelitian ini peneliti mengambil tempat di Puskesmas

Bangun Galih dengan rentang waktu penelitian dari bulan Februari sampai

bulan Maret tahun 2020.

3.2. Rancangan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan

menginterpretasi obyek sesuai dengan apa adanya. Dan jenis dari

penelitian deskriptif yang peneliti gunakan adalah penelitian korelasi yang

bertujuan mengetahui peranan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

terdapat pasien penderita diabetes melitus.


31

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau

subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono,2009). Populasi penelitian ini adalah pasien

penyakit diabetes melitus tipe 2 Puskesmas Bangun Galih bulan Januari

sampai Maret tahun 2020.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti. Sampel

merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebgaian jumlah dari

karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Arikunto,2006). Pada penelitian

ini subjek dihitung melalui resep terdapat 85 , sehingga pada penelitian ini

subjek diambil semua. Dalam penelitian ini dihitung 85 pasien penderita

diabetes melitus Puskesmas Bangun Galih. Untuk menentukan ukuran

sampel menggunakan teknik pengambilan sampel:

N
=
N. d + 1

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

= presisi yang ditetapkan

85
=
85. (0,05) + 1

= 46 sampel
32

Dari perhitungan data sampel diperoleh hasil dari kriteria yaitu pasien

diabetes melitus tipe-II adalah 46 sampel atau ditetapkan 50 sampel dari

85 populasi pasien diabetes melitus tipe 2.

Terdapat kriteria sampel yaitu kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.

Penentuan kriteria sampel diperlukan untuk mengurangi hasil penelitian

yang bias. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian

dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti. Sedangkan

yang dimaksud kriteria ekslusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena sebab-sebab

tertentu (Nursalam,2003).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Pasien penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Bangun Galih

Kec. Kramat Kab. Tegal.

2. Pasien bersedia menjadi responden.

3. Pasien dapat membaca dan menulis

Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:

1. Pasien diabetes melitus yang tidak menjawab kuesioner secara

lengkap.

3.4. Metode Pengambilan Sampel

metode penelitian sampelnya menggunakan teknik Purposive

Sampling. Teknik penentuan sampel ini dapat dikatakan sebagai cara

sengaja mengambil sampel tertentu sesuai persyaratan atau kriteria

sampel, jadi pemilihan sampel tidak dapat terjadi secara tidak sengaja
33

berdasarkan siapa yang bertemu peneliti melainkan harus sesuai dengan

kriteria-kriteria yang telah ditentukan.

3.5. Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek

pengamatan penelitian atau sering juga sebagai faktor-faktor yang

berperan dalam penelitian (Notoarmojo,2005).

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu peranan

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di Puskesmas Bangun Galih

Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal pada pasien penderita diabetes

melitus tipe 2.

3.6. Definisi operasional penelitian

Definisi operasional memberikan pengertian suatu variabel dan

menggambar aktivitas yang diperlukan untuk mengukur atau pengamatan

terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan

instrumen (Notoatmodjo, 2010). Pada tabel berikut akan diuraikan

variabel penelitian dalam bentuk definisi operasional.


34

Tabel 3.1 Operasional Variabel Peneltian

n Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


o
1 Jenis Perbedaan seks kuesioner 1. Perempua Nominal
Kelamin yang di dapat sejak 2. laki-laki
lahir yang dibeda
kan antara laki-laki
dan perempuan

2 Usia Masa hidup kuesioner 1. 35-44 Interval


responden dalam 2. 45-54
tahun dengan 3. 55-64
pembulatan ke 4. >65
bawah

3 Pendidika Sekolah formal Kuesioner 1. SD Ordinal


n yang telah diikuti 2. SMP
responden dan telah 3. SMA
memiliki tanda 4. Perguruan
bukti lulus dari Tinggi
instansi resmi yang
terkait
4 Peranan Mencegah Kuesioner Pasien mengisi Nominal
KIE terjadinya medical kuesioner dengan
eror, memberikan skala Likert
rasa aman, untuk mengetahui
meningkatkan peranan KIE
kepatuhan dengan pilihan
pengobatan pasien, jawaban
memberikan 1. Sangat Setuju
prosedur terapi obat 2. Setuju
dengan baik. 3. Kurang Setuju
4. Tidak Setuju
5. Sangat Tidak
Setuju
(Machfoedz,200
9)
35

3.7. Jenis dan sumber data

3.6.1 Jenis data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data

primer. Data primer yaitu yang diukur secara langsung pada

responden yang akan diteliti (Andi,2010). Data primer yang

dilakukan dalam penelitian ini menggunakan kuesioner.

3.6.2 Cara pengumpulan data

Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara untuk

menerapkan metode pada masalah yang sedang diteliti. Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner. Kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian

pertanyaan mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan

diteliti (Narbuko dan Achmadi, 2003).

Penggunaan kuesioner dalam penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan data mengenai peranan KIE di Puskesmas Bangun

Galih Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal tentang pengobatan

pada pasien diabetes melitus tipe 2. Adapun pengambilan data

dalam penelitian yaitu :

1. Data pengetahuan diukur melalui responden kepada pasien

dengan berbagai pertanyaan tentang pemberian Komunikasi,

Informasi dan Edukasi (KIE) apoteker kepada pasien yang

tertuang dalam kuesioner.


36

2. Data praktik pelayanan kefarmasian diukur melalui wawancara

kepada pasien dengan berbagai item pertanyaan tentang peranan

komunikasi, informasi dan edukasi penyakit diabetes melitus

yang dituangkan dalam kuesioner.

3.8. Uji validitas dan uji realibitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau keaslian suatu instrumen (Arikunto, 2013). Instrumen

yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data

(mengukur) itu valid. Menururt Sugiyono (2018) valid berarti

instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur. Dengan kriteria pengujian apabila r hitung>r tabel

dengan α = 0,05 maka alat ukur tersebut dinyatakan valid, dan

sebaliknya apabila r hitung <r tabelmaka alat ukur tersebut adalah tidak

valid.

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan

teknik korelasi product moment dengan bantuan aplikasi SPSS. Dalam

penelitian ini dilakukan uji validitas sebanyak 20 responden

menggunakan kuesioner
37

Tabel 3.2 Hail Uji validitas

Pernyataan r tabel r hitung Keterangan

P1 0,05 0,884 Valid

P2 0,05 0,884 Valid

P3 0,05 0,884 Valid

P4 0,05 0,884 Valid

P5 0,05 0,884 Valid

P6 0,05 0,884 Valid

P7 0,05 0,597 Valid

P8 0,05 0,884 Valid

P9 0,05 0,597 Valid

P10 0,05 0,884 Valid

P11 0,05 0,619 Valid

P12 0,05 0,884 Valid

P13 0,05 0,884 Valid

P14 0,05 0,579 Valid


38

P15 0,05 0,619 Valid

P16 0,05 0,597 Valid

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah uji yang digunakan untuk menjelaskan

ketelitian, kestabilan, dan ketepatan teknik pengukuran. Bertujuan

untuk menunjukan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya atau

dianadalkan dalam penelitian. Kuesioner dikatakan reliabel bila

digunakan berkali-kali memberikan nilai yang sama. Jika nilai Alpha

Chronbach’s > dari 0,06 maka keseluruhan butir pertanyaan

dinyatakan reliabel (Sugiyono, 2010).

Teknik ini dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu

instrumen penelitian reliabel atau tidak. Kriteria uji reliabilitas dengan

rumus alpha adalah apabila r hitung> r tabel, maka alat ukur tersebut

reliabel dan juga sebaliknya, jika r hitung< r tabel maka alat ukur tidak

reliabel.

Jika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran

mengenai indeks r 11 sebagai berikut :

Tabel 3.3 Daftar Interpretasi Koefisien r

Koefisien r Reliabilitas

0,8000 - 1,0000 Sangat tinggi


39

0,6000 – 0,7999 Tinggi

0,4000 – 0,5999 Sedang/cukup

0,2000 – 0,3999 Rendah

0,0000 - 0,1999 Sangat rendah

(Tedi Rusman, 2013 : 57)

Pada penelitian ini dilakukan uji reliabilitas dengan hasil sebagai

berikut:

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas

Pertanyaan Alpa Alpha Keterangan

Cronbach,s Cronbach,s

Kritis Hitung

P1, P2, P3, P4, 0,60 0,791 Reliabel

P5, P6, P7, P8,

P9, P10, P11,

P12, P13, P14,

P15, P16

Berdasarkan tabel diatas pernyataan 1 sampai dengan pernyataan 16

dikatakan reliabel, hal ini dikarenakan nilai Alpha Chronbach’s>0,60.


40

3.9. Prosedur Penelitian

Peneliti memakai tahap-tahap penelitian agar peneliti memperoleh

hasil sesuai yang diinginkan, hasil yang valid dan maksimal.

Tahapan tersebut meliputi:

3. Tahap Persiapan

a Dilakukan analisis situasi untuk menentukan masalah dan tujuan

peneliti.

b Menentukan populasi dan pemilihan subyek

c Menentukan variabel penelitian

4. Tahap Pelaksana

a. Mengadakan introduction dengan pasien untuk saling mengenal

dan menjelaskan maksud keadatangannya pada minggu pertama.

b. Mengadakan pre-test ( pengukuran tingkat kepatuhan pasien

sebelum diberikan KIE) pada subyek penelitian dengan

memberikan pertanyaan dalam bentuk kuesioner.

c. Tahap Intervensi : pemberian Konseling (KIE) kepada subyek

penelitian.0

d. Mengadakan post-test ( pasien diberikan interverensi dengan

pemberian KIE) pada subyek penelitian dengan diadakan

pemberian pertanyaan setelah melakukan komunikasi, informasi

dan edukasi dalam bentuk kuesioner.


41

3.10. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus mendapatkan

rekomendasi dari Prodi DIII Farmasi Politeknik Harapan Bersama dan

permintaan ijin kepada pihak yang bersangkutan sebagai subyek yang

diteliti.

Etika penelitian ini meliputi:

1. Lembar persetujuan

Lembar persetujuan diberikan subyek yang diteliti. Peneliti

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Jika responden menolak,

maka penelitian tidak akan memaksa dan akan tetap menghormati hak-

haknya.

2. Anonimity

Untuk menjaga kerahasiaan , peneliti tidak mencantumkan nama

responden pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi dijamin oleh peneliti. Hanya kelompok data

tertentu saja yang akan disajikan sebagai hasil riset. Cara untuk

menjaga kerahasiaan adalah dengan menyimpan lembar kuesioner

sampai jangka waktu yang lama. Setelah tidak digunakan, maka lembar

kuesioner akan dibakar.


42

3.11. Analisa Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan untuk

menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian (Notoadmodjo, 2010).

Analisis univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil

pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah

menjadi informasi yang berguna. Ringkasan tersebut dapat berupa ukuran

statistik, tabel, grafik. Analisis univariat dilakukan masing-masing

variabel yang diteliti, variabel yang dianalisis yaitu pasien diabetes

sebagai variabel bebas, dan variabel terikat yaitu peranan KIE di

Puskesmas Bangun Galih terhadap penggunaan obat antidiabetik.

Analisa univariat ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dari

presentasi tiap variabel. Unutk mengetahui distribusi frekuensi dari

masing-masing opsi diberi 5 gradasi nilai opsi pilihan yang harus dipilih

berdasarkan kondisi responden. Dari jawaban tersebut kemudian disusun

kriteria penilaian untuk setiap butir pernyataan menurut presentasi dan

nilai senjang. Penyusun presentase dan nilai jenjang adalah sebagai

berikut:

1. Setiap masing-masing item dari kuesioner memiliki nilai berbeda,

yaitu:
43

Tabel 3.5 Bobot Nilai

Bobot nilai
Pilihan jawaban
Positif Negatif

Sangat Setuju 5 1

Setuju 4 2

Kurang Setuju 3 3

Tidak Setuju 2 4

Sangat Tidak Setuju 1 5

(Bandu,2013)

2. Nilai kumulatif tertinggi dan jumlah skor semua butir pernyataan

tiap variabel di kali nilai tertinggi.

3. Penilaian dilihat berdasarkan rata-rata (mean) dari masing-masing

variabel. Nilai rata-rata (mean) ini diperoleh dengan menjumlahkan


Me :

data keseluruhan dalam setiap variabel, kemudian dibagi dengan

jumlah responden.
44

Keterangan:

Me = Rata-rata

∑ 1 = Jumlah Nilai X ke-i sampai ke-n

N = Jumlah responden yang akan dirata-rata

4. Setelah diperolah rata-rata dari masing-masing variabel kemudian

dibandingkan dengan kriteria yang ditentukan berdasarkan nilai

terendah dan nilai tertinggi dari hasil kuesioner. Nilai terendah dan

nilai tertinggi masing-masing diambil dari banyaknya pernyataan

dalam kuesioner dikalikan dengan nilai terendah (1) dan nilai

tertinggi (5) yang telah ditetapkan.

5. Berdasarkan nilao terendah dan tertinggi, makan dapat ditentukan

rentang interval yaitu nilai tertinggi dikurangi nilai terendah,

sedangkan menghitung panjang kelas dengan cara rentang interval

dibagi dengan jumlah kelas

6. Dapat dirumuskan dari 16 item pernyataan dalam kuesioner, nilai

tertinggi dikalikan dengan 5 dan nilai terendah dikalikan dengan 1,

sehingga,

a. Nilai tertinggi 16 x 5 = 80

b. Nilai terendah 16 x 1 = 16

Lalu kelas interval sebesar ((80-16)/5) =12,8 maka dapat diketahui

kriterianya
45

Tabel 3.6 Kriteria penilaian berdasarkan nilai pernyataan

No Nilai Kriteria

1 16-28,8 Tidak berperan

2 28,8 – 41,6 Kurang

3 41,6 – 54,4 Cukup

4 54,4 – 67,2 Berperan

5 67,2 – 80 Sangat berperan

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk melihat adanya pengaruh antara

variabel independen yaitu karakteristik masyarakat dan perilaku

masyarakat dengan variabel dependen yaitu peranan KIE pasien

penderita diabetes melitus tipe-II di Puskesmas Bangun Galih terhadap

penggunaan obat antidiabetik. Variabel dependen dan independen pada

penelitian ini berjenis data kategorik, maka uji statistik yang digunakan

adalah Uji Chi Square (x2) (dahlan, 2014).

Uji ini dapat dilakukan bila syarat uji Chi-Square terpenuhi, jika

syarat tidak terpenuhi maka akan digunakan uji alternatifnya, yaitu uji

Kolmogorov-Smirnov (Dahlan, 2009). Uji chi square digunakan untuk

menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih kelas

dimana datanya berbentuk kategori (Sugiyono, 2007).


46

Ketentuan yang berlaku pada uji Chi Square yaitu :

1) Bila tabelnya 2 x 2, dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang

dipakai sebaiknya “Continuty Correctuon”.

2) Bila tabel 2 x 2, adan ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai

adalah “Fisher’s Exact Test”.

3) Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, maka digunakan uji “Pearson

Chi Square”.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peranan komunikasi,

informasi dan edukasi pada pasien diabetes melitus tipe 2. Peranan

komunikasi, informasi dan edukasi dilihat dari pencegahan medical eror,

menciptakan rasa aman, penyampaian prosedur terapi obat dan

meningkatkan kepatuhan pada pasien. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas

Bangun Galih Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.

Pada penelitian ini terdapat 50 responden yang memiliki karakteristik-

karakteristik responden yang menerima pemberian komunikasi, informasi

dan edukasi obat pada penelitian ini dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu

berdasarkan usia, jenis kelamin, dan pendidikan . Berikut adalah

karakteristik responden dari penelitian peranan komunikasi, informasi dan

edukasi pada pasien penyakit diabetes melitus di Puskesmas Bangun Galih

Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia (Tahun) Jumlah Presentase %


35-44 1 2
45-54 12 24
55-64 17 34

47
48

>65 20 40
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer yang diolah

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan dari 50 responden dibagi menjadi

beberapa kelompok usia, yaitu usia 35-44 tahun sebanyak 2%, usia 45-55

tahun sebanyak 24%, usia 55-64 tahun sebanyak 34% dan usia >65 tahun

sebanyak 40%. Responden terbanyak terdapat pada usia >65, karena pada

usia tesebut salah satu faktor terjadinya resiko diabetes melitus. Adanya

penurunan anatomis, fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat

sel, kemudian berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ

yang dapat mempengaruhi hemeostatis. Setelah seseorang mencapai umur 30

tahun, maka kadar glukosa darah naik 1-2 mg % tiap tahun saat puasa dan

akan naik 6-13% pada 2 jam setelah makan, berdasarkan hal tersebut bahwa

umur merupakan faktor utama terjadinya kenaikan relevansi diabetes serta

gangguan toleransi glukosa (Damayanti, 2015).

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Menurut Wade dan Tavris, 2007 jenis kelamin adalah perbedaan bentuk,

sifat, dan fungsi biologi laki-laki dan perempuan yang menentukan perbedaan

peran mereka dalam menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan.

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase %


Perempuan 29 58
49

Laki-laki 21 42
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer yang diolah

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan jumlah responden yang berjenis

kelamin perempuan lebih banyak dari laki-laki, karena penyakit diabetes

melitus sering di jumpai pada wanita dibandingkan dengan laki-laki hal ini

disebabkan karena pada perempuan memiliki LDL atau kolesterol jahat

tingkat trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki dan juga

terdapat perbedaan. Menurut Irawan, 2010 menyebutkan bahwa Sindroma

siklus bulanan (Premenstrial syndrome), pasca menopouse yang membuat

distribusi lemak tubuh menjadi banyak mudah terakumulasi akibat proses

hormonal tersebut sehingga wanita beresiko diabetes melitus tipe-2. Hal ini

disebabkan oleh penurunan hormon ekstrogen akibat menopouse. Ekstrogen

pada dasarnya berfungsi untuk menjaga keseimbangan kadar gula darah dan

meningkatkan penyimpanan lemak, serta progesteron yang berfungsi untuk

menormalkan kadar gula darah dan membantu menggunakan lemak sebagai

energi (Benneth dan Roith,2008). Semua aktivitas dan gaya hidup sehari-

sehari yang sangat mempengaruhi terjadinya suatu penyakit, dan hal tersebut

mempengaruhi salah satu faktor terjadinya penyakit diabetes melitus.

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Menurut (Notoatmojo,2010) menyatakan bahwa pendidikan adalah

derajat tertinggi jenjang pendidikan yang diselesaikan berdasarkan ijasah

yang diterima dari sekolah formal terakhir dengan sertifikat kelulusan.


50

Pendidikan merupakan suatu usaha atau pengaruh yang diberikan yang

bertujuan untuk proses pendewasaan. Keterbatasan pendididkan juga dapat

mempengaruhi pola hidup sehat seseorang (Saputri,2015).

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Jumlah Persentase %


SD 34 68
SMP 9 18
SMA 4 8
Perguruan Tinggi 3 6
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer yang diolah

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan dari 50 responden pendidikan

paling banyak yaitu tingkat SD 68% dan pendidikan terendah pada tingkat

Sarjana 6% . Data tersebut memperlihatkan bahwa mayoritas responden

paling banyak adalah SD, tingkat pendidikan dapat memepengaruhi tingkat

pengetahuan tentang diabetes melitus. Orang yang tingkat pendidikannya

tinggi biasanya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan.

Dengan adanya pengetahuan tersebut oarang akan memiliki kesadaran dalam

menjaga kesehatannya (Irawan, 2010).

4.1 Peranan Komunikasi, informasi dan edukasi pasien Diabetes Melitus di

Puskesmas Bangun Galih Pada Masa Terapi Pengobatan

Peranan komunikasi informasi dan edukasi berdasarkan pelayanan obat

atau kefarmasian pada Puskesmas Bangun Galih Kecamatan Kramat


51

Kabupaten Tegal diukur menggunakan kuesioner dengan beberapa

pernyataan yang diberikan. Komunikasi merupakan salah satu variabel yang

penting mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat

menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan

publik. Informasi yang diketahui para pengambil keputusan hanya bisa dapat

melalui komunikasi yang baik. Pelayanan informasi obat yang baik didukung

oleh pengambilan sistem informasi obat yang baik pula. Sistem informasi

obat dan pengobatan adalah kumpulan informasi obat maupun pengobatan

yang dapat diandalkan ketepatannya sehingga mudah diambil dan

dimanfaatkan pada saat dibutuhkan. Edukasi juga diperlukan untuk

meningkatkan kesehatan dengan tetap menghormati kebutuhan individu.

Edukasi kesehatan adalah kegiatan yang sengaja dirancang dengan tujuan

untuk pencapaian kesehatan yang maksimal.

Untuk ukuran tingkat peranan KIE pada pasien diabetes melitus

berdasarkan informasi yang diterima pada Puskesmas Bangun Galih

Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal dapat diukur sangat berperan jika skor

penliaian (68-80), tingkat berperan jika skor penilaian (55-67), cukup

berperan jika skor penilaian (42-54), kurang jika skor penilaian (29-41) dan

tidak berperan jika skor penilaian (16-28).

Edukasi kesehatan adalah proses pemberian informasi yang dapat

meningkatkan aspek kognitif, efektif dan psikomotor ke arah yang lebih baik.

Edukasi kesehatan merupakan proses yang berlangsung secara terus-menerus


52

sehingga edukasi adalah terjadinya perubahan perilaku dan peningkatan

kualitas hidup pasien (Basuki,2004).

1. Peranan KIE pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 pada masa Terapi
Pengobatan Berdasarkan Nilai Pernyataan
Tabel 4.4 Peranan KIE pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 pada
masa Terapi Pengobatan Berdasarkan Nilai Pernyataan
Nilai Frequency %
49 1 2
51 2 4
53 2 4
54 2 4
55 2 4
56 3 6
57 6 12
58 6 12
59 9 18
60 3 6
61 5 10
62 2 4
63 4 8
64 1 2
65 2 4
Total 50 100

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa nilai pernyataan

responden tertinggi yaitu pada nilai 59 didapati 9 orang dari 50 responden


53

dengan nilai persenan 18% dari 16 pernyataan. Pernyataan tersebut

berdasarkan tujuan KIE yaitu mencegah medical error, memberikan rasa

aman terhadap pasien, meningkatkan kepatuhan pengobatan dan memberikan

prosedur pengobatan dengan baik dan benar. Dari pernyataan tersebut dahap

dilihat pemberian KIE pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang diberikan

oleh Apoteker Puskesmas Bangun Galih berperan dalam masa terapi

pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian KIE pada pasien diabetes

melitus tipe 2 di Puskesmas Bangun Galih berperan dalam masa terapi

pengobatan pasien.

Pengetahuan yang baik adalah kunci keberhasilan dari manajemen

diabetes melitus. Pengetahuan adalah dasar dari perubahan perilaku individu

dalam melakukan perawatan secara mandiri (Delamater 2006 dan Niven

2008). Melalui edukasi kesehatan, pasien dapat memperoleh informasi yang

memadai dari petugas kesehatan. Pengetahuan yang baik bagi pasien diabetes

melitus mengenai kepatuhan dalam pengelolaan dan penanganan penyakitnya

sehingga dapat mencegah terjadinya medical error atau komplikasi penyakit

(Bodenheimer, et. al,. 2007).

4.2 Hasil Uji Chi SquarePengaruh usia pasien denganPeranan KIE pada
pasien diabetes melitus tipe 2
Tabel 4.5Uji Chi Square Pengaruh usia pasien dengan Peranan KIE pada
pasien diabetes melitus tipe 2
Usia Pasien P

Peranan KIE 35-44 45-54 55-64 >65 Total Value

F % F % F % F % F % 6,501
54

Cukup 0 0 1 34 0 0 2 67 3 100

Berperan 1 3 7 18 14 36 17 43 39 100
Sangat
Berperan 0 0 4 50 3 37 1 12 8 100

Total 1 2 12 24 17 34 20 40 50 100

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat peranan KIE pada pasien

diabetes melitus tipe 2 pada tingkatan sangat berperan paling banyak yaitu

pada umur 45-54 tahun yaitu sebanyak 4 (50%) dan terendah pada usia >64

yaitu sebanyak 1 (12%).Pada tingakatan berperan paling banyak di umur >65

tahun yaitu 17 (43%) dan terendah pada usia 35-44 sebanyak 1 (3%).

(Notoatmodjo, 2007) menyebutkan usia seseorang dapat mempengaruhi

tingkat pengetahuannya. Semakin tua umur seseorang maka proses

perkembangannya mentalnya semakin baik, akan tetapi pada umur tertentu

bertambahnya proses perkembangan mental tidak secepat ketika umur

belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur.

Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertumbuhan

pengetahuan yang diperolehnya, namun pada umur-umur tertentu atau

menjelang usia lanjut kemampuan menerima atau mengingat suatu

pengetahuan atau informasi akan berkurang.

Uji chi square yang diperoleh ialah 6,501, maka hipotesis ditolak karena

P : 6,501 > 0,05,sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antarausia dengan peranan KIE pada masa pengobatan. Hal ini menunjukan

responden menempati tingkatan berperan paling banyak yaitu 39 responden


55

dan pada usia >65 tahun. Hal ini terjadi karena responden sering mengikuti

kegiatan program lanjut usia di Puskesmas Bangun Galih dimana responden

mendapatkan lebih informasi dan edukasi di minggu pertama dan minggu

ketiga sehingga mempermudah apoteker memberikan KIE pada pasien

diabetes melitus dalam masa terapi pengobatan pengobatan.

2. Hasil Uji Chi SquarePengaruh jenis kelamin dengan peranan KIE pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 pada masa terapi pengobatan
Tabel 4.6Hasil Uji Chi Square Pengaruh jenis kelamin dengan peranan
KIE pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 pada masa terapi pengobatan

Jenis Kelamin P
Peranan KIE Perempuan Laki-laki Total value
F % F % F %

Cukup 2 67 1 33 3 100

Berperan 25 64 14 36 39 100 1,509

Sangat Berperan 2 25 6 75 8 100

Total 29 58 21 42 50 100

Tabel 4.6 mengenai peranan KIE pada pasien diabetes mellitus tipe 2

berdasarkan jenis kelamin didapati pada jenis kelamin laki-laki yang paling

banyak padakategori berperan yaitu 14 (35,9%). Hasil pada jenis kelamin

perempuan paling banyak pada kategori berperan yaitu sebanyak 25(64,1%)

Hasil presentase diperoleh dengan cara membagi jumlah yang didapat dengan

jumlah total responden kemudian dikali 100%.


56

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat peranan KIE pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 yang sangat berperan yaitu pada jenis kelamin laki-laki yaitu

sebanyak 6 orang (75%). Uji chi square yang diperoleh ialah 1,509, maka

hipotesis ditolak karena P : 1,509 > 0,05,sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan peranan KIE penderita

diabetes melitus tipe 2 di puskesmas bangun galih. Beberapa orang

bertanggapan bahwa pengetahuan dan informasi seseorang dipengaruhi oleh

jenis kelamin. Hal ini sudah tertanam sejak jaman penjajahan. Namun

sekarang sudah terbantahkan karena apapun jenis kelamin seseorang, bila dia

masih produktif, berpendidikan, atau berpengalaman maka ia akan cenderung

mempunyai tingkat pengetahuan dan informasi yang tinggi

(Fuadbahsin,2009).

3. Hasil Uji Chi Square Tingkat Pendidikan dengan Peranan KIE pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Masa Pengobatan
Tabel 4.7Hasil Uji Chi Square Tingkat Pendidikan dengan Peranan KIE
pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Masa Pengobatan

Pendidikan Total P
Peranan KIE SD SMP SMA Sarjana value
F % F % F % F % F %
Cukup 3 100 0 0 0 0 0 0 3 100
Berperan 28 72 8 20 2 5 1 3 39 100
9,491
Sangat 3 37 1 13 2 25 2 25 8 100
Berperan
Total 34 68 9 18 4 8 3 6 50 100
57

Tabel 4.7 mengenai peranan KIE pada pasien diabetes mellitus tipe 2

berdasarkan tingkat pendidikan didapati peranan cukup, berperan, dan sangat

berperan. Pada tabel diatas paling banyak pada kategori berperan yaitu 39

responden dari 50 responden dan tingkat pendidikan paling banyak pada

tingkat pendidikan dasar yaitu sebanyak 28 (72%). Pada kategori sangat

berperan paling banyak pada tingkat dasar yaitu sebanyak 3 (37%) dari 8

respoden.

Dari hasil diatas terlihat bahwa peranan KIE pada pasien diabetes

mellitus tipe 2 di Puskesmas Bangun Galih tidak berpengaruh pada tingkat

pendidikan. Notoadmojo (2007) menyatakan yaitu semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah

menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. Sehingga semakin tinggi

pendidikannya makin tinggi tingkat pengetahuan dan penerimaan informasi.

Pada penelitian ini tingkat pendidikan tidak mempengaruhi peranan KIE

pasien diabetes melitus tipe 2 karena puskesmas sering melakukan

menyuluhan kepada pasien diabetes dan pasien sering mengikuti program

lansia yang diadakan puskesmas bangun galih setiap bulannya, sehingga

pasien mendapatkan atau menerima pengetahuan dan informasi yang lebih

selain pemberian KIE oleh apoteker Puskesmas Bangun Galih Kecamatan

Kramat Kabupaten Tegal.


58

4.3 Tingkat Penilaian Responden tentang Peranan KIE pada Pasien Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Bangun Galih Pada Masa Terapi
Pengobatan
Tabel 4.8 Tingkat penilaian terhadap peranan KIE pada pasien diabetes
melitus tipe 2 di Puskesmas Bangun Galih pada masa Terapi Pengobatan
Kriteria F %

Cukup Berperan 3 6

Berperan 39 78

Sangat Berperan 8 16

TOTAL 50 100

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa sejumlah 50 responden

yang memiliki 5 skala kriteria penilaian yaitu tidak berperan (16-28,8),

kurang berperan(28,8-41,6), cukup berperan (42-54), berperan (55-67) dan

sangat berperan (67-80). Dari hasil yang diperoleh 3 responden dari 16 item

pernyataan yaitu cukup berperan sebanyak 6%, KIE dalam 39 responden

menyatakan berperan yaitu 78% dan 8 responden menyatakan yang sangat

berperan dengan presentasi 16%.

Berdasarkan hasil 50 responden tentang peranan KIE dengan 16 item

pernyataan rata-rata nilai yang dihasilkan yaitu berperan, sehingga pada hasil

kuesioner pemberian KIE pada pasien diabetes melitus tipe-2 di Puskesmas

Bangun Galih berperan dalam masa terapi pengobatan guna membantu proses
59

pencegahan medical error, memberikan rasa aman, meningkatkan kepatuhan

pengobatan pada pasien.

Pengetahuan yang baik adalah kunci keberhasilan dari manajemen

diabetes melitus. Pengetahuan adalah dasar dari perubahan perilaku individu

dalam melakukan perawatan secara mandiri (Delamater 2006 dan Niven

2008). Melalui edukasi kesehatan, pasien dapat memperoleh informasi yang

memadai dari petugas kesehatan. Pengetahuan yang baik bagi pasien diabetes

melitus mengenai kepatuhan dalam pengelolaan dan penanganan penyakitnya

sehingga dapat mencegah terjadinya medical error atau komplikasi penyakit

(Bodenheimer, et. al,. 2007).

4.4 Peranan KIE pada pasien penyakit diabetes melitus tipe 2 berdasarkan

tujuan pemberian KIE

1. berdasarkan pencegahan medical error

Tabel 4.9 berdasarkan pencegah medical error

Pertanyaan Rata-rata Jawaban

1. Saya lebih aktif melakukan cek gula 4,06 Setuju


darah
2. Saya menghindari makanan dan 4,44 Setuju
minuman manis
3. Saya mengkonsumsi makanan tinggi 4,2 Setuju
serat
4. Saya mengkonsumsi gula rendah 3,46 Setuju
kalori
5. Saya melakukan olahraga ringan 4,34 Setuju
setiap hari
60

6. Saya tidak banyak melakukan 3,24 setuju


aktivitas

Berdasarkan tabel 4.9 dimensi pencegahan medical error dari pernyataan

rata-rata tertinggi 4,44 , pada item pernyataan mengurangi makanan dan

minuman manis yang harus dikontrol pasien guna mencegah terjadi

penyakit yang lebih parah atau menghindari terjadinya medical error. Dari

pernyataan tersebut bahwa pemberian KIE pada pasien diabetes di

puskesmas bangun galih memberikan peranan terhadap masa pengobatan

pasien guna mencegah terjadinya medical error. Pada item pernyataan

mengkonsumsi gula rendah kalori mempunyai rata-rata 3,46 pasien merasa

setuju namun petugas kesehatan perlu memberikan kembali pengetahuan

tentang gula rendah kalori supaya pasien dapat memahami dan menekan

terjadinya medical error. Dari lima item pernyataan diatas tentang

pencegahan medical error dapat dilihat bahwa pemberian KIE pada pasien

diabetes di Puskesmas Bangun Galih sudah berperan dalam pengetahuan,

masa pengobatan pasien dan mencegah terjadinya medical error.

2. berdasarkan pemberian rasa aman

Tabel 4.10 berdasarkan pemberian rasa aman

Pertanyaan Rata-rata Jawaban


1. saya percaya obat yang dikonsumsi 3,9 Setuju
aman dalam waktu jangka panjang
2. saya percaya obat yang diberikan 4,3 Setuju
aman untuk organ tubuh
61

3. saya percaya obat yang diberikan 4,34 Setuju


sudah tepat untuk penyakit saya
4. saya alergi saat mengkonsumsi obat 2,72 Tidak
setuju

Berdasarkan tabel 4.10 dimensi pemberiaan rasa aman dari pernyataan

rata-rata tertinggi 4,34 , pada item pernyataan percaya obat yang diberikan

sudah tepat untuk penyakit penderita. Dapat dilihat bahwa pemberian KIE

yaitu berperan untuk memberikan rasa aman kepada pasien dalam masa

pengobatan, pada item pertanyaan ini pasien merasa percaya dengan obat

yang diberikan tenaga kesehatan dalam masa pengobatan pasien. Pada item

pernyataan tentang pasien mengalami alergi saat mengkonsumsi obat

didapati nilai rata-rata 2,72, dapat dilihat item pernyataan ini pasien tidak

setuju bahwa mengalami alergi pada saatmengonsumsi obat. Dari empat

item pernyataan diatas yang menyatakan bahwa pemberian KIE kepada

pasien diabetes melitus tipe 2 dengan memberikan rasa aman sangat

berperan dalam masa pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2 di

Puskesmas Bangun Galih.

3. berdasarkan penyampaian prosedur terapi obat

Tabel 4.11 berdasarkan penyampaian prosedur terapi obat

Pertanyaan Rata-rata Jawaban


1. saya mengetahui efek samping obat 3,72 Setuju
yang diberikan
2. saya bingung tentang petunjuk cara 2,98 Tidak Setuju
minum obat
62

3. saya tidak paham pencegahan 3 Setuju


penyakit diabetes

Berdasarkan tabel 4.10 dimensi penyampaian prosedur terapi obat dari

pernyataan rata-rata tertinggi 3,72 , pada item pernyataan mengetahui efek

samping obat yang diberikan untuk terapi pengobatan. Dari hasil rata-rata

dapat dilihat bahwa responden mengetahui efek samping obat yang

diberikan oleh puskesmas sehingga pemberian KIE tentang efek samping

obat berperan dalam masa pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2 di

puskesmas bangun galih. Pada item pernyataan responden bingung tentang

petunjuk cara minum obat didapati nilai rata-rata 2,98 , pada pernyataan ini

bersifat negatif sehingga dapat dilihat bahwa responden mengetahui cara

minum obat, pemberian KIE tentang petunjuk cara minum obat oleh tenaga

kesehatan berperan dalam masa pengobatan khususnya petunjuk minum

obat diabetes.

4. berdasarkan tingkat kepatuhan pasien

Tabel 4.12 berdasarkan tingkat kepatuhan pasien

Pernyataan Rata-rata Jawaban

1. saya mengonsumsi obat secara 4,46 Setuju


teratur
2. saya kembali kontrol setelah obat 4,38 Setuju
diabetes saya habis
3. kurang adanya dukungan keluarga 3,42 Setuju
dalam terapi pengobatan
63

Pada tabel 4.11 diatas tingkat kepatuhan pasien dalam

masapengobatan rata-rata tertinggi 4,46 dari pernyataan pasien

mengonsumsi obat secara teratur, diketahui bahwa pemberian KIE untuk

meningkatkan kepatuhan pasien berperan dalam masa pengobatan dilihat

dari pasien mengonsumsi obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter

ataupun apoteker di puskesmas bangun galih. Pada item pernyataan

responden tentang kurang adanya dukungan keluarga dalam terapi

pengobatan didapati nilai rata-rata 3,42 , pada item ini bersifat penyataan

negatif sehingga pada pernyataan ini responden merasa kurang adanya

dukungan dari keluarga dalam masa pengobatan. Diharapkan pada saat

pemberian KIE pasien didampingi pihak keluarga sehingga keluarga

pasien ikut andil dalam masa pengobatan pasien diabetes melitus tipe 2.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

dapat ditarik kesimpulan bahawa peranan komunikasi, informasi dan edukasi

(KIE) pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Bangun Galih

Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal yaitu berperan dalam masa terapi

pengobatan. Dengan adanya penyuluhan dan program lanjut usia yang

diadakan Puskesmas Bangun Galih dapat meningkatkan pengatahuan dan

informasi sehingga peranan KIE tidak dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin

dan tingkat pendidikan. Adapun tingkat peranan KIE ini dilihat dari tujuan

pemberian KIE pada bidang farmasi yaitu mencegahnya medical error (rata-

rata 4,44), memberikan rasa aman (rata-rata 4,34), penyampaian prosedur

terapi obat (rata-rata 3,72) dan meningkatkan kepatuhan pasien (rata-rata

4,46).

5.2 SARAN

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian diatas untuk kesempurnaan dan

tercapainya luaran dari karya ini, penulis merekomendasikan mengadakan

penelitian tentang efektifitas dan pentingnya pemberian KIE pada pasien

diabetes melitus tipe 2 atau pada penyakit lain di Puskesmas Bangun Galih

Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal

64
DAFTAR PUSTAKA

Almasdy,D.,Sari,P.D.,Darwin.,dan Kurniasih.,2015. Evaluasi Penggunaan Obat


Antidiabetik Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di suatu Rumah Sakit
Pemerintah Kota Padang Sumatra Barat, Jurnal. Sain farmasi. 02.(01):104-
105.

Anja,S.,Roni.,Dewi.,2018. Pengaruh Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)


terhadap Tingkat Pengetahuan dan Sikap Tentang Bahaya Konsumsi
Alkohol pada Remaja Putri usia 15-20 Tahun dilingkungan X Kelurahan
Tangkil Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar. Malang : Fakultas Ilmu
Kesehatan Tribhuwana Tunggadewi Malang.

Bond.C. 2003. Concordance A Partnership in Medicine Taking. Pharmaceutical


Press. chapter 3.

Bilous,R., dan Donelly, R. 2010. Buku Pegangan Diabetes Edisi ke 4.


Dietrjemahkan oleh Yudha. K. Egi. Jakarta : Bumi Medika

Cangara. 2011. Pengantar Ilmu Komunikasi. Rajawali Pers.

Depkes RI, 2004. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Direktorat Jendral


Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Depkes RI. 2006. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Direktorat


Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan
RI, Jakarta.

Depkes RI. 2009. Peraturan Pemerintah No.PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerja
Kefarmasian. Jakarta, Departemen Kesehatan RI

Depkes RI. 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat . Direktorat Jendral Pelayanan


Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Efendi. 2009. Manajemen Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Salemba


Medika

Ekaputra, dan Utami. 2015. Pengaruh Konseling Farmasi Terhadap Kualitas


Hidup dan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 di
Puskesmas Gedong Tengen Periode Maret-Mei 2014. Jurnal Sain
Farmasi.01(01):30

Fatimah,R.N.2015. Diabetes Melitus Tipe 2 . J.Majority.4,93-102.

65
Fehni,V.,Gresty,N.,dan Yolanda . 2017. Hubungan Pola Aktivitas Fisik dan Pola
Makan dengn Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-
II di poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Pancuran Kasih GMM. Manado,
Jurnal Keperawatan.05.(01): Fakultas Kedokteran Universitas SAM
Ratulangi

Hartayu.,Widayati., Wijoyo. 2103. Peningkatan Pelayanan Informasi Obat bagi


Pasien Diabetes Melitus. Jurnal Farmasi klinik.02(03):102-103.

Hanum, N.N.,2013. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Puasa
pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Cilegon Periode Januari-April 2013. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

ISFI.2010. Informasi Spesialite Obat Indonesia, Jakarta

Khasanah., Uswatun.2017. Merawat Penderita Diabetes Melitus. Yogyakarta:


Pustaka Panasea

Lanywati. 2011. Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta :


Kanisius

Manurung, L. 2010. Analisis Hubungan Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan


Terhadap Pelayanan Farmasi Dengan Minat Pasien Menebus Kembali
Resep Obat di Instalasi Farmasi RSUD Budhi Asih Tahun 2010. Jakarta.
Universitas Indonesia.

Machfoed, I dan Suryani. 2009. Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi


Kesehatan. Yogyakarta : Fitramayu

Muliawan. Bayu Tedja. 2004. Pelayanan Konseling atau Meningkatkan


Kepatuhan Pasien pada Terapi Obat. At http// www.yamfar.go.id diakses 28
september 2019.

Nurayati,L. 2017. Tingkat Konsumsi Zat Gizi Gaya Hidup dan Kadar Gula
Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Skripsi. Surabaya : Universitas
Erlangga

Nurayati, T,.dan Adriani.2017. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula


Darah Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Laporan Penelitian.
Surabaya : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Paramitha,GM. 2014. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah


Puasa Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Cilegon. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang

66
Pratiwi,H.,Nuryanti.,dan Fera, V., 2016. Pengaruh Edukasi Terhadap
Pengetahuan, Sikap dan Kemampuan Berkomunikasi atas Informasi Obat.
Laporan Penelitian. Purwokerto: Fakultas Farmasi Universitas Jendral
Sudirman

Sugiyono.2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D.


Bandung: Alfabeta.

Siregar,S. 2010. Statistik Deskriptif Untuk Penelitian. Jakarta : Rajawali Pers.

Shanty, Meita. 2011. Silent Killer Diseases. PT. Buku Kita. Jakarta

Putriana,A.,Melisa., dan Lestari,2017. Pemgaruh Konseling Apoteker Terhadap


Pengetahuan dan Presepsi Pasien Penyakit Jantung Terapi Warafin di
RSUD Dr. Hasan Bandung, Jurnal Farmasi Klinik, 06(04):283-284.

Rakhmat,J. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

Ria, P. 2012. Pengaruh Pemberian KIE Terhadap Tingkat Pengetahuan


Mayarakat Tentang Upaya Pencegahan Penyakit TBC di Dusun Guruh
Banji Desa Kencong Kecamatan Kencong Kabupaten Jember.

Rantucci,J,Melani.2009. Komunikasi Apoteker-Pasien. Diterjemahkan oleh Jully


Manungur. Jakarta : EGC

Retno,T. 2008. Peranan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) pada penderita


Diabetes tipe 2 Puskesmas Pacar Keling Surabaya Selama Bulan maret
sampai Mei Tahun 2008..Surabaya: Fakultas Farmasi UBAYA.

Septiar, H. E., dan Utami, P. (2016). Pengaruh Konseling Farmasis Terhadap


Kualitas Hidup dan Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe
2 di Puskesmas Gedong Tengen Periode Maret-Mei 2014.Jurnal Fakultas
Ilmu Kesehatan.

Sugiyono.2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R dan D. Bandung:


Alfabeta

Toni Wirawan. 2013. Menaklukkan Hipertensi dan Diabetes. Platinum. Jakarta.

Wirawan, A.2013. Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Antidiabetik Oral


Terhadap Kadar Hemoglobin Terglikasi (HbA,c) Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. Jurnal Ilmiah Ilmu Sain.02(02):279-280.

67
Witjaksono,A.W.2009. Perencanaan Sistem Pengukuran Kinerja di Apotek XYZ
Dengan Menggunakan Metode Integrated Performance Measurement
Systems (IPMS) dan Pembobotan Triangular Fuzzy AHP. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta

WHO. (2013). Life of the World Health Organization.


http://www.who.int/bulletin/volumers/92/3/13-128371/en/

WHO. (2013). Diabetes fakta dan Angka.

68
LAMPIRAN

69
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian

70
Lampiran 2. Surat Balasan Ijin Penelitian Dari Puskesmas

71
Lampiran 3. Lembar Kuesioner
kuesioner penelitian

Peranan Komunikasi,Informasi,Edukasi (KIE) pada pasien

Diabetes Melitus tipe 2 di Puskesmas Bangun Galih

I. Identitas Responden

Nama Lengkap :

Tempat/Tangga Lahir :

Pendidikan Terakhir :

Umur :

Jenis Kelamin : L/P

Alamat :

II. Petunjuk Pengisian

1. Bacalah dan cermatilah semua pernyataan yang ada

2. Pernyataan ini bukan suatu tes, sehingga tidak ada jawaban yang

dianggap SALAH.

3. Jawablah dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan kondisi Anda.

4. Berilah tanda (√) pada jawaban anda, apabila terdapat koreksi

jawaban berilah tanda (=) jawaban yang salah

5. Periksa kembali jawaban anda dan pastikan tidak ada pernyataan

yang belum dijawab.

72
Beri tanda check list (√) pada tempat yang sesuai dengan jawaban anda.

Keterangan : SS = Sangat Setuju S = Setuju


TS =Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
KS =Kurang Setuju

III. Pengetahuan Pasien Tentang Obat

No Pernyataan SS S KS TS STS

1 Saya percaya obat yang dikonsumsi


aman dalam waktu jangka panjang
2 Saya mengetahui efek samping dari
obat yang diberikan
3 Saya percaya obat yang diberikan
aman untuk organ tubuh
4 Saya lebih aktif melakukan cek gula
darah
5 Saya percaya obat yang diberikan
sudah tepat untuk penyakit saya
6 Saya mengonsumsi obat secara
teratur
7 Saya alergi saat mengonsumsi obat
diabetes
8 Saya bingung tentang petunjuk cara
minum obat diabetes
9 Saya menghindari makanan dan
minuman manis
10 Saya mengkonsumsi makanan tinggi
serat (biji-bijian, roti gandum dll)
11 Saya mengkonsumsi gula redah
kalori (contoh: Tropicana, diabetasol,
dll)
12 Saya kembali kontrol setelah obat
diabetes saya habis
13 Saya tidak paham pencegahan
penyakit diabetes
14 Saya melakukan olahraga ringan
setiap hari

73
SS S KS TS STS

15 Kurang adanya dukungan keluarga


dalam terapi pengobatan
16 Saya tidak banyak melakukan
aktivitas

74
Lampiran 4. Informed Consernt

PERNYATAAN KESANGGUPAN MENJADI RESPONDEN

Dengan ini saya menyatakan sanggup dan ikhlas untuk menjadi

responden dan bersedia menjawab pertanyaan yang dibutuhkan pada

penelitian tentang Peranan Komunikasi,Informasi dan Edukasi (KIE)

pada Pasien Penderita Diabetes Melitus tipe-II di Puskesmas Bangun

Galih yang dilakukan oleh saudari Dienda Melani Rizqi , NIM 17080164,

mahasiswa DIII Program Studi Farmasi Politeknik Harapan Bersama Kota

Tegal.

Nama :........................................................................

Alamat :........................................................................

Demikian pernyataan ini saya buat dengan hati yang tulus dan ikhlas.

Tegal,..........................

Responden

75
..............................

Lampiran 5. Lembar Kuesioner yang sudah diisi oleh Responden

76
77
78
79
Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data Responden
KARAKTERISTIK RESPONDEN

Statistics

UMUR JENISKELAMIN PENDIDIKAN

N Valid 50 50 50

Missing 0 0 0

Mean 3,32 1,42 1,42

Median 4,00 1,00 1,00

Mode 4 1 1

Std. Deviation ,819 ,499 ,785

Variance ,671 ,249 ,616

Range 3 1 3

Minimum 1 1 1

Maximum 4 2 4

Sum 166 71 71

Frequency Table
UMUR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 35-44 1 2,0 2,0 2,0

80
45-54 8 16,0 16,0 18,0

55-64 15 30,0 30,0 48,0

>65 26 52,0 52,0 100,0

Total 50 100,0 100,0

JENISKELAMIN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid PEREMPUAN 29 58,0 58,0 58,0

LAKI-LAKI 21 42,0 42,0 100,0

Total 50 100,0 100,0

PENDIDIKAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD 36 72,0 72,0 72,0

SMP 9 18,0 18,0 90,0

SMA 3 6,0 6,0 96,0

SARJANA 2 4,0 4,0 100,0

Total 50 100,0 100,0

81
Pie Chart

82
83
Lampiran 7. Hasil Uji validitas dan Reabilitas

pertanyaan19 pertanyaan20 pertanyaan21 total


pertanyaan1 Pearson
Correlatio ,051 ,379 -,057 ,080
n
Sig. (2-
,831 ,099 ,812 ,737
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan2 Pearson
Correlatio ,520* ,533* ,312 ,388
n
Sig. (2-
,019 ,015 ,181 ,091
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan3 Pearson
Correlatio ,689** ,469* ,634** ,539*
n
Sig. (2-
,001 ,037 ,003 ,014
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan4 Pearson
Correlatio ,355 ,111 ,373 ,360
n
Sig. (2-
,125 ,641 ,105 ,119
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan5 Pearson
Correlatio ,775** ,636** ,518* ,486*
n

84
Sig. (2-
,000 ,003 ,019 ,030
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan6 Pearson
Correlatio ,392 ,302 ,655** ,671**
n
Sig. (2-
,087 ,196 ,002 ,001
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan7 Pearson
Correlatio -,158 -,229 -,264 ,149
n
Sig. (2-
,506 ,330 ,261 ,532
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan8 Pearson
Correlatio -,524* -,688** -,216 -,079
n
Sig. (2-
,018 ,001 ,360 ,742
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan9 Pearson
Correlatio ,506* ,371 ,652** ,739**
n
Sig. (2-
,023 ,107 ,002 ,000
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan10 Pearson
Correlatio ,429 ,361 ,545* ,673**
n
Sig. (2-
,059 ,118 ,013 ,001
tailed)
N 20 20 20 20

85
pertanyaan11 Pearson
Correlatio -,029 ,083 ,114 ,449*
n
Sig. (2-
,902 ,729 ,632 ,047
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan12 Pearson
Correlatio ,074 -,050 ,055 ,191
n
Sig. (2-
,758 ,833 ,819 ,420
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan13 Pearson
Correlatio ,545* ,273 ,152 ,254
n
Sig. (2-
,013 ,245 ,524 ,279
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan14 Pearson
Correlatio ,745** ,709** ,710** ,789**
n
Sig. (2-
,000 ,000 ,000 ,000
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan15 Pearson
Correlatio -,060 -,330 -,017 ,248
n
Sig. (2-
,802 ,155 ,944 ,292
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan16 Pearson
Correlatio ,599** ,504* ,762** ,798**
n
Sig. (2-
,005 ,023 ,000 ,000
tailed)

86
N 20 20 20 20
pertanyaan17 Pearson
Correlatio -,349 -,525* -,218 -,039
n
Sig. (2-
,132 ,017 ,355 ,869
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan18 Pearson
Correlatio -,351 -,256 -,135 ,021
n
Sig. (2-
,129 ,276 ,570 ,932
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan19 Pearson
Correlatio 1 ,631** ,599** ,655**
n
Sig. (2-
,003 ,005 ,002
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan20 Pearson
Correlatio ,631** 1 ,504* ,427
n
Sig. (2-
,003 ,023 ,060
tailed)
N 20 20 20 20
pertanyaan21 Pearson
Correlatio ,599** ,504* 1 ,696**
n
Sig. (2-
,005 ,023 ,001
tailed)
N 20 20 20 20
total Pearson
Correlatio ,655** ,427 ,696** 1
n

87
Sig. (2-
,002 ,060 ,001
tailed)

N 20 20 20 20

Scale: ALL VARIABLE

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 50 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 50 100,0

Reliability Statistics

Cronbach's N of
Alpha Items

,791 16

88
89
Lampiran 8. Lampiran Hasil Rekapitulasi Data
RATA-
NO P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 TOTAL RATA
1 4 2 5 4 4 4 5 3 5 4 2 4 4 4 2 2 58 3,625
2 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 4 3 3 58 3,625
3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 56 3,5
4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 58 3,625
5 3 4 4 4 4 4 3 3 5 4 4 4 3 4 3 3 59 3,6875
6 4 2 4 5 4 4 2 4 3 3 4 5 3 4 2 3 56 3,5
7 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 62 3,875
8 4 2 4 2 4 4 2 4 2 4 2 4 2 4 4 4 52 3,25
9 5 2 4 4 4 4 4 2 4 4 2 4 4 4 1 2 54 3,375
10 3 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 3 5 60 3,75
11 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 61 3,8125
12 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 59 3,6875
13 4 5 5 4 5 5 1 2 5 5 5 5 1 3 4 4 63 3,9375
14 4 5 5 4 5 5 1 2 5 5 5 5 3 5 4 4 67 4,1875
15 5 5 5 5 5 5 2 3 5 4 5 5 2 3 4 5 68 4,25
16 4 3 4 4 4 5 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 62 3,875
17 4 3 5 4 5 5 3 4 5 4 3 5 4 5 4 4 67 4,1875
18 4 4 4 5 5 5 3 3 5 4 3 5 4 5 5 4 68 4,25
19 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 3 5 4 5 5 4 66 4,125
20 3 4 4 5 5 5 2 4 5 4 4 4 4 4 4 4 65 4,0625
21 4 4 4 5 5 5 3 4 5 4 4 5 4 5 5 4 70 4,375
22 4 4 5 5 5 5 2 4 5 4 3 5 4 5 4 4 68 4,25
23 4 2 4 2 4 4 2 4 2 4 2 4 2 4 4 4 52 3,25
89
24 3 4 5 5 5 5 3 4 5 4 4 5 4 5 5 4 70 4,375
25 3 4 4 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 5 4 4 59 3,6875
26 3 3 4 4 4 5 2 3 5 4 3 4 4 4 4 3 59 3,6875
27 4 3 5 4 4 5 5 3 5 5 4 3 2 4 4 4 64 4
28 3 4 5 5 4 5 3 3 4 4 2 5 3 5 4 4 63 3,9375
29 4 3 4 5 4 5 3 3 5 4 3 4 3 5 5 4 64 4
30 3 3 4 5 4 4 3 3 5 4 4 5 5 5 4 5 66 4,125
31 4 3 5 5 4 5 3 4 5 4 3 5 5 5 4 4 68 4,25
32 3 3 4 5 5 5 2 3 4 4 3 5 3 4 3 3 59 3,6875
33 4 4 5 3 4 4 3 2 4 5 4 5 3 4 3 2 59 3,6875
34 3 4 5 4 5 4 3 3 5 4 4 4 3 4 3 3 61 3,8125
35 3 4 4 5 5 5 4 3 4 5 4 5 4 4 3 1 63 3,9375
36 4 2 5 5 4 5 3 2 5 4 2 4 2 4 4 3 58 3,625
37 4 4 3 4 5 4 2 3 4 4 4 4 2 4 3 3 57 3,5625
38 4 5 4 3 4 5 3 1 4 4 3 5 2 4 2 2 55 3,4375
39 5 3 4 4 4 4 2 2 4 5 4 5 3 4 3 3 59 3,6875
40 5 5 5 3 5 5 1 4 5 5 3 4 3 4 2 2 61 3,8125
41 5 4 5 5 5 4 3 2 5 4 4 5 1 4 2 1 59 3,6875
42 5 5 4 5 4 4 1 3 5 3 3 4 2 5 2 1 56 3,5
43 5 2 4 4 4 4 4 1 5 4 3 4 2 5 5 4 60 3,75
44 4 4 5 3 5 5 3 3 4 5 3 5 2 4 3 4 62 3,875
45 4 5 5 4 5 5 1 4 5 5 5 5 3 5 2 2 65 4,0625
46 5 5 3 3 4 4 3 2 4 5 3 4 2 5 5 4 61 3,8125
47 3 5 5 3 4 4 3 2 5 5 4 4 2 5 5 3 59 3,875
48 4 3 4 4 4 5 3 1 5 5 4 4 2 4 2 2 54 3,5
49 5 4 4 3 4 4 3 2 4 5 4 5 3 5 3 3 58 3,8125

90
50 3 5 4 4 4 4 2 2 5 4 3 4 1 5 1 1 51 3,25
JUMLAH 195 186 215 203 217 223 136 149 222 210 173 219 150 217 171 162 3039 190,5
RATA-
RATA 3,9 3,72 4,3 4,06 4,34 4,46 2,72 2,98 4,44 4,2 3,46 4,38 3 4,34 3,42 3,24 60,78 3,81

91
Lampiran 9. Rekap Data Responden
JENIS
UMUR PENDIDIKAN
no KELAMIN NILAI
1 46 TAHUN P SD 58
2 58 TAHUN P SD 58
3 61 TAHUN P SD 56
4 65 TAHUN L SD 58
5 57 TAHUN L SD 59
6 72 TAHUN L SD 56
7 73 TAHUN L SD 62
8 90 TAHUN L SD 52
9 71 TAHUN P SD 54
10 39 TAHUN P SMP 60
11 56 TAHUN P SD 61
12 57 TAHUN P SD 59
13 65 TAHUN P SD 63
14 58 TAHUN P SD 67
15 55 TAHUN L SMP 68
16 65 TAHUN P SD 62
17 59 TAHUN P SD 67
18 45 TAHUN P SMA 68
19 52 TAHUN L SMP 66
20 51 TAHUN P SD 65
21 45 TAHUN L SARJANA 70
22 58 TAHUN L SD 68
23 50 TAHUN P SD 52
24 60 TAHUN L SD 70
25 60 TAHUN P SMP 59
26 53 TAHUN L SD 59
27 63 TAHUN P SD 64
28 55 TAHUN P SMP 63
29 54 TAHUN P SMA 64
30 55 THN P SMA 66
31 77 THN L SD 68
32 72 THN P SD 59
33 69 THN P SD 59
34 54 THN P SMP 61
35 50 THN P SMA 63
36 66 THN L SD 58
37 65 5HN P SD 57
38 71 THN L SD 55
39 78 THN L SD 59
40 75 THN P SD 61

92
41 69 THN P SD 59
42 67 THN L SMP 56
43 80 THN L SD 60
44 64 THN L SMP 62
45 49 THN L SARJANA 65
46 83 THN P SD 61
47 60 THN P SD 59
48 56 THN L SMP 54
49 46 THN P SARJANA 58
50 70 THN L SD 51

93
Lampiran 10. Dokumentasi

94
95
CURICULUM VITAE

Nama : Dienda Melani Rizqi N.I


Nim : 17080164
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat tanggal lahir : Tegal, 05 Januari 2000
Alamat : Ds. Tanjungharja RT 04/RW 01Kec. Kramat Kab. Tegal
No.tlp/HP : 085640754457
Riwayat Pendidikan
SD : SD N TANJUNGHARJA 01
SMP : SMP N 02 KRAMAT
SMK : SMA N 01 KRAMAT
DIII : Politeknik Harapan Bersama Kota Tegal
Nama Ayah : Wahyudin S,Pd
Nama Ibu : Rindriasih S,Pd
Pekerjaan Ayah : Guru
Pekerjaan Ibu : Guru
Alamat : Ds. Tanjungharja RT 04/RW 01Kec. Kramat Kab. Tegal
Judul penelitian : Peranan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (kie) Pada
Penderita Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas
Bangun Galih

96

Anda mungkin juga menyukai